1
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 17
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
Rumah Sakit Petrokimia Gresik yang lokasinya berada di kawasan
industri Gresik seringkali menjadi rujukan utama kasus bencana industri.
Dengan adanya kejadian bencana industri, yang dalam 1 tahun terakhir ini
sering terjadi dan mengakibatkan adanya korban dalam jumlah yang banyak di
kawasan industri Gresik, perlu adanya suatu sistem untuk penanggulangan
masalah tersebut
Dalam hal ini Instalasi Gawat Darurat (IGD) sebagai baris terdepan
dalam penanganan pasien di Rumah Sakit perlu meningkatkan mutu layanan
secara menyeluruh. Penerapan Sistem Penanggulangan Gawat Darurat
Terpadu (SPGDT) khususnya untuk bencana industri dapat dijadikan salah
satu strategi alternatif guna meningkatkan mutu layanan khususnya response
time terhadap penanganan korban massal yang diakibatkan oleh bencana
industri tersebut.
4
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mempercepat response time dalam memberikan tindakan
kegawatdaruratan dan meningkatkan kualitas pertolongan
terhadap korban bencana industri di Instalasi Gawat Darurat.
2. Mencegah kematian dan kecacatan, sehingga dapat hidup dan
berfungsi kembali dalam masyarakat sebagaimana mestinya.
3. Merujuk melalui sistem rujukan untuk memperoleh penanganan
yang lebih memadai.
5
BAB II
KAJIAN MASALAH
Instalasi Gawat Darurat (IGD) adalah salah satu bagian di rumah sakit yang
menyediakan penanganan awal bagi pasien yang menderita sakit dan cedera, yang
dapat mengancam kelangsungan hidupnya. IGD berperan sebagai gerbang utama
jalan masuknya penderita gawat darurat. Kemampuan suatu fasilitas kesehatan
secara keseluruhan dalam hal kualitas dan kesiapan dalam perannya sebagai pusat
rujukan penderita dari pra rumah tercermin dari kemampuan unit ini. Standarisasi
Instalasi Gawat Darurat saat ini menjadi salah satu komponen penilaian penting
dalam perijinan dan akreditasi suatu rumah sakit. Penderita dari ruang IGD dapat
dirujuk ke unit perawatan intensif, ruang bedah sentral, ataupun bangsal
perawatan. Jika dibutuhkan, penderita dapat dirujuk ke rumah sakit lain.
IGD di Rumah Sakit Petrokimia Gresik jalan A. Yani No. 69 memiliki
kapasitas sebanyak 11 tempat tidur yang terdiri dari 1 tempat tidur sebagai bed
triage, 3 tempat tidur untuk pasien medis, 2 tempat tidur untuk pasien bedah, 2
tempat tidur di ruang tindakan untuk pasien tindakan bedah, 1 tempat tidur di
ruang resusitasi untuk pasien yang perlu mendapat resusitasi dan pengawasan
khusus, serta 2 tempat tidur untuk pasien observasi sebelum menuju ke ruang
perawatan. Fasilitas yang tersedia di IGD Rumah Sakit Petrokimia Gresik sudah
sesuai standar. Dalam hal ini seharusnya semua fasilitas yang tersedia mampu
dipergunakan sebaik mungkin untuk meningkatkan mutu layanan rumah sakit.
Keberhasilan pertolongan bagi penderita dengan kriteria gawat darurat yaitu
penderita yang terancam nyawa dan kecacatan, akan dipengaruhi banyak factor
sesuai fase dan tempat kejadian cederanya. Pertolongan harus dilakukan secara
harian 24 jam (daily routine) yang terpadu dan terkordinasi dengan baik dalam
satu sistem yang dikenal dengan Sistem Pelayanan gawat Darurat Terpadu
(SPGDT). Jika bencana massal terjadi dengan korban banyak, maka pelayanan
gawat darurat harian otomatis ditingkatkan fungsinya menjadi pelayanan gawat
darurat dalam bencana (SPGDB). Perlu adanya pemikiran terhadap hal ini
dikarenakan Rumah Sakit Petrokimia Gresik merupakan rumah sakit yang
6
mempunyai visi sebagai rumah sakit pilihan utama masyarakat di wilayah Gresik
dan sekitarnya.
Sebagai Rumah Sakit yang berlokasi di kawasan industri dan berpotensi
menjadi rujukan utama pasien akibat dari bencana industri, Rumah Sakit
Petrokimia Gresik perlu menerapkan sistem penanggulangan gawat darurat
terhadap bencana khususnya bencana industri.
Berdasarkan data pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2008 – 2012,
besarnya sumbangan dari setiap sektor ekonomi selama lima tahun terakhir
diketahui bahwa sektor industri pengolahan menempati posisi pertama dengan
struktur sebesar 25,4%. Posisi kedua oleh sektor pertanian sebesar 14,8% baru
kemudian sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 13,7% yang menempati
posisi ketiga.
