Anda di halaman 1dari 16

Nyeri Dada akibat Infark Miocard dengan Elevasi ST

(STEMI)
Rafael Bimo / 102016132

Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta


Jln. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510. Telephone : (021) 5694-2061, fax : (021)
563-1731

Pendahuluan

Penyakit infark miokard merupakan gangguan aliran darah ke jantung yang menyebabkan
sel otot jantung mati. Aliran darah di pembuluh darah terhenti setelah terjadi sumbatan koroner
akut, kecuali sejumlah kecil aliran kolateral dari pembuluh darah di sekitarnya. Daerah otot di
sekitarnya yang sama sekali tidak mendapat aliran darah atau alirannya sangat sedikit sehingga
tidak dapat mempertahankan fungsi otot jantung, dikatakan mengalami infark. Infark miokard akut
dengan elevasi segmen ST (ST Elevation Myocardial Infarct) merupakan bagian dari spektrum
sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri atas angina pektoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST,
dan IMA dengan elevasi ST.

Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) terjadi jika aliran darah koroner menurun
secara mendadak akibat oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya.
Trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskuler, dimana injuri ini dicetuskan
oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid. Infark Miokard Akut
diklasifikasikan berdasar EKG 12 sandapan menjadi Infark miokard akut ST-elevasi (STEMI),
oklusi total dari arteri koroner yang menyebabkan area infark yang lebih luas meliputi seluruh
ketebalan miokardium, yang ditandai dengan adanya elevasi segmen ST pada EKG. Infark
miokard akut non ST-elevasi (NSTEMI), oklusi sebagian dari arteri koroner tanpa melibatkan
seluruh ketebalan miokardium, sehingga tidak ada elevasi segmen ST pada EKG.
Anamnesis

Merupakan suatu wawancara antara pasien dengan dokter untuk mengetahui


riwayat kondisi pasien, riwayat penyakit pasien dahulu, riwayat penyakit keluarga, gejala-gejala
yang dialami pasien. Jenis anamnesis yang dapat dilakukan adalah autoanamnesis dan
alloanamnesis. Autoanamnesis dapat dilakukan jika pasien masih berada dalam keadaan sadar.
Sedangkan bila pasien tidak sadar, maka dapat dilakukan alloanamnesis yang menyertakan kerabat
terdekatnya yang mengikuti perjalanan penyakitnya.1

1. Identitas pasien
Menanyakan kepada pasien : Nama lengkap pasien, umur pasien ,tanggal lahir, jenis
kelamin,agama, alamat, umur (orang tua), pendidikan dan pekerjaan (orang tua) ,suku
bangsa.
2. Keluhan utama : pasien datang dengan keluhan nyeri pada dada terus menerus sejak 3
jam yang lalu dan menjalar ke lengan kiri.
3. Riwayat Penyakit Sekarang : nyeri konstan yang muncul pada dada bagian tengah
menjalar ke lengan kiri. Akan terasa saqkit jika beraktivitas.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Menanyakan riwayat penyakit dahulu (penyakit sebelumnya). Apakah sebelumnya pasien
pernah mengalami penyakit yang sama, ataupun penyakit lain yang pernah pasien derita.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Tanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama. Tanyakan
pula tentang kebersihan perorangan atau kebiasaan bermain: ayah pasien meninggal karena
penyakit jantung jantung.
6. Pertanyaan-pertanyaan khusus yang dapat ditanyakan berhubungan dengan infark miokard
akut antara lain mengenai keluhan sakit dada, dan faktor resiko.2

• Faktor pencetus yang paling sering : kegiatan fisik yang berat


• Kualitas sakit dada : didaerah kiri dada, rasa sakit tidak jelas akan tetapi banyak yang
menggambarkan seperti ditusuk, dibakar atau ditimpa beban berat.
• Penjalaran : penjalaran hinga ke lengan kiri
• Faktor resiko berupa usia, jenis kelamin, keturunan, kepribadian tipe a, obesitas, merokok,
dm, hiperkolesterolemia.
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi (LOOK

Inspeksi adalah mengamati daerah yang sakit yang menjadi keluhan utama dari pasien. Sama
dengan inspeksi toraks anterior dan posterior, inspeksi jantung pun harus dipastikan bahwa area
yang diperiksa bebas dari pakaian atau penutup. Secara umum hal yang harus diperhatikan adalah:
 Kulit
Apakah pada kulitnya terdapat bekas luka, penonjolan, perubahan warna kulit, atau
kelainan lainnya.

