Anda di halaman 1dari 20

Penyakit Leukemia Limfoblastik Akut pada Anak berusia 3 Tahun

Natalie Deskla Pattiasina

102015017

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta

Alamat Korespondensi: Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510, Indonesia

Email: natalie.2015fk017@civitas.ukrida.ac.id

Latar Belakang

Leukimia limfoblastik akut adalah keganasan dari sel-sel prekusor limfoid. Lebih dari
80 % kasus, sel-sel ganas berasal dari limfosit B, dan sisanya merupakan leukimia sel T.
Leukemia Limfoblas Akut merupakan leukemia yang paling sering terjadi pada anak-anak.
Leukemia jenis ini merupakan 25% dari semua jenis kanker yang mengenai anak-anak di
bawah umur 15 tahun. Paling sering terjadi pada anak usia antara 3-5 tahun, tetapi kadang
terjadi pada usia remaja dan dewasa. Anak laki lebih sering ditemukan dari pada anak
perempuan. Leukimia limfoblastik akut adalah suatu penyakit yang serius, berkembang
dengan cepat dan apabila tidak diterapi dapat menyebabkan kematian dalam beberapa
minggu atau beberapa bulan. Sel-sel yang belum matang, yang dalam keadaan normal
berkembang menjadi limfosit, berubah menjadi ganas. Sel leukemia ini tertimbun disumsum
tulang lalu menghancurkan dan menggantikan sel-sel yang menghasilkan sel darah merah
yang disertai dengan penyebaran ke organ-organ lain.

Pembahasan

Anamnesis

Anamnesis adalah cara pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara, baik


langsung kepada pasien (autoanamnesis) maupun kepada orang tua atau sumber lain
(alloanamnesis) misalnya ibu bapa atau pengantar. Anamnesis merupakan bagian terpenting
untuk menentukan diagnosis dan pemeriksaan klinis. Dengan anamnesis ini didapatkan data
subjektif, pihak pasien diberi kesempatan untuk mengingat kembali dan menceritakan secara
rinci masalah kesehatan yang dihidapi anak termasuk keluhan utama, keluhan tambahan,
tanda-tanda timbul, riwayat terjadinya keluhan dan tanda sampai anak dibawa berobat.

1. Identitas

1
-Identitas pasien diperlukan untuk memastikan bahwa benar-benar anak tersebut yang
dimaksudkan dan tidak keliru. Bermula dengan nama anak, sebaiknya dicantumkan dengan
nama orang tua. Seterusnya umur, jenis kelamin, nama orang tua, alamat, pekerjaan orang
tua, agama dan suku.

2. Keluhan utama atau riwayat penyakit sekarang

-Biasanya ditanyakan keluhan utama yaitu keluhan yang menyebabkan pasien datang
berobat. Riwayat perjalanan penyakit harus diketahui dengan jelas. Umumnya, mencakup
lamanya keluhan, bagaimana terjadinya keluhan; mendadak, perlahan-lahan, terus-menerus,
hilang timbul atau berhubungan dengan waktu. Selain itu, sifat keluhan; keluhan bersifat
menetap atau menjalar, berat ringannya keluhan dan perkembangannya. Biasanya pasien
datang dengan keluhan utama pucat pada penderita leukemia limfositik akut. Pucat paling
baik dinilai pada telapak tangan/kaki, kuku, mukosa mulut dan konjungtiva. Keluhan
penyerta lain yang bias ditemukan adalah anak lemas, demam, penurunan kadar trombosit,
muntah sehingga menunjukkan gejala seperti serangan demam berdarah bahkan dapat
ditemukan kulit yang tampak kuning pucat seperti penyakit kuning.1

3. Riwayat penyakit terdahulu

-Perlu juga ditanyakan riwayat penyakit anak yang pernah diderita. Ditanyakan pengobatan
sebelumnya dan hasilnya, tindakan pengobatan sebelumnya. Pada saat terjadinya penyakit
apakah ada reaksi alergi dan riwayat penyakit lain yang pernah diderita sebelumnya.

4. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan

-Status pertumbuhan anak dapat diambil dari kurva berat badan terhadap umur dan panjang
badan terhadap umur. Data ini dapat diperoleh dari Kartu Menuju Sehat atau karta
pemeriksaan lain. Status perkembangan pasien perlu untuk mengetahui tahapan
perkembangan anak.

6. Riwayat keluarga

-Untuk riwayat keluarga, biasanya boleh diambil data keluarga sama ada pernah tidak
menghidap penyakit leukemia.

2
Pemeriksaan Fisik

  Palpasi hepar dengan meletakkan tangan kiri di belakang pinggang menyangga kosta
ke11 & 12 dengan posisi sejajar dengan kosta, ajurkan pasien untuk rileks, tangan kanan
mendorong hepar ke atas dan kedalam dengan lembut. Anjurkan pasien inspirasi dalam &
rasakan sentuhan hepar saat inspirasi, jika teraba sedikit kendorkan jari & raba permukaan
anterior hepar. Normal hepar: lunak tegas, tidak berbenjol-benjol. Perkusi hepar, digunakan
patokan 2 garis, yaitu: garis yang menghubungkan pusar dengan titik potong garis mid
calvicula kanan dengan arcus aorta, dan garis yang menghubungkan pusar dengan processus
kifoideus. Pembesaran hati diproyeksikan pada kedua garis ini dinyatakan dengan beberapa
bagian dari kedua garis tersebut. Harus pula dicatat: konsistensi, tepi, permukaan dan
terdapatnya nyeri tekan.1

Pemeriksaan Limpa

Pada neonatus, normal masih teraba sampai 1 - 2 cm. Dibedakan dengan hati yaitu
dengan :

Limpa seperti lidah menggantung ke bawah. Ikut bergerak pada pernapasan.


