Anda di halaman 1dari 5

LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT

Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) adalah suatu keganasan pada sel-sel prekursor limfoid,
yakni sel darah yang nantinya akan berdiferensiasi menjadi limfosit T dan limfosit B. LLA ini
banyak terjadi pada anak-anak yakni 75%, sedangkan sisanya terjadi pada orang dewasa. Lebih
dari 80% dari kasus LLA adalah terjadinya keganasan pada sel T, dan sisanya adalah keganasan
pada sel B. Insidennya 1 : 60.000 orang/tahun dan didominasi oleh anak-anak usia < 15 tahun,
dengan insiden tertinggi pada usia 3-5 tahun.

Skema hematolimfogenesis
Etiologi
Sampai saat ini LLA belum diketahui penyebabnya, alias idiopatik. Akan tetapi para peneliti
telah mengemukakan beberapa teori kemungkinan penyebab LLA ini. Ada dua teori, yaitu
genetik dan lingkungan.
1. Genetik, seperti pada penderita Sindrom Down dan Wiskott Aldrich yang juga
mengalami leukemia.
2. Lingkungan, yakni ada beberapa hal yang mendasari teori ini, diantaranya: (1) radiasi
ionik, seperti pasca pemboman Hiroshima-Nagasaki di Jepang, insiden leukemia
meningkat tajam; (2) bahan kimia, seperti senyawa benzena; (3) kebiasaan merokok; (4)
obat-obat kemoterapi; (5) infeksi virus semisal virus EBV; dan lain-lain.
Patogenesis dan Patofisiologi
Pada pasien LLA terjadi proliferasi patologis sel-sel limfoid muda di sumsum tulang. Ia akan
mendesak sistem hemopoietik normal lainnya, seperti eritropoietik, trombopoietik dan
granulopoietik, sehingga sumsum tulang didominasi sel blast dan sel-sel leukemia hingga mereka
menyebar (berinfiltrasi) sampai ke darah tepi dan organ tubuh lainnya.
Kelainan sitogenetik yang sering ditemukan, teruatama pada pasien dewasa adalah: t(9;22)/
translokasi kromosom 9 dan 22/ fusi gen BCR-ABL/ kromosom philadelphia (CML); atau
t(4;11)/ translokasi kromosom 4 dan 11/ ALL1-AF4. Jika terjadi translokasi semacam ini maka
ia akan mengaktifkan jalur proliferasi dan pertumbuhan sel secara abnormal sehingga terjadi
leukemia. Kelainan yang lain bisa pada karyotipe hipdiploid dan t(10;14), atau karena hilangnya
atau inaktivnya gen supresor tumor seperti p16 dan p15, Rb dan p53.
Klasifikasi
Berdasarkan sistem French-American-British (FAB), LLA dibagi menjadi 3 tipe:
1. L1, ditandai dengan sel blast yang berukuran kecil, homogen (relatif sama besar), dengan
sitoplasma sel yang sedikit dan nukleoli (anak inti) yang samar/ tidak jelas. L1 ini adalah
LLA yang paling banyak terjadi dibanding jenis LLA lainnya, dan pada umumnya terjadi
pada anak-anak.
2. L2, ditandai dengan sel blast yang berukuran lebih besar, heterogen (tidak seragam),
nukleolinya terlihat jelas dan rasio inti-sitoplasmanya rendah. Biasanya LLA tipe ini
terjadi pada orang dewasa.
3. L3, ditandai dengan sel blast yang besar, sitoplasmanya bervakuol, dan terlihat pekat
(basofilik). Prognosisnya buruk akan tetapi insidennya sedikit
Gambaran Klinis
Pada pasien LLA akan terlihat tanda-tanda anemia seperti pucat, lelah, lesu, kemudian anoreksia,
osteoartritis akibat infiltrasi sel leukemi ke sumsum tulang, demam, infeksi akibat penurunan
daya tahan tubuh akibat aktifitas sel limfosit yang tidak normal, perdarahan kulit, gusi,
hematuria, perdarahan saluran cerna, hingga perdarahan otak. Selain itu ditemukan juga
hepatomegali, splenomegali, limfadenopati, dan massa di mediastinum.
Diagnosis dan Diagnosis Banding
Untuk menegakkan diagnosis LLA, tetap dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan lab yang meliputi: Hitung darah lengkap, sediaan apus darah tepi, kadar fibrinogen,
kimia darah, golongan darah dan HLA (human leukocyte antigen). Bisa juga dilakukan
pemeriksaan foto toraks, punksi lumbal dan aspirasi serta biopsi sumsum tulang untuk diagnosis
pastinya.
Sementara untuk diagnosis banding, LLA perlu dibedakan dengan limfositosis murni,
limfadenopati, hepatosplenomegali akibat infeksi, dan anemia aplastik.
Gambaran Laboratorium
Untuk hitung darah lengkap dan apusan darah tepi, biasanya ditemukan kadar leukosit meningkat
drastis, tetapi bisa juga normal dan bahkan menurun. Hb dan trombosit turun hingga dibawah
normal, dan terdapat sel blast di darah tepi yang bervariasi, mulai dari 0-100%.

