Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

KONSEP PATOLOGI DAN


PATOFISIOLOGI

Oleh
KELOMPOK
MUKLIS (18301057)
RAHMAD JULIANTO (18301101)
RODHI AFTA FIRMAN (18301028)

Program Studi Ilmu Keperawatan


Stikes Payung Negeri
Pekanbaru
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah Swt. sebagai pencipta atas
segala kehidupan yang senantiasa memberikan rahmat-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Konsep patologi dan
patofisiologi”Oleh karena itu, penulis menerima kritik dan saran dari pembaca.
Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.

Pekanbaru, 11 Februari 2020

Penulis

DAFTAR ISI

i
DAFTAR ISI

KATA PPENGANTAR..........................................................................................i

DAFTAR ISI...........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

1.1 Latar Belakang...................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................1

1.3 Tujuan................................................................................................................2

A) Tujuan Umum..............................................................................................2

B) Tujuan Khusus.............................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3

2.1 Konsep dasar patologi dan patofisiologi............................................................3

2.2 Adaptasi, jejas, dan penuaan sel.........................................................................4

2.3 Kelainan kongenital.........................................................................................10

2.4 Pertumbuhan sel diferensiasi............................................................................11

2.5 Respon radang..................................................................................................16

BAB III PENUTUP..............................................................................................21

3.1 Simpulan..........................................................................................................21

3.2 Saran ...............................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................22

ii
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Patologi adalah salah satu dasar ilmu kedokteran, dan memiliki peranan yang
sangat fundamental. Sering kali diagnosis pasti suatu penyakit ditegakkan dengan
patologi (histopatologi). Sedangkan pengertian Patologi dalam arti yang luas
adalah bagian dari ilmu kedokteran yang mengamati sebab dan akibat dari
terjadinya penyakit atau kelainan pada tubuh. Namun pengertian patofisiologi
sendiri adalah reaksi fungsi tubuh terhadap suatu penyakit yang masuk ke dalam
tubuh. Mekanisme adaptasi sel terdiri dari organisasi sel yaitu unit kehidupan,
kesatuan lahir yang terkecil menunjukkan bermacam-macam fenomena yang
berhubungan dengan hidup.

Dan selalu berbuhungan dengan karakterristik makhluk hidup yaitu:


bereproduksi, tumbuh, melakukan metabolisme dan beradaptasi terhadap
perubahan internal dan eksternal. Regenerasi adalah proses pertumbuhan dan
perkembangan sel yang bertujuan untuk mengesi ruang tertentu pada jaringan atau
memperbaiki bagian yang rusak. Nekrosis adalah kematian yang utama sel yang
mengalami kematian secara nekrosis umumnya disebabkanoleh factor dari luar
secara langsung, misalnya: kematian sel dikarenakan kecelakaan, infeksi virus,
radiasi sinar radio aktif atau keracunan zat kimia. Tanpa adanya tekanan dariluar,
sel tidak akan dapat mati secara nekrosis.

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis merumuskan masalah “Bagaimana


konsep patologi dan patofisiologi?”

1
1.3 Tujuan

A. Tujuan umum

Untuk mengetahui konsep patologi dan patofisiologi

B. Tujuan khusus

1) Untuk menjelaskan konsep dasar patologi dan patofisiologi

2) Untuk menjelaskan adaptasi, jejas dan penuaan sel

3) Untuk menjelaskan Kelainan kongenital

4) Untuk menjelaskan pertumbuhan sel dan diferensiasi

5) Untuk menjelaskan respon radang

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Patologi dan Patofisiologi

1. Patologi
Patologi adalah ilmu (logos) tentang penderitaan (pathos). Patologi adalah
disiplin ilmu yang menjembatani praktik klinis dan ilmu dasar, dan mencakup
penelitian tentang penyebab suatu penyakit (etiologi) serta mekanisme
(patogenesis) yang menyebabkan munculnya tanda dan gejala pada pasien. Untuk
memahami perubahan struktural dan ftingsional yang terjadi pada sel, jaringan,
dan organ, ahli patologi menggunakan teknik molekular kontemporer,
mikrobiologik dan imunologik. Untuk membuat diagnosis dan pedoman terapi
dalam lingkungan klinis, ahli patologi mengidentifikasi perubahan makroskopis
ataupun gambaran mikroskopis (morfologi) sel dan jaringan. Secara tradisional,
disiplin ilmu tersebut dibagi menjadi patologi umum dan patoiogi sistemik;
a. patologi urnum terfokus pada respons selular dan jaringan yang mendasar
terhadap rangsang patologik
b. patologi sistemik memeriksa respons tertentu pada organ tertentu.

2. Patofisiologi
Patofisiologi adalah ilmu yag mempelajari perubahan fisiologis yang
diakibatkan oleh proses patologis. Gangguan dalam proses seluler normal
mengakibatkan terjadinya perubahan adiptif atau letal. Perbedaan antara sel yang
sanggup beradaptasi dan sel yang cedera adalah pada dapat atau tidaknya sel itu
“mengikuti” dan mengatasi atau menyesuaikan diri dengan lingkungan yang
berubah dan merusak itu. Sel cedera menunjukkan perubahan-perubahan yang
dapat mempengaruhi fungsi-fungsi tubuh dan bermanifestasi sebagai penyakit.

