Anda di halaman 1dari 33

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA TENSION

PNEUMOTHORAX

Laporan Ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Dokumentasi Keperawatan

Tingkat II B
KELOMPOK 2

OLEH :

Adam Okta Dima 181042

Elistika 181015

Hanifia Raudhah 181140

Herni Sri Miarti 181099

Siti Melisa 181078

Siti Selyna 181038

Suryadin Saputra 181159

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RS HUSADA


Jl. Mangga Besar No. 137-139
Jakarta Pusat, 10730
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmatnya, penyusun dapat menyelesaikan makalah ini. Penulisan
makalah ini dilakukan dalam rangka memenuhi persyaratan untuk menyelesaikan
tugas mata kuliah Dokumentasi Keperawatan.

Penyusun menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai


pihak, dari awal pembuatan makalah ini sampai pada penyusunannya sangatlah sulit
bagi penyusun dalam menyelesaikan tugas ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan
terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.

Penyusun menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah


ini, maka penyusun mengharapkan saran dan masukan yang membangun. Akhir
kata penyusun berharap kepada Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga makalah ini membawa
manfaat bagi pengemban ilmu pengetahuan khususnya dalam konteks keperawatan.

Jakarta, 12 November 2019

Kelompok 2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang.........................................................................................................4
I.2 Rumusan Masalah....................................................................................................5
I.3 Tujuan Penulisan......................................................................................................5
BAB II LANDASAN TEORI
II.1 Pengertian Tension Pneumothorax........................................................................6
II.2 Etiologi Tension Pneumothorax............................................................................7
II.3 Patofisiologi Tension Pneumothorax...................................................................8
II.4 Manifestasi Klinik Tension Pneumothorax...........................................................9
II.5 Komplikasi Tension Pneumothorax.....................................................................10
II.6 Pemeriksaan Penunjang Tension Pneumothorax.................................................11
II.7 Penatalaksanaan Tension Pneumothorax.............................................................15
II.7 Asuhan Keperawatan Tension Pneumothorax.....................................................15
BAB III PEMBAHASAN
III.1 Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Tension Pneumothorax...........................24
BAB IV PENUTUP
IV.1 Kesimpulan 32
IV.2 Saran. 32
DAFTAR PUSTAKA 33
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Sistem pernafasan merupakan salah satu organ terpenting dari bagian


tubuh manusia setelah kardiovaskuler, sehingga bila terjadi gangguan sistem
pernafasan akan mempengaruhi semua organ yang lain yang akan
mengganggu pada aktivitas manusia.

Seiring dengan kemajuan zaman, semakin banyaknya transportasi dan


pola hidup yang kurang baik dapat menjadi suatu masalah kesehatan jiwa,
salah satunya yaitu gangguan sistem pernafasan yang serius dan
membahayakan jiwa, keadaan ini akan menimbulkan berbagai penyakit
primer yang mengenai sistem bronkopulmoner seperti hemoptisis masif,
pneumothorak ventil status asmatikus dan pneumothorak berat. Sedangkan
gangguan fungsi paru yang sekunder terhadap gangguan organ lain seperti
keracunan obat yang menimbulkan depresi pusat pernafasan. Di Amerika
didapatkan 180.000 orang meninggal akibat gangguan fungsi paru seperti
trauma thorak, baik karena trauma thorak langsung maupun tidak langsung.
Trauma thorak dapat mengakibatkan terjadinya robekan pada pleura dimana
dengan adanya robekan ini dapat menjadi celah masuknya udara ke dalam
rongga tersebut sehingga menjadi Pneumothoraks. Dari pneumothoraks ini
dapat menjadi tension pneumothoraks jika tidak ditangani dengan baik.

Tension Pneumotoraks merupakan medical emergency dimana akumulasi


udara dalam rongga pleura akan bertambah setiap kali bernapas. Peningkatan
tekanan intrathoraks mengakibatkan bergesernya organ mediastinum secara
masif ke arah berlawanan dari sisi paru yang mengalami tekanan. (Alagaff,
Hood, 2005)
Insidensi dari tension pneumothoraks di luar rumah sakit tidak mungkin
dapat ditentukan. Revisi oleh Department of Transportation (DOT)
Emergency Medical Treatment (EMT) Paramedic Curriculum menyarankan
tindakan dekompresi jarum segera pada dada pasien yang menunjukan tanda
serta gejala yang non-spesifik. Sekitar 10-30% pasien yang dirujuk ke pusat
trauma tingkat 1 di Amerika Serikat menerima tindakan pra rumah sakit
berupa dekompresi jarum thorakostomi, meskipun pada jumlah tersebut tidak
semua pasien menderita kondisi tension pneumothoraks.

