Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH

OBAT YANG BOLEH BAGI


IBU HAMIL

Disusun untuk memenuhi bahan usulan kenaikan pangkat

DI SUSUN OLEH :

DIAN AFRILIA, A.Md.Keb

NIP. 198904102011012015

PUSKESMAS KAMPUNG GUCI

DINAS KESEHATAN KABUPATEN PADANG PARIAMAN

JULI – DESEMBER 2022


KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan
karunia-Nya juga kita dapat mengetahui dan menyelesaikan makalah yang berjudul
“Obat yang Boleh bagi Ibu Hamil”. Dan tak lupa kami ucapkan banyak terima
kasih kepada Kepala Puskesmas Kampung Guci yang telah memberi masukan dalam
pembuatan makalah ini.
Kami berharap semoga dengan makalah ini kita semua lebih memahami isi
yang terkandung di dalamnya dan semoga dapat digunakan bahan usulan kenaikan
pangkat ke jenjang yang lebih tinggi.
Demikianlah makalah ini kami buat, kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini dimasa
mendatang apabila ada kesalahan dalam pembuatan resume ini kami mohon maaf
dan kepada Allah kami mohon ampun.
Wassalam.

Kampung Guci, 4 Oktober 2022

Dian Afrilia, A.Md.Keb

NIP. 198904102011012015

ii
PERNYATAAN PERSETUJUAN

Judul Makalah : OBAT YANG BOLEH BAGI IBU HAMIL

Nama : Dian Afrilia, A.Md.Keb

NIP : 198904102011012015

Pangkat/Gol : Penata Muda Tk.I/ III.b

Jabatan : Bidan Mahir

Makalah ini telah disetujui dan disusun untuk memenuhi DUPAK Periode Juli s/d
Desember 2022.

Kampung Guci, 12 Juli 2022

Kepala Puskesmas

SYAMSIMAR. SKM
NIP. 196702211990032003

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................
..............................................................................................................................i

KATA PENGANTAR.........................................................................................
.............................................................................................................................ii

PERNYATAAN PERSETUJUAN.....................................................................
............................................................................................................................iii

DAFTAR ISI........................................................................................................
............................................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .............................................................................


....................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................
....................................................................................................2
1.3 Tujuan ..........................................................................................
....................................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Proses Kehamilan.........................................................................


....................................................................................................3
2.2 Teratogenik ..................................................................................
....................................................................................................4
2.3 Teratologi pada manusia...............................................................
....................................................................................................4
2.4 Kerja Obat Teratogenik................................................................
....................................................................................................5
2.5 Aksi Mekanisme...........................................................................
....................................................................................................6

iv
2.6 Klasifkasi FDA tentang obat yang mempunyai efek terhadap
janin..............................................................................................
....................................................................................................7

BAB III PEMBAHASAN................................................................................


9

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan...................................................................................
..................................................................................................31
4.2 Saran ............................................................................................
..................................................................................................31

DAFTAR PUSTAKA

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kehamilan merupakan proses fisiologi yang perlu dipersiapkan
oleh wanita dari pasangan subur agar dapat dilalui dengan aman. Selama
masa kehamilan, ibu dan janin adalah unit fungsi yang tak terpisahkan.
Kesehatan ibu hamil adalah persyaratan penting untuk fungsi optimal dan
perkembangan kedua bagian unit tersebut.
Selama kehamilan, seorang ibu dapat mengalami berbagai keluhan
atau gangguan kesehatan yang membutuhkan obat. Penggunaan obat pada
Ibu hamil dapat beresiko bagi ibu hamil dan janin. Banyak ibu hamil
menggunakan obat dan suplemen pada periode organogenesis sedang
berlangsung sehingga risiko terjadi cacat janin lebih besar. Sedangkan
kebanyakan obat yang dipasarkan tidak diteliti efek sampingnya kepada
Ibu hamil dan janin.
Beberapa obat yang dapat melintasi plasenta, maka penggunaan
obat pada wanita hamil perlu berhati-hati. Dalam plasenta obat
mengalami proses biotransformasi, mungkin sebagai upaya perlindungan
dan dapat terbentuk senyawa antara yang reaktif, yang bersifat
teratogenik/dismorfogenik. Obat-obat teratogenik atau obat-obat yang
dapat menyebabkan terbentuknya senyawa teratogenik dapat merusak
janin dalam pertumbuhan.
Jadi harus diingat bahwa obat yang diberikan selama kehamilan
harus untuk kepentingan ibu tanpa menghasilkan komplikasi yang tidak
diinginkan. Beberapa obat dapat memberi risiko bagi kesehatan ibu, dan
dapat memberi efek pada janin juga. Selama trimester pertama, obat dapat
menyebabkan cacat lahir (teratogenesis), dan risiko terbesar adalah
kehamilan 3-8 minggu. Selama trimester kedua dan ketiga, obat dapat
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan secara fungsional pada
janin atau dapat meracuni plasenta.

1
Obat cenderung dikelola sendiri atau diresepkan oleh praktisi
kesehatan selama kehamilan. Cerdas menggunakan obat selama kehamilan
mengharuskan praktisi kesehatan memahami interaksi antara obat-obatan
dan kehamilan sehingga menghindari penggunaan sembarangan obat
dengan konsekuensi teratogenik seperti tragedi thalidomide. Perubahan
fisiologi selama kehamilan dapat berpengaruh terhadap kinetika obat
dalam ibu hamil dan menyusui yang kemungkinan berdampak terhadap
perubahan respon ibu hamil terhadap obat yang diminum.
Dengan demikian, perlu pemahaman yang baik mengenai obat apa
saja yang relatif tidak aman hingga harus dihindari selama kehamilan
ataupun menyusui agar tidak merugikan ibu dan janin yang dikandung
ataupun bayinya. Untuk memberikan pengetahuan mengenai penggunaan
obat pada ibu hamil, maka farmasis perlu dibekali pedoman dalam
melaksanakan pelayanan kefarmasian bagi ibu hamil dan menyusui.

1.2 Rumusan Masalah


Dalam penulisan makalah ini terdapat beberapa rumusan masalah
diantaranya:
1. Pengertian proses kehamilan?
2. Tujuan mengetahui obat yang boleh bagi ibu hamil?
3. Farmakologi kehamilan?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu:
- Untuk mengetahui obat-obat apa saja yang dapat dianjurkan terhadap
pasien ibu hamil dan menyusui

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Proses kehamilan


Proses kehamilan di dahului oleh proses pembuahan satu sel telur yang
bersatu dengan sel spermatozoa dan hasilnya akan terbentuk zigot. Zigot mulai
membelah diri satu sel menjadi dua sel, dari dua sel menjadi empat sel dan
seterusnya. Pada hari ke empat zigot tersebut menjadi segumpal sel yang sudah
siap untuk menempel / nidasi pada lapisan dalam rongga rahim (endometrium).
Kehamilan dimulai sejak terjadinya proses nidasi ini. Pada hari ketujuh gumpalan
tersebut sudah tersusun menjadi lapisan sel yang mengelilingi suatu ruangan yang
berisi sekelompok sel di bagian dalamnya.
Sebagian besar manusia, proses kehamilan berlangsung sekitar 40 minggu (280
hari) dan tidak lebih dari 43 minggu (300 hari). Kehamilan yang berlangsung
antara 20 – 38 minggu disebut kehamilan preterm, sedangkan bila lebih dari 42
minggu disebut kehamilan postterm. Menurut usianya, kehamilan ini dibagi
menjadi 3 yaitu kehamilan trimester pertama 0 – 14 minggu, kehamilan trimester
kedua 14 – 28 minggu dan kehamilan trimester ketiga 28 – 42 minggu.
Gangguan pada kehamilan
 Mual dan muntah
 Liur melimpah
 Tekanan pada dada
 Lemah dan pusing
 Sariawan
 Gangguan buang air besar
 Varises
 Wasir atau ambeien
 Kejang kaki
 Keputihan