3
2.2 Adaptasi, Jejas, dan Penuaan sel
1) Adaptasi sel
Terjadi bila stress fisiologik berlebihan atau suatu rangsangan yang
patologik menyebabkan terjadinya keadaan baru yang berubah yang
mempertahankan kelangsungan hidup sel.contohnya ialah Hipertropi
(pertambahan masa sel) atau atrofi (penyusutan masa sel),jejas sel yang reversible
menyatakan perubahan yang patologik yang dapat kembali ,bila rangsangannya
dihilangkan atau bila penyebab jajes lemah .jejas yang ireversibel merupakan
perubahan patologik yang menetap dan menyebabkan kematian. Terdapat dua
pola morfolgik kematian sel yaitu nekrosis dan apoptosis .nekrosis adalah bentuk
yang lebih umum setelah rangsang eksogen dan berwujud sebagai pembengkakan,
denaturasi dan koagulasi protein,pecahnya organel sel dan robeknya sel.aptosis
datandai oleh pemadatan kromatin dan pemadatan kromatin dan fragmentasi
terjadi sendiri atau dalam kelompok kecil sel,dan berakibat dihilanhkannya sel
yang tidak dikehendaki selama embryogenesis dan dalam bebagai keadaan
fisiologik dan fatologik.
2) Jejas sel

Jejas sel (cedera sel) terjadi apabila suatu sel tidak lagi dapat beradaptasi
terhadap rangsangan. Hal ini dapat terjadi bila rangsangan tersebut terlalu lama
atau terlalu berat. Sel dapat pulih dari cedera atau mati bergantung pada sel
tersebut dan besar serta jenis cedera. Apabila suatu sel mengalami cedera, maka
sel tersebut dapat mengalami perubahan dalam ukuran, bentuk, sintesis protein,
susunan genetik, dan sifat transportasinya. Dengan adanya perbedaan spesifikasi,
fungsi dan susunan jaringan atau populasi berbagai sel tubuh, dapat dimengerti
adanya perbedaan reaksi terhadap jejas. Dari aspek jejas ada variabel diantaranya
jenis, intensitas, periode.

Semua bentuk dimulai dengan perubahan molekul atau  struktur sel.


Dalam keadaan normal,sel berada dalam keadaan homeostasis mantap .sel
bereaksi terhadap pengaruh yang merugikan denga cara : Beradaptasi,
mempertahankan jejas tidak menetap, mengalami jejas menetap dan mati.

4
Penyebab jejas sel:

1) Hipoksia (pengurangan oksigen) terjadi sebagai akibat

a) iskemia (kehilangan pasokan darah

b) oksigenasi tidak mencukupi (misalnya kegagalan jantung paru)

c) hilangnya kapasitas pembawa oksigen darah (misalnya


anemia,keracunan,karbon monoksida)

2) Faktor fisika,termasuk trauma,trauma,panas,dingin,radiasi dan renjatan


listrik

3) Bahan kimia dan obat – oabatan termasuk

a) Obat terapetik (misalnya,asetaminofen(Tylenol))

b) bahan bukan obat (misalnya timbale alcohol)

4) Bahan penginfeksi termasuk virus,ricketsia,bakteri  jamur dan parasit.

5) Reaksi imunologik

6) kekacauan genetic

7) ketidak seimbangan niutrisi

Dari aspek jejas ada variabel diantaranya jenis, intensitas, periode. Jejas
endogen dapat bersifat defek genetik, faktor imun, produksi hormonal tidak
adekuat, hasil metabolisme yang  tidak sempurna, proses menjadi tua (aging).
Sedangkan jejas oksigen dapat berbentuk agen kimiawi seperti zat kimiawi, obat-
obatan (intoksikasi / hipersensitifitas), agen fisik misalnya trauma, ionisasi radiasi,
listrik, suhu, dan lain-lain. Agen biologik pada infeksi mikroorganisme, virus,
parasit, dan lain-lain. Jejas seluler paling sering ditemukan dalam dunia kesehatan
sehari-hari yang ditemukan sebagai akibat keadaan hipoksik atau anoksik, yang
dapat disebabkan oleh banyak hal misalnya pada kondisi penderita dengan
penyakit traktus respiratorius, penyakit jantung, anemi, keadaan iskemik karena
terjadi penyempitan atau penutupan pembuluh darah oleh proses arteriosklerosis,

5
trombus, embolus, radang (penyakit Winiwarter-Buerger), atau adanya penekanan
dari luar.

1) Jejas Akibat Radikal Bebas

Radikal bebas adalah molekul yang sangat reaktif dan tidak stabil yang
beriyeraksi dengan protei, lemak dan karbohidrat dan terlibat dalam jejas sel yang
disebabkan oleh bermacam kejadian kimiawi dan biologic. Terjadinya radikal
bebas dimulai dari :

a) Absorpsi energi sinar (cahaya UV, sinar X)

b) Reaksi oksidatif metabolic

c) Konversi enzimatik zat kimia eksogen atau obat (CC14 manjadi CC13)

2) Jejas kimiawi

Zat kimia menyebabkan jejas sel melalui dua mekanisme, yaitu :

a) Secara langsung misalnya Hg dari merkuri  klorida trikat pada grup SH protein


membrane sel menyebabkan peningkatan permeabilitas dan inhibisi transport
yang bergantung kepada ATPase.

b) Melalui konversi kemetabolik toksik reaktif .sebaliknya metabolit toksik


menyebabkan jejas sel baik melalui melaui ikatan kovalen langsung kepada prtein
membrane danb lemak atau lebih umum memlalui pembentukan radikal bebas
reaktif seperti yang diuraikan sebelumnya misalnya karbon tetra-klorida, yang
dipakai luas pada industri binatu.