I.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari Tension Pneumothorax?
2. Apakah etiologi atau penyebab dari Tension Pneumothorax?
3. Bagaimana patofisiologi dari Tension Pneumothorax?
4. Apakah tanda dan gejala pada pasien dengan Tension Pneumothorax?
5. Apakah komplikasi dari Tension Pneumothorax?
6. Bagaimana penatalaksanaan pada pasien Tension Pneumothorax?
7. Apa sajakah pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk mendiagnosis
Tension Pneumothorax?
8. Bagaimanakah asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien Tension
Pneumothorax?
I.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dari Tension Pneumothorax.
2. Untuk mengetahui etiologi atau penyebab dari Tension Pneumothorax.
3. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi dari Tension Pneumothorax.
4. Untuk mengetahui tanda dan gejala pada pasien Tension Pneumothorax.
5. Untuk mengetahui komplikasi dari Tension Pneumothorax.
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan yang diberikan pada pasien Tension
Pneumothorax.
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk
mendiagnosis Tension Pneumothorax.
8. Untuk mengetahui asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien
Tension Pneumothorax.
BAB II
TINJAUAN TEORI 
II.1 Pengertian

Tension pneumothoraks adalah pengumpulan/penimbunan udara di ikuti


peningkatan tekanan di dalam rongga pleura. Kondisi ini terjadi bila salah satu
rongga paru terluka, sehingga udara masuk ke rongga pleura dan udara tidak
bisa keluar secara alami. Kondisi ini bisa dengan cepat menyebabkan
terjadinya insufisiensi pernapasan, kolaps kardiovaskuler, dan, akhirnya,
kematian jika tidak dikenali dan ditangani. Hasil yang baik memerlukan
diagnosa mendesak dan penanganan dengan segera. Tension pneumothoraks
adalah diagnosa klinis yang sekarang lebih siap dikenali karena perbaikan di
pelayanan-pelayanan darurat medis dan tersebarnya penggunaan sinar-x dada.

Tension Pneumotoraks merupakan medical emergency dimana akumulasi


udara dalam rongga pleura akan bertambah setiap kali bernapas. Peningkatan
tekanan intratoraks mengakibatkan bergesernya organ mediastinum secara
masif ke arah berlawanan dari sisi paru yang mengalami tekanan (Manjoer,
2000).
II.2 Etiologi

Etiologi Tension Pneumotoraks yang paling sering terjadi adalah karena


iatrogenik atau berhubungan dengan trauma. Yaitu sebagai berikut:

1. Trauma benda tumpul atau tajam – meliputi gangguan salah satu pleura
visceral atau parietal dan sering dengan patah tulang rusuk (patah tulang
rusuk tidak menjadi hal yang penting bagi terjadinya Tension
Pneumotoraks).
2. Pemasangan kateter vena sentral (ke dalam pembuluh darah pusat),
biasanya vena subclavia atau vena jugular interna (salah arah kateter
subklavia).
3. Komplikasi ventilator, pneumothoraks spontan, Pneumotoraks sederhana
ke Tension Pneumotoraks.
4. Ketidakberhasilan mengatasi pneumothoraks terbuka ke pneumothoraks
sederhana di mana fungsi pembalut luka sebagai 1-way katup.
5. Akupunktur, baru-baru ini telah dilaporkan mengakibatkan
pneumothoraks (Corwin, 2009).
II.3 Patofisiologi

Trauma tajam dan tumpul

Thorax

Ruptur pleura

Inspirasi Ekspirasi

Banyak udara masuk ke Udara tidak bisa keluar


rongga pleura karena karena rupture pada
adanya rupture rongga rongga pleura tertutup
pleura

Akumulasi udara dalam


Udara yang masuk Risiko infeksi
kavum pleura
melebihi tekanan
Kerusakan
barometrik
Jintegritas kulit

Ekspansi paru PemasanganWSD Diskontinuitas


jaringan

Ketidakefektifan pola Thorakdrains bergeser


nafas

Merangsang reseptor nyeri Merangsang reseptor nyeri


pada pleura viseralis dan pada perifer kulit
parietalis

Nyeri Akut
II.4 Tanda dan Gejala
Menurut Boshwick tanda dan gejala pada Tension Pneumothorax yaitu:
1. Manifestasi awal : nyeri dada, dispnea, ansietas, takipnea, takikardi,
hipersonor dinding dada dan tidak ada suara napas pada sisi yang sakit.
2. Manifestasi lanjut : tingkat kesadaran menurun, trachea bergeser menuju
ke sisi kontralateral, hipotensi, pembesaran pembuluh darah leher/ vena
jugularis (tidak ada jika pasien sangat hipotensi) dan sianosis (Boshwick,
1997).

Sedangkan menurut Corwin, tanda dan gejala pasien dengan Tension


Pneumothorax yaitu:

1. Terjadi sesak napas yang progresif dan berat.


2. Terdapat kolaps dengan pulsus kecil dan hipotensi berat sebagai akibat
gangguan pada jantung dan terhalangnya aliran balik vena ke jantung.
3. Tanda-tanda pergesaran mediastinum jelas terlihat.
4. Perkusi biasanya timpani, mungkin pula redup karena pengurangan
getaran pada dinding toraks.
5. Apabila pneumotoraks meluas, atau apabila yang terjadi adalah tension
pneumothoraks dan udara menumpuk di ruang pleura, jantung dan
pembuluh darah besar dapat bergeser ke paru yang sehat sehingga dada
tampak asimetris (Corwin, 2009).

