Anda di halaman 1dari 45

PENGEMBANGAN ASUHAN NIFAS DAN MENYUSUI

“Trend Kontrasepsi Pasca Persalinan Terkini”

Tugas Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengembangan Asuhan


Nifas dan Menyusui

Pengampu : Dr. Muhammad Alamsyah, dr., SpOG(K).

Disusun Oleh:
1. Fauzah Colashotul I’anah (131020180515)
2. Dyah Retnoningrum (131020180519)

PROGRAM STUDI MAGISTER KEBIDANAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PADJAJARAN
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga
tugas makalah yang berjudul “Trend Kontrasepsi Pasca Persalinan Terkini” ini
dapat selesai tepat pada waktunya. Terima kasih penulis sampaikan kepada berbagai
pihak yang membantu dalam terselesaikannya tugas makalah ini.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan Asuhan
Nifas dan Menyusui. Dalam penyusunan tugas ini, penulis banyak mendapatkan
kontribusi dari berbagai pihak dan semua pihak yang ikut membantu, untuk itu penulis
mengucapkan banyak terima kasih.
Dalam penyusunan tugas ini, penulis menyadari masih jauh dari kesempurnaan,
untuk itu penulis membuka diri untuk segala kritik dan saran yang membangun. Akhir
kata, semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bandung, September 2019

Penulis

DAFTAR ISI

ii
COVER............................................................................................................ i
KATA PENGANTAR...................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
...............................................................................................................
...............................................................................................................
1
B. Tujuan
...............................................................................................................

...............................................................................................................
2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


A. Keluarga Berencana
.............................................................................................................
.............................................................................................................
3
B. Kontrasepsi
.............................................................................................................
.............................................................................................................
7
C. Tren yang Berhubungan dengan Penggunaan Kontrasepsi di
Indonesia
..............................................................................................................
..............................................................................................................
16
D. Telaah Jurnal
..............................................................................................................
..............................................................................................................

34

iii
BAB 3 PENUTUP
A. Simpulan
.............................................................................................................
.............................................................................................................
39
B. Saran
.............................................................................................................
.............................................................................................................
39

DAFTAR PUSTAKA

40

iv
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keluarga Berencana adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan
usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui promosi, perlindungan
dan bantuan sesuai dengan hak-hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga
berkualitas (UU Kependudukan Nomor 52 tahun 2009). Keluarga Berencana
merupakan suatu cara yang memungkinkan setiap orang untuk mengatur
jumlah anak yang diinginkan dan jarak kehamilan melalui informasi,
pendidikan dan penggunaan metode kontrasepsi.1
Keluarga Berencana berperan dalam mengurangi risiko kematian ibu
pada waktu melahirkan yang disebabkan karena terlalu sering melahirkan dan
jarak antara kelahiran yang terlalu pendek. 2 Berdasarkan Survey Penduduk
Antar Sensus (SUPAS) tahun 2015, AKI di Indonesia berada pada angka 305
per 100.000 kelahiran hidup. Upaya untuk menurunkan AKI perlu dilakukan
dengan melihat target Sustainable Development Goals (SDGs) dalam The
2030 Agenda For Sustainable Development yaitu 70 per 100.000 kelahiran
hidup. Salah satu program Keluarga Berencana untuk menurunkan AKI yaitu
dengan KB Pasca Persalinan.3 KB Pasca Persalinan adalah penggunaan
metode kontrasepsi pada masa nifas sampai dengan 6 minggu atau 42 hari
setelah melahirkan.4 KB Pasca Persalinan merupakan langkah untuk
mencegah kehilangan kesempatan menggunakan KB setelah melahirkan.3
Penerapan KB Pasca Persalinan sangat penting karena kembalinya
kesuburan pada ibu setelah melahirkan tidak dapat diketahui secara pasti dan
dapat terjadi sebelum datangnya siklus haid bahkan pada wanita menyusui.
Hal ini menyebabkan pada masa menyusui,wanitamengalami kehamilan yang
tidak diinginkan (KTD) atau unwanted pregnancy. Kontrasepsi sebaiknya
sudah digunakan sebelum kembali beraktivitas seksual. Oleh karena itu sangat
penting untuk menggunakan kontrasepsi seawal mungkin setelah persalinan.5

1
Studi yang dilakukan di negara-negara dengan tingkat kelahiran yang
tinggi, menunjukkan bahwa Keluarga Berencana memberi dampak positif
untuk meningkatkan tingkat kesehatan ibu dan bayi, diperkirakan dapat
menurunkan 32% kematian ibu dengan mencegah kehamilan yang tidak
diinginkan dan dapat menurunkan 10% kematian anak, dengan mengurangi
jarak persalinan kurang dari 2 tahun.6
Cakupan pelayanan KB Pasca Persalinan di Indonesia tahun 2013
sebesar 59,6%. Pencapaian pelayanan KB Pasca Persalinan di perkotaan
sebesar 60,9%, sedangkan di perdesaan sebesar 58,3%. Cakupan pelayanan
KB Pasca Persalinan di Sumatera Barat pada tahun 2013 sebesar 50,2%.3
Berdasarkan data diatas maka kami memandang perlu untuk
menganalisis penggunaan kontrasepsi pasca persalinan.
B. Tujuan
Makalah ini disusun untuk menganalisis trend penggunaan kontrasepsi pasca
persalinan serta jurnal terkait sesuai dengan evidence based.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

A. Keluarga Berencana
1. Pengertian Keluarga Berencana
Keluarga Berencana adalah tindakan yang membantu individu atau
pasangan suami isteri untuk mendapatkan objektif-objektif tertentu,
menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang
memang diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan, mengontrol
waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan usia suami isteri, dan
menentukan jumlah anak dalam keluarga.7
KB menurut Undang-undang (UU) No.10 tahun 1992 dalam Arum
dan Sujiatini (2011) tentang perkembangan kependudukan dan
pembangunan keluarga sejahtera adalah upaya peningkatan kepedulian dan
peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan (PUP),
pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan
kesejahteraan keluarga kecil, bahagia, dan sejahtera.8
Pencegahan kematian dan kesakitan ibu merupakan alasan utama
diperlukannya pelayanan keluarga berencana. Masih banyak alasan lain,
misalnya membebaskan wanita dari rasa khawatir terhadap terjadinya
kehamilan yang tidak diinginkan, terhadap gangguan fisik atau psikologis
akibat tindakan abortus yabg tidak aman, serta tuntutan perkembangan
sosial terhadap peningkatan status perempuan di masyarakat.9
Sesuai dengan arah kebijakan Pemerintah (Kabinet Kerja) 2015-
2019, seluruh Kementerian/Lembaga diarahkan untuk turut serta
mensukseskan Visi dan Misi Pembangunan 2015-2019, dimana Visi
Pemerintah untuk 5 (lima) tahun kedepan adalah untuk mewujudkan
“Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian berlandaskan
Gotong Royong” dengan misi:
a. Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan
wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan

3
sumber daya maritim, dan mencerminkan kepribadian Indonesia
sebagai negara kepulauan
b. Mewujudkan masyarakat maju, berkeseimbangan dan demokratis
berlandaskan Negara Hukum
c. Mewujudkan politik luar negeri bebas aktif dan memperkuat jati diri
sebagai negara maritim
d. Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju dan
sejahtera
e. Mewujudkan Indonesia yang berdaya saing
f. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju,
kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional, dan
g. Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan.
Visi dan Misi Pembangunan tersebut di dukung oleh 9 (sembilan)
Agenda Prioritas Pembangunan (Nawa Cita), BKKBN diharapkan dapat
berpartisipasi dalam mensukseskan Agenda Prioritas ke 5 (lima), untuk
“Meningkatkan Kualitas Hidup Manusia Indonesia”

Gambar 2.1 Bagan Keterkaitan Visi BKKBN dengan Nawa Cita

Salah satu prioritas pembangunan nasional di dalam Rencana


Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2010-2025 adalah
mewujudkan penduduk tumbuh seimbang. Sehingga BKKBN