6
Jenis-jenis jejas sel:

1. Jejas Reversibel

Mula-mula hipoksia menyebabkan hilangnya fosforilasi oksidatif dan


pemberntukan ATP oleh mitokondria.penurunan ATP (dan peningkatan AMP
secara bersamaan) merangsang fruktokinase danm fosforilasi, menyebabkan
glikolisis aerobik. Glikogen cepat menyusut dan asam laktat dan fosfat anorganik
terbentuk, sehingga menurunkan PH intrasel pada saat ini terjadi pengumpalan
kromatin inti. Manifestasi awal dan umum pada jejas hipoksik non letal ialah
pembengkakan sel akut ini disebabkan oleh :

a. Kegagalan transfortasi aktif dalam mrmbran dari pada ion Na, ion K-ATPase
yang sensitive oubain mengakibatkan natrium masuk kedalam sel ,kalium keluar
dari dalam sel dan bertambahnya air secara isokomik.

b. Peningkatan beban osmotik intrasel karena penumpukan fosfat dan laktat


anorganik serata nukleosida purin.

2. Jejas ireversibel

Jejas ireversibel ditandai ole vakuolisasi keras mitondria kerusakan membrane


plasma yang luas ,pembengkakan lisosom oleh bocornya enzim kedalam
sitoplasma dan karena aktivasi pencernaan enzimatik komponen sel dan inti. Ada
dua peristiwa yang penting pada jeja ireversibel :deplesi ATP dan
kerusakan  mebran sel.

a. Deplesi ATP peristiwa awal pada jejas sel yang berperan pada konsekuensi
hipoksia iskemik yang fungsional dan structural dan juga pada keruksaan
membran walaupun demikian masih menjadi pertanyaan apakah hal ini adalah
sebagai akibat atau ireversibelitas.

b. Kerusakan membran sel fase paling awal jelas ireversibel berhubungan dengan
defek membran sel fungsional dan structural.beberapa mekanisme mungkin
berperan pada kerusakan membranedemekian.

7
c. Kehilangan fosfolifid yang progresif disebabkan oleh : Aktifitas fosfolifid
membrane oleh peningkatan kalsium sistolik dissul oleh degradasi fosfolifid dan
hilanhnya fosfolifid  atau penurunan reasilasi dan sintesis fosfolifid munhkin
berhubungan dengan hilannya ATP.d.   Abnormalitas sitoskeletal .Aktivasi
protease intrasel didahului oleh peningkatan kalsium sistolik dapat menyebabkan
pecahnya elemen sitoskeletal intermediate menyebakan mebran sel rentan
terhadap tarikan dan robekan terutama dengan adanya pembengkakan sel.

d. Spesies oksigen reaktif. Hal ini terjadi  pada jejas reperfusi yang terjadi setelah
pemulian aliran darah keorang yang iskemik .spesies oksigen yang toksik
kebanyakan terbentuk dari leukosit polimorfonukleaus yangv berinfiltrasi.

e. Produk pemecahan lipid, asam lemak bebas dan lisfosfolifid dan langsung
bersifat toksik terhadap membrane.

f. Hilangnya asam amino intrasel seperti glisin dan L-alanin yang penyebabnya
belum diketahuai. Hilangnya integritas membrane menyebabkan influx massif
kalsium dari ruang ekstrasel,berakibat disfungsi mitokondria,inhibisi enzim sel
denaturasi protein dan perubahan sitoglogik yang karakteristik bagi
nekrosis koagulatif .

3. Penuaan seluler

Dengan bertambahnya usia terjadi perubahan fisiologik dan strukturalpada


hamper semua organ penuaan terjadi karena factor genetik diet keadaan social dan
adanya penyakit yang berhubungan dengan ketuaan seperti arteriosklerosis
diabetes dan arthritis.selain itu perubahan sel dirangsang oleh usia yang
mmenggamberkan akumulasi progresif dari jejas subletal atau kematian sel
selama bertahun – tahun diperkirakan merupakan komponen penting dalam
penuaan. Perubahan fungsional dan morflogi yang terjadi pada sel yang menua
adalah :

1. Penurunan fasforilasi oksidatif pada mitokondria.

2. Berkurangnya sintesis dna dan rna untuk protein dan reseptor sel structural
enzimatik.

8
3. Menurunnya kemampuan ambilan mkanan dan perbaikan kerusakan
kromosom.

4. Nukleos berlobus tidak teratur dan abnormal.

5. Mitokondria pleomofpig, reticulum endoplasma menurun dan jisimgolgi


berubah bentuk.