 Bentuk toraks
Apakah simetris atau asimetri, apakah terdapat deformitas, pectus excavatum (funchest),
pectus carinatum (pigeon chest), barrel chest, kyphoscoliosis, dll.

 Apeks Jantung
Khusus pada pemeriksaan jantung, perhatikan letak apeks jantung di Intercosta IV atau V
di galis Mid Clavicula kiri.

Palpasi (FEEL)

Palpasi adalah dengan meraba dan menekan daerah toraks dan daerah disekitar jantung.
Palpasi apeks jantung dan periksa lokasi, amplitudo, dan lamanya. Raba impuls ventrikel kanan
pada garis parasternal kiri dan area epigastrium. Jika terdapat impuls yang kuat dicurigai
pembesaran ventrikel kanan. Palpasi intercostal kanan dan kiri dekat sternum, catat jika
terdapat thrillpada area ini. Kemungkinan temuan adalah perabaan pulsasi pembuluh darah, S2
yang menonjol, thrill pada stenosis aorta atau pulmonal.

Perkusi
Perkusi pada jantung biasa dilakukan untuk menjadi batas paru-jantung. Agar mengetahui
ukuran jantung, batas pinggang jantung, sehingga bisa dicurigai terjadi pembesaran atau tidak.
Auskultasi

Lakukan auskultasi di area aorta yaitu interkostal II garis sternal kanan, di area pulmonal yaitu
interkostal II garis sternal kiri, di area ventrikel kanan yaitu interkostal IV/V garis sternal kanan,
di area ventrikel kiri yaitu interkostal IV/V garis midclavicula kiri, dan di regio epigastrium garis
midsternal. Gunakan diafragma steteskop pada area yang tadi untuk bunyi :3
 Bunyi jantung nada tinggi : S1 dan S2
 Bising aorta regurgitasi dan mitral regurgitasi
 Pericardial friction rub
Gunakan steteskop pada sisi sungkup/bell untuk mendengarkan :
 Bunyi jantung rendah : S3 dan S4
 Murmur Mitral Stenosis
 Tidak ditekan terlalu keras
 Dengarkan di apeks kemudian pindah ke medial pada LSB
 Mid Sistolik Click, Ejection Sound, Opening Snap = OS dengan steteskop sungkup ditekan
keras pada dinding dada
 Dengarkan seluruh prekordium dengan posisi telentang

Dua posisi penting yang lain adalah Left Lateral Decubitus (dimana posisi ini LV dekat dengan
dinding dada, sehingga memperjelas bunyi S3 dan S4, bising mitral terutama MS). Posisi duduk,
membungkuk, tahan napas dalam keadaan ekspirasi (posisi ini dapat memperjelas Early Diastolic
Murmur dari AR).
Pada keadaan STEMI ditemukan disfungsi ventrikular S4 dan S3 Gallop, penurunan intensitas
bunyi jantung pertama, dan split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan murmur
midsistolik atau late sistolik apikal yang bersibat sementara karena disfungsi aparatus katup mitral
dan pericardial friction rub.2
Pemeriksaan Penunjang

Elektrokardiogram
Pemeriksaan EKG 12 sandapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri dada atau
keluhan yang dicurigai STEMI. Pemeriksaan ini harus dilakukan segera dalam 10 menit sejak
kedatangan di IGD. Pemeriksaan EKG di IGD merupakan landasan dalam menentukan keputusan
terapi karena bukti kuat menunjukan gambaran elevasi segmen ST dapat mengidentifikasi pasien
yang bermanfaat untuk dilakukan terapi reperfusi. Jika pemeriksan EKG awal tidak diagnostik
untuk STEMI tetapi pasien tetap simtomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serial
dengan interval 5-10 menit atau pemantauan EKG 12 sandapan secara kontinyu harus dilakukan
untuk mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen ST. Pada pasien dengan STEMI inferior,
EKG sisi kanan harus diambil untuk mendeteksi kemungkinan infark pada ventrikel kanan.1

