Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH FARMAKOLOGI

“OBAT KONDISI KHUSUS:

PENGGUNAAN OBAT PADA ANAK, BAYI, DAN BAYI PREMATUR”

DOSEN PENGAMPU:

Ns. Wiyadi, SKp, MSc

KELOMPOK 18

Fifi Maharani (P07220221022)

Nanda Emeliana (P07220221032)

SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN KALIMAN


TAN TIMUR

TAHUN AJARAN 2021/2022

1
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kemudahan, sehingga ka
mi dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentu
nya kami tidak akan bisa menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga t
erlimpah curahkan kepada nabi kita yang telah membawa manusia dari zaman kegelapan menuju
zaman terang benderang, yaitu Nabi Muhammad Saw yang kita nanti-natikan syafa’atnya diakhir
zaman nanti.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas dari Ibu Tiara Dini Harlita, SST, MSc selaku
dosen pada Mata Kuliah Biokimia. Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang
Metabolisme Protein. Penyusunan makalah ini mendapat banyak bantuan, masukan, bimbingan,
serta saran dari dosen pembimbing, untuk itu melalui kesempatan ini kami mengucapkan terima
kasih.

Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih terda
pat banyak kesalahan, serta kekurangan didalamnya. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang memb
angun, diharapkan demi kesempurnaan makalah ini. Sehingga, makalah ini nantinya dapat menja
di makalah yang lebih baik lagi.

Samarinda, 4 April 2022

Tim Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................1

DAFTAR ISI........................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................3

1.1 Latar Belakang.......................................................................................3


1.2 Rumusan Masalah.................................................................................4
1.3 Tujuan Penelitian...................................................................................4
1.4 manfaat penelitian..................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................5

2.1 Pediatrik....................................................................................................5
2.1.2 Kondisi Fisiologik..................................................................................5
2.2 Penggunaan Obat pada Anak Bayi dan Bayi Prematur.......................8

BAB III PENUTUP.............................................................................................23

3.1 Saran...........................................................................................................23

3.2 Kesimpulan.................................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................24

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemasukan obat jalur khusus merupakan mekanisme pemasukan obat dalam jumlah
terbatas untuk penggunaan terapi khusus yang dibutuhkan pasien, yang berdasarkan
justifikasi ilmiah Dokter Penanggung Jawab, pasien menderita penyakit mengancam jiwa
atau serius dan membutuhkan obat tersebut. Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
1379.A/Menkes/SK/XI/2002 tentang Pengelolaan dan Penggunaan Obat, Alat dan Makanan
Kesehatan Khusus, yang dimaksud dengan obat, alat dan makanan kesehatan khusus adalah
obat, alat dan makanan kesehatan yang belum mempunyai persetujuan izin edar di Indonesia
namun dibutuhkan pasien berdasarkan justifikasi dokter.
Permohonan pemasukan obat penggunaan khusus berdasarkan justifikasi dokter untuk
penggunaan pribadi dan keperluan donasi, dapat dilakukan oleh importir berdasarkan
permintaan Dokter Penanggung Jawab. Permohonan pemasukannya diajukan ke Direktur
Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Departemen Kesehatan RI Berdasarkan
pertimbangan bahwa obat untuk uji klinik merupakan satu kesatuan dalam konsep quality
system  uji klinik, obat penggunaan khusus yang tujuan penggunaanya untuk uji klinik dan
pengembangan produk berkaitan dengan registrasi obat maka permohonannya diajukan ke
Badan POM.
Kelompok khusus adalah kelompok yang memiliki kemungkinan besar mendapatkan
risiko (efek samping) dari pemakaian obat. Kelompok khusus tersebut adalah ibu hamil dan
menyusui, neonatus dan anak, serta usia lanjut. Organ-organ pada bayi dan anak yang relatif
belum matang memerlukan pemberian obat yang berbeda dengan orang dewasa. Pada ibu
hamil terjadi perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik yang diakibatkan oleh
perubahan fisiologis yang terjadi selama kehamilan. Pemberian obat pada ibu hamil juga
harus memperhatikan pengaruh obat pada janin. Pada orang lanjut usia terjadi prosespenuaan
fisiologis yang terus berjalan yang memerlukan perhatian dalam pemberian obatuntuk
mencegah risiko terjadinya reaksi yang merugikan.

3
Pemberian obat pada anak berbeda dengan orang dewasa. Anak dan bayi memiliki organ
yang belum matang sehingga dalam pemberian obat perlu diawasi dengan ketat untuk
mencegah resiko terjadinya reaksi yang merugikan dari obat dan kemungkinan terjadinya
toksisitas obat. Proses fisiologis yang mempengaruhi variabel farmakokinetika pada bayi
berubah secara bermakna pada tahun pertama kehidupan,terutama selama beberapa bulan
pertama. Oleh sebab itu harus diberikan perhatiankhusus pada farmakokinetik usia tersebut.
Farmakokinetik pada anak berbeda denganorang dewasa. Pemilihan dosis obat dan interval
dosis didasarkan pada efek absorbsi,distribusi volume darah, pengikatan pada protein,
metabolisme obat dan eliminasi.
1.2 Rumusan Masalah
Terdapat beberapa rumusan masalah yang dapat dijadikan acuan dalam pembahasan
makalah ini, antara lain:

1. Pengertian anak, bayi dan prematur?


2. Bagaimana penggunaan obat khusus pada anak bayi dan prematur?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka tujuannya adalah:
1. Untuk mengetahui pengertian anak, bayi, dan prematur
2. Untuk mengetahui bagaimana cara penggunaan obat khusus pada anak, bayi, dan
prematur
1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi penulis :
a. Meningkatkan kemampuan dan pengalaman dalam membuat makalah ilmiah.
b. Memenuhi tugas dari mata kuliah biokimia.
2. Bagi dosen :
a. Sebagai referensi pertimbangan penilaian mahasiswa tersebut.
b. Sebagai referensi bahan ajar kepada mahasiswa saat perkuliahan.
3. Bagi mahasiswa :
Sebagai referensi pembelajaran dalam mata kuliah biokimia.