6. Akumulasi pigmen lipofusin secara menetap.

Terjadinya penuaan sel belum jelas, tetapi mungkin bersifat multi factor ini
melibatkan. Program molekuler dari pada penuaan sel dan penagruh eksogen
berkesnambungan yang menuju pada penurunan kemampuan untuk hidup.
Adanya penuaan sel dapat diduga dari penelitian invitro yang menunjukan bahwa
fibroblast diploid manusia normal dalam biaan mempunyai masa hidup tertentu
dan populasi berlipat ganda yang terbatas yang bergantung pada usia. Penyebab
penuaan replikatif semacam ini mungkin disebabkan oleh aktifasi gen spesifik
penuan gen pengatur pertumbuhan berubah atau hilang, induksi inhibitor
pertumbuhan pada sel menua dan mekanisme lain. Salah satu hipotesis defek gen
ini adalah adanya telemetric sehortening kromosom yang terjadi dengan
bertambahnya usia, menyebabkan hilangnya DNA dari ujung telometrik
kromosom, sehingga terjadi gen esensial dan menyebabkan berkurngnya masa
hidup. Mekanisme potensial defek wear and tear eksogen meliputi :

1. Kerusakan radikal bebas karena pemaparan berulang terhadap bahan eksogen


dari lingkungan atau pengurangan progesif mekanisme pertahanan anti oksidan
(vit E) radikal bebas menyebabkan akumulasi lipofusin kerusakan asam nuklet,
mutasi DNA mitokondria dan perubahan oksidatif nukeat, mutasi DNA
mitokondria, dan perubahan oksidatif enzim sehingga dapat didegradasi oleh
protease selanjutnya mempengaruhi fungsi sel.

2. Glikosilasi protein non enzimatik yang menuntun pada terbentuknya glikosilasi


lanjut produk akhir, sehingga terjadi hubungan silang dengan protein didekatnya
dan sejumlah efek biokimia yang potensial merusak.

9
3. Perubahan induksi protein renjatan panas. Respon renjatan panas merupakan
mekanisme pertahanan yang pentingterhadap stress dan kehilangannya
bertambahnya usia mungkin menurunkan kemampuan sel untuk hidup.

2.3 Kelainan Kongentinal

Kelainan kongenital atau bawaan adalah kelainan yang sudah ada sejak lahir
yang dapat disebabkan oleh faktor genetik maupun non genetik. Ilmu yang
mempelajari kelainan bawaan disebut dismorfologi. Berdasarkan patogenesisnya,
Effendi (2006) dalam Neonatologi IDAI (2008) membedakan kelainan kongenital
sebagai berikut:

1. Malformasi

Malformasi adalah suatu proses kelainan yang disebabkan oleh kegagalan atau
ketidaksempurnaan dari satu atau lebih proses embriogenesis. Perkembangan awal
dari suatu jaringan atau organ tersebut berhenti, melambat atau menyimpang
sehingga menyebabkan terjadinya suatu kelainan struktur yang menetap. Kelainan
ini mungkin terbatas hanya pada satu daerah anatomi, mengenai seluruh organ,
atau mengenai berbagai sistem tubuh yang berbeda.

2. Deformasi

Deformasi terbentuk akibat adanya tekanan mekanik yang abnormal sehingga


mengubah bentuk, ukuran atau posisi sebagian dari tubuh yang semula
berkembang normal, misalnya kaki bengkok atau mikrognatia (mandibula yang
kecil). Tekanan ini dapat disebabkan oleh keterbatasan ruang dalam uterus
ataupun faktor ibu seperti primigravida, panggul sempit, abnormalitas uterus
seperti uterus bikornus, kehamilan kembar

3. Disrupsi

Defek struktur juga dapat disebabkan oleh destruksi pada jaringan yang semula
berkembang normal. Berbeda dengan deformasi yang hanya disebabkan oleh
tekanan mekanik, disrupsi dapat disebabkan oleh iskemia, perdarahan atau
perlekatan. Kelainan akibat disrupsi biasanya mengenai beberapa jaringan yang

10
berbeda. Perlu ditekankan bahwa bahwa baik deformasi maupun disrupsi biasanya
mengenai struktur yang semula berkembang normal dan tidak menyebabkan
kelainan intrinsik pada jaringan yang terkena.

4. Displasia

Patogenesis lain yang penting dalam terjadinya kelainan kongenital adalah


displasia. Istilah displasia dimaksudkan dengan kerusakan (kelainan struktur)
akibat fungsi atau organisasi sel abnormal, mengenai satu macam jaringan di
seluruh tubuh. Sebagian kecil dari kelainan ini terdapat penyimpangan biokimia di
dalam sel, biasanya mengenai kelainan produksi enzim atau sintesis protein.
Sebagian besar disebabkan oleh mutasi gen