II.5 Komplikasi
1. Gagal napas akut (3-5%)
2. Komplikasi tube torakostomi lesi pada nervus interkostales
3. Henti jantung-paru
4. Infeksi sekunder dari penggunaan WSD
5. Kematian timbul cairan intra pleura, misalnya
a. Pneumothoraks disertai efusi pleura : eksudat, pus
b. Pneumothoraks disertai darah : hemathotoraks.
6. Syok (Alagaff, 2005)
7. Tension pneumothoraks dapat menyebabkan pembuluh darah kolaps,
akibatnya pengisian jantung menurun sehingga tekanan darah menurun.
Paru sehat juga dapat terkena dampaknya.
8. Pneumothoraks dapat menyebabkan hipoksia dan dispnea berat.
Kematian dapat terjadi (Corwin, 2009).
II.6 Penatalaksanaan

1. Primery Survey
a. Airway and cervical spine control
Pemeriksaan apakah ada obstruksi jalan napas yang disebabkan
benda asing, fraktur tulang wajah, atau maksila dan mandibula, faktur
laring atau trakea. Jaga jalan nafas dengan jaw thrust atau chin lift,
proteksi c-spine, bila perlu lakukan pemasangan collar neck. Pada
penderita yang dapat berbicara, dapat dianggap bahwa jalan napas
bersih, walaupun demikian penilaian ulang terhadap airway harus tetap
dilakukan.

b. Breathing: gerakan dada asimetris, trakea bergeser, vena jugularis


distensi, tapi masih ada nafas.
1) Needle decompression: Tension pneumothorax membutuhkan
dekompresi segera dan penaggulangan awal dengan cepat berupa
insersi jarum yang berukuran besar pada sela iga dua garis
midclavicular pada hemitoraks yang terkena. Tindakan ini akan
mengubah tension pneumothorax menjadi pneumothoraks
sederhana. Evaluasi ulang selalu diperlukan. Terapi definitif selalu
dibutuhkan dengan pemasangan selang dada (chest tube) pada sela
iga ke 5 (setinggi puting susu) di anterior garis midaksilaris.
Dekompresi segera pake jarum suntik tusuk pada sela iga ke 2  di
midklavikula dan tutup dengan handskon biar udara lain tidak
masuk  nanti lakukan WSD lebih lanjut setelah sampai RS

2) Prinsip dasar dekompresi jarum adalah untuk memasukan kateter


ke dalam rongga pleura, sehingga menyediakan jalur bagi udara
untuk keluar dan mengurangi tekanan yang terus bertambah.
Meskipun prosedur ini bukan  tatalaksana definitif untuk tension
pneumothorax, dekompresi jarum menghentikan progresivitas dan
sedikit mengembalikan fungsi kardiopulmoner.
3) Pemberian Oksigen
c. Circulation : (takikardia, hipotensi)
1) Kontrol perdarahan  dengan balut tekan tapi jangan terlalu rapat
untuk menghindari parahnya tension pneumothoraks
2) Pemasangan IV line 2 kateter berukuran besar (1-2 liter RL hangat
390C)
d. Disability : nilai GSC daan reaksi pupil
Tentukan tingkat kesadaran ketika sambil lakukan ABC.
e. Rujuk ke rumah sakit terdekat dengan peralatan medis sesuai
kebutuhan  atau yang mempunyai fasilitas bedah saat kondisi pasien
sudah distabilkan.
f. Pengelolaan selama transportasi :
1) Monitoring tanda vital dan pulse oksimetri.
2) Bantuan kardiorespirasi bila perlu.
3) Pemberian darah bila perlu.
4) Pemberian obat sesuai intruksi dokter analgesic jangan diberikan
karena bisa membiaskan symptom.

2. Secondary Survey (dilanjutkan dengan Tatalaksana definitif)


Prinsip tatalaksana di UGD
a. Eksposure : buka pakaian penderita, cegah hipotermia, tempatkan di
tempat tidur dengan memperhatikan jalan nafas terjaga. Pemasangan
IV line tetap.
b. Re-evaluasi :
1) Laju nafas
2) Suhu tubuh
3) Pulse oksimetri saturasi O2
4) Pemasangan kateter folley (kateter urin) monitor dieresis,
dekompresi v. urinaria sebelum DPL
5) EKG
6) NGT  bila tidak ada kontraindikasi (fraktur basis kranii)
7) Bersihkan dengan antiseptic  luka memar dan lecet bila ada lalu
kompres dan obati
c. Lakukan tube thoracostomy / WSD (water sealed drainage, merupakan
tatalaksana definitif tension pneumothorax), (Continous suction).

d. WSDSebagai alat diagnostic, terapik, dan follow up


mengevakuasi darah atau udara sehingga pengembangan paru
maksimal lalu lakukan monitoring
e. Penyulit perdarahan dan infeksi atau super infeksi

Medis : Tindakan pengobatan pneumotoraks tergantung dari luasnya


pneumotoraks. Tujuan dari pneumotoraks tersebut yaitu untuk mengeluaran
udara dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi.
Prinsip-prinsip penanganan pneumotoraks adalah :

a. Observasi dan pemberian tambahan oksigen, Tindakan ini dilakukan


apabila luas pneumotoraks <15% dari hemitoraks. Apabila fistula dari
alveoli ke rongga pleura telah menutup, udara dalam rongga pleura
perlahan-lahan akan direabsobsi. Laju reabsobsi diperkirakan 1,25% dari
sisi pneumotoraks perhari. Laju reabsobsi tersebut akan meningkat jika
diberikan tambahan oksigen.
b. WSD (Water Seal Drainage), Tindakan ini dilakukan seawal mungkin
pada pasien pneumotoraks yang luasnya >15%. Tindakan ini bertujuan
mengeluarkan udara dari rongga pleura. Tindakan ini dapat dilakukan
dengan cara memasukan jarum di intercosta pada daerah apikal yaitu ICS
2-3 sedangkan pada daerah basal yaitu ICS 8-9.
c. Torakoskopi, adalah suatu tindakan untuk melihat langsung kedalam
rongga toraks dengan alat bantu torakoskop sangat efektif dalam
penanganan PSP dan mencegah berulangnya kembali. Dengan prosedur
ini dapat dilakukaan reseksi bulla atau bleb dan juga bisa dilakukan untuk
pleurodesis (Kurniasih, 2009).