3
2.2 Teratogenik
Prinsip-prinsip dari teratologi yang diajukan oleh James Wilson pada
tahun 1959 dan dalam bukunya monografi Lingkungan dan Lahir Cacat. Prinsip-
prinsip panduan studi dan pemahaman tentang agen teratogenik dan pengaruhnya
terhadap organisme berkembang:
1. Kerentanan terhadap teratogenesis tergantung pada genotipe konsepsi dan
cara dimana ini berinteraksi dengan faktor lingkungan yang merugikan.
2. Kerentanan terhadap teratogenesis bervariasi dengan tahap perkembangan
pada saat terkena pengaruh yang merugikan. Ada periode kritis dari
kerentanan terhadap agen dan sistem organ terpengaruh oleh agen ini.
3. Agen teratogenik bertindak dengan cara tertentu pada pengembangan sel
dan jaringan untuk memulai urutan peristiwa perkembangan abnormal.
4. Akses pengaruh yang merugikan pada jaringan berkembang tergantung
pada sifat mempengaruhi. Beberapa faktor yang mempengaruhi
kemampuan teratogen untuk kontak konsepsi berkembang, seperti sifat
dari agen itu sendiri, rute dan tingkat eksposur ibu, laju perpindahan
plasenta dan penyerapan sistemik, dan komposisi genotipe ibu dan
embrio / janin.
5. Ada empat manifestasi pengembangan menyimpang (Kematian,
malformasi, Retardasi Pertumbuhan dan Cacat Fungsional).
6. Manifestasi meningkatkan pembangunan menyimpang di frekuensi dan
gelar sebagai meningkatkan dosis dari No diamati Pengaruh Buruk Level
(NOAEL) dengan dosis memproduksi 100% Lethality (LD100).

2.3 Teratologi pada manusia


Aspek yang paling penting dalam masalah ini adalah pengaruh obat-obat
pada saat tertentu selama pembuahan sampai dengan kehamilan. Periode
pertumbuhan hasil konsepsi dibagi menjadi :
1. Periode ovum, yakni sejak saat fertilisasi sampai dengan implantasi.
2. Periode embrionik, yakni sejak minggu kedua sampai dengan minggu
kedelapan setelah fertilisasi

4
3. Periode fetal (janin), yakni setelah 8 minggu sampai dengan aterm.
Periode embrionik adalah periode yang paling kritis oleh karena saat ini
sedang dalam fase pembentukan organ-organ (organogenesis). Pada
periode fetal atau janin, terutama trimester III, pengaruh antibiotika yang
diberikan pada ibu hamil tidak akan mempengaruhi pembentukan organ
(malformasi/dismorfogenik). Pengaruh obatobatan terhadap janin
berkaitan dengan jumlah bahan didalam peredaran darah (serum), absorbsi
dalam usus, metabolisme, ikatan dengan protein (protein binding),
penyimpanan dalam sel, uuran molekul dan kelarutan bahan tersebut
dalam lemak yang merupakan faktor yang menentukan kemampuan obat
untuk menembus barier plasenta. Beberapa jenis obat memang telah
diketahui memberikan efek teratogenik pada dosis yang relatif rendah pada
saat yang tepat misalnya alkohol, thalidomide, antagonis asam folat dan
lain-lainnya, akan tetapi yang penting diketahui adalah bahwa pemakaian
obat-obat tersebut meskipun mempunyai efek teratogenik bila diberikan
setelah periode yang kritis tersebut tidak lagi memberikan kelainan-
kelainan.

2.4 Kerja Obat Teratogenik.


Penggunaan obat pada saat perkembangan janin dapat mempengaruhi
struktur janin pada saat terpapar. Thalidomid adalah contoh obat yang besar
pengaruhnya pada perkembangan anggota badan (tangan, kaki) segera sesudah
terjadi pemaparan. Pemaparan ini akan berefek pada saat waktu kritis
pertumbuhan anggota badan yaitu selama minggu ke empat sampai minggu ke
tujuh kehamilan. Mekanisme berbagai obat yang menghasilkan efek teratogenik
belum diketahui dan mungkin disebabkan oleh multi factor,yaitu:
1. Obat dapat bekerja langsung pada jaringan ibu dan juga secara tidak
langsung mempengaruhi jaringan janin.
2. Obat mungkin juga menganggu aliran oksigen atau nutrisi lewat plasenta
sehingga mempengaruhi jaringan janin.

5
3. Obat juga dapat bekerja langsung pada proses perkembangan jaringan
janin, misalnya vitamin A (retinol) yang memperlihatkan perubahan pada
jaringan normal. Dervat vitamin A (isotretinoin, etretinat) adalah
teratogenik yang potensial.
4. Kekurangan substansi yang esensial diperlukan juga akan berperan pada
abnormalitas. Misalnya pemberian asam folat selama kehamilan dapat
menurunkan insiden kerusakan pada selubung saraf , yang menyebabkan
timbulnya spina bifida.

Paparan berulang zat teratogenik dapat menimbulkan efek kumulatif.


Misalnya konsumsi alkohol yang tinggi dan kronik pada kehamilan , terutama
pada kehamilan trimester pertama dan kedua akan menimbulkan fetal alcohol
syndrome yang berpengaruh.

2.5 Aksi Mekanisme


Ada 6 mekanisme teratonik yang terkait dengan pengobatan :
1. Folat antagonis
2. Gangguan sel saraf kepala
3. Gangguan endokrin
4. Tekanan oksidatif
5. Gangguan pembuluh darah
6. Reseptor tertentu atau enzim yang dimediasi teratogenesis
Banyak pengobatan digolongkan sebagai kelas X yang dikaitkan dengan
sekurang-kurangnya mekanisme di bawah ini.

6
Beberapa obat dipelajari untung penggunaan semasa kehamilan &
menyusui dan sedikit petunjuk yang tersedia bagi dokter dan pasien. Dengan
demikian sebagian besar obat yang digunakan off label selama kehamilan.
Kebanyakan monograf produk menyarankan bahwa obat tidak boleh digunakan
selama kehamilan atau menyusui. Untuk alasan seperti biaya & pengadilan,
perusahaan farmasi tidak menangani kehamilan. Informasi tentang disposisi obat
selama kehamilan biasanya diperoleh pasca-persetujuan dan melalui pelaporan
ADR secara sukarela.

2.6 Klasifkasi FDA tentang obat yang mempunyai efek terhadap janin.
Pada tahun 1979, FDA merekomendasikan 5 kategori obat yang kemungkinan
berefek terhadap janin.yaitu:
1. Obat yang sudah pernah diujikan pada manusia hamil dan terbukti tidak
ada risiko terhadap janin dalam rahim. Obat golongan ini aman untuk
dikonsumsi oleh ibu hamil (vitamin)
2. Obat yang sudah diujikan pada binatang dan terbukti ada atau tidak ada
efek terhadap janin dalam rahim akan tetapi belum pernah terbukti pada
manusia. Obat golongan ini bila diperlukan dapat diberikan pada ibu hamil
(Penicillin).
3. Obat yang pernah diujikan pada binatang atau manusia akan tetapi dengan
hasil yang kurang memadai. Meskipun sudah dujikan pada binatang

7
terbukti ada efek terhadap janin akan tetapi pada manusia belum ada bukti
yang kuat . obat golongan ini boleh diberikan pada ibu hamil apabila
keuntungannya lebih besar dibanding efeknya terhadap jani
(Kloramfenicol, Rifampisin, PAS, INH)
4. Obat yang sudah dibuktikan mempunyai risiko terhadap janin manusia.
Obat golongan ini tidak dianjurkan untuk dikonsumsi ibu hamil. Terpaksa
diberikan apabila dipertimbangkan untuk menyelamatkan jiwa ibu
(Streptomisin, Tetrasiklin, Kanamisin).
5. Obat yang sudah jelas terbukti ada risiko pada janin manusia dan kerugian
dari obat ini jauh lebih besar daripada manfaatnya bila diberikan pada ibu
hamil, sehingga tidak dibenarkan untuk diberikan pada ibu hamil atau
yang tersangka hamil.