2.4 Pertumbuhan Sel dan Diferensiasi

1. Pertumbuhan Sel

Pertumbuhan merupakan resultante dari interaksi berbagai reaksi biokimia,


peristiwa biofisik dan proses fisiologis dalam tubuh tanaman bersama dengan faktor
luar. Titik awalnya adalah sel tunggal zigot, yang tumbuh dan berkembang menjadi
organisme multisel. Sintesis molekul yang besar dan kompleks berlangsung terus
menerus dari ion dan molekul yang lebih kecil, pembelahan sel menghasilkan sel-sel
baru, yang banyak dan diantaranya tidak hanya membesar tapi juga berubah melalui
proses yang lebih kompleks. Sehingga tidak saja terjadi perubahan bentuk,
pertumbuhan juga menyebabkan terjadinya perubahan aktivitas fisiologi, susunan
biokimia serta struktur dalamnya. Proses ini disebut diferensiasi. Pertumbuhan serta
diferensiasi sel menjadi, jaringan, organ, dan organisme disebut perkembangan.
Perkembangan dinamakan juga morfogenesis, karena melalui perkembangan
tumbuhan mengubah bentuk dirinya dari zigot menjadi sebatang pohon (Hasnunidah,
2011: 85).

Terdapat lima definisi pertumbuhan yaitu:

1. Penggandaan protoplasma. Pergandaan protoplasma (bahan hidup sel) merupakan


ukuran pertumbuhan yang paling tepat, karena dalam tanaman yang sedang tumbuh
seperti bibit tanaman, sebagian besar kandungan karbohidrat, lemak dan proteinnya

11
dikonversi ke dalam senyawa-senyawa yang lebih berfungsi dalam protoplasma dari
sel-sel yang tumbuh dan baru dibentuk.

2. Perbanyakan sel. Jumlah sel merupakan ukuran pertumbuhan yang realistis. Jika
suatu organisme diamati dan selnya dihitung, maka pertumbuhannya dapat dinyatakan
dalam tingkat pertambahan sel.

3. Pertambahan volume. Pertumbuhan dapat dinyatakan dalam pertambahan ruang atau


volume secara permanen atau tidak dapat balik (irreversible increase in volume).
Volume sel berubah akibat perubahan kandungan air yang mengiringi sintesis
protoplasma.

4. Pertambahan massa. Pertumbuhan juga berarti pertambahan massa akibat terjadinya


sintesis protoplasma. Massa merupakan besaran dasar yang tidak berubah oleh adanya
gaya gravitasi.

5. Fenologi tanaman. Tanaman yang sedang tumbuh tidak hanya menimbun bahan
kering tetapi juga mengalami perubahan-perubahan secara teratur dan berurutan yang
dapat dilihat dari penampilannya. Perubahan penampilan tanaman dikenal dengan
istilah perkembangan fenologi. Setelah biji disemai, biji akan berkecambah dengan
membentuk radikula diikuti dengan pembentukan tunas dan plumula.

maka secara ringkas pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai pertambahan


ukuran. Pertumbuhan tidak saja dalam volume, tapi juga dalam massa, jumlah sel,
banyaknya protoplasma, dan tingkat kerumitan.

A. Tahap-tahap pertumbuhan sel yaitu:

1. Fase Lag Pada saat pertama kali organisme ditumbuhkan pada media kultur
yang baru  biasanya tidak segera didapati peningkatan jumlah atau massa sel.
Walaupun demikian sel tetap mensintesis komponen seluller. Fase lag dapat
terjadi karena beberapa faktor antara lain karena sel yang sudah tua dan
kekurangan ATP, essential cofactors serta ribosom. Substansi substansi ini harus
terlebih dahulu disintesis sebelum pertumbuhan  berlangsung. Kemungkinan yang
lain adalah media pertumbuhan yang berbeda dengan media pertumbuhan
sebelumnya. Dalam hal ini enzim- enzim baru akan diperlukan untuk penggunaan

12
nutrisi yang berbeda. Selain itu lag fase dapat terjadi apabila sel mengalami
kerusakan sehingga membutuhkan waktu untuk perbaikan kembali.

2. Fase Eksponensial Fase ini disebut juga dengan fase log. Organisme tumbuh
dan membelah pada kecepatan maksimum tergantung pada sifat genetik, medium
dan kondisi pertumbuhan. kecepatan pertumbuhan konstant, sel membelah dan
meningkat jumlahnya (doubling ) dalam interval yang teratur. Pada fase ini sel
mempunyai kesamaan sifat kimia dan fisiologi sehingga banyak digunakan dalam
studi - studi biokimia dan fisiologi

3. Fase Stationer Pada fase ini kurva pertumbuhan berhenti dan kurva horisontal.
Hal ini disebabkan ketidakseimbagan nutrient dan O2, keseimbangan jumlah sel
yang membelah dan yang mati, tipe organisme serta akumulasi limbah toksik
seperti asam laktat. Bakteri mampu tumbuh pada maksimum populasi sel (cell
density) 1 x sel/ml sedangkan protozoa dan alga hanya mampu tumbuh pada
tingkat populasi 1 x 106 sel/ml.

4. Fase Kematian Pada fase kematian adanya perubahan lingkungan tumbuh


seperti kehabisan nutrisi dan akumulasi limbah toksik menjadi faktor penyebab
menurunnya jumlah sel hidup. Sel mengalami kernatian dalam pola logaritmik.

