Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN PLANT SURVEY

UKK Makmur Pengrajin Emping


Kecamatan Grogol, Kota Cilegon

Kamis, 25 Oktober 2018

Dosen Pembimbing
dr. Yosephin Sri Sutanti, Sp. OK
dr. Erdy Techrisna Satyadi, MARS, MKK

Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana
JAKARTA
2018
Daftar Nama Kelompok

1. Sixtus Rhesa Tandisau 102013183


2. Tresy Kalawa 102013276
3. Anjas Fajriyana Prabowo 102014182
4. Nicky Sanita 102014193
5. Ruth Anthea Airin Simanjuntak 102014210
6. Jevon Javier 102014226
7. Dhimas Garin Dewa Agista 102015008
8. Tiara Agustina 102015009
9. Agatha Sally 102015026
10. Valentina Salim 102015044
11. Samuel Lukas Sugianto 102015050
12. Jordy Agnios 102015087
13. Monica Chandra 102015089
14. Agnes Wisela Gunawan 102015098
15. Vivianne Herlecia 102015101
16. Vanessa Malise Lisandra 102015111
17. Christanto B Patandianan 102015127
18. Hana Angelin 102015135
19. Siti Tiara Romadhini 102015152
20. Olivia Bernardi 102015159
21. Julius Timothy Yostean 102015180
22. I Made Ananta Wiguna 102015183
23. Angelina Wijaya 102015186
24. Calvin Sasongko 102015190
25. Jessica Averina 102015191
26. Nur Azeha binti Mohd Emran 102015215
27. Wan Nor Syazana binti Tun Mohd Salim 102015222
28. Moh Aiman bin Ismail 102015223
29. Kabilen A/L Selvaraja 102015228

KATA PENGANTAR

2
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan kami
hikmat serta kasih karunaNya sehingga kami dapat menyusun laporan kunjungan industri
rumah tangga ini.
Laporan ini kami susun dalam rangka memenuhi tugas blok 28 mengenai Kesehatan dan
Keselamatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana. Kepada dosen
pembimbing, kami mengucapkan terimakasih atas bimbingan dan dukungannya mulai dari
saat kunjungan ke UKK Makmur Pengrajin Emping dan juga dalam pembuatan laporan
kunjungan ini. Kepada segenap pengurus UKK Makmur Pengrajin Emping, kami ucapkan
terima kasih atas segala keterbukaan serta dukungan dengan menerima kami untuk
berkunjung dalam rangka melakukan observasi khususnya terhadap bidang kesehatan dan
keselamatan kerja.
Tidak lepas dari kekurangan kami dalam wawasan dan pengetahuan, kami ingin meminta
maaf atas segala kekurangan ataupun kesalahan dalam penyusunan laporan kunjungan ini
baik dari tata cara bahasa, analisis maupun isinya. Selain itu, kritik dan saran dari pembaca,
kami sangat harapkan, guna untuk menyempurnakan laporan kami dan memperbaiki kami
untuk kedepannya.
Kami sangat berharap laporan kunjungan ini dapat memberikan banyak manfaat bagi
para pembaca, khususnya untuk menambah wawasan dan pengetahuan yang berguna untuk
memperbaiki sistem kesehatan kerja di Indonesia.

Jakarta, 29 Oktober 2018

Penulis

3
DAFTAR ISI
Halaman Sampul…………………………………………………………………….... 1
Daftar Nama Kelompok……………………………………………………………… 2
Kata Pengantar………………………………………………………………………... 3
Daftar Isi……………………………………………………………………………… 4
BAB I Pendahuluan…………………………………………………………………… 5
BAB II Landasan Teori……………………………………………………………… 7
BAB III Profil Perusahaan…………………………………………………………… 18
BAB IV Pembahasan…………………………………………………………………… 21
BAB V Kesimpulan…………………………………………………………………… 40
Daftar Pustaka………………………………………………………………………… 41
Galeri…………………………………………………………………………………… 44
Lampiran……………………………………………………………………………… 42

4
BAB 1
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Selalu ada risiko kegagalan (risk of failures) pada setiap aktivitas pekerjaan. Dan saat
kecelakaan kerja terjadi, seberapapun kecilnya, akan menimbulkan efek kerugian. Karena itu
sebisa mungkin hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja harus
diminimalisasi sedini mungkin. Potensi kecelakaan kerja harus dicegah atausetidak –
tidaknya dikurangi dampaknya. Penangan keselematan dan kesehatan kerja tidak hanya
diterapkan di pabrik-pabrik besar saja, namun usaha kecil seperti UKK (unit kesehatan kerja)
juga memiliki potensi terjadinya kecelakaan kerja. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
adalah suatu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari
pencemaran lingkungan, sehingga dapat terbebas dari kecelakaan kerja dan pada akhirnya
akan meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.
Visi pembangunanan kesehatan di Indonesia yang dilaksanakan adalah Indonesia Sehat
2010 dimana penduduk Indonesia hidup dalam perilaku sehat, mampu memperoleh layanan
kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya (Depkes RI,2002).1 Kecelakaan kerja tidak hanya menimbulkan korban
jiwa saja tapi berdampak pada kerugian materi juga. Kesehatan kerja dapat tercapai secara
optimal jika tiga komponen berupa kapasitas kerja, beban kerja, dan lingkungan kerja dapat
berinteraksi dengan serasi. Kondisi kerja yang buruk berpotensi menyebabkan kecelakaan
kerja, mudah sakit, stress, sulit berkonsentrasi sehingga menurunnya produktifitas kerja.
Kondisi kerja meliputi pajanan-pajanan yang bisa mengganggu keselamatan kerja seperti
pajanan fisik yang meliputi suhu, penerangan, bising, kurangnya sirkulasi udara, paparan
radiasi, dan lain-lain. Pajanan kimia dimana salah satu pabrik menggunakan bahan dasar
bahan kimia yang dapat berdampak buruk pada kesehatan bila pekerja menghirup atau
terpapar tanpa adanya APD (Alat Pelindung Diri). Pajanan biologi dimana penyebabnya
berasal dari faktor alam seperti bakteri atau terkena gigitan binatang atau zoonis. Posisi
bekerja juga mempengaruhi keselamatan dan kesehatan para perkerja dimana pada UKK
yang kita datangi sebagian besar masalah dikarenakan posisi ergonomi yang tidak benar.
Pajanan terakhir adalah pajanan psikososial yang bisa berpengaruh pada kesehatan jiwa dari
pekerja dimana hal ini juga dapat menimbulkan efek fisik dan kinerja kerja yang menurun
karena faktor stress. Dalam penjelasan undang-undang no.23 tahun 1992 setiap tempat kerja

5
harus melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada
pekerja, keluarga, masyarakat dan linkungan sekitarnya.

I.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari hasil kunjungan ke UKK Makmur Pengrajin Emping adalah sebagai
berikut :

1. Keselamatan dan Kesahatan Kerja (K3) UKK Makmur


2. Pajanan Fisik yang dapat terjadi pada pekerja emping UKK Makmur
3. Pajanan Kimia yang dapat terjadi pada pekerja emping UKK Makmur
4. Pajanan Biologi yang dapat terjadi pada pekerja emping UKK Makmur
5. Pajanan Ergonomi yang dapat terjadi pada pekerja emping UKK Makmur
6. Pajanan Psikososial yang dapat terjadi pada pekerja emping UKK Makmur
7. Faktor-faktor yang mempengaruhi terpaparnya pajanan-pajanan diatas

I.3 Tujuan dan Manfaat

Adapun tujuan dan manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi pajanan-pajanan yang ada disekitar tempat kerja pengrajin emping


UKK Makmur
2. Memberikan informasi mengenai potensi-potensi kecelakaan yang dapat dihindari
dengan menerapkan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang baik bagi para
pekerja emping di UKK Makmur

6
BAB II

LANDASAN TEORI

II.1 Pajanan Kimia

Bahan – bahan kimia digunakan untuk berbagai keperluan di tempat kerja. Bahan –
bahan kimia tersebut dapat berupa suatu produk akhir atau bagian bentuk bahan baku yang
digunakan untuk membuat suatu produk. Juga dapat digunakan sebagai pelumas, untuk
pembersih, bahan bakar untuk energi proses atau produk samping. Banyak bahan kimia yang
digunakan di tempat kerja mempengaruhi kesehatan kita dengan cara – cara yang tidak
diketahui. Dampak kesehatan dari beberapa bahan kimia bisa secara perlahan atau mungkin
membutuhkan waktu bertahun – tahun untuk berkembang.1
Pajanan Kimia adalah paparan substansi bahan kimiawi yang didapat selama proses
pengerjaan terkait dimana ia dapat menimbulkan atau menjadi pencetus terjadinya gangguan
atau kesakitan yang mempengaruhi kesehatan tubuh dari yang terpajan. Dimana bahan atau
hasil kimiawi yang ada dalam proses kerja atau dalam lingkungan kerja dapat saja berupa
debu, uap, gas, larutan, awan ataupun kabut2,3.
Asap umumnya adalah hasil dari pembakaran tidak sempurna dari suatu benda atau
sumbernya, dalam hal ini adalah kayu bakar sebagaimana merupakan salah satu bahan yang
masih sering digunakan dalam pembuatan kerajinan usaha masyarakat. Kayu bakar itu sendiri
merupakan kumpulan sumber energi atau seluruh dari kayu kasar yang digunakan dalam
proses pembakaran, umumnya penggunaan kayu bakar dikarenakan upaya untuk menghemat
atau memangkas pengeluaran biaya berlebih oleh pengrajin mengingat pembakaran yang
sering dilakukan digunakan dalam waktu jangka panjang.2,3
Paru merupakan sumber pemaparan yang umum, tetapi tidak seperti kulit, jaringan
paru bukan merupakan barier yang sangat protektif terhadap paparan zat kimia. Fungsi utama
paru adalah pertukaran antara oksigen dari udara ke dalam darah dengan karbon dioksida dari
darah ke udara. Akibatnya, jaringan paru yang sangat tipis memungkinkan aliran langsung
bukan saja oksigen tetapi berbagai jenis zat kimia lain ke dalam darah. Selain kerusakan
sistemik, zat kimia yang berhasil melewati permukaan paru juga dapat mencederai jaringan
paru dan mengganggu fungsi vitalnya sebagai pemasok oksigen. 2
Risiko kesehatan timbul dari pajanan berbagai bahan kimia. Banyak bahan kimia yang
memiliki sifat beracun dapat memasuki aliran darah dan menyebabkan kerusakan pada sistem
tubuh dan organ lainnya. Bahan kimia berbahaya dapat berbentuk padat, cairan, uap, gas,
debu, asap atau kabut dan dapat masuk ke dalam tubuh melalui tiga cara utama antara lain:2

7
1) Inhalasi (menghirup): Dengan bernapas melalui mulut atau hidung, zatberacun dapat
masuk ke dalam paru-paru. Seorang dewasa saat istirahat menghirup sekitar lima liter
udara per menit yang mengandung debu, asap, gas atau uap. Beberapa zat, seperti
fiber/serat, dapat langsung melukai paru – paru. Lainnya diserap ke dalam aliran
darah dan mengalir ke bagian lain daritubuh.
2) Pencernaan (menelan): Bahan kimia dapat memasuki tubuh jika makan makanan yang
terkontaminasi, makan dengan tangan yang terkontaminasiatau makan di lingkungan
yang terkontaminasi. Zat di udara juga dapattertelan saat dihirup, karena bercampur
dengan lendir dari mulut, hidung atautenggorokan. Zat beracun mengikuti rute yang
sama sebagai makananbergerak melalui usus menuju perut.
3) Penyerapan ke dalam kulit atau kontak invasif: Beberapa di antaranyaadalah zat
melewati kulit dan masuk ke pembuluh darah, biasanya melaluitangan dan wajah.
Kadang-kadang, zat-zat juga masuk melalui lukadan lecet atau suntikan (misalnya
kecelakaan medis).
Guna mengantisipasi dampak negatif yang mungkin terjadi di lingkungan kerja akibat
bahaya faktor kimia maka perlu dilakukan pengendalian lingkungan kerja secara
teknis sehingga kadar bahan-bahan kimia di udara lingkungan kerja tidak melampaui
nilai ambang batas (NAB).