8
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Penggunaan Antibiotika pada Kehamilan


Penggunaan antibiotika pada kehamilan bisa dengan tujuan terapi ataupun
profilaksis. Pemilihan jenis antibiotika yang akan diberikan pada ibu hamil
seharusnya didasarkan atas uji kepekaan di laboratorium untuk menentukan secara
tepat jenis antibotika yang diperlukan dengan mempertimbangkan pula efek
toksik terhadap ibu maupun efek teratogenik terhadap janin dalam rahim. Selain
itu penentuan dosis antibiotika juga harus mempertimbangkan perubahan
farmakokinetik yang sesuai dengan perubahan fisiologik pada ibu hamil. Kondisi
fisiologik ibu hamil akan sangat menentukan apakah sebaiknya obat yang
diberikan peroral atau parenteral dan dosis yang diberikan lebih tinggi atau sama
dengan ibu yang tidak hamil. Barier plasenta merupakan salah satu perlindungan
agar janin seminimal mungkin mendapatkan efek samping obat. Dalam hal ini
harus dipertimbangkan usia hamil saat mendapatkan antibiotika, oleh karena pada
fase embrio (2-8 minggu) barier plasenta ini sangat lemah (masa kritis) dan
meningkat sampai pada puncaknya pada waktu janin usia 21-28 minggu, setelah
itu akan menurun lagi sampai aterm.

3.2 Mekanisme kerja obat anti infeksi


Mekanisme kerja obat anti infeksi terhadap mikroorganisme dapat berupa :
1. Menghambat sintesa metabolit-metabolit yang esensial, protein dan asam
nukleat.
2. Menghambat sintesa dinding sel atau membran plasma.
3. Merusak dinding sel atau membran plasma. Dilihat dari mekanisme
kerjanya maka antibiotika ini dapat mempunyai efek :

a) Bactericidal,bila menyebabkan sel mikroorganisme tersebut mati oleh karena efek obat
yang merubah, menghambat atau merusak sel mikroorganisme.
b) Bacteriostatic, bila menyebabkan pertumbuhan mikroorganisme terhenti oleh karena

9
ada hambatan terhadap metabolisme mikroorganisme.

Obat-obat ini sebagian dalam bentuk terikat dengan protein (protein


binding) atau mengalami proses metabolisme sehingga terbentuk metabolit-
metabolit yang tidak dapat menembus barier plasenta. Sebagian lagi dalam bentuk
bebas tidak terikat dengan protein dan tidak mengalami metabolisme, bentuk ini
yang mampu menembus barier plasenta.

3.3 Farmakokinetik obat-obat anti infeksi pada kehamilan

1. Famakokinetik obat -obat saat hamil jelas tidak sama dengan tidak
hamil, oleh karena adanya perubahan fisiologik pada saat hamil.
2. Perubahan-perubahan farmakokinetik saat hamil antara lain
3. Volume darah dan cairan tubuh meningkat sehingga kadar obat
dalam plasma darah akan menurun.
4. Kadar protein dalam plasma relatif rendah, akibatnya ikatan obat
dengan protein akan menurun sehingga kadar obat bebas dalam
darah akan meningkat.
5. Aliran darah ke ginjal meningkat sehingga filtrasi glumerolus akan
meningkat dan ekskresi obat melalui ginjal juga meningkat
sehingga masa aksi kerja obat dalam tubuh akan lebih singkat.
6. Kadar progesteron saat hamil meningkat, sehingga metabolisme di
hepar akan meningkat pula , hal ini mengakibatkan kadar obat
bebas dalam darah akan menurun.
7. Peristaltik menurun sehingga absorpsi melalui usus akan menurun,
dengan demikian kadar obat per oral dalam serum ibu hamil akan
lebih rendah dibanding dengan ibu yang tidak hamil. Oleh karena
itu dosis obat per oral yang diberikan pada ibu hamil relatif harus
lebih tinggi dibanding ibu tidak hamil untuk mendapatkan dosis
terapeutik dalam darah yang sama.

10
Kondisi seperti diatas menjadi masalah yang harus dipertimbangkan dalam
pemberian obat pada ibu hamil, oleh karena setiap obat yang diberikan pada ibu
hamil hampir selalu ada sebagian yang mampu menembus barier plasenta dan
masuk kedalam unit janin dalam rahim. Sebagai contoh Sulfonamide yang
diberikan pada ibu, sebanyak < 1% akan menembus barier plasenta kedalam unit
janin. Jumlah obat Xenobiotic yang mampu menembus barier plasenta tergantung
pada :

1. Jenis obat. Oleh karena jumlah obat yang terikat pada protein dan
mengalami metabolisme sangat tergantung pada jenis antibiotika yang
dipakai.
2. Dosis obat. Makin tinggi dosis yang diberikan, akan makin tinggi pula
kadar Xenobiotic yang masuk kedalam unit janin.
3. Kondisi plasenta. Pada umumnya kondisi plasenta berkaitan erat dengan
usia hamil. Proses pertumbuhan plasenta akan sempurna pada usia hamil
16-20 minggu. Pada usia hamil 21-28 minggu barier plasenta akan lebih
kuat dibanding dengan usia hamil diatas 28 minggu.
Xenobiotic yang beredar dalam unit janin seharusnya mencapai
kadar terkecil yang mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme
(Minimal Inhibitory Consentration/MIC) atau kadar terkecil yang mampu
membunuh mikroorganisme (Minimal Bactericidal Consentration/MBC)
tanpa menimbulkan risiko terhadap janin atau hasil konsepsi. Akan tetapi
hal ini yang sangat sulit dilaksanakan oleh karena

11
menentukan dosis terapeutik obat dalam tubuh janin dalam rahim belum
dilaksanakan secara rutin sedangkan MIC dan MBC ditentukan berdasarkan atas
uji kepekaan di laboratorium. Alasan lainnya adalah bahwa kemampuan obat yang
diberikan pada ibu hamil tergantung pada kondisi patologik dari jaringan yang
terinfeksi. Sebagai contoh misalnya mikroorganisme dalam kantung abses lebih
sulit dicapai oleh obat anti infeksi.
Dikatakan bahwa efek toksik atau teratogenik obat antibiotika pada janin selalu
dikaitkan dengan pemakaian obat pada usia hamil yang muda (trimester I). Setiap
pemakaian obat pada kehamilan, tanpa memandang usia hamil kemungkinan
dapat menimbulkan kelainan pada janin baik fisik maupun mental dlam tingkat
ringan sampai berat. Aminoglikosida akan menembus barier plasenta dan akan
memberikan efek toksik rata-rata 3-11% pada janin. Kelainan pada janin ini dapat
langsung dipantau dalam rahim, atau bahkan tidak jarang pula baru bisa diketahui
setelah lahir atau timbul pada masa anak-anak atau remaja.
Tabel 1. Klasifikasi (FDA) untuk antibiotika dan risikonya terhadap janin

