Anda di halaman 1dari 16

Leukemia Limfoblastik Akut dan Penatalaksanaannya

Nurul Iffah Syahirah Binti Amar (102016264)


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta, Indonesia
Jl. Arjuna Utara No.6, RT.5/RW.2, Duri Kepa, Kb. Jeruk, Kota Jakarta Barat,
Daerah Khusus Ibukota Jakarta 11510
Email : iffahsyahirah200@gmail.com

Abstrak

Leukemia adalah keganasan organ pembuat darah, sehingga sumsum tulang didominasi
oleh limfoblas yang abnormal. Leukemia limfoblastik akut adalah keganasan yang sering
ditemukan pada masa anak-anak dan dianggarkan 25-30% dari seluruh keganasan pada anak.
Kejadian ini lebih lebih sering ditemukan pada anak laki-laki daripada anak perempuan, dan
terbanyak pada anak usia 3-4 tahun. Faktor resiko terjadi leukimia adalah faktor kelainan
kromosom, bahan kimia, radiasi faktor hormonal, infeksi virus. Anak-anak yang mengidap
penyakit ini umumnya akan menunjukkan gejala klinis seperti pucat, lemas dan sesak napas yang
diakibatkan oleh anemia. Pengobatan dan terapi penyakit ini dapat dilakukan dengan transfusi sel
darah merah, transfusi trombosit, pemberian antibiotik dan kemoterapi.

Kata kunci: Leukemia limfoblastik akut, keganasan darah.

Abstract

Leukemia is the malignancy of blood-producing organs, so the bone marrow is


dominated by abnormal lymphoblasts. Acute lymphoblastic leukemia is a malignancy that is
often found in childhood and is budgeted for 25-30% of all malignancies in children. This event
is more often found in boys than girls, and most in children aged 3-4 years. Risk factors for
leukemia are chromosomal abnormalities, chemicals, hormonal factor radiation, viral
infections. Children who suffer from this disease will generally show clinical symptoms such as
pallor, weakness and shortness of breath caused by anemia. Treatment and therapy of this
disease can be done by red blood cell transfusion, platelet transfusion, administration of
antibiotics and chemotherapy.

Keywords: Acute lymphoblastic leukemia, blood malignancy.


Pendahuluan

Leukemia merupakan keganasan sel darah yang berasal dari sumsum tulang, ditandai
oleh proliferasi sel-sel darah putih, dengan manifestasi penambahan sel-sel abnormal dalam
darah tepi. Berdasarkan National Academy of Sciences, terdapat lebih dari 100.000 bayi di
seluruh dunia yang lahir dengan keadaan dan kondisi yang berat dari Leukemia. Jumlah
penderita di Indonesia pada tahun 2008 sudah mencapai 20.000 orang penderita dari jumlah 200
juta orang penduduk Indonesia secara keseluruhan.1 Leukemia limfositik akut atau biasa di sebut
ALL adalah bentuk leukemia yang paling lazim dijumpai pada anak, insiden tertinggi terdapat
pada usia 3-7 tahun.

Leukemia akut ditandai dengan suatu perjalanan penyakit yang sangat cepat, mematikan,
dan memburuk. Apabila tidak diobati segera, maka penderita dapat meninggal dalam hitungan
minggu hingga hari. Sedangkan leukemia kronis memiliki perjalanan penyakit yang tidak begitu
cepat sehingga memiliki harapan hidup yang lebih lama, hingga lebih dari 1 tahun bahkan ada
yang mencapai 5 tahun. Penderita leukimia pada anak yang memiliki gejala seperti demam atau
keringat malam, merasa lemah atau capai, pucat, sakit kepala, mudah berdarah atau memar.
misalnya gusi mudah berdarah saat sikat gigi, memar saat terbentur ringan, nyeri pada tulang
dan/atau sendi.2 Adanya perubahan gejala secara cepat pada penderita leukemia anak
mengakibatkan anak merasakan sakit yang hebat. Kondisi tersebut mengharuskan anak dengan
penyakit leukemia harus dilakukan dengan perawatan di rumah sakit, dan sangat tidak
memungkinkan anak dalam perawatan di rumah.