Mempunyai incisura lienalis, serta dapat didorong kearah medial, lateral dan atas. Besarnya
limpa diukur menurut SCHUFFNER, yaitu : garis yang menghubungkan titik  pada arkus
kosta kiri dengan umbilikus (dibagi 4) dan garis ini diteruskan sampai SIAS kanan
yangmerupakan titik VIII. Garis ini digunakan untuk menyatakan pembesaran limpa. Garis
ini diteruskan kebawah sehingga memotong lipat paha. Garis dari pusat kelipat paha pun
dibagi 4 bagian yang sama. Limpa yang membesar sampai pusar dinyatakan sebagai S.IV
sampai lipat paha S.VIII.

Pemeriksaan Tanda Vital

Nilai standar untuk mengetahui batas normal suhu tubuh manusia dibagi menjadi empat
yaitu:

 Hipotermi, bila suhu tubuh kurang dari 36°C


 Normal, bila suhu tubuh berkisar antara 36 - 37,5°C
 Febris / pireksia, bila suhu tubuh antara 37,5 - 40°C
 Hipertermi, bila suhu tubuh lebih dari 40°C

3
Rata-rata pernapasan normal pada anak :

 <2 bulan : < 60/mnt


 2-12 bulan : < 50/mnt
 1-5 tahun : < 40/mnt
 6-8 tahun : < 30

Tekanan nadi normal pada anak :

 2-12 bulan: <160/mnt


 1-2 tahun : < 120/ mnt
 2-8 tahun : <110 / mnt

Pemeriksaan Penunjang

1. Darah tepi
Gejala yang terlihat pada darah tepi sebenarnya berdasarkan pada kelainan sumsum
tulang yaitu berupa pansitopenia, limfositosis yang kadang – kadang menyebabkan gambaran
darah tepi monoton dan terdapatnya sel blas. Terdapatnya sel blas dalam darah tepi
merupakan gejala patognomonik untuk leukemia.3

 Anemia : kadar Hb, nilai Ht, jumlah eritrosit menurun

 Trombositopenia
 Hitung leukosit: meningkat/menurun/normal
 Sediaan hapus darah tepi :
1. Eritrosit normositik normokrom, eritrosit berinti
2. Sel blas
Berdasarkan hitung leukosit dan adanya sel blas, leukemia akut dibagi menjadi:

1. Leukemia leukemik: hitung leukosit meningkat dengan sel blas (++)


2. Leukemia subleukemik: hitung leukosit normal dengan sel blas (+)
3. Leukemia aleukemik: hitung leukosit menurun dan sel blas (-)
2. Sumsum tulang
Dari pemeriksaan sumsum tulang akan ditemukan gambaran yang monoton yaitu hanya
terdiri dari sel limfopoetik patologis sedangkan system lain terdesak (aplasia sekunder).

 Hiperseluler, gambaran monoton, sel blas >30%

4
 Eritropoesis, trombopoesis tertekan
 Pada LLA  aspirasi sumsum tulang mungkin dry tap (karena serabut retikulin
bertambah) 2,3
Pemeriksaan lain

1. Biopsy limpa
Pemeriksaan ini akan memperlihatkan proliferasi sel leukemia dan sel yang berasal dari
jaringan limpa akan terdesak seperti limfosit normal, RES, granulosit, pulp cell.

2. Kimia darah
Kolesterol mungkin menurun, asam urat dapat meningkat, hipogamaglobulinemia.

3. Cairan serebrospinal
Bila terjadi peninggian jumlah sel (sel patologis) dan protein, maka hal ini berarti
suatu leukemia meningeal. Kelainan ini dapat terjadi pada setiap saat dari perjalanan
penyakit baik pada keadaan remisi maupun pada keadaan kambuh.

Untuk mencegahnya dilakukan pungsi lumbal dan pemberian metotreksat (MTX)


intratrakeal secara rutin pada setiap penderita baru atau pada mereka yang menunjukkan
gejala tekanan intracranial yang meninggi.

4. Sitogenetik
70 – 90% dari kasus LMK menunjukkan kelainan kromosom, yaitu pada kromosom
21 (kromosom Philadelphia atau Ph1).

50 – 70% dari penderita LLA dan LMA mempunyai kelainan berupa:

a. kelainan jumlah kromosom seperti diploid (2n), haploid (2n-a), hiperloid (2n+a)
b. kariotip yang pseudodiploid pada kasus dengan jumlah kromosom yang diploid
c. Bertambah atau hilangnya bagian kromosom (partial depletion)
d. Terdapatnya marker chromosome yaitu elemen yang secara morfologis bukan
merupakan kromosom normal; dari bentuk yang sangat besar sampai yang sangat
kecil.7

Diagnosis Kerja
Leukemia adalah kanker anak yang paling sering, mencapai lebih kurang 33% dari
keganasan pediatrik. Leukemia limfoblastik akut (LLA) berjumlah kira – kira 75% dari

5
semua kasus, dengan insidensi tertinggi pada umur 4 tahun. Leukemia myeloid akut (LMA)
berjumlah kira – kira 20% dari leukemia, dengan insidensi yang tetap dari lahir sampai umur
10 tahun, meningkat sedikit pada masa remaja. Leukemia sisanya adalah bentuk kronis;
leukemia limfositik kronis (LLK) jarang ditemukan pada anak. Insidensi tahunan keseluruhan
dari leukemia adalah 42,1 tiap juta anak kulit hitam. Perbedaan itu terutama disebabkan oleh
rendahnya kejadian LLA pada kulit hitam.