12
13
3.4 Penggunaan klinis dan pemilihan jenis antibiotika pada kehamilan
Penggunaan antibiotika pada kehamilan bisa dengan tujuan terapi, akan tetapi bisa
juga dengan tujuan profilaksis. Untuk tujuan terapi sering dipakai pada kasus
kehamilan dengan tanda klinis adanya infeksi baik lokal maupun sistemik
misalnya kehamilan yang disertai dengan penyakit infeksi sistemik misalnya
typhoid, tuberkulose dan lain sebagainya. Sedangkan infeksi lokal misalnya
adanya tanda infeksi genetalia, vaginosis bakteri, infeksi jamur atau infeksi
intrauterin sebagai akibat suatu persalinan yang lama (partus kasep) akan tetapi
bisa juga pada kasus dengan tanda persalinan preterm yang membakat yang
diduga disebabkan oleh infeksi genetalia. Sedangkan untuk tujuan profilaksis
sering digunakan pada kasus kehamilan dengan kelainan katub jantung, ketuban
pecah dini. perdarahan pada kehamilan

dan eklamsia. Pada keadaan ini sebenarnya belum tampak adanya gejala infeksi,
akan tetapi kondisi ibu seperti ini merupakan faktor risiko untuk terjadinya infeksi
yang membahayakan ibu dan atau janin didalam rahim.

14
Pemilihan jenis antibiotika yang akan diberikan pada ibu hamil seharusnya
didasarkan atas uji kepekaan di laboratorium untuk menentukan secara tepat jenis
antibotika yang diperlukan. Dengan menggunakan tehnik kultur yang saat ini
dikerjakan, hal ini memerlukan waktu yang relatif lama sedangkan kita harus
mengejar waktu untuk segera memberikan terapi antibiotika. Pada akhirnya
seorang dokter di suatu rumah sakit harus memahami peta mikroorganisme
setempat untuk menentukan pilihan antibiotika pada ibu hamil maupun bersalin
yang memerlukan. Akan tetapi menurut beberapa peneliti dari negara maju
sebenarnya lebih banyak jenis kuman yang bisa ditemukan pada ibu hamil atau
bersalin yang mengalami infeksi. Dikemukakan sebagian besar kuman Anaerob
seperti Mycoplasma hominis, Ureaplasma urealithicum, Bacteroides dan
Gardnerella vaginalis yang memerlukan tehnik kultur yang khusus sangat
berperan pada infeksi dibidang kebidanan.
Berdasarkan kenyataan tersebut maka saat ini penggunaan antibiotika terutama
penggunaan kombinasi lebih dari satu jenis obat makin meningkat. Ditinjau dari
bidang farmakologis maka penggunaan antibiotika kombinasi ini mempunyai
beberapa keuntungan maupun kerugian.

A Keuntungan
1. Mengurangi resistensi terhadap antibiotika oleh karena dengan
menggunakan kombinasi yang sinergistik akan meningkatkan daya
kemampuan untuk membunuh mikroorganisme.
2. Mengurangi efek toksik. Hal ini berkaitan dengan dosis obat. Semakin
rendah dosis tiap jenis antibiotika akan makin rendah pula efek toksik
obat. Efek sinergistik ini akan bisa menurunkan masing-masing dosis obat
kombinasi yang diberikan.
B Kerugian
1. Biaya yang diperlukan akan lebih banyak.
2. Efek antagonis dari 2 obat atau lebih yang mempunyai mekanisme dan
titik tangkap kerja yang sama akan sangat merugikan karena mengurangi
manfaat utama dari obat.

15
3. Meningkatkan risiko reaksi allergi
3.5 Penyebaran Obat pada Wanita di masa sebelum sampai seleai kehamilan
Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi tentang
prevalensi penggunaan
resep obat pada wanita hamil di Amerika Serikat.
Desain penelitian: Sebuah studi retrospektif dilakukan dengan menggunakan
database otomatis dari 8
organisasi pemeliharaan kesehatan yang terlibat dalam Pemeliharaan Kesehatan
Jaringan Penelitian
Pusat Pendidikan dan Penelitian Therapeutics.Identifikasi terhadap wanita yang
melahirkan bayi di rumah sakit dari tanggal 1 Januari 1996, sampai dengan 31
Desember 2000. Resep obat menggunakan sesuai dengan kelas terapi dan
klasifikasi risiko Amerika Serikat Food and Drug Administration
sistem dievaluasi, dengan asumsi durasi kehamilan dari 270 hari, dengan tiga
trimester 90 hari kehamilan, dan dengan jangka waktu 90 hari sebelum kehamilan.
Penggunaan narkoba diluar perespan tidak dihitung.
Hasil: Selama periode 1996 sampai 2000, 152.531 kelahiran diidentifikasi yang
memenuhi kriteria
untuk menjadi subjek penelitian. Untuk 98.182 penyebaran (64%), obat selain
vitamin atau mineral suplemen telah ditetapkan dalam 270 hari sebelum
penyebaran: wanita 3595 (2,4%) menerima obat dari kategori A; 76.292
perempuan (50,0%) menerima obat dari kategori B; 57.604 perempuan (37,8%)
yang diterima obat dari kategori C; 7333 perempuan (4,8%) menerima obat dari
kategori D, dan 6.976 perempuan (4,6%) menerima obat dari kategori X risiko
Amerika Serikat Food and Drug Administration sistem klasifikasi. Secara
keseluruhan, 5.157 perempuan (3,4%) menerima obat kategori D, dan 1.653
perempuan (1,1%) menerima obat kategori X setelah awal prenatal kunjungan
perawatan.
Kesimpulan: Kami menemukan bahwa hampir separuh dari semua wanita hamil
menerima obat resep

16
dari kategori C, D, atau X dari klasifikasi risiko Amerika Serikat Food and Drug
Administration
sistem menyoroti pentingnya kebutuhan untuk memahami dampak dari obat-obat
ini pada
mengembangkan janin dan pada wanita hamil.

3.6 Farmakokinetik saat Kehamilan

- Absorpsi: Tingginya kadar sirkulasi progesteron memperlambat pengosongan


lambung dan meningkatkan waktu transit usus. Namun penyerapan obat lambat
tidak terjadi, kecuali untuk mendapatkan respon cepat pemberian obat dilakukan
secara parenteral. Peningkatan emesis terlihat karena morning sickness.
- Distribusi: Kehamilan disertai dengan peningkatan air tubuh total hingga 8 liter
dan 30% peningkatan volume plasma, dengan penurunan konsekuen dalam
plasma albumin karena hemodilusi. Hal ini dapat mengubah konsentrasi Vd dan
plasma dari obat yang diberikan.

17
- Metabolisme: Enzim metabolisme obat di hati diinduksi atau dirangsang selama
kehamilan, mungkin ini terjadi karena tingginya tingkat sirkulasi progesteron. Hal
ini menyebabkan degradasi metabolik yang cepat, terutama obat larut lemak.
- Ekskresi: Selama kehamilan, aliran plasma ginjal meningkat 100% dan GFR
sebesar 70%. Obat yang yang eliminasinya tergantung pada fungsi ginjal
dieliminasi lebih cepat daripada saat tidak hamil.