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pediatrik
Terdapat beberapa istilah yang mengatur batasan makna pediatrik. Pediatrik berasal dari
bahasa Yunani yaitu pedos yang artinya anak dan iatrica yang artinya pengobatan anak.
Menurut American Academy of Pediatrics (AAP), pediatrik adalah spesialisasi ilmu
kedokteran yang berkaitan dengan fisik, mental dan sosial kesehatan anak sejak lahir
sampai dewasa muda. Pediatrik juga merupakan disiplin ilmu yang berhubungan dengan
pengaruh biologis, sosial, lingkungan dan dampak penyakit pada perkembangan anak.
Beberapa penyakit memerlukan penanganan khusus pada pasien pediatrik untuk
menentukan dosis obat. Perkembangan penanganan klinik penyakit untuk pasien
pediatrik
sangat berarti. Ada banyak prinsip farmakoterapi yang harus dipertimbangan dalam
penanganan pasien pediatrik. Beberapa definisi yang berhubungan dengan pediatrik
adalah:
1. Pediatrik : anak yang berusia lebih muda dari 12 tahun
2. Prematur : bayi yang dilahirkan sebelum berusia 37 minggu
3. Neonatus : usia 1 hari sampai 1 bulan
4. Bayi : usia 1 bulan sampai 1 tahun
5. Anak : usia 1 tahun sampai 11 tahun
6. Remaja : usia 12 tahun sampai 18 tahun (DITJEN BINFAR, 2009)
2.1.2 Kondisi Fisiologik
1. Anak
Usia, berat badan, luas permukaan tubuh atau kombinasi factor-faktor ini dapat
digunakan untuk menghitung dosis anak dari dosis dewasa.
Untuk perhitungan dosis,
“usia anak” dibagi dalam beberapa “kelompok usia”, sbb :
 1 hari sampai 1 bulan (neonatus),
 1 bulan sampai 1 tahun (bayi),
 anak 1-5 tahun, dan

5
 anak 6-12 tahun
a. Berat badan
digunakan untuk menghitung dosisyang dinyatakan dalam mg/kg.Akan tetapi,
perhitungan dosis anak dari dosis dewasa “berdasarkan berat badan saja”,seringkali
menghasilkan dosis anak yang “terlalu kecil” ok : anak mempunyai laju metabolisme
yang lebih tinggisehingga per kg berat badannya seringkalimembutuhkan dosis yang
lebih tinggidaripada orang dewasa(kecuali pada neonatus).
b. Luas permukaan tubuh
lebih tepat untukmenghitung dosis anak karena banyak fenomen fisiklebih erat
hubungannya dengan luas permukaan tubuh.Berdasarkan luas permukaan tubuh
ini,besarnya dosis anak sebagai persentase dari dosis dewasadapat dilihat pada
Tabel 1 berikut ini :
Tabel1. Usia, Berat Badan, dan Dosis Anak

Usia Berat Badan (KG) Dosis Anak


(% dosis dewasa)
Neonatus 3,4 < 12,5
1 bulan 4,2 < 14,5
3 bulan 5,6 18
6 bulan 7,7 22
1 tahun 10 25
3 tahun 14 33
5 tahun 18 40
7 tahun 23 50
12 tahun 37 75
Dihitung berdasarkan luas permukaan tubuh
Untuk neonatus sampai usia 1 bulan, gunakan dosis yang lebihkecil dari dosis
yang dihitung berdasarkan luas permukaan tubuh,Untuk bayi premature, gunakan
dosis yang lebih rendah lagi,sesuai dengan kondisi klinik penderita.
2. Neonatus dan Prematur
Pada usia ekstrim ini terdapat perbedaan respons, terutama disebabkan oleh belum
sempurnanya berbagai fungsi farmakokinetik tubuh, yakni:

6
1. Fungsi biotransformasi (metabolism)
Hati terutama glukuronidasi dan juga hidroksilasi yang kurang
2. Fungsi eksresi ginjal
Filtrasi glomerulus dan sekresi tubuli yang hanya 60-70% dari fungsi ginjal dewasa
3. Kapasitas ikatan protein plasma terutama albumin yang rendah
4. Sawar darah-otak serta sawar kulit yang belum sempurna
Dengan demikian diperoleh kadar obat yang tinggi dalam darah dan jaringan. Disamping
itu terdapat peningkatan sensitivitas reseptor terhadap beberapa obat. Akibatnya terjadi
respons yang berlebihan atau efek toksik pada dosis yang biasa diberikan berdasarkan
perhitungan luas permukaan tubuh. Contoh obat dengan respons yang berlainan pada
neonates dan bayi premature dapat dilihat pada Tabel 2.

Obat Respons Mekanisme Utama


Heksaklorofen topical Neurotoksisitas Sawar kulit belum
sempurna
Kloramfenikol Sindrom bayi abu-abu Glukuronidasi obat oleh
hepar turun, dan filtrasi
obat utuh oleh
glomerulus ginjal turun
→kadar obat dalam
plasma dan jaringan
naik
Aminoglikosida Intoksikasi Filtrasi glomerulus
menurun
Morfin, barbiturate IV Depresi pernapasan Sawar darah-otak belum
sempurna
Oksigen Retrolental fibroplasia Tidak diketahui

Prinsip umum penggunaan obat pada neonates dan bayi premature yaitu:
1. Hindarkan penggunaan sulfonamide, aspirin, morfin,barbiturat IV.

7
2. Untuk obat-obat lain: gunakan dosis yang lebih rendah dari dosis yang
dihitungberdasarkan luas permukaan tubuh (lihat Tabel 2).
Tidak ada pedoman umum untuk menghitung berapa besar dosis harus diturunkan
gunakan educated guess atau ikuti petunjuk dari pabrik obat yang bersangkutan.
Kemudian monitor respons klinik penderita, dan bila perlu monitor kadar obat
dalam plasma, untuk menjadi dasar penyesuaian dosis pada masing-masing
penderita.

