Anda di halaman 1dari 22

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Manusia, seperti makhluk hidup lainnya, berusaha untuk mempertahankan

homeostasis, yang berarti keseimbangan. Otak dan organ tubuh lainnya bekerjasama untuk

mengatur suhu tubuh, keasaman darah, ketersediaan oksigen dan variabel lainnya. Ginjal

berperan penting mempertahankan homeostasis dengan mengatur konsentrasi banyak

konstituen plasma, terutama elektrolit dan air dengan mengeliminasi semua zat sisa

metabolisme.

Sistem perkemihan merupakan bagian dari anatomi dan fisiologi tubuh manusia, yang

sangat berperan penting dalam kelangsungan hidup manusia. Sistem perkemihan berfungsi

untuk mengolah zat-zat yang tidak diperlukan dalam tubuh dan memiliki beberapa proses.

Sehingga dengan keluarnya zat yang tidak baik bagi tubuh maka tubuh akan terhindar dari

beberapa penyakit yang menyangkut sistem perkemihan.

Namun, ada juga beberapa penyakit yang dapat menyerang sistem perkemihan

pada tubuh manusia. Dimana berupa adanya Obstruksi urinaria atau sumbatan pada sistem

perkemihan dapat menjadi sebuah presentasi adanya gangguan kesehatan pada saluran

perkemihan ringan hingga kondisi kesehatan yang serius.

1.2 Rumusan masalah

1
1. Bagaimana konsep medic dari asuhan keperawatan gangguan sistem urinari
berhubungan dengan obstruksi?
2. Bagaimana konsep keperawatan dari asuhan keperawatan gangguan sistem urinari
berhubungan dengan obstruksi ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep medic dari asuhan keperawatan gangguan sistem urinari
berhubungan dengan obstruksi.
2. Untuk mengetahui konsep keperawatan dari asuhan keperawatan gangguan sistem
urinari berhubungan dengan obstruksi.

2
BAB II
PEMBAHASAN

KONSEP MEDIC

2.1 Definisi obstruksi saluran kemih

JULIAN L. SEIFTER / BARRY M. BRENNER

Obstruksi pada aliran urin, yang dapat menyebabkan statis dan peninkatan tekanan
kemih, menganggu ginjal dan saluran kemih dan merupakan penyebab umum gagal ginjal
akut dan kronik. Dengan hilangnya obstruksi secara dini, fungsi yang terganggu biasanya
juga menghilang secara menyeluruh. Namun, obstruksi kronik biasanya menyebabkan
hilangnya massa renal permanen (atrofi ginjal) dan kemampuan eksresi, juga dapat
menambah kerentanan terhadap infeksi laokal dan pembentukan batu. Diagnosis dini dan
terapi yang telah diberikan sebelumnya berperan penting untuk meminimalkan efek yang
merusak dari obstruksi, terhadap struktur dan fungsi ginjal.

2.2 Etiologi

Obstruksi pada aliran urin dapat diakibatkan oleh penghambatan mekanis intrinsik
atau ekstrinsik dan juga diakibatkan oleh ganguan fungsional, tidak disertai dengan oklusi
menetap pada sistim aliran urin. Obstruksi mekanis dapat terjadi pada setiap tingkat
saluran kemih, dari kaliks ginjal sampai ke meatus uretra eksterna. Tempat penyimpanan
yang normal seperti persambungan uretropelvik dan uretrovesikal, leher kandung kemih,
dan meatus uretral, merupakan tempat umum terjadinya obstruksi. Jika hambatan di atas
tingkat kandung kemih, terjadi unilateral dilatasi ureter (hidroureter) dan sistim pielokaliks
(hidronefrosis); lesi pada atau bawah tingkat kandung kemih menyebabkan terlibatnya
bilateral.

Bentuk obstruksi yang lazim tercaantum pada Tabel 246-1. Pada anak, malformasi
kongenital, termasuk penyempitan persambungan ureteropelvik yang nyata, lokasi
anomaly dari ureter (retrokaval), dan katup uretral posterior lebih menonjol. Defek
penyempitan katup uretra posterior ini merupakan defek yang paling sering menyebabkan
hidronefrosis bilateral pada anak laki-laki. Anak juga dapat mengalami disfungsi kandung
kemih yang terjadi sekunder akibat striktura uretra kongenital, stenosis meatus uretral, atau
obstruksi leher kandung kemih. Pada orang dewasa, obstruksi saluran kemih terutama
disebabkan oleh defek didapat. Tumor pelvis, kalkuli, dan striktura uretra menonjol.
Ligasi, atau cidera terhadap ureter selama pembedahan pelvis atau kolon dapat
mengakibatkan hidronefrosis yang jika unilateral, tetap relatif tenang dan tidak terditeksi.
Schitosoma haematobium dan tuberculosis genitourinarius adalah penyebab infeksi
obstruksi uretra.

Uropati obstruktif juga dapat terjadi akibat neoplastik ekstrinsik (karsinoma serviks
atau kolon, limfoma retroperitoneal) atau ganguan inflamasi. Salah satu ganguan inflamasi

3
ini adalah fibrosis retroperitoneal, pentebab yang tidak diketahui paling sering ditemukan
pada laki-laki usia pertengahan dan kadang-kadang mengarah ke obstruksi ureter bilateral.
Fibrosis retroperitoneal harus dibedakan dari penyebab,obstruksi ereter, retroperitoneal
lainya; terutama limfoma dan neoplasma pelvis.