Selama kehamilan terjadi perubahan-perubahan fisiologi yang mempengaruhi


farmakokinetika obat. Perubahan tersebut meliputi peningkatan cairan tubuh
misalnya penambahan volume darah sampai 50% dan curah jantung sampai
dengan 30%. Pada akhir semester pertama aliran darah ginjal meningkat 50% dan
pada akhir kehamilan aliran darah ke rahim mencapai puncaknya hingga 600-700
ml/menit. Peningkatan cairan tubuh tersebut terdistribusi 60 % di plasenta, janin
dan cairan amniotik, 40% di jaringan si ibu. Perubahan volume cairan tubuh
tersebut diatas menyebabkan penurunan kadar puncak obat-obat di serum,
terutama obat-obat yang terdistribusi di air seperti aminoglikosida dan obat
dengan volume distribusi yang rendah.
Peningkatan cairan tubuh juga menyebabkan pengenceran albumin serum
(hipoalbuminemia) yang menyebabkan penurunan ikatan obat-albumin. Steroid
dan hormon yang dilepas plasenta serta obat-obat lain yang ikatan protein
plasmanya tinggi akan menjadi lebih banyak dalam bentuk tidak terikat. Tetapi
hal ini tidak bermakna secara klinik karena bertambahnya kadar obat dalam
bentuk bebas juga akan menyebabkan bertambahnya kecepatan metabolisme obat
tersebut.
Gerakan saluran cerna menurun pada kehamilan tetapi tidak menimbulkan efek
yang bermakna pada absorpsi obat. Aliran darah ke hepar relatif tidak berubah.
Walau demikian kenaikan kadar estrogen dan progesteron akan dapat secara
kompetitif menginduksi metabolisme obat lain, misalnya fenitoin atau
menginhibisi metabolisme obat lain misalnya teofilin.Peningkatan aliran darahke
ginjal dapat mempengaruhi bersihan (clearance) ginjal obat yang eliminasi nya
terutama lewat ginjal, contohnya penicilin.

18
3.7 Janin
A. Plasenta
Perpindahan obat lewat plasenta umumnya berlangsung secara difusi sederhana
sehingga konsentrasi obat di darah ibu serta aliran darah plasenta akan sangat
menentukan perpindahan obat lewat plasenta.Seperti juga pada membran biologis
lain perpindahan obat lewat plasentadipengaruhi oleh hal-hal dibawah ini.
• Kelarutan dalam lemak
Obat yang larut dalam lemak akan berdifusi dengan mudah melewati plasenta
masuk ke sirkulasi janin. Contohnya , thiopental, obat yang umum digunakan
pada dapat menyebabkan apnea (henti nafas) padabayi yang baru dilahirkan.
• Derajat ionisasi
Obat yang tidak terionisasi akan mudah melewati plasenta. Sebaliknya obat yang
terionisasi akan sulit melewati membran Contohnya suksinil kholin dan
tubokurarin yang juga digunakan pada seksio sesarea, adalah obat-obat yang
derajat ionisasinya tinggi, akan sulit melewati plasenta sehingga kadarnya di di
janin rendah. Contoh lain yang memperlihatkan pengaruh kelarutan dalam lemak
dan derajat ionisasi adalah salisilat, zat ini hampir semua terion pada pH tubuh
akan melewati akan tetapi dapat cepat melewati plasenta. Hal ini disebabkan oleh
tingginya kelarutan dalam lemak dari sebagian kecil salisilat yang tidak terion.
Permeabilitas membran plasenta terhadap senyawa polar tersebut tidak absolut.
Bila perbedaan konsentrasi ibu-janin tinggi, senyawa polar tetap akan melewati
plasenta dalam jumlah besar.
• Ukuran molekul
Obat dengan berat molekul sampai dengan 500 Dalton akan mudah melewati pori
membran bergantung pada kelarutan dalam lemak dan derajat ionisasi. Obat-obat
dengan berat molekul 500-1000 Dalton akan lebih sulit melewati plasenta dan
obat-obat dengan berat molekul >1000 Dalton akan sangat sulit menembus
plasenta. Sebagai contoh adalah heparin, mempunyai berat molekul yang sangat
besar ditambah lagi adalah molekul polar, tidak dapt menembus plasenta sehingga
merupakan obat antikoagulan pilihan yang aman pada kehamilan.

19
• Ikatan protein.
Hanya obat yang tidak terikat dengan protein (obat bebas) yang dapat melewati
membran. Derajat keterikatan obat dengan protein, terutama albumin, akan
mempengaruhi kecepatan melewati plasenta. Akan tetapi bila obat sangat larut
dalam lemak maka ikatan protein tidak terlalu mempengaruhi, misalnya beberapa
anastesi gas. Obat-obat yang kelarutannya dalam lemak tinggi kecepatan melewati
plasenta lebih tergantung pada aliran darah plasenta dan dihambat oleh besarnya
ikatan dengan protein. Perbedaan ikatan protein di ibu dan di janin juga penting,
misalnya sulfonamid, barbiturat dan fenitoin, ikatan protein lebih tinggi di ibu dari
ikatan protein di janin. Sebagai contoh adalah kokain yang merupakan basa
lemah, kelarutan dalam lemak tinggi, berat molekul rendah (305 Dalton) dan
ikatan protein plasma rendah (8-10%) sehingga kokain cepat terdistribusi dari
darah ibu ke janin.
Tingkat di mana obat melintasi plasenta dan jumlah obat yang mencapai janin
1. transporter plasenta: transporter ini memompa kembali obat dari darah
janin kembali ke darah ibu, misalnya: P-gp, BCRP, MRP3.
2. Ikatan protein: juga dapat mempengaruhi tingkat dan jumlah transfer.
3. metabolisme plasenta: dapat mengkonversi obat beracun untuk metabolit
tidak beracun atau sebaliknya. Metabolisme obat di plasenta dan di janin.

Dua mekanisme yang ikut melindungi janin dari obat disirkulasi ibu adalah.

1. Plasenta yang berperan sebagai penghalang semipermiabel juga sebagai


tempat metabolisme beberapa obat yang melewatinya. Semua jalur utama
metabolisme obat ada di plasenta dan juga terdapat beberapa reaksi
oksidasi aromatik yang berbeda misalnya oksidasi etanol dan fenobarbital.
Sebaliknya , kapasitas metabolisme plasenta ini akan menyebabkan
terbentuknya atau meningkatkan jumlah metabolit yang toksik, misalnya
etanol dan benzopiren. Dari hasil penelitian prednisolon, deksametason,
azidotimidin yang struktur molekulnya analog dengan zat-zat endogen di
tubuh mengalami metabolisme yang bermakna di plasenta.

20
2. Obat-obat yang melewati plasenta akan memasuki sirkulasi janin lewat
vena umbilikal. Sekitar 40-60% darah yang masuk tersebut akan masuk
hati janin, sisanya akan langsung masuk ke sirkulasi umum janin. Obat
yang masuk ke hati janin, mungkin sebagian akan dimetabolisme sebelum
masuk ke sirkulasi umum janin, walaupun dapat dikatakan metabolisme
obat di janin tidak berpengaruh banyak pada metabolisme obat maternal.
Obat-obat yang bersifat teratogenik adalah asam lemah, misalnya
talidomid, asam valproat, isotretinoin, warfarin. Hal ini diduga karena
asam lemah akan mengubah pH sel embrio. Dan dari hasil penelitian pada
hewan menunjukkan bahwa pH cairan sel embrio lebih tinggi dari pH
plasma ibu, sehingga obat yang bersifat asam akan tinggi kadarnya di sel
embrio.

B. Durasi paparan obat


C. Karakteristik Distribusi pada jaringan janin yang berbeda
D. Tahap plasenta dan perkembangan janin pada saat paparan obat.
E. Efek obat yang digunakan pada saat kombinasi obat.