2.2 Penggunaan Obat pada Anak Bayi dan Bayi Prematur

Penggunaan obat pada anak dapat berpengaruh karena organ-organ pada anak belum
sempurna pertumbuhannya, sehingga obat dapat menjadi racun dalam darah
(mempengaruhi organ hati dan ginjal). Pada hati, enzim-enzim belum terbentuk
sempurna, sehingga obat tidak termotabolisme dengan baik, mengakibatkan konsentrasi
obat yang tinggi di tubuh anak. Pada ginjal, bayi berumur 6 bulan, ginjal belum belum
efisien mensekresikan obat sehingga mengakibatkan konsentrasi yang tinggi di darah
anak.

Dalam pengobatan, anak-anak tidak dapat diperlakukan sebagai orang dewasa


berukuran kecil. Penggunaan obat pada anak merupakan hal yang bersifat khusus yang
berkaitan dengan perbedaan laju perkembangan organ, sistem dalam tubuh maupun
enzim yang bertanggungjawab terhadap metabolisme dan ekskresi obat. Pada anak bayi
biasa obat yang diberikan hanya berupa vitamin seperti :

1. Vitamin A
Vitamin A berguna untuk mendukung sistem kekebalan tubuh bayi serta
menjaga kesehatan kulit, rambut, dan matanya. Bayi berusia 0-6 bulan
membutuhkan sekitar 370 mikrogram (mcg) vitamin A per hari, sedangkan
bayi berusia 6 bulan hingga anak usia 3 tahun membutuhkan sekitar 400 mcg
vitamin A per hari. Vitamin untuk bayi yang satu ini secara alami terkandung
dalam beberapa jenis makanan, seperti wortel, ubi, kuning telur, bayam,
brokoli, hati ayam, ikan, minyak ikan, dan hati sapi.
a. Farmakodinamik Obat

8
Pada fibroblast atau jaringan epitel terisolasi, retinoid dapat meningkatkan
sintesis beberapa jenis protein seperti fibronektin dan mengurangi sintesis
protein seperti kolagenase dan keratin. Hal ini disebabkan karena adanya
perubahan transkripsi pada inti dan asam retinoat lebih kuat dalam
menyebabkan perubahan tersebut. Asam retinoat mempengaruhi ekspresi gen
dengan bergabung pada reseptor yang berada di inti sel. Terdapat dua
kelompok reseptor, yaitu Retinoid Acid Receptors (RARs) dan Retinoid X 4
Receptors (RXRs). Reseptor retinoid segolongan dengan reseptor steroid,
hormone tiroid, dan kalsitriol (Dewoto 2007). Retinoid dapat mempengaruhi
ekspresi reseptor hormon dan faktor pertumbuhan sehingga dapat
mempengaruhi pertumbuhan, diferensiasi, dan fungsi sel target. Selain itu juga
diperlukan untuk pertumbuhan tulang, alat reproduksi, dan perkembangan
embrio (Dewoto 2007).
b. Farmakokinetik Obat
Vitamin ini diabsorpsi sempurna melalui usus halus dan kadarnya dalam
plasma mencapai puncak setelah empat jam tetapi absorpsi dosis besar
vitamin A kurang efisien karena sebagian akan keluar melalui feses.
Gangguan absorpsi lemak akan menyebabkan gangguan absorpsi vitamin A,
maka pada keadaan ini dapat digunakan sediaan vitamin A yang larut dalam
air. Absorpsi vitamin A berkurang bila diet kurang mengandung protein atau
pada penyakit infeksi tertentu dan pada penyakit hati seperti hepatitis, sirosis
hepatis atau obstruksi biliaris. Berkurangnya absorpsi vitamin A pada
penyakit hati berbanding lurus dengan derajat insufisiensi hati (Dewoto 2007).
c. Indikasi
Vitamin A diindikasikan untuk pencegahan dan pengobatan defisiensi vitamin
A.
d. Dosis Terapi untuk Kekurangan Vitamin A
100.000-500.000 IU sehari 3 kali; lalu 50.000 IU selama 14 hari (sehari
sekali)
2. Vitamin B1

9
Vitamin B1 (tiamin) membantu tubuh mengubah makanan menjadi energi
yang dibutuhkan untuk pertumbuhan, perkembangan, serta fungsi sel-sel
tubuh bayi, terutama sel saraf. Bayi membutuhkan sekitar 0,3 miligram (mg)
vitamin B1 setiap hari. Vitamin ini secara alami terdapat pada nasi, daging
sapi, hati sapi, daging ayam, ikan, kacang-kacangan, dan biji-bijian. Beberapa
produk sereal atau makanan bayi juga sudah diperkaya dengan vitamin B1.
Farmakokinetik
Setelah pemberian parenteral absorbsi berlangsung cepat dan sempurna.
Absorbsi per oral berlangsung dalam usus halus dan duodenum ,maksimal 8 –
15 mg/hari yang di capai denga pemberian oral sebanyak 40 mg. dalam satu
hari 1 mg tiamin mengalami degradasi di jaringan tubuh.jika supan jauh
melebihi jumlah tersebut ,maka zat ini akan di keluarkan melalui urin sebagai
tiamin atau pirimidin.
a. Indikasi
Tiamin erguna untuk pengobatan berbagai nefritis yang di sebabkan oleh
defisiensi tiamin,misalnya pada neuritis alkoholik yang terjadi karena
sumber kalori hanya alkohol saja, wanita hamil yang kurang gizi, atau
pasien emesis gravidarum. Tiamin juga dapat di gunakan untuk
pengobatan penyakit jantung dan gangguan saluran cerna yang dasarnya
defisiensi tiamin.
3. Vitamin B2
Vitamin B2 (riboflavin) membantu tubuh dalam menggunakan energi dan
melindungi sel dari kerusakan. Vitamin ini juga baik untuk kesehatan mata,
kulit, dan sistem saraf bayi. Bayi disarankan mengonsumsi sekitar 0,3 mg
vitamin B2 setiap hari. Beberapa jenis makanan yang mengandung banyak
vitamin B2 adalah ssu, dauging sapi, telur, dan sayuran.
4. Vitamin B3
Vitamin B3 (niacin) diperlukan tubuh untuk mengubah protein dan lemak
menjadi energi. Vitamin ini juga baik untuk kesehatan kulit dan sistem saraf.
Bayi membutuhkan sekitar 2-4 mg asupan vitamin B3 setiap harinya. Daging
atau hati ayam, ikan, jamur, alpukat, kentang, dan kacang polong adalah