Ganguan fungsional pada aliran urin biasanya disebabkan oleh ganguan yang
menyebabkan, baik ureter maupun kandung kemih. Lesi fungsional yang umum termasuk
kandung kemih meurogenik, sering kali dengan ureter adinamik, dan refluks
vesikoureteral. Refluks urin dari kandung kemih ke ureter lebih sering pada anak
dibandingkan orang dewasa dan dapat mengakibatkan hidroureter dan hidronefrosis
unilateral atau bilateral yang berat. Pemasukan abnormal ureter pada kandung kemih
merupakan penyebab refluks vesikoureteral yang paling sering pada anak. Refluks yang
terjadi tanpa adanya infeksi saluran kemih atau obstruksi leher kandung kemih biasanya
menimbulkan kerusakan pada parenkim ginjal dan sering membaik secara spontan saat
anak semakin bertumbuh. Bedah reinsersi ureter kedalam kandung kemih dianjurkan jika
refluks yang terjadi berat dan tidak mungkin membaik secara spontan apabila fungsi
ginjalnya memburuk, atau bila infeksi saluran kemih kambuh lagi walaupun pasien telah
mendapat terapi anti mikroba secara kronik. Hidronefrosis, biasanya lebih nyata pada
bagian kanan daripada bagian kiri, umum terjadi pada kehamilan akibat dari kompresi
ureter kerena uterus yang membesar dan pengaruh fungsional dan progesterone.

2.3 Patogenesis dan patologi

Obstruksi pada saluran kemih menyebabkan gangguan gerak alir. Pada bahagian
hulu saluran yang Iangsung berwatas dengan penyumbatan berusaha meningkatkan tenaga
pendorong untuk menyalurkan air kemih dengan memperkuat kontraksi otot dinding
saluran untuk mengungguli rintangan. Semakin jauh ke hulu dari tempat penyumbatan
semakin berkurang pengaruh-pengaruh akibatnya, akan tetapi lama-kelamaan secara
berangsur melibatkan seluruh saluran kemih termasuk ginjal. Memperhatikan gerak alir air
kemih yang dimulai dari piala ginjal ke-ureter, kandung kemih dan uretra, maka dapatlah
terjadi sebagai berikut : obstruksi di uretra melibatkan kandung kemih, dan bila timbul
"gangguan kompetensi katup ureter hingga menyebabkan berbalik alir (reflux) dari
kandung kemih ke ureter, hal ini melibatkan ureter dan piala yang berlanjut terus merusak
ginjal. Hal yang sama dapat berlangsung sedemikian rupa bila ada penyumbatan pada
ureter atau piala ginjal. Bagaimana kelanjutannya kejadian yang timbul pada hulu saluran
kemih akibat dari suatu obstruksi, diturunkan sebagai berikut :

1. KULUP

4
Penyempitan liang kulup menyebabkan kulup mengembung sewaktu buang air
kecil. Bila keadaan ini berlarut-larut mengakibatkan radang balanopostitis atau batu di
liang kulup dengan penyulit-penyulitnya.

2. URETRA

Penyempitan atau penyumbatan pada uretra menyebabkan bagian hulunya melebar


sehingga dinding uretra tersebut menjadi tipis, kadang menimbulkan divertikel dan bisa
pecah yang mengalirkan air kemih di sekitamya. Pipa semprot manipun bisa melebar. Pada
setempat bisa terjadi batu dan infeksi sebagai penyulit-penyulitnya.

3. KANDUNG KEMIH

Penyumbatan atau penyempitan saluran kemih pada leher kandung kemih dan
uretra menyebabkan gangguan lintas pembuangan air kemih sehingga kandung kemih
mengadakan usaha dengan meningkatkan daya pompa ditunjang dengan pengerutan
persambungan ureter-kandung kemih untuk melebarkan leher kandung kemih. Dengan
peningkatan daya pompa ini, maka tekanan hidrostatis di dalam kandung meningkat dari
20 - 40 cm air menjadi 50 - 100 cm air atau lebih. Keadaan ini biasanya terdapat pada
penyempitan uretra pada anak laki-laki pada pangkal dan pada anak perempuan pada ujung
dan pada laki-laki tua oleh karena pembesaran prostat atau pada sindroma prostatismus
sans prostate. Pada waktu dini kandung kemih masih dapat memenuhi faalnya dengan
sempurna karena otot-detrusornya menjadi hipertrofi dan jika berlarut-larut berlangsung
ototnya menjadi tipis dan lemah hingga tak dapat memenuhi faalnya lagi dengan
sempurna. Keadaan berobah dari kompensasi menjadi dekompensasi.

A. MASA KOMPENSASI

a. Kandung kemih seperti balok-balok (trabekulasi).

Sewaktu kandung kemih berisi penuh berkas otot detrusor menjulang ke


permukaan mukosa seperti balok, demikian juga halnya dengan segitiga kandung kemih,
keadaan mana menambah rintangan percikan ureter ke kandung kemih.

b. Sellula

5
Tekanan dalam kandung kemih yang tinggi sewaktu memompa mendorong mukosa
di antara tonjolan balok-balok berkas otot sehingga merupakan lekukan kantong-kantong
kecil.

c. Divertikula

Bisa tekanan yang tinggi ini lebih mendorong mukosa sehingga menyembul keluar
ke permukaan sehagai kantong. Kantong ini tidak mengandung otot huat memompa isinya,
karena itu mudah terkena infeksi. Bila divertifikula mengenai persambungan ureter-
kandung kemih maka faal sebagai katub menjadi inkompeten dan bisa menyebabkan
reflux.

d. Mukosa.

Bila terjadi infeksi yang akut terjadi hiperemi dan edema yang menyebabkan
reflux. Pada infeksi khronis mukosa menjadi tipis dan pucat.