II.7 Pemeriksaan Diagnostik


1. Pemeriksaan Computed Tomography (CT-Scan) diperlukan apabila
pemeriksaan foto dada diagnosis belum dapat ditegakkan. Pemeriksaan ini
lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa dengan
pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan ekstrapulmonal
serta untuk membedakan antara pneumotoraks spontan dengan
pneumotoraks sekunder.
2. Pemeriksaan endoskopi (torakoskopi) merupakan pemeriksaan invasive,
tetapi memilki sensivitas yang ebih besar dibandingkan pemeriksaan CT-
Scan. Ada 4 derajat.

3. Pemeriksaan foto dada tampak garis pleura viseralis, lurus atau cembung
terhadap dinding dada dan terpisah dari garis pleura parietalis. Celah
antara kedua garis pleura tersebut tampak lusens karena berisi kumpulan
udara dan tidak didapatkan corakan vascular pada daerah tersebut.
Sinar x dada :  menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural;
dapat menunjukan penyimpangan struktur mediastinal.
4. Pemeriksaan Laboratorium :
a. GDA :  variable tergantung dari derajat paru yang dipengaruhi,
gangguan mekanik pernapasan dan kemampuan mengkompensasi.
PaCO2 kadang-kadang meningkat. PaO2 mungkin normal atau
menurun; saturasi oksigen biasanya menurun. Analisa gas darah arteri
memberikan gambaran hipoksemia.
b. Hb  :      menurun, menunjukan kehilangan darah.
c. Torasentesis : menyatakan darah / cairan sero sanguinosa.

A. Pengkajian Keperawatan
1. Pengkajian Primer
a. Data Subjektif
1) Riwayat Penyakit Pasien
a) Pasien mengeluh sesak
b) Pasien mengeluh nyeri pada dada (biasanya pada pasien fraktur
rusuk dan sternum)
c) Pasien mengeluh batuk berdarah, berdahak
d) Pasien mengeluh lemas, lemah
e) Pasien mengatakan mengalami kecelakaan dan terbentur dan
tertusuk di bagian dada
2) Riwayat Kesehatan Pasien
a) Riwayat penyakit sebelumnya
b) Riwayat pengobatan sebelumnya
c) Adanya alergi

b. Data Objektif
1) Airway (A)
Batuk dengan sputum kental atau darah, terkadang disertai dengan
muntah darah, krekels (+), jalan nafas tidak paten.
2) Breathing (B)
Adanya napas spontan, dengan gerakan dada asimetris (pada pasien
tension pneumotoraks), napas cepat, dipsnea, takipnea, suara napas
kusmaul, napas pendek, napas dangkal.
3) Circulation (C)
Terjadi hipotensi, nadi lemah, pucat, terjadi perdarahan, sianosis,
takikardi
4) Disability (D)
Penurunan kesadaran (apabila terjadi penanganan yang terlambat)

2. Pengkajian Sekunder
a. Eksposure (E)
Adanya kontusio atau jejas pada bagian dada. Adanya penetrasi penyebab
trauma pada dinding dada
b. Five Intervention / Full set of vital sign (F)
1) Tanda – tanda vital : RR meningkat, HR meningkat, terjadi hipotensi
2) Pulse oksimetri : mungkin terjadi hipoksemia
3) Aritmia jantung
4) Pemeriksaan Lab :
Gambaran pada hasil X ray yang biasa dijumpai :
a) Kontusio paru : bintik-bintik infiltrate
b) Pneumotoraks : batas pleura yang radiolusen dan tipis, hilangnya
batas paru (sulit mendiagnosa pada foto dengan posisi supinasi).
c) Injury trakeobronkial : penumomediastinum, udara di servikal.
d) Rupture diafragma : herniasi organ abdomen ke dada, kenaikan
hemidiafragma.
e) Terdapat fraktur tulang rusuk, sternum, klavikula, scapula dan
dislokasi sternoklavikular.
5) CT scan dapat ditemukan gambaran hemotoraks, pneumotoraks,
kontusi paru atau laserasi, pneumomediastinum, dan injuri diafragma.
6) Esofagogram dan atau esofagografi dilakukan jika dicurigai injury
esophagus.
7) Broncoskopy untuk terjadi trakeobronkial injury.
8) Echokardiogram akan memperlihatkan gambaran tamponade jantung
(pada umumnya echokariogram digunakan utuk melihat cedera pada
katup jantung)
9) EKG akan memperlihatkan adanya iskemik, aritmia berhubungan
dengan miokardia kontusion atau iskemia yang berhubungan dengan
cedera pada arteri koronaria.
10) Pemeriksaan cardiac enzym kemungkinan meningkat berhubungan
dengan adanya iskemik atau infak yang disebabkan dari hipotensi
miokardia kontusion.
c. Give comfort / Kenyamanan (G) : pain assessment (PQRST)
Adanya nyeri pada dada yang hebat, seperti tertusuk atau tertekan, terjadi
pada saat bernapas, nyeri menyebar hingga abdomen
d. Head to toe (H)
Lakukan pemeriksaan fisik terfokus pada:
1) Daerah kepala dan leher : mukosa pucat, konjungtiva pucat, DVJ
(Distensi Vena Jugularis)
2) Daerah dada :
a) Inspeksi : penggunaan otot bantu napas, pernapasan Kussmaul,
terdapat jejas, kontusio, penetrasi penyebab trauma pada daerah
dada.
b) Palpasi : adanya ketidak seimbangan traktil fremitus, adanya nyeri
tekan
c) Perkusi : adanya hipersonor
d) Auskultasi : suara napas krekels, suara jantung abnormal.
Terkadang terjadi penurunan bising napas.
e) Daerah abdomen : herniasi organ abdomen
f) Daerah ekstrimitas : pada palpasi ditemukan penurunan nadi
femoralis
e. Inspect the posterior surface (I)
Adanya jejas pada daerah dada

