Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

KELOMPOK 6

DISUSUN OLEH :

DOSEN PENGAMPU :

PRODI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS FORT DE KOCK BUKKITTINGGI

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rakhmat-Nya sehingga

penulis dapat menyelesaikan makalah ini Kelompol 6 ini,sebagaimana dibuat sebagai tugas

Analisis Program Gizi dan Kebijakan Pangan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Fort

De Kock Bukittinggi.

Di dalam penulisan ini, Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan

pada tulisan ini namun, penulis berharap tulisan ini nantinya dapat memberikan manfaat bagi

semua. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan kebaikan kepada semuanya, atas segala

amal kebaikan dan bantuannya.

Penulis

Kelompok 6
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.....................................................................................................i
KATA PENGANTAR.................................................................................................ii
DAFTAR ISI...............................................................................................................iii
BAB I............................................................................................................................4
PENDAHULUAN........................................................................................................4
A. Latar Belakang.................................................................................................4
BAB II...........................................................................................................................6
ISI DAN PEMBAHASAN..................................................................................6

2.1 Definisi Posyandu ..............................................................................................


2.2 Sejarah Posyandu...................................................................................
2.3 Pelaksanaan Sistem 5 Meja ............................................................................
2.4 Pemantauan Status Gizi Balita.........................................................................
2.5 KMS (Kartu Menuju Sehat).................................................................................
2.6 Penilaian Posyandu.................................................................
2.7...................................................................
2.8 ...............................................................................
2.9...................................................................................................
2.10 ........................................................................
2.11..........................................................................
2.12 ............................................ 13
2.13 .......................................... 14
2.14 .................................... 22
2.15..................................................................... 24
2.16 ................................................................. 25
2.17............................................................................... 25

BAB III.......................................................................................................................16
KESIMPULAN..........................................................................................................16
REFERENSI..............................................................................................................17
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan merupakan hak azasi (UUD 1945, pasal 28 H ayat 1danUU No. 36 Tahun 2009

tentang Kesehatan) dan sekaligus sebagai investasi, sehingga perlu diupayakan, diperjuangkan

dan ditingkatkan oleh setiap individu dan oleh seluruh komponen bangsa, agar masyarakat dapat

menikmati hidup sehat, dan pada akhirnya dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang

optimal. Hal ini perlu dilakukan karena kesehatan bukanlah tanggung jawab pemerintah saja,

namun merupakan tanggung jawab bersama pemerintah dan masyarakat, termasuk swasta.

Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumberdaya Manusia

yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam

penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna memberdayakan masyarakat dan

memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar

untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi (Prasetyawati, 2012).

Posyandu sebagai salah satu bentuk UKBM (Usaha Kesehatan Bersumberdaya

Manusia) yang terletak di tengah-tengah masyarakat, pada saat ini pemantauan pertumbuhan

merupakan kegiatan utama Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) yang jumlahnya mencapai lebih

dari 289 ribu dan jumlah kader mencapai lebih dari 569 ribu, yang tersebar di seluruh wilayah

Indonesia (Kemenkes RI, 2011).


BAB II

ISI DAN PEMBAHASAN

2.1 Definisi Posyandu

Posyandu merupakan salah satu bentuk upaya kesehatan bersumber daya masyarakat

yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam

penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna memberdayakan masyarakat dan memberikan

kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar, utamanya untuk

mepercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi (DepkesRI,2006;11). Posyandu adalah

fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat yang didirikan di desa-desa kecil yang tidak terjangkau

oleh rumah sakit atau klinik.

Posyandu adalah kegiatan kesehatan dasar yang diselenggarakan dari, oleh dan untuk

masyarakat yang dibantu oleh petugas kesehatan bertujuan untuk meningkatkan derajat

kesehatan masyarakat pada umumnya serta kesehatan ibu dan anak pada khususnya. Jadi

Posyandu merupakan kegiatan swadaya dari masyarakat di bidang kesehatan dengan penanggung

jawab kepala desa. Ada lima kegiatan pokok di Posyandu, yaitu keluarga berencana, kesehatan

ibu dan anak, pemantaun gizi anak, imunisasi (suntikan pencegahan) dan penanggulangan diare.

Posyandu bertujuan untuk mempercepat penurunan angka kematian bayi, anak balita dan angka

kelahiran. Selanjutnya untuk mempercepat penerimaan NKKBS dan agar masyarakat dapat

mengembangkan kegiatan kesehatan dan kegiatan-kegiatan lain yang menunjang sesuai dengan

kebutuhan dan kemampuannya (Depkes RI,2006;12).