Masa kompensasi ini dapat dibagi keadaannya dalam 2 tahap, yaitu :

(a) Tahap berlebih peka

Pancaran dan besar aliran air kemih masih seperti biasanya karena daya pompa
masih sanggup mengatasi rintangan yang ada, hanya saja otot detrusor menjadi berlebih
peka. Dengan regangan yang sedikit saja pada waktu menampung air kemih dari ureter
telah merangsang hajat untuk buang air kecil sedang bagi keadaan yang biasa masih dapat
mengurungkannya karena kandung kemih masih bisa melembek dan menampung air
kemih lebih banyak. Dengan demikian gejala dini dari penyumbatan atau penyempitan
pada leher kandung kemih dan uretra ialah hajat buang air kecil yang bolak-balik dan
mendesak pada waktu siang ataupun pada malam hari.

(b) Tahap kompensasi

Bila penyumbatan atau penyempitan berlarut-larut terus, maka disamping buang air
kecil yang bolak-balik dan mendesak, mengedan sejenak, memulai buang air kecil harus
menunggu sejenak sampai kuat kontraksi otot cukup kuat mengatasi rintangan. Pancaran

6
dan besar aliran air kemih semakin berkurang terlebih-lebih menjelang pengosongan
kandung kemih.

B. MASA DEKOMPENSASI

Pada rintangan yang meningkat atau berlarut-larut dan lagi diperberat oleh infeksi
bisa menimbulkan terjadinya air kemih sisa sampai 500 mililiter atau lebih. Hal ini
disebabkan oleh kontraksi otot detrusor yang jadi lebih singkat untuk memompakan air
kemih dengan sempurna sehingga bersisa (residu).

Masa dekompensasi berlangsung sebagai berikut :

(i) Dekompensasi akut

Dapat terjadi dengan mendadak otot detrusor tak kuasa lagi mengkompenser,
karena pengisian tiba-tiba yang banyak dari ureter ke dalam kandung kemih atau otot ini
teregang sekali. Akibatnya, terganggu pengaliran kemih, secara mendadak terhenti
kendatipun kandung kemih belum kosong sempurna dan meninggalkan air kemih sisa.
Penghambatan aliran kemih dalam keadaan ini terhalang total dan tiba-tiba.

(ii) Dekompensasi khronis

Pengosongan kandung kemih berangsur-angsur bertambah sulit dan akibatnya air


kemih bisa semakin bertambah banyak dan daya tampung menjadi berkurang. Hajat buang
air kecil semakin bertambah sering dan sesewaktu bisa terhalang total. Dengan kehilangan
daya pompa kandung kemih terjadilah beser limpahan kepenuhan (inkotinensia pardoksa).

4. URETER

Lintasan ureter yang miring melalui dinding kandung kemih untuk bermuara ke
dalam rongga kandung kemih, berperan seakan-akan katub yang melalukan kemih
mengalir dari ureter masuk ke dalam rongga kandung kemih, sebaliknya menghalangi
pengaliran kembali (melalukan efflux dan menghalangi reflux). Meskipun tekanan di
dalam kandung kemih tinggi sewaktu memompa, namun tidak disalurkan berbalik ke
dalam ureter, piala dan seterusnya ke ginjal, hal ini disebabkan kompetensi persambungan
ureter dengan kandung kemih.

7
Pada keadaan dekompensasi kandung kemih di mana dijumpai persambungan
ureter dengan kandung kemih menjadi inkompeten, tekanan ini disalurkan ke dalam ureter,
piala dan seterusnya ke ginjal. Juga pada kandung kemih yang berbalok-balok, edema dan
meradang dapat mengakibatkan peran katub tak kompeten lagi. Rentetan akibat-akibat dari
berbalik alir ini terjadi dengan hal yang sama dijumpai seperti pada penyumbatan ureter
atau piala ginjal. Pada hulu penyumbatan atau penghalangan alir air kemih otot dinding
ureter menjadi hipertrofis dalam usaha meningkatkan gerak peristaltik mendorong air
kemih. Berpapasan dengan sumbatan di bagian hulu ureter melebar (dilatasi) karena
pelonggokan air kemih. Gerakan peristaltik yang meninggi ini menyebabkan ureter
bertambah panjang (elongasi) sampai berliku-liku. Lama-kelamaan di sekitar ureter
terbentuk jaringan ikat dan kerutan jaringan ini menyebabkan penekikan (angulasi) yang
menambah kesulitan pengaliran air kemih. Bila pengaliran air kemih ini sedemikian terus
berkelanjutan maka otot dinding ureter dan piala menjadi lemah dan terjadi
dekompensasi.Pelebaran ureter (ureteriksasi, hidro-ureter) kemudian melibatkan piala
ginjal (pielektasi) untuk selanjutnya mengikut-sertakan ginjal (hidro-nefrosis) yang
keseluruhannya menjadi hidro-ureteropilo-nefrosis , yaitu suatu atrofi ginjal yang
disebabkan oleh penyumbatan saluran yang tidak menyumbat sempurna (sub-total), di
mana sebagian air kemih masih lewat dan selainnya tertahan. Pada penyumbatan yang
sempurna (total) terjadi atrofi primer ginjal. Penyumbatan semakin ke hulu dengan
menyumbat hampir sempurna dan berlangsung lama, dengan cepat merusak ginjal.

5. GINJAL

Dalam keadaan normal tekanan di dalam rongga piala kecil sekali mendekati nol.
Pada penyumbatan disaluran ureter atau berbalik alir dari kandung kemih ke ureter (reflux)
mengakibatkan piala dengan kalises melebar disebabkan tekanan hidrostatis yang
meninggi. Terjadinya kerusakan ginjal atrofi hidronefrosis, tergantung kepada letak, sifat
dan lamanya sumbatan saluran aliran kemih. Disamping itu tergantung juga kepada bentuk
piala yang berada di dalam atau di luar ginjal. Piala yang berada di dalam rangkulan ginjal
lebih dini mengakibatkan kerusakan ginjal daripada piala yang diluar ginjal, karena
tekanan hidrostatis yang tinggi. Pada penyumbatan atau berbalik alir air kemih pada ureter
yang seterusnya melibatkan piala ginjal, mula-mula otot dinding piala menjadi hipertofis
dalam usaha mendorong air kemih. Bila kejadian ini berlarut-larut otot ini menadi lemah
dan berakhir dengan kelumpuhan dekompensasi.