Diagnosis dibuat berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan darah tepi dan dipastikan oleh
pemeriksaan sumsum tulang atau limpa. Pada stadium ini limpa mungkin tidak membesar,
bahkan gambaran darah tepi masih normal dan hanya terlihat gejala pucat yang mendadak
dengan atau tanpa trombositopenia. Dalam keadaan ini pemeriksaan sumsum tulang dapat
memastikan diagnosis.1,4

Pada stadium praleukemia, gejala lebih tidak khas lagi, bahkan sumsum tulang dapat
memperlihatkan gambaran normal atau gambaran lain yang nonleukemik (misal anemia
aplastik, ITP menahun, diseritropoesis). Dengan pemeriksaan mikroskop electron sebenarnya
telah dapat dilihat adanya sel patologis.

Keluhan panas, pucat, dan perdarahan dapat disebabkan anemia aplastik, trombositopenia
(ITP, ATP, demam berdarah atau infeksi lain). Bila pada pemeriksaan jasmani ditemukan
splenomegali, maka diagnosis lebih terarah pada leukemia akut.

ATP dan trombositopenia ‘biasa’ tidak menunjukkan kelainan lain dalam darah tepi,
kecuali jumlah trombosit yang rendah. Bila darah tepi juga menunjukkan granulositopenia
dan retikulositopenia (terdapat pansitopenia), diagnosis lebih condong pada anemia aplastik
atau leukemia.

Manifestasi Klinis

Manifestasi LLA menyerupai leukemia granulositik akut dengan tanda dan gejala
dikaitkan dengan penekanan unsur sumsum tulang normal (kegagalan sumsum tulang) atau
keterlibatan ekstramedular oleh sel leukemia. Akumulasi sel-sel limfoblast ganas di sumsum
tulang menyebabkan berkurangnya sel-sel normal di darah perifer dengan manifestasi utama
berupa infeksi, perdarahan, dan anemia.
Gejala lain yang dapat ditemukan yaitu:
 Mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri dada
 Anoreksia, kehilangan berat badan, malaise
6
 Nyeri tulang dan sendi (karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel limfoblast), biasanya
terjadi pada anak
 Demam, banyak berkeringat pada malam hari (hipermetabolisme)
 Infeksi mulut, saluran napas, selulitis, atau sepsis. Penyebab tersering adalah gram
negatif usus
 Perdarahan kulit, gusi, otak, saluran cerna, hematuria
 Hepatomegali, splenomegali, limfadenopati
 Leukemia SSP (Leukemia cerebral): nyeri kepala, tekanan intrakranial naik, muntah,
kelumpuhan saraf otak (VI dan VII), kelainan neurologik fokal, dan perubahan status
mental.1, 2, 4

Diagnosis Banding
Leukemia limfositik kronis

Leukemia limfositik kronik adalah suatu keganasan hematologik yang ditandai oleh

proliferasi klonal dan penumpukan limfosit B neoplastik dalam darah, sumsum tulang

limfonodi, limfa, hati dan organ-organ lain. LLK ini masuk dalam kelainan ini masuk dalam

kelainan limfoproliferatif. Tanda-tandanya meliputi limfositosis, limfadenopati dan

splenomegali.4

Etiologi

Penyebab LLK masih belum diketahui. Kemungkinan yang berperan ialah

abnormalitas dari kromosom, onkogen dan retrovirus. Sekitar 50% pasien LLK mempunyai

abnormalitas sitogenik, khususnya trisomi 12, kelainan kromoson 13, delesi kromosom 6 dan

delesi kromosom 11.4

Gejala klinis

Tanda dan gejala serupa dengan LGK menggambarkan keadaan hipermetabolik.

Pembesaran organ secara masif menyebabkan tekanan mekanik pada lambung sehingga

menimbulkan gejala cepat kenyang, rasa tidak enak pada abdomen, dan buang air besar tidak

teratur. Karena sintesis imunoglobulin tidak cukup dan respon antibodi yang tertekan,

7
perjalanannya dipersulit dengan episode rekuren infeksi, yang terutama melibatkan paru dan

kulit. Pneumonia sering terjadi, terutama Pneumocytis carinii dan pneumonia pneumokokal.

Infeksi kulit virus, seperti herpes zoster sering terjadi.8

Leukemia mieloblastik akut

Leukemia mieloblastik akut (LMA) adalah suatu penyakit yang ditandai dengan

transformasi neoplastik dan gangguan diferensiasi sel-sel progenitor dari seri mieloid. Bila

tidak diobati, penyakit ini akan mengakihatkan kematian secara cepat dalam waktu beberapa

minggu, sampai bulan sesudah diagnosis. Sebelum tahun 1960an pengobatan LMA terutama

bersifat paliatif, tetapi sejak sekitar 40 tahun yang lalu pengohatan penyakit ini berkembang

secara cepat dan dewasa ini banyak pasien LMA yang dapat disemhuhkan dari penyakitnya.