3.7 Obat-Obatan di dalam Kehamilan


Apapun yang seorang wanita hamil makan atau minum dapat memberikan
pengaruh pada janinnya. Seberapa banyak jumlah obat yang akan terpapar ke
janin tergantung dari bagaimana obat tersebut diabsorpsi (diserap), volume
distribusi, metabolisme, dan ekskresi (pengeluaran sisa obat). Penyerapan obat
dapat melalui saluran cerna, saluran napas, kulit, atau melalui pembuluh darah
(suntikan intravena). Kehamilan sendiri mengganggu penyerapan obat karena
lebih lamanya pengisian lambung yang dikarenakan peningkatan hormon
progesteron. Volume distribusi juga meningkat selama kehamilan, estrogen dan

21
progesteron mengganggu aktivitas enzim dalm hati sehingga berpengaruh dalam
metabolisme obat. Ekskresi oleh ginjal juga meningkat selama kehamilan.
Faktor lain yang juga mempengaruhi adalah seberapa banyak obat melalui
plasenta (jaringan yang melekat pada rahim dan menyediakan nutrisi atau sebagai
penyaring zat- zat berbahaya bagi janin). Obat yang larut dalam lemak lebih
mudah melalui plasenta dibandingkan obat yang larut dalam air. Obat-obat dengan
berat molekul besar lebih sulit melalui plasenta. Jumlah obat yang terikat pada
plasma protein mempengaruhi jumlah obat yang dapat melalui plasenta.
Selain itu spesifisitas, dosis, waktu pemberian, fisiologi ibu, embriologi, dan
genetik juga dapat mempengaruhi. Spesifisitas dimaksudkan bahwa obat yang
berbahaya untuk janin di satu spesies belum tentu berbahaya bagi spesies lainnya,
begitu juga sebaliknya (hewan ke manusia dan sebaliknya). Dosis yang dipakai
juga penting, dosis kecil mungkin tidak memiliki pengaruh apapun, dosis sedang
menyebabkan kecacatan, dan dosis tinggi dapat menyebabkan kematian. Waktu
pemberian berkaitan dengan kelainan organ-organ. Paparan obat teratogen
(menyebabkan kecacatan) pada minggu ke 2 – 3 setelah pembuahan tidak
memiliki efek atau menimbulkan abortus (all or nothing). Periode yang rentan
dengan gangguan pembentukan organ berada pada minggu ke 3 – 8 setelah
pembuahan atau 10 minggu dari periode menstruasi terakhir. Setelah periode ini,
pertumbuhan janin ditandai dengan pembesaran organ-organ pada minggu 10 –
12. Gangguan pada periode ini dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan atau
gangguan di sistem saraf dan alat reproduksi.
Sesungguhnya semua obat dapat melalui plasenta dalam jumlah tertentu, kecuali
obat-obat dengan ion organik yang besar seperti heparin dan insulin. Transfer
plasenta aktif harus dipertimbangkan. Terapi obat tidak perlu dihentikan selama
menyusui karena jumlah yang larut di dalam ASI tidak terlalu signifikan.

Jenis obat-obatan diantaranya adalah :


1. Antibiotik dan antiinfeksi lain
2. Obat-obatan untuk saluran napas bagian atas
3. Obat-obatan untuk gangguan pencernaan

22
4. Analgesik (anti nyeri)
5. Obat-obat gangguan psikiatri
6. Vitamin dan mineral
7. Obat-obatan Narkotik
8. Anti kejang
9. Obat sakit kepala
10. Obat anti kanker
11. Antikoagulan (pembekuan darah)
12. Obat Anti Hipertensi

1. Antibiotik dan antiinfeksi lain

a) Penisilin
Turunan penisilin, termasuk diantaranya amoksisilin dan ampisilin
memiliki batas keamanan yang cukup luas dan toksisitas (keracunan) yang sedikit
baik bagi ibu maupun janin. Penisilin adalah golongan ß-laktam yang
menghambat pembentukan dinding sel bakteri. Penisilin dipakai untuk berbagai
macam infeksi bakteri. Ampisilin dan amoksisilin baik untuk pengobatan infeksi
saluran kemih. Sefalosporin juga aman dan digunakan untuk pengobatan infeksi
saluran kemih, pielonefritis (infeksi ginjal), dan gonorea. Penisilin aman
digunakan selama menyusui
b) Klindamisin :Klindamisin adalah golongan makrolida, digunakan pada
infeksi bakteri anaerob dan aman untuk wanita menyusui.
c) Tetrasiklin :Dapat mengakibatkan pewarnaan pada gigi janin.
d) Metronidazol
Metronidazol menghambat sintesis protein bakteri. Digunakan untuk
trikomonas dan bakterial vaginosis. Aman digunakan pada wanita menyusui
e) Aminoglikosida
Aminoglikosida menghambat sintesis protein bakteri. Digunakan untuk
mengatasi pielonefritis (radang pada ginjal). Bila dikonsumsi wanita hamil dapat
menyebabkan ototoksisitas (gangguan pada telinga) yang berakibat gangguan

23
pendengaran. Aman pada bayi yang disusui karena hanya sedikit jumlah obat
yang melalui air susu

f) Trimetoprim-sulfametoksazol
Kombinasi ini (Bactrim) menghambat metabolisme asam folat dan baik
untuk mengobati infeksi saluran kemih. Beberapa penelitian mengemukakan
bahwa penggunaan bactrim pada triwulan pertama berkaitan dengan sedikit
peningkatan risiko kecacatan pada janin, terutama jantung dan pembuluh darah.
Selain itu, bactrim dapat menyebabkan hiperbilirubinemia (peningkatan kadar
bilirubin pada tubuh) sehingga berakibat kernikterus (kuning) pada bayi.
Antibiotik ini aman untuk wanita menyusui
g) Eritromisin
Eritromisin dan azitromisin menghambat sintesis protein bakteri. Dapat
digunakan pada wanita menyusui
h) Antivirus
Acylovir tidak menimbulkan kecacatan pada janin berdasarkan penelitian
pada 601 wanita hamil yang mengkonsumsi acyclovir. The Centers for Disease
Control and Prevention (CDC) merekomendasikan bahwa acyclovir aman
digunakan pada wanita hamil yang mengalami papaparan terhadap penyakit yang
disebabkan oleh virus (herpes, hepatitis, varisela <cacar>).
Untuk tatalaksana penyakit HIV / AIDS menggunakan NRTIs (zidovudin) dan
NNRTIs aman dikonsumsi oleh wanita hamil. Sedangkan Protease Inhibitor (Pis)
belum diteliti lebih lanjut.
2. Obat-obatan untuk saluran napas bagian atas
Keluhan pada saluran pernapasan atas seperti rinore (hidung berair), bersin-bersin,
hidung tersumbat, batuk, sakit pada tenggorok diikuti dengan lemah dan lesu
adalah keluhan yang umum dimiliki oleh wanita hamil. Flu tersebut dapat
disebabkan oleh rinovirus, koronavirus, influenza virus, dan banyak lagi. Apabila
keluhan ini murni disebabkan oleh virus tanpa infeksi tambahan oleh bakteri maka