Laboratorium

Pemeriksaan yang dianjurkan adalah creatinine kinase (CK)MB dan cardiac specific troponin
(cTn)T atau cTn I dan dilakukan secara serial. cTn harus digunakan sebagai petanda optimal untuk
pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal, karena pada keadaan ini juga akan diikuto
peningkatan CKMB, pada pasoen dengan elevasi ST dan gejala IMA, terapi reperfusi diberikan
segera meungkin dan tidak tergantung pada pemeriksaan biomarker.1
Peningkatn nilai enzim di atas 2 kali nilai batas atas normal menunjukkan ada nekrosis
jantung (infark miokard).
 CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10- 24
jam dan kembali normal dalam 2- 4 hari. Operasi jantung, miokarditis dan kardioversi elektrik
dapat meningkatkan CKMB.4
 cTn: ada 2 jenis cTn T dan cTn I. enzim ini meningkat setelah 2jam bila ada infark miokard dan
mencapai puncak dalam 10- 24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5- 14 hari,
sedangkan cTnI setelah 5- 10 hari.
Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu1:
 Mioglobin: dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai puncak dalam 4- 8 jam.
 Creatinine kinasi (CK): meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard dan mencapai
puncak dalam 10- 36 jam dan kembali normal dalam 3- 4 hari.
 Latic dehydrogenase (LDH): meningkat setelah 24- 48 jam bila ada infark miokard, mencapai
puncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8- 14 hari.

Ekokardiogram

Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau dinding ventrikuler dan
konfigurasi atau fungsi katup. Dapat pula digunakan untuk melihat luasnya iskemia bila dilakukan
waktu dada sedang berlangsung.5

Angiografi Koroner

Coronary angiography merupakan pemeriksaan khusus dengan sinar x pada jantung dan
pembuluh darah. Sering dilakukan selama serangan untuk menemukan letak sumbatan pada arteri
koroner.6

Working diagnosis

Infark miokard dengan elevasi ST (STEMI)


Infark miokard dengan elevasi ST merupakan bagian dari spectrum sindrom koroner akut
yang gejalanya dapat ditandai dengan adanya serangan angina pectoris. Angina pectoris adalah
rasa nyeri yang timbul akibat iskemi miokardium. Diagnosis infark miokard dengan elevasi ST
dapat ditegakan berdasarkan anamnesis nyeri dada yang khas dan gambaran EKG adanya elevasi
ST ≥ 2 mm, minimal pada 2 sadapan prekordial yang berdampingan atau ≥ 1 mm pada 2 sadapan
ekstremitas. Pemeriksaan enzim jantung, terutama troponin T yang meningkat, memperkuat
diagnostic. Namun keputusan memberikan terapi revaskularisasi tak perlu menunggu hasil
pemeriksaan enzim, mengingat dalam tatalaksana infark miokard.2

Epidemiologi

Infark miokard akut (IMA) merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di negara
maju. Laju mortalitas awal (30 hari) pada IMA adalah 30% dengan lebih dari separuh kematian
terjadi sebelum pasien mencapai rumah sakit. Walaupun laju mortalitas menurun sebesar 30%
dalam 2 dekade terakhir, sekitar 1 di antara 25 pasien yang tetap hidup pada perawatan awal,
meninggal dalam tahun pertama setelah IMA.2 Di Inggris penyakit kardiovaskular membunuh 1
dari 2 penduduk dalam populasi, dan menyebabkan hampir sebesar 250.000 kematian pada tahun
1998.

Pada survei kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1992, kematian akibat penyakit
kardiovaskuler menempati urutan pertama (16%) untuk umur di atas 40 tahun. SKRT pada tahun
1995 di Pulau Jawa dan Pulau Bali didapatkan kematian akibat penyakit kardiovaskuler tetap
menempati urutan pertama dan persentasenya semakin meningkat (25%) dibandingkan dengan
SKRT tahun 1992. Di Makassar, didasari data yang dikumpulkan di rumah sakit (RS) selama 5
tahun (1985 sampai 1989), ternyata penyakit kardiovaskuler menempati urutan ke 5 sampai 6
dengan persentase berkisar antara 7,5 sampai 8,6%. PJK terus-menerus menempati urutan pertama
di antara jenis penyakit jantung lainnya. dan angka kesakitannya berkisar antara 30 sampai 36,1%.
Kejadian sindrom koroner akut menunjukkan laki-laki lebih rawan terkena untuk sekitar umur 70
tahun atau lebih. Semakin bertambah umur, semakin bertambah pula risiko terkena sindrom
koroner akut ini.