4
berkomitmen akan turut mensukseskan Agenda Prioritas No.5 (didalam
Nawa Cita), untuk mendukung peningkatan kualitas hidup manusia
Indonesia dengan menjadi “Lembaga yang handal dan dipercaya dalam
mewujudkan Penduduk Tumbuh Seimbang dan Keluarga
Berkualitas”, pertumbuhan penduduk yang seimbang dan keluarga
berkualitas ditandai dengan menurunnya Total Fertility Rate (TFR)
menjadi 2,1 dan Net Reproductive Rate (NRR) = 1 pada tahun 2025, serta
keluarga berkualitas ditandai dengan keluarga yang terbentuk berdasarkan
perkawinan yang sah dan bercirikan sejahtera, sehat, maju, mandiri dan
memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan ke depan, bertanggung
jawab, harmonis dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.10
2. Perkembangan Keluarga Berencana
Gerakan Keluarga Berencana (KB) bemula dari kepeloporan
beberapa tokoh dalam dan luar negeri. Pada awal abad 19 di Inggris upaya
KB timbul atas dasar prakarsa sekelompok orang antara lain Maria Stopes
pada tahun 1880-1950 yang mengatur kelahiran kaum buruh di Inggris.
Margareth Sanger tahun 1883-1966 merupakan pelopor KB modern di AS
yang mengembangkan tentang program birth control, bermula pada tahun
1917 mendirikan National Birth Control (NBC) dan pada tahun 1921
diadakan American NBC Conference I. Hasil konferensi ini mendirikan
American Birth Control League dan Margareth Sanger sebagai ketuanya.
Pada tahun 1952 diresmikan berdirinya International Planned
Parenthood Federation (IPPF), dan sejak saat itu berdirilah perkumpulan-
perkumpulan KB di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Pelopor KB di
Indonesia yaitu Dr. Sulianti Saroso pada tahun 1952 menganjurkan para
ibu untuk membatasi kelahiran, karena Angka Kelahiran Bayi sangat
tinggi. Sedangkan di DKI Jakarta mulai dirintis oleh Prof. Sarwono
Prawirohardjo.11
Pada tanggal 23 Desember 1957 berdirilah Perkumpulan Keluarga
Berencana Indonesia (PKBI) yang mana menjadi pelopor pergerakan dan
perkembangan Keluarga Berencana nasional. PKBI dalam misinya

5
menyangkut hal yang mendasar dalam kehidupan manusia yakni persoalan
reproduksi, yang mana padanya melekat berbagai norma, tabu, dan
peraturan-peraturan.
Berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 26 Tahun 1968 dibentuklah
sebuah lembaga keluarga berencana. Hal ini dimaksudkan untuk
menunjang pencapaian tujuan Deklarasi Kependudukan PBB 1967 yang
kemudian dimasukkan dalam program pemerintah sejak Pelita I (1969)
dan dinamai Lembaga Keluarga Berencana Nasional (LKBN). Lembaga
ini masih bersifat semi pemerintah.
Pada tahun 1970 LKBN ditingkatkan menjadi Badan Pemerintah
melalui Keppres No. 8 tahun 1970 dan diberi nama Badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang bertugas
mengkoordinasikan perencanaan, pengawasan dan penilaian pelaksanaan
program Keluarga Berencana. Dalam perkembangannya BKKBN terus
mengalami penyempurnaan baik struktur organisasi, tugas pokok, dan tata
kerja serta fungsinya.8
Berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 103 Tahun 2001 yang
diikuti dengan Keputusan Presiden RI Nomor 110 Tahun 2001 dikukuhkan
bahwa BKKBN tetap bertugas melaksanakan tugas pemerintah di bidang
keluarga berencana dan keluarga sejahtera sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan Keppres ini,
maka sebagian kewenangan BKKBN telah diserahkan kepada pemerintah
kabupaten/kota.Demikian pula kelembagaan BKKBN kabupaten/kota
telah diserahkan kepada pemerintah kabupaten/kota per-Januari 2004.12
3. Tujuan Program Keluarga Berencana
Dalam rangka mewujudkan penduduk tumbuh seimbang, berkualitas dan
berdaya saing serta dalam upaya penguatan pelaksanaan 4 (empat) Sub
Urusan amanat Undang - Undang Nomor 23 Tahun 2014, BKKBN akan
berupaya dalam tujuan paling utama untuk:
a. Menguatkan akses pelayanan KB dan KR yang merata dan berkualitas

6
b. Peningkatan pembinaan peserta KB, baik menggunakan MKJP
maupun Non–MKJP
c. Meningkatkan pemahaman remaja mengenai Keluarga Berencana dan
Kesehatan Reproduksi
d. Penguatan tata kelola, penelitian, dan pengembangan bidang Keluarga
Berencana
4. Sasaran Strategi Keluarga Berencana
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka telah disusun sasaran
strategis BKKBN 2015-2019 yang tertera pada Renstra BKKBN 2015-
2019 dalam upaya untuk mencapai tujuan utama, sebagai berikut:
a. Menurunnya Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP)
b. Menurunnya Angka kelahiran total (TFR) per WUS (15-49 tahun)
c. Meningkatnya pemakaian kontrasepsi (CPR)
d. Menurunnya kebutuhan ber-KB yang tidak terpenuhi (unmet need)
e. Menurunnya Angka kelahiran pada remaja usia 15 -19 tahun (ASFR
15–19 tahun)
f. Menurunnya kehamilan yang tidak diinginkan dari WUS (15 - 49
tahun)

B. Kontrasepsi
1. Pengertian Kontrasepsi
Kontrasepsi berasal dari kata” kontra” dan “konsepsi”. Kontra
berarti “melawan”, sedangkan konsepsi adalah pertemuan sel telur yang
matang dengan sel sperma yang menyebabkan kehamilan. Maksud dari
kontrasepsi adalah menghindari/mencegah terjadinya kehamilan sebagai
akibat pertemuan antara sel telur yang matang dengan sperma tersebut.7
Secara umum menurut cara pelaksanaannya kontrasepsi dibagi
menjadi dua yaitu :
a. Cara temporer, yaitu menjarangkan kelahiran selama beberapa tahun
sebelum menjadi hamil lagi.

7
b. Cara permanen, yaitu mengakhiri kesuburan dengan cara mencegah
kehamilan secara permanen.
Menurut Saifuddin (2006), Tidak ada satupun metode kontrasepsi
yang aman dan efektif bagi semua klien, karena masing-masing
mempunyai kesesuaian dan kecocokan individual bagi setiap klien. Namun
secara umum persyaratan metode kontrasepsi ideal adalah :
a. Aman, artinya tidak akan menimbulkan komplikasi berat bila
digunakan.
b. Berdaya guna, artinya bila digunakan sesuai aturan akan dapat
mencegah terjadinya kehamilan.
c. Dapat diterima, bukan hanya oleh klien melainkan juga oleh
lingkungan budaya di masyarakat.
d. Terjangkau harganya oleh masyarakat.
e. Bila pemakaian dihentikan, klien akan segera kembali kesuburannya.9
2. Jenis Metode Kontrasepsi
a. Metode Kontrasepsi Sederhana
1) Tanpa alat atau obat, antara lain :
a) Metode kalender (pantangan berkala)
b) Metode lendir serviks.
c) Metode suhu basal.
d) Senggama terputus (Coitus interuptus)
e) Metode simpto-therma .
2) Dengan alat atau obat, antara lain :
a) Kondom
Keuntungan menggunakan kondom :
1. Murah dan dapat diperoleh secara umum.
2. Tidak perlu berkonsultasi dengan tenaga kesehatan.
3. Cara pemakaian mudah.
4. Tidak mengurangi kenikmatan dalam berhubungan seksual.
5. Tingkat proteksi tinggi terhadap Infeksi Menular Seksual
(IMS).11

8
Keterbatasan kondom :
1. Efektifitas tidak terlalu tinggi.
2. Sangat dipengaruhi cara penggunaan.
3. Pada beberapa orang menyebabkan kesulitan dalam
mempertahankan ereksi.
4. Harus tersedia setiap kali berhubungan seksual.
5. Beberapa orang malu untuk membeli kondom di tempat
umum.8
b) Intro vagina wanita antara lain: diafragma, spons dan kap
servix.
c) Kimiawi dengan spermisid antara lain : vaginal cream, vaginal
foam, vagina jelly, vagina suppositoria, vaginal tablet.
b. Metode Kontrasepsi efektif (MKE)
1) Kontrasepsi hormonal:
a) KB pil, antara lain : Pil Oral Kombinasi (POK), Mini Pil.
Keuntungan menggunakan Pil :
1. Reversibilitasnya tinggi.
2. Mudah dalam penggunaan.
3. Mengurangi rasa sakit ketika menstruasi.
4. Mencegah anemia.
5. Mengurangi resiko kanker ovarium.
6. Mengurangi kemungkinan infeksi panggul dan kehamilan
ektopik.
7. Tidak mengganggu hubungan seksual.11
Kerugian menggunakan pil :
1. Memerlukan disiplin dalam pemakaian.
2. Tidak mencegah penyakit menular seksual.
3. Tidak boleh diberika kepada wanita menyusui.
4. Mahal.
5. Repot.

