Amsal WM Simanjuntak
160205175
FAKULTAS FARMASI
MEDAN
2020
PENGESAHAN PROPOSAL
OLEH
160205175
Dosen Pembimbing,
Diketahui,
i
(Apt. Cut Masyithah Thaib, M.Si)
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
kasih dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal proposal yang
aureus, Escherichia coli dan Candida albicans”. Proposal ini disusun untuk melengkapi
salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan
Dalam proses penyelesaian proposal ini peneliti banyak mendapat bantuan, bimbingan
dan dukungan dari berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini peneliti menyampaikan
1. Parlindungan Purba, SH, MM, selaku Ketua Yayasan Universitas Sarimutiara Indonesia.
2. Dr. Ivan Elizabeth Purba, M.Kes, selaku Rektor Universitas Sari Mutiara Indonesia.
3. Taruli Rohana Sinaga, SP, MKM, selaku dekan Fakultas Farmasi Dan Ilmu Kesehatan
4. Apt. Cut Masyithah Thaib, M.Si, selaku Ketua Program Studi S1 Farmasi fakultas
5. Apt. Eva Diansari Marbun, M.Si selaku Dosen Program Studi S1 Farmasi Fakultas
Farmasi Dan Ilmu Kesehatan Universitas Sari Mutiara Indonesia sekaligus Dosen
Pembimbing yang telah member arahan dan meluangkan waktu dan penuh sabar
iii
6. Seluruh dosen beserta staf Pegawai Pendidikan S1 Farmasi Fakultas Farmasi Dan Ilmu
7. Teristimewa kedua Orang Tua tercinta Ayah saya Tunggul Simanjuntak dan Ibu saya
Netty Manurung serta abang-abang saya kakak-kakak saya adik-adik saya beserta
teman-teman saya yang senantiasa memberikan dukungan doa, materi, dan motivasi
Universitas Sari Mutiara Indonesia yang selalu memberikan semangat dan motivasi
9. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan proposal ini masih banyak kekurangan dan
jauh dari kesempurnaan, karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
Penulis
Nim. 160205175
iv
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL
PENGESAHAN PROPOSAL............................................................................................ i
KATA PENGANTAR......................................................................................................... iii
DAFTAR ISI........................................................................................................................ v
BAB I PENDAHULUAN
1.3 Hipotesa...................................................................................................................... 4
2.2 Bakteri........................................................................................................................ 11
v
2.2.1.2 Struktur dan Fungsi Sel...................................................................... 14
2.2.3 Reproduksi....................................................................................................... 21
2.3 Jamur.......................................................................................................................... 26
2.3.1.3 Habitat................................................................................................ 29
2.3.1.4 Reproduksi......................................................................................... 29
2.3.2.1 Taksonomi......................................................................................... 30
2.3.2.2 Morfologi........................................................................................... 31
2.3.4 Media.............................................................................................................. 34
2.3.4.1 Pendahuluan...................................................................................... 34
............................................................................................................
vi
2.3.4.2 Persyaratan Media............................................................................. 35
3.2.1 Alat.................................................................................................................. 41
3.2.2 Bahan............................................................................................................... 42
vii
3.4.3.5 Pereaksi Natrium Hidroksida 2 N...................................................... 44
viii
3.7.4 Penyiapan Media Pada Cawan Petri................................................................ 51
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................... 53
ix
BAB I
PENDAHULUAN
Media pertumbuhan harus memenuhi persyaratan nutrisi yang dibutuhkan oleh suatu
pertumbuhannya meliputi karbon, nitrogen, unsur non logam seperti sulfur dan fosfor, unsur
logam seperti Ca, Zn, Na, K, Cu, Mn, Mg, dan Fe, vitamin, air, dan energi (Cappucino,
2014).
Media merupakan suatu bahan yang terdiri atas campuran nutrisi yang digunakan untuk
lain. Suatu media dapat menumbuhkan mikroorganisme dengan baik apabila memenuhi
persyaratan antara lain kelembapan yang cukup, pH yang sesuai, kadar oksigen baik, media
steril dan media harus mengandung semua nutrisi yang yang mudah digunakan
mikroorganisme. Adapun jenis media pertumbuhan dapat berupa media cair, media kental
(padat), dan media semi padat. Media yang umum digunakan untuk menumbuhkan
mikroorganisme di laboratorium seperti bakteri adalah media Nutrient Agar (NA) (Siti
Juariah dan Wulan Puspita Sari, 2018). Sedangkan media yang digunakan untuk
pertumbuhan mikroorganisme jamur adalah media Potato Dextrose Agar (PDA) (Artha
setiap 500 g serta melimpahnya sumber alam yang dapat digunakan sebagai media
1
pertumbuhan mikroorganisme mendorong para peneliti untuk menemukan media alternative
dari bahan bahan yang mudah di dapat dan tidak memerlukan biaya yang mahal. Bahan yang
digunakan harus mengandung nutrisi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan bakteri seperti
dari bahan-bahan yang kaya akan karbohidrat dan protein (Anisah, 2015).
mikroorganisme dari bahan-bahan yang mudah ditemukan dialam. Seperti dari sumber
protein yaitu kacang tunggak, kacang hijau, kacang kedelai hitam yang mengandung tinggi
protein sehingga mampu menumbuhkan Klebsiella sp, Bacillus sp, dan Pseudomonas sp
Penelitian ilmiah mengenai kacang kedelai yang dilakukan oleh (Suhartati, Sulistiani
and Nuraini, 2018) tentang pemanfaatan serbuk kacang kedelai (Glycine max L. Merr)
sebagai bahan pembuatan media Manitol Salt Agar (MSA) untuk pertumbuhan bakteri
Staphylococcus. Serta ada juga media bengkuang dan tauge merupakan salah satu media
alami yang mengandung nutrisi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroba (Zuriani Rizki
Beberapa peneliti juga telah melakukan penelitian tentang media pertumbuhan mikroba
dari berbagai sumber karbohidrat seperti ubi garut, ganyong, gembilli, dan lain sebagainya.
Umbi umbi tersebut memiliki berbagai nutrisi yang cukup sehingga dibutuhkan untuk
Sumber karbohidrat lain yang dapat digunakan salah satunya adalah pisang kepok. Buah
pisang serta kulit pisang mengandung nilai gizi cukup tinggi sebagai sumber karbohidrat
yang sangat dibutuhkan oleh mikroba sebagai media pertumbuhan. Pisang yang akan
digunakan sebagai media pertumbuhan mikroba dibuat dalam bentuk tepung. Pisang yang
2
baik digunakan untuk pembuatan tepung pisang adalah pisang yang berumur kira-kira 80 hari
setelah berbunga. Hal ini disebabkan pada kondisi tersebut pembentukan pati telah mencapai
maksimum. Diketahui bahwa tepung pisang mengandung total pati 84%, selain itu juga
mengandung protein sebesar 6,8%, lemak 0,3%, abu 0,5% dan serat pangan 7,6 % (Mozes S,
Y. Radiena, 2016).
Ada 3 jenis mikroba yang akan digunakan dalam penelitian ini. Diantaranya adalah
pembanding yaitu Nutient Agar untuk bakteri sementara Potato Dextrose Agar untuk jamur.
Berdasarkan uraian di atas karbohidrat yang terkandung pada buah dan kulit pisang
kepok juga dapat digunakan sebagai media alternative untuk pertumbuhan bakteri. Oleh
karena itu peneliti melakukan penelitian tentang tepung kulit dan buah pisang kepok sebagai
albicans.
1. Apakah tepung kulit dan buah pisang kepok (Musa paradisica L.) dapat digunakan
Candida albicans?
Candida albicans pada media tepung kulit dan buah pisang kepok (Musa paradisiaca
L.)?
3. Berapa konsentrasi tepung kulit dan buah pisang kepok yang baik untuk pertumbuhan
3
4. Bagaimana pengaruh variasi konsentrasi tepung kulit dan buah pisang kepok terhadap
jumlah koloni Staphylococcus aureus, Escherichia coli, dan Candida albicans. Serta
dibandingkan dengan media pembanding yaitu Nutrient Agar dan Potato Dextrose Agar.
1.3. Hipotesa
1. Tepung kulit dan buah pisang kepok (Musa paradisiaca L.) dapat digunakan sebagai
albicans.
2. Media tepung kulit dan buah pisang kepok (Musa paradisiaca L.) diharapkan dapat
3. Konsentrasi yang baik pada media tepung kulit dan buah pisang kepok (Musa
4. Variasi konsentrasi media tepung kulit dan buah pisang kepok (Musa paradisiaca L.)
1. Memanfaatkan tepung kulit dan buah pisang kepok (Musa paradisiaca L.) sebagai media
Candida albicans pada media tepung kulit dan buah pisang kepok (Musa paradisiaca
L.).
4
3. Menganalisis konsentrasi tepung kulit dan buah pisang kepok (Musa paradisiaca L.) yang
albicans.
4. Menganalisis pengaruh variasi konsentrasi tepung kulit dan buah pisang kapok (Musa
paradisiaca L.) terhadap jumlah koloni Staphylococcus aureus, Escherichia coli, dan
Candida albicans, serta dibandingkan dengan media Nutrient Agar dan Potato Dextrose
Agar.