Etiologi

Terjadinya infark miokard akut biasanya dikarenakan aterosklerosis pembuluh darah


koroner. Nekrosis miokard akut terjadi akibat penyumbatan total arteri koronaria oleh trombus
yang terbentuk pada plak aterosklerosis yang tidak stabil. Ini semua juga sering mengikuti ruptur
plak pada arteri koroner dengan stenosis ringan. Penurunan aliran darah koroner dapat juga
disebabkan oleh syok dan hemoragik. Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
miokard merupakan dasar dari terjadinya proses iskemik tersebut.2,9 Pada kondisi yang jarang,
STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang disebabkan oleh emboli koroner,
abnormalitas kongenital, spasme koroner, dan berbagai penyakit inflamasi sistemik.2

Patofisiologi

Infark miokard akut (IMA) dengan elevasi gelombang ST (STEMI) umumnya terjadi jika
aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerotik
yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat
biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu, STEMI
terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri ini dicetuskan oleh faktor-
faktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid.2

Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, rupture
atau ulserasi dan jika kondisi local atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi thrombus
mural pada lokasi rupture yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histology
menunjukkan plak koroner cendeeung mengalami rupture jika mempunyai vibrous cap yang tipis
dan intinya kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin
rich red trombus, yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI memberikan respon terhadap
terapi trombolitik.2
Selanjutnya pada lokasi rupture plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin, serotonin)
memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan tromboksan A2
(vasokonstriktor local yang poten). Selain itu aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi
reseptor glikoprotein IIB/IIIA. Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor, mempunyai
afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut (integrin) seperti faktor
von Willebrand (vWF) dan fibrinogen, dimana keduanya adalah molekul multivalent yang dapat
mengikat dua platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelet dan
agregasi.2
Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue faktor pada sel endotel yang rusak. Faktor
VII dan X diaktivasi mengakibatkan konversi protombin menjadi thrombin, yang kemudian
menkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat (culprit) kemudian akan
mengalami oklusi oleh trombosit dan fibrin. Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga
disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas
congenital, spasme koroner dan berbagai penyakit inflamasi sistemik.2

Differential diagnosis

Angina pectoris stabil


Sindroma klinis yang disebabkan oleh iskemia miokard yang sementara. Biasanya
mempunyai karakteristik tertentu:
 Lokasinya biasanya di dada, substernal atau sedikitdi kirinya, dengan penjalaran ke leher,
rahang, bahu kiri sampai dengan lengan dan jari-jari bagian ulnar, punggung/pundak kiri.3
 Nyeri berhubungan dengan aktivitas, hilang dengan istirahat; tapi tak berhubungan dengan
gerakan pernapasan atau gerakan dada ke kiri dan kekanan. Nyeri juga dapat dipresipitasi
oleh stres fisik ataupun emosional.3
 Kuantitas: Nyeri yang pertama sekali timbul biasanya agak nyata, dari beberapa menit sampai
kurang dari 20 menit. Bila lebih dari 20 menit dan berat maka harus dipertimbangkan sebagai
angina tak stabil (unstable angina pectoris = UAP) sehingga dimasukkan ke dalam sindrom
koroner akut, yang memerlukan perawatan khusus.3,4

Pada AP stabil, nyeri dada yang tadinya agak berat, berangsur-angsur turun kuantitas dan
intensitasnya dengan atau tanpa pengobatan, kemudian menetap (misalnya beberapa hari sekali,
atau baru timbul pada beban/stres yang tertentu atau lebih berat dari sehari-harinya).3,4
Pada sebagian pasien lagi nyeri dadanya bahkan berkurang terus sampai akhirnya
menghilang, yaitu menjadi asimtomatik, walaupun sebetulnya adanya iskemia tetap dapat terlihat
misalnya pada EKG istirahatnya, keadaan yang disebut sebagai "silent iskhemia" .