10
sumber asupan vitamin B3 yang bisa ditambahkan dalam menu MPASI Si
Kecil.
5. Vitamin B6
Vitamin B6 atau pyridoxine berperan dalam menjaga kesehatan otak dan
sistem kekebalan tubuh. Bayi membutuhkan sekitar 0,1-0,3 mg vitamin B6
setiap harinya. Vitamin ini secara alami terdapat pada daging ayam, ikan,
sayuran, buah, kacang, dan susu.
a. Farmakodinamik Obat
Pemberian piridoksin secara oral dan parenteral tidak menunjukkan efek
farmakodinamik yang nyata. Dosis sangat besar yaitu 3-4 g/kgBB
menyebabkan kejang dan kematian pada hewan coba tetapi dosis kurang
dari ini umumnya tidak menimbulkan efek yang jelas. Piridoksal fosfat
dalam tubuh merupakan koenzim yang berperan penting dalam
metabolisme berbagai asam amino, di antaranya dekarboksilasi,
transminasi, dan rasemisasi triptofan, asam-asam amino yang bersulfur
dan asam amino hidroksida (Dewoto 2007).
b. Farmakokinetik Obat
Piridoksin, piridoksal, dan piridoksamin mudah diabsorpsi melalui saluran
cerna. Metabolit terpenting dari ketiga bentuk tersebut adalah 4-asam 6
piridoksat. Ekskresi melalui urin terutama dalam bentuk 4-asam piridoksat
dan piridoksal (Dewoto 2007).
c. Indikasi
Pencegahan dan pengobatan defisiensi B6, diberikan bersama vitamin B
lainnya atau sebagai multivitamin untuk pencegahan dan pengobatan
defisiensi vitamin B kompleks. Indikasi lain adalah untuk mencegah dan
mengobati neuritis perifer oleh obat seperti INH, sikloserin, hidralazin,
penisilamin yang bekerja sebagai antagonis piridoksin dan/atau
meningkatkan ekskresinya melalui urin. Pemberian pada wanita yang
menggunakan kontrasepsi oral yang mengandung estrogen juga
dibenarkan karena kemungkinan terjadinya defisiensi piridoksin pada
wanita-wanita tersebut. Piridoksin juga dilaporkan dapat memperbaikin

11
gejala keilosis, dermatitis seboroik, glositis, dan stomatitis yang tidak
memberikan respon terhadap tiamin, riboflavin, dan niasin serta dapat
mengurangi gejala-gejala yang menyertai tegangan prahaid (pramesntrual
tension). Indikasi lain yaitu untuk anemia yang responsive terhadap
piridoksin yang biasanya sideroblastik dan mungkin disebabkan kelainan
genetik (Kamiensky, Keogh 2006; Dewoto 2007).
6. Vitamin B9
Folat atau vitamin B9 merupakan salah satu jenis vitamin yang sangat penting
bagi kesehatan bayi. Asupan folat yang cukup sejak dalam kandungan dapat
mengurangi risiko bayi terlahir cacat. Setelah bayi lahir, vitamin untuk bayi
yang satu ini berperan penting dalam membentuk sel darah merah dan sistem
kekebalan tubuh bayi, serta mencegah anemia. Bayi membutuhkan asupan
folat sebanyak 65-80 mcg setiap harinya. Vitamin ini bisa didapatkan dari
bayam, brokoli, kacang-kacangan, jagung, alpukat, dan telur. Beberapa jenis
susu dan sereal bayi juga sudah diperkaya dengan asam folat.
7. Vitamin B12
Vitamin B12 atau cobalamine berfungsi untuk mempertahankan sel-sel saraf
dan darah agar tetap sehat, serta membuat DNA yang merupakan materi
genetik di setiap sel. Bayi membutuhkan 0,4-0,5 mikrogram vitamin B12
setiap harinya. Asupan vitamin B12 bisa didapatkan dengan mengonsumsi
telur, daging sapi, keju, susu, dan ikan.
8. Vitamin C
Vitamin C melindungi tubuh terhadap infeksi, membantu tubuh menyerap zat
besi, membangun tulang dan otot, serta membantu menyembuhkan luka. Bayi
membutuhkan asupan vitamin C sebanyak 40-50 mg per hari.
a. Farmakodinamik Obat
Vitamin C berperan sebagai kofaktor dalam sejumlah reaksi hidroksilasi
dan amidasi dengan memindahkan electron ke enzim yang ion logamnya
harus berada dalam keadaan tereduksi; dan dalam keadaan tertentu bersifat
sebagai antioksidan. Vitamin C dibutuhkan untuk mempercepat perubahan
residu prolin dan lisin pada prokolagen menjadi hidroksiprolin dan