Anamnesis
Anamnesis pada kasus ini dilakukan secara alloanamnesis yaitu ditanyakan kepada keluarga
pasien. Dari hasil anamnesis didapatkan:

 Identitias : Laki-laki, 3 tahun


 Keluhan utama : Pucat sejak 3 bulan
 Keluhan penyerta :
i) RPS : Demam hilang timbul sejak 2 bulan yang lalu, mimisan
berulang, cepat lelah
ii) RPD : Tidak ada
iii) Riw. Pengobatan : Tidak ada
iv) RPK : Tidak ada
v) Riw. Penyakit Sosial : Tidak ada
vi) Riw. Alergi : Tidak ada

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang dilakukan terhadap pasien adalah pemeriksaan tanda-tanda vital (TTV)
dan pemeriksaan terkait. Dari hasil pemeriksaan didapatkan:

 Pucat, lemas
 TTV : T (39°C) Nafas (24x) Nadi (100x) TD (90/60)
 Konjungtiva anemis, sklera ikterik (-)
 Limfadenopati di servikal, inguinal dan aksila, multiple, ukuran 2 x 2cm
 Hepatosplenomegali (+)
 Ptechiae +2 pada ekstremitas atas bawah

Pemeriksaan Penunjang

I. Darah lengkap

Darah lengkap adalah uji darah yang dilakukan untuk mengevaluasi kesehatan secara
menyeluruh dan mendeteksi kelainan seperti anemia, infeksi dan leukemia. Komponen yang
diperiksa pada darah lengkap adalah sel darah merah (membawa oksigen), sel darah putih
(melawan infeksi), hemoglobin (protein pembawa oksigen), hematokrit (proporsi sel darah
merah terhadap plasma) dan platelet (pembekuan darah). Peningkatan atau penurunan abnormal
yang didapat dari uji ini menandakan bahwa seseorang memerlukan tindakan lanjutan.3

II. Morfologi Darah Tepi

Apabila hasil pemeriksaan darah lengkap abnormal atau seseorang mempunyai gejala dan tanda
kelainan klinis, disarankan untuk melakukan pemeriksaan morfologi darah tepi. Tujuan tes ini
dilakukan adalah untuk mengevaluasi sel darah merah, sel darah putih dan platelet, membedakan
tipe-tipe sel darah putih, dan menentukan persentase dalam darah. Ia dapat membantu untuk
mendeteksi, mendiagnosa dan memonitor defisiensi, penyakit dan kelainan yang melibatkan
produksi, fungsi dan masa hidup sel darah. sampel yang diperlukan adalah darah vena dari
lengan atau tumit pada bayi.4

III. Aspirasi Sum-sum Tulang

Aspirasi sum-sum tulang adalah prosedur diagnostik untuk mendapatkan sampel dari jaringan
lunak didalam tulang. Sum-sum tulang adalah jaringan lunak yang ditemukan pada rongga
interior tulang yang merupakan tempat produksi sebagian sel darah baru. Aspirasi sum-sum
tulang sering dilakukan bersama biopsi. Namun begitu, jarum yang digunakan pada aspirasi
adalah lebih kecil berbanding biopsi. Aspirasi sum-sum tulang dilakukan karena adanya kondisi
yang berhubungan dengan sum-sum tulang yang tidak sehat. Jika pada pemeriksaan darah
sebelumnya mendapatkan hasil jumlah sel darah merah atau putih yang abnormal, pemeriksaan
aspirasi sum-sum tulang akan dilakukan. Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi penyakit
tertentu dan memonitor progresi atau pengobatan penyakit.4 Kondisi dan penyakit terkait
masalah pada sum-sum tulang adalah:

- Anemia. Jumlah sel darah merah berkurang.


- Penyakit sum-sum tulang. Mielofibrosis atau sindrom mielodisplastik.
- Kondisi sel darah. Leukopenia atau polisitemia vera.
- Kanker sum-sum tulang atau darah. Leukemia atau limfoma.
- Hemokromatosis. Kelainan genetik dimana adanya peningkatan zat besi dalam darah dan
menumpuk di organ dan jaringan.
- Infeksi. Terutama penyakit kronik seperti Tuberkulosis.

Aspirasi sum-sum tulang merupakan pemeriksaan penting jika seseorang sedang menjalani
perawatan kanker. Ia bisa membantu menentukan bahwa kanker tersebut sudah menyebar ke
tulang atau tidak.