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kasus Tension Pneumothorax
yaitu (Menurut NANDA NIC-NOC 2016):
1. Ketidaefektifan pola nafas berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak
maksimal karena akumulasi udara/cairan.
2. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflex spasme otot.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang
bullow drainage.
4. Risiko infeksi berhubungan dengan faktor risiko tempat masuknya organisme
sekunder terhadap trauma.
C. Intervensi Keperawatan
Dx Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Ketidakefektifan pola NOC : NIC :
nafas berhubungan dengan Respiratory status: Ventilation Terapi Oksigen

ekspansi paru yang tidak Respiratory status: Airway patency 1. Pertahankan jalan nafas yang

maksimal karena Vital sign Status paten

akumulasi udara/cairan Setelah diberikan asuhan keperawatan 2. Monitor aliran oksigen


selama 1x3 jam diharapkan pola nafas 3. Pertahankan posisi pasien
pasien efektif dengan kriteria hasil: 4. Observasi adanya tanda tanda

- tidak ada sianosis dan dyspneu hipoventilasi

(mampu sputum, Vital sign Monitoring


mengeluarkan
mampu bernafas dengan mudah, 1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
tidak ada pursed lips) 2. Monitor kualitas dari nadi

- Menunjukkan jalan nafas yang paten 3. Monitor frekuensi dan irama

(klien tidak merasa tercekik, irama pernapasan

nafas, frekuensi pernafasan dalam 4. Monitor suara paru


rentang normal, tidak ada suara nafas 5. Monitor pola pernapasan

abnormal) abnormal

- Tanda tanda vital dalam rentang 6. Monitor suhu, warna, dan

normal (tekanan darah: Sistole kelembaban kulit

110/120, Diastole 70-80 mmHg; 7. Monitor sianosis perifer


Nadi 60-80x/menit, RR: 16- 8. Monitor adanya cushing triad
20x/menit, Suhu: 36-37˚C) (tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)

Nyeri akut berhubungan NOC : NIC :


dengan trauma jaringan Pain Level Analgesic Administration
dan reflex spasme otot. Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1. Cek riwayat alergi
selama 1x3 jam nyeri akut teratasi 2. Pilih analgesik yang diperlukan
dengan kriteria hasil : atau kombinasi dari analgesik
1. Melaporkan bahwa nyeri berkurang ketika pemberian lebih dari satu
dari skala 5 menjadi 3 (dari 0-10) 3. Tentukan analgesik pilihan, rute
pemberian, dan dosis optimal
4. Pilih rute pemberian secara IV,
IM untuk pengobatan nyeri
secara teratur
5. Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
pertama kali
6. Berikan analgesik tepat waktu
terutama saat nyeri hebat
7. Evaluasi efektivitas analgesik,
tanda dan gejala (efek samping)

Kerusakan integritas kulit NOC: NIC:


berhubungan dengan Tissue integrity: skin and mucous Pressure ulcer prevention: Wound
trauma mekanik terpasang Wound healing: primary and secondary care
bullow drainage. intention 1. Jaga kulit agar tetap bersih dan
Setelah diberikan tindakan keperawatan kering
selama 1x3 jam diharapkan kerusakan 2. Monitor kulit akan adanya
pada integritas kulit pasien dapat kemerahan
membaik dengan kriteria hasil: 3. Monitor aktivitas dan mobilisasi
- Perfusi jaringan normal pasien
- Tidak ada tanda-tanda infeksi 4. Monitor status nutrisi pasien
- Ketebalan dan tekstur jaringan 5. Observasi luka: lokasi, dimensi,
normal kedalaman luka, jaringan
- Menunjukkan pemahaman dalam nekrotik, tanda-tanda infeksi
proses perbaikan kulit dan mencegah lokal, formasi traktus.
terjadinya cidera berulang 6. Lakukan teknik perawatan luka
- Menunjukkan terjadinta proses dengan prinsip steril
penyembuhan luka
Risiko infeksi NOC : NIC :
berhubungan dengan Risk Control Infection Protection (proteksi
faktor risiko tempat Setelah dilakukan asuhan selama terhadap infeksi)
masuknya organisme 1x3jam risiko infeksi dapat dicegah 1. Monitor tanda dan gejala
sekunder terhadap trauma dengan kriteria hasil: infeksi sistemik dan lokal
1. Klien bebas dari tanda dan gejala 2. Monitor WBC
infeksi 3. Inspeksi kulit dan membran
2. Mengidentifikasi faktor yang dapat mukosa terhadap kemerahan,
menimbulkan resiko panas, drainase
3. WBC dalam batas normal 4. Ispeksi kondisi luka
4. Mempertahankan interaksi sosial 5. Dorong masukkan nutrisi yang
cukup
6. Dorong masukan cairan
7. Dorong istirahat
8. Beri pasien obat antibiotik

