Anda di halaman 1dari 8

Makalah

SPGDT (Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu)


Pembahasan Teori SPGDT

SPGDT (Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu)

A. Pengertian

SPGDT adalah sebuah sistem penanggulangan pasien gawat darurat


yang terdiri dari unsur, pelayanan pra Rumah Sakit, pelayanan di Rumah
Sakit dan antar Rumah Sakit. Pelayanan berpedoman pada respon cepat yang
menekankan time saving is life and limb saving, yang melibatkan pelayanan
oleh masyarakat awam umum dan khusus, petugas medis, pelayanan
ambulans gawat darurat dan sistem komunikasi.

Kesiapan IGD serta sistem pelayanan Gawat Darurat yang terpadu


antara Fasilitas kesehatan satu dengan lainnya, akan memberikan nilai tambah
dalam upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan, tidak hanya terhadap
kasus Gawat Darurat sehari-hari, tetapi juga sekaligus kesiapan bila setiap
saat terjadi bencana di wilayah Indonesia.

Didalam Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 5 tahun 2010


tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun
2010 – 2014 tertera masalah pelayanan kesehatan lain yang perlu mendapat
perhatian adalah antisipasi kebutuhan pelayanan kesehatan bagi penduduk di
daerah rawan bencana dan didaerah rawan terjadinya rawan sosial. Letak
geografis Indonesia yang terletak di antara dua lempeng bumi, rawan dengan
terjadinya bencana alam. Tantangan ke depan adalah meningkatkan akses dan
kualitas pelayanan kesehatan masyarakat melalui sarana dan fasilitas
pelayanan kesehatan yang memadai untuk merespons dinamika karakteristik
penduduk dan kondisi geografis.

Sejak tahun 2000 Kementerian Kesehatan RI telah mengembangkan


konsep Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT)
memadukan penanganan gawat darurat mulai dari tingkat pra rumah sakit
sampai tingkat rumah sakit dan rujukan antara rumah sakit dengan
pendekatan lintas program dan multisektoral. Penanggulangan gawat darurat
menekankan respon cepat dan tepat dengan prinsip Time Saving is Life and
Limb Saving. Public Safety Care (PSC) sebagai ujung tombak safe
community adalah sarana publik/masyarakat yang merupakan perpaduan dari
unsur pelayanan ambulans gawat darurat, unsure pengamanan (kepolisian)
dan unsur penyelamatan. PSC merupakan penanganan pertama
kegawatdaruratan yang membantu memperbaiki pelayanan pra RS untuk
menjamin respons cepat dan tepat untuk menyelamatkan nyawa dan
mencegah kecacatan, sebelum dirujuk ke Rumah Sakit yang dituju.

Pelayanan di tingkat Rumah Sakit Pelayanan gawat darurat meliputi


suatu system terpadu yang dipersiapkan mulai dari IGD, HCU, ICU dan
kamar jenazah serta rujukan antar RS mengingat kemampuan tiap-tiap Rumah
Sakit untuk penanganan efektif (pasca gawat darurat) disesuaikan dengan
Kelas Rumah Sakit.

Untuk meningkatkan kemampuan para pimpinan RS dalam


manajemen penanggulangan gawat darurat dan bencana, Kementerian
Kesehatan bersama ikatan profesi dan Persatuan Rumahsakit Seluruh
Indonesia (PERSI) telah mengembangkan pelatihan HOPE (Hospital
Preparedness for Emergency and Disaster) yang sampai saat ini telah diikuti
oleh 802 manajemen rumah sakit. Dengan pelatihan tersebut maka
diharapkan semua pimpinan RS dapat membuat dokumen perencanaan dalam
penanggulangan bencana yang biasa disebut Hospital Disaster Plan (Hosdip)
baik bencana di dalam rumah sakit (internal disaster) maupun bencana di luar
rumah sakit (external disaster).

B. Pembagian SPGDT
a. SPGDT-S (Sehari-Hari)
SPGDT-S adalah rangkaian upaya pelayanan gawat darurat yang saling
terkait yang dilaksanakan ditingkat Pra Rumah Sakit – di Rumah Sakit –
antar Rumah Sakit dan terjalin dalam suatu sistem. Bertujuan agar
korban/pasien tetap hidup. Meliputi berbagai rangkaian kegiatan sebagai
berikut:

1. Pra Rumah Sakit

1. Diketahui adanya penderita gawat darurat oleh masyarakat


2. Penderita gawat darurat itu dilaporkan ke organisasi pelayanan
penderita gawat darurat untuk mendapatkan pertolongan medik
3. Pertolongan di tempat kejadian oleh anggota masyarakat awam
atau awam khusus (satpam, pramuka, polisi, dan lain-lain)
4. Pengangkutan penderita gawat darurat untuk pertolongan lanjutan
dari tempat kejadian ke rumah sakit (sistim pelayanan ambulan)

2. Dalam Rumah Sakit

1. Pertolongan di unit gawat darurat rumah sakit


2. Pertolongan di kamar bedah (jika diperlukan)
3. Pertolongan di ICU/ICCU

3. Antar Rumah Sakit

1. Rujukan ke rumah sakit lain (jika diperlukan)


2. Organisasi dan komunikasi

b. SPGDT-B (Bencana)
SPGDT-B adalah kerja sama antar unit pelayanan Pra Rumah Sakit
dan Rumah Sakit dalam bentuk pelayananan gawat darurat terpadu sebagai
khususnya pada terjadinya korban massal yg memerlukan peningkatan
(eskalasi) kegiatan pelayanan sehari-hari. Bertujuan umum untuk
menyelamatkan korban sebanyak banyaknya.
Tujuan Khusus :
1. Mencegah kematian dan cacat, hingga dapat hidup dan berfungsi
kembali dalam masyarakat sebagaimana mestinya.
2. Merujuk melalui sistem rujukan untuk memperoleh penanganan yang
lebih memadai.
3. Menanggulangi korban bencana.

