Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT AKIBAT

KERJA DALAM KEPERAWATAN

Untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Gawat Darurat


Yang dibimbing oleh Bapak Joko Pitoyo, SKp, M.Kep

Oleh kelompok 3:
Maulidia Selfianie (P17212215105) Iga Arif Fathurini (P17212215059)
Muhammad Andriannoor(P17212215106) M. Rezkyansyah A.F (P17212215059)
Della Darmawanti (P17212215013) Sabrina Kumala D (P17212215040)
Dimby Allinda C (P17212215011) Indah Hikmatul Q (P17212215005)
Deby Eka Cahyati (P17212215030) Billiam Nasta K (P17212215064)
Wahyu Artyningsih (P17212215033) Iffa Nur Aulia (P17212215074)
Mariatul Qiftiyah (P17212215025) Hudarista Agustin (P17212215082)
Goodhari Cahyaningsih (P17212215049) Erika Bintan W (P17212215068)

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
PROGRAM STUDI PROFESI NERS KEPERAWATAN MALANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT memberikan Rahmat dan
Hidayah-Nya. Kita masih diberi kesempatan sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada dosen kami yaitu Bapak
Joko Pitoyo, SKp, M.Kep yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk
menyelesaikan makalah ini.

Tujuan penulisan makalah ini agar dapat menambah ilmu pengetahuan dan
wawasan yang dapat membantu dalam penyelesaian kurikulum. Kami menyadari
dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan. Kami mengharapkan kritik
dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata kami mengucapkan terimakasih kepada setiap pihak yang


membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini, kami mohon maaf atas segala
kekurangan dan semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Malang, Agustus 2021

i
DAFTAR ISI
SAMPUL DEPAN ..........................................................................................................
KATA PENGANTAR....................................................................................................i
DAFTAR ISI ................................................................................................................ii
DAFTAR TABEL .......................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN.............................................................................................1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ...........................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan .............................................................................................3
1.4 Manfaat ............................................................................................................3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................5
2.1 Definisi.............................................................................................................5
2.2 Tujuan Pencegahan .........................................................................................5
2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Penyakit Akibat Kerja........................................5
2.4 Penyakit Akibat Kerja .....................................................................................6
2.5 Penyakit Akibat Kerja pada Perawat ...............................................................9
2.6 Penyebab Penyakit atau Cidera Akibat Kecelakaan Kerja pada Perawat......13
2.7 Klasifikasi Jenis Cidera Dan Tingkat Keparahan Akibat Kecelakaan Kerja. 15
2.8 Upaya/Metode Pencegahan Kecelakaan Akibat Kerja...................................15
2.9 Peran Pasien dan Keluarga Sebagai Partner di Pelayanan Kesehatan Untuk
Mencegah Terjadinya Bahaya dan Adverse Event...............................................17
BAB 3 KASUS............................................................................................................20
3.1 Tabel Kasus ...................................................................................................20
BAB 4 PEMBAHASAN..............................................................................................28
4.1 Pembahasan....................................................................................................28
BAB 5 PENUTUP.......................................................................................................32
5.1 Kesimpulan.....................................................................................................32
5.2 Saran...............................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................22

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kasus...........................................................................................................12

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kecelakaan kerja, dapat terjadi dimana saja, baik industrial maupun di
tatanan pelayanan kesehatan. Kecelakaan diartikan sebagai kejadian tidak
terencana dan tidak disengaja yang terjadi karena tindakan tidak aman, kondisi
tidak aman, atau keduanya (Brauer, 2006). Kecelakaan kerja bisa terjadi terutama
di tempat kerja yang memiliki bahaya potensial yang tinggi. Salah satu tempat
kerja yang memiliki potensi bahaya adalah rumah sakit. Rumah sakit merupakan
tempat kerja yang berpotensi tinggi terhadap terjadinya kecelakaan kerja, adanya
bahan mudah terbakar, gas medis, radiasi, dan bahan kimia membutuhkan
perhatian serius terhadap keselamatan pasien, staf dan umum (Sarastuti, 2016).
Dibandingkan dengan industri lain, industri perawatan kesehatan memiliki
tingkat kecelakaan, cedera, dan penyakit terkait pekerjaan yang jauh lebih tinggi
di banyak negara (Aslam et al., 2015). Kecelakaan kerja dapat mempengaruhi
produktivitas kerja yang berdampak terhadap pelayanan kesehatan yang
diberikan oleh rumah sakit (Marbun, 2020).
Data di Kota Bandar Lampung menyebutkan bahwa setiap tahunnya
mengalami kenaikan kecelakaan kerja di Rumah Sakit. Bedasarkan data dari
Dinkes Kota Bandar Lampung, pada tahun 2014 sebesar 2,42%, pada tahun 2015
sebesar 4,37%, pada 2016 sebesar 20,1% (Yulyani et al., 2018). Kasus
Kecelakaan di Rumah sakit yang sering terjadi yaitu tertusuk jarum atau Needle
Stick Injury (NSI), terkilir, sakit pinggang, tergores/terpotong, luka bakar,
penyakit infeksi dan lain-lain (Sarastuti et al., 2016). Penelitian Joseph 2005-
2007 menunjukkan bahwa angka kecelakaan akibat kerja (KAK), cedera tertusuk
jarum suntik mencapai 38-73% dari total jumlah tenaga kesehatan (Kepmenkes,
2010).
Kecelakaan kerja bisa terjadi pada semua profesi yang bekerja di Rumah
sakit salah satunya adalah perawat. Sebagian besar perawat mengalami kondisi

1
yang sulit demi mempertahankan kinerja optimal perawatan pada pasien 24 jam
sehari, diantaranya kondisi fisik, kelelahan mental, kekurangan tenaga, beban
kerja berlebihan, kerja shift, shift malam, dan lembur (Caruso, 2015). Kondisi
yang dialami perawat tersebut dapat menjadi masalah dan meningkatkan perawat
memiliki potensi kejadian kecelakaan kerja (Davas et al., 2016). Kecelakaan
kerja dapat memengaruhi produktivitas dan kualitas kerja perawat. Kecelakaan
kerja dianggap sebagai suatu masalah serius karena mengancam kesehatan dan
kesejahteraan pasien dan petugas kesehatan secara global (Maria et al., 2015).
Oleh karena itu perlu diketahui faktor risiko yang dapat mempengaruhi
kecelakaan kerja, sehingga dapat dilakukan tindakan korektif, dan upaya
preventif dengan tujuan kecelakaan dapat dicegah, dan tidak berulang kembali
(Suma’mur, 2013).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah definisi dari penyakit akibat kerja?
2. Apakah tujuan dari pencegahan penyakit akibat kerja?
3. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit akibat kerja?
4. Apa sajakah macam-macam dari penyakit akibat kerja?
5. Apakah yang dimaksud dengan penyakit akibat kerja pada perawat?
6. Apakah penyebab dari penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja pada
perawat?
7. Bagaimanakah klasifikasi jenis cedera dn tingkat keparahan akibat
kecelakaan kerja?
8. Bagaimanakah upaya atau metode pencegahan kecelakaan akibat kerja?
9. Bagaimanakah peran pasien dan keluarga sebagai partner di pelayanan
kesehatan untuk mencegah terjadinya bahaya dan adverse event?’