   

BAB III
TINJAUAN KASUS
KASUS
Seorang laki laki usia 50 tahun masuk UGD pada tanggal 12 November 2019 pukul 23.00
akibat kecelakaan lalu lintas. Dokter menidagnosa Tension Pneumothorax. Pasien
mengeluh nyeri dada bagian sebelah kanan seperti tertekan benda berat dan sesak nafas.
Hasil pengkajian didapatkan tekanan darah 130/90 mmHg, frekuensi nadi 130×/menit,
frekuensi pernafasan 30×/menit, suhu 36,70C. Terdapat gerakan dinding dada asimetris.
Pernafasan ireguler, SpO2 60 %. Akral dingin, kulit dan bibir menjadi biru, memar pda
area dada.

RESUME DI INSTALASI GAWAT DARURAT

A. Data Pasien

Nama : Tn. F No Rekam medik : 02788484


Jenis Kelamin : Pria / Tanggal lahir : 08/08/1969            Umur: 50 Tahun
Wanita

B. Primary Survey
Waktu kedatangan : Transportasi : Kondisi datang :
12 November 2019 Diantar oleh yang menabrak Ps datang dengan keadaan
Pukul 23.00 menggunakan mobil sadar CM GCS : E4M6V5 Ps
mengeluh Nyeri dada dan
sesak nafas
Tindakan Pre Hospital :
CPR (-) O2 (-) Infus (-) Bidai (-) Bebat     (-) Urin Kateter (-)
Lain – lain :

TRIAGE
Kesadaran Kategori Triage : Klasifikasi Kasus
Allert (+)      Verbal P1        P2          P3 Trauma    Non Trauma
Pain           Unrespon MerahKuning Hijau Hitam Dx Medis : Tension
Pneumothorax
Keluhan Utama
Tanda dan gejala : Karakteristik :
Nyeri dada dan sesak nafas Seperti tertimpa benda berat

Onset/awal kejadian : Faktor yg meringankan :


Akibat kecelakaan SMRS Tidak ada
Lokasi : Tindakan yang telah dilakukan
Dada bagian sebelah dextra sebelum ke RS :
Tidak ada

Durasi : Faktor Pencetus :


Saat kecelakaan, selama perjalanan ke RS serta selama Kecelakaan yang dialaminya
di IGD
Riwayat Penyakit Dahulu : Hipertensi (-) DM (-)

Riwayat Allergi   : Tidak ada

Tanda vital : Tensi : 130/90


HR : 130 x/ RR : 30 x/menit    Suhu : 36,7 0C
mmHg   menit   
AIRWAY CIRCULATION
Paten Obstruksi Irama jantung : reguler  ireguler        
Tindakan : pemberian O2 nasal kanul 8 L Akral : HKM      dingin basah  Pucat
Membran mukosa :
Sianosis Jaundice Normal           
BREATHING CRT :        < 2 Dtk        > 2Dtk
Pergerakan dada : simetris   asimetri, Turgor kulit : Baik    sedang    jelek
Irama pernapasan : Reguler  Ireguler Edema : tidak ada
Suara napas tambahan :  Mengi (Wheezing) Perdarahan : Iya, di bagian paru
SpO2 : 60%

DISABILITY GCS : E4 V5 M6
Fraktur  : Tidak ada     ada   
Lokasi Total : 15
Paralisis : Tidak ada     ada
Lokasi : ...............................................................

C. Secondary Survey
Diagram Tubuh : PEMERIKSAAN HEAD TO TOE
Kepala normal
Leher normal
Thoraks gerakan dinding dada asimetris,
terdapat luka terbuka bagian dextra
Abdomen normal
Genitourinaria normal

D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Jenis Pemeriksaan Hasil :
Darah Lengkap Kimia Klinik  
Gula darah Acak Blood Gas Analisa 
Kultur Urin    EKG
BUN Kreatinin   Foto Thorak
Lain –
lain ..................................................................