Prinsip mencegah kematian dan kecacatan :

1. Kecepatan menemukan penderita.


2. Kecepatan meminta pertolongan.

Kecepatan dan kualitas pertolongan yang diberikan :

1. Ditempat kejadian.
2. Dalam perjalanan kepuskesmas atau rumah-sakit.
3. Pertolongan dipuskesmas atau rumah-sakit.

C. Kebijakan dan penanganan krisis pada kondisi Gawat Darurat dan


Bencana, meliputi :

1. Reevaluasi dalam standarisasi model dan prosedur pelayanan Gawat


Darurat & Bencana dipelbagai strata fasilitas kesehatan secara berjenjang
serta reaktivasi jejaring antar fasilitas kesehatan satu dengan yang lain.
2. Perkuat kemampuan dan aksesibilitas pelayanan Gawat Darurat diseluruh
fasilitas kesehatan dengan prioritas awal di daerah rawan bencana dan
daerah penyangganya.
3. Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan SDM di bidang Gawat
Darurat dan manajemen Bencana secara berjenjang.
4. Penanganan krisis menitik beratkan pada upaya sebelum terjadinya
bencana.
5. Optimalisasi pengorganisasian penanganan krisis (gawat darurat dan
bencana) baik di tingkat pusat, propinsi, maupun kabupaten/kota dengan
semangat desentralisasi/otonomi daerah serta memperkuat koordinasi dan
kemitraan.
6. Pemantapan jaringan lintas program dan lintas sektoral dalam
penanganan krisis.
7. Membangun jejaring sistem informasi yang terintegrasi dan online agar
diperoleh data yang valid dan real time serta mampu memberikan
pelbagai informasi tentang situasi terkini pada saat terjadi bencana.
8. Setiap korban akibat krisis diupayakan semaksimal mungkin untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan cepat, tepat dan ditangani secara
profesional.
9. Memberdayakan kemampuan masyarakat (Community Empowerement)
khususnya para stakeholder yang peduli dengan masalah krisis di bidang
kesehatan dengan melakukan sosialisasi terhadap pengorganisasian,
prosedur, sistem pelaporan serta dilibatkan secara aktif dalam proses
perencanaan, monitoring dan evaluasi.
10. Pemantapan regionalisasi penanganan krisis untuk mempercepat reaksi
tanggap darurat.

D. Upaya-upaya Guna mencapai SPDGT dan Penanggulangan Krisis


akibat bencana

1. Reevaluasi terhadap kemampuan dan sumber daya yang ada, serta


sejauhmana sistem tersebut masih berjalan saat ini yang harus
ditindaklanjuti dengan perencanaan dan prioritas dalam
penganggarannya.
2. Revisi dan penyempurnaan terhadap peraturan pelaksanaan/pedoman,
standar, SPO, pengorganisasian dan modul pelatihan untuk disesuaikan
dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan kondisi
lingkungan saat ini yang terkait dengan keterpaduan dalam penanganan
gawat darurat dan manajemen bencana.
3. Meningkatkan upaya pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan
penanganan krisis dan masalah kesehatan lain.
4. Mendorong terbentuknya unit kerja untuk penanganan masalah krisis
kesehatan lain di daerah.
5. Mengembangkan sistem manajemen penanganan masalah krisis dan
masalah kesehatan lain hingga ke tingkat Desa. Setiap Provinsi dan
Kabupaten/Kota berkewajiban membentuk satuan tugas kesehatan yang
memiliki kemampuan dalam penanganan krisis dan masalah kesehatan di
wilayahnya secara terpadu berkoordinasi.
6. Menyiapkan sarana dan prasarana yang memadai untuk mendukung
pelayanan kesehatan bagi korban akibat krisis dan masalah kesehatan lain
dengan memobilisasi semua potensi.
7. meningkatkan pemberdataan dan kemandirian masyarakat dalam
mengenal, mencegah dan mengatasi krisis dan masalah kesehatan lain di
wilayahnya.
8. Mengembangkan sistem regionalisasi penanganan krisis dan masalah
kesehatan lain melalui pembentukan pusat-pusat penanganan regional.
9. Monitoring evaluasi secara berkesinambungan dan ditindak lanjuti
dengan pelatihan dan simulasi untuk selalu meningkatkan profesional
dan kesiap siagaan. Itu sebabnya diperlukan upaya untuk selalu
meningkatkan kualitas dan kuantitas petugas melalui pendidikan dan
latihan.
10. Pengembangan sistem e-health, secara bertahap disesuai dengan prioritas
kebutuhan khususnya sistem informasi dan komunikasi.
11. Memperkuat jejaring informasi dan komunikasi melalui peningkatan
intensitas pertemuan koordinasi dan kemitraan lintas program/lintas
sektor, organisasi non Pemerintah, masyarakat dan mitra kerja
Internasional secara berkala. Dengan berjalannya SPGDT tersebut,
diharapkan terwujudlah Safe Community yaitu suatu kondisi/keadaan
yang diharapkan dapat menjamin rasa aman dan sehat masyarakat dengan
melibatkan peran aktif seluruh masyarakat khususnya dalam
penanggulangan gawat darurat sehari-hari maupun saat bencana.

Anda mungkin juga menyukai