IV. Immunophenotyping

Immunophenotyping mendeteksi ada atau tidaknya antigen sel darah putih. Antigen ini adalah
struktur protein pada permukaan sel darah putih. Pemeriksaan ini diperlukan untuk mendiagnosa
dan klasifikasi leukemia atau limfoma, sebagai panduan untuk pengobatan, mendeteksi dan
mengevaluasi sel kanker leukosit yang masih tersisa setelah pengobatan.3
V. Sitokimia

Gambaran morfologi sel blas pada apus darah tepi atau sumsum tulang kadang tidak dapat
membedakan LLA dari LMA. Pada LLA, pewarnaan Sudan Black dan mieloperoksidase akan
memberikan hasil yang negatif. Mieloperoksidase adalah enzim sitoplasmik yang ditemukan
pada granula primer dari prekursor granulositik, yang dapat dideteksi pada sel blas LMA.
Sitokimia juga berperan untuk membedakan precursor B dan B-ALL dan T-ALL. Pewarnaan
fosfatase asam akan positif pada lomfosit T yang ganas sedangkan sel B dapat memberikan hasil
yang positif pada pewarnaan periodic acid Schiff (PAS).

Diagnosis banding

1. Anemia aplastik

Anemia aplastik adalah kelainan hematologik yang ditandai dengan penurunan


komponen selular pada darah tepi yang diakibatkan oleh kegagalan produksi di sumsum tulang.
Pada keadaan ini jumlah sel-sel darah yang diproduksi tidak memadai. Penderita mengalami
pansitopenia, yaitu keadaan dimana terjadi kekurangan jumlah sel darah merah, sel darah putih,
dan trombosit.5,6,7 Pada anemia aplastik terdapat pansitopenia sehingga keluhan dan gejala yang
timbul adalah akibat dari pansitopenia tersebut. Hipoplasia eritropoietik akan menimbulkan
anemia dimana timbul gejala-gejala anemia antara lain lemah, dyspnoe d’effort, palpitasi cordis,
takikardi, pucat dan lain-lain. Pengurangan elemen leukopoisis menyebabkan granulositopenia
yang akan menyebabkan penderita menjadi peka terhadap infeksi sehingga mengakibatkan
keluhan dan gejala infeksi baik bersifat lokal maupun bersifat sistemik. Trombositopenia tentu
dapat mengakibatkan pendarahan di kulit, selaput lendir atau pendarahan di organ-organ. 8 Pada
kebanyakan pasien, gejala awal dari anemia aplastik yang sering dikeluhkan adalah anemia atau
pendarahan, walaupun demam atau infeksi kadang-kadang juga dikeluhkan.5

2. Leukemia mieloblastik akut (LMA)

Leukemia mieloblastik akut adalah suatu penyakit yang ditandai dengan transformasi
neoplastik dan gangguan differensiasi sel-sel progenitor dari seri myeloid. Penyakit ini dapat
mengakibatkan kematian secara cepat dalam tempoh beberapa minggu hingga bulan bila tidak
diobati. Tanda dan gejala utama LMA adalah rasa lelah, perdarahan dan infeksi yang disebabkan
oleh sindrom kegagalan sumsum tulang. Perdarahan biasanya terjadi dalam bentuk purpura atau
petekia yang sering dijumpai di ekstremitas bawah atau berupa epistaksis, perdarahan gusi dan
retina. Pada pasien LMA tidak selalu dijumpai leukositosis. Leukositosis terjadi pada sekitar
50% kasus LMA, sedangkan 15% pasien mempunyai angka leukosit yang normal dan sekitar
35% pasien mengalami neutropenia. Meskipun demikian, sel-sel blast dapat dijumpai dalam
jumlah yang signifikan di darah tepi pada 85% kasus LMA. Secara klasik LMA ditegakkan
berdasarkan pemeriksaan fisik, morfologi sel dan pengecatan sitokimia.9

3. Leukemia Mieloblastik Kronik (LMK)

Leukemia mieloblastik kronik (LMK) atau turut dikenali sebagai leukemia granulositik
kronik (LGK) merupakan leukemia yang pertama ditemukan serta diketahui patogenesisnya. Ia
juga adalah penyakit mieloproliferatif menahun dengan kelainan klonal akibat perubahan genetik
pada pluripoten sel stem. Kelainan tersebut mengenai lineage mieloid, monosit, eritroid,
megakariosit. Perubahan patologik yang terjadi berupa gangguan adhesi sel imatur di sumsum
tulang, aktivasi mitosis sel stem dan penghambatan apoptosis yang mengakibatkan terjadinya
proliferasi sel mieloid imatur di sumsum tulang, darah tepi dan terjadi hematopoiesis
ekstramedular.10 Penyakit ini ditandai oleh proliferasi dari seri granulosit tanpa gangguan
diferensiasi, sehingga pada apusan darah tepi kita dapat dengan mudah melihat tingkatan
diferensiasi seri granulosit, mulai dari promielosit (bahkan mieloblas), metamielosit, mielosit
sampai granulosit.