8
Perubahan yang pertama terjadi pada kalises. Bentuk kaliks yang normal cekung
oleh penonjolan papil ginjal ke piala. Papil ini terdiri dari pipa-pipa
pengeluaran/pembuangan tempat bermuaranya satuan ginjal (nefron). Pada tekanan
hidrostatis yang meninggi di dalam rongga piala, bentuk cekung kalises ini berobah jadi
ceper dan bila lebih lanjut menjadi cembung. Perobahan ini disebabkan oleh iskhemi,
nekrosis dan absorpsi jaringan, sedang jaringan di antara papil adalah bagian akhir yang
rusak. Tekanan hidrostatis yang tinggi bila terus berlangsung menyebabkan ginjal
tertinggal merupakan suatu kantong berdinding tipis berisi cairan yang terdiri dari air dan
elektrolit atau cairan nanah karena infeksi.

Dengan peningkatan tekanan hidrostatis di dalam piala yang mendekati tekanan


filtrasi glomeruli, 30 mm air raksa, menyebabkan berkurangnya pembentukan air kemih
dan gangguan pemekatan. Hidronefrosis adalah suatu jenis atrofi ginjal dengan
mengandung penumpukan cairan yang terjadi karena desakan oleh tingginya tekanan
hidrostatis. Sungguhpun hambatan pengaliran air kemih secara total, namun ginjal masih
membentuk air kemih terus. Air kemih ini pada piala diresorbir oleh tubuli, pembuluh
limfatis, pembuluh darah balik atau merembes ke dalam antar jaringan ginjal.
Hidronefrosis yang sebelah berakibat faalnya terganggu, untuk memenuhi kebutuhan
karena gangguan ini, ginjal yang normal di sebelah lain menjadi hipertrofi kompensatoris.
Bila kedua buah ginjal hidronefrotis, maka kedua buah ginjal mengusahakan faalnya
maksimal.

2.4 Manifestasi klinik

Gambaran klinis obstruksi saluran kemih. Nyeri adalah gejala yang paling sering
membutuhkan pengawasan medis. Nyeri pada obstruksi saluran kemih disebabkan oleh
distensi sistim pengumpul (kolektivus) atau kapsul ginjal. Beratnya nyeri lebih dipengaruhi
oleh laju saat distensi timbul dibandingkan dengan derajat distensi. Obstruksi supravesikal
akut, sebagai akibat tersumbatnya batu dalam ureter (Bab 246), nyeri yang bukan main
hebatnya, biasanya disebut kolik ginjal. Nyeri ini relatif tetap dan kontinu, dengan
intensitas yang sedikit berfluktuasi dan sering menyebar ke abdomen bagian bawah, testis,
atau labia. Sebaliknya, penyebab obstruksi yang lebih tersembunyi, seperti penyempitan
kronik persambungan ureteropelvik, dapat menimbulakan sedikit atau tidak nyeri sebelum
mengakibatkan destruksi total dari ginjal yang terkena. Nyeri panggul yang timbul hanya
pada saat berkemih adalah patognomonik untuk refluks vesikoureteral.

9
Azotemia terjadi pada obstruksi saluran kemih jika seluruh fungsi ekskresi
terganggu. Azotemia dapat terjadi pada keadaan obstruksi saluran keluar kandung kemih,
obstruksi ureter atau pelvis renalis bilateral, atau penyakit unilateral pada pasien yang
mempunyai sebuah ginjal soliter yang berfungsi. Obstruksi bilateral lengkap sebaiknya
diduga jika gagal ginjal akut disertai anuria. Setiap pasien dengan gagal ginjal yang tidak
jelas atau adanya riwayat nefrolitiasis, hematuria, diabetes mellitus, pembesaran prostat,
pembedahan pelvis, trauma atau tumor sebaiknya dievaluasi untuk mencari kemungkinan
obstruksi saluran kemih.

Gejala poliuria dan nokturia biasa menyertai obstruksi saluran kemih parsial
kronik dan diakibatkan oleh kemampuan konsentrasi ginjal yang terganggu. Defek ini
biasanya tidak membaik dengan pemberian vasopressin dan oleh karenanya adalah bentuk
diabetes insipidius nefrogenik didapat. Gangguan transport natrium klorida pada bagian
asenden ansa Henle dan, pada pasien yang azotemik, dieresis osmotic (urea) per nefron itu
mengakibatkan penurunan hipertonisitas meduler dan oleh karena itu terjadi defek
konsentrasi. Obstruksi parsial mungkin disertai dengan peningkatan daripada penurunan
jumlah urin yang keluar. Sesungguhnya, fluktuasi yang jauh berbeda dalam jumlah urin
yang keluar pada pasien dengan azotemia selalu meningkatkan kemungkinan obstruksi
saluran kemih intermiten atau parsial. Jika asupan cairan tidak adekuat, dehidrasi berat dan
dapat timbul hipernatremia. Berkemih yang terputus-putus (hesitancy) dan mengedan
untuk memulai berkemih, urin menetes setelah berkemih, rasa sering ingin berkemih, dan
inkontinensia biasa terjadi pada obstruksi atau dibawah tingkat kandung kemih.