Melalui penelitian ini kita mendapat pengetahuan tambahan bahwa tepung kulit dan buah
pisang kepok dapat digunakan sebagai media alternatif pertumbuhan mikroba sehingga dapat
menekan biaya.
5
1.6 Kerangka Penelitian
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pisang kepok termasuk ke dalam famili Musaceae yang berasal dari Asia Tenggara.
Klasifikasi taksonomi pisang kepok adalah sebagai berikut (Simpson, 2006: Ongelina, 2013):
Ordo : Zingiberales
Genus : Musa
Pisang kepok (Musa paradisiaca Linn) adalah tanaman buah yang berasal dari kawasan
Asia Tenggara (termasuk Indonesia). Pisang kepok merupakan jenis buah yang paling umum
ditemui tidak hanya di perkotaan tetapi sampai ke pelosok desa. Buah pisang kepok
merupakan buah yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia, yang dapat dikonsumsi
kapan saja dan pada segala tingkatan usia. Pisang kepok dapat digunakan sebagai alternative
pangan pokok karena mengandung karbohidrat yang tinggi (Julfa, Noviar Harun dan
Rahmayuni, 2016).
Secara morfologi tanaman pisang terdiri dari akar (Radix) batang (Caulis), daun
(Folium), bunga (Frunctus) dan biji (Semen). Organ tanaman pisang sudah banyak
7
dimanfaatkan, terutama yang sering dimanfaatkan yaitu buahnya (Wa Ode Siti Sariamanah,
Tanaman pisang dapat tumbuh di daerah tropis dan subtropis, banyak di tanam sebagai
kurang lebih 800 meter dari permukaan laut. Tumbuhan ini berbatang basah, tinggi sampai 6
meter, daunnya lebar berbentuk sudip dan tepinya tak bertulang. Buahnya deret berganda,
dilindungi oleh selubung bunga yang berwarna lembayung. Panjang tandan buah 30-60 cm,
merunduk dan tidak berbulu halus. Jantung berbentuk bulat telur, agak lebar dengan kelopak
berwarna ungu sebelah luar dan merah sebelah dalam. Sisir buah berjumlah 5-9 sisir, tiap
sisir berjumlah 10-14 buah, dan daging buah berwarna kekuningan, rasanya manis, lunak dan
tekstur agak lembek (Nurmin, Sri Mulyani Sabang dan Irwan Said, 2018).
Buah pisang merupakan salah satu komoditas holtikultular yang produksinya tinggi dan
mempunyai prospek yang cerah sebagai komoditas eksport. Pisang kepok memiliki buah
yang sedikit pipih dan kulit yang tebal, jika sudah matang warna kulit buahnya akan menjadi
warna kuning. Pisang kepok memiliki banyak jenis, namun yang lebih dikenal adalah pisang
kepok kuning dan pisang kepok putih. Warna buahnya sesuai dengan nama jenis pisangnya,
yaitu putih dan kuning. Pisang kepok kuning memiliki rasa yang lebih enak, sehingga lebih
disukai masyarakat. Pisang kepok banyak diolah oleh sebagian masyrakat untuk dijadikan
berbagai macam olahan makanan seperti keripik, gorengan dan sebagainya. Kandungan gizi
dalam pisang kepok yaitu protein, karbohidrat, serat dan mineral seperti kalium, magnesium,
fosfor, besi, natrium dan kalsium. Selain itu juga pisang kepok mengandung vitamin A,
vitamin B, dan vitamin C (Nurmin, Sri Mulyani Sabang dan Irwan Said, 2018).
8
Pisang kepok merupakan pisang yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat indonesia,
Pisang kepok mengandung unsure kalium yang dapat menurunkan kadar kolesterol dalam
darah, semakin tinggi kadar kalium yang di konsumsi, maka semakin rendah resiko terkena
serangan jantung dan stroke. Buah pisang kepok juga sangat berkhasiat untuk penyembuhan
penderita anemia karena dengan mengkonsumsi buah pisang, kadar hemoglobin dalam darah
meningkat. Kandungan kalium pada buah pisang dapat mengurangi tekanan stress,
stroke, memberikan tenaga untuk berpikir dan menghindari kepikunan atau mudah lupa.
Sementara serat pisang bermanfaat dalam membantu orang yang sedang diet, perokok yang
ingin menghilangkan pengaruh nikotin, mengontrol suhu badan (khususnya ibu hamil),
menetralkan asal lambung dan berbagai manfaat lainnya (Nurmin, Sri Mulyani Sabang dan
Pisang kepok memiliki kandungan yang sangat bermanfaat salah satunya kaya akan
terutama pisang dalam jumlah yang cukup banyak sangat bermanfaat untuk tubuh karena
pisang kaya akan mineral. Mineral merupakan unsure esensial bagi fungsi normal sebagian
enzim dan sangat penting dalam pengendalian komposisi cairan tubuh. Tbuh tidak mampu
mensintesa mineral sehingga unsure ini harus disediakan lewat makanan. Mineral adalah zat
anorganik yang sama halnya dengan vitamin dalam jumlah kecil yang bersifat esensial bagi
banyak proses dalam mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro adalah mineral yang
dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg sehari. Sedangkan mineral mikro
dibutuhkan kurang dari 100 mg sehari. Mineral makro antara lain natrium, kalium, kalsium,
9
dan magnesium, sedangkan yang termasuk mineral mikro antara lain mangan dan zink.
Pisang kepok termasuk buah klimaterik sehingga mengalami kematangan dapat dilihat pada
perubahan warna kulit dimana sifat fisik dan kimia juga akan mengalami perubahan baik itu
mengalami penurunan atau kenaikan. Pisang kepok juga dapat digunakan untuk
mengurangireaksi inflamasi, nyeri dan mengatasi gigitan ular (Nurmin, Sri Mulyani Sabang
Pisang memiliki kandungan pati sehingga cocok dibuat tepung. Pisang termasuk bahan
prebiotik, karena mengandung inulin dan FOS (Fruktooligosakarida) yang tidak dapat
dicerna dalam saluran perncernaan manusia. Tepung pisang memiliki beberapa keuntungan
dibandingkan dengan buah segar, diantaranya dapat disimpan lebih lama dan lebih mudah
Pisang kepok merupakan pisang berbentuk agak gepeng, bersegi dan kulit buahnya
sangat tebal dengan warna kuning kehijauan dan kadang bernoda coklat. Kulit pisang kepok
dari pengolahan biasanya terbuang begitu saja. Jumlah kulit pisang dari buah pisang kira-kira
sepertiga dari berat keseluruhan. Kandungan gizi kulit pisang cukup lengkap seperti
karbohidrat, lemak, protein, vitamin B, vitamin C dan air. Kandungan gizi inilah yang dapat
digunakan sebagai sumber energy bagi manusia. Kulit pisang kepok dapat dimanfaatkan
untuk diolah menjadi dodol. Pengolahan kulit pisang menjadi dodol memiliki beberapa
keuntungan yaitu mengurangi limbah kulit pisang kepok, sehingga beberapa orang
memanfaatkan kandungan gizi yang terdapat pada kulit pisang dan meningkatkan nilai
10
Kulit pisang merupakan bahan buangan (limbah buah pisang) yang banyak jumlahnya.
Pada umumnya kulit pisang belum dimanfaatkan secara nyata, hanya dibuang sebagai limbah
organik saja atau digunakan sebagai makanan ternak seperti kambing, sapi, dan kerbau. Kulit
pisang kepok memiliki senyawa metabolit sekunder yang berpotensi sebagai pestisida nabati
yaitu senyawa flavanoid, tannin, dan terpenoid. Pemanfaatan kulit pisang kepok tidak
terlepas dari adanya kandungan fitokimia di dalamnya. Cara untuk mengetahui fitokimia atau
bahan aktif pada tumbuhan adalah melalu uji fitokimia atau skrinning fitokimia dapat
dilakukan secara kualitatif maupun kuantitatif (Sonja V. T, Lumowa, Syahril Bardin, 2017).
2.2 Bakteri
Bakteri merupakan salah satu golongan organisme prokariot (tidak mempunyai selubung
inti) namun bakteri memiliki informasi genetic berupa DNA yang berbentuk sirkuler,
panjang dan biasa disebut nucleoid. Tes biokimimia pewarnaan gram merupakan kriteria
yang efektif untuk klasifikasi. Hasil pewarnaan akan menunjukan perbedaan dasar dan
kompleks pada sel bakteri (struktur dinding sel), sehingga dapat membagi bakteri menjadi
dua kelompok yaitu bakteri gram positif dan bakteri gram negative. Pada pewarnaan gram,
golongan bakteri gram positif akan memberikan warna ungu karena memiki lapisan
peptidoglikan yang tipis yaitu 5-10 nm dengan komposisi utama: lipoprotein, membran luar
11
2.2.1.1 Ukuran dan Bentuk Sel
Ukuran tubuh bakteri bervariasi, dari berdiameter 0,12 mikron sampai yang panjangnya
ratusan micron (1µm = 1/1000 mm). Namun, rata-rata sel bakteri berukuran 1-5 mikron.
Bakteri dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop cahaya dan mikroskop electron.