Antara manifestasi klinis yang ditunjukkan oleh seseorang dengan LMK adalah adanya
pembesaran limpa, rasa nyeri di perut kanan, cepat lelah, lemah badan, demam yang tidak terlalu
tinggi, keringat malam dan penurunan berat badan apabila penyakit sudah berlangsung lama.

Diagnosis kerja

Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)

Leukemia limfoblastik akut (LLA) merupakan sebuah keganasan klonal dari sel-sel
prekursor limfoid. Lebih dari 80% kasus, sel-sel ganas berasal dari limfosit B dan sisanya
merupakan leukemia sel T. Leukemia ini merupakan bentuk leukemia yang paling banyak pada
anak-anak. Walaupun demikian, 20% kasus LLA boleh didapatkan pada orang dewasa. Jika
tidak diobati, penyakit ini dapat berakibat fatal kepada seseorang.11
Etiologi

Penyebab LLA pada dewasa sebagian besar tidak diketahui. Faktor keturunan dan
sindroma predisposisi genetik lebih berhubungan dengan LLA yang terjadi pada anak-anak.
Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada kembar identik dimana kasus-kasus
leukemia akut terjadi pada tahun pertama kelahiran. Hal ini berlaku juga pada keluarga dengan
insidensi leukemia yang sangat tinggi. Selanjutnya, insidensi leukemia meningkat pada penderita
kelainan kongenital, diantaranya pada sindroma Down, sindroma Bloom, Fanconi’s Anemia,
sindroma Wiskott-Aldrich, sindroma Ellis van Creveld, sindroma Kleinfelter, D-Trisomy
sindrome, sindroma von Reckinghausen, dan neurofibromatosis. Kelainan-kelainan kongenital
ini dikaitkan erat dengan adanya perubahan informasi gen, misal pada kromosom 21 atau C-
group Trisomy, atau pola kromosom yang tidak stabil, seperti pada aneuploidy.

Beberapa faktor lingkungan dan kondisi klinis yang berhubungan dengan LLA adalah
termasuk radiasi ionik. Orang-orang yang terselamat dari ledakan bom atom di Hiroshima dan
Nagasaki mempunyai risiko relatif keseluruhan 9,1 untuk berkembang menjadi LLA.11
Hubungan yang erat antara radiasi dan leukemia ditemukan pada pasien-pasien anxylosing
spondilitis yang mendapat terapi radiasi. Peningkatan resiko leukemia ditemui juga pada pasien
yang mendapat terapi radiasi misal pada pembesaran thymic, para pekerja yang terekspos radiasi
dan para radiologis. Seterusnya, paparan dengan benzene kadar tinggi dapat menyebabkan
aplasia sumsum tulang, kerusakan kromosom dan leukemia. Setelah itu, merokok dipercayai
dapat meningkatkan sedikit risiko untuk terkena LLA pada usia di atas 60 tahun. Penggunaan
obat kemoterapi dan infeksi virus Eipstein Barr sangat berhubungan kuat dengan LLA L3.11

Epidemiologi

Insidens LLA adalah 1/60.000 orang per tahun dengan 75% penderita berusia kurang dari
15 tahun. Insidens puncaknya adalah pada usia 3-5 tahun. LLA lebih banyak ditemukan pada
pria dibandingkan dengan perempuan. Saudara kandung dari pasien LLA mempunyai risiko
empat kali lebih besar untuk berkembang menjadi LLA sedangkan kembar monozigot dari
pasien LLA mempunyai 20% untuk berkembang menjadi LLA.11
Patofisiologi

Komponen sel darah terdiri atas eritrosit atau sel darah merah (RBC) dan leukosit atau sel
darah putih (WBC) serta trombosit atau platelet. Seluruh sel darah normal diperoleh dari sel
batang tunggal yang terdapat pada seluruh sumsum tulang. Sel batang dapat dibagi ke dalam
lymphoid dan sel batang darah (myeloid), dimana pada kebalikannya menjadi cikal bakal sel
yang terbagi sepanjang jalur tunggal khusus. Proses ini dikenal sebagai hematopoiesis dan terjadi
di dalam sumsum tulang tengkorak, tulang belakang., panggul, tulang dada, dan pada proximal
epifisis pada tulang-tulang yang panjang.12