Data di atas menunjukkan bahwa selama ini sektor industri menjadi sektor
signifikan yang memberikan kontribusi terbesar dalam pertumbuhan ekonomi
Indonesia. Secara umum pada tahun 2012 lalu pertumbuhan dari industry
pengolahan non-migas saja mencapai 6,5% dengan pertumbuhan tertinggi dicapai
oleh industri pupuk dan kimia.
Bagaikan sebuah mata uang yang memiliki dua sisi, peningkatan jumlah
industri juga berpotensi memberikan tekanan atau ancaman terhadap lingkungan.
Fenomena lumpur Porong di Sidoarjo yang terjadi pada akhir Mei 2006 di lokasi
dimana PT. Lapindo Brantas Inc. sedang melakukan kegiatan pengeboran adalah
sebuah contoh telak dampak negatif dari kegiatan industri. Sebuah bencana yang
tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Umumnya bentuk ancaman bahaya besar
dari sebuah kegiatan industri adalah kebakaran, ledakan, atau akibat yang
ditimbulkan oleh bahan berbahaya atau beracun namun tidak pernah oleh lumpur.
Beberapa kejadian lainnya dari contoh kasus kecelakaan besar industri di
Indonesia adalah : (1) Tanggal 5 Nopember 1993 terjadi kebocoran dan ledakan
dari tangki penampung chlorine di PT. Indorayon Utama, Porsea, Kab. Tapanuli
Utara, (2) Tahun 1994 terjadi kebocoran amoniak di PT. Pupuk Iskandar Muda,
Lhokseumawe, Kab. Aceh Utara, (3) Tahun 1995 terjadi kebakaran dan ledakan
dari tangki penimbun bahan bakar minyak di Cilacap, (4) Tanggal 25 Maret 1999
terjadi kebocoran gas amoniak di PT. Ajinomoto, Mojokerto, (5) Tanggal 9
7
Agustus 2001 terjadi tumpahan tetes tebu di PG. Ngadirejo, Kediri yang
kemudian mencemari badan air Kali Brantas mulai dari Kediri hingga Surabaya
sejauh 170 km, (6) Tanggal 20 Januari 2004 terjadi ledakan dan kebakaran unit
maleic anhydride dan phytalic anhydride di PT. Petrowidada, Gresik, (7) Tanggal
7 Juli 2013 terjadi kebocoran gas sulfur dioksida di PT. Smelting, Gresik.
Industri berikut potensi bencana serta dampak negatif ikutannya adalah
sebuah keniscayaan, tidak bisa dihindari apalagi dihilangkan sama sekali. Oleh
karenanya strategi untuk mengantisipasi potensi bencana atau dampak negatif dari
industri menjadi sangat penting dilakukan. Sehubungan dengan hal ini maka
keberadaan atau tersedianya peta risiko bencana industri di Indonesia menjadi
sangat krusial.
Berdasarkan peta rawan bencana pada studi awal pemetaan risiko bencana
industri di Indonesia, dapat disimpulkan bahwa Jawa Timur merupakan daerah
dengan jumlah 7 wilayah kecamatan yang terkena dampak bencana industry
dengan komposisi 3 kecamatan dengan tingkat kerentanan tinggi, 3 kecamatan
dengan tingkat kerentanan sedang dan 1 kecamatan dengan tingkat kerentanan
rendah. Dalam hal ini wilayah Gresik merupakan daerah dengan tingkat
kerentanan sedang yang didalamnya terdapat 2 perusahaan besar, yaitu PT.
Petrokimia Gresik dan PT. Smelting.
Selama tahun 2013 terdapat beberapa kejadian bencana industri di wilayah
Gresik ini dan terkadang menyebabkan adanya korban massal akibat keadaan
tersebut. Beberapa kasus tercatat misalnya:
Pada 27 Februari 2013 terdapat kasus kebocoran gas PT. Smelting yang
menyebabkan 5 karyawan PT. Petrokimia Gresik dirawat di RSPG
karena keracunan menghirup gas Sulfur Dioksida (SO2).
Pada 8 Juni 2013 terdapat kasus keracunan gas di PT. Wilmar yang
menyebabkan meninggalnya 3 orang akibat menghirup gas nitrogen.
Pada 7 Juli 2013 terdapat kasus kebocoran gas yang menyebabkan
sekitar 60 warga desa Roomo Gresik mendapatkan perawatan di IGD
RSPG dikarenakan keracunan menghirup gas SO2.
Selain kasus diatas masih banyak kasus lainnya yang berkaitan dengan
bencana industri di wilayah Gresik. Kejadian seperti contoh di atas membuktikan
8
perlu adanya penanganan secara menyeluruh, baik dari segi informasi,
komunikasi, transportasi, dan penanganan kegawatdaruratan terhadap kasus di
atas sehingga dapat mencegah kesakitan dan kematian.