II.2 Pajanan Biologi


Pajanan biologi adalah salah satu golongan pajanan di tempat kerja yang dipengaruhi
oleh faktor biologis yang dapat berupa mikroorganisme yang paling kecil seperti virus,
bakteri, jamur, parasit, debu organic, sampai pada binatang mamalia yang mungkin dapat
berpotensi menyebabkan keracunan bahan toksin akibat daripada gigitan binatang tersebut.
Pada pajanan biologis tidak memiliki nilai ambang batas, sehingga pada pajanan yang
rendahpun, bila mikroorganisme sangat virulen atu daya tahan seseorang endah dapat
menimbukan infeksi atau reaksi alergi. Sumber utama pajanan mikroba adalah dalam proses
pembusukan, lingkungan kerja, individu atau ternak terinfeksi, dan benda terkontaminasi.4

Pada pajanan biologis penyakit – penyakit yang sering terjadi berupa penyakit infeksi,
infestasi binatang / parasit, penyakit alergi, keracunan bahan toksin dari gigitan binatang.
Pada lingkup masalah kesehatan berupa penyakit kulit, penyakit saluran napas, zoonosis dan
penyakit parasit. 4

8
Berdasarkan definisi biological agent, bahaya faktor biologi dapat diklasifikasikan
menjadi agen infeksius , tumbuhan dan produknya , serta hewan dan produknya. Pengetahuan
tentang bagaimana biohazard menular sangat penting untuk memutus rantai infeksi.
Berdasarkan prosesnya, transmisi dari biohazard dapat dibedakan menjadi langsung dan tidak
langsung. Langsung, dimana infkesi terjadi akibat kontak fisik dengan orang yang terinfeksi.
Tidak langsung, dimana infeksi terjadi akibat kontak dengan bahan atau benda yang
terkontaminasi (e.g. permukaan, makanan, udara).5
Para pekerja dapat mengalami kontak dengan biohazard dalam beberapa macam
keadaan:6 
 Intrinsik pada pekerjaan tertentu; e.g. pekerja konstruksi pada fasilitas
pengolahan limbah beresiko terpapar infeksi bakteri) 
 Insidental pada saat bekerja (bukan bagian dari aktivitas pekerjaan); e.g.
pekerja yang menderita penyakit akibat mengkonsumsi makanan yang
terkontaminasi. 
 Terjadi pada bagian tertentu dari pekerjaan; e.g. pekerja yang berpergian dari
atau ke tempat endemic penyakit tertentu 
 Tidak spesifik untuk pekerjaan; e.g. bakteri Legionella dapat tersebar dengan
mudah di air dan tanah sehingga dapat menginfeksi beberapa macam
pekerjaan, seperti petugas maintenance sistem pengairan dan pekerja kantoran
dengan air-conditioner. 
Ada beberapa tipe pekerjaan yang beresiko tinggi terpapar biohazard , yaitu pekerja
lapangan (outdoor), pekerja yang pekerjaannya berhubungan dengan hewan, pekerja yang
terpapar darah atau cairan tubuh manusia, dan pekerja yang bekerja di lingkungan kerja
tertentu.6

II.3 Pajanan Fisik


Potensi bahaya fisik adalah potensi bahaya yang dapat menyebabkan gangguan-
gangguan kesehatan terhadap tenaga kerja yang terpapar, misalnya: terpapar kebisingan
intensitas tinggi, suhu ekstrim (panas & dingin), intensitas penerangan kurang memadai,
getaran, radiasi, dan polusi.7-10
a) Radiasi
Radiasi adalah pancaran energi melalui suatu materi atau ruang dalam bentuk panas,
partikel atau gelombang elektromagnetik/cahaya (foton) dari sumber radiasi. Ada beberapa

9
sumber radiasi yang dapat dikenail di sekitar kehidupan, contohnya adalah televisi, lampu
penerangan, alat pemanas makanan (microwave oven), komputer, dan lain-lain. Selain benda-
benda tersebut ada sumber-sumber radiasi yang bersifat unsur alamiah dan berada di udara, di
dalam air atau berada di dalam lapisan bumi. Beberapa di antaranya adalah Uranium dan
Thorium di dalam lapisan bumi; Karbon dan Radon di udara serta Tritium dan Deuterium
yang ada di dalam air.7
b) Kebisingan
Bising adalah campuran dari berbagai suara yang tidak dikehendaki ataupun yang
merusak kesehatan, saat ini kebisingan merupakan salah satu penyebab penyakit lingkungan
Sedangkan kebisingan sering digunakan sebagai istilah untuk  menyatakan suara yang tidak
diinginkan yang disebabkan oleh kegiatan manusia atau aktifitas- aktifitas alam. Kebisingan
dapat diartikan sebagai segala bunyi yang tidak dikehendaki yang dapat memberi pengaruh
negatif terhadap kesehatan dan kesejahteraan seseorang maupun suatu populasi.8
Dari ukuran-ukuran ini dapat diklasifikasikan seberapa jauh bunyi-bunyi di sekitar
kita dapat diterima / dikehendaki atau tidak dikehendaki / bising.8
Tabel 1. Skala Intensitas Bising
Skala Intensitas Desibel Batas
Jenis Bunyi Dengar Tertinggi

Halilintar 120 DB
Meriam 110 DB
 Mesin uap 100 DB
Jalan yang ramai 90 DB
Pluit  80 DB
Kantor gaduh  70 DB
Radio  60 Db
Rumah gaduh  50 DB
Kantor pada umumnya  40 DB
Rumah tenang  30 DB
Kantor perorangan  20 DB
Sangat tenang , Suara daun jatuh, Tetesan air 10 DB
c) Penerangan / Pencahayaan ( Illuminasi )
Penerangan yang kurang di lingkungan kerja bukan saja akan menambah beban kerja
karena mengganggu pelaksanaan pekerjaan tetapi juga menimbulkan kesan kotor. Oleh
karena itu penerangan dalam lingkungan kerja harus cukup untuk menimbulkan kesan yang
higienis. Disamping itu cahaya yang cukup akan memungkinkan pekerja dapat melihat objek
yang dikerjakan dengan jelas dan menghindarkan dari kesalahan kerja.9

d) Getaran

10
Getaran mempunyai parameter yang hampir sama dengan bising seperti: frekuensi,
amplitudo, lama pajanan dan apakah sifat getaran terus menerus atau intermitten. Metode
kerja dan ketrampilan memegang peranan penting dalam memberikan efek yang berbahaya.
Pekerjaan manual menggunakan “powered tool” berasosiasi dengan gejala gangguan
peredaran darah yang dikenal sebagai ” Raynaud’s phenomenon ” atau ” vibration-induced
white fingers”(VWF).8
Peralatan yang menimbulkan getaran juga dapat memberi efek negatif pada sistem
saraf dan sistem musculo-skeletal dengan mengurangi kekuatan cengkram dan sakit tulang
belakang. Contoh : Loaders, forklift truck, pneumatic tools, chain saw. Efek getaran terhadap
tubuh tergantung besar kecilnya frekuensi yang mengenai tubuh sebagai berikut8
 3 . 9 Hz  : Akan timbul resonansi pada dada dan perut.
 6 . 10 Hz  : Dengan intensitas 0,6 gram, tekanan darah, denyut jantung,
pemakaian O2 dan  volume perdenyut sedikit berubah. Pada intensitas 1,2
gram terlihat banyak perubahan sistem peredaran darah.
  10 Hz   : Leher, kepala, pinggul, kesatuan otot dan tulang akan beresonansi.
  13 . 15 Hz  : Tenggorokan akan mengalami resonansi.
  < 20 Hz  : Tonus otot akan meningkat, akibat kontraksi statis ini otot menjadi
lemah, rasa tidak enak dan kurang ada perhatian.
e) Panas (Heat)
Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar pekerja dan yang dapat
mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan. Lingkungan kerja
yang tidak nyaman seperti temperatur yang melebihi nilai ambang batas
(NAB) mengakibatkan panas yang dapat mempengaruhi performansi kerja dan juga
kesehatan tubuh pekerja. Berdasarkan hasil penelitian Sarwono (1995) menyebutkan bahwa
temperature ruang kerja yang terlampau panas akan mengakibatkan cepat timbulnya
kelelahan tubuh dan dalam bekerja cenderung membuat banyak kesalahan sehingga bisa
menurunkan prestasi kerja. Temperatur dalam ruangan kerja sangat mempengaruhi
produktivitas dan kesehatan kerja. Temperatur yang tinggi dalam ruangan kerja bisa
ditimbulkan oleh kondisi ruangan, mesin-mesin ataupun alat yang mengeluarkan panas serta
panas yang bersumber dari sinar matahari yang memanasi atap pabrik yang kemudian
menimbulkan radiasi kedalam ruangan kerja produksi.7-10
               Suhu tubuh manusia yang dapat kita rasa / raba tidak hanya didapat dari
metabolisme tetapi juga dipengaruhi oleh panas lingkungan, makin tinggi panas lingkungan

11
makin besar pula pengaruhnya terhadap suhu tubuh, sebaliknya semakin rendah suhu
lingkungan makin banyak pula panas tubuh yang hilang.7-10
               Tekanan panas yang berlebihan akan menjadi beban tambahan bagi pekerjasehingga
perlu diperhatikan sebab beban tambahan seperti panas dilingkungan kerja dapat
menyebabkan timbulnya beban fisiologi misanya kerja jantung bertambah.7
Adapun tempat kerja dengan kegiatan yang dapat menyebabkan terjadinya
peningkatan panas pada lingkungan kerja misalnya pada peleburan baja, pabrik timah, pabrik
kaca, pabrik botol dan pabrik peleburan perak. Pekerjaan yang dilakukan ditempat terbuka
tidak jarang menyebabkan panas misalnya pada latihan militer, kuli bangunan, petani,
nelayan yang melakukan pada aktivitasnya diterik matahari.7,8
Seorang pekerja yang melakukan aktivitas dilingkungan kerja panas maka tubuh
pekerja akan berinteraksi dengan kondisi / panas yang terdiri dari7
 Suhu udara
Tubuh pekerja dapat kehilangan panas bila terjadi kontak langsung dengan benda
yang suhunya lebih rendah dari suhu tubuh / kulit. Pengantar panas dengan cara ini
disebut konduksi. Besarnya panas yang hilang tergantung pada besarnya perbedaan
antara suhu kulit dan media penghantar misalnya air adalah konduktor yang lebih baik
dari udara, jadi tubuh lebih cepat kehilangan panas dalam air dingin dari pada dalam
udara yang sama   Namun kehilangan panas dengan cara konduksi sangat sedikit
pengaruh panas lingkungan pada tubuh lebih banyak melalui radiasi. Suatu kenyataan
bahwa tiap benda panas termasuk tubuh manusia mengeluarkan gelombang –
gelombang elektromagnetik, radiasi dapat terjadi tampa melalui media penghantar dan
dengan cara ini maka bumi mendapatkan panas matahari
 Kelembapan udara
Salah satu cara penurunan tubuh adalah dengan cara evaporasi / penguapan yaitu
proses perubahan sifat dari bentuk air menjadi gas / uap. Pada tubuh manusia
penguapan terjadi melalui pernapasan / paru – paru dan keringat / kulit. Proses
evaporasi yang terbanyak pada manusia adalah melalui kulit. Keringat yang keluar
akan cepat menguap bila kelembaban udara rendah, penguapan ini terjadi dengan cara
mengambil panas tubuh, jadi berkeringat dapat menurunkan suhu tubuh namun hanya
terjadi bila ada penguapan pada lingkungan dengan kelembaban tinggi seorang dapat
berkeringat tidak mengap tetapi menetes.
 Gerakan atau aliran udara