Tindak lanjut : KRS  MRS   PP  DOA  OPERASI PINDAH   LAIN LAIN

E. Pemberian Terapi
Pukul Medikasi/Obat yang diberikan Dosis / rute
pemberian
- Terapi O2 nasal kanul 8 L Nasal kanul
- Terapi Tramadol 2 x 1 mg drip Intravena
- Terapi Ceftriaxone 2 x 1 mg Intravena
- Terapi cairan IVFD RL 20 tpm Intravena

F. Diagnosa,Intervensi & Implementasi Keperawatan


Evaluasi
Masalah Keperawatan Waktu Tindakan keperawatan
(SOAP)
1. Ketidakefektifan pola 23.00 1. Melakukan pemasangan S:
nafas b.d ekspansi paru infus -
yang tidak maksimal
Hasil : ps telah terpasang O:
karena akumulasi
udara/cairan infus di tangan sebelah - ps telah terpasang
Ds : kanan IVFD RL 20 tpm infus di tangan sebelah
-ps mengatakan nyeri 23.00 2. Memberikan terapi O2 kanan IVFD RL 20
dada bagian sebelah kiri nasal kanul tpm
seperti tertimpa benda
berat. Hasil : ps telah diberikan -ps telah diberikan O2
-ps mengeluh sesak nafas O2 nasal kanul 8 L nasal kanul 8 L
Do : 23.00 3. Mengkaji ttv pasien - Ttv pasien : TD:
-ps tampak sesak Hasil : 130/90 mmHg, HR:
-ttv pasien : TD: 130/90
Ttv pasien : TD: 130/90 130×/menit, RR:
mmHg, HR: 130×/menit,
RR: 30×/menit, S:36,70C mmHg, HR: 130×/menit, 30×/menit, S:36,70C
-SpO2 : 60% RR: 30×/menit, S:36,70C SpO2 : 60%
-pergerakan dada SpO2 : 60% - pasien tampak pucat
asimetris
23.00 4. Memantau adanya pucat dan membran mukosa
-suara nafas pasien Mengi
(Wheezing) dan sianosis pasien sianosis
-irama pernafasan pasien Hasil : pasien tampak - irama pernafasan
ireguler pucat dan membran pasien ireguler,
-ps tampak pucat mukosa pasien sianosis kedalaman nafas pasien
-akral pasien dingin
-membran mukosa pasien 23.00 5. Memantau irama, dangkal.
sianosis kedalaman, dan upaya - pergerakan dada
-kedalaman pernafasan pernafasan asimetris serta terdapat
pasien cepat dan dangkal Hasil : irama pernafasan suara nafas Mengi
- Radiologi:foto thorax
pasien ireguler, (Wheezing)
gambaran pneumotoraks
kanan, paru kolaps kedalaman nafas pasien - ps terpasang WSD di
dangkal. IC 4-5 mid axila kanan
23.00 6. Memperhatikan A : masalah belom
pergerakan dada teratasi
Hasil : pergerakan dada P : tindakan dilanjutkan
asimetris serta terdapat di ruang rawat inap
suara nafas Mengi mahasiswa
(Wheezing)
23.00 7. Kolaborasi untuk
tindakan dekompresi
dengan pemasangan
selang WSD
Hasil : ps terpasang WSD
di IC 4-5 mid axila kanan
23.00 1. Mengkaji nyeri secara S:
2. Nyeri akut b.d trauma komprehensif -P : kecelakaan
jaringan dan reflex Hasil : -Q : seperti tertimpa
spasme otot -P : kecelakaan benda berat
Ds :
P : ps mengalami -Q : seperti tertimpa -R : dada bagian
kecelakaan benda berat sebelah kanan
Q : ps mengatakan -R : dada bagian sebelah -S : 7/10
seperti tertimpa benda kanan -T : saat kecelakaan,
berat
-S : 7/10 selama perjalanan ke
R : ps mengatakan
nyeri dada bagian -T : saat kecelakaan, RS serta di IGD
sebelah kanan selama perjalanan ke RS - pasien tidak memiliki
S : Ps mengatakan serta di IGD riwayat alergi
skala nyerinya 7/10
23.00 2. Mengkaji ttv pasien - ps paham dan akan
T : saat kecelakaan,
selama perjalanan ke Hasil : TD: 130/90 melakukan yang yang
RS serta di IGD mmHg, HR: 130×/menit, diajarkan perawat
Do : RR: 30×/menit, S:36,70C - ps mengatakan akan
-ps tampak meringis SpO2 : 60% melakukan relaksasi
kesakitan
-ps tampak 23.00 3. Mengecek riwayat alergi nafas dalam apabila
memegangi dadanya Hasil : pasien tidak nyeri
-ps tampak pucat memiliki riwayat alergi O:
-membran mukosa 23.00 4. Memberikan terapi - TD: 130/90 mmHg,
pasien sianosis
Tramadol 2×1 mg drip HR: 130×/menit, RR:
-ttv pasien : TD:
130/90 mmHg, HR: Hasil : ps telah diberikan 30×/menit, S:36,70C
130×/menit, RR: terapi obat Tramadol 2×1 SpO2 : 60%
30×/menit, S:36,70C mg drip dan tidak ada - ps telah diberikan
-SpO2 : 60%
reaksi alergi terapi obat Tramadol
23.00 5. Membaringkan pasien 2×1 mg drip dan tidak
pada posisi yang nyaman ada reaksi alergi
Hasil : ps sudah berada di - ps sudah berada di
posisi nyaman posisi nyaman
23.00 6. Mengajarkan teknik A : masalah belum
distraksi teratasi
Hasil : ps paham dan akan P : Tindakan
melakukan yang yang dilanjutkan diruang
diajarkan perawat rawat inap
23.00 7. Mengajarkan teknik Mahasiswa
relaksasi nafas dalam
Hasil : ps mengatakan
akan melakukan relaksasi
nafas dalam apabila nyeri