2
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui definisi dari penyakit akibat kerja.
2. Untuk mengetahui tujuan dari pencegahan penyakit akibat kerja.
3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit akibat kerja.
4. Untuk mengetahui macam-macam dari penyakit akibat kerja.
5. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan penyakit akibat kerja pada
perawat.
6. Untuk mengetahui penyebab dari penyakit atau cedera akibat kecelakaan
kerja pada perawat.
7. Untuk mengetahui klasifikasi jenis cedera dn tingkat keparahan akibat
kecelakaan kerja.
8. Untuk mengetahui upaya atau metode pencegahan kecelakaan akibat kerja.
9. Untuk mengetahui peran pasien dan keluarga sebagai partner di pelayanan
kesehatan untuk mencegah terjadinya bahaya dan adverse event.
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis dari penulisan makalah ini adalah menambah kajian
kepustakaan tentang upaya-upaya yang dilakukan untuk dapat mencegah
penyakit akibat kerja dalam keperawatan.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Bagi Perawat
Makalah ini diharapkan dapat membantu perawat dalam menambah
wawasan terkait upaya pencegahan penyakit akibat kerja dalam ranah
keperawatan sehingga tercapai kesehatan dan keselamatan kerja yang
optimal bagi perawat dan meminimalisir angka kecelakaan kerja di
rumah sakit.
2. Bagi Penulis
Sebagai tambahan pengetahuan penulis terkait upaya pencegahan
penyakit akibat kerja dalam ranah keperawatan sehingga di masa

3
depan saat bekerja, penulis dapat berhati-hati agar terhindar dari
penyakit akibat kerja.
3. Bagi Penulis Lain
Bagi penulis lain diharapkan dapat menjadikan makalah ini sebagai
tambahan referensi dan memperkaya literatur agar makalah yang
dihasilkan dapat menyempurnakan makalah yang telah ada
sebelumnya.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Penyakit Akibat Kerja adalah setiap penyakit yang disebabkan oleh
pekerjaan atas lingkungan kerja (Permennakertrans No. PER/01/MEN 1981
dalam Berutu, R. J. B., 2020). Penyakit Akibat Kerja merupakan penyakit yang
disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja. Faktor risiko PAK antara lain
golongan fisik, kimiawi, biologis atau psikososial di tempat kerja. Faktor tersebut
di dalam lingkungan kerja merupakan penyebab yang pokok dan menentukan
terjadinya penyakit akibat kerja. Faktor lain seperti kerentanan individual juga
berperan dalam perkembangan penyakit di antara pekerja yang terpajan
(Nasution, E. R., 2020).

2.2 Tujuan Pencegahan


Tujuan dari pencegahan penyakit akibat kerja menurut Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 88 Tahun 2019 Tentang Kesehatan Kerja adalah
memberikan perlindungan bagi Pekerja agar sehat, selamat, produktif, dan
terhindar dari kecelakaan kerja dan Penyakit Akibat Kerja. Tujuan utama dari
pencegahan penyakit akibat kerja adalah mengurangi resiko cidera, kecelakaan
atau timbulnya penyakit akibat kerja. Selain itu pencegahan Penyakit Akibat
Kerja dapat memelihara dan meningkatkan kesehatan dari tenaga kerja sehingga
efisiensi dan daya produktivitas dapat meningkat.

2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Penyakit Akibat Kerja


Menurut Salawati (2015), factor yang dapat mempengaruhi terjadinya
penyakit akibat kerja yaitu :
 Suara bising : menyebkan ketulian
 Temperatur tinggi : hyperpireksia, miliaria, heat exhaustion, heat Stroke
 Radiasi sinar elektromagnetik infra merah : katarak

5
 Sinar X Ray : kemandulan, kecacatan janin , gang sel
 Tekana udara tinggi : coison disease
 Getaran : Reynaun’s Disease, gang metabolisme
 Sumberdaya, peralatan K3 : Kondisi APD yang tersedia harus sesuai standart.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 1087 Tahun 2010 Tentang
Standart Keselamatan dan Kesehatan Kerja yaitu dilakukan pemeriksaan berkala
terhadap tenaga kesehatan meliputi pemeriksaan fisik lengkap, Kesehatan
jasmani, rontgen paru-paru, dan cek laboratorium rutin, serta pemeriksaan lain
yang diperlukan.

2.4 Penyakit Akibat Kerja


Penyakit Akibat Kerja (PAK) (Occupational Diseases) adalah penyakit yang
disebabkan oleh  pekerjaan atau lingkungan kerja (Permennaker No. Per.
01/Men/1981) yang akan berakibat cacat sebagian maupun cacat total.
Cacat Sebagian adalah hilangnya atau tidak fungsinya sebagian anggota tubuh
tenaga kerja untuk selama-lamanya. Sedangkan Cacat Total adalah keadaan
tenaga kerja tidak mampu bekerja sama sekali untuk selama-lamanya.
Penyakit akibat kerja tidak disebabkan oleh satu factor saja, tetapi
disebabkan oleh masalah yang kompleks antara berbagai macam agen, pejamu,
dan lingkungan (Salawati, 2015). Berdasarkan agen penyebabnya, penyakit dapat
dibedakan menjadi :
1. Agen biologi
Yang termasuk kedalam agen biologi yaitu bakteri, virus, jamur, mikroba
dan lain-lain, dimana penyakit yang dapat timbul dalam suatu komunitas
maupun fasilitas layanan Kesehatan yang dapat mengkontaminasi pasien,
pengunjung, perawat. Contohnya seperti multidrug resisten mycobacterium
tuberculosis (mdr tb), methicillin resistant staphylococcus aureus (mrs),
vancomycin resistant mycobacterium enterococcus (vre). Perawat sangat
rentan terhadap resiko lecet ataupun tertusuk jarum yang dapat menyebabkan

6
luka dan terjadinya infeksi oleh agen bioligi yang berasal dari fasilitas layanan
Kesehatan.
2. Agen kimia
Agen kimia seperti penggunaan lateks, hydrogen peroksida, merkuri,
obat-obatan sitotoksik, aldehid (formaldehid) pada kamar mayat yang dapat
menimbulkan masalah pernapasan. Sebagian besar agen kimia dapat
menyebabkan reaksi berbahaya pada manusia dalam fasilitas pelayanan
kesehatan yang dapat terjangkit dermatitis dan reaksi alergik lainnya.
3. Agen fisika
Agen fisika seperti suhu ekstrim, panas, listrik, cahaya, radiasi. Yang
dapat menyebabkan penyakit pada petugas difasilitas pelayanan Kesehatan
seperti konjungtivitis akibat paparan sinar ultraviolet (UV). Agen fisika
seperti radiasi pengion juga tidak luput dari perawat di bagian rontgen,
sedangkan radiasi elektromagnetik bukan pengion seperti laser yang dipakai
dibagian bedah, dermatologi, oftalmologi, dan ginekologi juga dapat
menimbulkan resiko kerusakan mata. Agen fisika lainnya dapat berupa
kebisingan yang tinggi akibat pemajanan pekerja terhadap ultrasound pada
pemecahan batu ginjal.
Jenis penyakit akibat kerja (Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Nomor PER01/MEN/1981 dalam Ramdan 2017) antara lain
sebagai berikut:
1. Pneumoconiosis yang disebabkan oleh debu mineral pembentukan
jaringan parut (silicosis, antrakosilikosis, asbesitosis) dan
silikotuberkulosis yang silikosisnya merupakan factor utama penyebab
cacat atau kematian.
2. Penyakit paru dan saluran pernapasan (bronkopulmoner) yang disebabkan
oleh debu logam keras.
3. Penyakit paru dan saluran pernapasan (bronkopulmoner) yang disebabkan
oleh debu kapas, vlas, henep dan sisal (bissinosis).
4. Asma, yang diakibatkan oleh sensitisasi dan zat perangsang

7
5. Alveolitis alergika yang disebabkan oleh factor luar kibat penghirupan
debu organic.
6. Penyakit yang disebabkan oleh beryllium atau persenyawaannya yang
beracun.
7. Penyakit yang disebabkan oleh kadmium atau persenyawaannya yang
beracun.
8. Penyakit yang disebabkan oleh fosfor atau persenyawaannya yang
beracun.
9. Penyakit yang disebabkan oleh krom atau persenyawaannya yang beracun.
10. Penyakit yang disebabkan oleh mangan atau persenyawaannya yang
beracun.
11. Penyakit yang disebabkan oleh arsen atau persenyawaannya yang beracun.
12. Penyakit yang disebabkan oleh raksa atau persenyawaannya yang beracun.
13. Penyakit yang disebabkan oleh timbal atau persenyawaannya yang
beracun.
14. Penyakit yang disebabkan oleh flour atau persenyawaannya yang beracun.
15. Penyakit yang disebabkan oleh karbon disulfida.
16. Penyakit yang disebabkan oleh devirat halogen dari persenyawaan
hidrokarbon alifatik atau aromatic yang beracun.
17. Penyakit yang disebabkan oleh benzena atau homolognya yang beracun.
18. Penyakit yang disebabkan oleh devirat nitro dan amina dari benzena atau
homolognya yang beracun.
19. Penyakit yang disebabkan oleh nitrogliserin atau ester asam nitrat lainnya.
20. Penyakit yang disebabkan oleh alcohol, glikol, atau keton.
21. Kelainan pendengaran akibat kebisingan.
22. Penyakit yang disebabkan oleh getaran mekanik (kelainan-kelainan otot,
urat, tulang, persendian, pembuluh darah tepi atau syaraf tepi).
23. Penyakit yang disebabkan oleh radiasi elektromagnetik dan radiasi yang
mengion.