B. Kultur Curah
Kultur curah merupakan salah satu teknik perkembangan mikroorganisme dengan
menggunakan sistem batch. Dasar mengenai kultur curah yaitu:
1. Kultur curah merupakan cara yang paling sederhana, sehingga menjadi titik
awal untuk studi kinetika kultivasi
2. Resiko kontaminasi rendah
3. Konsentrasi produk akhir lebih tinggi
4. Tidak perlu mikroba dengan kestabilan tinggi karena waktu kultivasinya
pendek
5. Dapat untuk fase fermentasi yang berbeda pada bioreaktor yang sama (Contoh :
pertumbuhan sel pd fase eksponensial &pembentukan produk pd fase stasioner =
metabolit sekunder

13
6. Pada industri farmasi, semua bahan-bahan yang digunakan harus diketahui
dengan tepat, sehingga lebih praktis dengan proses curah
7. Dari aspek rekayasa bioproses, kultur curah lebih fleksibel dalam perencanaan
produksi, terutama untuk memproduksi beragam produk dengan pasar kecil
8. Kelemahan : Terakumulasi produk yang dapat menghambat pertumbuhan

C. Kondisi Lingungan yang Berpengaruh pada Pertumbuhan


Pertumbuhan mikroorganisme dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya
yaitu faktor yang berasal dari lingkungannya. Mikroorganisme tersebut harus
dapat beradaptasi terhadap lingkungannya guna kelangsungan hidupnya untuk
jangka panjang. Adapun kondisi lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan sel
yaitu: suhu dan oksigen.

D.Model Kinetika Pertumbuhan


Kinetika pertumbuhan sel dapat ditunjukan menggunakan persamaan dari
persamaan matematik didapat turunan persamaan baik pada enzim ataupun pada
sel, semua metabolisme sel bergantung pada reaksi banyak enzim.
E. Model Pertumbuhan Inhibitor
Bila dalam proses pertumbuahan sel dengan bantuan enzim, substrat berlebih
dapat menjadi inhibitor pada medium pertumbuhan. Pola penghambatan yang
disebabkan oleh inhibitor ini memiliki pola yang sama dengan reaksi katalis
enzim.

F. Pertumbuhan Sel dalam Kultur Sinambung


Kultur berkesinambungan adalah seperangkat teknik yang digunakan untuk
menumbuhkan mikroorganisme yang dapat bereproduksi pada tingkat
pertumbuhan submaksimal dengan keterbatasan pertumbuhan yang berbeda
sedemikian rupa, sehingga kondisi kultur tetap hampir konstan (dalam keadaan
tunak) selama jangka waktu yang panjang. Dalam keadaan tunak, pertumbuhan
organisme dapat dipelajari dengan sangat rinci di bawah keadaan fisiokimia
dengan kontrol yang tepat.

14
1. Diferensiasi Sel
Diferensiasi sel adalah suatu perubahan sel dimana sel yang telah mencapai
volume pertumbuhan akhir menjadi terspesialisasi sesuai fungsinya menghasilkan
jenis jaringan, organ atau organisme baru. Diferensiasi meliputi 2 hal :
1. Perubahan struktur dan aktivitas biokimia.
2. Perubahan aktivitas fisiologis.

Diferensiasi sel terjadi karena :


1. Semua informasi genetik yang dimiliki oleh suatu organisme akan diwariskan
kepada sel anak pada saat pembelahan sel. Artinya : Informasi genetik yang tepat
perlu diterima oleh setiap sel, sehingga setiap organ pada organisme dapat
berkembang pada jalur yang tepat. Dalam perjalanan proses perkembangan, setiap
informasi genetik yang tidak relevan atau tidak dibutuhkan atau disimpan dan
tidak digunakan.
2. Semua sel anak mula-mula memperoleh semua informasi genetik, tetapi bila
pada jaringan tertentu tidak diperlukan lagi akan mengalami degenerasi.
3. Semua informasi genetik diwariskan sama banyak, tetapi pada jaringan tertentu
informasi tersebut dilipat gandakan.

Selain disebabkan oleh perbedaan aktivitas gen tersebut diatas, diferensiasi juga
dapat disebabkan karena :
a) Polaritas pada saat pembelahan sel tidak merata.
Perbedaan tersebut disebabkan karena penyebaran senyawa tertentu di dalam
plasma tidak merata. Pada kutub yang satu konsentrasinya rendah, sedangkan di
kutub yang lain konsentrasinya tinggi.
b) Pembelahan sel tidak setara
Dinding pemisah sel terbentuk tidak ditengah-tengah sehingga dihasilkan 2 sel
yang tidak sama besar. Awal yang tidak sama dari 2 sel anakan ini tentu
menyebabkan perbedaan aktivitas metabolisme sehingga salah satu sel anak dapat
membelah lagi sedangkan yang lain tidak mampu lagi.
c) Letak sel dalam jaringan. (digunakan dalam teknik kultur jaringan).
d) Faktor Hormon.

15
Diperlukan dalam jumlah sedikit, karena tidak berpengaruh secara langsung dan
kerjanya relatif lambat.
e) Faktor lingkungan (cahaya, suhu, ketersediaan air, oksigen, dll).