12
Gerakan atau aliran udara adalah sangat penting dalam mebantu penurunan suhu
badan, adanya aliran udara yang menyebabkan udara yang terdapat didekat lapisan
kulit dapat diganti dengan udara yang suhunya rendah dan lebih kering. Proses
pertukaran panas antar tubuh dengan lingkungan dengan cara seperti ini
disebut konveksi. Media penghantar pada konveksi biasanya udara atau air.
Kecepatan alran udara / media mempengaruhi proses pertukaran panas. Bekerja
dengan tidak melindungi kulit dengan pakaian akan berhubungan langsung dengan
udara dan pertukaran panas yang mungkin lebih cepat terjadi, sementara pada bagian
tubuh yang tertutup pakaian terdapat lapisan udara yang tidak bergerak. Yang juga
merupakan penghalang terjadinya sentuhan dengan udara yang bergerak. Gerakan
udara juga akan memperlancar terjadinya pelepasan panas tubuh yang lebih panas dan
lembab yang berada dipermukaan kulit diganti dengan udara yang suhunya lebih
dingin. Prinsip konveksi jelas tampak pada efek pendinginan dengan kipas angin.
Untuk mengetahui besarnya pengaruh panas lingkungan pada tubuh, maka para ahli
berusaha mencari metode pengukuran sederhana yang dapat mencakup dari keempat factor
diatas tadi yang dinyatakan dalam bentuk skala atau indeks. Disini dapat disebutkan beberapa
indeks antara lain Predictived Four Sweat Rate (F4SR), Heat stress indekas (HIS), dan Wet
Blub Globe Temperatur Indeks (Index WBGT). Skala predicted four sweat rate dirancang
secara empiris berdasarkan pengamatan banyaknya keringat pada seorang pekerja yang
berada dilingkungan panas selama 4 jam. Pengamatan dilakukan dalam berbagai variasi
lingkungan permukaan enersi (perbedaan aktivitas) juga perbedaan pakaian (memakai
pakaian lengkap / tidak) sebagai obyek pengamatan adalah orang muda. Sehat dan telah
beraklimatisasi.8
Untuk pengukuran iheat stress indekas ini diperoleh dari koefisien pertukaran panas
lingkungan melalui radiasi dan konveksi (R + C) dan produksi panas hasil metabolisme ( M )
yang bersama – sama menghasilkan sejumlah panas yang harus disalurkan melalui evaporasi
( E) untuk menjaga keseimbangan suhu tubuh. Pengukuran menjadi kurang tepat karena
perhitungan orang telah diobservasi masih memakai pakaian (walaupun minimal) dan ini
mengurangi proses pertukaran panas melalui R, C dan E.8
Alat yang dipakai disebut Wet Blub Globe Termometer Index yang merupakan suatu
alat yang kompak yang secara sendiri – sendiri diukur dry blub, wet blub dan globe
thermometer dan kecepatan gerakan udara. Lalu variable yang diperoleh menghasilkan suatu
nilai yang disebut indeks WBGT.7-10

13
Terdapat berbagai macam gejalan yang disebabkan oleh tekanan panas. Heat
stress adalah gejala akibat tubuh tidak mampu menyesuaikan panas dengan keadaan
lingkungan sekitar. Ketika panas bersamaan dengan stres akibat tekanan kerja, kekurangan
cairan, kondisi medis lainnya, kondisi ini akan menimbulkan penyakit dan dapat
mengakibatkan kematian. Ada beberapa dampak terhadap kesehatan yang ditimbulkan oleh
Heat Stress, yaitu sebagai berikut :8
 Heat rash (ruam panas)
Ruam panas disebut juga dengan biang keringat yang diakibatkan olehlingkungan
panas. Keringat yang dihasilkan tidak dapat menguap karena udaralembab sehingga
menimbulkan ruam panas. Gejala yang ditimbulkan adalah adanya iritasi di permukaan kulit
berupa benjolan merah dan biasanya gatal. Penanganan yang dapat dilakukan adalah menjaga
kebersihan pakaian, menghindari panas lingkungan, membilas kulit dengan air
dingin. Pencegahan yang dapat dilakukan adalah secara teratur menjaga kulit agar tetap
bersih dan kering.
 Heat cramps (kram panas)
Kram panas adalah kram berupa kejang otot (lelah otot). Kram panasdisebabkan oleh
beban aktivitas yang berat dan mengakibatkan tubuh kehilangan banyak garam maupun air.
Gejala yang ditimbulkan kram otot biasanya pada lengan, kaki, atau perut. Penanganan yang
dapat dilakukan adalah pindah ke tempat yang sejuk, melonggarkan pakaian, lembut pijat dan
peregangan. Pencegahan yang dapat dilakukan adalah mengurangi tingkat aktivitas dan / atau
paparan panas, minum secara teratur.
 Fainting (pingsan)
Pingsan adalah kehilangan kesadaran yang bersifat sementara dan disebabkan oleh
kurangnya aliran darah dan oksigen ke otak. Gejala pingsan yaitu sebagai berikut kehilangan
kesadaran, berkeringat, temperatur tubuh normal, penglihatan menjadi gelap, dan pusing.
Penanganan yang dapat dilakukan adalah berbaring di tempat yang lebih sejuk, melonggarkan
pakaian, jika telah sadar dari pingsan segera berikan seteguk air. Pencegahan yang dapat
dilakukan adalah mengurangi tingkat aktivitas dan paparan terhadap panas, minum secara
teratur, menghindari berdiri di satu tempat terlalu lama.
 Heat exhausting
Heat exhausting adalah masalah kesehatan ketika seseorang yang memiliki banyak
aktivitas mengeluarkan banyak keringat dan merasa kelelahan. Gejala yang ditimbulkan
adalah berkeringat, lemah dan merasa lelah, pusing dan mual, kelihatan lebh pucat, kulit
berwarna kemerahan. Penanganan yang dapat dilakukan adalah istirahat di tempat yang lebih
14
sejuk, meminum larutan. Pencegahan yang dapat dilakukan adalah mengurangi aktivitas,
mengurangi paparan terhadap panas, minum cairan secara teratur
 Heat stroke
Heat stroke adalah gangguan medis yang disebabkan oleh kegagalan
dalam pengaturan panas tubuh. Gejala yang ditimbulkan pingsan atau kejang, kulit badan
sangat tinggi, kulit berwarna kemerahan dan kebiruan. Penanganan yang dapat dilakukan
adalah penanganan medis. Pencegahan yang dapat dilakukan adalah mengurangi aktivitas,
mengurangi paparan terhadap panas, minum cairan secara teratur.

II.4 Pajanan Ergonomi


Ergonomi yaitu ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam kaitannya dengan
pekerjaan mereka. Secara singkat dapat dikatakan bahwa ergonomi ialah penyesuaian tugas
pekerjaan dengan kondisi tubuh manusia ialah untuk menurunkan stress yang akan dihadapi.
Upayanya antara lain berupa menyesuaikan ukuran tempat kerja dengan dimensi tubuh agar
tidak melelahkan, pengaturan suhu, cahaya dan kelembaban bertujuan agar sesuai dengan
kebutuhan tubuh manusia.11-14
Ruang lingkup ergonomik sangat luas aspeknya, antara lain meliputi tehnik, fisik,
pengalaman psikis, anatomi (utamanya yang berhubungan dengan kekuatan dan gerakan otot
dan persendian), anthropometri, sosiologi, fisiologi (terutama berhubungan dengan
temperatur tubuh, Oxygen up take, pols, dan aktivitas otot), desain, dll.12
Aplikasi/penerapan Ergonomi pada kesehatan kerja sebagai berikut:12,13
 Posisi Kerja
Posisi kerja terdiri dari posisi duduk dan posisi berdiri, posisi duduk dimana
kaki tidak terbebani dengan berat tubuh dan posisi stabil selama bekerja.
Sedangkan posisi berdiri dimana posisi tulang belakang vertikal dan berat
badan tertumpu secara seimbang pada dua kaki.
 Proses Kerja
Para pekerja dapat menjangkau peralatan kerja sesuai dengan posisi waktu
bekerja dan sesuai dengan ukuran anthropometrinya. Harus dibedakan ukuran
anthropometri barat dan timur.
 Tata letak tempat kerja
Display harus jelas terlihat pada waktu melakukan aktivitas kerja. Sedangkan
simbol yang berlaku secara internasional lebih banyak digunakan daripada
kata-kata.
15
 Mengangkat beban
Bermacam-macam cara dalam mengangkat beban yakni, dengan kepala, bahu,
tangan, punggung dsbnya. Beban yang terlalu berat. Dapat menimbulkan
cedera tulang punggung, jaringan otot dan persendian akibat gerakan yang
berlebih

II. Pajanan Psikososial


Faktor ini sebagai akibat organisasi kerja (tipe kepemimpinan, hubungan kerja
komunikasi, keamanan), tipe kerja (monoton, berulang-ulang, kerja berlebihan, kerja kurang,
kerja shift, dan terpencil). Manifestasinya berupa stress. 15-18 Beberapa contoh faktor
psikososial yang dapat menyebabkan stress antara lain:15
 Pelayanan kesehatan sering kali bersifat emergency dan menyangkut hidup mati
seseorang. Untuk itu pekerja di laboratorium kesehatan di tuntut untuk
memberikan pelayanan yang tepat dan cepat disertai dengan kewibawaan dan
keramahan-tamahan
 Pekerjaan pada unit-unit tertentu yang sangat monoton
 Hubungan kerja yang kurang serasi antara pimpinan dan bawahan atau sesama
teman kerja
 Beban mental karena menjadi panutan bagi mitra kerja di sektor formal ataupun
informal
Dua faktor risiko untuk pajanan psikososial adalah desain tugas kerja seseorang dan
gaya mangemen bagi sesuatu kerja. Desain tugas kerja yaitu jam kerjanya terlalu lama
dengan jam istirahat yang kurang. Selain itu, rutinitas dari kerja juga akan meningkatkan
risiko psikososial iaitu seseorang yang melakuka kerja yang sama setiap hari(monoton) pasti
akan berasa bosan atau jenuh. Gaya mangemen pula adalah hubungan antara pekerja dan
pegawai. Kurangnya partisipasi pekerja dalam pengambilan keputusan, tiada komunikasi
antara pekerja dengan pekerja yang lain dan antara pekerja dan pegawai dan tidak ada rasa
peduli sesama pekerja dan pegawai di tempat kerja.15,16
Gejala dari pajanan psikososial adalah berupa sindrom burn out, stress, cemas,
depresi, penyakit kronik dan penggunaan alkohol atau obat obatan. Menurut Hans Selye dari
Handbook of Stres, stres adalah suatu hasil yang biasanya bersifat nonspesifik terhadap beban
dan dapat menimbulkan efek mental ataupun somatik. Selain itu, stres dapat pula diartikan
16
sebagai usaha penyesuaian diri terhadap stresor. Stres yang terjadi dapat merupakan stres
fisik atau psikologi. Reaksi yang ditunjukkan individu dapat bervariasi dan jelas bergantung
pada keparahan situasi. Faktor predisposisi seperti kepribadian atau adanya riwayat gangguan
mental di masa lalu dapat membuat reaksi menjadi lebih serius. Reaksi stres dirasakan baik
dalam level fisik, kognitif, emosi, dan perilaku.15,16,17
Stresor adalah segala hal yang dapat menyebabkan stres. Keparahan stresor atau
banyak stresor tidak selalu memprediksikan keparahan gangguan/efek yang ditimbulkan.
Keparahan stresor adalah fungsi derajat, kuantitas, durasi, reversibilitas, lingkungan, dan
konteks pribadi yang kompleks. Contohnya, kehilangan orang tua berbeda pada anak berusia
10 tahun dan 40 tahun. Pengaturan kepribadian serta norma atau nilai budaya atau kelompok
juga turut berperan di dalam ketidakproporsionalan respons terhadap stressor.17,18
Stresor mengaktifkan sistem noradrenergik di otak (paling jelas di locus ceruleus) dan
menyebabkan pelepasan katekolamin dari sistem saraf otonom. Stresor juga mengaktifkan
sistem serotonergik di otak, seperti yang dibuktikan dengan meningkatnya pergantian
serotonin. Stres juga meningkatkan neurotransmisi dopaminergik pada jaras mesofrontal.
Neurotransmitter asam amino dan peptidergik juga terlibat di dalam respon stres. Sejumlah
studi menunjukkan bahwa corticotrophin-releasing factor (CRF) (sebagai neurotransmitter,
bukan sebagai pengatur hormonal fungsi aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal), glutamat
(melalui reseptor N-metil-D-aspartat [NMDA]) dan gama aminobutiric acid (GABA)
semuanya memainkan peranan penting di dalam menimbulkan respon stres atau mengatur
sistem yang berespon terhadap stres lainnya seperti sirkuti otak dopaminergik dan
noradrenergik.15
Sebagai respon terhadap stres, CRF disekresikan dari hipotalamus ke sistem
hipofisial-hipofisis-portal. CRF bekerja di hipofisis anterior untuk memicu pelepasan hormon
adrenokortokotropin (ACTH). Setelah dilepaskan, ACTH bekerja di korteks adrenal untuk
merangsang sintesis dan pelepasan glukokortikoid. Glukokortikoid sendiri memiliki jutaan
efek di dalam tubuh, tetapi kerjanya dapat dirangkum dalam istilah singkat untuk
meningkatkan penggunaan energi, meningkatkan aktivitas kardiovaskuler (di dalam respon
fight or flight), dan menghambat fungsi seperti pertumbuhan, reproduksi, dan imunitas.15,17,18