8
24. Kanker kulit epitelioma primer yang disebabkan oleh ter, pic, bitumen,
minyak mineral, antrasena.
25. Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, parasite yang
didapat dari pekerjaan yang memiliki resiko terkontaminasi.

2.5 Penyakit Akibat Kerja pada Perawat


Penyakit akibat kerja dan/atau berhubungan dengan pekerjaan dapat
disebabkan oleh pemajanan di lingkungan kerja. Dewasa ini terdapat
kesenjangan antara pengetahuan ilmiah tentang bagaimana bahaya-bahaya
kesehatan berperan dengan usaha-usaha intuk mencegahnya. Misalnya antara
penyakit yang sudah jelas penularannya (melalui darah dan jarum suntik yang
dipakai berulang-ulang) atau perlindungan bagi parapekerja rumah sakit yang
belum memadai dengan kemungkinan terpajan melalui kontak langsung. Untuk
mengatasi permasalahan ini, maka langkah awal yang penting adalah pengenalan
dan identifikasi bahaya yang bisa timbul dan dievaluasi, kemudian dilakukan
pengendalian. Untuk mengantisipasi dan mengetahui kemungkinan bahaya di
lingkungan kerja ditempuh tiga langkah utama sebagai berikut:
1. Pengenalan lingkungan kerja
Pengenalan lingkungan kerja ini biasanya dilakukan dengan cara melihat
dan mengenal (walk through inspection), dan ini merupakan langkah dasar
yang pertama kali dilakukan dalam upaya kesehatan kerja.
2. Evaluasi lingkungan kerja
Merupakan tahap penilaian karakteristik dan besarnya potensi-potensi
bahaya yang mungkin timbul, sehingga dapat dijadikan alat untuk menentukan
prioritas dalam mengatasi permasalahan.
3. Pengendalian lingkungan kerja
Dimaksudkan untuk mengurangi atau menghilangkan pemajanan terhadap
zat atau bahan yang berbahaya yang berbahaya dilingkungan kerja. Kedua
tahapan sebelumnya, pengenalan dan evaluasi,tidak dapat menjamin sebuah
lingkungan kerja yang sehat. Jadi hanya dapat dicapai dengan tekhnologi

9
pengendalian yang adekuat untuk mencegah efek kesehatan yang merugikan
dikalangan para pekerja.
a) Pengendalian lingkungan (environmental control measures)
1) Desain dan tata letak yang adekuat
2) Penghilangan atau pengurangan bahan berbahaya pada sumbernya
b) Pengendalian perorangan (personal control measures) Penggunaan alat
pelindung perorangan merupakan alternatif lain untuk melindungi pekerja
dari bahaya kesehatan. Namun alat pelindung harus sesuai dan adekuat.
Pembatasan waktu selama pekerja terpajan zat tertentu yang berbahaya
dapat menurunkan risiko terkena bahaya kesehatan dilingkungan kerja.
Suatu penyakit bersifat multifaktor, oleh karena itu suatu penyakit tidak
dapat disebabkan oleh satu faktor saja karena terdapat keterkaitan yang kompleks
antara berbagai macam agen, pejamu, dan lingkungan. Berdasarkan Agen
penyebabnya penyakit dapat dibedakan menjadi:
1. Agen Biologi
Agen biologi adalah seperti bakteri, mikroba dan lain-lain dimana
penyakit yang dapat timbul baik dalam suatu komunitas maupun fasilitas
kesehatan yang dapat mengkontaminasi warga fasilitas kesehatan, termasuk
perawat antara lain seperti Methiciliin resistant Staphylococcus Aureus
(MRS), vancomycin resistant Mycobacterium enterococcus (VRE) dan
multidrugresistant Mycobacterium tuberculosis (MDR-TB). Bahaya biologic
ditempat kerja terdiri atas infeksi akut dan kronis, parasite, bahan beracun,
reaksi alergi dan iritan. Perawat sangat rentan terhadap risiko lecet ataupun
tertusuk jarum yang kemudian luka tersebut dapat terinfeksi oleh agen biologi
yang terdapat di fasilitas kesehatan. Penyakit akibat kerja berdasar agen
biologi yang dapat menjangkiti pekerja rumah sakit seperti Brucellosis dapat
disebabkan oelh brucella abortus dapat terpajan pada petugas laboratorium,
Hepatitis Serum (Hepatitis B, HBV) dan Tuberculosis juga beresiko pajanan
pada pekerja medis.

10
2. Agen Kimia
Sebagian besar agen kimia dapat menyebabkan reaksi yang berbahaya
pada manusia orang-orang dalam fasilitas pelayanan kesehatan dapat
terjangkit penyakit dermatitis dan reaksi alergik lainnya terhadap pajama pada
agen kimi tersebut, seperti penggunaan lateks, hydrogen peroksida, merkuri,
gas anastesi, obat-obatan sitotoksik, Aldehid (formaldehid) di kamar mayat,
dan glutaraldehid untuk endoskopi dapat menimbulkan masalah pernafasan.
3. Agen Fisika
Agen fisika seperi panas, dingin, listrik, cahaya dan radiasi ionisasi dapat
menyebabkan penyakit pada petugas difasilitas pelayan kesehatan seperti
Konjungtivitis akibat pajanan sinar ultraviolet (UV). Agen fisika seperti suhu
panas biasanya didapat pada trowongan bawah tanah untuk pemasangan pipa
dan kabel rumah sakit, fasilitas binatu dan dapur di rumah sakit. Agen fisika
lainnya seperti kebisingan yang tinggi akibat pemajanan pekerja terhadap
ultrasound pada pemecahan batu ginjal. Kemudian radiasi pengion juga tidak
luput terhadap perawat dibagian rontegen, sedangkan radiasi elektromagnetik
bukan pengion sperti laser yang dipakai dibagian bedah, dermatologi,
oftalmologi dan ginekologi juga dapat menimbulkan resiko kerusakan mata.
Dalam lampiran Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
nomor : PER.25/MEN/XII/2008 tentang Pedoman Diagnosis dan penilaian
cacat karena kecelakaan dan penyakit akibat kerja. dibagi dalam beberapa
bidang antara lain :
1) Penyakit Kulit adalah setiap penyakit kulit yang disebabkan oleh
pekerjaan atau lingkungan kerja yang berupa factor risiko mekanik, fisik,
kimia, bilogik dan psikologik. Dapat berupa dermatitis kontak, acne,
neoplasi kulit, kelainan pigmentasi, infeksi kulit.
2) Neurologi adalah setiap penyakit yang mengenai system saraf pusat dan
perifer yang penyebabnya antara lain trauma, gangguan vaskuler, infeksi,
degenerasi, keganasan, gangguan metabolism dan intoksikasi yang
bermanifestasi berupa keluhan subjektif seperti nyeri, rasa berputar,

11
kehilangan keseimbangan, penglihatan kabur, gangguan kognitif dan
emosi dengankeluhan objektif berupa system motorik, system sensorik ,
system autonomy.
3) Penyakit Dalam adalah penyakit yang timbul akibat paparan factor risiko
yang dapat mengenai organ seperti Penyakit Jantung dan Pembuluh
darah, penyakit ginjal dan saluran kemih, penyakit saluran cerna dan hati,
penyakit system endokrin, penyakit darah dan system pembuluh darah,
penyakit otot dan rangka serta penyakit infeksi lainnya.
4) Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorok (THT) adalah penyakit atau
kelainan pada telinga, hidung dan tenggorok akibat paparan factor risiko
di tempat kerja seperti, rhinitis alergi, afoni, disfoni, disfagia, ganggauan
pendengaran karena bising ataupun cidera kepala dll.
5) Orthopedi adalah penyakit yang mengenai system musculoskeletal
sehingga menimbulkan gangguan fungsi pergerakan yang menimbulkan
hambatan pada kegiatan penderita.
6) Penyakit Paru adalah penyakit atau kelainan paru yang disebabkan oleh
pajanan factor-faktor risiko di tempat kerja antara lain berupa debu, gas,
uap.
7) Penyakit Mata adalah penyakit atau kelainan pada mata akibat pemaparan
factorfaktor risiko di tempat kerja yang dapat menyebabkan gangguan
fungsi penglihatan yang dapat mengurangi kemampuan seseorang untuk
melakukan pekerjaan dan menjalankan akivitas normal.
8) Penyakit akibat radiasi mengion adalah penyakit akibat kerja karena
paparan radiasi mengion di tempat kerja.
Penyakit akibat kerja yang dapat dialami petugas medis sangat beragam
tergantung pada agen, pejamu dan lingkungan fasilitas kesehatan tempat perawat
bekerja baik disebabkan oleh agen biologi, agen kimia maupun agen fisika yang
dapat menyebabkan sakit diberbagai bidang baik dalam bidang penyakit
kulit,penyakit mata, penyakit paru dan lain-lain. Untuk menegakkan diagnose
penyakit akibat kerja dapat dilakukan dengan pendekatan sistematis antara lain :