9
b) KB Suntik : Depo Provera, cylofem, Norigest.
Keuntungan menggunakan suntik :
1. Sangat efektif, karena mudah digunakan tidak memerlukan
aksi sehari hari dalam penggunaan kontrasepsi suntik ini
tidak banyak di pengaruhi kelalaian atau faktor lupa dan
sangat praktis.
2. Meningkatkan kuantitas air susu pada ibu yang menyusui.
Hormon progesteron dapat meningkatkan kuantitas air susu
ibu sehingga kontrasepsi suntik sangat cocok pada ibu
menyusui. Konsentrasi hormon di dalam air susu ibu sangat
kecil dan tidak di temukan adanya efek hormon pada
pertumbuhan serta perkembangan bayi.
3. Efek samping sangat kecil yaitu tidak mempunyai efek
yang serius terhadap kesehatan.
4. Tidak berpengaruh pada hubungan suami istri
5. Penggunaan jangka panjang. Sangat cocok pada wanita
yang telah mempunyai cukup anak akan tetapi masih
enggan atau tidak bisa untuk dilakukan sterilisasi.
6. Dapat digunakan oleh perempuan usia > 35 tahun.11
Keterbatasan kontrasepsi suntik :
1. Gangguan haid, ini yang paling sering terjadi dan yang
paling menggangu. Pola haid yang normal dapat berubah
menjadi amenore, perdarahan bercak, perubahan dalam
frekuensi lama dan jumlah darah yang hilang. Efek pada
pola haid tergantung pada lama pemakaian. Perdarahan
inter-menstrual dan perdarahan bercak berkurang dengan
jalannya waktu, sedangkan kejadian amenore bertambah
tetapi sebenarnya efek ini memberikan keuntungan yakni
mengurangi terjadinya anemia. Tidak menjadi masalah
karena darah tidak akan menggumpal didalam rahim.
Amenore disebabkan perubahan hormon didalam tubuh dan

10
kejadian amenore biasa pada peserta kontrasepsi suntikan.
Insidens yang tinggi dari amenore diduga berhubungan
dengan atrofi endometrium.
2. Berat badan yang bertambah, umumnya pertambahan berat
badan tidak terlalu besar, bervariasi antara kurang dari 1 kg
sampai 5 kg dalam tahun pertama. Pertambahan berat badan
tidak jelas. Tampaknya terjadi karena bertambahnya lemak
tubuh. Hipotesa para ahli ini diakibatkan hormon
merangsang pusat pengendali nafsu makan di hipotalamus
yang menyebabkan akseptor makan lebih banyak daripada
biasanya.
3. Keluhan-keluhan lainnya berupa mual, muntah, sakit
kepala, panas dingin, pegal-pegal, nyeri perut dan lain-lain.
4. Tidak dapat dihentikan sewaktu-waktu sebelum suntikan
berikut. Tidak menjamin perlindungan terhadap penularan
infeksi menular seksual, hepatitis B virus, atau infeksi virus
HIV.
5. Terlambatnya kembali kesuburan setelah penghentian
pemakaian bukan karena terjadinya kerusakan atau kelainan
pada organ genitalia melainkan karena belum habisnya
pelepasan obat suntikan dari depo nya (tempat suntikan).
Pada penggunaan jangka panjang yaitu diatas 3 tahun
penggunaan dapat menurunkan kepadatan tulang,
menimbulkan kekeringan pada vagina, dan menurunkan
libido.8
Yang boleh menggunakan kontrasepsi suntikan progestin :
1. Usia reproduksi
2. Menghendaki kontrasepsi jangka panjang dan yang
memiliki efektifitas tinggi
3. Menyusui
4. Setelah melahirkan dan tidak menyusui.

11
5. Setelah abortus atau keguguran.
6. Tidak banyak anak, tetapi belum menghendaki tubektomi.
7. Perokok.
8. Tekanan darah < 180/110 mmHg, dengan masalah
gangguan pembekuan darah atau anemia.
9. Tidak dapat memakai kontrasepsi yang mengandung
estrogen.9
Yang tidak Boleh Menggunakan Kontrasepsi Suntikan
Progestin :
1. Hamil atau dicurigai hamil.
2. Perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya.
3. Tidak dapat menerima terjadinya gangguan haid, terutama
amenorea.
4. Menderita kanker payudara atau riwayat kanker payudara.
5. Diabetes melitus disertai komplikasi.9
Yang boleh Menggunakan Kontrasepsi Suntikan Kombinasi
1. Usia reproduksi.
2. Telah memiliki anak, ataupun yang belum memiliki anak.
3. Ingin mendapatkan kontrasepsi dengan efektifitas yang
tinggi.
4. Menyusui diatas 6 minggu pasca persalinan dan tidak
menyusui.
5. Anemia
6. Haid teratur.
7. Riwayat kehamilan ektopik.
Yang tidak Boleh Menggunakan Kontrasepsi Suntikan
Kombinasi
1. Hamil atau diduga hamil.
2. Menyusui dibawah umur 6 minggu pasca persalinan.
3. Perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya.
4. Penyakit hati akut (virus hepatitis).

12
5. Usia > 35 tahun.
6. Riwayat penyakit jantung, stroke, atau dengan tekanan
darah tinggi (180/110 mmHg).
7. Riwayat kelainan tromboemboli atau dengan kencing manis
> 20 tahun.
8. Kelainan pembuluh darah yang menyebabkan sakit kepala
atau migrain.
9. Keganasan pada payudara.9
c) Implant /AKBK
Keuntungan menggunakan implan :
1. Tidak menekan produksi ASI
2. Praktis dan efektif
3. Tidak ada faktor lupa
4. Masa pakai jangka panjang
5. Membantu mencegah anemia
Keterbatasan menggunakan implan :
1. Implan harus dipasang oleh tenaga kesehatan yang terlatih
2. Implan lebih mahal daripada suntik atau pil dan cara KB
jangka pendek lainnya.
3. Pola haid terganggu
4. Wanita tidak dapat menghentikan penggunaannya sendiri
5. Cara ini belum begitu dikenal sehingga beberapa masih
enggan memakainya
6. Implan terlihat di bawah kulit.11
d) Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR)
Keuntungan menggunakan AKDR/IUD :
1. Efektifitasnya tinggi
2. IUD (AKDR) dapat efektif segera setelah pemasangan
3. Tidak mempengaruhi hubungan seksual
4. Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut
hamil

13
5. Tidak ada efek samping hormonal
6. Tidak mempengaruhi ASI
7. Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah
abortus
8. Tidak ada berinteraksi dengan obat-obatan
9. Membantu mencegah kehamilan etropik
Keterbatasan/kerugian penggunaan AKDR/IUD :
1. Terjadi perubahan siklus haid
2. Tidak dapat mencegah infeksi menular seksual
3. Pengguna tidak dapat melepas AKDR sendiri.
c. Metode Kontrasepsi Mantap
1) Metode Operatif pria (MOP/ Vasektomi)
Keuntungan metode Vasektomi :
a) Tidak ada mortalitas
b) Morbiditas kecil sekali
c) Efektif.11
2) Metode Operatif wanita (MOW/ Tubektomi)
Keuntungan menggunakan tubektomi :
a) Tekhniknya mudah, sehingga dapat dilakukan oleh dokter
umum
b) Perlengkapan dan peralatan bedah sederhana
c) Dapat dilakukan pada pasca persalinan, pasca keguguran dan
masa interval
d) Kegagalan sangat rendah dan keberhasilan hampir 100%
e) Waktu pembedahan singkat dan biaya relatif murah.11
Keterbatasan metode Tubektomi :
a) Harus dipertimbangkan sifat mantap metode ini karena tidak
dapat dipulihkan kembali
b) Pengguna dapat menyesal di kemudian hari
c) Tidak melindungi dari infeksi menular seksual.