17
18
BAB III

PROFIL PERUSAHAAN

Nama perusahaan : UKK MAKMUR (Pengrajin Emping)


Jenis usaha : Home industry
Alamat : Kec GROGOL – Kota CILEGON
Berdiri : pada tahun 2010
Lingkungan sekitar perusahan : permukiman penduduk
Jumlah karyawan : 50 orang wanita
1 orang pria
Yang aktif 20 orang dengan satu pria
Bidang / jenis usaha : Pembuatan makanan emping dalam bentuk mentah
Bahan baku : Biji melinjo
Hasil akhirnya : Emping yang sudah kering dan siap digoreng
Angka kesakitan/PAK/tahun :0
Angka kecelakaan kerja/tahun :0
Angka absensi kerja/bulan : Dikarenakan pekerja merupakan pekerja home
industry yang bekerja sendiri-sendiri jadi tidak ada
absensi khusus untuk mendata tingkat absensi perbulan
SMK3 dan P2K3 : Ada, dengan penyuluhan dan serta pelatihan pada
bidangnya seperti dalam keseharian para pekerja
emping ini sering mengalami gangguan posisi yang
monoton sehingga mengganggu ergonomik dari para
pekerja emping sehingga sering mengeluh Low Back
Pain (LBP)
Koordinasi Puskemas Gerogol : Dikoordinir oleh Ibu Rini selaku petugas puskemas di
wilayah kerja sekitar area pekerja emping tersebut.
Fungsi dari struktur serta kegiatan organisasi:
Selaku Ketua dan dibantu dengan wakil ketua memantau dan mengarahkan para pekerja
untuk datang dan berpartisipasi dalam setiap kegiatan yang diberikan oleh puskesmas dengan
diadakannya penyuluhan mengenai cara-cara dan posisi yang baik dan benar dalam
melakukan pekerjaannya sehari – hari dengan memberikan contoh bagaimana cara yang baik
dan benar dalam duduk untuk jangka panjang serta posisi yang baik dan benar dalam
mengambil barang dengan membungkuk serta,penyuluhan juga berupa penyuluhan

19
bagaimana cara menggunakan sarung tangan masker serta pertolongan pertama bilaterjdi
kecelakaan pada saat bekerja serta kebersihan dengan melakukan penyuluhan berupa PHBS
dan cuci tangan yang baik dan benar setelah bekerja dan hendak makan agar terhindar dari
bakteri-bakteri yang ada di tempat kerja. Para pekerja juga melakukan beberapa kegiatan
untuk menghibur diri dengan cara melakukan acara kumpul-kumpul selagi arisan guna
menciptakan hubungan yang baik antara sesame pengrajin emping ini dibantu oleh fungsi dan
struktur dari bendara UKK Makmur.
Penyakit-penyakit dan kecelakaan kerja yang ditemukan, dicatat, dan dilaporkan di daerah
kerja seperti:
 Sakit mata dikarenakan asap yang mengenai mata pekerja emping saat salah satu
proses pembuatan emping
 Sakit pinggang karena posisi bangku
Struktur dan fungsi organisasi :

Ketua

Wakil Ketua

Sekretaris Bendahara Sie.Perlengkapan

Anggota

Diagram alur proses produksi:


Pembuatan Emping

Proses pembuatan emping dimulai dengan mengumpulkan bahan baku berupa buah
melinjau yang sudah tua dan berwarna merah, yang dapat diambil dari kebun sendiri atau
gunung di sekitar tempat tinggal pengrajin. Buah melinjau diambil oleh laki-laki pada pagi

20
hari di musim panen melinjau, yakni pada musim penghujan. Pada musim kemarau jumlah
biji melinjau yang didapat kurang lebih sebesar 10 kg. Buah melinjau kemudian dikupas
kulitnya, yang juga dapat dijual sebagai bahan masakan.

Biji melinjau kemudian disangrai dengan menggunakan pasir laut bersih yang ditaruh
pada kompor yang terbuat dari tembikar di atas tungku yang ada di luar rumah. Bahan bakar
untuk yang digunakan adalah kayu, kulit kelapa, dan bensin bekas. Tungku dan bahan bakar
yang digunakan saat ini sudah melalui pertimbangan sehingga asap yang dihasilkan saat biji
melinjau disangrai tidak terlalu banyak. Biji melinjau disangrai selama kurang lebih 3 sampai
5 menit. Setelah itu biji dipindahkan ke alas dan dikelupas kulitnya dengan menggunakan
ulekan yang terbuat dari batu saat masih panas agar emping yang dihasilkan dapat “mekar”
dengan baik.

Biji yang sudah dikelupas kulitnya kemudian ditumbuk dengan menggunakan palu
khusus. Tergantung seberapa halus biji melinjau dipukul, emping yang dihasilkan dapat
berupa ceplis (biji ditumbuk tidak sampai halus dan ukurannya lebih kecil), dan emping biasa
(biji ditumbuk halus dan terdiri dari 10 biji melinjau yang ditumbuk menjadi satu sehingga
ukurannya menjadi lebih besar). Hasil tumbukkan kemudian dipindahkan ke alas lain untuk
dijemur selama 2-3 jam untuk setiap sisi agar menjadi kering. Hasil tumbukkan ini dapat
langsung dijual, atau kemudian digoreng menggunakan mentega oleh pengrajin untuk dijual
secara langsung atau melalui saudagar.

Kegiatan ini dilakukan dari jam delapan pagi sampai jam empat sore setiap harinya,
dengan interval waktu kerja 2 jam yang diselingkan dengan istirahat selama setengah sampai
satu jam, yang dapat digunakan untuk mengerjakan pekerjaan rumah. Para pengrajin hampir
seluruhnya berjenis kelamin perempuan, dan satu atau dua orang laki-laki, yang bekerja
dengan menggunakan alat pelindung diri (APD) berupa topi, masker, sarung tangan, dan
celemek. Pengrajin mengakui bahwa penggunaan APD terkadang tidak digunakan,
khususnya pada musim kemarau dimana bahan baku produksi emping berkurang.

21
BAB IV

PEMBAHASAN

IV.1 Pajanan Kimia

IV.1.1 Hasil kunjungan


Pada kunjungan ini, kami bertemu dengan Ibu Mesinah (50 tahun) dan Ibu Harsanah
(48 tahun) yang merupakan anggota dari UKK Makmur. Mereka sehari-hari bekerja sebagai
pembuat emping selama kurang lebih 25 tahun. Proses pembuatan emping mereka lakukan di
samping rumah. Proses kerja pembuatan emping ini ialah pertama menyiapkan alat dan bahan
yaitu tungku, kayu bakar, korek api, daun kelapa, pasir laut, biji melinjo, palu pemukul,
tandan untuk menjemur emping, cobek batu. Pertama siapkan tungku dan taruh pasir laut di
dalam tungku, kemudian nyalakan api, bakar daun kelapa kemudian bakar kayunya sehinga
api tetap menyala. Setelah api menyala dan pasir mulai panas masukan biji melinjo lalu di
sangrai sampai terlihat agak hitam kulitnya, lalu ditumbuk sedikit dengan cobek batu untuk
membuka kulitnya, lalu biji yang telah terkupas di ketuk hingga pipih dan dibentuk menjadi
lingkaran sedang, kemudian di angkat dan dijemur. Setelah kering, emping akan dikemas dan
di jual ke pasar merak.
Pajanan kimia yang dialami oleh kedua pengrajin ini berasal dari proses menyangrai
biji melinjo, dimana proses ini menggunakan kayu bakar dan daun kelapa kering sebagai api
(sumber panas). Saat kami observasi tempat kerja mereka, didapatkan design tempat kerja
yang dapat memperbesar risiko pajanan kimia (asap pembakaran).
Tempat kerja dimana proses produksi emping berlangsung cukup sempit, sehingga
ruang gerak yang tersedia juga terbatas (Gambar 1). Hal ini didukung dengan penempatan
seluruh alat dan bahan yang berkaitan dengan proses produksi juga memakan tempat yang
cukup banyak. Dengan kurangnya luas tempat saat bekerja, jarak antara pekerja dengan
sumber paparan menjadi lebih dekat sehingga dosis pajanan atau jumlah paparan dari pajanan
yang diterima dapat meningkat pula. Demikian pula pada kasus ini, dengan jarak yang dekat
antara pekerja dengan tempat sangrai, maka pada saat menyangrai melinjo asap yang
dihasilkan pada proses tersebut dapat dengan mudah berperan sebagai pajanan kimia yang
dapat menganggu kesehatan.
Tempat dimana proses sangrai dilakukan juga tidak sepenuhnya terbuka, dimana di
bagian depan ditutupi dengan seng dan dilengkapi dengan genteng dibagian atas sehingga
asap hasil pembakaran dapat tertahan dan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk
meyebar keluar. Hal ini dapat menyebabkan terganggunya ventilasi udara berupa kurangnya

22
udara segar yang masuk serta buruknya distribusi dan pertukaran udara sehingga kualitas
udara buruk dan dapat memberi pengaruh negatif bagi kesehatan.

Gambar 1. Tempat kerja Ibu Mesinah dan Ibu Harsanah


Pencemaran udara dapat memberikan dampak terhadap tubuh, terutama daerah atau
organ tubuh yang terkena paparan langsung antara lain adalah iritasi mata, mata pedih, mata
merah, mata berair. Dapat pula terjadi iritasi pada hidung sehingga terasa gatal, selain itu
dapat menyebabkan gangguan yang bersifat neurotoksik seperti sakit kepala, mudah merasa
lelah dan sulit berkonsentrasi. Kemudian asapnya dapat membawa dampak juga pada sistem
paru dan pernapasan sehingga menimbulkan batuk, nafas berbunyi, rasa sesak dan berat di
dada, pada kulit dapat menyebabkan kulit kering dan gatal, atau pun gangguan lainnya seperti
gangguan saluran cerna dan lain sebagainya. Keluhan yang dirasakan biasanya tidak terlalu
parah dan tidak menimbulkan kecacatan tetap, namun menganggu kenyamanan pekerja
sehingga mengakibatkan turunnya produktivitas pekerja.21
Berdasarkan suatu penelitian mengenai hubungan antara paparan asap pembakaran
dengan sindrom mata kering, didapatkan bahwa terdapat hubungan antara keduanya.22
Keluhan utama yang dirasakan Ibu Mesinah dan Ibu Harsanah yaitu perih pada mata
dan sesak napas karena terpajan dan menghirup asap dari pembakaran kayu dalam jangka
waktu lama. Biasanya jika matanya perih, mereka hanya mengucek mata mereka saja.
Diketahui waktu kerja dimulai dari pukul 8 pagi hingga pukul 12 siang, lalu istirahat selama 2
jam dan kemudian mulai bekerja lagi dari pukul 2 siang hinga pukul 4 sore. Saat wawancara,
diketahui Ibu Mesinah menderita diabetes mellitus (DM), gula darah dari Ibu Mesinah pernah
mencapai 500 mg/dL. Sedangkan Ibu Harsanah tidak menderita DM. Hasil pemeriksaan
kadar asam urat di Puskesmas Ibu Mesinah dan Ibu Harsanah dalam batas normal (DBN).
Satu tahun yang lalu Ibu Mesinah melakukan operasi katarak. Katarak yang dialami Ibu