12
1) Langkah 1: Diagnosa Klinik harus ditegakkan terlebih dahulu dengan
melakukan anamnesa dan pemerikasaan fisik bila diperlukan dilakukan
pemeriksaan penunjang dan pemeriksaan khusus
2) Langkah 2: Menetukan pajanan yang dialami pekerja ditempat kerja, petugas
medis harus melakukan anamnesa yang lengakap pada pekerjaan pasien
3) Langkah 3: Menentukan hubungan antara ajanan dengan diagnosis klinis,
pajanan tersebut diidentifikasi berdasarkan efidence based yang
dihubungkan dengan penyakit yang dialami.
4) Langkah 4: Menentukan besarnya pajanan dilakukan secara kualitatif
(pengamatan cara, proses dan lingkungan kerja dengan memperhitungan
lama kerja dan masa kerja serta Pemakaian alat pelindung secara benar dan
konsisten untuk mengurangi besarnya pajanan ) dan dilakuakn secara
kuantitatif yaitu dengan melakukan pengukuran lingkungan kerja secara
periodik dan data monitoring biologis.
5) Langkah 5: Menentukan faktor individu yang berperan antara lain jenis
kelamin, usia, kebiasaan, genetik, riwayat atopi dan penyakit penyerta.
6) Langkah 6: Menentukan pajanan diluar tempat kerja maka diperlukan
informasi tentang kegiatan yang dilakukan diluar tempat kerja
7) Langkah 7: Menentukan diagnosis penyakit akibat kerja berdasarkan langka-
langkah diatas apakah termasuk penyakit akibat kerja atau bukan.

2.6 Penyebab Penyakit atau Cidera Akibat Kecelakaan Kerja Pada Perawat
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor:03/MEN/1998 tentang
Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan bahwayang dimaksud dengan
kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga
semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda. Dalam
pekerjaan sehari-hari petugas kesehatan selalu dihadapkan pada bahayabahaya
tertentu, misalnya bahaya infeksius, reagen yang toksik , peralatan listrik maupun
peralatan kesehatan yang dapat menimbulkan cidera.

13
1) Penyebab kecelakaan Kerja
a. Penyebab dasar
 Faktor manusia atau pribadi, antara lain karena kurangnya kemampuan
fisik, mental dan psikologis, kurang atau lemahnya pengetahuan dan
keterampilan (keahlian), stress, motivasi yang tidak cukup atau
salah.perawatan (maintanance), alat-alat, perlengkapan, dan barang-
barang atau bahan-bahan, standar kerja serta berbagai penyalahgunaan
yang terjadi di lingkungan kerja.
 Faktor kerja atau lingkungan, antara lain karena ketidakcukupan
kemampuan kepemimpinan dan/atau pengawasan, rekayasa
(engineering), pembelian atau pengadaan barang, perawatan
(maintanance), alat-alat, perlengkapan, dan barang-barang atau bahan-
bahan, standar kerja serta berbagai penyalahgunaan yang terjadi di
lingkungan kerja.
b. Penyebab langsung
 Kondisi berbahaya (kondisi yang tidak standar – unsafe condition),
yaitu tindakan yang akan menyebabkan kecelakaan. Misalnya
peralatan pengaman, pelindung atau rintangan yang tidak memadai
atau tidak memenuhi syarat, bahan dan peralatan yang rusak, terlalu
sesak atau sempit, sistem-sistem tanda peringatan yang kurang
memadai, bahaya-bahaya kebakaran dan ledakan, kerapian atau tata
letakyang buruk,lingkungan berbahaya atau beracun (gas, debu, asap,
uap dan lainnya), bising, paparan radiasi, serta ventilasi dan
penerangan yang kurang (B.Sungeng, 2003).
 Tindakan berbahaya (tindakan yaang tidak standar – unsafe act) yaitu
tingkah laku, tindak-tanduk, atauperbuatan yang akan menyebabkan
kecelakaan. Misalnya mengoperasikan alattanpa wewenang, gagal
untuk memberi peringatan dan pengamanan, bekerja dengan kecepatan
yang salah, menyebabkan alat-alat keseluruhan tidak berfungsi,
memindahkan alat-alat keselamatan, menggunakan alat yang rusak,

14
menggunakan alat dengan cara yang salah, serta kegagalan memakai
alat pelindung dan atau keselamatan diri secara benar (B.Sugeng,
2003).

2.7 Klasifikasi Jenis Cidera Dan Tingkat Keparahan Akibat Kecelakaan


Kerja :
1. Cidera fatal (fatality) adalah kematian yang disebabkan oleh cidera atau
penyakit akibat kerja
2. Cidera yang mengakibatkan hilang waktu kerja (Loss Time Injury) adalah
suatu kejadian yang menyebabkan kematian, cacat permanen, atau kehilangan
hari kerja selama satu hari kerja atau lebih.
3. Cidera yang mengakibatkan kehilangan hari kerja (Loss Time Day) karyawan
tidak dapat masuk karena cidera.
4. Tidak mampu bekerja atau cidera dengan bekerja terbatas (Restricted Duty)
adalah karyawan tidak mampu mengerjakan pekerjaan rutin sehingga
ditempatkan pada pekerjaan lain yang sudah dimodifikasi termasuk perubahan
jadwal ataupun pola kerja.
5. Cidera dirawat dirumah sakit ( Medical Treatment Injury ) adalah kecelakaan
kerja yang ditangani oleh dokter, perawat atau orang yang memeiliki
kualifikasi untuk menangani atau memberikan pertolongan pada kecelakaan
6. Cidera Ringan (First Aid Injury) adalah cidera ringan akibat kerja yang
ditangani menggunakan alat pertolongan pertama pada kecelakaan setempat
seperti ; luka lecet dll.( Badraningsih, 2015).

2.8 Upaya/Metode Pencegahan Kecelakaan Akibat Kerja


Upaya pencegahan menurut standar K3 dalam jurnal (Widyawati, 2020)
yaitu:
1. Melakukan pencatatan kejadian Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) sesuai
dengan prosedur yang ditetapkan oleh petugas K3

15
2. Perlu dilakukan peningkatan terhadap penerapan pelayanan kesehatan kerja
terutama pada pemeriksaan kesehatan khusus, pengobatan dan perawatan bagi
penderita yang sakit, pemantauan lingkungan kerja serta ergonomi dan
evaluasi pencatatan serta pelaporan kepada Direktur Rumah Sakit.
3. Perlu diadakan pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja seperti pemeriksaan
paru-paru, laboratorium maupun pemeriksaan secara fisik terhadap perawat
IGD maupun tenaga medis yang lain.
4. Perlu diadakan kegiatansurvelans kerja seperti pemetaan tempat keja
berdasarkan risiko bahayanya.
5. Perlu diadakan penyesuaian terhadap peralatan kerja SDM Rumah Sakit
seperti mengidentifikasi ergonomi terhadap peralatan kerja dan risiko
peralatan kerjanya.
Pencegahan Berikut ini adalah penerapan konsep lima tingkatan pencegahan
penyakit (five level of prevention disease) pada penyakit akibat kerja, yakni:
1. Peningkatan kesehatan (health promotion). Misalnya: penyuluhan kesehatan
dan keselamatan kerja (K3) pendidikan kesehatan, meningkatkan gizi yang
baik, pengembangan kepribadian, perusahaan yang sehat dan memadai,
rekreasi, lingkungan kerja yang memadai, penyuluhan perkawinan dan
pendidikan seksual, konsultasi tentang keturunan dan pemeriksaan kesehatan
periodik.
2. Perlindungan khusus (specific protection). Misalnya: imunisasi, hygiene
perorangan, sanitasi lingkungan, serta proteksi terhadap bahaya dan
kecelakaan kerja dengan menggunakan alat pelindung diri (APD) seperti
helm, kacamata kerja, masker, penutup telinga (ear muff dan ear plug) baju
tahan panas, sarung tangan, dan sebagainya.
3. Diagnosis (deteksi) dini dan pengobatan segera serta pembatasan titik-titik
lemah untuk mencegah terjadinya komplikasi.
4. Membatasi kemungkinan cacat (disability limitation). Misalnya: memeriksa
dan mengobati tenaga kerja secara komprehensif, mengobati tenaga kerja
secara sempurna dan pendidikan kesehatan.