ALL meningkat dari sel batang lymphoid tunggal dengan kematangan lemah dan
pengumpulan sel-sel penyebab kerusakan di dalam sumsum tulang. Biasanya dijumpai tingkat
pengembangan lymphoid yang berbeda dalam sumsum tulang mulai dari yang sangat mentah
hingga hampir menjadi sel normal. Derajat kementahannya merupakan petunjuk untuk
menentukan/meramalkan kelanjutannya.13 Pada pemeriksaan darah tepi ditemukan sel muda
limfoblas dan biasanya ada leukositosis, kadang-kadang leukopenia (25%). Jumlah leukosit
neutrofil seringkali rendah, demikian pula kadar hemoglobin dan trombosit. Hasil pemeriksaan
sumsum tulang biasanya menunjukkan sel-sel blas yang dominan. Pematangan limfosit B
dimulai dari sel stem pluripoten, kemudian sel stem limfoid, pre pre-B, early B, sel B intermedia,
sel B matang, sel plasmasitoid dan sel plasma. Limfosit T juga berasal dari sel stem pluripoten,
berkembang menjadi sel stem limfoid, sel timosit imatur, cimmom thymosit, timosit matur, dan
menjadi sel limfosit T helper dan limfosit T supresor.12

Peningkatan produksi leukosit juga melibatkan tempat-tempat ekstramedular sehingga


anak-anak menderita pembesaran kelenjar limfe dan hepatosplenomegali. Sakit tulang juga
sering dijumpai. Juga timbul serangan pada susunan saraf pusat, yaitu sakit kepala, muntah-
muntah, “seizures” dan gangguan penglihatan.12

Sel kanker menghasilkan leukosit yang imatur / abnormal dalam jumlah yang berlebihan.
Leukosit imatur ini menyusup ke berbagai organ, termasuk sumsum tulang dan menggantikan
unsur-unsur sel yang normal. Limfosit imatur berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan
perifer sehingga mengganggu perkembangan sel normal. Hal ini menyebabkan haemopoesis
normal terhambat, akibatnya terjadi penurunan jumlah leucosit, sel darah merah dan trombosit.
Infiltrasi sel kanker ke berbagai organ menyebabkan pembersaran hati, limpa, limfodenopati,
sakit kepala, muntah, dan nyeri tulang serta persendian.

Penurunan jumlah eritrosit menimbulkan anemia, penurunan jumlah trombosit


mempermudah terjadinya perdarahan (echimosis, perdarahan gusi, epistaksis dll.). Adanya sel
kanker juga mempengaruhi sistem retikuloendotelial yang dapat menyebabkan gangguan sistem
pertahanan tubuh, sehingga mudah mengalami infeksi. Adanya sel kanker juga mengganggu
metabolisme sehingga sel kekurangan makanan.12,13

Manifestasi klinis

Presentasi klinis LLA sangat bervariasi. Pada umumnya gejala klinis menggambarkan
kegagalan sumsum tulang atau keterlibatan ekstramedular oleh sel leukemia. Akumulasi sel-sel
limfoblas ganas di sumsum tulang menyebabkan kurangnya sel-sel normal di darah perifer dan
gejala klinis dapat berhubungan dengan anemia, infeksi dan perdarahan. Demam atau infeksi
yang jelas dapat ditemukan pada separuh pasien LLA sedangkan gejala perdarahan pada
sepertiga pasien yang baru didiagnosis LLA. Perdarahan yang hebat jarang terjadi. Manifestasi
klinis yang paling sering ditemui adalah:

- Anemia: mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri dada


- Anoreksia, kehilangan berat badan, malaise
- Nyeri tulang dan sendi (karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel leukemia), biasanya
terjadi pada anak
- Demam, banyak berkeringat pada malam hari(hipermetabolisme)
- Infeksi mulut, saluran napas, selulitis, atau sepsis. Penyebab tersering adalah
gramnegatif usus
- Stafilokokus, streptokokus, serta jamur 
- Perdarahan kulit, gusi, otak, saluran cerna, hematuria
- Hepatomegali, splenomegali, limfadenopati
- Massa di mediastinum (T-ALL)
- Leukemia SSP (Leukemia cerebral); nyeri kepala, tekanan intrakranial naik, muntah,
kelumpuhan saraf otak (VI dan VII), kelainan neurologik fokal, dan perubahan status
mental.11