14
3. Faktor yang mempengaruhi pemilihan metode kontrasepsi
Ada beberapa hal yang membuat pasangan usia subur mau
menggunakan alat kontrasepsi secara berkesinambungan dan terus
menerus, selain karena mereka memang sudah tidak ingin punya anak lagi
atau tidak boleh punya anak lagi, maka hal lain yang signifikan sangat
mempengaruhinya adalah keinginan dan kemauannya untuk menggunakan
alat kontrasepsi itu muncul dari hati nuraninya bukan dari pengaruh orang
lain. Beberapa faktor yang mempengaruhi akseptor KB dalam memilih
metode kontrasepsi antara lain :
a. Faktor pasangan dan motivasi, antara lain :
1) Umur
2) Gaya hidup
3) Frekuensi senggama
4) Jumlah keluarga yang diinginkan
5) Pengalaman dengan metode kontrasepsi yang lalu
b. Faktor kesehatan, meliputi :
1) Status kesehatan
2) Riwayat haid
3) Riwayat keluarga
4) Pemeriksaan fisik dan panggul
c. Faktor metode kontrasepsi, meliputi :
1) Efektivitas
2) Efek samping
3) Biaya
Dalam memutuskan metode kontrasepsi yang akan digunakan,
klien dipengaruhi oleh :
a. Kepentingan pribadi
b. Faktor kesehatan
c. Faktor ekonomi dan aksesibilitas
d. Faktor budaya

15
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan kontrasepsi dapat
berubah seiring dengan bertambahnya usia reproduksi klien sehingga
diperlukan re-evaluasi terhadap metode apa yang paling baik untuk
memenuhi individual kebutuhan klien.

C. Tren yang Berhubungan dengan Penggunaan Kontrasepsi di Indonesia14


1. Keinginan Menambah Anak
Tujuh belas persen wanita berstatus kawin umur 15-49 dan 18
persen pria kawin umur 15-54 menyatakan ingin menambah anak segera,
22 persen wanita dan 23 persen pria menyatakan ingin menambah anak
dalam waktu 2 tahun. Sekitar separuh wanita (53%) dan pria (46%)
menyatakan tidak ingin anak lagi atau telah disterilisasi.

Gambar 2.1 Tren keinginan untuk membatasi kelahiran anak


Proporsi wanita berstatus kawin umur 15-49 yang tidak
menginginkan anak lagi mengalami sedikit fluktuasi dari 54 persen pada
SDKI 2007 menjadi 50 persen pada tahun 2012 dan pada SDKI 2017 naik
kembali menjadi 53 persen. Proporsi pria yang tidak menginginkan anak
lagi meningkat dari 43 persen pada SDKI 2007 menjadi 45 persen pada
tahun 2017.

16
Gambar 2.2 Tren Keinginan Untuk Membatasi Kelahiran Menurut Jumlah
Anak

Pola menurut karakteristik latar belakang:


a. Semakin banyak anak yang dimiliki seorang wanita, semakin besar
kemungkinan dia tidak menginginkan anak lagi. Sembilan dari 10
(90%) wanita kawin dengan 6 anak atau lebih tidak menginginkan
anak lagi atau telah disterilkan dibandingkan dengan 13 persen wanita
kawin yang memiliki 1 anak.
b. Wanita berstatus kawin dan pria kawin di perkotaan cenderung lebih
tinggi proporsinya untuk membatasi kelahiran dibandingkan yang
tinggal di perdesaan.
c. Semakin tinggi tingkat pendidikan dan kekayaan wanita dan pria,
semakin rendah persentase yang menyatakan tidak ingin anak lagi. Hal
ini bisa dimengerti karena konsentrasi wanita dan pria yang masih
membangun keluarga adalah pada mereka yang berpendidikan tinggi.
d. Di antara wanita, semakin tinggi urutan kelahiran, semakin besar
kemungkinan kelahiran tersebut dinyatakan sebagai kelahiran yang
tidak diinginkan. Untuk pria, perbedaan yang berarti hanya antara pria
di kuintil terbawah dengan pria di kuintil lain.

17
2. Jumlah Anak Ideal
Rata-rata jumlah anak ideal pada wanita lebih rendah dari pria
kawin, masing masing 2,6 dan 2,9 anak.

Gambar 2.3 Jumlah Anak Ideal


Rata-rata jumlah anak ideal pada wanita turun dari 2,8 anak pada
SDKI 2007 menjadi 2,6 pada SDKI 2012 dan SDKI 2017. Rata-rata
jumlah anak ideal pada pria kawin turun dari 3 anak pada SDKI 2007
menjadi 2,8 anak pada SDKI 2012 dan kembali naik menjadi 2,9 anak
pada SDKI 2017.

Gambar 2.4 Jumlah anak ideal menurut jumlah anak masih hidup

18
Pola menurut karakteristik latar belakang
a. Semakin banyak jumlah anak yang dimiliki wanita dan pria, semakin
banyak pula jumlah anak yang dianggap ideal. Sebagai contoh, jumlah
anak ideal menurut wanita yang tidak memiliki anak atau hanya
memiliki 1 anak adalah 2,4 anak, sedangkan menurut wanita yang
memiliki 6 anak atau lebih adalah 4,3 anak.
b. Di antara wanita dan pria dengan jumlah anak yang sama, pria secara
konsisten menyebutkan jumlah anak ideal sedikit lebih tinggi
dibandingkan wanita.
c. Untuk wanita dan pria, jumlah anak ideal turun sampai pendidikan
tamat SLTA untuk naik pada mereka yang berpendidikan perguruan
tinggi. Semakin tinggi kuintil kekayaan, semakin sedikit jumlah anak
yang dianggap ideal.
3. Perencanaan Kelahiran
Sekitar 8 dari 10 kelahiran (84%) diinginkan pada saat itu, 8 persen
kelahiran diinginkan kemudian, dan 7 persen tidak diinginkan. Tren:
Proporsi kelahiran atau kehamilan yang diinginkan mengalami fluktuasi
sejak SDKI 2002-03, berkisar antara 80-86 persen. Proporsi kelahiran
yang tidak diinginkan konstan sejak SDKI 2002-03, yaitu sebesar 7%.