Semua sel yang telah mengalami diferensiasi, asal masih hidup bersifat
totipotens. Artinya : bila lingkungan sesuai dapat tumbuh membentuk individu
baru. Khusus dalam kaitannya dengan diferensiasi sel pada hewan atau manusia,
setelah zigot terbentuk akan berkembang menjadi morula dan kemudian
berkembang lagi menjadi blastula. Blastula kemudian akan berkembang lagi
mejadi gastrula. Pada tahap gastrula ini lah akan terbentuk 3 lapisan baru yaitu :
Ektoderm, Mesoderm, dan Endoderm. Ektoderm akan berdiferensiasi menjadi
kulit, rambut, sistem saraf dan alat indera. Mesoderm akan berdiferensiasi menjadi
otok, rangka, alat reproduksi, alat peredaran darah dan alat ekskresi. Sedangkan
endoderm akan berdiferensiasi menjadi alat pencernaan dan alat pernapasan
seperti paru-paru.

2.5 Respon Radang

Inflamasi atau peradangan adalah upaya tubuh untuk perlindungan diri,


tujuannya adalah untuk menghilangkan rangsangan berbahaya, termasuk sel-sel
yang rusak, iritasi, atau patogen dan memulai proses penyembuhan. Kata
inflamasi berasal dari bahasa Latin "inflammo", yang berarti "Saya dibakar, saya
menyalakan". Peradangan adalah bagian dari respon kekebalan tubuh. Ketika
sesuatu yang berbahaya atau menjengkelkan mempengaruhi bagian dari tubuh
kita, ada respon biologis untuk mencoba untuk menghapusnya, tanda-tanda dan
gejala peradangan, peradangan akut khusus, menunjukkan bahwa tubuh sedang
berusaha untuk menyembuhkan dirinya sendiri. Peradangan tidak berarti infeksi,
bahkan ketika infeksi menyebabkan peradangan. Infeksi ini disebabkan oleh
bakteri, virus atau jamur, sedangkan peradangan adalah respon tubuh untuk itu.

Ketika terjadi luka, sel darah putih basofil dan dan sel mast akan
mengeluarkan senyawa kimia histamin yang menjadi respon awal peradangan.
Selain itu, mikroorganisme yang masuk ke dalam jaringan juga akan

16
mengeluarkan senyawa kimia yang memperkuat sinyal tersebut. Selain itu,
leukosit dan jaringan yang rusak juga akan menghasilkan prostaglandin yang
memicu pembesaran dan permeabilitas pembuluh darah. Prostaglandin juga akan
meningkatkan aliran darah lokal ke daerah terjadinya luka tersebut. Pembesaran
pembuluh darah dan peningkatan aliran darah akan meningkatkan jumlah faktor
pembekuan darah agar darah lekas membeku dan menghalangi mikroorganisme
untuk menyebar ke jaringan lain.

Jaringan yang luka akan mengeluarkan zat kimia kemokin untuk


mengundang sel-sel fagosit. Sel fagosit adalah sel yang memiliki kemampuan
memfagosit / menelan benda asing yang masuk ke dalam jaringan tubuh.
Peristiwa datangnya sel fagosit yang dipengaruhi oleh pelepasan senyawa kimia
merupakan contoh peristiwa kemotaksis.

Sel fagosit yang pertama datang adalah neutrofil, merupakan sel darah
putih yang paling banyak dalam darah. Kemudian diikuti oleh monosit yang akan
berkembang menjadi makrofag, sel fagosit yang paling besar. Sel-sel tersebut
akan menelan mikroorganisme yang masuk ke dalam tubuh serta mencernanya
dengan enzim yang terdapat pada lisosom. Walaupun jumlah neutrofil lebih
banyak, namun kinerja dari makrofag terbukti lebih bagus dalam mencerna
mikroorganisme yang menginveksi.

Macam-Macam Radang

A) Radang Tenggorokan

Penyakit ini ditandai dengan rasa nyeri di tenggorokan sehingga si penderita susah
sekali saat menelan makanan. Radang tenggorokan atau faringitis akut sering
diikuti dengan gejala flu seperti demam, sakit kepala, pilek, dan batuk. Disebarkan
oleh virus EBV atau kuman Strep. Pyogenes, radang tenggorokan mudah dikenali
dengan memeriksakannya ke dokter THT. Jika daerah faring ditemukan
peradangan dengan tanda berupa kemerahan serta terjadi pembesaran pada
kelenjar limfe regional di sekitarnya, bisa dikatakan orang tersebut menderita
radang tenggorokan. Pada kasus yang sudah berat, di tenggorokan akan dijumpai
nanah atau eksudat.

17
Gejala-gejala seorang penderita radang tenggorokan:

1. Bengkak, berwarna merah pada tenggorokan

2. Susah berbicara, menelan, dan bernapas

3. Biasanya terjadi benjolan di sekitar leher

4. Demam tinggi

5. Sakit kepala yang luar biasa

6. Telinga pekak

B) Radang Usus Buntu


Radang usus buntu merupakan peradangan pada usus buntu, yaitu
sebuah usus kecil yang berbentuk jari yang melekat pada usus besar di
sebelah kanan bawah rongga perut. Usus buntu yang mengalami
peradangan kadang-kadang pecah terbuka, yang menyebabkan peradangan
selaput perut(peritonitis). Peradangan selaput perut adalah peradangan
yang gawat dan mendadak pada selaput yang melapisi dinding dalam
rongga perut atau pada kantong yang membungkus usus. Peradangan ini
terjadi kalau usus lainnya pecah atau robek. Penyebab umum adalah:
Adanya benda kecil atau keras (faecaliths) yang berada di appendix dan
tidak bisa keluar. Tanda-tanda appendicitis:
1) Tanda yang utama ialah keluha nyeri yang menetap pada perut dan semakin
lama semakin memburuk.
2) Rasa nyeri mulai terjadi di sekitar pusar, tetapi segera nyeri tersebut berpindah
kesisi kanan bawah.
3) Mungkin selera makan menghilang, muntah, sembelit atau terdapat panas yang
ringan.