12
hidroksilisin pada sintesis kolagen. Perubahan asam folat menjadi asam
folinat, metabolisme obat oleh mikrosom dan hidroksilasi dopamine
menjadi norepinefrin juga membutuhkan vitamin C. Asam askorbat
meningkatkkan aktivitas enzim amidase yang berperan dalam
pembentukan hormon oksitosin dan hormon diuretik. Vitamin C juga
meningkatkan absorpsi besi dengan mereduksi ion feri menjadi fero di
lambung.Peran vitamin C juga didapatkan dalam pembentukan steroid
adrenal (Kamiensky, Keogh 2006; Dewoto 2007). Pemberian vitamin C
pada keadaan normal tidak menunjukkan efek farmakodinamik yang jelas.
Namun pada keadaan defisiensi, pemberian vitamin C akan
menghilangkan gejala penyakit dengan cepat.
b. Farmakokinetik Obat
Vitamin C mudah diabsorpsi melalui saluran cerna.pada keadaan normal
tampak kenaikan kadar vitamin C dalam darah setelah diabsorpsi. Kadar
dalam lekosit dan trombosit lebih besar daripada dalam plasma dan
eritrosit. Distribusinya luas ke seluruh tubuh dengan kadar tertinggi dalam
kelenjar dan terendah dalam otot dan jaringan lemak. Ekskresi melalui
urin dalam bentuk utuh dan bentuk garam sulfatnya terjadi jika kadar
dalam darah melewati ambang rangsang ginjal yaitu 1,4 mg% (Dewoto
2007). Beberapa obat diduga dapat mempercepat ekskresi vitamin C
misalnya tetrasiklin, fenobarbital, dan salisilat. Vitamin C dosis besar
dapat memberikan hasil false negative pada uji glikosuria (enzymedip test)
dan 8 uji adanya darah pada feses pasien karsinoma kolon. Hasil false
positive dapat terjadi pada clinitest dan tes glikosuria dengan larutan
Benedict.
c. Indikasi
Vitamin C diindikasikan untuk pencegahan dan pengobatan skorbut.
Selain itu, vitamin C juga digunakan untuk berbagai penyakit yang tidak
ada hubungannya dengan defisiensi vitamin C dan seringkali digunakan
dengan dosis besar. Namun, efektivitasnya belum terbukti. Vitamin C
yang mempunyai sifat reduktor digunakan untuk mengatasi

13
methemoglobinemia idiopatik meskipun kurang efektif dibandingakan
dengan metilen blue. Vitamin C tidak mengurangi insidens common cold
tetapi dapat mengurangi berat sakit dan lama masa sakit (Dewoto 2007).
9. Vitamin D
Vitamin D membantu tubuh menyerap kalsium dari makanan serta
memperkuat tulang dan gigi. Rekomendasi dosis vitamin D yang perlu
dicukupi bayi setiap harinya adalah sekitar 5 mcg. Vitamin D bisa diperoleh
melalui berjemur di bawah sinar matahari pagi dan mengonsumsi makanan
kaya vitamin D, seperti daging atau hati sapi, kuning telur, ikan, susu kedelai,
dan sereal atau jus yang difortifikasi vitamin D.
10. Vitamin E
Vitamin E bertugas melindungi sel dari kerusakan, memperkuat sistem
kekebalan tubuh, serta baik untuk kesehatan kulit dan mata. Bayi
membutuhkan sekitar 4-5 mg vitamin E setiap harinya. Buah alpukat, mangga,
kiwi, dan sayuran, seperti bayam dan brokoli, adalah sumber vitamin E yang
baik untuk dikonsumsi Si Kecil.
a. Farmakodinamik Obat
Vitamin E berperan sebagai antioksidan dan dapat melindungi kerusakan
membrane biologis akibat radikal bebas. Vitamin E melindungi asam
lemak tak jenuh pada membrane fosfolipid. Radikal peroksil bereaksi
1000 kali lebih cepat dengan vitamin E daripada dengan asam lemak tak
jenuh dan membentuk radikal tokoferoksil. Radikal ini selanjutnya
berinteraksi dengan antioksidan yang lain seperti vitamin C yang akan
membentuk kembali tokoferol. Vitamin E juga penting untuk melindungi
membrane sel 9 darah merah yang kaya asam lemak tak jenuh ganda dari
kerusakan akibat oksidasi. Vitamin ini berperan dalam melindungi
lipoprotein dari LDL teroksidasi dalam sirkulasi. LDL teroksidasi ini
memegang peranan penting dalam menyebabkan aterosklerosis. Selain
efek antioksidan, vitamin E juga berperan mengatur proliferasi sel otot
polos pembuluh darah, menyebabkan vasodilatasi dan menghambat baik

14
aktivasi trombosit maupun adhesi lekosit. Vitamin E juga melindungi β-
karoten dari oksidasi (Dewoto 2007).
b. Farmakokinetik Obat
Vitamin E diabsorpsi baik melalui saluran pencernaan. Beta-lipoprotein
mengikat vitamin E dalam darah dan mendistribusikan ke semua jaringan.
Kadar plasma sangat bervariasi diantara individu normal, dan berfluktuasi
tergantung kadar lipid. Rasio vitamin E terhadap lipid total dalam plasma
digunakan untuk memperkirakan status vitamin E. Nilai di bawah 0,8
mg/g menunjukkan keadaan defisiensi. Pada umumnya kadar tokoferol
plasma lebih berhubungan dengan asupan dan gangguan absorpsi lemak
pada usus halus daripada ada tidaknya penyakit. Vitamin E sukar melalui
sawar plasenta sehingga bayi baru lahir hanya mempunyai kadar tokoferol
plasma kurang lebih seperlima dari kadar tokoferol plasma ibunya. ASI
mengandung α-tokoferol yang cukup bagi bayi. Ekskresi vitamin sebagian
besar dilakukan dalam empedu secara lambat dan sisanya diekskresi
melalui urin sebagai glukoronida dari asam tokoferonat atau metabolit lain
(Kamiensky, Keogh 2006; Dewoto 2007).
c. Indikasi
Pemberian vitamin E hanya diindikasikan pada keadaan defisiensi yang
dapat terlihat sari kadar serum yang rendah dan atau peningkatan fragilitas
eritrosit terhadap hydrogen peroksida. Hal ini dapat terjadi pada bayi
premature, pada pasien dengan sindrom malabsorpsi dan steatore, dan
penyakit dengan gangguan absorpsi lemak. Penggunaan vitamin E untuk
penyakit yang mirip dengan keadaan yang timbul akibat defisiensi vitamin
E seperti distrofia otot, abortus habitualis, sterilitas, dan toxemia
gravidarum hasilnya mengecewakan (Dewoto 2007).
11. Vitamin K
Vitamin K membantu proses pembekuan darah dan mempercepat proses
penyembuhan luka. Bayi memerlukan sekitar 5-10 mcg vitamin K setiap
harinya. Vitamin untuk bayi yang satu ini bisa ditemukan pada bayam,
brokoli, kembang kol, kol, ikan, hati, daging, dan telur. Kebutuhan vitamin