Di samping hilangnya kemampuan mengkonsentrasi dan azotemia, obstruksi


parsial saluran kemih yang bilateral sering menyebabkan kerusakaan fungsi ginjal lainnya,
meliputi asidosis tubulus renal distal yang didapat, hiperkalemia, dan pembuangan garam
melalui ginjal. Morfologi kelainannya terlihat dini pada perjalanan obstruksi; mulanya
janringan interstisium menjadi edematosa dan diinfiltrasi oleh sel radang mononukleus.
Dengan berlanjut obstruksi, interstisium menjadii fibrotik; menimbulkan jaringan parut,
serta atrofi pada papilla dan medulla dan mendahului timbulnya proses ini pada korteks.

Kemungkinan obstruksi saluran kemih harus selalu di pertimbangkan pada pasien


dengan infeksi saluran kemih atau urolitiasis. Statis saluran kemih merangsang
pertumbuhan organism, seperti yang terjadi pada pembentukan Kristal, terutama

10
magnesium ammonium fosfat (struvit). Hipertensi sering ditemukan pada obstruksi
unilateral akut dan subakut dan biasanya akibat meningkatnya pelepasaan rennin oleh
ginjal yang terkena. Hidronefrosis kronik yang bersifat unilateral atau bilateral akibat
adanya pengembangan volume ekstraseluler atau penyakit ginjal lainnya, dapat
mengakibatkan hipertensi yang nyata. Polisitemia, komplikasi yang jarang dari uropati
obstruktif, mungkin sekunder akibat produksi eritropoeitin yang meningkan dari ginjal
yang mengalami obstruksi.

2.5 Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium

Pada perlangsungan penyakit yang menahun dijumpai anemia. Pada infeksi yang
menahun lekosit meninggi atau hanya sedikit saja. Kegagalan ginjal memberikan
gambaran darah kreatinin meninggi, ureum meninggi, fosfor meninggi, sedang kalsium
menurun demikian juga kalsium. Air kemih mengandung zat putih telor, darah atau sel-sel
nanah dan bakteri pada bakteriuri dan pyuri.

Sinar X.

Foto ikhtisar kesan besar ginjal, keadaan tulang, setiap pengapuran atau batu. Urogram
ekskretoris buat melihat funksi dan lintasan air kemih, seperti pelebaran saluran,
penyumbatan, tumbuhan dan menunjukkan batu yang tidak menahan sinar. Terlintas
dugaan adanya refluks kandung kemih ureter bila gambar menunjukkan pelebaran ureter
yang bertahan pada bagian bawah, bagian yang melebar pada ureter, keseluruhan ureter
tergambar jelas, hidronefrosis dengan penyempitan ureter-kandung kemih, gambaran
penyembuhan penderita pielonefritis, kalises melebar dan korteks menipis. Pada kandung
kemih tampak divertikula atau permukaan yang tidak rata. Sistografi retrograde buat
melihat perubahan-perubahan pada dinding kandung kemih karena hambatan pengaliran
dari kandung kemih ke uretra seperti trabekulasi dan divertikula, keadaan katub ureter-
kandung kemih tidak kompeten yang menggambarkan ureter dan piala karena refluks atau
bila disuruh buang air kecil lebih jelas. Urografi retrograde dapat memberikan gambaran
yang lebih baik dari ekskretoris, tetapi banyaknya bahan yang dimasukkan memberikan
penilaian yang bisa keliru.

11
Pielografi intravena dianjurkan jika ultrasonografi menunjuknna abnormalitas
obstruktif. Jika pasien tidak azotemik, dosis standar medium kontras biasanya memberikan
informasi yang adekuat. Pada insufisiensi renal, pielografi dosis tinggi (infus-tetes) dengan
nefrogram sering tertunda, tetapi pada akhirnya, massanya menjadi lebih padat dari pada
ginjal yang normal. Hal ini disebabkan karena terdapatna laju aliran cairan tubulus yang
lambat, yang menimbulkan peningkatan reabsorpsi air melalui nefron dan meningginya
konsentrasi medium kontras di dalam tubulus. Ginjal yang terkena proses obstruktif akut
biasanya agak membesar, dan terdapat dilatasi kaliks, pelvis renalis, dan ureter di atas
obstruksi. Namun, ureter tidak melekuk-lekuk, seperti pada kasus yang obstruksinya
bersifat kronik. Di bandingkan dengan nefrogram, pielogram mungkin akan terlihat sangat
kabur, terutama jika pelvis ginjal yang terdilatasi sangat besar menyebabkan dilusi
( pengeneran ) medium kontras. Pemeriksaan radiografik sebaiknya dilanjutkan sampai
tempat obstruksi ditentukan atau medium kontras diekskresi. Pemindaian radionuklid
kurang menggambarkan detil anatomik dibandingkan pielografi intravena, dan seperti
pielogram, kegunaanya terbatas apabila fungsi ginjal buruk. Namun, pemindaian seperti ini
sensitif untuk mendeteksi obstruksi dan berfungsi sebagai tes pengganti pada beberapa
pasien yang berisiko tinggi mengalami reaksi terhadap zat warna kontras intravena.

Tomografi terkomputasi (pemindaian CT) berguna dalam mendiagnosis


penyebab obstruksi intraabdominal dan retroperitoneal yang spesifik, tetapi kurang praktis
bila digunakan sebagai tes awal umur menetapkan adanya obstruksi. Pencitraan resonansi
magnetik (MRI) mungkin juga berguna untuk mengidentifikasi penyebab obstruktif yang
spesifik.

2.6 Penatalaksanaan
Seorang individu dengan setiap bentuk obtruksi saluran kemih yang dikomplikasi
oleh infeksi memerlukan penglihatan obstruksi segera mungkin untuk mencegah
perkembangan penyakit menjadi sepsis generalisata dan kerusakan ginjal yang progresif.
Pada dasar yang sementara, tergantung tempat obstruksi, aliran sering dicapai secara
memuaskan dengan nefrostomi, ureterostomi, atau kateterisasi ureteral, uretral, atau
suprapubik. Pasien dengan infeksi saluran kemih akut dan obstruksi sebaiknya diberikan
antibiotic yang tepat berdasarkan sensitivitas bacterial in vitro dan kemampuan obat untuk
mengkonsentrasikan dalam ginjal dan urin.