Kemajuan pengobatan LMA ini dicapai dengan regimen kemoterapi yang lebih baik,

kemoterapi dosis tinggi dengan dukungan cangkok sumsum tulang dan terapi suportif yang

lcbih baik seperti antibiotik generasi baru dan transfusi komponen darah untuk mengatasi

efek samping pengobatan. Selain itu sejak sekitar 2 dekade tahun yang lain juga telah

dikembangkan teknik diagnostik leukemia dengan cara immunophenotyping dan analisis

sitogenetik yang menghasilkan diagnosis yang lcbih akurat.4

Etiologi

Pada sebagian besar kasus, etiologi dari LMA tidak diketahui. Meskipun demikian

ada beberapa faktor yang diketahui dapat menyebabkan atau setidaknya menjadi faktor

predisposisi LMA pada populasi tertentu. Benzene, suatu senyawa kimia yang banyak

digunakan pada industri penyamakan kulit di negara sedang berkembang, diketahui

merupakan zat leukomogenik untuk LMA. Selain itu radiasi ionik juga diketahui dapat

menyebabkan LMA. Ini diketahui dari penelitian tentang tingginya insidensi kasus leukemia,

termasuk LMA, pada orang-orang yang selamat dari serangan bom atom di Hiroshima dan

Nagasaki pada tahun 1945. Efek leukomogenik dari paparan ion radiasi tersebut mulai

8
tampak sejak 1,5 tahun sesudah pengeboman dan mencapai puncaknya 6 atau 7 tahun

sesudah pengeboman. Faktor lain yang diketahui merupakan predisposisi untuk LMA adalah

trisomi kromosom 21 yang dijumpai pada penyakit herediter sindrom Down. Pasien sindrom

Down dengan trisomi kromosom 21 mempunyai risiko 10 hingga 18 kali lebih tinggi untuk

menderita leukemia, khususnya LMA tipe M7. Selain itu pasien beberapa sindrom genetik

seperti sindrom Bloom dan anemia Fanconi juga diketahui mempunyai risiko yang jauh lebih

tinggi dibandingkan populasi normal untuk menderita LMA.4

Gejala klinis

Tanda dan gejala utama LMA adalah adanya rasa lelah, perdarahan dan infeksi yang

disebabkan oleh sindrom kegagalan sumsum tulang sebagaimana disebutkan di atas.

Perdarahan biasanya terjadi dalam bentuk purpura atau petekia yang sering dijumpai di

ekstremitas bawah atau berupa epistaksis, perdarahan gusi dan retina. Perdarahan yang lebih

berat jarang terjadi kecuali pada kasus yang disertai dengan DIC. Kasus DIC ini paling sering

dijumpai, pada kasus LMA tipe M3. Infeksi sering terjadi di tenggorokan, paru-paur, kulit

dan daerah peri rektal, sehingga organ-organ tersebut harus diperiksa secara teliti pada pasien

LMA dengan demam.4,5

Idiopathic Trombocytopenic Purpura ( ITP )

ITP adalah suatu keadaan perdarahan yang disifatkan oleh timbulnya petekia atau

ekimosi pada kulit ataupun pada selaput lendir dan adakalanya terjadi pada berbagai jaringan

dengan penurunan jumlah trombosit karena sebab yang tak diketahui . Disebut idiopatik ialah

untuk membedakan dengan kelainan yang dapat diketahui penyebabnya dan biasanya disertai

dengan kelainan hematologis lain , seperti misalnya anemia , kelainan leukosit . Pada ITP

biasanya tidak disertai anemia atau kelainan lainnya kecuali bila banyak darah yang hilang

karena perdarahan.

9
Etiologi

Penyebab dari ITP belum diketahui (idiopatik).Tetapi kemungkinan akibat dari gejala:

       Hipersplenisme

Hipersplenisme merupakan filtrasi berlebihan terhadap sel darah oleh limpa. Pada

ITP, limpa merupakan tempat utama produksi antibodi antitrombosit dan destruksi trombosit

yang dilapisi IgG. Dalam hal ini akan terjadi splenomegali sebagai akibat bendungan sinusoid

dan pembesaran folikel-folikel limfoid, yang memeliki sentra germina mencolok.

    Infeksi virus ( demam berdarah, morbili, varisela, rubella, dsb ).

   Intoksikasi makanan / obat (asetosal para amino salisilat (PAS). Fenil butazon,

diamokkina, sedormid). Bahan kimia.

       Pengaruh fisis (radiasi, panas).

       Kekurangan factor pematangan (malnutrisi).

       Koagulasi intra vascular diseminata CKID.

       Autoimnue.

Gejala

Gejala penyakit ini dapat timbul mendadak , terutama pada anak , tetapi dapat pula

hanya berupa kebiruan atau mimisan selama jangka waktu yang berbeda-beda . Tidak jarang

timbul gejala setelah suatu peradangan atau infeksi saluran nafas bagian atas akut . Kelainan

yang paling sering ditemukan adalah petechiae dan ecchymosis yang dapat tersebar di seluruh

tubuh . Keadaan ini kadang-kadang dapat dijumpai pada selaput lendir terutama hidung dan

mulut sehingga dapat terjadi epistaksis dan perdarahan gusi dan bahkan dapat timbul tanpa

kelainan kulit.Pada ITP akut dan berat dapat timbul pula selaput lendir yang berisi darah .

Gejala lainnya adalah perdarahan traktus genitourinarius ( menorrhagia , hematuria) , tractus

digestivus ( hematemesis , melena ), pada mata ( konjungtiva, retina ) dan yang terberat

namun agak jarang terjadi adalah perdarahan pada system syaraf pusat. Pada kira-kira

10
seperlima kasus dapat dijumpai pembesaran limpa ringan . Mungkin pula ditemukan demam

ringan bila terdapat perdarahan berat atau perdarahan saluran cerna . Renjatan / shock dapat

terjadi apabila banyak kehilangan darah .Pada ITP menahun , umumnya hanya ditemukan

kebiruan atau perdarahan abnormal lainnya dengan remisi spontan dan eksaserbasi . Remisi

yang terjadi umumnya tidaklah sempurna . Harus waspada terhadap kemungkinan ITP

menahun sebagai gejala stadium praleukemia.6

Etiologi
Penyebab leukemia tidak diketahui, tetapi dapat diakibatkan interaksi sejumlah faktor
yaitu:

1. Neoplasia. Ada persamaan jelas antara leukemia dan penyakit neoplastik lain, misalnya
proliferasi sel yang tidak terkendali, abnormalitas morfologi sel, dan infiltrasi organ. Lebih
dari itu, kelainan sumsum kronis lain dapat berubah bentuk akhirnya menjadi leukemia
akut, misalnya polisitemia vera, mieosklerosis atau anemia aplastik. Leukemia nyata
menunjukkan perluasan klonal yang timbul dengan mutasi somatik sumsum tunggal, sel
limfoid tepi atau timus seperti dilihatkan dengan teknik kromosomal, isoenzim,
imunologis, dan kultur in-vitro. Leukemia selanjutnya dapat mengembangkan “subclone”
dengan perkembangan abnormalitas baru dan satu atau lebih “subclone” dapat menjadi
lebih besar dan menggantikan “clone” permulaan, seperti diperlihatkan oleh perubahan
leukemia granulositik kronis (CGL = chronic granulocytic leukemia) dari fase kronis ke
fase akut. Biasanya “subclone” lebih ganas dan sering terdapat abnormalitas kromosom
(cytogenetic)
2. Infeksi. Pada manusia, terdapat bukti kuat untuk etiologi virus baik pada satu jenis
leukemia/limfoma sel T dan pada limfoma Burkitt. HTLV (virus leukemia T manusia =
the human T leukemia virus) dan retrovirus jenis cRNA, telah ditunjukkan oleh mikroskop
elektron dan oleh kultur pada sel pasien dengan jenis khusus leukemia/limfoma sel T yang
umum pada provinsi tertentu di Jepang dan yang terjadi sporadis di tempat lain, khususnya
di antara Negro Karibia dan Amerika Serikat. Virus Epstein-Barr, suatu virus DNA, telah
dibiak dari jaringan limfoma Burkitt dan, pada kasus ini, penyakit ini diduga timbul karena
infeksi EB pada orang dengan pengaturan sel T yang terganggu, mungkin yang disebabkan
malaria kronis. Bukti tidak langsung untuk etiologi virus beberapa leukemia adalah

11
kambuhnya leukemia pada sel yang berasal donor pada kira-kira enam kasus setelah
transplantasi sumsum tulang untuk leukemia akut.
3. Radiasi. Radiasi, khususnya sumsum tulang, bersifat leukemogenik. Terdapat insiden
leukemia tinggi pada orang yang tetap hidup setelah bom atom di Jepang, pada pasien
“ankylosing spondylitis” yang telah menerima penyinaran spinal dan pada anak-anak yang
ibunya menerima sinar X abdomen selama hamil.
4. Genetik dan Perubahan kromosom. Ada laporan beberapa kasus yang terjadi pada satu
keluarga dan pada kembar identik. Lebih dari itu, ada insiden yang meningkat pada
beberapa penyakit herediter, khususnya sindroma Down (dimana leukemia terjadi dengan
peningkatan frekuensi 20-30 kali lipat), anemia Fanconi, sindroma Bloom dan ataksia-
talangiektasia.
5. Zat kimia. Terkena benzene kronis, yang dapat menyebabkan displasia sumsum tulang
dan perubahan kromosom, merupakan penyebab leukemia yang tidak biasa. Zat pelarut
dan kimia industri lainnya dapat menyebabkan leukemia lebih jarang tetapi sukar
membuktikan ini pada kasus individual. Zat khemoterapi merupakan penyebab yang
ditetapkan mantap, khususnya obat yang mengalkilasi seperti khlorambusil, mustin dan
melfalan, dan prokarbazin. Leukemia, khususnya AML mielomonositik (M 4) dan
eritroleukemik (M6), bisa pada pasien limfoma yang diobat dengan radiasi dan dengan
obat-obatan ini.2, 4

Epidemiologi
Dibanding penyakit kanker lain seperti kanker paru dan kanker payudara, leukemia
(kanker darah) termasuk kanker yang jarang terjadi. Meskipun demikian, leukemia
merupakan jenis kanker yang paling banyak ditemukan pada anak di bawah umur 15 tahun.
Pada populasi anak, leukemia yang terjadi pada umumnya adalah leukemia akut, yaitu
Leukemia Limfositik Akut (LLA) dan Leukemia Mielositik Akut (LMA). LLA pada anak 5
kali lebih sering terjadi dibandingkan dengan LMA. Dari seluruh kejadian kanker, 32% di
antaranya terjadi pada usia di bawah 15 tahun. Sekitar 74% dari kelompok umur tersebut
adalah kanker darah atau leukemia. Data lain menunjukkan bahwa pada 1994 angka insiden
leukemia di Amerika sekitar 31,8 per 1.000.000 kelahiran hidup. Tidak hanya angka
morbiditas, angka mortalitas leukemia juga dilaporkan di Amerika. Sampai tahun1980-an,
dilaporkan bahwa leukemia menjadi penyebab utama kematian karena kanker pada anak di
Amerika.