Angina pektoris tak stabil dan infark miokard akut tanpa elevasin ST (NSTEMI)

Angina Pektoris Tak Stabil (unstable angina pektoris = UAP) dan infark miokard akut
tanpa elevasin ST(non ST Elevation Myokardial Infarction = NSTEMI ) diketahui
merupakan kesinambungan dengan kemiripan patofisiologi dan gambaran klinis, namun berbeda
derajat berat ringannya ,sehingga pada prinsip penatalaksanaan keduanya tidak berbeda. Yang
terutama berbeda apakah iskemi yang terjadi cukup berat untuk mengakibatkan
kerusakan miokard dan petanda kerusakan otot yang dapat diperiksa secara kuantitatif; yang
tersering troponin I (Tn I), troponin T (Tn T), atau creatine kinase-MB (CK-MB). Jika sudah
terbukti tidak ada pertanda biokimia nekrosis miokard yang dikeluarkan, maka pasien dikatakan
menglami UAP. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika pasien dengan manifestasi klinis UAP
menujukan adanya nekrosis miokard berupa peningkatan biokimarker jantung. Pada keadaan
tersebut dapat terjadi perubahan pada segmen T atau gelombang T. Pada pasien UAP, hal ini bisa
saja terjadi namun biasanya tidak menetap. Pertanda dari kerusakan miokard dapat terdeteksi di
dalam darah beberapa jam setelah kejadian nyeri iskemik, yang memberi petunjuk untuk
membedakan UAP dan NSTEMI.1

Manifestasi Klinik

Gejala-gejala dari STEMI, antara lain sebagai berikut:6

1. nyeri dada sentral yang berat , seperti rasa terbakar, ditindih benda berat lebih dari 30 menit.
2. Cemas dan tidak bisa istirahat (gelisah).
3. Ekstremitas pucat disertai keringat dingin atau banyak keringat.
4. Tidak hilang dengan nitrat.

Penatalaksaan

Tujuan utama tatalaksana IMA adalah diagnosis cepat, menghilangkan nyeri dada,
penilaian dan implementasi strategi reperfusi yang mungkin dilakukan, pemberian antitrombotik
dan terapi antiplatelet, pemberian obat penunjang dan tatalaksana komplikasi IMA.2

Tatalaksana pra-rumah sakit

Prognosis STEMI sebagian besar tergantung adanya 2 kelompok komplikasi umum yaitu
komplikasi elektrikal (aritmia) dan komplikasi mekanik (pump failure). Sebagian besar kematian
di luar RS pada STEMI disebabkan adanya fibrilasi ventrikel mendadak, yang sebagian besar
terjadi dalam 24 jam pertama onset gejala. Dan lebih dari separuhnya terjadi pada jam pertama.
Sehingga elemen utama tatalaksana pra-RS pada pasien yang dicurigai STEMI antara lain :2
 Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis.
 Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan resusitasi.
 Transportasi pasien ke RS yang memiliki fasilitas ICCU/ICU serta staf medis dokter dan
perawat yang terlatih.
 Melakukan terapi reperfusi.

Tatalaksana di IGD

Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang dicurigai STEMI mencakup


mengurangi/menghilangkan nyeri dada, identifikasi cepat pasien yang merupakan kandidat terapi
reperfusi segera, triase pasien risiko rendah ke ruangan yang tepat di RS dan menghindari
pemulangan cepat pasien dengan STEMI.2

Tatalaksana awal di ruang emergensi (10 menit pertama saat kedatangan)1

• Tirah baring (bedrest total).


• Oksigen 4L/menit (saturasi O2 dipertahankan >90%). Pada semua pasien STEMI tanpa
komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam pertama.
• Aspirin 160 – 325 mg (dikunyah). Inhibisi cepat sikooksigenase trombosit yang dilanjutkan
reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin bukkal dengan dosis 160-
325 mg di ruang emergensi. Selanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis 75-162 mg.
• Nitrat diberikan 5 mg SL (dapat diulang 3x) lalu drip bila masih nyeri.
• Clopidogrel 300mg peroral (jika sebelumnya belum pernah diberi).
• Morfin IV bila nyeri tidak teratasi dengan nitrat. Morfin sangan efektif mengurangi nyeri
dada dan merupakan analgesik pilihan dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin
diberikan dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis
total 20 mg.
• Tentukan pilihan revaskularisasi (memperbaiki aliran darah koroner) dan reperfusi
miokard harus harus dilakukan pada pasien STEMI akut dengan presentasi 12 jam.1
Terapi Medika Mentosa