15
untuk bayi umumnya sudah bisa terpenuhi jika ia mendapatkan MPASI yang
bergizi dan beraneka ragam. Namun jika diperlukan, Bunda juga bisa
memberikan suplemen vitamin kepada Si Kecil. Namun, Bunda perlu
berkonsultasi dulu dengan dokter anak, agar jenis dan dosis suplemen yang
diberikan sesuai dengan kebutuhan Si Kecil.
12. Zinc
Zinc merupakan mineral yang dibutuhkan untuk menurunkan angka kejadian
diare, pneumonia (infeksi paru), serta penyakit infeksi lainnya. Pemberian
zinc dilakukan secara rutin pada bayi usia 6-23 bulan selama minimal 2 bulan,
setiap 6 bulan sekali.
a. Farmakodinamik Obat
Absorpsi Zn dipercepat oleh ligand berat molekul rendah yang berasal dari
pancreas. Kurang lebih 20-30% Zn per oral diabsorpsi terutama pada
duodenum dan usus halus bagian proksimal. Jumlah Zn yang diabsorpsi
tergantung pada berbagai factor termasuk sumbernya. Zn yang berasal dari
hewan pada umumnya diabsorpsi lebih baik daripada yang berasal dari
tumbuhan. Hal ini disebabkan adanya fitat dan serat tumbuhan yang
mengikat Zn pada usus sehingga tidak dapat diabsorpsi. Fosfat, besi, Cu,
Pb, cadmium, dan kalsium juga menghambat absorpsi Zn. Sebaliknya
absorpsi Zn meningkat pada masa kehamilan. Hal ini dikarenakan oleh
kortikosteroid dan endotoksin. Dosis Zn yang lebih besar dari 150 mg
dapat menyebabkan kekurangan tembaga, menurunkan HDL kolesterol,
dan memperlemah respon imun pasien (Dewoto 2007).
b. Farmakokinetik Obat
Zn didistribusikan ke seluruh tubh dan kadar tertinggi didapatkan pada
koroid mata, spermatozoa, rambut, kuku, tulang, dan prostat. Di dalam
plasma sebagian besar Zn terikat pad protein terutama pada albumin, α-2
makroglobulin, dan transferin. Ekskresi Zn terutama melalui 11 feses
sejumlah kurang lebih dua pertiga dari asupan Zn. Sekitar 2% diekskresi
di urin. Kehilangan Zn dalam jumlah besar dapat terjadi akibat diare atau
keluarnya cairan dari fistula. Zn menghambat absorpsi dari tetrasiklin

16
(antibiotic) dan oleh karena itu sebaiknya tidak diminum bersamaan
dengan antibiotic. Pasien harus menunggu dua jam setelah meminum
antibiotic sebelum mengkonsumsi Zn (Dewoto 2007).
c. Indikasi
Pemberian Zn secara rasional adalah pada pasien dengan defisiensi Zn.
Defisiensi ini terjadi akibat asupan yang tidak cukup misalnya pada oang
tua, alkoholisme dengan sirosis, dan gizi buruk; absorpsi yang kurang
misalnya pada sindrom malabsorpsi, fibrosis kistik, meningkatnya
ekskresi Zn pada pasien anemia sickle cell, luka bakar yang luas, fistula
yan mengeluarkan cairan; atau pada pasien dengan gangguan metabolism
bawaan misalnya akrodermatitis enteropatik. Defisiensi Zn pada ibu hamil
mungkin dapat menyebabkan efek teratogenik. Disfungsi kelamin dan
impoten yang terjadi pada pasien penyakit ginjal sebagian dapat diatasi
dengan pemberian Zn.
d. Dosis
RDA: Bayi < 12 bulan : 5 mg zink/ hari
Anak-anak 1-10 tahun : 10 mg zink/hari
Dewasa: Laki-laki :15 mg zink/hari
Perempuan : 12 mg zink/hari(Lacy et al, 2004)
Diare pada anak-anak 10 sampai 20 mg sehari selama 14 hari (Sweetman,
2009).
13. Yodium
Yodium merupakan mineral yang dibutuhkan untuk pertumbuhan berat dan
tinggi badan serta perkembangan kecerdasan otak. Data Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) 2013 menunjukkan akses rumah tangga di Indonesia
terhadap garam beryodium baru 77,1 persen. Karena itu, WHO
merekomendasikan pemberian suplemen yodium hanya diberikan pada bayi
dan anak yang rentan kekurangan yodium.
14. Lacto B
Lacto-B adalah probiotik bentuk bubuk yang memiliki fungsi utama untuk
membantu mempercepat penyembuhan diare pada anak-anak. Selain itu,

17
probiotik juga dapat digunakan untuk mencegah diare akibat penggunaan
antibiotik dan mengurangi gejala intoleransi laktosa seperti diare, kram perut,
dan perut kembung. Dalam salah satu penelitian, probiotik juga dapat
memperbaiki konstipasi (dr. Tjin, 2018). Lacto-B memiliki komponen utama
bakteri yang baik untuk saluran pencernaan, yaitu Lactobacillus acidophilus,
Bifidobacterium longum, dan Streptococcus thermophilus. Dalam satu sachet
Lacto-B mengandung 10 juta bakteri hidup. Selain mengandung bakteri baik
pendukung pencernaan, Lacto-B juga mengandung berbagai vitamin dan
bahan lainnya, yaitu:
a. Vitamin C sebanyak 10 mg.
b. Vitamin B1 sebanyak 0,5 mg.
c. Vitamin B2 sebanyak 0,5 mg.
d. Vitamin B6 sebanyak 0,5 mg.
e. Niasin sebanyak 2 mg.
f. Protein sebanyak 0,02 gram.
g. Lemak sebanyak 0,1 gram.
h. Energi total yang dikandung oleh Lacto-B sebesar 3,4 kalori.
15. Ondansetron
Ondansetron adalah obat yang digunakan untuk mencegah serta mengobati
mual dan muntah yang bisa disebabkan oleh efek samping kemoterapi,
radioterapi, atau operasi. Obat ini hanya boleh dikonsumsi dengan resep
dokter. a. Farmakodinamik
Mekanisme kerja obat ini sebenarnya belum diketahui dengan pasti. Meskipun
demikian yang saat ini sudah diketahui adalah bahwa Ondansetron bekerja
sebagai antagonis selektif dan bersifat kompetitif pada reseptor 5HT3, dengan
cara menghambat aktivasi aferen-aferen vagal sehingga menekan terjadinya
refleks muntah. Pemberian sitostatika (kemoterapi) dan radiasi dapat
menyebabkan pelepasan 5HT dalam usus halus yang merupakan awal
terjadinya refleks muntah karena terjadi aktivasi aferen-aferen vagal melalui
reseptor 5 HT3. Aktivasi aferenaferen vagal juga dapat menyebabkan
pelepasan 5HT pada daerah psotrema otak yang terdapat di dasar ventrikel 4.