Bakteri yang paling renik adalah Mycoplasma yang berukuran 0,12 mikron. Sebaliknya
bakteri terbesar adalah Thiomargarita yang berukuran 200 mikron (Diah Aryulina, 2004).
Bentuk dasar sel bakteri beraneka ragam, yaitu kokus (bulat), basil (batang), dan spirilia
(spiral). Seleain bentuk dasar tersebut, juga terdapat bentuk kokobasil (antara kokus dan
basil) dan berbentuk filament. Contoh bakteri yang berbentuk kokobasil adalah Coxiella
burneti (penyebab demam). Sedangkan contoh bakteri berbentuk filament adalah kelompok
Bakteri kokus dan basil ada yang membentuk suatu koloni atau kumpulan yang
berdempetan setelah terjadi pembelahan sel. Kumpulan sel-sel bakteri tersebut memiliki
a. Bakteri Kokus
Monokokus, yaitu berupa sel bakteri kokus tunggal. Contohnya Chlamydia trachomatis
(penyabab penyakit kelamin raja singa) dan Diplococcus pneumonia (penyebab penyakit
pneumonia).
12
Tetrakokus, yaitu 4 sel bakteri kokus berdempetan membentuk kubus. Contohnya
Streptokokus, yaitu lebih dari 4 sel bakteri kokus berdempetan membentuk rantai.
Stafilokokus, yaitu lebih dari 4 sel bakteri kokus berdempetan secara bergerombol seperti
b. Bakteri Basil
Monobasil, yaitu berupa sel bakteri basil tunggal. Contohnya Escherichia coli (bakteri
Bacillus anthracis (penyebab penyakit antraks pada hewan ternak) dan Azotobacter
c. Bakteri Spirila
belerang)
Spiroseta, yaitu bentuk sel seperti sekrup. Contohnya Treponema pallidum (penyebab
Vibrio, yaitu bentuk sel seperti tanda baca koma. Contohnya vibrio cholera (penyebab
13
2.2.1.2 Struktur dan Fungsi Sel
Struktur dan fungsi sel bakteri dapat dibagi menjadi struktur dan fungsi dasar serta
struktur tambahan. Struktur dan fungsi dasar dimiliki hampir semua jenis bakteri. Sedangkan
struktur dan fungsi tambahan dimiliki oleh jenis bakteri tertentu (Diah Aryulina, 2004).
Struktur dan fungsi dasar pada sel bakteri meliputi dinding sel, membrane plasma,
1. Dinding Sel
Dinding sel berfungsi sebagai pelindung dan pemberi bentuk bakteri. Dinding sel bakteri
ketebalan lapisan peptidoglikan dinding sel, sel bakteri dapat dibedakan atas bakteri gram
Bakteri Gram positif adalah bakteri yang memiliki dinding sel dengan lapisan
peptidoglikan yang tebal. Bakteri ini akan menjadi ungu jika diwarnai dengan pewarnaan
Bakteri Gram negative adalah bakteri yang memiliki dinding sel dengan lapisan
peptidoglikan yang tipis. Bakteri ini akan berwarna merah muda atau merah, jika diwarnai
Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans, dan Escherichia coli (Diah Aryulina, 2004).
14
2. Membran plasma
tersusun dari lapisan fosfolipid dan protein. Membran plasma bersifat selektif permeable dan
berfungsi untuk mengatur pertukaran zat antara sel dengan lingkungannya (Diah Aryulina,
2004).
3. Sitoplasma
Sitoplasma adalah cairan sel. Sitoplasma bakteri tidak mengandung banyak organel
seperti pada sel eukariotik. Sitoplasma bakteri antara lain mengandung ribosom, DNA, dan
4. Ribosom
Ribosom adalah organel yang tersebar dalam sitoplasma. Ribosom tersusun dari protein
dan RNA (ribonucleic acid: asam ribonukleat). Ribosom berfungsi pada sintesis protein
genetic. DNA bakteri berupa rantai tunggal berbentuk melingkar (nukleoid). Beberapa
bakteri memiliki tambahan DNA melingkar lain yang lebih kecil yang disebut plasmid (Diah
Aryulina, 2004).
5. Granula penyimpanan
Struktur dan fungsi tambahan pada sel bakteri meliputi bagian kapsul, flagellum, pilus
dan fimbria, klorosom, vakuola gas serta endospora (Diah Aryulina, 2004).
15
1. Kapsul dan Lapisan Lendir
Kapsul atau lapisan lendir adalah lapisan di luar dinding sel pada jenis bakteri tertentu.
Jika lapisan tersebut tebal maka disebut kapsul, dan jika tipis disebut lapisan lendir. Kapsul
dan lapisan lendir tersusun dari polisakarida dan air. Keduanya berfungsi untuk membantu
sel bakteri melekat pada suatu permukaan atau dengan sel bakteri lainnya. Contohnya bakteri
penyebab gigi berlubang (Sterptococcus mutans) yang menempel pada permukaan gigi.
Kapsul juga berfungsi untuk pertahanan bakteri dari sel-sel fagosit (contohnya sel darah putih
dan antibody manusia atau hewan). Hal ini dapat terjadi ketika bakteri berada dalam tubuh
manusia atau hewan. Selain itu kapsul juga berfungsi melindungi sel bakteri saat mengalami
2. Flagelum
Flagelum atau bulu cambuk adalah struktur berbentuk batang atau spiral yang menonjol
dari dinding sel. Flagelum tersusun dari protein. Flagelum pada bakteri ada yang berjumlah
satu (monotrik), banyak flagellum disatu sisi (lofotrik), satu atau banyak flagellum di kedua
sisi ujung (amfitrik), atau tersebar diseluruh permukaan sel (peritrik) (Diah Aryulina, 2004).
Flagelum berfungsi sebagai alat pada beberapa jenis bakteri yang berbentuk batang dan
bakteri belerang akan bergerak menuju lingkungan yang mengandung senyawa kimia
belerang. Bakteri yang melakukan fotosintesis bergerak menuju lingkungan dengan intensitas
16
3. Pilus dan fimbria
Pilus adalah struktur berbentuk seperti rambut halus yang menonjol dari dinding sel.
Pilus mirip dengan flagellum namun lebih pendek, kaku, dan berdiameter lebih kecil. Pilus
tersusun dari protein. Pilus memiliki fungsi sebagai penghubung saat bakteri melakukan
konjugasi (pertukaran materi genetic). Selain itu pilus juga berfungsi sebagai pelekat antara
sel bakteri yang satu dengan sel bakteri lainnya. Pilus hanya terdapat pada bakteri gram
negative, contohnya Escherichia coli. Fimbria merupakan struktur sejenis pilus namun lebih
4. Klorosom
Klorosom adalah struktur yang berada tepat di bawah membrane plasma. Klorosom
mengandung pigmen klorofil dan pigmen lainnya untuk proses fotosintesis. Klorosom hanya
terdapat pada bakteri yang melakukan fotosintesis, contohnya Chlorobium (bakteri hijau)
5. Vakuola Gas
Vakuola gas terdapat pada bakteri yang hidup di air dan melakukan fotosintesis, vakuola
gas memungkinkan bakteri mengapung di air untuk memperoleh cahaya matahari. Dengan
6. Endospora
Endospora terbentuk di dalam sel bakteri jika kondisi lingkungan tidak menguntungkan
bagi kehidupan bakteri. Dengan demikian, endospora berfungsi sebagai pertahanan diri.
Endospora mengandung sedikit sitoplasma, materi genetic, dan ribosom. Dinding endospora
tebal dan tersusun dari protein. Tebalnya dinding endospora menyebabkan endospora tahan
terhadap kekeringan, radiasi cahaya, suhu tinggi, dan zat kimia. Jika kondisi lingkungan
17
menguntungkan, endospora tumbuh menjadi sel bakteri baru. Contoh bakteri yang dapat
dan Clostridium botulinum (penyebab keracunan makanan kaleng) (Diah Aryulina, 2004).
Seperti organisme lainnya. Bakteri membutuhkan makanan agar dapat tumbuh dan
berkembang biak. Bakteri memperoleh makanan dengan dan cara yang beragam. Selain itu,
bakteri juga membutuhkan energi yang diperoleh dari proses perombakan makanannya.
Proses perombakan makanan ada yang membutuhkan oksigen dan ada yang tidak
membutuhkan oksigen. Cara bakteri memperoleh makanan dan kebutuhannya akan oksigen
dan bakteri autotrof. Sebagian besar bakteri adalah heterotrof (Diah Aryulina, 2004).
Bakteri heterotrof adalah bakteri yang makanannya berupa senyawa organic dari
organism lain. Bakteri heterotrof terbagi menjadi bakteri saprofit dan bakteri parasit (Diah
Aryulina, 2004).
a. Bakteri saprofit
Bakteri saprofit adalah bakteri yang memperoleh makanan dari sisa organism atau
produk organism lain. Sisa-sisa organisme misalnya daun yang gugur dan kotoran hewan,
sedangkan produk organism, misalnya susu dan daging. Sisa organism atau produk organism
yang mengandung bakteri akan mengalami proses penguraian di alam. Contoh bakteri
18
b. Bakteri parasit
Bakteri parasit adalah bakteri yang memperoleh makanan dari inangnya. Inang tempat
hidup bakteri adalah tumbuhan, hewan, atau manusia. Jika menimbulkan penyakit pada
inangnya, bakteri disebut sebagai bakteri pathogen. Contoh bakteri parasit adalah
(penyebab penyakit antraks pada hewan ternak), dan Clostridium tetani (penyebab tetanus)
Bakteri autotrof adalah bakteri yang mampu membuat makanannya sendiri. Bakteri
mekanannya, yaitu bakteri fotoautotrof dan bakteri kemoautotrof (Diah Aryulina, 2004).
a. Bakteri fotoautotrof
Adalah bakteri yang menggunakan energy cahaya matahari untuk membuat makanannya.