Nitrat

Nitrat dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh vena dan arteriol perifer, dengan
efektivitas mengurangi preload adan afterload sehingga dapat mengurangi wall stress dan
kebutuhan oksigen. Nitrat juga menambah oksigen suplai dengan vasodilatasi pembuluh koroner
dan memperbaiki aliran darah kolateral. Dalam keadaan akut nitrogliserin atau isosorbid dinitrat
diberikan secara sublingual atau melalui infus intravena; yang ada di Indonesia terutama isosorbid
dinitrat, yang dapat diberikan secara intravena dengan dosis 1-4 mg per jam. Karena adanya
toleransi terhadap nitrat, dosis dapat dinaikkan dari waktu ke waktu. Bila keluhan sudah terkendali
infus dapat diganti isosorbid dinitrat per oral.2

Penyekat Beta/Beta Blocker


Penyekat beta dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokardium melalui efek penurunan
denyut jantung dan daya kontraksi miokardium. Data-data menunjukkan penyekat beta dapat
memperbaiki morbiditas dan mortalitas pasien dengan infark miokard, meta analisis dari 4700
pasien dengan angina tak stabil menunjukkan penyekat beta dapat menurunkan risiko infark
sebesar 13 % (p<0,04).
Semua pasien dengan angina tak stabil harus diberi penyekat beta kecuali ada kontraindikasi.
Berbagai macam beta blocker seperti propanolol, metoprolol, atenolol, telah diteliti pada pasien
dengan angina tak stabil, yang menunjukkan efektivitas yang serupa.
Kontar indikasi pemberian penyekat beta antara lain pasien dengan asma bronkial, pasien dengan
bradiaritmia.2

Antagosis Kalsium

Antagosis kalsium dibagi dalam 2 golongan besar: golongan dihidropiridin seperti


nifedipin dan golongan non dihirdropiridin seperti diltiazem dan verapamil. Kedua golongan dapat
menyebabkan vasodilatasi koroner dan menunjukkan tekanan darah. Golongan dihidropiridin
mempunyai efek vasodilatasi lebih kuat dan penghambatan nodus sinus maupun nodus AV lebih
sedikit, dan efek inotropik negatif juga lebih kecil.
Meta analisis studi pada pasien dengan angina tak stabil yang mendapati antagonis kalsium,
menunjukkan tak ada pengurangan angka kematian dan infark. Pada pasien yang sebelumnya tidak
mendapat antagonis pemberian nifedipin menaikkan infark dan angina yang rekuren sebesar 16%,
sedangkan kombinasii nifedipin dan metoprolol dapat mengurangi kematian dan infark sebesar
20%. Tapi kedua studi secara statistik tak bermakna. Kenaikan mortalitas mungkin karena
pemberian nifedipin menyebabkan takikardi dan kenaikan kebutuhan oksigen. Verapamil dan
diltiazem dapat memperbaiki survival dan mengurangi infark pada pasien dengan sindrom koroner
akut dan fraksi ejeksi normal. Denyut jantung yang berkurang, pengurangan afterload memberikan
keuntungan pada golongan nondihidropiridin. Pada pasien sindrom koroner akut (SKA) dengan
faal jantung normal. Pemakaian antagonis kalsium biasanya pada pasien yang ada kontraindikasi
dengan antagonis atau telah diberi penyekat beta tapi keluhan angina masih refrakter.2
ACE Inhibitor
Inhibitor ACE menurunkan mortalitas pasca STEMI dan manfaat terhadap mortalitas
bertambah dengan penambahan aspirin dan penyekat beta. Manfaat maksimal tampak pada pasien
dengan risiko tinggi (pasien usia lanjut atau infark anterior, riwayat infark sebelumnya dan/atau
ventrikel kiri menurun global), namun bukti menunjukkan manfaat jangka pendek terjadi jika
inhibitor ACE diberikan pada semua pasien dengan hemodinamik stabil pada STEMI pasien
dengan tekanan darah sistolik >100 mmHg). Mekanisme yang melibatkan penurunan remodeling
ventrikel pasca infark berulang juga lebih rendah pada pasien yang mendapat inhibitor ACE
menahun pasca infark.2
Inhibitor ACE harus diberikan dalam 24 jam pertama pasien STEMI. Pemberian inhibitor
ACE harus dilanjutkan tanpa batas pada pasien dengan bukti klinis gagal jantung, pada pasien
dengan pemeriksaan imaging menunjukkan penurunan fungsi ventrikel kiri secara global atau
terdapat abnormalitas gerakan dinding global, atau pasien hipertensi. Penelitian klinis dalam
tatalaksana pasien gagal jantung termasuk dari penelitian klinis pada pasien STEMI menunjukkan
bahwa angiotensin receptor blockers (ARB) mungkin bermanfaat pada pasien dengan fungsi
ventrikel kiri menurun atau gagal jantung klinis yang tak toleran terhadap inhibitor ACE.2