23
Mesinah bukan akibat dari pajanan kimia di tempat kerja, melainkan kemungkinan besar
karena faktor diabetes mellitus yang ia derita.23,24
Alat pelindung diri (APD) yang diberikan oleh Puskesmas adalah sarung tangan karet,
masker, dan apron. Sedangkan kacamata untuk melindungi bagian mata belum diberikan.
Namun, APD yang sudah diberikan tidak mereka kenakan ketika sedang bekerja karena
mereka merasa kurang nyaman dan tidak terbiasa jika harus bekerja menggunakan sarung
tangan. Selain itu, jika menggunakan masker mereka menjadi kesulitan bernafas. Pengobatan
dan penyuluhan dilakukan setiap bulannya oleh pihak Puskesmas dalam upaya mengontrol
dan memastikan pencegahan dapat berlangsung terus menerus.
Menghirup asap hasil pembakaran dalam waktu singkat dapat menyebabkan efek
langsung (akut). Asap dapat mengiritasi mata, hidung, dan tenggorokan atau bau yang
mungkin mengganggu. Penelitian telah menunjukkan bahwa beberapa orang terkena asap
tebal memiliki perubahan sementara dalam fungsi paru-paru, yang membuat bernapas lebih
sulit. Dua dari agen utama dalam asap yang dapat menyebabkan efek kesehatan yaitu gas
karbon monoksida (CO) dan partikel yang sangat kecil (partikel halus atau PM 2,5).18,25
Menghirup gas CO dapat mengurangi pasokan oksigen tubuh, mengingat karbon
monoksida lebih mudah terikat dibandingkan oksigen. Hal inilah yang dapat menyebabkan
sakit kepala, berkurangnya kewaspadaan, dan memperburuk kondisi sistemik hingga jantung
yang dikenal sebagai angina. Partikel halus juga dapat melakukan perjalanan jauh ke dalam
saluran pernapasan hingga mencapai paru-paru. Menghirup partikel halus dapat
menyebabkan berbagai efek kesehatan, termasuk iritasi pernapasan dan sesak napas, dan
dapat memperburuk kondisi medis seperti asma dan penyakit jantung. Selama meningkat
tenaga fisik, efek kardiovaskular dapat diperburuk oleh paparan karbon monoksida dan
partikel. Setelah paparan berhenti, gejala dari menghirup karbon monoksida atau partikel
halus umumnya berkurang, namun dapat berlangsung selama beberapa hari tergantung dari
tingkat konsentrasinya.19,25
Paparan jangka panjang untuk udara yang mengandung partikel halus ambien telah
dikaitkan dengan peningkatan penyakit kardiovaskular dan kematian pada penduduk yang
tinggal di daerah dengan polusi udara partikulat halus yang lebih tinggi.25
IV. 1.2 Saran
Melihat adanya potensi gangguan kesehatan yang berasal dari proses sangrai (asap
pembakaran) baik bagi ibu-ibu pembuat emping maupun bagi orang lain di sekitar tempat
pembuatan emping, maka diperlukan upaya pencegahan dan pengendalian kesehatan dan
keselamatan kerja khususnya untuk pajanan kimia. Rata-rata para pekerja sudah menjadi
24
pembuat emping selama 10 tahun. Mereka melakukan pekerjaan ini secara peorangandan
dikerjakan di sekitar rumah mereka. Namun, lingkungan tempat kerja dan alat yang
digunakan masih tradisional. Akan sulit untuk menyediakan satu lahan khusus untuk para
pengrajin emping, maka untuk itu kami menyarankan

1. Rekayasa teknik berupa pembuatan design baru untuk tempat kerja mereka. Seperti
dibuatkan cerobong asap dari tungku pembakaran agar asap tidak mengarah langsung
ke pekerja sehingga dapat mengurangi risiko gangguan mata perih dan sesak napas.
2. Administratif kontrol diperlukan adanya pembagian kerja, dalam arti jika satu
rumah pengrajin emping terdiri atas ibu dan anak, maka yang bertugas untuk proses
sangrai dapat dikerjakan oleh si ibu pada sesi pagi (pukul 8-12) dan dikerjakan oleh si
anak pada sesi siang (pukul 2-4). Kemudian apabila kondisi fisik sedang tidak fit,
maka lebih baik untuk tidak bekerja dahulu. Bentuk administratif kontrol lainnya bisa
juga berupa inovasi dari ketua UKK mengenai cara lain dalam proses pembuatan
emping.
3. APD lebih baik dilakukan penyuluhan lebih sering mengenai kapan saja harus
menggunakan APD, manfaat penggunaan APD terlebih pada pengunaan masker,
sarung tangan, dan kacamata kerja. Pemberian kaca mata kerja perlu diutamakan,
untuk mengurangi seringnya mengucek mata akibat mata perih. Selain itu bisa juga,
ibu-ibu pengurus UKK memberikan contoh penggunaan APD saat bekerja.
Penggunaan APD mungkin agak sulit terealisasikan karena ini berhubungan dengan
peubahan perilaku seseorang.
4. Kami tidak menyarankan untuk mengeliminasi kayu bakar atau mensubtitusinya
menjadi kompor gas dikarenakanpekerjaan ini dilakukan perorangan dengan modal
sendiri. Selain itu penghasilan yang didapat tidak pasti jumlahnya sebab, kerjanya
berdasarkan ketersediaan bahan baku (biji melinjo) di pasar. Dan juga rata-rata ibu
pembuat emping ini tidak memiliki suami dan hanya mengandalkan hasil dari
penjualan emping untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Kami menyarankan jika penggunaan kayu bakar masih ingin terus dilanjutkan maka perlunya
dilakukan rekayasa teknik yaitu membuat cerobong asap agar paparan asap pembakaran kayu
tidak secara langsung terhirup oleh pembuat emping.

25
IV.2 Pajanan Biologi
IV.2.1 Hasil Kunjungan
Melalui observasi yang dilakukan pada saat kunjungan pada hari Kamis, 25 Oktober
2018 terdapat beberapa pajanan biologis yang dapat berpengaruh pada kesehatan karyawan
pembuat emping yaitu:

1. Luka tertusuk kayu


 Kayu, tempurung kelapa dan batang bambu digunakan sebagai sumber bahan
bakar dalam proses pembuatan emping. Para karyawan mengumpulkan kayu
dari Kawasan sekitar tanpa menggunakan alat pelindung diri yaitu gloves
sehingga meningkatkan risiko kecelakaan tertusuk kayu. Menurut hasil
wawancara, pekerja pernah beberapa kali kesusupan namun tidak sampai
menimbulkan infeksi karena langsung mendapatkan pertolongan dan rawatan.
2. Tinea versicolor
 Kayu dan batang bambu yang digunakan sebagai bahan bakar tidak disimpan
di tempat penyimpanan khusus, sebaliknya hanya diletakkan di sekitar
lingkungan tempat tinggal dan tempat pembuatan emping. Terdapat risiko
terjadi jamuran terutama pada musim hujan apabila kayu terkena air dan
berada dalam keadaan lembab. Hasil wawancara menemukan keluhan gatal
saat berkeringat pada 1 orang karyawan.
 Menurut pekerja, emping yang dijemur dan terkena hujan akan berkulat
setelah 3 hari. Risiko jamuran sangat meningkat terutama pada musim hujan
dimana emping yang tidak kering dengan sempurna disimpan di dalam
ruangan tempat tinggal pekerja.
3. Kondisi lingkungan kurang higinenya
 Dapat dilihat pada proses pembuatan emping dimana emping yang sudah siap
dijemur di anyaman kayu agar kering. Anyaman kayu tersebut kemudian
hanya dibiarkan tanpa pengawasan di atap rumah atau di tanah.
 Pada sekitar lingkungan pembuatan emping, bahan bakar yang dikumpul tidak
disimpan di tempat khusus sebaliknya hanya dibiarkan bertumpuk. Terdapat
risiko haiwan liar seperti tikus dan ular.
4. Pencucian alat jarang dilakukan

26
 Alat- alat seperti batu/landasan kayu dan kuali yang digunakan untuk
menggoreng bahan baku jarang dicuci dan dibersihkan agar alat-alat tersebut
tetap kering dan dapat digunakan setiap hari. Alat-alat yang digunakan hanya
ditutup dengan kantong plastik atau kain pada saat tidak digunakan.

IV.2.2Pembahasan

1. Luka tertusuk kayu


Luka tertusuk serpihan atau kesusupan merupakan luka yang sangat yang
sangat kecil dan tidak mengeluarkan darah. Namun luka ini dapat menimbulkan nyeri
dan infeksi apabila terdapat sisa serpihan yang tertinggal dalam luka. Bakteri dan
kuman yang terdapat pada sisa serpihan dapat menyebabkan infeksi apabila tidak
segera ditangani. Sisa kotoran atau sisa serpihan perlu dikeluarkan dengan segera dari
luka dengan cara menekan di sekitar luka. Pinset yang bersih atau yang telah
disterilkan dengan alkohol atau panas dapat digunakan untuk mengeluarkan sisa
serpihan kayu dari luka.26
Jika sisa kotoran atau serpihan sudah dikeluarkan dari luka, luka harus dicuci
dengan air bersih. Untuk membantu penyembuhan luka, gunakan plester dan
mengganti plester setiap kali mandi. Apabila luka tetap tidak sembuh dan
menimbulkan rasa nyeri setelah dua hari, maka segera mendapatkan penanganan dari
dokter, atau apabila serpihan dan kotoran tidak dapat dikeluarkan dari luka.26

2. Tinea versicolor

Tinea versikolor atau pityriasis versicolor adalah infeksi jamur superfisial


pada kulit yang disebabkan oleh Malassezia furfur atau Pityrosporum orbiculare dan
ditandai dengan adanya makula di kulit, skuama halus, dan disertai rasa gatal. Infeksi
ini bersifat menahun, ringan dan biasanya tanpa peradangan. Pityriasis versicolor
biasanya mengenai wajah, leher, badan. lengan atas, ketiak, paha, dan lipatan paha.27

Penyakit ini terutama terdapat pada orang dewasa muda, dan disebabkan oleh
ragi Malassezia, yang merupakan komensal kulit normal pada folikel pilosebaseus. Ini
merupakan kelainan yang biasa didapatkan di daerah beriklim sedang, bahkan sering
terdapat di daerah berikilm tropis.27

27
Penyebab penyakit ini adalah Malassezia furfur. Pada kulit terdapat flora
normal yang berhubungan dengan timbulnya ptiriasis versikolor ialah Pityrosporum
orbiculare yang berbentuk bulat atau pityrosporum ovale yang berbentuk oval.
Keduanya merupakan organisme yang sama, dapat berubah sesuai dengan
lingkungannya, misalnya suhu, media, dan kelembapan.27

Tinea versikolor timbul bila M.furfur berubah bentuk menjadi bentuk miselia
karena adanya fak-tor predisposisi baik eksogen maupun endogen. Faktor eksogen
meliputi panas dan kelembaban. Hal ini merupakan penyebab sehingga pityriasis
versikolor banyak dijumpai di daerah tropis dan pada musim panas di daerah
subtropis. Faktor eksogen lain adalah penutupan kulit oleh pakaian atau kosmetik
dimana mengakibatkan peningkatan konsenterasi CO2, mikroflora, dan pH.27

Faktor endogen berupa malnutrisi, dermatitis seboroik, sindrom cushing,


terapi imunosupresan, hiperhidrosis, dan riwayat keluarga yang positif. Disamping itu
diabetes melitus, pemakaian steroi jangka panjang, kehamilan, dan peyakit-penyakit
berat memudahkan timbulnya pitiriasis ver-sikolor.27

Patogenesis dari makula hipopigmentasi oleh terhambatnya sinar matahari


yang masuk kedalam lapisan kulit yang akan mengganggu proses pembentukan
melanin dan adanya asam azeleat yang dihasilkan oleh Pityrosporum dari asam lemak
dlam serum yang merupakan inhibitor kompetitif dari tyrosinase.27

3. Kondisi lingkungan kurang higinenya

Dapat dilihat pada pengerjaan pembuatan emping, emping yang sudah selesai
dan masih basah di jemur di anyaman kayu, dan anyaman kayu tersebuk diletakkan
begitu saja di tanah. Hal ini tentu tidak baik dalam segi kebersihan karena berkontak
langsung dengan tanah/semen, sehingga beresiko bagi kesehatan.