Jenis pigmen utama bakteri autotrof adalah klorofil dan karoten. Contoh bakteri fotoautotrof
adalah Thyocystis sp. Bakteri ini memperoleh makanannya melalui proses fotosintesis (Diah
Aryulina, 2004).
b. Bakteri kemoautotrof
Adalah bakteri yang menggunakan energy kimia untuk mensintesis makanannya. Energi
kimia diperoleh dari proses oksidasi senyawa anorganik. Contoh bakteri kemoautotrof adalah
sebagai berikut:
Nitrobacter (bakteri nitrat) yang mengoksidasi ion nitrit menjadi ion nitrat.
19
Gallionella (bakteri besi) yang mengoksidasi ion fero menjadi ion feri.
Hydrogenobacter (bakteri hidrogen) yang mengoksidasi gas hydrogen menjadi air (Diah
Aryulina, 2004).
a. Bakteri aerob
Adalah bakteri yang membutuhkan oksigen bebas untuk memperoleh energinya. Contoh
bakteri aerob adalah Nitrosomonas, Nitrosococcus, dan Nitrobacter (Diah Aryulina, 2004).
b. Bakteri anaerob
Adalah bakteri yang tidak membutuhkan oksigen bebas untuk memperoleh energinya.
Energi diperoleh dari proses perombakan senyawa organic tanpa menggunakan oksigen yang
disebut fermentasi. Bakteri anaerob dibedakan menjadi bakteri anaerob obligat dan anaerob
Bakteri anaerob obligat hanya dapat hidup jika tidak dapat oksigen. Oksigen merupakan
racun bagi bakteri anaerob obligat. Contohnya adalah Micrococcus denitrificans, Clostridium
Bakteri anaerob fakultatif dapat hidup jika ada oksigen maupun tidak ada oksigen.
Contoh bakteri anaerob fakultatif adalah Escherichia coli dan Lactobacillus (Diah Aryulina,
2004).
20
2.2.3 Reproduksi
(vegetative = tak kawin) dengan membelah diri. Pembelahan sel pada bakteri adalah
pembelahan binner, yaitu setiap sel membelah menjadi dua. Beberapa jenis bakteri dalam
Selain reproduksi secara aseksual, bakteri juga melakukan reproduksi secara seksual,
yaitu dengan pertukaran materi genetik dengan bakteri lainnnya. Pertukaran materi genetik
disebut rekombinasi genetik atau rekombinasi DNA. Rekombinasi genetik menghasilkan dua
sel bakteri yang masing-masing memiliki kombinasi materi genetik dari dua sel induk.
Rekombinasi genetik pada bakteri dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu transformasi,
a. Transformasi
Adalah masuknya DNA telanjang ke dalam sel bakteri dan mengubah sifat sel bakteri.
b. Tranduksi
Adalah pemindahan materi genetik satu sel bakteri ke sel bakteri lainnnya dengan
perantara organisme lain yaitu bakteriofage (virus bakteri) (Diah Aryulina, 2004).
c. Konjugasi
Adalah pemindahan materi genetik secara langsung melalui kontak sel dengan
membentuk sruktur seperti jembatan diantara dua sel bakteri yang berdekatan. Konjugasi
umumnya terjadi pada bakteri gram negative, misalnya Escherichia coli (Diah Aryulina,
2004).
21
2.2.4 Staphylococcus Aureus
Divisi : Protophyta
Kelas : Schizomycetes
Ordo : Eubacteriales
Famili : Micrococceae
Genus : Staphylococcus
Staphylococcus aureus merupakan salah satu bakteri pathogen penting yang berkaitan
dengan virulensi toksin, invasive, dan ketahanan terhadap antibiotic. Bakteri S. aureus dapat
menyebabkan terjadinya berbagai jenis infeksi mulai dari infeksi kulit ringan, keracunan
makanan sampai dengan infeksi sistemik. Infeksi yang terjadi misalnya keracunan makanan
karena Staphylococcus, salah satu jenis factor virulensi yaitu, Staphylococcus enterotoxin
(Ses). Gejala keracunan makanan akibat Staphylococcus adalah kram perut, muntah-muntah
yang kadang diikuti oleh diare ( Eli John Karimela, Frans G. Ijong dan Henny Adeleida Dien,
2017).
Staphylococcus aureus bersifat non motil, non spora, anaerob fakultatif, katalase positif
dan oksidase negative. Staphylococcus aureus tumbuh pada suhu 6,5- 46°C dan pada pH 4,1-
9,3. Koloni tumbuh dalam waktu 24 jam dengan diameter mencapai 4 mm. Koloni pada
pembenihan padat berbentuk bundar, halus, menonjol, dan berkilau. Staphyloccus aureus
membentuk koloni berwarna abu-abu sampai kuning emas tua. Sthapylococcus aureus
keemasan dan kuning jeruk. Pigmen kuning tersebut membedakannya dari Staphylococcus
22
epidermidis yang menghasilkan pigmen putih. Pigmen kuning keemasan timbul pada
pertumbuhan selama 18-24 jam pada suhu 37°C, tetapi membentuk pigmen paling baik pada
suhu kamar (20-25°C). Pigmen tidak dihasilkan pada biak anaerobic atau pada kaldu.
Sthapylococcus aureus mudah tumbuh pada banyak pembenihan bakteri. Berbagai tingkat
hemolisis dihasilkan oleh S. aureus dan kadang kadang oleh spesies bakteri lain.
Staphylococcus aureus pada media Mannitol Salt Agar (MSA) akan terlihat sebagai
pertumbuhan koloni berwarna kuning dikelilingi zona kuning keemasan karena kemampuan
dan merupakan substansi penting dalam struktur dinding sel. Peptidoglikan merupakan suatu
eksoskeleton yang kaku pada dinding sel. Peptidoglikan dirusak oleh asam kuat dan lisozim.
Hal tersebut penting dalam pathogenesis infeksi, yaitu merangsang pembentukan interleukin-
1 (pirogen endogen) dan antibody opsonik, juga dapat menjadi penarik kimia (kemotraktan)
Domain : Bacteria
Kingdom : Eubakteria
Phylum : Proteobacteria
Class : Gammaproteobacteria
23
Ordo : Enterobacteriales
Family : Enterobacteriaceae
Genus : Escherichia
Escherichia coli ditemukan pada tahun 1885 oleh theodor Escherich dan diberi nama
sesuai dengan nama penemunya E. coli merupakan bakteri berbentuk batang dengan panjang
sekitar 2 micrometer dan diameter 0,5 minrimeter. Volume sel E. coli berkisar 0,6-0,7 m.
Bakteri ini dapat hidup pada rentang suhu 20-40°C dengan suhu optimumnya pada 37°C dan
Pada umumnya, bakteri ini dapat ditemukan dalam usus besar manusia. Kebanyakan E.
coli tidak berbahaya, tetapi beberapa seperti E. coli tipe O157:H7 dapat mengakibatkan
keracunan makanan yang serius pada manusia yaitu diare berdarah karena eksotoksin yang
dihasilkan bernama verotoksin. Toksin ini bekerja dengan cara menghilangkan satu basa
adenine dari unit 28S rRNA sehingga menghentikan sintesis protein. Sumber bakteri ini
contohnya adalah daging yang belum masak, seperti daging hamburger yang belum matang
Dari sekian ratus strain E. coli yang terindifikasi, hanya sebagian kecil yang bersifat
pathogen. Hampir semua rekayasa genetika di dunia bioteknologi selalu melibatkan E. coli
karena struktur genetiknya yang sederhana dan mudah direkayasa. Riset E. coli menjadi
model untuk aplikasi ke bakteri jenis lainnya. Bakteri ini juga merpakan media cloning yang
24
Bakteri E. coli yang berada di dalam usus besar manusia berfungsi untuk menekan
pertumbuhan bakteri jahat, dan berperan sebagai mikrobiota usus yang membantu proses
pencernaan termasuk pembusukan sisa-sisa makanan dalam usus besar. Selain itu, bakteri ini
juga membantu produksi vitamin K. Vitamin K berfungsi sebagai pembekuan darah saat
terjadi pendarahan seperti pada luka atau mimisan (Lies Indah Sutiknowati, 2016).
adalah sebagai vector untuk menyisipkan gen-gen tertentu yang diinginkan untuk
dikembangkan. E. coli dipilih karena pertumbuhan nya sangat cepat dan mudah dalam
penyebaran bakteri E. coli ini dan bahkan melarang mengimpor sayuran dari luar karena
2016).