Non Medika Mentosa

Terapi Bedah
Terapi bedah merupakan terapi definitif dari STEMI. Prosedur invasif yang dapat dilakukan,
yaitu:2

 Intra-aortic balloon counterpulsation (IABP) disediakan untuk pasien yang sulit mencapai terapi
obat secara maksimal & mereka yang menggunakan catheterisasi kardiak.
 Percutaneous coronary intervention (PCI) atau coronary artery bypass graft (CABG) dapat dibuat
untuk menyembuhkan iskemia berlanjut atau berulang & untuk membantu mencegah
perkembangan manjadi MI atau kematian.
 Indikasi & metode yang disukai adalah berada di luar posedur ini, biasanya berdasarkan atas hasil
dari suatu angiografi.2

Komplikasi

Disfungsi ventrikuler
Setelah STEMI, ventrikel kiri akan mengalami perubahan serial dalam bentuk, ukuran, dan
ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses inidisebut remodeling
ventikuler dan umumnya mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam hitungan
bulan atau tahun pasca infark. Segera setelah infark ventrikel kiri mengalami dilatasi.Secara akut,
hasil ini berasal dari ekspansi infark al ; slippage serat otot, disrupsi sel miokardial normal dan
hilangnya jaringan dalam zona nekrotik.
Selanjutnya, terjadi pula pemanjangan segmen noninfark, mengakibatkan penipisan yang
didisprosional dan elongasi zona infark. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi
dikaitkan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi tersebar pasca infark pada apeks ventikrel kiri
yang yang mengakibatkan penurunan hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal jantung
dan prognosis lebih buruk. Progresivitas dilatasi dan konsekuensi klinisnya dapat dihambat dengan
terapi inhibitor ACE dan vasodilator lain. Pada pasien dengan fraksi ejeksi < 40 % tanpa melihat
ada tidaknya gagal jantung, inhibitor ACE harus diberikan.1

Gangguan hemodinamik
Gagal pemompaan ( puump failure ) merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit
pada STEMI. Perluasaan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal
pompa dan mortalitas, baik pada awal ( 10 hari infark ) dan sesudahnya. Tanda klinis yang sering
dijumpai adalah ronkhi basah di paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada pemeriksaan
rontgen dijumpai kongesti paru.1,2

Prognosis

Gambar 2. Klasifikasi prognosis IMA2

Kesimpulan

STEMI terjadi karena adanya ruptur plak aterosklerosis pada arteri koronaria yang
menyebabkan agregasi trombosit, sehingga menyumbat aliran darah dan menyebabkan jaringan
jantung yang diperdarahi mengalami kekurangan oksigen hingga infark. Gejala khasnya
merupakan nyeri dada kiri yang menjalar hingga lengan dan leher, namun ketikda beristirahat
tidak menunjukkan adanya perbaikan, dan nyeri bertahan lebih dari 30 menit. Gejala demikian
sesuai dengan skenario, sehingga pasien tersebut dinyatakan menderita STEMI.

Daftar Pustaka

1. Dharma S. Pedoman praktis sistematika interpretasi EKG. Jakarta: Erlangga;2009.h.72.


2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam.
Edisi ke-5. Jilid II. Jakarta: Interna Publishing;2009.h.1725-54.
3. Gleadle, Jonathan.At a Glance Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta:Erlangga; 2003.
h.112-3.
4. Sutanti YS. Buku panduan keterampilan medik. Jilid 5. Jakarta: FK Ukrida;2011.h.7-16.
5. Bickley, Lynn. Bates buku ajar pemeriksaan fisik & riwayat kesehatan. Edisi 8. Jakarta :
EGC;2009. h.220-1; 238-9; 266-9; 272-3; 279-80; 285-7; 297.
6. PB PAPDI. Panduan pelayanan medik. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI;
2006.h.1729-64.

Anda mungkin juga menyukai