4. Pencucian alat jarang dilakukan

Pembuatan emping melinjo dengan menggunakan batu landasan/ kayu yang


permukaannya rata dan licin sebagai tempat untuk memipihkan biji melinjo, wajan
untuk menyangrai biji melinjo, kompor pemanas/tungku api, dan palu besi untuk
memipihkan biji melinjo, anyaman bambu untuk menjemur emping melinjo yang
masih basah.

28
IV.2.3 Saran
1. Perlu pemakaian APD pada pekerja pada saat pengambilan kayu seperti menggunakan
sarung tangan agar terhindar dari tertusuk serpihan kayu atau kesusupan tersebut.
2. Penyuluhan dan edukasi para pekerja pembuat emping jika sudah berkeringat banyak
segera di lap, dan mandi dan juga rutin mengganti pakaian
3. Pada pos makmur (rumah ibu Zubaedah selaku ketua UKK Makmur) sudah terdapat
foto cara mencuci tangan yang benar, tapi mungkin agak terlalu kecil sehingga tidak
begitu jelas. sebaiknya dilakukan penyuluhan dan pelatihan cuci tangan dengan benar
dengan cara 6 langkah dengan air yang mengalir, dan juga edukasi sehingga para
peerja pembuat emping paham dan mengerti cara mencuci tangan yang benar dan
yang terjadi jika tidak mencuci tangan.
4. Seharusnya diberikan penyuluhan tentang cara merawat dan membersihkan alat-alat
yang digunakan. tetapi karena jika dicuci atau dibersihkan dapat merusak emping
tersebut, diharapkan alat tesebut dapat diganti dengan yang baru secara berkala agar
menghindari kerusakan juga menghasilkan emping yang kualitasnya lebih baik dari
segi kebersihan. untuk palu disarankan bisa dicuci dan dikeringkan sampai kering.
5. Lebih baik jika emping yang sudah selesai dan di taruh di anyaman kayu tersebut di
taruh di atas meja atau kursi yang bersih dibandingkan di taruh di tanah.

IV.3 Pajanan Fisik


IV.3.1 Hasil Kunjungan
Pada tanggal 25 oktober 2018 kelompok kami mengunjungi pabrik emping di desa
Cikuasa-Cilegon. Terdapat beberapa proses pembuatan emping dari hasil wawancara kami
dengan pemilik. Pemilik pabrik yang kita kunjungi adalah seorang ibu bernama Faridah
berusia 35 tahun dan dibantu oleh adiknya yang berusia 20 tahun. Jumlah pekerja hanya
sipemilik dan adiknya. Mereka bekerja pada pukul 07:30-12:00 dan 13:30-15:30. Pekerja
tidak menggunakan APD sama sekali dalam bekerja walaupun penyuluhan oleh puskesmas
telah berulang kali dilakukan tiap bulannya dan dibagikan masker secara gratis, pekerja
beralasan bahawa sangat kepanasan dan sesak apabila bekerja menggunakan masker.

29
Demikian juga disampaikan oleh pekerja mengenai keluhan-keluhan yang sering
dialaminya selama kurang lebih 20 tahun lebih bekerja sebagai pembuat emping. Keluhan
yang terutama adalah keluhan sakit mata hingga keluar air mata oleh karena asap yang keluar
dari pemanas tenaga kayu bakar yang digunakan. Keluhan kedua adalah sakit kaki dan
kesemutan akibat posisi duduk yang jongkok dan tempat kerja yang sesak selama berjam-jam
dalam sehari. Dari pemeriksaan fisik yang kita lihat, hal yang paling menonjol adalah jari-jari
pekerja sudah kebal terhadap panas olehkarena setiap hari memegang biji melinjo yang
sangat panas. Keluhan yang mungkin bisa terjadi pada pekerja dan terutama anak-anak
disekitar pabrik adalah gangguan nafas hingga infeksi saluran nafas. Namun pada pekerja
yang kita kunjungi tidak memiliki keluhan.

Di kecamatan tersebut terdapat sebuah puskesmas (puskesmas grogol) yang setiap


bulan didatangi oleh si ibu dengan berbagai keluhannya, namun setiap saat ibu hanya
mengkonsultasikan keluhan sakit matanya. Puskesmas telah melakukan pekerjaannya dengan
baik, namun karena pembuat emping ini merupakan sektor informal dan usaha keluarga, hal
ini menyebabkan para pekerja menjadi acuh tak acuh dengan peringatan dan penyuluhan
yang setiap bulan dilakukan oleh puskesmas. Bahakan di desa ini tersedia juga pos UKK
(Upaya kesehatan kerja) yang selalul mengajarkan para pekerja-pekerja ini cara
menggunakan palu, mengangkan beban manual, pentingnya menggunakan APD saat bekerja,
dsb. Namun kebanyakan hanya diabaikan oleh pekerja.

IV. 3.2 Pembahasan Faktor Fisik

Standar dan persyaratan kesehatan lingkungan kerja industri di Indonesia telah diatur
oleh pemerintah melalui PERMENKES No.70 tahun 2016. Dalam PERMENKES tersebut
dibahas 3 faktor utama yaitu: faktor fisik, faktor biologi, dan faktor penanganan beban
manual. Terutama pada pajanan fisik meliputi iklim kerja, kebisingan, getaran, radiasi non-
ionisasi, dan pencahayaan.28
Dari hasil pengamatn kelompok kami sehubung dengan pajanan fisik, kondisi
lingkungan sangat panas dan ventilasi tidak baik sehingga suhu kerja meningkat.
Pencahayaan dalam pabrik juga gelap karena tidak ada penerangan selain daripada cahaya
matahari yang masuk melalui celah-celah atap. Apabila tidak ada matahari maka akan sangat
gelap dan proses produksi juga terhambat karena tidak dapat mengeringkan emping. Dari segi
kebisingan, getaran, dan radiasi tidak ada pada pabrik ini. Selanjutnya adalah pengangkatan

30
beban manual, pekerja harus mengangkat emping yang yang telah siap dijemur, sekali
pengangkatan sekitar 5-10 kg dan masih dalam nilai ambang normal. Keluhan sakit
punggung belakang bawah tidak akan terjadi atau bisa dihindari apabila pengangkatan
mengikutin arahan yang benar, dengan tidak membungkuk ketika hendak mengangkat namun
jongkok perlahan ambil lalu berdiri.

Gambar 2.Bagan faktor fisik permenkes 201628

Identifikasi Faktor Risiko Fisik:

1. Iklim kerja: panas, akibat pembakaran menggunakan kayu bakar dan ventilasi sangat
buruk, biji melinjo yang diguanakan juga sangat panas namun pekerja tidak ada yang
menggunakan APD berupa sarung tangan.
2. Kebisingan: tidak bising
3. Getaran: tidak ada getaran
4. Radiasi Non-Pengion: tidak ada radiasi

IV. 3.3 Saran

Bagi pekerja

31
Iklim lingkungan kerja merupakan masalah utama dari faktor fisik sedangkan suhu
biji sudah menjadi kebiasaan bagi pekerja sehingga tidak ada masalah lagi dalam hal tersebut.
Satu-satunya cara untuk menanggulangi masalah iklim merupakan relokasi tempat produksi
ke tempat yang lebih layak dari segi ventilasi dan kesejukkan udara. Relokasi tempat dan
penggunaan APD

Bagi Puskesmas

Jumlah pekerja tidak terlalu banyak, hanya ada sekitar 50 pekerja pembuat emping
didesa tersebut. Penyuluhan tetap harus dilakukan setiap bulan namun pengawasan yang lebih
khusus bagi masing-masing pekerja dalam penggunaan APD harus dilakukan sehingga
kesehatan dan kesejahteraan para pekerja baik. Pekerja banyak mengeluh akibat mahalnya
harga bahan baku mengakibatkan pendapatan kecil hanya sekitar Rp.20.000 per hari. Namun
mereka tidak dapat produktif apabila sakit oleh karena hal-hal yang sebenarnya bisa
dihindari.

IV.4 Pajanan Ergonomi


IV.4.1 Hasil Kunjungan
Secara umumnya, proses memproduksi emping dibagi menjadi 5 tahapan yaitu
pengumpulan bahan, sangrai, pengupasan kulit, penipisian biji dan penjemuran. Pada
kunjungan kami pada tanggal 25 Oktober 2018 yang lalu, kami hanya bisa mengamati 4 dari
5 proses tersebut yaitu proses sangrai biji, pengupasan kulit, penipisan biji dan penjemuran.
Terdapat beberapa dampak ergonomi yang telah pun kami amati yang sangat merugikan
kesehatan pekerja.

Pada salah satu stasion(checkpoint) proses pembuatan emping, terdapat 2 orang ibu
yang sedang mengerjakan proses-proses di atas. Dari anamnesis kita bisa mengetahui bahawa
kedua-dua ibu bekerja 10 jam sehari sepanjang tahun. Mereka tidur pada pukul 10 malam dan
bangun pada pukul 4 pagi. Setelah membersihkan rumah dan menyelesaikan urusan rumah,
mereka mula kerja pada pukul 7 pagi sampai pukul 5 sore. Walaupun ada waktu istirahat
pada pukul 12 hingga pukul 1 siang, waktu kerja mereka sudah melebihi kapasitas kerja
manusia biasa yaitu 8 jam sehari. Pada kasus ini, kedua-dua ibu bekerja 10 jam sehari dan ini
berarti mereka bekerja sebanyak 2 jam dengan beban melebihi kapasitas mereka. Sekiranya

32
mereka bekerja 5 hari seminggu berari dalam satu tahun mereka bekerja 480 jam tambahan
sehingga menyebabkan perbagai dampak negatif pada kesehatan mereka.

Pada pukul 12 siang (waktu istirahat), pekerja tersebut membalik semua empiang
yang sedang dijemur. Setiap hari kedua-dua ibu membeli sendiri biji melinjo dari pasar
sebanyak 20 kg yang hanya akan menghasilkan 10 kg emping. Proses dengan rasio 2:1 ini
diawali dengan sangrai biji melinjo tersebut menggunakan pasir laut kemudian ditumbuk saat
masih panas supaya bisa mengembang bijinya. Setelah emping dijemur dan dikering, mereka
akan mengumpulkan semua hasil produksi mereka ke kolektor untuk dijual dengan harga 7
ribu per kg. Setelah itu, kolektor akan menjual emping ke pasar dengan harga 15 ribu per kg
dan pasar akan menjual ke konsumen dengan harga 50 ribu per kg.

Ketika menyanyakan riwayat keluarga mereka, kita dapat informasi bahwa suami
salah seorang ibu sebenarnya bekerja di Castrol dan dia melakukan pekerjaan pengrajin
emping untuk mengisi waktu luang dan uang yang dihasilkan bisa menambah uang jalannya.
Antara keluhan yang didapati pada kedua-dua ibu tersebut adalah mata suka berair dan perih
karena asap dan panas, sakit tangan dan punggung bawah (low back pain). Keluhan tersebut
tidak diobati dan menurut ibu sakitnya berkurang waktu tidur dan keesokan harinya bisa
bekerja lagi seperti biasa.

Sebenarnya puskesmas wilayah kerja pabrik emping ini sangat prihatin terhadap
masyarakat setempat. Mereka telah menyediakan berbagai APD berupa masker, sarung
tangan, celemek dan juga diberi sepatu boot kepada pekerja pabrik emping ini. Namun dalam
pengerjaannya kedua-dua ibu ini lebih memilih untuk tidak menggunakan APD terutama
sarung tangan karena menurut mereka, sarung tangan menyebabkan pekerjaan mereka tidak
efisyen karena sulit memegang palu serta waktu kerja mereka menjadi sangat lama. Salah
seorang ibu juga bercerita bahwa UKK setempat juga sering mengajarkan cara memegang
palu yang benar ketika mengetuk melinjo namun kata ibu cara tersebut rasanya tidak nyaman
dan membuat pekerjaan menjadi lama. Ibu tersebut juga mengeluh bahwa terkadang ibu
meminta obat tetes mata di Puskesmas setempat dan seringkali dokter Puskesmas tidak
memberikan obat tersebut karena obta tetes mata sudah habis dalm belum datang lagi
stoknya.