Gambar 2.5 Status perencanaan kelahiran

19
Pola menurut karakteristik latar belakang
a. Semakin tinggi urutan kelahiran, semakin besar kemungkinan
kelahiran tersebut dinyatakan sebagai kelahiran yang tidak diinginkan.
Untuk kelahiran keempat atau lebih, 26 persen tidak diinginkan dan 9
persen diinginkan kemudian
b. Persentase kelahiran anak yang tidak diinginkan atau diinginkan
kemudian turun dari 9 persen pada wanita umur di bawah 20 tahun
menjadi 6 persen pada wanita umur 45-49.
4. Pengetahuan dan Pemakaian Alat/Cara KB
Pengetahuan tentang alat/cara KB sudah umum di Indonesia. Hal
ini ditunjukkan oleh hampir semua wanita, wanita kawin, dan pria kawin
pernah mendengar minimal satu alat/cara KB modern. Rata-rata alat/cara
KB yang diketahui oleh wanita kawin (8 alat/cara KB) lebih banyak
daripada pria kawin (6 alat/cara KB). Empat persen wanita (semua wanita
dan wanita kawin) dan 5 persen pria kawin mengetahui semua alat/cara
KB modern. Alat/cara KB pil dan suntik KB tidak hanya populer di antara
wanita, namun juga pada pria. Hampir semua pria kawin mengetahui
tentang pil (93%), suntik KB (92%), dan kondom (89%).
Tabel 2.1 Menunjukkan pengetahuan tentang alat/cara KB, menurut
Provinsi

Pola menurut karakteristik latar belakang

20
a. Pengetahuan tentang alat/cara KB di antara wanita berstatus kawin
umur 15-49 dan pria kawin umur 15-54 tidak banyak bervariasi
menurut karakteristik latar belakang.
b. Pengetahuan wanita dan pria yang tinggal di perkotaan tentang suatu
alat/cara KB hanya sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan yang
tinggal di perdesaan.
c. Pengetahuan wanita dan pria tentang suatu alat/cara KB maupun
alat/cara KB modern meningkat seiring meningkatnya pendidikan dan
kekayaan.
5. Pengetahuan tentang Masa Subur
Pengetahuan mengenai masa subur berguna untuk keberhasilan
pemakaian alat/cara KB pantang berkala, kondom, dan sanggama terputus.
Semua wanita dalam SDKI 2017 ditanya mengenai pengetahuan mereka
tentang masa subur pada wanita.
Hanya 22 persen wanita menjawab dengan benar pengertian masa
subur, yaitu terjadi di antara 2 periode haid. Pengetahuan tentang masa
subur di antara wanita yang menggunakan cara pantang berkala (46%)
lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang tidak menggunakan cara
tersebut (22%). Pengetahuan masa subur yang benar di antara wanita umur
15-49 meningkat dari 16 persen pada umur 15-19 menjadi 25 persen pada
umur 25-29, kemudian turun sejalan dengan bertambahnya umur.
6. Pemakaian Alat/Cara KB
Pada bagian ini, informasi tentang pemakaian alat/cara KB hanya
disajikan untuk wanita kawin dan pria kawin. Enam puluh empat persen
wanita kawin menggunakan suatu alat/cara KB, 57 persen memakai
alat/cara KB modern, dan 6 persen menggunakan alat/cara KB tradisional.
Suntik KB (29%) merupakan alat/cara KB yang paling banyak
digunakan oleh wanita kawin, diikuti oleh pil (12%), susuk KB dan IUD
(masing-masing 5%), dan MOW (4%). Bersama MOP, susuk KB, IUD dan
MOW merupakan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) yang

21
dianjurkan penggunaannya dalam Program KKBPK. Dengan demikian,
terdapat 14 persen wanita yang menggunakan MKJP.

Gambar 2.5 Pemakaian alat/cara KB

Gambar 2.6 Tren pemakaian alat/cara KB


Pemakaian alat/cara KB modern di antara wanita kawin meningkat
dari SDKI 2002/03 sampai dengan SDKI 2012, namun sedikit turun pada
SDKI 2017. Sementara itu, pemakaian alat/cara KB tradisional terus
meningkat dari SDKI 2002/03 sampai dengan SDKI 2017. Delapan persen
pria kawin memakai suatu alat/cara KB, 3 persen memakai alat/cara KB
modern dan 4 persen memakai alat/cara KB tradisional. Persentase pria
kawin yang memakai kondom (3%) lebih tinggi dibandingkan persentase
yang memilih MOP (kurang dari 1%). Tiga persen pria kawin memakai
sanggama terputus.

22
Pola menurut karakteristik latar belakang
a. Pemakaian alat/cara KB modern pada wanita kawin meningkat dengan
bertambahnya umur, dari 44 persen pada umur 15-19 menjadi 64
persen pada umur 35-39. Akan tetapi, setelah itu turun menjadi 61
persen pada umur 40-44 dan 45 persen pada umur 45-49
b. Persentase wanita kawin yang memiliki 3-4 anak masih hidup yang
menggunakan alat/cara KB modern (66%) lebih tinggi dibandingkan
dengan wanita kawin yang memiliki 1-2 anak masih hidup (61%), dan
yang memiliki 5 atau lebih anak masih hidup (49%)

Gambar 2.7 Pemakaian alat/cara KB modern menurut tempat tinggal

Gambar 2.8 Pemakaian alat/cara KB modern menurut pendidikan

23
Gambar 2.9 Pemakaian alat/cara KB menurut kuintil kekayaan
a. Pemakaian alat/cara KB modern di antara wanita kawin lebih tinggi
pada yang tinggal di perdesaan (59%) dibandingkan yang tinggal di
perkotaan (55%)
b. Pemakaian alat/cara KB modern di antara wanita kawin tertinggi pada
wanita yang tamat SD (64%). Angka ini terus menurun sejalan dengan
meningkatnya pendidikan
c. Pemakaian alat/cara KB modern di antara wanita kawin tertinggi
dijumpai pada wanita yang berada pada kuintil kekayaan menengah
bawah (61%). Angka ini menurun dengan meningkatnya kuintil
kekayaan.
Waktu Operasi Sterilisasi
Sterilisasi wanita atau disebut juga metode operasi wanita (MOW)
merupakan salah satu dari metode kontrasepsi jangka panjang yang
dianjurkan oleh pengelola program KKBPK, terutama untuk wanita
berisiko tinggi: berumur di atas 35 tahun, memiliki anak lebih dari 3, dan
wanita dengan masalah medis tertentu yang sangat membahayakan bila
hamil dan melahirkan.
Program KKBPK menyediakan informasi mengenai metode ini dan
memberikan pelayanan sterilisasi yang disesuaikan dengan umur dan

24
status kesehatan wanita, yang difokuskan pada wanita umur 30-35. SDKI
tahun 2017 mengumpulkan informasi dari wanita yang menggunakan
metode sterilisasi pada umur berapa sterilisasi dilakukan.
Pada waktu mengolah data umur sterilisasi, perlu dipertimbangkan
masalah sensor. Oleh karena survei hanya mencakup wanita kawin umur
15-49, data dari wanita umur 50 ke atas yang sudah dioperasi sterilisasi
tidak tercakup. Median umur wanita waktu sterilisasi adalah 35 tahun,
sesuai dengan umur yang dianjurkan dalam panduan untuk sterilisasi
(tubektomi), yaitu umur di atas 26 tahun (Affandi, 2011). Hampir separuh
(42%) wanita disterilisasi pada umur 35-39 tahun.
7. Sumber Pelayanan Alat/Cara KB

Gambar 2.10 Sumber pelayanan alat/cara KB


Informasi yang berhubungan dengan sumber pelayanan alat/cara
KB sangat penting bagi pengelola program, karena Program KKBPK saat
ini diarahkan pada kemandirian dan peningkatan peran sektor swasta.
Dengan mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan No. 9 tahun
2014 tentang Klinik, terjadi Perubahan klasifikasi sumber pelayanan
menurut kategori pemerintah, swasta, dan lainnya pada SDKI 2012 dan
SDKI 2017. Sebagai contoh, bidan di desa pada SDKI 2012 termasuk
sumber pelayanan swasta sedangkan pada SDKI 2017 termasuk sumber
pelayanan pemerintah. Sedangkan apotek/toko obat pada SDKI 2012