Penatalaksaaan

Tujuan pengobatan adalah mencapai kesembuhan total dengan menghancurkan sel-sel


leukemik sehingga sel normal bisa tumbuh kembali di dalam sumsum tulang. Penderita yang
menjalani kemoterapi perlu dirawat di rumah sakit selama beberapa hari atau beberapa minggu,
tergantung kepada respon yang ditunjukkan oleh sumsum tulang. Tatalaksana LLA selalunya
bermula setelah beberapa hari didiagnosa karena ia merupakan kondisi yang dapat berkembang
secara progresif.

a. Tahapan Tatalaksana

Tatalaksana untuk LLA dilakukan berdasarkan tahap:

 Induksi – Tujuan tatalaksana tahap inisial adalah untuk membunuh sel leukemia didalam
sum-sum tulang, mempertahankan jumlah sel dalam darah dan merawat gejala yang
timbul.
 Konsolidasi – Tatalaksana pada tahap ini difokuskan untuk membunuh semua sel-sel sia
leukemia di sistem saraf pusat.
 Perawatan – Tahap akhir ini melibatkan pemberian tablet kemoterapi dengan dosis yang
teratur untuk mencegah kekambuhan. Tahap ini hanya efektif untuk mengobati LLA dan
tidak rutin dilakukan pada Leukemia myeloid akut (LMA).

i. Induksi

Tatalaksana tahap induksi dilakukan di rumah sakit atau pusat spesialis. Ini karena, penderita
perlu ditransfusi darah secara rutin disebabkan oleh kekurangan jumlah sel darah sehat dalam
tubuh. Penderita akan mudah rentan terhadap infeksi. Oleh itu, penting bagi mereka untuk
sentiasa berada di persekitaran steril dimana kesehatan anda mudah untuk dimonitor dan diobati
sekiranya terinfeksi. Penderita juga akan diresepkan antibiotik untuk mencegah infeksi.

Kemoterapi
Kemoterapi dilakukan untuk membunuh sel leukemia dalam sum-sum tulang. Meskipun
beberapa pengobatan diberikan secara oral (tablet), penderita masih memerlukan lebih dari satu
obat yang diberikan secara injeksi. Untuk memudahkan pemberian obat dan mencegah suntikan
yang berulang, pengobatan bisa diberikan melalui kateter menembusi vena dada disebut sebagai
central line. Beberapa pengobatan kemoterapi bisa diberikan secara langsung ke dalam cairan
serebrospinal untuk membunuh sel leukemia yang menyebar ke sistem saraf. Obat ini diberikan
dengan menggunakan jarum suntik yang diletakkan di spinal, mirip pungsi lumbar.14

Efek samping kemoterapi sering terjadi. Antaranya adalah nausea, muntah, diare, nafsu
makan menurun, ulkus pada mulut, infertilitas, rambut rontok dan ruam pada kulit. Efek samping
harus diatasi setalah pengobatan selesai.

Terapi Steroid

Injeksi atau tablet kortikosteroid juga akan diresepkan supaya kemoterapi lebih efektif.

Imatinib

Sekiranya anda penderita leukemia tipe kromosom Philadelphia-positif leukemia limfoblastic


akut, anda akan diresepkan imatinib. Imatinib bekerja dengan menghambat signal pertumbuhan
dan reproduksi dalam sel kanker. Ia akan membunuh sel kanker. Imatinib adalah obat oral
(tablet). Efek samping imatinib adalah jarang, antaranya adalah nausea, muntah, bengkak pada
wajah dan kedua kaki, kram, ruam dan diare. Fase induksi akan berakhir kira-kira dua minggu
hingga beberapa bulan. Pada sesetengah kasus, pasien hanya memerlukan terapi rawat jalan.14

ii. Konsolidasi

Adanya satu sel kanker yang tersisa didalam tubuh bisa menyebabkan kekambuhan. Namun
begitu, tujuan tatalaksana konsolidasi adalah untuk memastikan sel-sel kanker yang tersisa
terbunuh. Tatalaksana melibatkan injeksi obat kemoterapi secara rutin. Ia sering dilakukan pada
pasien rawat jalan. Jika gejala semakin memburuk atau terinfeksi, anda harus dirawat inap. Fase
pengobatan konsolidasi bertahan selama beberapa bulan.

iii. Perawatan
Fase perawatan adalah untuk mencegah kekambuhan. Ia melibatkan pengambilan tablet
kemoterapi dengan dosis yang sesuai sambil melakukan check-up untuk memastikan pengobatan
tersebut efektif atau tidak. Fase perawatan bisa bertahan selama dua tahun.

b. Pengobatan Lain

Sama seperti kemoterapi dan imatinib, pengobatan lain juga digunakan pada sesetengah
kasus, misalnya Dasatinib.