12
Organisasi kesehatan dunia (WHO) memperkirakan bahwa di Indonesia tiap tahun
ada seratus penderita kanker baru dari 100.000 penduduk dan 2% di antaranya atau 4.100
kasus merupakan kanker anak. Angka ini terus meningkat lantaran kurangnya pemahaman
orang tua mengenai penyakit kanker dan bahayanya. Menurut Dr. Djajadiman Gatot, SpA(K),
dari Sub Bagian Hematologi-Onkologi, Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (FKUI-RSCM), leukemia
merupakan jenis kanker yang paling banyak terjadi pada anak (30-40 persen) disusul tumor
otak (10- 15 persen) dan kanker mata/retinoblastoma (10 – 12 persen). Sisanya kanker jenis
lain seperti kanker kelenjar getah bening, kanker saraf, dan kanker ginjal. Data lain
menyatakan bahwa di Indonesia terdapat sekitar 80 juta anak dengan usia dibawah 15 tahun.
Sebagian dari anak tersebut merupakan populasi berisiko terkena leukemia. Dari penelitian
yang dilakukan di RS Dr.Sardjito Universitas Gajah Mada Yogyakarta, didapatkan insiden
leukemia jenis LLA sebesar 2,5 – 4,0 per 100.000 anak. Dengan kata lain dapat diestimasi
bahwa terdapat 2000 – 3200 kasus baru jenis LLA tiap tahunnya. Selain itu juga didapatkan
sebanyak 30 – 40 leukemia anak jenis LLA ditangani setiap tahun di institusi tersebut di atas.

Sampai saat ini apa yang menjadi penyebab leukemia belum diketahui dengan pasti.
Sementara, apa yang menjadi faktor risiko dapat diketahui dari beberapa penelitian yang telah
dilakukan, diantaranya adalah penggunaan pestisida, medan listrik, riwayat keguguran pada
ibu, radiasi, bahan kimia (benzene), virus, kelainan genetik, ibu yang umurnya relatif tua saat
melahirkan, ibu yang merokok saat hamil, konsumsi alkohol saat hamil, penggunaan
marijuana saat hamil, medan magnet, pekerjaan orang tua, berat lahir, urutan lahir, radiasi
prenatal dan post-natal, vitamin K, serta diet.

Leukemia paling sering terjadi pada anak dibandingkan dengan orang dewasa. Selain
itu leukemia juga menyebabkan kematian pada anak, khususnya untuk jenis leukemia LMA
karena risiko kematiannya lebih tinggi dibandingkan jenis lain. Oleh karena itu perlu
dilakukan suatu penelitian ilmiah untuk melihat besarnya masalah serta melihat gambaran
determinan leukemia anak.

Penelitian mengenai gambaran epidemiologi leukemia anak belum merupakan


prioritas para peneliti di Indonesia. Padahal, informasi ini sangat penting agar masyarakat
mengerti dan peduli (aware) terhadap tingginya angka kejadian leukemia pada anak
dibandingkan dengan jenis kanker lain. Penelitian ini juga penting sebagai langkah awal

13
untuk melanjutkan penelitian terhadap faktor penyebab sehingga dapat menentukan tindakan
preventifnya.9

Patofisiologi
Pada keadaan normal, sel darah putih berfungsi sebagai pertahanan tubuh terhadap

infeksi. Sel ini secara normal berkembang sesuai perintah, dapat dikontrol sesuai dengan

kebutuhan tubuh. Leukemia meningkatkan produksi sel darah putih pada sumsum tulang

yang lebih dari normal. Mereka terlihat berbeda dengan sel darah normal dan tidak berfungsi

seperti biasanya. Sel leukemi memblok produksi sel darah normal, merusak kemampuan

tubuh terhadap infeksi. Sel leukemi juga merusak produksi sel darah lain pada sumsum tulang

termasuk sel darah merah dimana sel tersebut berfungsi untuk menyuplai oksigen pada

jaringan.

Analisis sitogenik menghasilkan banyak pengetahuan mengenai aberasi kromosomal

yang terdapat pada pasien dengan leukemia. Perubahan kromosom dapat meliputi perubahan

angka, yang menambahkan atau menghilangkan seluruh kromosom, atau perubahan struktur

termasuk translokasi (penyusunan kembali), delesi, inversi dan insersi. Pada kondisi ini, dua

kromosom atau lebih mengubah bahan genetik, dengan perkembangan gen yang berubah

dianggap menyebabkan mulainya proliferasi sel abnormal.10

Leukemia terjadi jika proses pematangan dari stem sel menjadi sel darah putih

mengalami gangguan dan menghasilkan perubahan ke arah keganasan. Perubahan tersebut

seringkali melibatkan penyusunan kembali bagian dari kromosom (bahan genetik sel yang

kompleks). Translokasi kromosom mengganggu pengendalian normal dari pembelahan sel,

sehingga sel membelah tidak terkendali dan menjadi ganas. Pada akhirnya sel-sel ini

menguasai sumsum tulang dan menggantikan tempat dari sel-sel yang menghasilkan sel-sel

14
darah yang normal. Kanker ini juga bisa menyusup ke dalam organ lainnya termasuk hati,

limpa, kelenjar getah bening, ginjal, dan otak. Infiltrasi sel kanker ke berbagai organ

menyebabkan pembersaran hati, limpa, limfodenopati, sakit kepala, muntah, dan nyeri tulang

serta persendian. Penurunan jumlah eritrosit menimbulkan anemia, penurunan jumlah

trombosit mempermudah terjadinya perdarahan (echimosis, perdarahan gusi, epistaksis, dll).

Adanya sel kanker juga mempengaruhi sistem retikuloendotelial yang dapat menyebabkan

gangguan sistem pertahanan tubuh, sehingga mudah mengalami infeksi. Adanya sel kaker

juga mengganggu metabolisme sehingga sel kekurangan makanan.