Kebutuhan nutrisi E. coli tidak jauh berbeda dengan kebutuhan manusia. Yaitu gula,
protein, dan lemak. E. coli memiliki kemampuan lebih karena dapat mencerna asam organic
(asetat) dan garam anorganik (ammonium sulfat) sebagai sumber nutrisi karbon dan nitrogen.
Bakteri ini tidak mampu mengkonsumsi karbohidrat rantai panjang dan juga tidak dapat
melakukan fotosintesis. Bakteri E. coli juga merupakan makhluk heterotrof yang tergantung
pada molekul molekulorganik sederhana seperti gula, protein, dan asam organic. Dengan
demikian, apabila E. coli bertahan hidup di tanah, maka diperlukan adanya molekul-molekul
tersebut yang kemungkinan dihasilkan oleh mikroorganisme lain dalam tanah (Lies Indah
Sutiknowati, 2016).
25
2.2.5.3 Bahaya E. coli
Bakteri E.coli dalam jumlah yang berlebihan dapat mengakibatkan diare, dan bila
bakteri ini menjalar ke system/organ tubuh yang lain, maka akan dapat menyebabkan
infeksi. Jika bakteri E. coli sampai masuk ke saluran kencing maka dapat mengakibatkan
infeksi pada saluran kemih/kencing (ISK). Jenis berbahaya, E. coli tipe O157:H7 ini dapat
bertahan hidup pada suhu yang sangat rendah dan asam. Salah satu contoh kasus adalah
bakteri E. coli yang pernah mewabah di Jerman tahun 2013-2014, belum diketahui jenisnya,
namun diduga adalah tipe O157:H7. Selain di usus besar bakteri ini banyak terdapat di alam.
Sehingga memasak makanan hingga matang dan menjaga kebersihan merupakan upaya
2.3 Jamur
Anggota kingdom fungi memiliki ciri khusus, yaitu eukariotik yang memiliki dinding
sel, namun tidak memiliki klorofil, jamur tidak dapat membuat makanannya sendiri yang
berupa bahan organik. Bahan organik diperoleh dari lingkungannya, baik dari makhluk hidup
Ciri tubuh jamur memiliki ukuran dan bentuk, serta struktur dan fungsi tubuh.
Jamur ada yang uniseluler dan ada multiseluler. Namun, sebagian besar jamur
(Saccharomyces). Sementara jamur multiseluler ada yang berukuran mikroskopik dan yang
26
Bentuk tubuh jamur bervariasi, dari yang berbentuk oval pada jamur uniseluler sampai
yang berbentuk benang atau membentuk tubuh buah pada jamur multiseluler. Jamur yang
berupa benang membentuk lapisan seperti kapas, bercak atau embun tepung (mildew) pada
permukaan substrat tempat hidupnya, misalnya pada buah dan makanan. Tubuh buah jamur
memiliki bentuk beragam antara lain seperti mangkuk, paying, setengah lingkaran, kuping,
atau bulat. Tubuh buah ada yang muncul diatas tanah dan ada yang berada di dalam tanah.
Jamur adalah organisme eukariot dengan dinding sel yang tersusun dari kitin. Jamur
tidak memiliki klorofil untuk melakukan fotosintesis. Beberapa jenis jamur memilki zat
warna. Contohnya Amanita muscaria memiliki tubuh buah berwarna merah. Jamur
mutiseluler memiliki sel-sel memanjang berupa benang-benang yang disebut hifa. Hifa pada
jenis jamur tertentu memiliki sekat antar sel yang disebut septum. Septa memiliki celah
sehingga sitoplasma antara sel yang satu dengan sel lainnya dapat berhubungan. Jenis jamur
yang lain hifanya tidak memiliki septa sehingga tubuh jamur tersebut merupakan hifa
panjang dengan banyak inti. Hifa tanpa septa disebut hifa senositik. Adanya septa merupakan
ada yang berfungsi untuk menyerap makanan. Miselium untuk menyerap makanan disebut
miselium vegetatif. Miselium vegetatif pada jamur tertentu memiliki struktur hifa yang
disebut houstorium. Huostorium dapat menembus sel inangnya. Bagian miselium juga ada
yang berdiferensiasi membentuk alat reproduksi. Alat reproduksi ini berfungsi menghasilkan
spora. Bagian miselium ini disebut miselium generative (Diah Aryulina, 2004).
27
2.3.1.2 Cara Hidup
Jamur hidup menyerap zat organik dari lingkungannya. Sebelum diserap, zat organik
kompleks akan diuraikan menjadi zat organik sederhana oleh enzim yang dikeluarkan oleh
jamur. Penguraian atau pencernaan zat organik di luar sel atau tubuh jamur ini disebut
sebagai pencernaan ekstraseluler. Bahan organik yang diserap selain digunakan langsung
oleh kelangsungan hidupnya, juga ada yang disimpan dalam bentuk glikogen (Diah Aryulina,
2004).
Jamur bersifat heterotrof atau memperoleh zat organik dari hasil sintesis zat organik lain.
Zat organik dapat berasal dari sisa-sisa organisme mati dan bahan tak hidup atau dari
organisme hidup. Berdasarkan cara memperoleh makanannya, jamur bersifat saprofit, parasit,
1. Saprofit
Jamur yang bersifat saprofit memperoleh zat organik dari sisa-sisa organisme mati dan
bahan tak hidup. Misalnya serasah (ranting-ranting dan daun yang telah gugur dan melapuk),
daun, pakaian, dan kertas. Jamur dengan sifat ini di alam berperan sebagai pengurai
(dekomposer) utama. Penguraian oleh jamur menyebabkan pelapukan dan pembusukan (Diah
Aryulina, 2004).
2. Parasit
Jamur yang bersifat parasit memperoleh zat organik dari oeganisme lain. Jamur dengan
sifat ini merugikan organisme inangnya karena dapat menyebabkan penyakit (Diah Aryulina,
2004).
28
3.Mutual
Jamur dengan sifat mutual yang hidup dengan saling menguntungkan dengan organisme
inangnya. Contohnya, jamur yang bersimbiosis dengan ganggang hijau biru atau ganggang
hijau membentuk lumut kerak. Jamur membantu ganggang menyerap air dan mineral,
sedangkan ganggang akan menyediakan bahan organik hasil fotosintesisnya bagi jamur.
Contoh lain adalah jamur yang bersimbiosis dengan akar tanaman tingkat tinggi membentuk
mikoriza. Jamur akan meningkatkan penyerapan air dan mineral dari tanah oleh akar
2.3.1.3 Habitat
Jamur hidup pada lingkungan yang beragam. Habitat jamur berada di darat (terrestrial)
dan di tempat-tempat yang lembab. Meskipun demikian, Banyak pula jenis jamur yang hidup
pada organisme atau sisa-sisa organisme di laut atau air tawar. Jamur dapat hidup di
lingkungan asam, misalnya pada buah yang asam. Jamur juga dapat hidup pada lingkungan
dengan konsentrasi gula yang tinggi, misalnya pada selai. Jamur yang hidup besimbiosis
dengan ganggang membentuk lumut kerak dapat hidup di habitat yang ekstrim, misalnya
gurun, gunung salju, dan kutub. Jenis jamur lainnya hidup pada tubuh organisme lain secara
2.3.1.4 Reproduksi
Jamur melakukan reproduksi secara aseksual maupun secara seksual. Reproduksi secara
aseksual terjadi dengan pembentukan kuncup atau tunas pada jamur uniseluler, serta
pemutusan benang hifa (fragmentasi miselium) dan pembentukan spora aseksual (spora
vegetative) pada jamur multiseluler. Spora aseksual dapat berupa sporangiospora atau
29
dalam kotak spora (sporangium) yang terdapat pada ujung sporangiofor (struktur yang
Reproduksi jamur secara seksual dilakukan oleh spora seksual. Spora seksual dihasilkan
secara singami (penyatuan sel atau hifa yang berbeda jenis). Singami terdiri dari dua tahap,
yaitu tahap plasmogami (penyatuan plasma sel) dan tahap kariogami (penyatuan inti sel).
Plasmogami menghasilkan sel atau hifa berinti dua (dikarion) yang haploid. Sel atau hifa
dikarion yang haploid (n) kemudian mengalami penyatuan inti membentuk keturunan berinti
satu (monokarion) yang diploid (2n). Keturunan diploid dengan cepat kemudian membelah
secara meiosis membentuk spora seksual yang haploid (n). Spora seksual dapat berupa
2.3.2.1 Taksonomi
Superkingdom : Eukaryot
Kingdom : Fungi
Subkingdom : Dikarya
Filum : Ascomycota
Subfilum : Saccharomycotina
Kelas : Saccharomycetes
Ordo : Saccharomycetales
Famili : Debaryomycetaceae
30
Genus : Candida
2.3.2.2 Morfologi
Jamur Candida albicans telah dikenal dan dipelajari sejak abad ke 18 yang
menyebabkan penyakit yang dihubungkan dengan hygiene yang buruk. Nama Kandida
diperkenalkan pada Third Internasional Microbiology Congress di New York pada tahun
1938, dan dibakukan pada Eight Botanical Congress di Paris pada tahun 1954. Candida
albicans penyebab kandidiasis terdapat di seluruh dunia dengan sedikit perbedaan variasi
penyakit pada setiap area. Kandidiasis interdigitalis lebih sering terdapat di daerah tropis
sedangkan kandidiasis kuku pada iklim dingin. Penyakit ini dapat mengenai semua umur
terutama bayi dan orang tua. Infeksi yang disebabkan kandida dapat berupa akut, sub akut
atau kronis pada seluruh tubuh manusisa. Candida albicans adalah monomorphic yeast dan
yeast like organism yang tumbuh baik pada suhu 25-30°C dan 35-37°C (Vivi Keumala
Mutiawati, 2015).