Dasatinib adalah pengobatan tipe baru yang digunakan untuk mengobati kromosom
Philadelphia-positif leukemia limfoblastik akut, sekiranya tidak berhasil dengan pengobatan lain.
Mekanisme kerja dasatinib adalah dengan menghambat protein (tirosin kinase) yang berperan
sebagai stimulasi pertumbuhan sel kanker. Dasatinib tidak bisa menyembuhkan leukemia akut
namun ia bisa memperlambat pertumbuhannya dan meringankan gejala.

National Institute for Health and Care Excellence (NICE) masih belum mengeluarkan
penyataan sama ada NHS harus menyediakan dasatinib untuk penderita LLA. Ini berarti,
pemberian obat ini adalah tergantung pertimbangan kelompok medis di tempat anda, sama ada
akan diberi obat ini atau tidak.14

c. Radioterapi

Radioterapi adalah penggunaan radiasi dengan dosis tinggi untuk membunuh sel kanker.
Terdapat dua sebab utama mengapa radioterapi sering digunakan untuk merawat leukemia:

- Untuk mengobati kasus lanjutan LLA yang telah menyebar ke sistem sarf pusat atau otak.
- Untuk mempersiapkan tubuh dalam menjalani transplantasi sum-sum tulang.

Efek samping radioterapi adalah rambut rontok, nausea dan lesu. Efek samping harus
ditangani setelah radioterapi selesai. Namun, kulit akan menjadi lebih sensitif terhadap cahaya
untuk beberapa bulan setelah pengobatan selesai. Jika kondisi ini terjadi, hindari dari terpapar
dengan cahaya untuk beberapa bulan. Kebanyakan anak-anak yang dirawat dengan radioterapi
akan mengalami pertumbuhan yang terbatas selama masa pubertas. Sebagian kecil pasien
menderita katarak setelah beberapa tahun di radioterapi. Katarak adalah adanya penglihatan
seperti asap. Katarak hanya bisa diobat dengan operasi.14
d. Transplantasi Sum-sum Tulang dan Stem Sel

Jika penderita tidak respon terhadap kemoterapi, pengobatan alternative yang bisa dilakukan
adalah transplantasi sum-sum tulang dan stem sel. Transplantasi lebih berhasil jika si donor
mempunyai tipe jaringan yang sama dengan resipien. Oleh itu, donor ideal adalah saudara
kandung.

Sebelum transplantasi dilakukan, resipien harus dilakukan kemoterapi dan radioterapi dengan
dosis tinggi untuk menghancurkan sel kanker dalam tubuh. Transplantasi sering berhasil pada
anak dan dewasa muda, atau pada lanjut usia yang mempunyai tubuh badan yang sehat, dan
mempunyai donor yang cocok.14

Pencegahan

Pasien dengan LLA bisa mencegah penyakit dengan tidak merokok. Penggunaan tobacco
atau pernah terpapar radioterapi atau kemoterapi sebelumnya dan beberapa sindrom turunan bisa
meningkatkan risiko terjadinya LLA.

Komplikasi

Komplikasi pada penyakit LLA dapat menyebabkan terjadinya perdarahan dikarenakan


oleh defisiensi trombosit (trombositopenia). Angka trombosit yang rendah akan ditandai dengan
adanya memar (ekimosis), petekiae (bitnik perdarahan kemerahan atau keabuan sebesar ujung
jarum dipermukaan kulit), perdarahan berat jika angka trombosit <20.000 mm3 darah, demam
serta infeksi. Infeksi umumnya berlaku akibat dari kekurangan granulosit matur dan normal. Ia
akan meningkat sesuai derajat neutropenia dan disfungsi imun. Seterusnya, pada penyakit LLA
turut mengakibatkan komplikasi seperti pembentukan batu ginjal dan kolik ginjal. Hal ini
diperjelaskan lagi karena berlakunya penghancuran sel besar-besaran pada saat kemoterapi
sehingga meningkatkan kadar asam urat. Selain itu dapat terjadi anemia dan masalah
gastrointestinal seperti mual, muntah, anoreksia, diare dan lesi mukosa mulut akibat dari
infiltrasi lekosit abnormal ke organ abdominal selain akibat kemoterapi.11

Prognosis
Prognosis penderita LLA bisa dibagi kepada beberapa kelompok tergantung risiko
yaitu:15

Risiko Rendah. Penderita LLA mempunyai prognosis yang baik. Penderita yang dikelompokkan
ke dalam risiko rendah adalah:

- Tidak mempunyai kromosom abnormal.