Kasus LLA disubklasifikasikan menurut gambaran morfologik, imunologi, dan genetic

sel induk leukemia. Diagnosis pasti biasanya didasarkan atas pemeriksaan aspirasi sumsum

tulang. Gambaran sitologik sel induk amat bervariasi walaupun dalam satu cuplikan tunggal,

sehingga tidak ada klasifikasi morfologik yang memuaskan.10

Sistem the French-American-British(FAB) , membedakan tiga subtype morfologik L1,

L2, dan L3. Pada lomfoblas L1 umum nya kecil dengan sedikit sitoplasma, L1 ini banyak

menyerang anak-anak. pada sel L2 lebih besar dan pleomorfik dengan sitplasma lebih

banyak, bentuk inti irregular, dan nucleoli nyata, ALL jenis ini sering diderita oleh orang

dewasa.sel L3 mempunyai kromatin inti homogen dan berbintik halus, nukleoli jelas, dan

sitoplasma biru tua dengan vakuolisasi nyata, Terjadi baik pada orang dewasa maupun anak-

anak dengan prognosis yang buruk. Klasifikasi LLA bergantung kepada kombinasigambaran

sitologik, imunologik, dan kariotip. Dengan antibody monoclonal yang mengenali antigen

permukaan sel yang terkait dengan galur sel dan antigen sitoplasma, maka imunotipe dapat

ditntukan pada kebanyakan kasus. Umumnya berasal dari sel progenitor-B; lebih kurang 15%

berasal dari sel progenitor-T; dan 1% dari sel B yang relative matang. Imunotipe ini

mempunyai implikasi prognostik maupun terapeutik.7

15
Penatalaksanaan
a. Transfusi darah biasanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 6 g%. Pada trombositopenia
yang berat dan perdarahan masif, dapat diberikan transfusi trombosit dan bila terdapat tanda
– tanda DIC dapat diberikan heparin.
b. Kortikosteroid (prednisone, kortison, deksametason, dsb). Setelah dicapai remisi dosis
dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentikan.
c. Sitostatika. Selain sitostatika yang lama (6-merkaptopurin atau 6-mp, metotreksat atau
MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih poten seperti vinkristin (Oncovin),
rubidomisin (daunorubicin), sitosin, arabinosid, L-asparaginase, siklofosfamid atau CPA,
adriamisin, dsb. Umumnya sitostatika diberikan dalam kombinasi bersama –sama dengan
prednisone. Pada pemberian obat – obatan ini sering terdapat akibat samping berupa
alopesia, stomatitis, leucopenia, infeksi sekunder atau kandidiasis. Hendaknya lebih berhati
– hati bila jumlah leukosit kurang dari 2.000/mm3.
d. Infeksi sekunder dihindarkan (bila mungkin penderita diisolasi dalam kamar steril).
e. Imunoterapi merupakan cara pengobatan yang terbaru, setelah tercapai remisi dan jumlah
sel leukemia cukup rendah (105 – 106), imunoterapi mulai diberikan. Pengobatan yang
spesifik dilakukan dengan pemberian imunisasi BCG atau dengan Corynaebacterium dan
dimaksudkan agar terbentuk antibody yang dapat memperkuat daya tahan tubuh.
Pengobatan spesifik dikerjakan dengan penyuntikan sel leukemia yang telah diradiasi.
Dengan cara ini diharapkan akan terbentuk antibody yang spesifik terhadap sel leukemia,
sehingga semua sel patologis akan dihancurkan sehingga diharapkan penderita leukemia
dapat sembuh sempurna.2

Cara pengobatan
Cara pengobatan terhadap leukemia limfositik akut ialah dengan menggunakan protocol
sebagai berikut:
1. Induksi
Sistemik :
a. VCR (vinkristin): 2 mg/m2/minggu, intravena diberikan 6 kali.
b. ADR (adriamisin): 40mg/m2/2 minggu intravena diberikan 3 kali dimulai pada hari
ketiga pengobatan
c. Prednisone 50mg/m2/hari peroral diberikan selama 5 minggu kemudian tapering off
selama 1 minggu.

16
SSP: Profilaksis: MTX (metotreksat) 10mg/m2/minggu intratrakeal, diberikan 5 kali
dimulai bersamaan dengan atau setelah VCR pertama.

Radiasi cranial: dosis total 2.400 rad dimulai setelah konsolidasi terakhir (siklofosfamid)

2. Konsolidasi
a. MTX: 15 mg/m2/hari intravena diberikan 3 kali dimulai satu minggu setelah VCR
keenam, kemudian dilanjutkan dengan:
b. 6-MP (6-merkaptopurin): 500 mg/m2/hari peroral diberikan 3 kali
c. CPA (siklofosfamid) 800mg/m2/kali diberikan pada akhir minggu kedua dari
konsolidasi
3. Rumat
Dimulai satu minggu setelah konsolidasi terakhir (CPA) dengan :

a. 6-MP: 65 mg/m2/hari peroral


b. MTX: 20 mg/m2/minggu peroral dibagi dalam 2 dosis (misalnya Senin dan Kamis)
4. Reinduksi
Diberikan tiap 3 bulan sejak VCR terakhir. Selama reinduksi obat - obat rumat
dihentikan.

Sistemik :

a. VCR: dosis sama dengan dosis induksi, diberikan 2 kali


b. Prednison dosis sama dengan dosis induksi diberikan 1 minggu penuh dan 1 minggu
kemudian tapering off
SSP: MTX intratrakeal, dosis sama dengan profilaksis, diberikan 2 kali

5. Imunoterapi
BCG diberikan 2 minggu setelah VCR kedua pada reinduksi pertama. Dosis 0,6 ml
intrakutan, diberikan pada 3 tempat masing – masing 0,2 ml. Suntikan BCG diberikan 3
kali dengan interval 4 minggu. Selama pengobatan ini, obat – obat rumat diteruskan.