C.Radang Kulit

Radang kulit, dermatitis, merupakan suatu gejala pada kulit saat jaringan
terinfeksi oleh bakteri atau virus.

18
Ada beberapa tipe radang kulit, yaitu:

1) Sebhorrheicdermatitits

2) atopic dermatitis (eczema)

Kedua tipe tersebut sangat bervariasi tergantung dari penyebab dan gejala yang
terjadi.

D)Radang Sendi

sendi, osteoarthritis, adalah salah satu arthritis yang disebabkan oleh


berkurangnya cartilage terutama di daerah persendian. Cartilage sendiri
merupakan substansi protein yang menjadi semacam “oli” bagi tulang dan
persendian. Ketika cartilage mengalami penurunan dalam jumlah, selanjutnya
struktur tulang akan tergerus. Penyebab radang sendi adalah bertambahnya
kandungan air pada cartilage sehingga membuat jumlah proteinnya berkurang
drastis.

Komplikasi yang mengikuti radang sendi adalah:

1. obesitas

2. Trauma yang berulang-ulang

3. Rasa nyeri pada tulang

4. Diabetes mellitus

5. Kelainan hormonal

Tanda-tanda radang

1) Rubor : Warna mera

rubor atau kemerahan merupakan hal pertama yang terlihat di daerah


yangmengalami peradangan. Saat reaksi peradangan timbul, terjadi pelebaran
arteriolayangmensuplai darah ke daerah peradangan. Sehingga lebih banyak darah

19
mengalirkemikrosirkulasi lokal dan kapiler meregang dengan cepat terisi penuh
dengandarah. Keadaan ini disebut hiperemia atau kongesti, menyebabkan warna
merahlokal karena peradangan akut

2) Kalor : Panas

Kalor terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan akut.


Kalordisebabkan pula oleh sirkulasi darah yang meningkat. Sebab darah yang
memilikisuhu 37oC disalurkan ke permukaan tubuh yang mengalami radang lebih
banyakdaripada ke daerah normal.

3) Tumor : Pembengkakan

Pembengkakan sebagian disebabkan hiperemi dan sebagian besar ditimbulkan


olehpengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan
interstitial.Campuran dari cairan dan sel yang tertimbun di daerah peradangan
disebut eksudat meradang .

4) Dolor : Rasa nyeri

Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat


merangsangujung-ujung saraf. Pengeluaran zat seperti histamin atau zat bioaktif
lainnya dapatmerangsang saraf. Rasa sakit disebabkan pula oleh tekanan yang
meninggi akibatpembengkakan jaringan yang meradang.

20
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

1. Patologi

Patologi adalah ilmu (logos) tentang penderitaan (pathos). Patologi adalah disiplin
ilmu yang menjembatani praktik klinis dan ilmu dasar, dan mencakup penelitian
tentang penyebab suatu penyakit (etiologi) serta mekanisme (patogenesis) yang
menyebabkan munculnya tanda dan gejala pada pasien.

2. Adaptasi sel
Terjadi bila stress fisiologik berlebihan atau suatu rangsangan yang
patologik menyebabkan terjadinya keadaan baru yang berubah yang
mempertahankan kelangsungan hidup sel.contohnya ialah Hipertropi
(pertambahan masa sel) atau atrofi (penyusutan masa sel),jejas sel yang
reversible menyatakan perubahan yang patologik yang dapat kembali ,bila
rangsangannya dihilangkan atau bila penyebab jajes lemah .jejas yang
ireversibel merupakan perubahan patologik yang menetap dan
menyebabkan kematian. Terdapat dua pola morfolgik kematian sel yaitu
nekrosis dan apoptosis

3.2 Saran

Adapun penlitian selanjutnya sebagai berikut:

1. Penulisan makalah selanjutnya dapat membahas tentang tujuan dari respon


radang

2. Penulisan makalah selanjut dapat membahas tentang ilmu penyakit

21
DAFTAR PUSTAKA

Biyobe, 2012. Teknologi Bioproses 2012. Gramedia. Jakarta

Borowitzka, M.A., & Borowitzka, L.J. 1988. Microalgal Biotechnology.


NewYork : Cambridge University Press

Tambayong, Jan. 1999. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC

Asroruddin, Muhammad, Huriawati Hartanto, dkk. 2004. Buku Ajar Patologi


Robbin, Ed.7, Vol.1.Jakarta: EGC

Effendi SH, Indrasanto E. 2008. Buku Ajar Neonatologi Edisi Pertama. Jakarta:
IDAI.

22

Anda mungkin juga menyukai