25
termauk sumber pelayanan swasta sedangkan pada SDKI 2017 termausk
sumber lainnya. Dengan demikian, perbandingan data SDKI 2012 dan
SDKI 2017 perlu dilakukan dengan hati-hat,
Pemakai alat/cara KB lebih banyak memanfaatkan sumber
pelayanan sektor swasta daripada pemerintah (48% berbanding 34%)
Sebagian wanita (18%) menggunakan sumber lainnya, seperti apotek atau
took obat.
a. Susuk KB dan sterilisasi wanita (MOW): Sebagian besar pengguna
susuk KB dan MOW mendapatkan pelayanan di sektor pemerintah
(masing-masing 75% dan 55%).
b. IUD dan suntik KB: Sebagian besar pengguna IUD dan suntik
mendapatkan pelayanan di sektor swasta (masing-masing 52% dan
69%).
c. Pil dan kondom: Sebagian besar pengguna pil dan kondom
mendapatkan alat KBnya di apotek/took obat (masing-masing 52% dan
73%).
8. Pemilihan Alat/Cara KB Berdasarkan Informasi yang Diterima
(Informed Choice)
Kurang dari separuh (44%) pengguna alat/cara KB modern
mengatakan diberitahu tentang efek samping atau masalah dari alat/cara
KB yang digunakan. Hanya 34 persen yang diberitahu tentang tindakan
untuk mengatasi efek samping tersebut. Enam puluh dua persen diberitahu
oleh petugas kesehatan atau petugas KB mengenai alat/cara KB lain yang
bisa digunakan. Kurang dari sepertiga (29%) wanita umur 15-49 yang
menggunakan alat/cara KB tertentu diberitahu mengenai semua informasi
(efek samping metode yang digunakan, tindakan untuk mengatasi efek
samping tersebut, dan metode alternatif yang bisa digunakan). Angka ini
dikenal sebagai Index Informasi Metode KB.
a. Kualitas Pemakaian Pil
Pil merupakan alat/cara KB modern yang terbanyak digunakan
di Indonesia setelah suntik KB. Karena tingginya peminat pil, sangat

26
penting bagi pengelola program KKBPK untuk mengetahui
penggunaan pil secara benar. Hasil SDKI 2017 menunjukkan bahwa
hampir semua peserta KB pil telah menggunakan pil dengan benar. Hal
ini dibuktikan dengan 98 persen pemakai pil KB dapat menunjukkan
kemasan pil kepada pewawancara, 83 persen minum pil sesuai urutan,
dan 84 persen minum pil kurang dua hari sebelum wawancara. Di
antara pemakai pil KB, 94 persen menggunakan pil kombinasi dan 4
persen menggunakan pil tunggal.
b. Kualitas Pemakaian Suntik KB
Wanita umur 15-49 yang menggunakan suntik KB ditanya
apakah mereka menggunakan suntik KB 1 bulan atau 3 bulan. Hasil
SDKI 2017 memperlihatkan bahwa wanita yang memakai suntik KB
mendapat suntikan pada waktunya. Di antara pemakai suntik KB 1
bulan, 96 persen menerima suntik KB terakhir dalam 4 minggu
sebelum survei dan 97 persen pemakai suntik KB 3 bulan menerima
suntik terakhir dalam 3 bulan sebelum survei.
c. Masalah dengan Alat/Cara KB yang Sedang Dipakai
Dalam SDKI 2017, seluruh pengguna alat/cara KB ditanya
apakah mengalami efek samping atau masalah kesehatan selama
menggunakan metode yang mereka pakai. Sebagian besar pemakai pil,
IUD, suntikan dan susuk KB tidak mengalami masalah kesehatan yang
berkaitan dengan pemakaian alat kontrasepsi tersebut (secara
berurutan, 92%, 88%, 82% dan 86%).
d. Biaya Pemakaian Alat/Cara KB
Program KKBPK di Indonesia dilaksanakan oleh pemerintah
dengan semangat partisipasi aktif masyarakat dan sektor swasta. Salah
satu indikator adalah keinginan wanita untuk menggunakan alat/cara
KB secara mandiri. Indikator ini diukur berdasarkan proporsi pemakai
alat/cara KB yang membayar untuk pelayanan yang mereka terima.
Satu dari 3 (34%) dari semua wanita peserta KB memperoleh
pelayanan dari sumber pemerintah dan 21 persen harus membayar

27
untuk alat/cara KB dan jasa pelayanannya. Empat puluh delapan
persen wanita kawin peserta KB memperoleh alat/cara KB dari sumber
pelayanan swasta dan 59 persen di antaranya harus membayar. Secara
umum berarti 84 persen dari wanita kawin peserta KB membayar
untuk alat/cara dan jasa pelayanannya.
9. Tingkat Putus Pakai Alat/Cara KB

Gambar 2.11 Tingkat putus pakai alat/cara KB


Peningkatan kualitas pelayanan KB di Indonesia diarahkan
untuk menjaga kelangsungan pemakaian alat/cara KB. Indikator
penting untuk mengukur kualitas pemakaian alat/cara KB adalah
tingkat putus pakai.
Secara umum, 34 persen wanita yang mulai memakai alat/cara
KB dalam 5 tahun sebelum survei berhenti memakai alat/cara itu
dalam waktu 12 bulan setelah mulai memakai. Alasan berhenti
memakai mencakup: metode gagal, ingin hamil, efek samping/masalah
kesehatan, ingin metode yang lebih efektif, akses terbatas, terlalu
mahal dan tidak nyaman digunakan.
Tingkat putus pakai paling tinggi adalah pil (46%), disusul oleh
suntik KB (28%) dan kondom (27%). Tingkat putus pakai MKJP jauh
lebih rendah, seperti IUD (9%) dan susuk KB (6%). Empat belas

28
persen wanita berhenti memakai alat/cara KB karena ingin memakai
alat/cara KB lain (Gambar 2.11)
Sebagian besar wanita kawin menghentikan penggunaan
alat/cara KB disebabkan oleh efek samping/masalah kesehatan (33%)
dan alasan ingin hamil (30%).
10. Kebutuhan Keluarga Berencana

Gambar 2.12 Kebutuhan terhadap KB

Gambar 2.13 Tren kebutuhan ber-KB


Tujuh puluh empat persen wanita kawin menyatakan ingin ber-
KB, 28 persen di antaranya ingin menjarangkan kelahiran, dan 47
persen ingin membatasi kelahiran. Persentase wanita kawin dengan
kebutuhan ber-KB yang terpenuhi sebesar 64 persen, 24 persen untuk
menjarangkan kelahiran, dan 40 persen untuk membatasi kelahiran.

29
Namun, masih terdapat 11 persen wanita kawin yang kebutuhan ber-
KB mereka belum terpenuhi, 4 persen untuk menjarangkan kelahiran
dan 7 persen untuk membatasi kelahiran (Gambar 2.12). Kebutuhan
ber-KB yang terpenuhi pada wanita kawin adalah 86 persen.
Tren: Kebutuhan ber-KB di antara wanita kawin hampir sama pada
SDKI 2012 (73%) dan SDKI 2017 (74%). Wanita kawin yang
kebutuhan ber-KBnya sudah terpenuhi meningkat dalam periode yang
sama, dari 62 persen menjadi 64 persen. Wanita kawin dengan
kebutuhan ber-KB belum terpenuhi tidak mengalami perubahan yang
berarti pada SDKI 2012 dan SDKI 2017 (11%) (Gambar 2.13).
11. Pengambilan Keputusan tentang Keluarga Berencana
Pengambilan keputusan untuk ber-KB pada 57 persen wanita
kawin umur 15-49 yang memakai alat/cara KB dilakukan bersama suami,
35 persen dilakukan sendiri oleh wanita, dan 7 persen dilakukan oleh
suami.
12. Keinginan untuk Memakai Alat/Cara KB di Masa Mendatang
Survei ini juga mengumpulkan informasi tentang keinginan bukan
peserta KB untuk menggunakan alat/cara KB di masa depan. Di antara
wanita kawin umur 15-49 yang pada saat survei tidak menggunakan
alat/cara KB, 55% menyatakan berniat untuk menggunakannya di masa
yang akan datang, sementara 41% menyatakan tidak berniat untuk
menggunakannya.
13. Alasan untuk Tidak Menggunakan Alat/Cara KB di Masa Mendatang
Informasi tentang alasan tidak ingin menggunakan alat/cara KB
pada masa akan datang di antara wanita dan pria kawin bukan peserta KB
merupakan informasi penting bagi pelaksanaan program KB. Alasan yang
paling banyak dikemukakan oleh wanita adalah alasan terkait fertilitas
(32%), seperti menopause atau histerektomi (12%), dan keinginan untuk
memiliki banyak anak (11%).

30
a. Dua puluh tiga persen wanita menyebutkan alasan yang terkait dengan
alat/cara KB seperti kekhawatiran akan efek samping (12%) dan
masalah kesehatan (8%).
b. Alasan yang paling banyak dikemukakan oleh pria untuk tidak
menggunakan alat/cara KB adalah tidak setuju dengan KB (32%),
diikuti oleh alasan yang berkaitan dengan alat/cara KB (27%) dan
alasan terkait fertilitas (24%).