Candida albicans yaitu organism yang memiliki 2 wujud dan bentuk secara
seperti akar yang sangat panjang/rhizoids dan dapat memasuki mukosa (invasive). Dinding
sel kandidan dan juga C. albicans bersifat dinamis dengan struktur berlapis, terdiri dari
glikoprotein yang bercabang yang menjadi polimer glukosa yang mengandung -1,3 dan -1,6
31
yang mengandung ikatan -1,4. Unsur pokok yang lain adalah protein (6-25%) dan lemak (1-
7%). Yeast cells dan germ tubes memiliki komposisi dinding sel yang serupa, meskipun
jumlah glucans, chitin, dan mannan relative bervariasi karena factor morfologinya. Jumlah
glucans jauh lebih banyak dibanding mannan pada C. albicans yang secara imunologis
Jamur Candida tumbuh dengan cepat pada suhu 25-37°C pada media perbenihan
sederhana sebagai sel oval dengan pembentukan tunah untuk memperbanyak diri, dan spora
jamur disebut blastospora atau sel ragi/sel khamir. Morfologi mikroskopik C. albicans
berukuran 3-7 x 3-14 µm. Jamur membentuk hifa semu atau pseudohifa yang sebenarnya
adalah rangkaian blastospora yang bercabang, juga dapat membentuk hifa sejati. Pseudohifa
dapat dilihat dengan pembenihan khusus. Candida albicans dapat dikenali dengan
kemampuan untuk membentuk tabung benih/germ tubes dalam serum atau dengan
chlamydospore baru terlihat tumbuh pada suhu 30-37°C, yang memberi reaksi positif pada
pemeriksaan germ tube. Identifikasi akhir semua spesies jamur memerlukan uji biokimiawi
32
2.3.3 Metode Inokulasi Mikroba
Penanaman mikroba (inokulasi) adalah memindahkan mikroba dari medium yang lama
ke medium yang baru dengan tingkat kesterilan yang sangat tinggi. Untuk melakukan
inokulasi terlebih dahulu semua alat harus steril, hal ini untuk menghindari terjadinya
a. Metode Sebar
Metode spread plate (sebar) merupakan media isolasi mikroba dengan cara
Metode ini dilakukan dengan mengencerkan biakan kultur mikroba Karena konsentrasi sel-
sel mikroba pada umumnya tidak diketahui, maka pengenceran perlu dilakukan beberapa
tahap, sehingga sekurang-kurangnya ada satu dari pengenceran itu yang mengandung koloni
terpisah (30-300 koloni). Batang L yang digunakan harus steril dengan mencelupkan terlebih
dahulu dalam alcohol kemudian dipanaskan dengan bunsen. Koloni mikroba yang terpisah
b. Metode Tuang
Metode ini dilakukan dengan pengenceran isolat. Pengenceran dapat dilakukan beberapa kali
agar biakan yang didapat tidak terlalu padat. 1 mL suspense bakteri dituangkan ke dalam
cawan petri dan dituangkan media steril hangat (40-50°C) kemudian ditutup rapat dan
diletakkan dalam incubator (37°C) selama 1 hari. Penuangan dilakukan secara aseptis atau
dalam keadaan steril agar tidak terjadi kontaminasi atau masuknya organism yang tidak
diinginkan. Pada metode ini koloni akan tumbuh di dalam media agar (Saputro, 2017).
33
c. Metode Gores
Metode gores mempunyai keuntungan jika ditinjau dari sudut pandang ekonomi dan
bentuk goresan yang dapat dilakukan yaitu goresan T, goresan kuadran, goresan radian dan
goresan sinambung. Ose yang telah steril dicelupkan ke dalam suspense mikroorganisme
yang diencerkan, lalu digoreskan ose tersebut pada cawan yang berisi media steril, goresan
dapat dilakukan pada 3-4 bagian membentuk garis horizontal di sisi cawan. Pada metode ini,
goresan disisi pertama diharapkan koloni tumbuh padat dan berhimpitan, pada goresan sisi
kedua koloni mulai tampak jarang ddan begitu selanjutnya, sehingga didapat koloni yang
tumbuh terpisah dengan koloni lain. Seluruh tahapan dilakukan aseptis agar tidak tejadi
2.3.4 Media
2.3.4.1 Pendahuluan
Media merupakan suatu bahan yang terdiri atas campuran nutrisi yang digunakan untuk
lain. Suatu media dapat menumbuhkan mikroorganisme dengan baik apabila memenuhi
persyaratan antara lain kelembapan yang cukup, pH yang sesuai, kadar oksigen yang baik,
media steril dan media harus mengandung semua nutrisi yang digunakan mikroorganisme.
Unsur unsur yang dibutuhkan mikroorganisme untuk pertumbuhan meliputi karbon, nitrogen,
unsur non logam seperti sulfur dan fosfor, unsur logam seperti Ca, Zn, Na, K, Cu, Mn, Mg,
dan Fe, vitamin, air, dan media semi padat (Siti Juariah dan Wulan Puspa Sari, 2018).
34
2.3.4.2 Persyaratan Media
Untuk dapat menjadi media yang baik unruk pertumbuhan mikroba yang diharapkan,
a. Susunan Makanan
Unsur-unsur yang siperlukan dalam media meliputi air, sumber karbon, sumber
nitrogen, vitamin, mineral, dan gas. Bakteri peka terhadap kekeringan sehingga perlu air
yang cukup sehingga kondisi tetap selalu lembab. Untuk sumber karbon dapat digunakan
senyawa karbon sederhana seperti CO2, CH4 atau senyawa karbon kompleks seperti gula
(misal: glukosa, laktosa, sukrosa dan lain sebagainya). Senyawa nitrogen dapat berasal dari
senyawa nitrogen sederhana seperti NH3 atau nitrogen yang lebih kompleks seperti pepton
dan asam amino. Mineral yang sering dibutuhkan dalam media adalah K, Mg, Na, Zn, P, S,
dan Cl. Beberapa bakteri membutuhkan vitamin K (misal: Bacteriodes melanogenicus) dan
juga gas (missal; Gonococcus membutuhkan CO2), namun ada juga bakteri tertentu justru
mati jika ada oksigen (bakteri anaerob) (Farida Juliantina Rachmawaty, 2016).
b. Temperatur
Bakteri agar dapat tumbuh optimal membutuhkan suhu tertentu. Umumnya bakteri
patogen membutuhkan suhu sekitar 37°C sesuai dengan suhu tubuh manusia walaupun ada
juga bakteri yang membutuhkan suhu tinggi seperti Camphylobacter (42°C) (Farida
35
c. Tekanan Osmose
media bersifat hipotonik maka bakteri akan mengalami plasmoptysis dan apabila bersifat
Sebagian besar bakteri membutuhkan pH sekitar netral. Namun beberapa bakteri butuh
perlakuan khusus sebagai contoh bakteri Vibrio yang membutuhkan pH alkali sekitar 8-10
e. Sterilisasi
mikrobiologi, karena bakteri yang diharapkan tumbuh adalah bakteri penyebab. Jika media
yang digunakan tidak steril maka tidak dapat dibedakan apakah yang tumbuh merupakan
bakteri yang dibutuhkan atau hanya sekedar bakteri kontaminan (Farida Juliantina
Rachmawaty, 2016).
a. Media Padat
bakteri dalam bentuk padat, dapat diletakkan di petri disk ataupun tabung. Media dapat
berbentuk padat datar, padat tegak maupun padat miring. (Farida Juliantina Rachmawaty,
2016)
b. Media cair
Media dalam wujud cair yang digunakan untuk pembenihan/ memperkaya sebelum
dikultur pada media padat. Media ini tidak dapat digunakan untuk mempelajari koloni.
36
Contoh media cair, media kaldu, alkali pepton, 7H9 dan lain-lain (Farida Juliantina
Rachmawaty, 2016).
media untuk pembiakan secara umum, media yang diperkaya, media pembiakan selektif,
media pembiakan diferensiasi. Penjabaran media tersebut sebagai berikut (Farida Juliantina
Rachmawaty, 2016):
a. Media Umum
Media umum merupakan media padat yang mengandung bahan-bahan semi alamiah,
digunakan untuk pembiakan secara umum tanpa mengandung unsur penghambat tertentu.