23.00 1. Memonitor tanda dan gejala S:


3. Resiko Infeksi b.d infeksi sistemik dan lokal - ps mengatakan paham
faktor risiko tempat Hasil : ps tidak terdapat dan akan istirahat
masuknya organisme tanda-tanda gejala infeksi O:
sekunder terhadap 23.00 2. Menginpeksi kulit dan - ps tidak terdapat
trauma
membran mukosa terhadap tanda-tanda gejala
Ds : -
Do : kemerahan, panas, drainase infeksi
-ps terpasang WSD di Hasil : kulit pasien tampak - kulit pasien tampak
IC 4-5 mid axila pucat, membran mukosa pucat, membran
kanan
pasien sianosis mukosa pasien sianosis
-balutan ps tidak
terjadi rembesan darah 23.00 3. Menginspeksi kondisi luka -kondisi luka baik,
- Adanya luka 1 cm Hasil : kondisi luka baik, terturup kassa, tidak ada
dengan jahitan matras terturup kassa, tidak ada rembesan darah pada
mengelilingi selang rembesan darah pada balutan luka
WSD
- Tampak gelembung balutan luka - ps telah diberikan
udara keluar dari 23.00 4. Mendorong pasien untuk Ceftriaxone 2 x 1 mg
ujung selang dalam istirahat IV dan tidak terdapat
botol WSD saat Hasil : ps mengatakan tanda alergi
ekspirasi
paham dan akan istirahat A : masalah belum
-ttv pasien : TD:
130/90 mmHg, HR: 23.00 5. Memberikan terapi obat teratasi
130×/menit, RR: Ceftriaxone 2 x 1 mg IV P : tindakan dilanjutkan
30×/menit, S:36,70C Hasil : ps telah diberikan di ruang rawat inap
-SpO2 : 60%
Ceftriaxone 2 x 1 mg IV Mahasiswa
dan tidak terdapat tanda
alergi

G. Penatalaksanaan Komprehensif
Waktu Tindakan kolaborasi Rasional Evaluasi
23.00 1. Memberikan terapi O2 -memberikan tambahan O2 S:-
nasal kanul dan mencegah hipoksia O:
23.00 2. Memberikan terapi -mengurangi rasa nyeri -ps terpasang O2 nasal
analgesik Tramadol 2×1 kanul 8 L
mg drip -ps telah diberikan
23.00 3. Memberikan terapi -mencegah infeksi terapi injeksi Tramadol
antibiotik Ceftriaxone 2 x 1 2×1 mg drip,
mg IV Ceftriaxone 2 x 1 mg
23.00 4. Memberikan terapi cairan -menambah asupan cairan IV
IVFD RL 20 tpm dan elektrolit -ps terpasang terapi
23.00 5. Melakukan pemasangan -mengeluarkan cairan IVFD RL 20
WSD udara/cairan di thorax tpm
-ps terpasang WSD di
IC 4-5 mid axila
kanan.
A : masalah belum
teratasi
P : intervensi
dilanjutkan di ruang
rawat inap

BAB IV
PENUTUP
IV.1 Kesimpulan
Tension pneumothoraks adalah pengumpulan/penimbunan udara di ikuti
peningkatan tekanan di dalam rongga pleura. Kondisi ini terjadi bila salah satu
rongga paru terluka, sehingga udara masuk ke rongga pleura dan udara tidak bisa
keluar secara alami. Kondisi ini bisa dengan cepat menyebabkan terjadinya
insufisiensi pernapasan, kolaps kardiovaskuler, dan, akhirnya, kematian jika tidak
dikenali dan ditangani. Pasien datang dengan keluhan nyeri dada dan sesak nafas.
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit Hipertensi dan DM. Setelah di RS pasien
mendapatkan terapi cairan IVFD RL 20 tpm, terapi injeksi : Ceftriaxone 2 x 1 mg
IV, Tramadol 2×1 mg drip dan pasien mendapatkan terapi O2 nasal kanul serta
telah dilakukan asuhan keperawatan 1×24 jam.

IV.2 Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan semua mahasiswa mampu
mengetahui dan memahami mengenai Tension Pneumothorax serta dapat
melakukan asuhan keperawatan yang sesuai. Kami pun sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari pembaca agar penulisan makalah yang
selanjutnya dapat lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA
Alagaff, Hood, dkk. 2005. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga
University Press.
Aru W. Sudoyo, dkk.2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Ed V. Jakarta:
Interna Publishing.
Bosswick, John A., Jr. 2008. Perawatan Gawat Darurat. Jakarta : EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Kowalak, Jennifer P. Dkk. 2011. Buku Ajar Patofisiologi : “SISTEM PERNAPASAN-
PNEUMOTHORAKS : BAB.7-Hal.253. Jakarta: EGC.
Manson, J. Robert. 2010. Murray & Nadel’s Textbook of Respiratory Medicine, 5/e.
dalam Kurniasih, Dkk, 2009, hlm.2343)

Anda mungkin juga menyukai