31
CPR Modern Menurut Provinsi, SRPJMN 2017 15

32
Unmet Need Menurut Provinsi, SRPJMN 2017 15

33
D. TELAAH JURNAL
1. Associations between Pregnancy Intention, Attitudes, and Contraceptive
Use amongWomen Veterans in the ECUUN Study16
Peneliti : Tierney Wolgemuth, BS, Colleen Judge-Golden, BA, Lisa
Callegari,MD, MPH, Xinhua Zhao, PhD, MPH, Maria Mor, PhD, Sonya
Borrero, MD, MS tahun 2018
Metode: Data cross-sectional
Kesimpulan: Temuan ini mendukung penelitian sebelumnya yang
menunjukkan bahwa niat kehamilan saja tidak sepenuhnya menjelaskan
perilaku kontrasepsi dan menyiratkan bahwa sikap terhadap kehamilan
memainkan peran penting dalam membentuk penggunaan kontrasepsi
terlepas dari niat kehamilan
2. Determinan Keikutsertaan Ibu Sebagai Akseptor Metode Kontrasepsi
Jangka Panjang Pasca Persalinan (Studi Kasus di Fasilitas Kesehatan
Tingkat Lanjutan Kabupaten Dharmasraya)17
Peneliti : Sri Andar Puji Astuti, Edison, Pom Harry Satria, tahun 2019
Desain penelitian adalah cross sectional. Data primer diambil selama 2017,
yaitu antara Februari dan Desember dengan sampel 99 orang di Ruang
Bersalin di rumah sakit umum daerah Sungai Dareh. Model analisis yang
digunakan adalah regresi dari metode rasio kemungkinan mundur. Teknik
pengambilan sampel menggunakan purposive sampling. Berdasarkan hasil
pengujian, variabel tingkat kemiskinan, jumlah anak yang selamat, status
kesehatan, tingkat usia responden, tingkat pendidikan, tujuan
menggunakan metode keluarga berencana, dukungan dan sikap suami
memiliki hubungan yang signifikan dengan partisipasi lama nifas. metode
kontrasepsi jangka panjang. Sedangkan faktor yang tidak berhubungan
adalah usia pernikahan pertama dan tingkat pengetahuan responden. Dari
model regresi yang dihasilkan, dukungan suami adalah faktor yang paling
dominan (p = 0,001, OR = 19,591 (95% CI: 3,227 - 118,927), sehingga
dapat disimpulkan bahwa dukungan suami mempengaruhi keputusan istri
dalam partisipasi kontrasepsi postpartum.

34
Kesimpulan : Faktor yang paling dominan menentukan keikutsertaan ibu
dalam KB MKJP Pasca persalinan adalah dukungan suami sehingga perlu
kerja keras pemerintah Kabupaten Dharmasraya maupun penyelenggara di
setiap fasilitas kesehatan dalam memaksimalkan peran suami dengan cara:
a. Memberikan informasi lengkap tentang KB MKJP pasca persalinan
kepada suami sehingga diharapkan dapat memberi dukungan kepada
istri berupa saran, pengarahan dan umpan balik tentang KB MKJP
pasca persalinan.
b. Memberikan informasi kepada keluarga pasien tentang menfaat KB
MKJP pasca persalinan karena keintiman hubungan sosial dalam
keluarga dapat berpengaruh terhadap keputusan dukungan suami
c. Suami perlu memberikan dukungan secara langsung kepada istri
berupa pemberian nasehat, petunjuk, saran atau umpan balik yang
diper oleh dari tenaga kesehatan, sehingga istri termotivasi
menggunakan KB, memberikan dukungan sosial berupa perhatian dan
keperdulian dengan cara mengantarkan dan menunggu istri
mendapatkan pelayanan KB MKJP pasca persalinan.
3. Faktor yang Memengaruhi Pemilihan Metode Kontrasepsi 18
Peneliti : Rendys Septalia, Nunik Puspitasari, Departemen Biostatistika
dan Kependudukan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga
tahun 2016
Penelitian observasional dengan desain penelitian cross sectional.
Pengambilan sampel menggunakan teknik systematik random sampling,
didapatkan sampel sebesar 79 akseptor KB. Variabel independen yang
diteliti adalah biaya pemakaian kontrasepsi, biaya non materiil
(pengalaman efek samping, hambatan norma budaya, hambatan
penyesuaian sosial, hambatan kesehatan fisik dan mental, dan hambatan
aksesbilitas. Data yang dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner dan
analisis menggunakan regresi logistik ganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang berpengaruh signifikan
adalah biaya pemakaian kontrasepsi (pvalue = 0,002), biaya non materiil

35
(pengalaman efek samping) (pvalue = 0,007), dan faktor yang tidak
berpengaruh signifi kan adalah hambatan norma budaya (pvalue = 0,105),
hambatan penyesuaian sosial (pvalue = 0,999), hambatan kesehatan fisik
dan mental (pvalue = 0,920), dan hambatan aksesbilitas (pvalue =0,438).
Disimpulkan bahwa biaya pemakaian kontrasepsi dan biaya non materiil
(pengalaman efek samping) merupakan faktor yang dapat mempengaruhi
pemilihan kontrasepsi.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemakaian Metode Kontrasepsi
Jangka Panjang (MKJP) Provinsi Jawa Tengah 19
Oleh : Charis Christiani, Christine Diah W dan Bambang Martono
Menggunakan metode penelitian kualitatif pada, dengan kesimpulan yaitu:
a. Faktor umur, jumlah anak, tingkat pendidikan, tempat tinggal, tahapan
keluarga, tujuan dan alasan ber-KB memiliki hubungan yang erat
terhadap pemilihan dan penggunaan MKJP. Wanita PUS usia 30 tahun
kebawah sebagian besar memilih alat kontrasepsi non MKJP
sebaliknya yang berumur lebih dari 30 tahun serta mempunyai tujuan
atau alasan ber-KB untuk menghentikan kehamilan atau tidak ingin
mempunyai anak lagi mereka akan memilih alat kontrasepsi MKJP.
Wanita PUS yang mempunyai pendidikan tinggi akan memilih alat
kontrasepsi MKJP karena mereka mempunyai pengetahuan yang baik
tentang manfaat dan resiko alat kontrasepsi sehingga mereka memilih
alat kontrasepsi yang aman, praktis dan jangka panjang. Wanita PUS
perkotaan cenderung memilih alat kontrasepsi MKJP karena alasan
aman, praktis dan jangka panjang.
b. Pelaksanaan program KB MKJP di Provinsi Jawa Tengah sudah
terlaksana dengan baik namun belum maksimal. Untuk pemasangan
alat kontrasepsi, sarana dan prasarana layanan KB sudah memadai
demikian pula dengan tenaga medis yang menangani, mereka secara
rutin mendapatkan pendidikan dan pelatihan, namun untuk
pemasangan MOW dan MOP masih terbatas pada Rumah Sakit (RS)
tertentu sehingga akses untuk melakukan pemasangan MOW dan MOP