Dari pemeriksaan fisik didapat kedua-dua tangan mereka sudah tidak ada sidik jari
akibat terlalu sering memegang biji melinjo yang panas tanpa menggunakan sarung tangan.
Salah seorang ibu tersebut pula memiliki riwayat rheumatik atritis sehingga ia mengeluhkan

33
kerjanya butuh waktu lebih lama untuk menghasilkan 1 keranjang emping karena dia
mengalami kesulitan saat menggunaka palu dan ketika menumbuk terlalu lama (power-grip
dan repetitive movement) dan tangan ibu merasa keram serta timbul rasa nyeri saat dikepal
tangannya. Keluhan rheumatik atritis sudah ibu tersebut mengalami sejak 2 tahun yang lalu
dan sudah meminum obat dari Puskesmas.

IV.4.2 Pembahasan

Aplikasi kesehatan kerja dalam kasus ini dapa dibagi menjadi 2 yaitu posisi kerja dan
proses kerja. Posisi kerja terdiri dari posisi duduk dan berdiri. Waktu duduk kaki tidak harus
terbebani dengan berat tubuh dan posis berdiri hasur perkatikan tulang belakang yang vertikal
dan berat barat tertumpu secara seimbang pada kedua-dua kaki. Di samping itu, proses kerja
merangkumi semua aspek kerja dan dalam konteks kita semua tahapan kerja memproduksi
emping seperti menyangrai biji, pengupasan kulit, penipisan biji dan penjemuran termasuk di
sini.

Hasil dari pengamatan kami, posisi kerja di pabrik emping cikuasa kurang baik.
Ketika kita melihat dari konteks hazard ergonomi terdapat 5 dari 6 hazard pada pabrik
cikuasa tersebut. Yang pertama adalah forceful exertion. Didapati pekerja pabrik
menggunakan kekuatan otot yang berlebihan ketika mengetok biji melinjo. Yang kedua
adalah repetitive movement. Hal ini dilihat ketika pekerja melakukan aktivitas yang berulang
secara ritmik yang bisa dilihat sepanjang proses memproduksi emping dari sangrai sampailah
penjemuran. Kombinasi hazard 1 (power grip) dengan hazard 2 sangat berbahaya sehingga
bisa menyebabkan Carpal Tunnel Syndrome dan ketika anamnessi sudah etrdapat beberapa
petanda yang mengarah ke CTS. Hazard ketiga adalah awkard position. Hal ini dapat diamati
apabila pekerja duduknya sangat sempit sehingga kemungkinan untuk meregangkan badan
pun sulit. Tidak ada bantalan pada tempat duduk dan bangku kerja mereka tidak ada bagian
sandaran apapun. Pekerjaan yang dilakukan dengan duduk membungkuk tanpa support
mechanism yang baik akan menyebabkan pungung dan leher rasa sakit dan keluhan seperti
hernia nucleus pulposus dan low back pain sering terjadi. Manual handling dengan
pergerakkan angkat, angkut, tarik dan dorong juga bisa dilihat sepanjang kerja membuat
epming dilakukan.29

Hernia Nukleus Pulposus adalah disebabkan oleh rusaknya serat-serat annulus


fibrosus pada suatu tempat tertentu sehingga lapisan annulus pada tempat tersebut tipis dan
lemah. Selain itu, trauma yang bisa menyebabkan tekanan intradiskus yang mendadak naik

34
sehingga lapisan tersebut akan terdorong ke luaruga menjadi etiologi dari keluhan ini.
Keluhan ini tidak terlepas dari proses degenerasi annulus yang telah berkembang sebelumnya
tetapi ada juga kasus HNP yang terjadi pada usia muda. Secara umumnya, sekiranya terdapat
rasa baal atau kesemutan pada daerah ekstremitas bawah, kita bisa mencurigai adanya HNP.
Disc degeneration, prolaps, extrusion dan sequestration merupakan antara fase dari keluhan
ini. (Gambar 3)29

Gambar 3. Proses terjadinya HNP30


Nyeri punggung bawah atau Low Back Pain didefinisikan sebagai nyeri dan
ketidaknyamanan, yang terlokalisasi di bawah sudut iga terakhir (costal margin) dan di atas
lipat bokong bawah (gluteal inferior fold), dengan atau tanpa nyeri pada tungkai. Berdasarkan
lama perjalanan penyakitnya, nyeri punggung bawah diklasifikasikan menjadi tiga yaitu akut,
subakut, dan kronis. Nyeri punggung bawah akut didefinisikan sebagai timbulnya episode
nyeri punggung bawah yang menetap dengan durasi kurang dari enam minggu.31

Menurut artikel Rumah Sakit Jakarta, posisi duduk sangat penting karena gerakan
duduk yang salah dapat menimbulkan penyakit pada tulang belakang yang apabila tidak
ditangani sedini mungkin efek sampingnya baru akan terasa di masa yang akan datang. Salah
posisi duduk bisa menyebabkan tubuh jadi sakit semua, atau juga punggung yang nyeri. Dan
apabila Anda membiasakan diri duduk di posisi membungkuk, tubuh juga jadi tidak tegap
dan postur tubuh berubah. Terdapat 6 perkara yang harus dilakuin untuk menjaga posisi
duduk kita. Antaranya termasuk:32

35
1. Duduk tegak dengan punggung lurus dan bahu ke belakang
Jika bokong telah menyentuh bagian belakang kursi, misalnya kursi kantor, tandanya Anda
telah duduk dengan benar. Normalnya, lengkungan pada tulang belakang akan tampak saat
kita duduk. Letakan bantal kecil sebagai penyanggah untuk membuat posisi lengkungan
tulang belakang Anda normal.

2. Tekuk lutut pada sudut yang benar


Pastikan posisi lutut lebih tinggi dari pinggul, agar posisi duduk Anda proporsional.
3. Hindari menyilangkan kaki
Biasakan kaki Anda berpijak pada palang kayu yang ada di bawah meja. Dengan berpijak,
kaki akan berada pada posisi tegak dan membuat tubuh Anda otomatis berada pada posisi
duduk yang benar.
4. Letakkan kursi dekat dengan meja
Semakin dekat dengan meja tempat Anda bekerja, semakin sedikit pula otot yang bekerja
untuk menariknya. Oleh karena itu, pastikan tempat duduk Anda dekat dengan tempat Anda
bekerja agar otot lebih rileks.
5. Istirahatkan lengan dan siku
Regangkan sesekali lengan dan siku Anda sehingga bahu akan terasa lebih rileks.
6. Jangan melintir punggung
Saat Anda akan mengambil barang dalam posisi duduk, putarlah seluruh tubuh untuk
meraihnya. Ini juga berlaku saat Anda duduk di kursi kantor dan jenis kursi lain yang dapat
diputar.
Aplikasi kedua adalah proses kerja. Dalam proses kerja kita harus melihat jam
kerja. Jam kerja adalah waktu untuk melakukan pekerjaan, dapat dilaksanakan siang hari
dan/atau malam hari. Jam Kerja bagi para pekerja di sektor swasta diatur dalam Undang-
Undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya pasal 77 sampai dengan pasal
85.
Pasal 77 ayat 1, UU No.13/2003 mewajibkan setiap pengusaha untuk melaksanakan
ketentuan jam kerja. Ketentuan jam kerja ini telah diatur dalam 2 sistem seperti yang telas
disebutkan diatas yaitu:
 7 jam kerja dalam 1 hari atau 40 jam kerja dalam 1 minggu untuk 6 hari kerja dalam
1 minggu; atau

36
 8 jam kerja dalam 1 hari atau 40 jam kerja dalam 1 minggu untuk 5 hari kerja dalam 1
minggu.
Pada kedua sistem jam kerja tersebut juga diberikan batasan jam kerja yaitu 40 (empat puluh)
jam dalam 1 (satu) minggu. Apabila melebihi dari ketentuan waktu kerja tersebut, maka
waktu kerja biasa dianggap masuk sebagai waktu kerja lembur sehingga pekerja/buruh
berhak atas upah lembur.33

IV.4.3 Saran

Bagi UKK:

 Mencoba menyediakan kursi dengan sandaran (support mechanism) dan bantalan


serta meja mengetok biji melinjo setinggi siku pekerja sekiranya berdiri atau
senyaman mungkin menduduk
 Melakukan pencegahan primer dengan penyuluhan, perubahan perilaku dan olahraga.
Target pencegahan ini adalah pasein itu sendiri. Antara contoh spesifik untuk kasus
ini adalah dengan memberikan penyeluhan tentang cara melakukan sesuatu kerja
dengan benar tanpa memberikan tekanan yang terlalu banyak pada bagian tubuh.
Cara ini bisa mengatasi pajanan ergonomis pasien. Selain itu, olahraga stretching
sangat bermanfaat untuk pasein seperti di kasus kita. Dengan melakukan aktivitas
pemanasan aliran darah tubuh menjadi lebih kancar dan fleksibilitas tubuh juga
menjadi lebih baik. Hal ini dapat mengatasi pajanan fisik seperti getaran serta faktor
ergonomis seperti akward position dan satic position. Di samping itu, juga melakukan
follow-up suapay dapat mengetahui keadaan sebenar seperti kesulitan yang dialami
oleh pekerja dalam menerapkan program-program penyeluhan.
 Boleh mengambil panduan aktivitas dari American Asociation of Family Physician
khusus untuk gangguan low back pain dengan cara non-medikamentosa (Tabel)34

37
Tabel 1. Farmakologi dan Intervvensi Non Medis untuk Low Back Pain34
 Pencegahan jenis sekunder juga boleh dilakukan. Hal ini difokuskkan pada pihak
perusahan. Batas beban kerja seorang adalah 8 jam per hari 5 hari seminggu. Pasien
kita pula bekerja 10 jam sehari 5 hari seminggu. Ini menunjukkan pasien kita bekerja
sebanyak 2 jam lebih dari batas kapasitas kerjanya dalam seminggu dan 10 jam dalam
sebulan serta 120 jam dalam setahun. Hal ini harus diperbaiki oleh UKK dengan
memberikan penyuluhan
 Pencegahan tersier dengan medical check-up harus dilakukan untuk memonitor
perkembangan keluhan. Contohnya, seorang ibu yang dianamnesis mempunyai
keluhan rheumatik atritis dan penyakit degenratif ini harus dimonitor

Bagi Puskesmas:

 Memastikan obat-obat sentiasa ada stok lebih. Memastikan proses order dan
menerima obat serta barang kesehatan lebih efisien

Bagi Pengrajin Emping Cikuasa:

 Menggunakan APD yang diberikan oleh pihak UKK dan Puskesmas


 Selama bekerja mencoba menegakkan tubuh dengan kepala tidak terlalu menunduk
dengan kaki diletakkan pada sanggahan meja

38
 Saat istirahat, pukuk 12-1 siang jangan melakukan aktivitas apapun dan tidur atau
berbaing agar anggota badan dapat releks dalam posisi ekstensi lurus
 Melakukan kerja di tempat terbuka agar supaya asap pembakaran kayu tidak
terkumpul
 Melakukan olahraga dan pemanasan sebelum memulakan kerja

IV.5 Pajanan Psikososial


Faktor psikologi merupakan faktor yang muncul pada mental/pikiran dan hubungan
sosial pada tempat kerja. Akibat yang timbul dari faktor ini biasanya pekerja mengalami
stress. Hal ini disebabkan karena biasanya kurangnya istirahat atau pekerja mengalami titik
jenuh karena pekerja merasa monotone terhadap aktivitas keseharian mereka. Kurangnya
refreshing pekerja. Kesenjangan antara pegawai satu terhadap pegawai lainya juga
mendukung faktor stress.15-18 Jadi pada suatu home industry seharusnya diadakan suatu
kegiatan diluar kegiatan kerja agar tidak mengalami kejenuhan dan menjaga tenggang rasa
terhadap sesama pegawai, dalam hal ini tempat yang kami kunjungi merupakan tempat
pembuatan emping dan kami sudah menanyakan tentang kejenuhan pekerja emping ini
selama 2 jam bekerja selanjutnya istirahat dalam 1 hari didapati pekerja tidak mengalami
jenuh ataupun stress dalam melakukan pekerjaanya alasan pekerja menjawab hal tersebut,
karena pekerjaan ini dia lakukan dengan bersungguh-sungguh demi memenuhi kehidupan
keseharianya,seperti untuk biaya makan, selain itu tidak adanya paksaan dalam bekerja
dikarenakan ini merupakan usaha rumah tangga sendiri, dalam hal ini ibu dan bapak yang
bekerja sebagai pembuat emping (yang belum di olah) tidak ada merasa kekurangan jika
barang tidak laku saat dijual, ada juga pekerja yang menghilangkan rasa jenuhnya dalam 1
tahun itu ada 1-2 kali jalan-jalan atau rekreasi ke Bandung, selanjutnya ada juga berkumpul
untuk arisan setiap bulan (Rp 10.000/bulan) dalam arisan ini mereka bisa berkumpul dan
bercerita kesehariaan mereka dalam hal ini dapat menurunkan rasa jenuh mereka, selain itu
bisa juga untuk memperkuat kebersamaan sesama pekerja. Kendati demikian, berdasarkan
suatu penelitian dengan kuesioner mengenai masalah psikologis pada pengerajin emping
ditemukan 74,6% pekerja mengalami stes cukup tinggi tetapi tidak ada yang sangat tinggi.
Pajanan psikologis yang terus-menerus dapat menurunkan tingkat produktivitas dan kualitas
kerja.35