16
5. Pemulihan kesehatan (rehabilitation). Misalnya: rehabilitasi dan
mempekerjakan kemali para pekerja yang menderita cacat. Sedapat mungkin
perusahaan mencoba menempatkan keryawan- karyawan cacat di jabatan
yang sesuai.
Inspeksi merupakan cara terbaik untuk menemukan masalah dan menilai
risikonya sebelum kerugian atau kecelakaan kerja terjadi. Dalam praktiknya,
suatu organisasi seringkali mengalami kesulitan menentukan potensi bahaya di
tempat kerja. Hal ini disebabkan banyaknya kegiatan- kegiatan yang harus
diidentifikasi, sehingga perlu proses inspeksi. Peneliaian ini bertujuan untuk
mengetahui risiko kecelakaan di lingkungan kerja baik di area kerja maupun saat
dilakukannya proses produksi (Putra, 2017).

2.9 Peran Pasien dan Keluarga Sebagai Partner di Pelayanan Kesehatan Untuk
Mencegah Terjadinya Bahaya dan Adverse Event
Keluarga merupakan unit paling dekat dengan pasien, dan merupakan
perawat utama bagi pasien. Keluarga berperan dalam menentukan cara atau
perawatan yang diperlukan pasien di rumah sakit. Keberhasilan perawat di rumah
sakit akan sia sia jika tidak dibantu dengan keluarga yang berperan sebagai
partner pelayanan kesehatan. Peran serta keluarga sejak awal perawatan di rumah
sakit akan berpengaruh terhadap keadaan pasien. Maka dari itu sangat diperlukan
peran keluarga sebagai partner bagi pelayanan kesehatan.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah mengeluarkan Peraturan
Menteri Kesehatan No. 11 Tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien di Rumah
Sakit. Peraturan ini menjadi tonggak utama operasionalisasi keselamatan pasien
di rumah sakit seluruh Indonesia. Banyak rumah sakit di Indonesia yang telah
berupaya membangun dan mengembangkan keselamatan pasien, namun upaya
tersebut dilaksanakan berdasarkan pemahaman manajemen terhadap keselamatan
pasien. Peraturan menteri ini memberikan panduan bagi manajemen rumah sakit
agar dapat menjalankan spirit keselamatan pasien secara utuh. Keselamatan
Pasien adalah suatu sistem yang membuat asuhan pasien lebih aman, meliputi

17
assesment risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko pasien, pelaporan dan
analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya, serta
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah
terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu
tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (Permenkes,
2011).
Peran keluarga sesuai dengan tugas-tugas keluarga dalam bidang kesehatan
salah satunya adalah memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang sakit
dan yang tidak dapat membantu dirinya sendiri karena cacat atau usia terlalu
muda. Peran keluarga tersebut meliputi mengingatkan/memonitor waktu minum
obat, mengontrol persediaan obat, mengantarkan penderita kontrol, memisahkan
alat-alat penderita dengan anggota keluarga lain, meningkatkan kesehatan
lingkungan penderita, dan pemenuhan kebutuhan psikologis agar penderita tidak
merasa terisolir dalam lingkungannya.
Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman dalam upaya mencegah terjadinya cidera
yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil.Menurut Komite Keselamatan
Pasien Rumah Sakit tahun 2008, keselamatan pasien adalah kondisi pasien bebas
dari cedera yang tidak seharusnya terjadi yang masih bisa dihindari atau bebas
dari risiko dan cidera yang berpotensial akan terjadi.2 Berdasarkan Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2017, keselamatan
pasien merupakan suatu sistem yang membuat asuhan pasien lebih aman,
meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko pada pasien,
pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak
lanjutnya, serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan
juga mencegah terjadinya cidera yang disebabkan kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
diambil.

18
Selain dokter dan perawat, pasien ataupun keluarga sebagai partner di
pelayanan kesehatan juga memiliki peran yang sangat penting dalam upaya
mencegah bahaya dan kejadian tidak diharapkan untuk menjaga keselamatan
pasien. Pasien dan keluarga diharapkan dapat memberikan informasi yang benar,
jelas, lengkap dan jujur tentang pasien dan mematuhi seluruh aturan yang ada di
rumah sakit..Kepedulian keluarga sebagai upaya pencegah bahaya ditunjukkan
melalui fungsi afektif dan perawatan kesehatan keluarga (Marbun, 2020).

19
BAB 3
KASUS
3.1 Tabel Kasus
No Penulis & Tahun Judul Hasil

1. (Ramdan & Analisis Risiko Kesehatan - Penelitian risiko K3 pada perawat di instalasi gawat darurat
Rahman, 2017) dan Keselamatan Kerja (K3) (IGD) Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Soemarmo
pada Perawat Sosroatmodjo menggunakan mixed method yang dilakukan
pada seluruh perawat di IGD yang berjumlah 20 orang (total
sampling), penilaian risiko mengacu pada standar AS/NZS
4360:2004 tentang Risk Management
- Diketahui bahwa nilai risiko (NR) tertinggi diperoleh sebesar
540 (sangat tinggi), yakni pada tindakan menjahit luka berupa
risiko tertusuk jarum suntik dan hecting, luka gores terkena
ampul, dan kontak dengan darah pasien, serta tertular HIV
AIDS. Sementara nilai terendah diperoleh sebesar 45 (rendah)
pada tindakan bantuan hidup dasar berupa kecemasan
- Tindakan memasang infus memiliki 3 risiko, yaitu luka tusuk,
kontak dengan darah pasien, dan postur janggal
(membungkuk). Pada tindakan menjahit luka terdapat tiga

20
risiko, yaitu tertusuk jarum, luka kena ampul, dan kontak
dengan darah pasien yang tertular HIV/AIDS, Hepatitis. serta
postur janggal (membungkuk)
Pada tindakan mengangkat dan memindahkan pasien hanya satu
risiko yaitu postur janggal dengan nilai 180 (besar). Pada tindakan
mengambil darah terdapat dua risiko yaitu tertusuk jarum dan terpapar
darah dengan nilai 500. Pada tindakan membersihkan luka, risiko
terpapar darah pasien mempunyai nilai risiko 500 (sangat tinggi), low
back pain dan nyeri otot 45 (prioritas 3). Pada tindakan BHD (bantuan
hidup dasar) risiko yang ada adalah postur janggal dan cemas, nilai
risikonya 90 dan 45.
2. (Putri et al., 2017) Analisis Risiko Keselamatan - Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Akademik UGM
Dan Kesehatan Kerja Pada khususnya di Instalasi Gawat Darurat. Rumah Sakit UGM
Petugas Kesehatan Instalasi memiliki 36 kasus kecelakaan kerja pada periode Januari
Gawat Darurat Rumah Sakit 2015 - Juli 2017. Kasus kecelakaan kerja terbanyak terdapat
Akademik Ugm di Instalasi Gawat Darurat. Jumlah kasus kecelakaan di
Instalasi Gawat Darurat sebanyak 9 kasus kecelakaan.
- Jenis pekerjaan yang pernah mengalami kecelakaan di
instalasi gawat darurat meliputi proses pengambilan sampel
darah, pemasangan infus pasien, perjalanan pergi dan pulang