12
Terapi mungkin diperlukan selama 3 sampa 4 minggu. Infeksi yang kronikatau
rekuren pada sebuah ginjal yang terobstruksi, dengan fungsi intrinsic yang buruk, dapat
memerlukan nefrektomi. Jika tidak terdapat infeksi, pembedahan segera sering tidak
diperlukan, bahkan bila terdapat obstruksi total dan anuria (Karena tersedianya dialisis),
paling tidak sampai keadaan asam-basa, cairan dan elektrolit, dan kardiovaskuler kembali
normal. Namun, tempat obstruksi sebaiknya dipastikan sesegera mungkin sebagian
disebabkan oleh adanya kemungkinan bahwa sepsis dapat terjadi dan memerlukan
intervensi urologic pendahuluan. Menghilangkan obstruksi secara elektif biasanya
dianjurkan pada pasien dengan retensi urin, infeksi saluran kemih rekuren, nyeri yang
persisten, atau hilangnya fungsi ginjal yang progresif. Obstruksi mekanis jarang dikurangi
dengan cara nonbedah, seperti terapi radiasi untuk limfoma retroperitoneal. Demikian juga,
obstruksi fungsional sekunder terhadap kandung kemih neurogenik mungkin berkurang
dengan gabungan berkemih yang sering dan obat kolinergik. Pendekatan terhadap
obstruksi sekunder akibat batu ginjal.

Dengan menghilangkan obstruksi, prognosis mengenai kembalinya fungsi ginjal


sangat tergantung apakah telah terjadi kerusakan ginjal ireversibel. Apabila obstruksi tidak
dapat dibebaskan, perjalanan penyakit terutama akan bergantung pada apakah obstruksi
tersebut total atau tidak total, bilateral atau unilateral, dan apakah juga dijumpai adanya
infeksi saluran kemih. Obstruksi yang lengkap dengan infeksi dapat mengakibatkan
destruksi total ginjal dalam waktu beberapa hari. Pada anjing, pelepasan obstruksi total
dalam jangka waktu 1 sampai 2 minggu mengembalikan laju filtrasi glomelurus, secara
berturut-turut sampai 60 dan 30 persen dari normal. Setelah mengalami obstruksi 8
minggu, kesembuhan tidak terjadi. Namun, tanpa adanya tanda ireversibilitas yang pasti,
setiap usaha sebaiknya dilakukan untuk menghilangkan, dengan harapan mengembalikan
fungsi ginjal paling tidak sebagian.

Pada pasien yang mengalami sistektomi pada kanker kandung kemih, saluran ileal
sekarang ini merupakan prosedur pengalihan urin yang lebih disukai. Pendekatan ini lebih
disukai dari pada ureterosigmoidostomi, sebuah prosedur yang dikomplikasi oleh
tingginya insidensi obstruksi ureter, refluks, asidosis metabolik hipokalemik, pielonefritis,
dn neoplasma yang berkembang pada tempat anastomosis ureter.

13
DIURESIS PASCAOBSTRUKTIF penyembuhan bukan yang unilateral, obstruksi
saluran kemih total bilateral yang sempurna, bukannya obstruksi saluran kemih total
unilateral biasanya mengakibatkan dieresis pasca-obstruktif, ditandai dengan poliuria,
yang mungkin bersifat massif. Urin biasanya hipotonik dan mengandung jumlah besar
natrium klorida. Natriuresis disebabkan oleh ekskresi urea yang tertahan,yang berperan
sebagai larutan yang daya reabsorpsinya buruk, serta mengurangi reabsorpsi garam dan air
pada tubulus paling tidak sebagian (dieresis osmotik). Kenaikan tekanan intratubuler
sangat mungkin menambah gangguan reabsorbsi natrium klorida bersih, terutama pada
nefron segmen terminal. Faktor natriuretik (selain urea) juga terakumulasi selama uremia
yang diakibatkan oleh obstruksi dan menekan reabsorbsi garam dan air jika aliran urin
tidak diperbaiki.

Pada sebagian besar pasien diuresis ini bersifat fisiologik, mengakibatkan ekskresi
kelebihan garam dan air yang tertahan dengan selama periode obstruksi. Jika volume
ekstraseluler dan komposisi kembali normal, dieresis biasanya mereda secara spontan.
Oleh karena itu, penggantian urin yang hilang sebaiknya hanya dilakukan untuk mencegah
hipovolemia, hipotensi atau gangguan konsentrasi elektrolit serum. Kadang-kadang
ekspansi iatrogenic dari volume ekstraseluler, sekunder akibat pemberian jumlah cairan
intravena yang berlebihan, bertanggung jawab terhdap , atau mempertahankan, dieresis
yang ditemukan pada periode pascaobstruksi. Penggantian tidak lebih dari dua pertiga
volume urin yang hilang perhari biasanya efektif untuk menghindari komplikasi ini. Pada
pasien tertentu, meskipun demikian menghilangkan obstruksi mungkin diikuti hilangnya
garam dan air yang cukup berat sehingga menimbulkan dehidrasi berat dan kolaps
vaskuler pada pasien ini, defek intrinsic pada fngsi reabsorbsi tubulus mungkin
bertanggung jawab terhadap diuresis yang nyata. Terapi yang tepat pada pasien seperti ini
meliputi pemberian sejumlah besar larutan yang mengandung garam secara intravena
untuk mengganti natrium dan defisit volume.