IV.5.1 Pembahasan

39
Pada saat melakukan kunjungan ke lokasi pembuatan emping yang di kawasan
Cikuasa, Cilegon, para pengrajin emping ditemui tidak mengalami beban secara psikososial
dalam melakukan pekerjaannya karena mereka menikmati pekerjaan membuat emping yang
sudah dilakukan sejak masa mudanya, juga pekerjaan ini dilakukan untuk mengisi waktu
luang penduduk setelah menyelesaikan pekerjaan rumah sehingga waktu bekerja dapat
disesuaikan dengan kondisi pekerja dan kesulitan yang ada dalam pekerjaan ini tidak menjadi
beban yang utama dalam keseharian pekerja. Lingkungan tempat tinggal mereka merupakan
lingkungan pengrajinan emping sehingga tidak terjadi kesenjangan antar pekerja. Lokasi
pembuatan emping berada di sebelah luar rumah, sehingga tidak mengganggu anggota
keluarga yang ada di dalam rumah secara langsung. Pos UKK yang menaungi mereka juga
secara rutin memberikan penyuluhan dan pemeriksaan kesehatan kepada para pengrajin
setiap bulan, serta mengadakan beberapa kegiatan seperti olahraga bersama dan jalan-jalan
bersama sehingga para pengrajin dapat bekerja dengan nyaman.

IV.5.2 Saran

Untuk menghindari kejenuhan dan stres pada pengrajin apabila terjadi kesulitan saat
memperoleh bahan baku pembuatan emping, sebaiknya mencoba kegiatan baru seperti
membuat kerajinan makanan lain yang bahannya mudah diperoleh di sekitar tempat tinggal
pengrajin. Hal ini dikarenakan terdapat beberapa bahan baku lain seperti mangga, pisang, dan
kelapa, yang letak pohonnya tidak jauh dari lokasi pohon melinjau.

40
BAB V
KESIMPULAN
Dari data yang kami ambil, kami dapat mengalanalisis pajanan yang dialami para
pekerja emping pada setiap proses pembuatannya dalam bentuk sebuah tabel (Tabel 2).
Dibandingkan dengan standar data yang ada, kami merumuskan 3 prioritas permasalah yang
ada di UKK Makmur. Prioritas masalah utama adalah pajanan ergonomi. Akibat pajanan
ergonomi tidak baik ini para pengrajin emping di UKK Makmur Kabupaten Cilegon sering
mengeluh sakit punggung. Hal ini disebabkan posisi duduk yang tidak baik dan pengangkatan
beban berat berupa kayu bakar yang dapat menyebabkan cedera punggung. Meski telah ada
poster berupa cara pengangkatan barang, namun para pekerja belum mempraktekkan cara
pengangkatan beban dengan baik. Untuk itu kami merekomendasikan untuk diadakannya
penyuluhan dan pelatihan berkala mengenai cara pengangkutan barang dan juga mengenai
cara duduk saat melakukan proses pengempingan.
Prioritas masalah kedua adalah pajanan kimia berupa asap yang mengandung karbon
monoksida, karbon dioksida dan partikulat (PM atau jelaga), serta berbagai macam zat kimia
yang berpotensi bahaya lainnya. Menghirup asap dapat menyebabkan berbagai macam reaksi
dari akut sampai kronis. PAK yang sering dialami oleh para tenaga kerja adalah iritasi mata
dan sesak napas akibat pajanan asap. Untuk itu kami menyarankan agar menghindari paparan
asap dengan cara mengubah posisi pipa akhir tungku pembakaran dan juga memakai APD
seperti goggle dan masker.
Prioritas masalah ketiga adalah pajanan fisik berupa panas yang disebabkan
oleh proses pembakaran kayu bakar. Panas yang diakibatkan proses pembakaran ini dapat
menyebabkan berbagai macam gejala seperti dehidrasi dan gejala akibat paparan panas
seperti heat fatigue. Untuk itu kami menyarankan disediakannya selalu air mineral disekitar
lingkungan kerja agar pekerja tidak kekurangan asupan air. Kami juga menyarankan
disediakannya alat pendingin ruangan seperti kipas angin yang diarahkan ke para pekerja.
Selain dapat mengakomodir panas yang dirasakan, ketersediaan kipas angin dapat
menjauhkan asap hasil pembakaran kayu bakar ke arah pekerja.

41
Tabel 2. Faktor Risiko 5 Pajanan Setiap Proses Pembuatan Emping

42
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Health regulation. 3 November 2016.


Diunduh dari www.depkes.go.id
2. International Labour Organization. Keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja:
sarana untuk produktivitas. Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta: ILO; 2013:6-9.
3. Zakiya Z. Asap rumah tangga lebih berbahaya dari rokok. Published June 2012.
http://nationalgeographic.co.id/berita/2012/06/asap-rumah-tangga-lebih-berbahaya-
dari-rokok.
4. Beaglehole, R. et.al. Dasar-dasar epidemiologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press; 1997
5. Budiarto, E. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran; 2003
6. Veithzal RH, Sagala EJ. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk perusahaan, Edisi
Kedua, Jakarta: Rajawali Pers; 2011.
7. Jeyaratnam J, Koh D. Buku ajar praktik kedokteran kerja. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2009.h 1-5.
8. Levy SB, Wegman DH, Baron SL, Sokas RK. Occupational and enviromental
health,recognizing and preventing disease and injury, 5th Ed, Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins; 2006.p.312-9.
9. Idham, M., Majalah Hiperkes dan Keselamatan Kerja; 2003.p 15-6
10. Soedomo, M., Pencemaran Udara, Kumpulan Karya Ilmiah. ITB; 2001.p 8
11. Santoso, D. Kapasitas Beban angkat untuk pekerja Indonesia. Vol 8. No.2. Jakarta:
Jurusan Teknik Industri.h. 148-55
12. Ergonomi, Pusat Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan RI
http://www.depkes.go.id/downloads/Ergonomi.PDF diunduh pada 3 November 2016
13. Ergonomic guidelines. International Commision on Occupational Health
http://www.icohweb.org/site_new/multimedia/news/pdf/ERGONOMICS
%20GUIDELINES%20Low%20res%20Final%20April%202010.pdf diunduh pada 3
November 2016
14. Nurmianto E. Ergonomi konsep dasar dan aplikasinya. Jakarta: Peratma; 1996.h.53-
90
15. Barry S, Levy, dkk. Occupational and Enviromental Health. Edisi5. USA:CRC Press;
2010. Hal 18-22.

43
16. Aust B, Ducki A. Comprehensive health promotion interventions at the workplace:
experiences with health circles in Germany. Journal of Occupational Health
Psychology 2004; 9: 258 – 270.
17. Bakker AB, Demerouti E. The job demands resources model: state of the art . Journal
of Managerial Psychology 2007; 22: 309 – 328.
18. Siegrist J. Adverse health effects of high/low reward conditions. Journal of
Occupational Health Psychology 1996; 8: 27 – 41.
19. International Labour Organization. Keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja:
sarana untuk produktivitas. Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta: ILO; 2013.h.6-9.
20. Zakiya Z. Asap rumah tangga lebih berbahaya dari rokok. Published June 2012.
http://nationalgeographic.co.id/berita/2012/06/asap-rumah-tangga-lebih-berbahaya-
dari-rokok.)
21. Prasasti CI, Mukono J, Sudarmaji. Pengaruh kualitas udara terhadap gangguan
kesehatan. Jurnal Kesehatan Lingkungan 2005:1(2);160-9
22. Augustine R, Setyandriana Y. Hubungan paparan asap pembakaran terhadap sindrom
mata kering. Diunduh dari www.umy.ac.id, 27 Oktober 2018
23. Wong TY, Loon SC. Saw SM. The epidemiology of age related eye diseases in Asia.
British Youmal of Ophthalmology. 2006;90:506-5.
24. Hadini MA, Eso A, dan Wicaksono S. Analisis faktor resiko yang berhubungan
dengan kejadian katarak senilis di RSU Bahteramas tahun 2016. 2016:3(2);256-66.
25. Widyastuti P. Bahaya bahan kimia pada kesehatan manusia dan lingkungan.
Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC;2006:42-7.
26. Partosuwiryo S, danukusumo HAT. Pititriasis versikolor. Dalam: Diagnosis dan
penatalaksanaan dermatomikosis. Balai penerbit FKUI. Jakarta. 1992: 65-9.
27. Klenk AS, Martin AG, Hefferman MP. Yeast Infection: Candidiasis, Pityriasis
(Tinea) Versicolor. Dalam: Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, dkk.editor.
Fitzpatrick’s Dermatology in general medicine Sixth edition. Mc Graw-Hill. New
York. 2003: 2014-6
28. Mentri kesehatan. Standar dan Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Industri.
PERMENKES N0.70 Tahun 2016.
29. Yassierli. Peningkatan kinerja K3 dan ergonomic. Diunduh dari
http://www.ergoinstitute.com/artikel/26-artikel-dari-narasumber/24-artikel-
2.html. Diunduh pada 27 Oktober 2018

44
30. Herniated disc: Difinition, progression and diagnosis. Diunduh dari
https://www.spineuniverse.com/conditions/herniated-disc/herniated-discs- definition-
progression-diagnosis. Diunduh pada 27 Oktober 2018
31. Longo, Fauci, Kasper, Hauser, Jameson, Loscalzo. Harrison’s principles of
internal medicine. 18th ed. Vol 1. New York. Mc Graw Hill; 2012
32. Posisi duduk yang benar agar tulang belakang yang sehat. Rumah Sakit Jakarta.
Diunduh dari http://rsjakarta.co.id/2015/04/20/posisi-duduk-yang-benar-agar-
tulang-belakang-sehat/. Diunduh pada 28 Oktober 2018
33. Pertanyaan mengenai jam kerja di Indonesia. Diundh dari
https://gajimu.com/pekerjaan-yanglayak/kompensasi/jam-kerja. Diunduh pada 28
Oktober 2018
34. Low back pain. AAFP. Diunduh dari
https://www.aafp.org/afp/2008/0601/p1607.html. Diunduh pada 28 Oktober
2018
35. Sutanti YS, Handoko Y. Prevalensi bahay potensial kesehatan dan keselamatan kerja
pada pengrajin emping dan keripik di Kota Cilegon Banten [pdf]. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana; 2017 [diakses 27 Oktober 2018].
Tersedia di: https://idslide.net/view-doc.html?utm_source=prevalensi-bahaya-
potensial-kesehatan-dan-keselamatan-kerja-pada-pengrajin-emping-dan-keripik-di-
kota-cilegon-banten.

45
GALERI

Gambar 4. Lokasi Pos UKK Makmur

Gambar 5. Tungku pembakaran biji melinjau Gambar 6. Proses pengeringan


emping

46
Gambar 7. Proses Pembuatan Emping Gambar 8. Pengelupasan Kulit Melinjo

Gambar 9. Data Persentase Penyakit Pos UKK

Gambar 10. Jumlah Kunjungan Anggota


47
Gambar 11. 5 Penyakit Terbanyak

Gambar 12. Persentase Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja

Gambar 13. Proses Sangrai

48

Anda mungkin juga menyukai