Dapat digunakan untuk pertumbuhan bakteri dan jamur (Farida Juliantina Rachmawaty,
2016).
b. Media Transport
Media transport adalah media yang digunakan untuk membawa specimen dari suatu
tempat ketempat lain, agar mikroba yang ada di didalamnya (akan diperiksa), tetap terjaga
kehidupannya sehingga memudahkan untuk diagnosis atau untuk keperluan lain. Macam-
macam media transport diantaranya Stuart, Amies, Carry and Blair, Alkali pepton dan lain-
Rachmawaty, 2016):
37
1. Media Stuart adalah media yang digunakan untuk media transport terutama kuman perut
2. Media Amies merupakan modifikasi dari media stuart, dapat untuk spesimen dari secret
3. Media Carry and Blair merupakan media dengan konsistensi semi solid, memiliki pH
4. Media Alkali pepton digunakan untuk kecurigaan bakteri vibrio (Farida Juliantina
Rachmawaty, 2016).
c. Media Diperkaya
Media diperkaya/media kaya adalah media yang ditambahkan zat-zat organic yang
diperoleh dari makhluk hidup misal darah, telur dan lain-lain. Media ini dipergunakan untuk
pertumbuhan bakteri yang tidak dapat tumbuh pada media sederhana misal Gonococcus,
d. Media Selektif
menambahkan bahan kimia, pewarna, atau antibiotic pada media. Contoh media ini adalah:
2. Media Thiosulfat Citrate Bile Salt Sucrose (TCBS) merupakan media selektif untuk
3. Madia Salmonella & Shigella Agar (SSA), Media ini digunakan untuk menyelesaikan
38
e. Media Diferensial
memungkinkan untuk mengidentifikasi mikroorganisme jenis tertentu dari kultur murni atau
warna koloni atau adanya presipitat. Contoh media ini adalah (Farida Juliantina
Rachmawaty, 2016):
Pada media ini dapat dibedakan bakteri yang memfermentasikan lactose dan yang tidak
memfermentasikan lactose.
Pada media ini dapat diketahui bakteri yang memfermentasikan lactose dan glukosa serta
pembentuka H2S.
f. Media Kombinasi
Media jenis ini dapat berupa media yang tidak diperkaya, seperti Trypticase Soy Agar,
maupun media yang diperkaya, misalnya Trypticase Soy Agar dengan 5% darah domba
Agar) dibuat dari campuran ekstrak daging dan pepton dengan menggunakan agar sebagai
39
pemadat. Media NA (Nutrient Agar) berdasarkan bahan yang digunakan termasuk dalam
kelompok media semi alami, media semi alami merupakan media yang terdiri dari bahan
alami yang ditambahkan dengan senyawa kimia. Berdasarkan kegunaan media NA (Nutrien
Agar) termasuk ke dalam jenis media umum, karena media ini merupakan media yang paling
umum digunakan untuk pertumbuhan sebagian besar bakteri. Berdasarkan bentuknya media
ini berbentuk padat, karena mengandung agar sebagai bahan pemadatnya. Media padat
biasanya digunakan untuk mengamati penampilan atau morfologi koloni bakteri (Aqmarin
PDA (Potato Dextrose Agar) adalah media yang umum untuk pertumbuhan jamur di
pertumbuhan bakteri yang membutuhkan lingkungan yang netral dengan pH 7,0 dan suhu
optimum untuk pertumbuhan antara 25- 30°C (Artha Octavia dan Sri Wantini, 2017).
Berdasarkan komposisinya PDA termasuk dalam media semi sintetik karena tersusun
atas bahan alami (kentang) dan bahan sintesis (dextrose dan agar). Kentang merupakan
sumber karbon (karbohidrat), vitamin dan energy, dextrose sebagai sumber gula dan energy,
selain itu komponen agar berfungsi untuk memadatkan medium PDA. Masing masing dari
40
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di laboratorium Farmasi, Universitas Sari Mutiara Medan, pada
bulan Juli 2020. Penelitian ini merupakan eksperimental, di mana konsentrasi tepung kulit
dan buah pisang kepok (Musa paradisiaca L.) sebagai variabel bebas sedangkan
jumlah koloni bakteri. Media yang digunakan adalah Nutrien Agar dan Potato Dextrose
Agar sebagai media control dan media tepung kulit dan buah pisang kepok dengan
konsentrasi yang berbeda sebagai sampel dengan menggunakan 3 jenis mikroba uji yaitu
Staphylococcus aureus, Escherichia coli, dan Candida albicans. Tahap penelitian meliputi
penyiapan bahan, pembuatan media, penanaman bakteri uji dan pengamatan. Masing-masing
3.2.1 Alat-alat
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah autoklaf, batang L, batang
pengaduk, beaker glass (Pyrex), benang wol, bluetip, cawan petri, deck glass, Erlenmeyer
(Pyrex), gelas ukur, incubator, jarum ose, kain kasa, kapas, kertas label, kertas perkamen,
kurs porselin, kompor gas (Rinnai), Laminar Air Flow Cabinet (Astec HLF 1200L), lampu
bunsen, lampu spiritus, lemari pendingin, mikroskop, objek glass, oven (memmert), pH
Indikator, pipet mikro, plastic wrap, pipet tetes, mesh 80, serbet, spatula, sprayer, tabung
41
3.2.2 Bahan-bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah agar-agar (Mutiara), aquadest
Deminimeralisata, etanol 70%, garam NaCl, larutan NaCl 0,9%, larutan iodium, larutan
CuSO4, larutan Natrium Hidroksida, media instan Nutrient Agar, media instant Potato
Biakan mikroba yang digunakan adalah Staphylococcus aureus, Escherichia coli, dan
Candida albicans.
daerah atau tempat lain. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kulit dan buah
pisang kepok (Musa paradisiaca L.) diperoleh dari pasar tradisional sei sikambing, Jl. Gatot
Medan, Indonesia.
42
3.4.2 Pengolahan Sampel
Buah pisang kepok yang di pilih untuk dijadikan tepung adalah buah pisang kepok yang
cukup tua namun belum matang dengan warna kulit buah masih hijau. Langkah pertama,
buah pisang kepok disortasi kemudian dikukus selama 10 menit yang bertujuan untuk
meminimalkan getah, setelah itu kulit luarnya dikupas sehingga di peroleh daging buah.
Daging buah pisang kepok kemudian diiris tipis setebal ± 0,3 cm. Irisan daging buah pisang
kepok kemudian selanjutnya direndam dalam larutan garam (NaCl) selama 10 menit. Larutan
perendam dibuat dengan melarutkan garam (NaCl) sebanyak 2g dalam 1 liter air. Jumlah
larutan yang dibuat tergantung jumlah irisan daging buah pisang yang direndam yaitu untuk
1 kg irisan daging buah pisang digunakan 2 g garam dalam 1 liter air. Irisan daging buah
pisang kepok kemudian ditiriskan, Setelah itu di susun di dalam Loyang dan dikeringkan di
dalam oven dengan suhu 60°C selama 6 jam. Gaplek pisang yang dihasilkan dihaluskan
dengan menggunakan blender lalu diayak dengan ayakan ukuran 100 mesh sehingga
diperoleh tepung pisang kepok ( Desilliani, Noviar Harun, Shanti Fitriani, 2019).
Proses pembuatan tepung kulit pisang kepok diawali dengan memotong kulit pisang
kecil-kecil kemudian direndam dengan natrium metabisulfit sebanyak 100 g selama 15 menit,
kemudian ditiriskan. Setelah itu dilakukan pengeringan dengan menggunakan oven dengan
suhu 60°C selama 24 jam. Setelah kering kemudian digiling atau dihaluskan dan diayak
dengan ayakan 80 mesh ( Mawadda Sri Lestari, Ansharullas, dan Hermanto, 2018).
43
3.4.3 Pembuatan Larutan Pereaksi
Sebanyak 72,9 ml etanol 96% dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml (Ditjen POM,
1979).
NaCl ditimbang sebanyak 9 g, dilarutkan di dalam air suling steril sedikit demi sedikit
dalam labu ukur 1000 ml sampi larut sempurna lalu ditambahkan air suling steril sampi garis
tanda, disterilkan menggunakan autoclave pada suhu 121°C selama 15 menit. Larutan NaCl
Sebanyak 1 g CuSO4 dilarutkan dalam aquadest secukupnya dan diencerkan hingga 100
44
Yeast extrack 2g
Peptone 5g
NaCl 5g
Agar 15g
Cara pembuatan:
Medium Na dibuat dengan cara timbang media NA 28 gr dan larutkan dalam 1000 ml
aquadest kemudian dipanaskan diatas hot plate hingga homogen, kemudian sterilkan pada
autoklaf pada suhu 121°C selama 1 jam guna menghindari tumbuhnya mikroorganisme yang
diletakkan dengan kemiringan 30-45° dan dibiarkan pada suhu kamar hingga media
Glukose 20 g
Agar 15 g
Cara pembuatan:
ditambahkan 1000 ml aquadest steril, lalu ditutup dengan kapas. Diukur pH 5,6 ± 2. Media di
panaskan menggunakan hot plate sampai larut dengan sempurna. PDA kemudian disterilkan
di dalam autoklaf selama 15 menit pada suhu 121°C, dengan tekanan 1-2 atm. Setelah proses
45
sterilisasi selesai, media dikeluarkan dari autoklaf, media didinginkan sampai suhu 45-50°C
(Oxoid, 2016).