14
KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian anamnese, riwayat keluhan utama, riwayat kesehatan dahulu dan


riwayat psikososiokultural.
1. Pengkajian anamnese : Nama, umur, jenis kelamin, alamat dan pekerjaan.
2. Riwayat keluhan utama : Klien mengeluh rasa sakit di pinggang, atau klien

mempunyai riwayat kencing mengeluatkan batu dan kencing yang disertai darah.
3. Riwayat kesehatan dahulu : Biasanya klien pernah menderita penyakit infeksi

saluran kemih.
4. Riwayat psikososiokultural : klien dapat mengalami masalah kecemasan tentang

kondisi yang dialami, juga berkenaan dengan rasa nyeri, dapat juga

mengekspresikan masalah tentang kekambuhan dan dampak pada pekerjaan serta

aktifitas harian lainnya.


B. Pengkajian pemeriksaan fisik
1. Aktivitas/istrahat
Pekerjaan menonton, pekerjaan dimana klien terpajan pada lingkungan

yang bersuhu tinggi. Keterbatasan aktifitas/imobilitas sehubungan dengan keadaan

sebelumnya (misalnya cedera medulla spinalis)


2. Sirkulasi
Gejala : Peningkatan Tekanan darah/nadi (nyeri, ansietas, gagal ginjal),

kulit hangat serta kemerahan dan pucat.


3. Eliminasi

Riwayat adanya Infeksi Saluran Kemih (ISK) kronis, obstruksi sebelumnya

( kalkulus). Menurunnya haluaran urine, kandung kemih penuh dan adanya

dorongan kandung kemih.

Gejalanya : Oliguria, hematuria, piuria. Dan perubahan pola

perkemihan.

4. Makanan dan cairan

15
Muntah/mual, nyeri tekan abdomen. Diet rendah purin, kalsium oksalat dan

fosfat. Ketidakcukupan pemasukan cairan, kurang mengkonsumsi air dengan

cukup.

Gejalanya : Distensi abdominal, menurunnya atau tidak adanya bising

usus, muntah.

5. Nyeri/ketidaknyamanan

Episode akut nyeri berat/kronik. Lokasi tergantung pada lokasi obstruksi,

misalnya pada panggul di region sudut kostovetebral ; bisa menyebar keseluruh

pinggang, abdomen dan turun ke lipat paha dan genetalia.

Gejalanya : Demam dan mengigil.

C. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d peningkatan frekuensi kontraksi uretra, trauma jaringan, edema dan
iskemia seluler.
2. Perubahan eliminasi urine b.d stimulasi kandung kemih oleh batu, iritasi ginjal dan
ureter, obstruksi mekanik dan peradangan.
3. Kekurangan volume cairan b.d mual/muntah (iritasi saraf abdominal dan pelvis
ginjal atau kolik ureter, diuresis pasca obstruksi).

C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1 : Nyeri akut b.d peningkatan frekuensi kontraksi uretra, trauma
jaringan, edema dan iskemia seluler.
Tujuan: Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam nyeri akut dapat diatasi
Kriteria hasil:
Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
Mampu mengenali (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

No Intervensi Rasional
1. Catat lokasi, lamanya/intensitas nyeri Membantu evaluasi tempat obstruksi dan
(skala 1-10) dan penyebarannya. kemajuan gerakan batu. Nyeri panggul
Perhatiakn tanda non verbal seperti: sering menyebar ke punggung, lipat paha,
peningkatan TD dan DN, gelisah, genitalia sehubungan dengan proksimitas
meringis, merintih, menggelepar. pleksus saraf dan pembuluh darah yang

16
menyuplai area lain. Nyeri tiba-tiba dan
hebat dapat menimbulkan gelisah,
takut/cemas.
2. Lakukan tindakan yang mendukung Meningkatkan relaksasi dan menurunkan
kenyamanan (seperti masase ketegangan otot.
ringan/kompres hangat pada punggung,
lingkungan yang tenang)
3. Bantu/dorong pernapasan dalam, Mengalihkan perhatian dan membantu
bimbingan imajinasi dan aktivitas relaksasi otot
terapeutik
4. Perhatikan peningkatan/menetapnya Obstruksi lengkap ureter dapat menyebabkan
keluhan nyeri abdomen. perforasi dan ekstravasasiurine ke dalam
area perrenal, hal ini merupakan kedaruratan
bedah akut.
5. Kolaborasi pemberian obat sesuai
program terapi: Analgetik (gol. narkotik) biasanya diberikan
selama episode akut untuk menurunkan kolik
Analgetik, ureter dan meningkatkan relaksasi
otot/mental
Antispasmodik,
Menurunkan refleks spasme, dapat
Kortikosteroid menurunkan kolik dan nyeri.

Mungkin digunakan untuk menurunkan


edema jaringan untuk membantu gerakan
batu.
6. Pertahankan patensi kateter urine bila Mencegah stasis/retensi urine, menurunkan
diperlukan risiko peningkatan tekanan ginjal dan infeksi

Diagnosa 2 : Perubahan eliminasi urine b.d stimulasi kandung kemih oleh batu,
iritasi ginjal dan ureter, obstruksi mekanik dan peradangan.

Tujuan: Setelah dilakukan perawatan 3x24 jam perubahan terhadap eliminasi urine
dapat diatasi.