18
Hal ini merangsang terjadinya efek muntah melalui mekanisme sentral. Jadi
efek ondansentron dalam pengelolaan mual muntah yang disebabkan
sitostatika (kemoterapi) dan radioterapi bekerja sebagai antagonis reseptor
5HT3 pada neuronneuron yang terdapat pada sistem syaraf pusat dan sistem
syaraf tepi. b. Farmakokinetik
Setelah pemberian per oral, Ondansetron yang diberikan dengan dosis 8 mg
akan diserap dengan cepat dan konsentrasi maksimum (30 ng / ml) dalam
plasma dicapai dalam waktu 1,5 jam. Konsentrasi yang sama dapat dicapai
dalam 10 menit dengan pemberian Ondansetron 4 mg i.v. Bioavalibilitas oral
absolut Ondansetron sekitar 60%. Kondisi sistemik yang setara juga dapat
dicapai melalui pemberian secara i.m atau i.v. Waktu paruhnya sekitar 3 jam.
Volume distribusi dalam keadaan statis sekitar 140 L. Ondansetron yang
berikatan dengan protein plasma sekitar 70 – 76%. Ondansetron
dimetabolisme sanagt baik di sistem sirkulasi, sehingga hanya kurang dari 5 %
saja yang terdeteksi di urine.
c. Indikasi
1) Mencegah dan mengobati mual-muntah akut pasca bedah (PONV).
2) Mencegah dan mengobati mual-muntah pasca kemoterapi pada penderita
kanker.
3) Mencagah dan mengobati mual-muntah pasca radioterapi pada penderita
kanker.
d. Kontra Indikasi
Pasien hipersensitif terhadap Ondansetron
e. Interaksi Obat
Karena Ondansetron dimetabolisme oleh enzim metabolik sitokrom P-450,
perangsangan dan penghambatan terhadap enzim ini dapat mengubah
klirens dan waktu paruhnya. Pada penderita yang sedang mendapat
pengobatan dengan obat-obat yang secara kuat merangsang enzim
metabolisme CYP3A4 (seperti Fenitoin, Karbamazepin dan Rifampisin),
klirens Ondansetron akan meningkat secara signifikan, sehingga
konsentrasi dalam darah akan menurun.

19
f. Peringatan dan Perhatian
Ondansetron sebaiknya tidak digunakan pada wanita hamil, khususnya
pada trimester I, kecuali jika terdapat resiko yang lebih berat pada bayi
akibat penurunan berat badan ibu. Ondansetron dieksresi pada air susu ibu,
sehingga dianjurkan untuk tidak diberikan pada ibu menyusui.
16. Metilxantin
Apne idiopatik pada bayi prematur terjadi tanpa faktor predisposisi yang
teridentifikasi. Insidens apne idiopatik bervariasi, berbanding terbalik dengan
usia gestasi. Awitan apneidiopatik biasanya terjadi pada hari kedua sampai
hari ketujuh kehidupan, jarang pada hari pertama. Diagnosis dibuat
berdasarkan gejala klinis. Apne pada bayi prematur yang bukan disebabkan
oleh faktor yang teridentifikasi dapat diobati dengan metilxantin (kafein,
teofilin). Metilxantin merangsang ventilasi melalui mekanisme sentral atau
dengan peningkatan kekuatan diafragma. Kafein lebih disukai daripada
teofilin karena kafein mempunyai beberapa keuntungan dan efek samping
yang lebih sedikit. Pemberian obat harus disertai monitoring konsentrasi
plasma dan klinis yang hati-hati.
a. Farmakodinamik
Seperti turunan xanthine teretilasi lainnya , theophilin keduanya adalah
1) Inhibitor phosphodiesterase nonselektif kompetitif yang meningkatkan
camp intraseluler, mengaktifkan PKA , menghambat TNF-alpha dan
menghambat sintesis leukotrien , dan mengurangi peradangan dan
imunitas bawaan.
2) Antagonis reseptor adenosin nonselektif, antagonis reseptor A1, A2,
dan A3 hampir sama, yang menjelaskan banyak efek jantungnya
a) Teofilin telah terbukti menghambat konversi fibroblast paru menjadi
TGF-beta- mediated menjadi myofibroblast pada COPD dan asma melalui
jalur camp-PKA dan menekan COL1 mrna, yang mengkode kolagen
protein.
b) Telah terbukti bahwa theophilin dapat membalikkan pengamatan klinis
dari ketidakpekaan steroid pada pasien dengan COPD dan penderita asma