21
kerja (kecelakaan lalulintas), proses injeksi obat kepada
pasien dan proses penjahitan luka pada pasien. Proses
pekerjaan yang mengalami kecelakaan terbanyak yaitu proses
pemasangan infus yaitu sebanyak 3 kasus (33,4%) dari 9
kasus.
- Pada pekerjaan pengambilan sampel darah pasien memiliki
bahaya fisik menggunakan jarum suntik yang berdampak
tertusuk jarum suntik. Bahaya biologi yaitu kontak dengan
darah pasien yang berdampak tertular penyakit Hepatitis,
AIDS, dan HIV. Bahaya perilaku yaitu tidak menggunakan
alat pelindung diri yang berdampak mudah tertular penyakit
Hepatitis, AIDS, dan HIV
3. (Wulandini s & Perilaku Perawat Dalam - Populasi pada penelitian ini menggunakan perawat rawat inap
Roza, 2016) Penggunaan Alat Pelindung medical kelas III sebanyak 44 responden dengan total
Diri (APD) di IRNA Medikal sampling, Analisis diolah dengan metode statistika. Hasil
RSUD Pekanbaru 2016 penelitian ini Pengetahuan perawat mengenai APD yakni baik
sebesar 77.3% (34 orang), Sikap perawat mengenai APD
yakni positif sebesar 61.4% (27 orang). Tindakan perawat
dalam menggunaan APD yakni baik sebesar 63.6%(28
orang).

22
- Sikap positif yang paling tinggi adalah sikap perawat ketika
melakukan tindakan Melakukan tindakan berhubungan
dengan infus dan ketika keterbatasan alat pelindung diri yakni
88.6% dan sikap perawat yang paling rendah adalah sikap
perawat ketika pengukuran tanda-tanda vital yakni 38.6%.
4. (Puspitasari & Faktor-Faktor Yang - Berdasarkan hasil analisis univariat perawat yang mengalami
Ginanjar, 2019)
Berhubungan Dengan kecelakaan kerja tertusuk jarum suntik atau benda tajam
Kecelakaan Kerja Tertusuk lainnya (39,4%) dan yang tidak mengalami kecelakaan kerja
Jarum Suntik Atau Benda tertusuk jarum suntik atau benda tajam lainnya (60,6%).
Tajam Lainnya Pada Perawat Berdasarkan penyebab kecelakaan diketahui bahwa yang
Di Rsud Leuwiliang disebabkan oleh jarum suntik/jarum jahit (21,1%), pecahan
Kabupaten Bogor ampul/vial obat (11,3%), pisau bedah/bisturi (4,2%), dan
instrumen tajam lainnya (2,8%). Berdasarkan jenis tindakan
penyebab diketahui kecelakaan kerja terjadi pada saat
membuka/memasang kembali tutup jarum (16,9%), pada saat
menyuntik/menjahit luka (9,8%) dan pada saat mematahkan
ampul/vial obat (12,7%).
- Faktor yang signifikan berhubungan dengan kecelakaan kerja
adalah faktor keterampilan dimana keterampilan rendah
(49,3%), dan faktor pelatihan dimana perawat belum

23
mendapat pelatihan (42,3%). Faktor risiko yang paling besar
pengaruhnya terhadap kejadian kecelakaan adalah faktor
pelatihan, sehingga memiliki risiko 3,566 kali lebih besar
mengalami kejadian kecelakaan
5. (Indri Meilawati, Faktor-Faktor Yang - Sampel penelitian menggunakan total sampling, dengan
Yuli Prapancha,
Berhubungan Dengan jumlah responden diperoleh sebanyak 53 orang.
2019)
Kejadian Luka Tusuk Jarum Pengumpulan data menggunakan kuesioner
Suntik Pada Perawat Di - Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan jumlah
Rumah Sakit Bhayangkara perawat RS Bhayangkara Brimob yang pernah mengalami
Brimob luka tertusuk jarum suntik sebesar 74,5% dari 53 perawat.
Kejadian luka tusuk jarum suntik dapat menyebabkan
penularan penyakit infeksi terutama virus patogen darah
seperti HIV, Hepatitis B dan Hepatitis C
- Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa usia
dikaitkan dengan kejadian cedera akibat jarum suntik (t =
0,004), masa kerja tidak memiliki hubungan dengan kejadian
cedera jarum suntik (t = -1,939> -2,013 ), penggunaan APD
tidak terkait dengan kejadian NSI (t = 0,711 2,013)

24
6. (Herlina Strategi Infection Prevention - Penelitian dilakukan pada perawat ruangrawat inap RSU Mitra Sejati
Ompusunggu et al.,
Control Nurse (IPCN) Medan Tahun 2020 secara kualitatif eksploratif.
2020)
Meminimalkan Kejadian - Kasus kajian adalah kejadian tertusuk jarum dengan alasan adanya
Tertusuk Jarum Suntik Pada peningkatan angka kejadian tertusuk jarum di RSU Mitra Sejati
Perawat Rawat Inap di RSU dimana 2018 sebanyak 4 kasus (2,54%) sedangkan 2019 mengalami
Mitra Sejati Medan Tahun peningkatan menjadi 7 kasus (4,45%)
2020 - Pencegahan kejadian tertusuk jarum yang dilakukan di RSU Mitra
Sejati melalui tindakan sebagai berikut, berikut dengan kendala yang
dialami
a) Penggunaan APD (Alat Perlindungan Diri) seperti: Sarung tangan
atau Handscoon, masker, topi, apron dan sepatu boot misalnya saat
melakukan tindakan menginfus atau menyuntik. Kendala yang
dihadapi yaitu ketidakpatuhan penggunaan APD saat melakukan
tindakan hal ini beresiko terpapar atau terkontaminasi dengan darah
atau cairan tubuh pasien dan cidera tertusuk jarum suntik.
b) Penerapan Praktek Menyuntik yang Aman yaitu tidak
diperbolehkan menutup kembali jarum suntik (recapping) atau dua
tangan tapi harus dengan tehnik satu tangan, penggunaan jarum
single use (tidak boleh berungkali digunakan) dan jarum yang telah
digunakan langsung segera dibuang ke safety box atau tidak

25
meletakkan sembarangan, namun kendala yang dihadapi masih ada
beberapa perawat yang tidak mengikuti SPO praktek menyuntik
yang aman.
c) Perlindungan Kesehatan Petugas: Petugas masih belum berjalan
maksimal dan sebagian staf khususnya perawat mendapatkan
pemeriksaan kesehatan bagi petugas yang terkena tusuk jarum
suntik.sehinga perlu adanya peningkatan keaktifan dalam hal
pelaporan kasus tertusuk jarum
d) Pengelolaan Limbah Benda tajam: sudah ada SPO pembuangan
benda tajam di safety box yang tahan tusuk, tahan air, tidak mudah
tembus, tidak boleh dibuka tutup dan jika ¾ penuh langsung
dibuang oleh pengangkut namun kendalanya perawat masih sering
sembarangan meletakkan jarum suntik tidak pada tempatnya

Dari Tabel 3.1 di dapatkan kejadian kecelakaan kerja yang dominan adalah tindakan yang berkaitan dengan penggunaan jarum
misalnya injeksi, infus, jahit luka atau yang lainnya dimana dalam melakukan tindakan tersebut berisiko tinggi terjadinya
kejadian tertusuk jarum yang mana hal tersebut berisiko akan penularan penyakit dari pasien ke perawat terutama dari virus dan
patogen seperti HIV-Aids dan Hepatitis. Keadaan di lapangan SOP tindakan dan ketentuan pencegahan sudah ada namun tidak
dilakukan secara maksimal.