Kriteria hasil:
Intake cairan dalam rentan normal
Balance cairan seimbang
Tidak ada spasme bladder

No Intervensi Rasional
1 Awasi asupan dan haluaran, Memberikan informasi tentang fungsi ginjal dan
karakteristik urine. adanya komplikasi.
2 Tentukan pola berkemih normal Batu saluran kemih dapat menyebabkan

17
klien dan perhatikan variasi yang peningkatan eksitabilitas saraf sehingga
terjadi. menimbulkan sensasi kebutuhan berkemih
segera. Biasanya frekuensi dan urgensi
meningkat bila batu mendekati pertemuan
uretrovesikal.
3 Dorong peningkatan asupan Peningkatan hidrasi dapat membilas bakteri,
cairan. darah, debris dan membantu lewatnya batu
4 Pantau hasil pemeriksaan Peninggian BUN, kreatinin dan elektrolit
laboratorium (elektrolit, BUN, menjukkan disfungsi ginjal
kreatinin)
5 Berikan obat sesuai indikasi:
Meningkatkan pH urine (alkalinitas) untuk
Asetazolamid (Diamox), menurnkan pembentukan batu asam.
Alupurinol (Ziloprim)
Mencegah stasis urine ddan menurunkan
Hidroklorotiazid (Esidrix, pembentukan batu kalsium.
Hidroiuril), Klortalidon (Higroton)
Menurunkan pembentukan batu fosfat
Amonium klorida, kalium atau
natrium fosfat (Sal-Hepatika) Menurnkan produksi asam urat.

Agen antigout mis: Alupurinol Mungkin diperlukan bila ada ISK


(Ziloprim)
Mengganti kehilangan yang tidak dapat teratasi
Antibiotika selama pembuangan bikarbonat dan atau
alkalinisasi urine, dapat mencegah pemebntukan
Natrium bikarbonat batu.

Asam askorbat Mengasamkan urine untuk mencegah


berulangnay pembentukan batu alkalin

Diagnosa 3 : Kekurangan volume cairan b.d mual/muntah (iritasi saraf


abdominal dan pelvis ginjal atau kolik ureter, diuresis pasca obstruksi).
Tujuan: Setelah dilakukan perawatan 3x24 jam, kekurangan volume cairan dapat
diatasi.

Kriteria hasil:
Tidak ada tanda dehidrasi
Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal,
HT normal
Elastisitas turgol kulit baik, membran mukosa lembab dan tidak ada rasa haus
yang berlebihan

18
No Intervensi Rasional
1 Awasi asupan dan haluaran Mengevaluasi adanya stasis urine/kerusakan
ginjal.
2 Catat insiden dan karakteristik Mual/muntah dan diare secara umum
muntah, diare. berhubungan dengan kolik ginjal karena saraf
ganglion seliaka menghubungkan kedua ginjal
dengan lambung.
3 Tingkatkan asupan cairan 3-4 liter/hari Mempertahankan keseimbangan cairan untuk
homeostasis, juga dimaksudkan sebagai upaya
membilas batu keluar.
4 Awasi tanda vital Indikator hiddrasi/volume sirkulasi dan
kebutuhan intervensi.
5 Timbang berat badan setiap hari Peningkatan BB yang cepat mungkin
berhubungan dengan retensi.
6 Kolaborasi pemeriksaan HB/HT dan Mengkaji hidrasi dan efektiviatas intervensi.
elektrolit.
7 Berikan cairan infus sesuai program Mempertahankan volume sirkulasi (bila asupan
terapi. per oral tidak cukup)
8 Kolaborasi pemberian diet sesuai Makanan mudah cerna menurunkan aktivitas
keadaan klien saluran cerna, mengurangi iritasi dan
membantu mempertahankan cairan dan
keseimbangan nutrisi.
9 Berikan obat sesuai program terapi Antiemetik mungkin diperlukan untuk
(antiemetik misalnya Proklorperasin/ menurunkan mual/muntah.
Campazin).

D. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan

oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi

kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan

(Potter & Perry, 2011).

E. Evaluasi Keperawatan

Tahap evaluasi dalam proses keperawatan mencakup pencapaian terhadap

tujuan apakah masalah teratasi atau tidak. Dan apabila masalah tidak berhasil

19
teratasi. Hal tersebut perlu dikaji, direncanakan dan dilaksanakan dalam jangka

waktu panjang maupun pendek yang tergantung pada respon dalam keefektifan

intervensi. Dimana pada klien dengan gangguan saluran kemih yang berhubungan

dengan obstruksi dapat dilihat :

1. Nyeri tidak terjadi/berkurang


2. Gangguan eliminasi teratasi
3. Kekurangan volume cairan teratasi

20
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Obstruksi urinaria atau sumbatan pada sistem perkemihan dapat menjadi sebuah

presentasi adanya gangguan kesehatan pada saluran perkemihan ringan hingga kondisi

kesehatan yang serius. Kedua kondisi tersebut, baik ringan, sedang maupun kondisi

serius/berat harus mendapatkan perhatian medis karena hal ini dapat menyebabkan gagal

ginjal jika tidak dilakukan pengobatan.

Obstruksi dapat terjadi di mana saja dari saluran atau system perkemihan, yaitu:

Ginjal
Ureter (tabung berupa saluran antara ginjal dan kandung kemih)
Kandung kemih
Prostat (pada pria)
Uretra (tabung antara kandung kemih dan pintu keluar urin)

21
DAFTAR PUSTAKA

Gillenwater JY : The pathophysiology of urinary obstruction, in Campbells

Urollogy, 6th ed, PC Walsh et al. (eds) Philadelphia, Saunders.


Harris RH, Yarger WE : The pathogenesis of post-obstructive diuresis. J Clin

Invest.
Yarger WE : Urinary tract obstruction in The Kidney, 4th ed, BM Brenner, FC

Rector Jr (eds).
Hardhin, Armin. 2013. Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa medis

Nanda NIC-NOC. Ed. 1. Jogjakarta : mediaction publishing.


Dr. Nursalam, dkk. 2009. Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan

sistem perkemihan. Jakarta : Salemba Medika


Engram, Barbara. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah. Vol 1. Jakarta :

EGC.

22

Anda mungkin juga menyukai