36
membutuhkan biaya tambahan (transport). Pemasangan alat
kontrasepsi tidak dipungut biaya karena mendapatkan subsidi
pemerintah, hanya ada beberapa daerah yang masih memungut biaya
transport sebab RS tempat operasi jauh atau di luar daerah. Sebelum
proses pemasangan alat kontrasepsi terlebih dahulu diberikan
konseling kepada calon akseptor agar mereka mengetahui kelemahan
dan kelebihan masingmasing alat kontrasepsi sehingga mereka tidak
salah pilih alat kontrasepsi, selain itu calon akseptor juga harus
mengisi dan menandatangani Inform concent dengan persetujuan
pasangannya.
c. Sosialisasi tentang KB dilakukan rutin setiap 1 bulan sekali dengan
materi tentang macam-macam alat kontrasepsi beserta kelebihan dan
kekurangannya, tempat layanan, biaya, serta informasi lainnya yang
berhubungan dengan program KB. Sosialisasi tentang program KB di
Provinsi Jawa Tengah dilakukan lewat acara acara/pertemuan PKK,
Muslimat, Aisiyah, Fathayat NU, Posyandu, Pengajian, anjang sana
dan metode jemput bola serta obrolan santai di warung kopi di setiap
kesempatan maupun pertemuanpertemuan yang lain. Sosialisasi
diberikan oleh BKKBN, BP3AKB, PLKB, Dokter, dan bidan. Namun
demikian pelaksanaan sosialisasi ini belum terlaksana secara maksimal
karena acaranya masih digabung dengan acara-acara yang lain, belum
dilakukan secara terpisah sehingga masyarakat betul –betul memahami
tentang program KB.
d. Ketersediaan tenaga penyuluh KB (PLKB) di provinsi Jawa Tengah
masih kurang memadai karena masih ada di beberapa daerah yang 1
orang PLKB menangani 10 desa, hal ini akan mengurangi kualitas
pekerjaannya sebab mereka tidak dapat focus dan optimal dalam
menjalankan tugasnya, beruntung mereka dibantu oleh relawan-
relawan dari desa yaitu PPKBD sehingga pekerjaannya bisa
diselesaikan walaupun tidak maksimal. Mereka melakukan pendataan

37
dan pemetaan dengan melibatkan PPKB, tokoh masyarakat, tokoh
agama, aparat desa maupun RT dan RW.
e. Pemahaman tentang program KB oleh tenaga medis yang menangani
KB, PLKB maupun para motivator dan Advokator sangat baik, Mereka
sering mendapatkan pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan
oleh BKKBN, BP3AKB maupun instansi lainnya.
f. Tanggapan masyarakat tentang program KB di Provinsi Jawa tengah
sangat mendukung, mereka mempunyai pengetahuan tentang KB serta
menjadinakseptor Kb walaupun sebagian besar menjadi akseptor alat
kontrasepsi non MKJP.
g. Di provinsi Jawa Tengah antara KKB swasta dan pemerintah terjalin
kerjasama yang erat terbukti adanya koordinasi antar keduanya secara
rutin, demikian pula dengan tenaga medis yang ada terjalin kerjasama
denganadanya koordinasi antar dokter maupun antar bidan yang
menangani program KB. Sedangkan peran pemerintah dalam
menyukseskan program KB sangat besar yaitu adanya dukungan
regulasi serta anggaran yang disediakan demi keberhasilan program
KB.
h. Faktor yang menghambat program KB terutama dalam pemakaian alat
kontrasepsi MKJP adalah adanya ketakutan masyarakat untuk
melakukan operasi, malu karena harus membuka organ intim, serta
takut akan efek samping atau akibat pemasangan alat kontrasepsi
MKJP.

38
BAB 3
PENUTUP

A. Simpulan
Berdasarkan data Pelayanan Kontrasepsi Badan Kependudukan dan
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) diketahui bahwa masih ada
ketidakfahaman warga akan program Keluarga Berencana. Wanita berstatus
kawin dan pria kawin di perkotaan cenderung lebih tinggi proporsinya untuk
membatasi kelahiran dibandingkan yang tinggal di perdesaan.
Terkait dengan penggunaan kontrasepsi sebagian besar masyarakat
Indonesia yang menggunakan alat kontrasepsi memilih metode non
kontrasepsi jangka panjang atau dapat dikatakan mereka memilih alat
kontrasepsi yang memiliki reaksi jangka pendek. Menurut Rendys Septalia
dkk biaya pemakaian kontrasepsi dan biaya non materiil (pengalaman efek
samping) merupakan faktor yang dapat mempengaruhi pemilihan kontrasepsi.
Metode kontrasepsi jangka panjang adalah metode yang sangat efektif
untuk digunakan pada pasangan usia subur yang sudah mencapai usia 35 tahun
dan juga mempunyai dua orang anak atau bahkan lebih. Namun kenyataan
yang dihadapi dilapangan pada usia tersebut diatas masih banyak pasangan
usia subur yang memilih kontrasepsi jangka pendek dengan alasan yang masih
sama yaitu takut akan efek samping atau tidak siap dengan keluhan yang akan
dihadapi nanti setelah memakai alat kontrasepsi tersebut.

B. Saran
Diharapkan petugas kesehatan harus dapat lebih giat lagi dalam memberikan
penyuluhan atau edukasi bagi masyarakat terkait dengan alat kontrasepsi,
sehingga masyarakat bisa semakin bertambah pengetahuannya, terutama untuk
wilayah perdesaan. Pada akhirnya dapat memilih alat kontrasepsi sesuai
dengan kebutuhannya. Dengan harapan jumlah peserta yang menggunakan
metode MKJP dapat bertambah secara signifikan.

39
DAFTAR PUSTAKA

1. WHO. Contraception.[online] diakses dari http://www.who.int/news-


room/fact-sheets/detail/family-planning-contraception. 2014. [di akses pada 9
Mei 2018]

2. Prawirohardjo, S. Bunga Rampai Obstetri dan Ginekologi Sosial. Jakarta:


Yayasan Bina Pustaka. 2005

3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.


Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Kemenkes RI. 2013.

4. Kemenkes RI. Pedoman Manajemen Pelayanan Keluarga Berencana. Jakarta:


Kemenkes RI. 2014

5. Mujiati, Inti. Pelayanan KB Pasca Persalinan dalam Upaya Mendukung


Percepatan Penurunan Angka Kematian Ibu. Buletin Jendela Data dan
Informasi Kesehatan Kemenkes RI2(2). 2013

6. Cleland, J., S. Bernstein, A. Ezeh., A. Faundes., A. Glasier., and J.Innis.


Family Palnning: The Unfinished Agenda. The Lancet 368(9549). 2006.

7. Hartanto. Perbedaan Siklus Menstruasi Antara Ibu yang Menggunakan Alat


Kontarasepsi IUD dengan Kontrasepsi Suntik di Desa Geneng Sentul
Sidoagung Godean Sleman Yogyakarta. Jurnal Kesehatan. Website:
http://www.skirpsistikes.wordpress.com. 2007

8. Arum, Dyah N. Sujiatini. Panduan Lengkap Pelayanan KB Terkini.


Yogyakarta: Nuha Medika. 2007

9. Saifuddin, A. B. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta:


Yayasan Bina Pustaka. 2006.

10. BKKBN. Rencana Strategis Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana


Nasional. BKKBN; Jakarta. 2017.

11. Suratun. Pelayanan Keluarga Berencana Dan Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta:


Trans Info Media. 2008.

12. BKKBN. Program KB di Indonesia. http://www..bkkbn..go.id. 2008. [Diakses


tanggal 20 September 2019].

13. Handayani S. Buku Ajar Pelayanan Keluarga Berencana. Yogyakarta: Pustaka


Rihama. 2010.

40
14. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, Badan Pusat
Statistik, Kementrian Kesehatan. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional; Jakarta. 2018.

15. BKKBN. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. BKKBN;


Jakarta. 2017.

16. Wolgemuth T, Colleen J G, Lisa C, Xinhua Z, Maria M, Sonya B.


Associations between Pregnancy Intention, Attitudes, and Contraceptive Use
amongWomen Veterans in the ECUUN Study. Jacobs Institute of Women's
Health. 2018; 1-8.

17. Astuti S A P, Edison, Pom H S. Determinan Keikutsertaan Ibu Sebagai


Akseptor Metode Kontrasepsi Jangka Panjang Pasca Persalinan (Studi Kasus
di Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan Kabupaten Dharmasraya). Jurnal
Ilmiah Universitas Batanghari Jambi. 2019; (19): 65-70. DOI
10.33087/jiubj.v19i1.553.

18. Septalia R, Nunik P. Faktor yang Memengaruhi Pemilihan Metode


Kontrasepsi. Jurnal Biometrika dan Kependudukan. 2016;.(5): 91–98.

19. Christiani C, Christine D W, Bambang M. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi


Pemakaian Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) Provinsi Jawa
Tengah. Jurnal Ilmiah UNTAG Semarang. 2019; 74-64.

41

Anda mungkin juga menyukai