24
terapi menggunakan antibiotik tidak diperlukan. Obat-obatan yang paling sering
digunakan untuk mengurangi gejala yang terjadi diantaranya adalah :

a) Antihistamin
Antihistamin atau sering dikenal sebagai antialergi aman digunakan
selama kehamilan. Antihistamin yang aman termasuk diantaranya adalah
klorfeniramin, klemastin, difenhidramin, dan doksilamin. Antihistamin generasi II
seperti loratadin, setirizin, astemizol, dan feksofenadin baru memiliki sedikit data
mengenai penggunannnya selama kehamilan
b) Dekongestan
Dekongestan atau obat pelega sumbatan hidung adalah obat yang
digunakan untuk meredakan gejala flu yang terjadi. Dekongestan oral (diminum)
diantaranya adalah pseudoefedrin, fenilpropanolamin,
dan fenilepinefrin. Pada triwulan pertama pemakaian pseudoefedrin berkaitan
dengan kejadian gastroschisis karena itu sebaiknya dipikirkan alternatif
penggunaaan dekongestan topikal (hanya disemprotkan di bagian tertentu tubuh,
hidung) pada triwulan pertama
c) Pereda Batuk
Kodein dan dekstrometorfan adalah obat pereda batuk yang paling umum
digunakan. Kebanyakan obat flu aman dikonsumsi selama menyusui
Asma merupakan penyakit saluran pernapasan atas yang kronik (jangka waktu
lama) ditandai dengan peradangan pada saluran napas dan hipereaktivitas dari
bronkus (lendir banyak keluar). Terapi asma dimulai dengan mengurangi paparan
terhadap lingkungan yang membuat asma menjadi kambuh. Semua wanita hamil
sebaiknya memperoleh vaksinasi influenza. Obat-obatan asma diantaranya
adalah :
d) Glukokortikoid
Inhalasi glukokortikoid (cara pemasukan obat melalui pernapasan, diuap)
dilaporkan tidak menyebabkan kecacatan dan dapat digunakan selama menyusui.

25
Glukokortikoid sistemik (diminum dengan reaksi pada seluruh tubuh)
meningkatkan risiko bibir sumbing sebanyak 5 kali dari normal.

e) Teofilin :Tidak menyebabkan kecacatan pada janin dan aman digunakan


selama menyusui
f) Sodium Kromolin :Tidak menyebabkan kecacatan pada janin dan aman
digunakan selama menyusui

Obat-obatan untuk gangguan pencernaan


Keluhan pada saluran cerna merupakan keluhan yang umum pada wanita
hamil, termasuk diantaranya adalah mual, muntah, hiperemesis gravidarum,
intrahepatik kolestasis dalam kehamilan, dan Inflammatory Bowel Disease. Terapi
menggunakan obat diantaranya adalah :
Antihistamin. Aman dikonsumsi oleh wanita hamil.
Agen antidopaminergik. Beberapa obat antidopaminergik seperti proklorperazin,
metoklopramid, klorpromazin, dan haloperidol aman dikonsumsi oleh wanita
hamil
Obat-obatan lain. Antasid, simetidin, dan ranitidin aman dikonsumsi wania hamil
dan menyusui. Penghambat pompa proton tidak direkomendasikan untuk wanita
hamil. Misoprostol kontraindikasi untuk kehamilan
4. Analgesik
Analgesik atau dikenal dengan anti nyeri terbagi atas kategori antiinflamasi
nonsteroid dan kategori opioid.
Antiinflamasi nonsteroid (NSAIDs)
Aspirin adalah golongan NSAIDs yang bekerja dengan menghambat
enzim untuk pembuatan prostaglandin. Perhatian lebih diperlukan pada konsumsi
aspirin melebihi dosis harian terendah karena obat ini dapat melalui plasenta.
Pemakaian aspirin pada triwulan pertama berkaitan dengan peningkatan risiko
gastroschisis. Dosis aspirin tinggi berhubungan dengan abruptio plasenta (plasenta

26
terlepas dari rahim sebelum waktunya). The World Health Organization (WHO)
memiliki perhatian lebih untuk konsumsi aspirin pada wanita menyusui.
Indometasin dan ibuprofen merupakan NSAIDs yang sering digunakan.

NSAIDs jenis ini dapat mengakibatkan konstriksi (penyempitan) dari arteriosus


duktus fetalis (pembuluh darah janin) selama kehamilan sehingga tidak
direkomendasikan setelah usia kehamilan memasuki minggu ke – 32.Penggunaan
obat ini selama triwulan pertama mengakibatkan oligohidramnion (cairan ketuban
berkurang) atau anhidramnion (tidak ada cairan ketuban) yang berkaitan dengan
gangguan ginjal janin. Obat ini dapat digunakan selama menyusui.

Asetaminofen banyak digunakan selama kehamilan. Obat ini dapat melalui


plasenta namun cenderung aman apabila digunakan pada dosis biasa.
Asetaminofen dapat digunakan secara rutin pada semua triwulan untuk meredakan
nyeri, sakit kepala, dan demam. Dapat digunakan untuk wanita menyusui.

Analgesik Opioid
Analgesik opioid adalah preparat narkotik yang dapat digunakan selama
kehamilan. Preparat narkotik ini dapat melalui plasenta namun tidak berkaitan
dengan kecacatan pada janin selama digunakan pada dosis biasa. Apabila
penggunaan obat ini dekat dengan waktu melahirkan, maka dapat menyebabkan
depresi pernapasan pada janin. Narkotik yang umum digunakan adalah kodein,
meperidin, dan oksikodon, semua preparat ini dapat digunakan ketika menyusui.

5. Obat-obat gangguan psikiatri


Depresi dan skizofrenia adalah gangguan psikiatri yang dapat ditemukan
selama periode reproduksi. Agen trisiklik seperti amitriptilin, desipramin, dan
imipramin digunakan untuk mengatasi depresi, kecemasan berlebih, gangguan
obsesif-kompulsif, migrain, dan masalah lain. Tidak ada bukti jelas yang
menyatakan adanya efek samping agen trisiklik pada wanita menyusui dan wanita
hamil.

27
The Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRIs) termasuk di
dalamnya fluoksetin dan fluvoksamin tidak meningkatkan risiko kecacatan pada
janin. Agen lain seperti penghambat monoamin oksidase yang digunakan untuk
mengatasi depresi belum diteliti lebih lanjut mengenai keamanannya pada wanita
hamil. Obat untuk stabilisasi mood (mood stabilizers) seperti litium, asam
valproat, dan karbamazepin dinyatakan sebagai agen teratogen (berbahaya untuk
janin). Litium tidak direkomendasikan untuk wanita menyusui. Asam valproat dan
karbamazepin berhubungan dengan peningkatan risiko neural tube defects
(gangguan pada saraf). Obat untuk mengatasi kecemasan berlebih seperti
benzodiazepin dapat meningkatkan risiko bibir sumbing. Efek pada wanita
menyusui belum diketahui namun perlu diperhatikan lebih lanjut.

6. Vitamin dan Mineral


Konsumsi multivitamin dan mineral pada umumnya diberikan untuk wanita hamil
dari tenaga kesehatan. Sudah dibuktikan berdasarkan penelitian bahwa folat dapat
mengurangi kelainan saraf. Suplementasi besi dapat meningkatkan hematokrit
ketika melahirkan dan 6 minggu pasca melahirkan. Vitamin yang terbukti
teratogen adalah vitamin A ketika dikonsumsi lebih dari 10.000 IU/hari. Vitamin
A dalam dosis ini dapat menyebabkan kelainan saraf. Apabila digunakan sebagai
suplementasi tidak lebih dari 5000 IU/hari.
7. Obat-obatan narkotik
Narkotik termasuk di dalamnya adalah opiat, kokain, atau kanabinoid.
Efek narkotika adalah hambatan pertumbuhan janin, kematian janin dalam
kandungan, dan ketergantungan pada janin. Penggunaan kokain selama kehamilan
dapat meningkatkan risiko abruptio plasenta, ketuban pecah dini, dan bayi berat
lahir rendah. Amfetamin, obat yang digunakan untuk mengatasi depresi, dapat
meningkatkan
risiko bibir sumbing.
Penggunaan obat narkotik dengan suntikan bersama dapat meningkatkan
risiko Hepatitis B atau HIV/AIDS, dimana janin dapat tertular oleh virus tersebut.