6. Pengobatan seluruhnya dihentikan setelah 3 tahun remisi terus menerus.


Pungsi sumsum tulang ulangan rutin dilakukan setelah induksi pengobatan (setelah 6
minggu)1, 4, 5

17
Pencegahan
Tidak diketahui secara pasti cara – cara pencegahan berbagai tipe leukemia. Karena
kebanyakan penderita leukemia tidak mengetahui faktor risiko mereka masing – masing.
Beberapa tipe dari leukemia mungkin dapat dicegah dengan cara menghindari paparan radiasi
dosis tinggi (bahkan pasca kemoterapi / terapi radiasi), pajanan zat kimia (benzene),
menghindari merokok ataupun paparan asap rokok.

Namun sayangnya, banyak kasus dari leukemia tidak dapat dicegah. Karena
sesungguhnya tidak dapat diidentifikasi secara nyata dan pasti mengenai penyebabnya.
Hanya saja perlu dihindari faktor – faktor lain (eksogen) yang dapat mencetuskan LLA.9

Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi ialah timbulnya pendarahan, kerusakan organ lain
akibat kemoterapi, disseminated intravascular coagulation (DIC), relaps LLA, infeksi berat,
dan penyebaran keganasan di organ-organ tubuh lain. Kematian mungkin terjadi karena
infeksi (sepsis) atau pendarahan yang tidak terkontrol. Komplikasi yang paling sering terjadi
adalah kegagalan leukemia untuk memberi respon terhadap kemoterapi.

Komplikasi dari leukemia dan terapinya dapat berupa sindrom tumor lisis
(hiperfosfatemia berat, hiperkalemia, hiperurikemia, dan hipokalsemia setelah kemoterapi
intensif), gagal ginjal, sepsis, pendarahan, thrombosis, tiflitis (inflamasi di daerah sekum),
neuropati, ensefalopati, kejang, keganasan sekunder, pertumbuhan terbantut (akibat radiasi
kraniospinal), defisiensi hormon pertumbuhan, serta defek kognitif.

LLA dikatakan dapat mengakibatkan 1400 kematian pada setiap tahun, dan dapat
meningkat lebih cepat jika tidak diobati. Akan tetapi, LLA merupakan salah satu kanker yang
paling mungkin terobati dan kadar survival hidup penderitanya juga tinggi. Kadar survival
bagi pasien dengan usia lanjut dan usia sangat muda dapat lebih rendah karena leukemia pada
golongan tersebut lebih cenderung disebabkan adanya faktor genetik sehingga kondisi
leukemianya lebih parah.

Penelitian menunjukkan survivor LLA anak cenderung mengalami masalah psikologi,


termasuk stress, depresi, mudah marah, serta rasa bingung bila dibandingkan dengan
saudaranya yang sehat. Risiko terhadap gangguan psikologi dapat bervariasi tergantung terapi
yang diberikan. Penelitian pada tahun 2003 menunjukkan pasien yang menerima radiasi SSP

18
dosis tinggi dan terapi metrotreksat mempunyai risiko tinggi terhadap gangguan emosi jika
dibandingkan dengan pasien yang tidak diterapi dengan radiasi. Menyadari risiko tersebut,
dukungan secara psikologis dapat menjadi suatu hal yang penting dan sangat membantu
dalam pengobatan LLA.5

Prognosis
Karena onset biasanya mendadak, maka dapat disertai perkembangan dan kematian yang
cepat bila tidak diobati. 60% pasien yang diobati menjadi sembuh dan mengalami harapan
hidup yang meningkat dengan kemoterapi agresif yang diarahkan pada sumsum tulang serta
SSP. Harapan sembuh pasien dewasa tergantung dari intensifnya terapi. Secara umum,
overall disease – free survival rate kira-kira 30%.1

Kesimpulan
Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) adalah suatu penyakit yang berakibat fatal,
dimana sel-sel yang dalam keadaan normal berkembang menjadi limfosit berubah menjadi
ganas dan dengan segera akan menggantikan sel-sel normal di dalam sumsum tulang.
Sebagian besar kasus tampaknya tidak memiliki penyebab yang pasti. LLA paling sering
terjadi pada anak-anak.

19
Daftar Pustaka
1. Hassan, Rusepno dkk. Leukemia. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Bagian 1.
Cetakan ke-11. Percetakan Infomedika, Jakarta: 2007.
2. Sudiono H, Iskandar I, Edward H, Halim SL, Kosasih R. Leukemia. Penuntun Patologi
Klinik Hematologi. Cetakan kelima. Biro Publikasi Fakultas Kedokteran Ukrida,
Jakarta: 2016.
3. Hoffbrand, A.V. Leukemia Akut. Kapita Selekta Hematologi. Edisi ke-6. Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta: 2016
4. Waldo, E. Nelson. Leukemia Limfoblastik Akut. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Edisi
15. Vol 3. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta: 2017
5. Rudolph, M. Abraham. Leukemia Limfoblastik Akut. Buku Ajar Pediatrik Rudolph. Vol
1, Edisi 20. EGC, Jakarta: 2015
6. Leukemia Diagnosis. 2008. Diunduh dari,
http://www.docstoc.com/docs/25982171/Leukemia-Diagnostic pada 1 Mei 2019.
7. Berg SL, Steuber CP, Poplack DG. Clinical Manifestation of Acute Lymphoblastic
Leukemia. In Hoffman ed: Hematology: Basic Principles and Practice 3 rd ed. Churchill
Livingstone Inc. 2000. page 1070-76.
8. Behrman, E. Richard. Leukemia Limfositik Akut. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak.
Bagian 15. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta: 2015
9. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi, konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005. h. 275-79.
10. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Ed III. Jakarta: Buku kedokteran EGC; 2007.h.
432.

20

Anda mungkin juga menyukai