Penampakan llimfoblast pada apusan darah tepi
Untuk aspirasi dan biopsi sumsum tulang, ditemukan gambaran hiperseluler dengan peningkatan
limfoblas. Hasil pemeriksaan sitokimia akan negatif pada pewarnaan Sudan Black dan
Mieloperoksidase (senyawa yang digunakan untuk mewarnai granul, agar dapat dibedakan antara
sel limfoblas dan mieloblas yang strukturnya hampir mirip, akan tetapi sel limfoblas tidak
bergranul sehingga hasilnya negatif). Untuk membedakan apakah keganasannya terdapat pada
sel B atau sel T, bisa dilakukan pemeriksaan dengan senyawa fosfatase asam (positif pada sel T
ganas), atau Periodic Acid Schiff (PAS) (Positif pada sel B ganas). Selain itu bisa juga dilakukan
pemeriksaan imunofenotip dan sitogenetik untuk membedakan apakah keganasannya terjadi di
sel T atau sel B.
Terapi
Untuk penatalaksanaannya, terlebih dahulu perlu diperhatikan beberapa kondisi sebagai berikut:
kondisi metabolik, perlu diperhatikan juga pada pasien LLA ini apabila terjadi
hiperurisemia, hiperfosfatemia atau hipokalsemia sekunder yang sebelumnya harus
diterapi dulu dengan hidrasi intravena, alkalinisasi urin atau pemberian alupurionol untuk
mencegah akumulasi asam urat.
infeksi, akibat imunosupresi. Perlu diberi pencegahan terhadap agen infeksi berbahaya
seperti virus herpes, pneumoni, dsb.
kondisi hematologik, dimana terjadi anemia dan trombositopenia. Perlu juga diberi
tranfusi jika kondisinya memang sangat buruk, kecuali pada pasien yang
hiperleukositosis (leukosit > 100.000/mm3) karena bisa meningkatkan viskositas darah
secara mendadak dan mempresipitasi leukostasis.
Terapi utama untuk LLA ada 4:
1. Terapi induksi remisi. Gunanya untuk mengeliminasi/ eradikasi sel-sel leukemia yang
bisa dideteksi secara morfologi di dalam darah dan sumsum tulang, kemudian agar
hematopoiesis kembali normal. Bisa digunakan obat seperti prednison, vinkristin,
daunorubisin dan lain-lain.
2. Terapi konsolidasi atau intensifikasi. Gunanya untuk benar-benar melibas habis sel-sel
leukemia yang tersisa setelah pemberian terapi induksi, agar tidak terjadi relaps.
3. Profilaksis sistem saraf pusat, untuk mencegah relaps.
4. Maintenance/ pemeliharan jangka panjang. Bisa dengan preparat 6-merkaptopurin tiap
hari dan metotreksat setiap minggu selama 2-3 tahun.
Keempat terapi utama di atas menggunakan obat-obat yang bisa disesuaikan dengan protokol
yang digunakan. Ada beberapa protokol pengobatan yang tersedia, seperti Protokol OPAL,
Hyper-CVAD, LALA 87, CALGB, dan lain-lain.
Terapi lain yang bisa diberikan adalah terapi suportif, seperti anti infeksi, pemberian nutrisi yang
cukup, dukungan psikologi, dan pemantauan kondisi komponen darah secara rutin. Kemudian
ada juga terapi sitostatik seperti radiasi tapi sekarang tidak digunakan lagi. Cara lain adalah
dengan transplantasi sumsum tulang pada pasien yang mempunyai risiko tinggi untuk relaps,
misalkan pasien dengan kromosom Philadelphia, perubahan susunan gen MLL (salah satu jenis
gen yang terlibat dalam pemeliharaan epigenetik memori transkripsi) hiperleukositosis, dan
gagal mencapai remisi komplit dalam waktu 4 minggu.
Prognosis
Prognosis LLA untuk pasien dewasa biasanya lebih buruk dari yang berusia lebih muda. Untuk
yang berusia 15-20 tahun prognosisnya baik dan bisa sembuh dengan kemoterapi jika disertai
faktor prognostik yang baik. Tapi pada pasien LLA dewasa sebenarnya juga tergantung dari
intensifnya terapi yang diberikan, seperti transplantasi sumsum tulang. Untuk usia > 60 tahun
prognosisnya agak buruk, karena survival ratenya biasanya hanya 10% setelah remisi komplit.
Untuk faktor prognostiknya adalah sebagai berikut:
1. Usia >30 tahun > buruk.
2. Jumlah leukosit >30.000/mm3 > buruk
3. Immunofenotip:
o T-cell ALL > baik;
o Mature B-cell ALL, early T-cell ALL > buruk
4. Sitogenetik:
o Kelainan 12 p; t(10;14)(a24;q11) > baik
o normal; hiperdiploid > sedang
o t(9;22), t(4;11), t(1;19), hipodiploid, -7, +8 > buruk
5. Respon terapi
o remisi komplit dalam 4 minggu > baik
o minimal residual disease persisten > buruk

Anda mungkin juga menyukai