28
Sebagai tambahan, nikotin yang terkandung di dalam rokok juga dapat
menyebabkan bayi berat lahir rendah. Nikotin mengurangi aliran darah menuju
plasenta dan meningkatkan risiko kelahiran preterm, bayi berat lahir rendah, dan
kematian mendadak pada janin. Alkohol pada wanita hamil dapat menyebabkan
sindroma alkohol janin yang ditandai dengan perubahan kraniofasial (tulang
kepala dan wajah) dan gangguan kognitif. Tidak ada batas aman untuk konsumsi
alkohol selama kehamilan.
8. Anti Kejang
Epilepsi adalah penyakit gangguan saraf yang dapat terjadi selama
kehamilan. Semua obat antiepilepsi dapat melalui plasenta dan memiliki potensi
teratogen. Penelitian membuktikan bahwa obat antiepilepsi dapat menyebabkan
cacat bawaan. Fenitoin (Dilantin) dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan
janin. Karbamazepin dapat meningkatkan risiko spina bifida. Fenobarbital dapat
mengakibatkan kelainan jantung bawaan dan sumbing orofasial (bibir dan wajah).
Asam valproat memiliki risiko peningkatan 1-2% kelainan spina bifida. Obat
antiepilepsi diatas dapat digunakan selama menyusui.

9. Obat Sakit Kepala


Sakit kepala sering dialami selama kehamilan. Sumatriptan dapat
digunakan untuk mengobati sakit kepala dan tidak bersifat teratogen. Obat untuk
migrain yaitu ergotamin tidak memiliki sifat yang berbahaya bagi janin. Obat ini
dapat merangsang kontraksi rahim sehingga dapat menyebabkan prematur janin.

10. Obat anti kanker


Kanker yang paling sering dialami oleh wanita hamil adalah kanker
payudara. kanker leher rahim, limfoma, melanoma, leukimia (kanker darah), dan
kanker usus besar serta kanker indung telur. Obat kemoterapi seperti metotreksat
dapat memiliki potensi bahaya bagi janin. Obat ini dapat menyebabkan kecacatan
pada janin bila digunakan pada triwulan pertama. Selain itu, obat kemoterapi
dapat masuk ke dalam ASI sehingga menyusui tidak diperkenankan bagi ibu yang

29
menggunakan obat kemoterapi. Terapi pada wanita hamil dengan kanker harus
didiskusikan dengan tenaga kesehatan masing-masing.

11. Antikoagulan (anti pembekuan darah)


Tromboemboli (sumbatan pada pembuluh darah) merupakan salah satu
penyebab kematian tertinggi bagi wanita hamil dan setelah melahirkan.
Antikoagulan digunakan untuk mengatasi tromboemboli serta penyakit jantung
akibat kelainan katup. Penggunaan antikoagulan oral (warfarin) dapat
mengakibatkan efek teratogen pada janin. Obat ini dapat melalui plasenta dan
menekan vitamin K yang diperlukan sebagai agen pembekuan darah.
Antikoagulan lain adalah heparin yang tidak dapat melalui plasenta pada dosis
berapapun sehingga tidak bersifat teratogen. Kedua jenis antikoagulan ini dapat
digunakan selama menyusui.

12. Obat Anti Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi)


Penghambat ACE (captopril, enalapril) apabila digunakan pada triwulan
kedua dan ketiga dapat mengakibatkan disfungsi ginjal pada janin dan
oligohidramnion (berkurangnya cairan ketuban). Obat ini tidak dianjurkan selama
kehamilan. Penghambat pompa kalsium (amlodipin, diltiazem, nifedipin) dapat
mengakibatkan hipoksia janin (kekurangan oksigen) yang berkaitan dengan
hipotensi maternal (tekanan darah rendah pada ibu). Golongan penghambat β
(propranolol, labetolol) dapat menyebabkan bradikardia (denyut jantung
melambat) pada janin maupun bayi baru lahir. Golongan diuretik (asetazolamid)
dapat mengakibatkan gangguan elektrolit pada janin. Golongan ARAs dapat
mengakibatkan gangguan sistem renin-angiotensin sehingga menyebabkan
kematian pada janin.

30
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Pada umumnya obat-obatan aman untuk digunakan dalam masa
kehamilan, termasuk diantaranya antibiotik, obat untuk saluran pernapasan
atas, dan keluhan saluran cernaBeberapa obat diketahui memiliki efek
teratogen (membuat cacat pada janin), termasuk diantaranya Penghambat
ACE (obat antihipertensi), isotretinoin (obat jerawat), alkohol, antibiotik
tetrasiklin, doksisiklin, dan streptomisin, antikoagulan, litium, obat
antikejang, beberapa obat antineoplasma, vitamin A dan turunannya, obat
antitiroid, kokain, dan thalidomide. Kebanyakan obat aman untuk
digunakan dalam masa menyusui karena jumlah yang muncul di air susu
bersifat subterapeutik, sekitar 1 – 2% dari dosis ibu, kecuali litium.

4.2 Saran
Pedoman Pelayanan Farmasi untuk Ibu Hamil, merupakan suatu panduan
yang diharapkan dapat membantu para tenaga kesehatan terutama yang
bekerja di sarana pelayanan kesehatan dalam melayani ibu hamil.
Dalam rangka peningkatan pengetahuan mengenai penggunaan obat pada
ibu hamil, perlu pemahaman yang baik mengenai obat apa saja yang relatif
tidak aman hingga harus dihindari selama kehamilan ataupun menyusui
agar tidak merugikan ibu dan janin yang dikandung. Karena Perubahan

31
fisiologi selama kehamilan dan menyusui dapat berpengaruh terhadap
kinetika obat pada ibu hamil dan menyusui yang kemungkinan berdampak
terhadap perubahan respon ibu hamil terhadap obat yang diminum.

DAFTAR PUSTAKA

http://muhammadyusuffirdaus.wordpress.com/2013/02/13/ibu-hamil/
http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-10578-Chapter1.pdf

Isa ahmad dan anita hairunnisa. Panduan lengkap hamil sehat. Jakarta : Familia.

Isatriola. 2016. Senam Hamil. http://isatriola.blogspot.co.id, diakses 29 April 2017

Bandiyah, Siti , 2009. Kehamilan ,persalinan, dan gangguan kehamilan. Nuha


Medika. Yogyakarta

Mubarak, W.Iqbal. 2011. Promosi Kesehatan Untuk Kebidanan. Salemba Medika.


Jakarta

Nirwana, Ade Benih. 2011. Kapita Selekta Kehamilan. Nuha Medika. Yogyakarta

Sulistiyawati, Ari . 2009. Asuhan kebidanan pada masa kehamilan. Salemba


Medika. Jakarta

32
33
DAFTAR HADIR KEGIATAN

N
NAMA ALAMAT TANDA TANGAN
O
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Mengetahui Kampung Guci, 04 Oktober 2022


Kepala Puskesmas Kampung Guci Bidan

SYAMSIMAR. SKM DIAN AFRILIA, A.Md.Keb


NIP. 196702211990032003 NIP. 198904102011012015

1
DOKUMENTASI

Anda mungkin juga menyukai