26
27
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Pembahasan
Menurut Ndejjo et al (2015) tenaga kesehatan di rumah sakit di Uganda
terpapar bahaya (hazard) biologis dan nonbiologis. Paparan hazard biologis
terdiri dari tertusuk jarum, luka gores, terpapar spesimen atau materi biologis
lainnya, terkena penyakit yang ditularkan lewat udara, penyakit infeksi, penyakit
yang ditularkan melalui darah, dan vektor penyakit. Sementara itu hazard
nonbiologis terdiri dari stress; kekerasan fisik, psikologis, seksual, dan kekerasan
verbal: gangguan muskuloskeletal, terjatuh atau terpeleset, patah tulang; dan
terpapar bahan kimia berbahaya.
Secara global lebih dari 35 juta tenaga kesehatan di dunia memiliki resiko
mengalami cidera benda tajam baik dari jarum maupun benda medis tajam
lainnya yang terkontaminasi pathogen berbahaya setiap tahunnya Tenaga
kesehatan berisiko terpapar darah dan cairan tubuh yang terinfeksi. Perawat
merupakan kelompok tenaga kesehatan yang rentan terpapar cedera benda tajam
dengan angka kejadian paling tinggi. Tenaga kesehatan di dunia memiliki resiko
mengalami cidera benda tajam baik dari jarum maupun benda medis tajam
lainnya yang terkontaminasi pathogen berbahaya setiap tahunnya (Herlina
Omp.usunggu et al., 2020).
Berdasarkan dari enam jurnal yang diulas yang paling sering muncul dalam
kecelakaan kerja oleh tenaga kesehatan di wilayah rumah sakit adalah tindakan
yang berkaitan dengan penggunaan jarum misalnya injeksi, pemasangan infus,
menjahit luka atau kegiatan lain yang berhubungan dengan penggunaan jarum.
Jarum suntik yang terkontaminasi cairan tubuh pasien yang terinfeksi dapat
menularkan virus kepada tenaga kesehatan. Petugas kesehatan berisiko terpapar
darah dan cairan tubuh yang terinfeksi melalui bloodborne pathogen yang dapat
menimbulkan infeksi HBV (Hepatitis B Virus), HCV (Hepatitis C Virus) dan
HIV (Human Immunodeficiency Virus). Luka tusuk jarum atau yang dikenal
dengan istilah Needle Stick Injury atau NSI merupakan masalah yang serius

28
dalam bidang pekerjaan kesehatan dan menjadi persoalan keselamatan kerja yang
harus dihadapi oleh tenaga kesehatan pada umumnya. Kejadian kecelakaan kerja
dapat merugikan bagi pekerja, maupun pihak Rumah Sakit seperti hilangnya
waktu kerja, terganggunya efisiensi dan efektivitas proses bekerja perawat dalam
menangani pasien.
Luka atau cidera akibat tertusuk jarum atau benda tajam lainnya merupakan
hal yang sangat perlu diperhatikan. Apabila seorang petugas kesehatan tanpa
sengaja terluka akibat tertusuk jarum yang sudah terkontaminasi cairan tubuh
orang yang sakit maka beresiko terjadi penularan sekurang-kurangnya 20
patogen potensial. Dua patogen yang sangat berbahaya adalah Hepatitis B (HBV)
dan Human Immunodefidiensy Virus (HIV). Hepatitis B (HBV) adalah infeksi
pada hati atau liver. Penyakit ini sering ditemui dan penyebaran nya 100 kali
lebih cepat dari HIV dan dapat menyebabkan kematian. Luka akibat jarum suntik
dan benda tajam adalah luka yang di sebabkan oleh benda yang telah
terkontaminasi cairan tubuh orang lain. Cidera ini kebanyakan terjadi pada
petugas kesehatan yang bekerja di rumah sakit. Luka tertusuk jarum dan benda
tajam dapat terjadi sebelum digunakan (2%), selama penggunaan (33%), setelah
menggunakan, sebelum pembuangan (46%), dan selama atau setelah
pembuangan (16%). (Indri Meilawati, Yuli Prapancha, 2019).
Pada jurnal yang dibahas faktor yang paling berpengaruh terhadap kejadian
kecelakaan kerja oleh tenaga kesehatan di wilayah rumah sakit yaitu faktor
pelatihan. Sesuai dengan asumsi penelitian Indri Meilawati (2019) yang
menyatakan keikutsertaan perawat untuk mengikuti pelatihan meningkatkan
pengetahuan yang berpengaruh terhadap keterampilan dalam melakukan
prosedur penyuntikan yang aman, sehingga dapat menekan atau menurunkan
kejadian luka tusuk jarum suntik. Dalam pelaksanaanya pada jurnal disebutkan
bahwa penggunaan APD menjadi salah satu masalah karena ketersediannya yang
terbatas dan ada perawat yang belum patuh dalam penggunaan APD saat
melakukan tindakan misalnya seperti menyuntik, atau menginfus. Padahal
menurut Wulandini s & Roza (2016) pelaksanaan APD itu sendiri merupakan hal

29
wajib yang harus dilakukan perawat, guna mencegah terjadinya kecelakaan kerja
maupun mencegah pasien tertular penyakit dari satu pasien lainnya, yang mana
dapat meningkatkan massa rawat pasien tersebut.
Kecelakaan dalam bekerja dapat diakibatkan oleh kelalaian pekerja, bekerja
melebihi batas kemampuan atau ergonomis yang buruk dalam bekerja.
Kepatuhan menggunakan APD merupakan salah satu strategi untuk
meminimalisasi kejadian tertusuk jarum suntik dan ketidakpatuhan penggunaan
APD dapat beresiko terpapar atau terkontaminasi dengan darah atau cairan tubuh
pasien dan cidera tertusuk jarum suntik (Ompusunggu, et al, 2020). Pelaksanaan
APD yang memiliki keterkaitan dengan pencegahan terjadinya kecelakaan kerja
maupun mencegah pasien tertular penyakit dari satu pasien lainnya, yang dapat
meningkatkan length of stay pasien harus lebih diperhatikan lagi bagi para
pembuat kebijakan, keselamatan masyarakat agar baik petugas medis ataupun
pasien dapat terlindungi dari paparan hospital acquired infection.
Kecelakaan kerja yang di lakukan oleh tenaga kesehatan adalah hal yang
tidak bisa dihindari. Hal yang perlu di lakukan oleh tenaga kesehatan agar
terhindar dari kecelakaan kerja adalah memaksimalkan melakukan tindakan
sesuai dengan SOP, menggunakan APD yang lengkap saat akan melakukan
tindakan, menyiapkan alat-alat apa saja yang diperlukan saat akan melakukan
tindakan kepada pasien, mendekatkan alat-alat saat akan melakukan tindakan,
jika pada saat melakukan tindakan merasa tidak bisa di lakukan sendiri lebih baik
meminta bantuan petugas lain agar mengurangi resiko kecelakaan saat kerja, saat
melakukan tindakan yang berkaitan dengan penggunaan jarum seperti akan
melakukan pemasangan infus, injeksi, dan jahit luka di usahakan untuk
membawa handscoon lebih, atau menggunakan handscoon berlapis agar
mengurangi resiko kecelakaan kerja (Shani, et al, 2016).
Berdasarkan dari enam artikel yang di review kejadian infeksi dipelayanan
kesehatan berpengaruh besar pada pasien dan pelayan kesehatan. Infeksi dapat
menular melalui berbagai faktor seperti tertusuk jarum suntik, tertusuk benda
tajam lainnya, dan terpapar cairan dari pasien (darah, keringat, dll). Benda tajam

30
atau cairan yang dapat mengakibatkan terjadinya infeksi karena kurang hati-hati
dalam kesehatan dan keselamatan kerja, kurang patuhnya dalam memakai APD
(handscoon, dll). Infeksi yang banyak terjadi dipelayan kesehatan dalam
kurangnya kewaspadaan K3 yaitu HBV (Hepatitis B Virus), HCV (Hepatitis C
Virus) dan HIV (Human Immuno deficiency Virus). Perawat yang memiliki
pengetahuan baik akan melakukan praktik tindakan yang berhubungan dengan
jarum suntik sesuai dengan SOP dan memperhatikan standar kewaspadaan diri.
Sedangkan perawat yang memiliki tingkat pengetahuan kurang seringkali
melakukan tindakan tanpa memperhatikan standar kewaspadaan diri, sehingga
risiko terjadinya luka tusuk jarum suntik akan meningkat. Disarankan untuk
upaya pengendalian lebih lanjut sesuai dengan hierarki pengendalian K3 yang
terdiri implementasi SOP, role play setiap tindakan, dan pelatihan yang
berhubungan dengan pengetahuan keterampilan perawat tentang K3 rumah sakit,
upaya perbaikan perilaku aman selama bekerja, pemeriksaan kesehatan berkala,
program vaksinasi, serta melengkapi beberapa peralatan dan meja tindakan yang
aman (Ramdan & Rahman, 2017).