20
yang merupakan perokok aktif (suatu kondisi yang mengakibatkan stres
oksidatif) melalui mekanisme yang jelas terpisah. Theophilin in vitro
dapat mengembalikan aktivitas HDAC (histone deacetylase) yang
berkurang yang disebabkan oleh stres oksidatif (yaitu, pada perokok),
mengembalikan respons steroid ke arah normal. Lebih lanjut, theophilin
telah terbukti secara langsung mengaktifkan HDAC2 .
c) ( Kortikosteroid mematikan respons inflamasi dengan memblokir
ekspresi mediator inflamasi melalui deasetilasi histone, efek yang
dimediasi melalui histone deacetylase-2 (HDAC2). Setelah dideasetilasi,
DNA dikemas kembali sehingga daerah promotor gen inflamasi tidak
tersedia untuk pengikatan faktor transkripsi seperti NF-κb yang bertindak
untuk mengaktifkan aktivitas inflamasi. Baru-baru ini ditunjukkan bahwa
stres oksidatif yang terkait dengan asap rokok dapat menghambat aktivitas
HDAC2, sehingga menghambat efek antiinflamasi kortikosteroid).
b. Farmakokinetik
i. Penyerapan
Ketika theophilin diberikan secara intravena,
biovailabilitasnya100%.
ii. Distribusi
Teofilin didistribusikan dalam cairan ekstraseluler, dalam plasenta,
dalam ASI dan dalam sistem saraf pusat. Volume distribusi adalah
0,5 L / kg. Pengikatan protein adalah 40%. Volume distribusi dapat
meningkat pada neonatus dan mereka yang menderita sirosis atau
kekurangan gizi, sedangkan volume distribusi dapat menurun pada
mereka yang mengalami obesitas .
iii. Metabolisme
Theophilin dimetabolisme secara luas di hati (hingga 70%). Ini
mengalami N- dekripsi melalui sitokrom P450 1A2. Ini
dimetabolisme oleh orde pertama paralel dan jalur Michaelis-Menten
. Metabolisme dapat menjadi jenuh (non-linear), bahkan dalam
rentang terapeutik. Peningkatan dosis kecil dapat menyebabkan

21
peningkatan konsentrasi serum yang tidak proporsional. Metilasi ke
kafein juga penting dalam populasi bayi. Perokok dan orang dengan
gangguan hati (hati) memetabolisme secara berbeda. Baik THC dan
nikotin telah terbukti meningkatkan laju metabolisme theophilin.
iv. Ekskresi
Teofilin diekskresikan tidak berubah dalam urin (hingga 10%).
Pembersihan obat meningkat pada anak-anak (usia 1 hingga 12),
remaja (12 hingga 16), perokok dewasa, perokok lanjut usia, serta
pada fibrosis kistik , dan hipertiroidisme . Pembersihan obat
menurun pada kondisi ini: lansia, gagal jantung kongestif akut,
sirosis, hipotiroidisme, dan penyakit virus demam. Waktu paruh
eliminasi bervariasi: 30 jam untuk neonatus prematur, 24 jam untuk
neonatus, 3,5 jam untuk anak usia 1 hingga 9, 8 jam untuk orang
dewasa yang tidak merokok, 5 jam untuk perokok dewasa, 24 jam
untuk mereka yang memiliki gangguan hati , 12 jam untuk mereka
dengan gagal 17 jantung kongestif NYHA kelas I-II, 24 jam untuk
mereka dengan gagal jantung kongestif NYHA kelas III-IV, 12 jam
untuk orang tua.

22
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pediatrik merupakan spesialisasi ilmukedokteran yang berkaitan dengan fisik, mental,
dan social Kesehatan anak sejak lahir sampai dewasa muda. Beberapa penyakit
memerlukan penanganan khusus pada pasien pediatrik untuk menentukan dosis obat.
Beberapa definisi yang berhubungan dengan pediatrik adalah : 1. Pediatrik : anak yang
berusia lebih muda dari 12 tahun 2. Prematur : bayi yang dilahirkan sebelum berusia 37
minggu 3. Neonatus : usia 1 hari sampai 1 bulan 4. Bayi : usia 1 bulan sampai 1 tahun 5.
Anak : usia 1 tahun sampai 11 tahun 6. Remaja : usia 12 tahun sampai 18 tahun (DITJEN
BINFAR, 2009).
Pemberian dosis pada anak bayi dan bayi premature memiliki perhitungan dosis
tersendiri, ada beberapa factor yang digunakan untuk menghitung dosis anak dari dosis
orang dewasa.
Penggunaan obat khsusu pada bayi normal dan pada bayi premature biasanya hanya
berupa vitamin A, B1, B2, B13, K, Zync, Lacto B, dan yodium. serta pada Bayi
premature ada obat bernama metil xatin yang berguna untung merangsang serta
meningkatkan kekuatan diafragma.
3.2 Saran
Demikian pembahasan dari makalah kami, semoga bermanfaat bagi pembaca dan
diharapkan dengan adanya makalah Farmakologi dengan materi “Penggunaan Obat Pada
Kondisi Khusus: Penggunaan Obat pada Anak, Bayi, dan Prematur” ini dapat menambah
wawasan dan ilmu pemgetahuan bagi para pembaca dan teman-teman semua. Serta, dapat
dijadikan bahan referensi dalam pembelajaran.

23
DAFTAR PUSTAKA

Makassar, Universitas Hasanuddin. (2014). Penggunaan Obat Pada Pasien Lanjut Usia.
https://studylibid.com/doc/572984/makalah-farmasi-klinik-penggunaan-obat-
pada. Diakses pada tanggal 11 April 2022.
Andry, E. (2018). Penggunaan Obat Pada Kondisi Khusus.
https://www.scribd.com/presentation/389559098/penggunaan-obat-pada-kondisi-
khusus-ppt. Diakses pada tanggal 4 April 2022.
smallcrab, online. Penggunaan Obat pada Orang dengan Kondisi Khusus.
http://www.smallcrab.com/kesehatan/816-penggunaan-obat-pada-orang-dengan-
kondisi-khusus.html. Diakses pada tanggal 11 April 2022.
Pediatri, S. (2016). Penggunaan Metilxantin pada Bayi Prematur.
https://www.researchgate.net/publication/312260697_Penggunaan_Metilxantin_p
ada_Bayi_Prematur_dengan_Apne_Idiopatik. Diakses pada tanggal 12 April
2022.
dr. Kevin Adrian. 2019. Pilihan Vitamin Untuk Bayi Beserta Fungsinya.
https://www.alodokter.com/pilihan-vitamin-untuk-bayi-beserta-fungsinya.
Diakses pada tanggal 11 April 2022.
dr. Merry Dame Cristy Pane. 2020. Ondansetron.
https://www.alodokter.com/ondansetron. Diakses pada tanggal 12 April 2022.
Penggunaan Metilxantin pada Bayi Prematur dengan Apne Idiopatik.
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/891. Diakses pada
tanggal 12 April 2022.

24

Anda mungkin juga menyukai