RS Petrokimia Gresik selalu berusaha untuk memberikan pelayanan yang
maksimal terhadap pasien. Dengan belum adanya sistem yang mengatur tentang
pelayanan pra Rumah Sakit, dalam Rumah Sakit, dan antar Rumah Sakit yang
baik maka perlu adanya suatu sistem yang harus dijalankan untuk mengatur hal
tersebut dengan tujuan mempercepat response time dalam memberikan tindakan
kegawatdaruratan dan meningkatkan kualitas pertolongan di Instalasi Gawat
Darurat. Selain itu, dengan pembentukan tim penanggulangan bencana industri
khususnya di IGD sangat diperlukan untuk mengatasi masalah tersebut. Adanya
koordinasi yang baik akan dapat meningkatkan mutu layanan Rumah Sakit
Petrokimia Gresik sebagai rumah sakit pilihan utama masyarakat di wilayah
Gresik dan sekitarnya.
Secara ringkas kajian masalah diatas dapat disimpulkan sebagai berikut :
Response Time
Mutu layanan
9
BAB III
PEMBAHASAN
10
industri Gresik. Penyuluhan ini bisa dilakukan disaat bakti sosial yang rutin
dilaksanakan oleh RS Petrokimia Gresik
2. Pelayanan Ambulans
Dalam hal ini perlu adanya koordinasi antara ambulans milik RS Petrokimia
Gresik, pihak perusahaan terkait, dan memberdayakan ambulans di sekitar lokasi
kejadian. Baik itu milik puskesmas, klinik swasta, rumah bersalin, institusi
kesehatan swasta maupun pemerintah (PT. Jasa Marga, Jasa Raharja, Polisi, PMI,
Yayasan dan lain-lain).
3. Komunikasi
Perlu adanya sebuah sistem komunikasi dimana sifatnya adalah pembentukan
jejaring penyampaian informasi jejaring koordinasi maupun jejaring pelayanan
gawat darurat sehingga seluruh kegiatan dapat berlangsung dalam satu sistem
yang terpadu terkoordinasi menjadi satu kesatuan kegiatan. Dalam hal ini Tim K3
perusahaan terkait berkaitan langsung dengan tim dari IGD RS Petrokimia.
11
Ruangan dekontaminasi di IGD RS Petrokimia dilengkapi dengan
pemasangan Shower Dekontaminasi dan Alat Perlindungan Diri (APD). Hal
tersebut berguna untuk penanganan awal pada korban bencana industri khusunya
trauma kimia. Luka bakar yang diakibatkan trauma kimia dapat mengakibatkan
kecacatan bahkan kematian, maka dengan penanganan awal berupa dekontaminasi
paparan zat kimia pada korban diharapkan mampu mengurangi angka kecacatan
bahkan kematian akibat dari kondisi tersebut.
Kejadian
Bencana Industri
K3 Perusahaan
terkait
Penanggung Jawab
Medis
Petugas
Paramedis
12
Rencana struktur Tim Penanggulangan Bencana Industri :
: Garis Koordinasi
13
Mengidentifikasi awal /triage pasien
Memimpin penanggulangan pasien saat terjadi kegawatdaruratan
Menghubungi dokter dari rawat inap maupun dokter jaga IGD (on
call) bila diperlukan bantuan.
c. Koordinator Shift
Bertugas :
Menerima komando dari penanggung jawab tim
Bersama dokter penanggungjawab medis melakukan triage pada
pasien
d. Tim Paramedis
Perawat IGD
Bertugas :
Membantu dokter menangani pasien sesuai triage.
Menghubungi perawat on call (ICU dan Rawat Inap) sesuai instruksi
dokter atau koordinator shift.
14
Bentuk layanan transportasi yang ditujukan dari pos komando, rumah sakit
lapangan menuju ke rumah sakit rujukan atau transportasi antar rumah sakit.
Dalam hal ini Rumah Sakit rujukan utama untuk wilayah Jawa Timur adalah
RSUD dr. Soetomo Surabaya.
Syarat – syarat evakuasi
o Korban berada dalam keadaan paling stabil dan memungkinkan untuk di
evakuasi
o Korban telah disiapkan/ diberi peralatan yang memadai untuk
transportasi.
o Fasilitas kesehatan penerima telah diberitahu dan siap menerima korban.
o Kendaraan yang dipergunakan merupakan yang paling layak tersedia.
o Didampingi oleh petugas kesehatan (perawat associate).
15
Kejadian Bencana Industri
PSC
Ambulans
Komunikasi
TRIAGE
Ruang Dekontaminasi
Kamar
Jenazah
Evakuasi
Transportasi
RS rujukan
16
BAB IV
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
Adapun saran yang dapat ditulis penyusun pada makalah ini, yaitu :
17
BAB V
PENUTUP
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga dapat terselesaikannya karya tulis dengan judul “ Penerapan
Sistem Gawat Darurat Terpadu Terhadap Bencana Industri Di Rumah Sakit
Petrokimia Gresik ” sebagai salah satu persyaratan pengangkatan pegawai tetap.
Semoga Allah memberikan balasan pahala atas segala amal yang telah
diberikan dan semoga karya tulis ini bermanfaat baik bagi diri kami sendiri
maupun pihak lain yang membutuhkan.
Penulis
18
DAFTAR PUSTAKA
19