- Usia dibawah 30 tahun.
- Jumlah leukosit dibawah 30,000 untuk LLA sel B dan <100,000 untuk LLA sel T
- Remisi total dalam tempoh 4 minggu.

Risiko Intermedia. Penderita LLA yang mempunyai prognosis kurang baik berbanding
kelompok risiko rendah, tapi lebih baik berbanding kelompok risiko tinggi.

Risiko Tinggi. Penderita LLA yang mempunyai prognosis buruk. Penderita dalam kekompok ini
adalah:

- Mempunyai kromosom abnormal – t(9,22), t(4,11)


- Usia diatas 60 tahun.
- LLA dengan sel darah putih diatas 100,000
- Tidak remisi total dalam tempoh 4 minggu.

Ringkasnya kebanyakan pasien LLA dewasa dapat mencapai remisi tapi tidak sembuh
dengan kemoterapi saja dan hanya 30% yang bertahan hidup lama. Kebanyakan pasien yang
sembuh dengan kemoterapi adalah usia 15-20 tahun dengan faktor prognostik baik lainnya.
Harapan sembuh untuk pasien LLA dewasa lainnya tergantung dari terapi yang lebih intensif
dengan transplantasi sumsum tulang. Overall disease-free survival rate untuk LLA dewasa kira-
kira 30%. Pasien usia 60 tahun ke atas mempunyai disease-free survival rate 10% setelah remisi
komplit.11

Kesimpulan

Penyakit leukemia limfoblastik akut adalah penyakit yang banyak terjadi pada anak-anak
dibandingkan dengan orang dewasa. Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang, dapat ditegakkan diagnosa bahwa anak laki-laki berusia 3 tahun
menderita leukemia limfoblastik kronik yang ditandai dengan gejala seperti pucat dan lemas.
Oleh itu penatalaksanaan yang tepat dan benar harus dilakukan bagi mengobati penyakit ini.

Daftar pustaka

1. Ribera JM, Oriol A. Acute lymphoblastic leukemia in adolescents and young adults.
Hematol Oncol Clin North Am. Oct 2009;23(5):1033-42.2.
2. Willy T. Leukemia Limfoblastik Akut. Diunduh dari
https://www.alodokter.com/leukemia-limfoblastik-akut pada 30 April 2019.
3. Mayo clinic. Diunduh dari https://www.mayoclinic.org/tests-procedures/complete-
blood-count/about/pac-20384919. 28 April 2019
4. Peripheral blood smear. 2018. Diunduh dari https://labtestonline.org/tests/blood-
smear. 29 April 2019
5. William DM. Pancytopenia, aplastic anemia, and pure red cell aplasia. Dalam: Lee
GR, Foerster J, et al (eds). Wintrobe’s Clinical Hematology 9 th ed. Philadelpia-
London: Lee& Febiger, 1993;911-43.
6. Salonder H. Anemia aplastik. In: Suyono S, Waspadji S, et al (eds). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga. Jakarta. Balai Penerbit FKUI, 2001;501-8.
7. Bakshi S. Aplastic Anemia. Diunduh dari http://www.emedicine.com/med/
topic162.htm pada 30 April 2019.
8. Supandiman I. Hematologi Klinik Edisi kedua. Jakarta: PT Alumni, 1997;95-101
9. Kurniada J. Leukemia Mieloblastik Akut. Dalam: Sudoyo W.A, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata K.M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta.
Interna Publishing, 2012; 1234-5.
10. Sawyers CL. Chronic myeloid leukemia. N Engl J Med. 2004;340(17):1330- 40
11. Fianza P.I. Leukemia Limfoblastik Akut. Dalam: Sudoyo W.A, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata K.M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta.
Interna Publishing, 2012; 1266-71.
12. Bare & Smeltzer. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart (Alih
bahasa Agung Waluyo) Edisi 8 vol.3. Jakarta : EGC .2002
13. Betz, Cecily L., Sowden, Linda A. Buku Saku Keperawatan Pediatri Edisi 5. Jakarta:
EGC. 2009.
14. NHS inform, February 2019. Healthier Scotland.
15. Betsheda. 2014. Adult acute lymphoblastic leukemia treatment. National care institute

Anda mungkin juga menyukai