Komposisi media dari buah pisang kepok dapat dilihat pada Table 1.1
Tabel 1.1 Formula media tepung buah pisang kepok untuk pertumbuhan bakteri
Formula Tepung Peptone NaCl (g) Agar (g) Air suling (ml)
Komposisi media dari kulit pisang kepok dapat dilihat pada Table 1.2
Tabel 1.2 Formula media tepung kulit pisang kepok untuk pertumbuhan bakteri
46
Komposisi media dari buah pisang kepok dapat dilihat pada Tabel 1.3
Tabel 1.3 Formula media tepung buah pisang kepok untuk pertumbuhan jamur
Buah (g)
F1 2 2 2 100
F2 4 2 2 100
F3 6 2 2 100
F4 8 2 2 100
F5 10 2 2 100
Keterangan: F= Formula; 1,2,3,4,5= konsentrasi 2%, 4%, 6%, 8%, 10% b/v
Komposisi media dari kulit pisang kepok dapat dilihat pada Table 1.4
Tabel 1.4 Formula media tepung kulit pisang kepok untuk pertumbuhan jamur
Kulit (g)
F1 2 2 2 100
F2 4 2 2 100
F3 6 2 2 100
F4 8 2 2 100
F5 10 2 2 100
Keterangan: F= Formula 1,2,3,4,5 = konsentrasi 2%, 4%, 6%, 8%, 10% b/v
Masing-masing media pada tepung kulit dan buah pisang kepok ditetesi diatas indicator
47
3.5 Pemeriksaan Karakteristik Tepung Kulit dan Buah Pisang Kepok
Pemeriksaan makroskopik dilakukan terhadap bentuk, bau, warna dari tepung buah dan kulit
Pemeriksaan mikroskopik terhadap tepung buah dan kulit pisang kepok dilakukan
dengan cara menaburkan tepung diatas kaca objek yang telah ditetesi dengan larutan
kloralhidrat dan ditutup dengan kaca penutup kemudian diamati dibawah mikroskop
(Kemenkes, 2017).
Panaskan cawan dalam oven pada suhu 130°C selama kurang lebih dari satu jam dan
didinginkan selama 20 menit sampai 30 menit, kemudian timbang dengan neraca analitik.
Masukkan 5 g masing-masing tepung kulit dan buah pisang kepok ke dalam cawan, timbang.
Panaskan cawan yang berisi masing-masing tepung dalam keadaan terbuka selama 1 jam
setelah suhu oven 130°C. Pada waktu oven dibuka, cawan berisi masing-masing tepung
didinginkan, lalu ditimbang. Perlakuan ini dilakukan hingga didapat bobot tetap (SNI,2011).
Panaskan krus porselin dalam tanur pada suhu 550°C selama kurang lebih satu jam dan
tepung kulit dan buah pisang kepok ke dalam cawan porselin dan timbang. Tempatkan cawan
yang berisi masing-masing tepung kulit dan buah pisang kepok tersebut ke dalam tanur pada
48
suhu 550°C sampai terbentuk warna abu berwarna putih dan diperoleh bobot tetap.
Uji kelarutan tepung dilakukan pada suhu 20 hingga 35°C, sampel tepung yaitu 5 g
Ditimbang masing-masing tepung kulit dan buah pisang kepok 0,05 g, dimasukkan ke
dalam plat tetes, dilarutkan dengan akuades kemudian ditetesi 3 tetes larutan lugol akan
terbentuk endapan biru kehitaman menunjukkan reaksi positif (Ditjen POM, 1995).
Ditimbang masing-masing tepun kulit dan buah pisang kepok 0,05 g, dimasukkan ke
dalam plat tetes, dilarutkan dengan akuades kemudian ditetesi tiga tetes larutan NaOH lalu
ditambahkan 3 tetes larutan CuSO4 terbentuk warna ungu menunjukkan reaksi positif (Ditjen
POM, 1995).
sedangkan alat-alat gelas disterilkan dengan oven pada suhu 170°C selama 1 jam. Jarum ose
49
3.7 Cara Pengujian
Escherichia coli, dan Candida albicans diinokulasikan pada permukaan agar miring NA dan
PDA. Biakan diinkubasi pada suhu 37°C selama 18-24 jam (Ditjen POM, 1995). Perbedaan
1. Inokulasi jamur menggunakan jarum ose bentuk batang. Hifa yang berbentuk seperti
benang mudah diambil dengan jarum ose batang dan mudah sekali tumbuh di dalam
suatu media.
2. Inokulasi bakteri menggunakan jarum ose berbentuk bulat. Dimana pada ujung
jarum ose yang berbentuk bulat, bakteri akan dapat terambil dalam jumlah yang
Koloni diambil dari agar miring nutrient agar menggunakan jarum ose, lalu
disuspensikan ke dalam pelarut NaCl 0,9% sebanyak 5 ml dan kocok homogeny dalam
tabung rekasi. Kekeruhan suspensi mikroba uji diukur dengan alat spektrofotometri UV-Vis
dengan panjang gelombang 580 nm dan transmitan 25% (Ditjen POM, 1995).
Dilakukan pengenceran suspense bakteri dan jamur 10-1 sebanyak 5 kali yaitu: 10-2, 10-3,
10-4, 10-5 dan 10-6 dengan menggunakan NaCl fisiologis steril di mana masing-masing NaCl
50
Cawan petri yang steril digunakan sebagai wadah untuk media. Penuangan media
dilakukan didalam laminar air flow cabinet. Setiap cawan petri berisi 10-15 mL media.
Setelah media memadat, cawan petri dibalik kemudian ditutup agar uap air menetes ke agar
Masing-masing bakteri dan jamur yang diuji dilakukan dengan salah satu teknik
inokulasi, yaitu metode gores. Dimana suspensi bakteri 106 diambil dengan ujung kawat ose
yang bengkok, kemudian bagian yang bengok digesekkan dengan gerakan ke kiri ke kanan
Setelah bakteri dan jamur diinokulasikan dengan metode gores selanjutnya diinkubasi ke
dalam inkubator bakteri pada suhu 37°C selama 24 jam lalu diamati pertumbuhan bakteri.
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dengan menggunakan metode eksperimen,
kepustakaan dan dokumentasi. Untuk mengetahui kualitas media pertumbuhan bakteri dan
jamur dilakukan pengamatan tentang pertumbuhan bakteri dan jamur pada media yang
digunakan. Pengamatan yang dilakukan meliputi jumlah koloni bakteri dan jamur. Analisis
51
DAFTAR PUSTAKA
Juariah, Sri dan Wulan Puspa Sari. 2018. “Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu Sebagai
Media Alternatif Pertumbuhan Bacillus sp” Riau: Jurnal Analis Kesehatan Klinikal
Sains.
Octavia, Artha dan Sri Wantin. 2017. “Perbandingan Pertumbuhan Jamur Aspergillus
flavus Pada Media PDA (Potato Dextrose Agar) dan Media Alternatif dari
Terhadap Mutu Tepung Pisang” Ambon: Balai Riset dan Standarisasi Industri
Ambon.
52
Nurjayanti. 2016. “Uji Efekifitas Ekstrak Kulit Buah Pisang Kepok (Musa paradisiacal L)
Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah pada Mencit Jantan (Mus musculus)”
Makassar: UINA.
Julfa, Noviar Harun dan Rahmayuni. 2016. “Pemanfaatan Kulit Pisang Kepok (Musa
UNRI.
Sariamanah, Wa Ode Sitti, Asmawati Murni dan Ahdiat Agriansyah. 2016. “Karakteristik
Nurmin. Sri Mulyani Sabang dan Irwan Said. 2018. “Penentuan Kadar Natrium (Na) Dan
Kalium (K) dalam buah pisang kepok (Musa paradisiaca L.) Berdasarkan Tingkat
Hardisari, Ratih dan Nur Amaliwati. 2016. “Manfaat Prebiotik Tepung Pisang Kepok (Musa
Lumowa, Sonja V. T dan Syahril Bardin. 2017. “Uji Fitokimia Kulit Pisang Kepok (Musa
Mulawarman
53
Aryulina, Diah. Choirul Muslim. Syalfinal Manaf dan Endang Widi winarni. “Biologi jilid 1
Karimela, Eli John, Frans G. Ijong dan Henny Adeleida Dien. 2017. “Karakteristik
Staphylococcus aureus Yang Diisolasi Dari Ikan Asap Pinekuhe Hasil Olahan
UNSRAT.
Dewi, Amalia Krishna. “Isolasi Identifikasi dan Uji Sensitivitas Staphyloccus aureus
UGM.
Sutiknowati, Lies Indah. 2016. “Bioindikator Pencemar Bakteri Escherichia coli” Oseana:
Volume XLI.
Mutiawi, Vivi Keumala. 2015. “Pemeriksaan Mikrobiologi pada Candidda Albicans” Jurnal
Rossita, Aqmarin Septian. Kukuh Munandar dan Sawitri Komarayanti. 2018. “Komparasi
Desilliani, Noviar Harun, Shanti Fitriani. 2019. “Pemanfaatan Tepung Pisang Kepok dan
Lestari, Mawadda Sri, Ansharullas, dan Hermanto. 2018. “Pengaruh Substitusi Tepung Kulit
54
Sakinah, Andi Asri As, Rony S. Mauboy dan Refli. 2019. “Penggunaan Media Tepung
55