31
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Penyakit Akibat Kerja adalah setiap penyakit yang disebabkan oleh
pekerjaan atas lingkungan kerja. Oleh karena itu pentingnya upaya pencegahan
agar penyakit akibat kerja bisa diatasi. Tujuan utama dari pencegahan penyakit
akibat kerja adalah mengurangi resiko cidera, kecelakaan atau timbulnya
penyakit akibat kerja. Selain itu pencegahan Penyakit Akibat Kerja dapat
memelihara dan meningkatkan kesehatan dari tenaga kerja sehingga efisiensi dan
daya produktivitas dapat meningkat. Beberapa upaya pencegahan menurut
standar K3 dalam jurnal (Widyawati, 2020) yaitu:
1. Melakukan pencatatan kejadian Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) sesuai
dengan prosedur yang ditetapkan oleh petugas K3.
2. Perlu dilakukan peningkatan terhadap penerapan pelayanan kesehatan kerja
terutama pada pemeriksaan kesehatan khusus, pengobatan dan perawatan bagi
penderita yang sakit, pemantauan lingkungan kerja serta ergonomi dan
evaluasi pencatatan serta pelaporan kepada Direktur Rumah Sakit.
3. Perlu diadakan pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja seperti pemeriksaan
paru-paru, laboratorium maupun pemeriksaan secara fisik terhadap perawat
IGD maupun tenaga medis yang lain.
4. Perlu diadakan kegiatansurvelans kerja seperti pemetaan tempat keja
berdasarkan risiko bahayanya.
5. Perlu diadakan penyesuaian terhadap peralatan kerja SDM Rumah Sakit
seperti mengidentifikasi ergonomi terhadap peralatan kerja dan risiko
peralatan kerjanya.
Pencegahan Berikut ini adalah penerapan konsep lima tingkatan pencegahan
penyakit (five level of prevention disease) pada penyakit akibat kerja, yakni:
1. Peningkatan kesehatan (health promotion).
2. Perlindungan khusus (specific protection).

32
3. Diagnosis (deteksi) dini dan pengobatan segera serta pembatasan titik-titik
lemah untuk mencegah terjadinya komplikasi.
4. Membatasi kemungkinan cacat (disability limitation).
5. Pemulihan kesehatan (rehabilitation).

5.2 Saran
Diharapkan pentingnya penerapan upaya pencegahan penyakit akibat kerja
di tempat kerja agar dapat memberikan perlindungan bagi Pekerja agar sehat,
selamat, produktif, dan terhindar dari kecelakaan kerja dan Penyakit Akibat
Kerja

33
DAFTAR PUSTAKA
Brauer, R. (2006). Safety and health for engineers.
Sarastuti, D., Studi, P., Masyarakat, K., Kesehatan, F. I., & Surakarta, U. M. (2016).
Analisis kecelakaan kerja di rumah sakit universitas gadjah mada yogyakarta
publikasi ilmiah.
Marbun, N. (2020). Factors Affecting the Occupational Accident Rates among
Nurses. July, 0–8. https://doi.org/10.1590/s1980-220x2018049703524
Aslam, I., Davis, S. A., Feldman, S. R., & Martin, W. E. (2015). A Review of Patient
Lifting Interventions to Reduce Health Care Worker Injuries. 63(6), 267–275.
https://doi.org/10.1177/2165079915580038
Yulyani, V., Amirus, K., & Ridwan. (2018). HUBUNGAN FAKTOR
CONTRIBUTING CAUSE TERHADAP ANGKA KECELAKAAN LUKA TUSUK
JARUM SUNTIK PADA PERAWAT DI RUANG RAWAT INAP. 12(3), 205–215.
Caruso, C. C. (2014). Negative Impacts of Shiftwork and Long Work Hours. 1–9.
https://doi.org/10.1002/rnj.107
Davas, A., Türk, M., & Yüksek, M. (2016). The Relationship between Working
Conditions and Work accidents: a Hospital Example. 60–61, 67–75.
Maria, S., Wiyono, J., & Candrawati, E. (2015). Kejadian Kecelakaan Kerja Perawat
Bedasarkan Tindakan Tidak Aman. 3(2), 9–17.
Suma’mur. (2013). Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (HIPERKES). CV.
Sagung Seto.
Peraturan Mentri Tenaga Kerja RI nomor: PER-01/MEN/1981 tentang kewajiban
melapor penyakit akibat kerja
Ramdan, I & Rahman. 2017 Analisis Resiko Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
pada Perawat. JKP, 5(3), 229-241.
Salawati, L. 2015. Penyakit Akibat Kerja dan Pencegahan. Jurnal Kedokteran Syiah
Kuala, 15(2), 91-95
Badraningsih. 2015. Kecelakaan Akibat Kerja dan Penyakit Akibat Kerja . dalam
https://staff.uny.ac.id diakses pada minggu, 14 September 2019.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor:03/MEN/1998 tentang Tata Cara
Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan Akibat Kerja.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 56 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan
Pelayanan Penyakit Akibat Kerja
Marbun, N. C. P. (2020). Peran Pasien Dan Keluarga Dalam Upaya Pencegahan
Bahaya Dan Adverse Event Di Rumah Sakit. https://osf.io/preprints/zvj3b/
Putra, D. P. (2017). Penerapan Inspeksi Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Sebagai
Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja. Higeia Journal of Public Health Research
and Development, 1(3), 84–94.
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/higeia/article/view/15976
Widyawati, E. (2020). Penerapan Keselamatan Kerja Dan Pencegahan Penyakit
Akibat Kerja Pada Perawat Di Rumah Sakit.
http://dx.doi.org/10.31219/osf.io/b569s
Nasution, E. R. (2020, November 21). Upaya Pencegahan Penyakit Akibat Kerja
Pada Perawat di Rumah Sakit. https://doi.org/10.31219/osf.io/uk2cv
Berutu, R. J. B. (2020, October 2). PENGGUNAAN APD UNTUK PENCEGAHAN
PENYAKIT AKIBAT KERJA PADA PERAWAT.
https://doi.org/10.31219/osf.io/2ydm4
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 88 Tahun 2019 Tentang Kesehatan
Kerja. 2019
Herlina Ompusunggu, H., Dame Manalu, E., & Tarigan, N. (2020). Strategi Infection
Prevention Control Nurse (IPCN) Meminimalisasi Kejadian Tertusuk Jarum
Suntik Pada Perawat Rawat Inap Di Rsu Mitra Sejati Medan Tahun 2020. Jurnal
Kajian Kesehatan Masyarakat. Jurnal Kajian Kesehatan Masyarakat, 2(1), 112–
120. http://ejournal.delihusada.ac.id/index.php/JK2M
Indri Meilawati, Yuli Prapancha, T. W. (2019). Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Kejadian Luka Tusuk Jarum Suntik Pada Perawat Di Rumah Sakit
Bhayangkara Brimob Tahun 2018 Indri. Jurnal Bidang Ilmu Kesehatan, 9(1),
24–36. http://ejournal.urindo.ac.id/index.php/kesehatan/article/view/343/290
Puspitasari, S., & Ginanjar, R. (2019). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Kecelakaan Pada Perawat Di Rsud Leuwiliang Kabupaten Bogor Tahun 2018.
Jurnal Mahasiswa Kesehatan Masyarakat, 2(2), 163–171.
Putri, O. Z., Hussin, T. M. A. B. R., & Kasjono, H. S. (2017). Analisis Risiko
Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Petugas Kesehatan Instalasi Gawat
Darurat Rumah Sakit Akademik UGM. Jurnal Kesehatan, 10(2), 1.
https://doi.org/10.23917/jurkes.v10i2.5522
Ramdan, I. M., & Rahman, A. (2017). Analisis Risiko Kesehatan dan Keselamatan
Kerja ( K3 ) pada Perawat Analysis of Health and Work Safety Risk ( K3 ) on
Nurse. Jkp, 5(3), 229–241.
http://jkp.fkep.unpad.ac.id/index.php/jkp/article/view/645/169
Wulandini s, P., & Roza, A. (2016). Perilaku Perawat dalam penggunaan Alat
Pelindung diri (APD) di IRNA Medikal RSUD Pekanbaru 2016. Analis
Kesehatan, 2(September), 1–9.

Anda mungkin juga menyukai