2.2 Sejarah Posyandu

Untuk mempercepat terwujudnya masyarakat sehat, yang merupakan bagian dari

kesejahteraan umum seperti yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945, Departemen
Kesehatan pada tahun 1975 menetapkan kebijakan Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa

(PKMD). Adapun yang dimaksud dengan PKMD ialah strategi pembangunan kesehatan yang

menerapkan prinsip gotong royong dan swadaya masyarakat, dengan tujuan agar masyarakat

dapat menolong dirinya sendiri, melalui pengenalan dan penyelesaian masalah kesehatan yang

dilakukan bersama petugas kesehatan secara lintas program dan lintas sector terkait.

Diperkenalkannya PKMD pada tahun 1975 mendahului kesepakatan internasional tentang

konsep yang sama, yang dikenal dengan nama Primary Health Care (PHC), seperti yang

tercantum dalam Deklarasi Alma Atta pada tahun 1978.

Pada tahap awal, kegiatan PKMD yang pertama kali diperkenalkan di Kabupaten

Banjarnegara, Jawa Tengah, diselenggarakan dalam pelbagai bentuk. Kegiatan PKMD untuk

perbaikan gizi, dilaksanakan melalui Karang Balita, sedangkan untuk penanggulangan diare,

dilaksanakan melalui Pos Penanggulangan Diare, untuk pengobatan masyarakat di perdesaan

melalui Pas Kesehatan, serta untuk imunisasi dan keluarga berencana, melalui Pos lmunisasi dan

Pos KB Desa.

Perkembangan berbagai upaya kesehatan dengan prinsip dari, oleh dan untuk masyarakat

yang seperti ini, di samping menguntungkan masyarakat, karena memberikan kemudahan bagi

masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan, ternyata juga menimbulkan berbagai

masalah, antara lain pelayanan kesehatan menjadi terkotak-kotak, menyulitkan koordinasi, serta

memerlukan lebih banyak sumber daya.

Untuk mengatasinya, pada tahun 1984 dikeluarkanlah lnstruksi Bersama antara Menteri

Kesehatan, Kepala BKKBN dan Menteri Dalam Negeri, yang mengintegrasikan berbagai

kegiatan yang ada di masyarakat ke dalam satu wadah yang disebut dengan nama Pos Pelayanan

Terpadu (Posyandu). Kegiatan yang dilakukan, diarahkan untuk lebih mempercepat penurunan
angka kematian ibu dan bayi, yang sesuai dengan konsep GOBI - 3F (Growth Monitoring, Oral

Rehydration, Breast Feeding, lmunization, Female Education, Family Planning, dan Food

Suplementation), untuk Indonesia diterjemahkan ke dalam 5 kegiatan Posyandu, yaitu KIA, KB,

lmunisasi, Gizi dan penanggulangan diare.

Pencanangan Posyandu yang merupakan bentuk baru ini, dilakukan secara massal untuk

pertama kali oleh Kepala Negara Republik Indonesia pada tahun 1986 di Yogyakarta, bertepatan

dengan peringatan Hari Kesehatan Nasional. Sejak saat itu Posyandu tumbuh dengan pesat. Pada

tahun 1990, terjadi perkembangan yang sangat luar biasa, yakni dengan keluarnya lnstruksi

Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 1990 tentang Peningkatan Pembinaan Mutu Posyandu.

Melalui instruksi ini, seluruh kepala daerah ditugaskan untuk meningkatkan pengelolaan mutu

Posyandu. Pengelolaan Posyandu dilakukan oleh satu Kelompok Kerja Operasional (Pokjanal)

Posyandu yang merupakan tanggung jawab bersama antara masyarakat dengan Pemerintah

Daerah (Pemda).

2.3 Pelaksanaan Sistem Lima Meja

Pelaksanaan layanan posyandu, dilakukan pelayanan masyarakat dengan system 5 meja,

dengan uraian sebagai berikut (Dwi,dkk, 2012) :

1. Meja I: Pendaftaran Ibu hamil/Balita

a. Kader mendaftar bayi/balita yang dibawa ibu-ibu, menuliskan nama bayi/balita

pada secarik kertas dan diselipkan pada KMS/buku KIA. Apabila peserta baru,

berikan buku

b. KIA/KMS baru dan tuliskan namanya, kemudian selipkan

c. secarik kertas bertuliskan nama bayi/balita pada buku KIA/KMS.


d. Kader mendaftar ibu hamil: menulis nama ibu hamil pada formulir atau register ibu

hamil. Apabila ibu hamil tidak membawa balita, langsung dipersilahkan menuju ke

meja 4. Untuk ibu hamil baru, atau belum mempunyai buku KIA berikan buku

KIA.

e. Setelah mendaftar di meja 1, kemudian ibu-ibu dengan balitanya menuju meja 2

2. Meja II: Penimbangan Balita

a. Kader di meja 2 menimbang balita dan mencatat hasil penimbangan di secarik

kertas yang telah diselipkan di buku KIA/KMS.

b. Setelah selesai ditimbang ibu dan balita, dipersilahkan untuk menuju meja 3

3. Meja III: Pencatatan Buku KIA/KMS

a. Kader di meja 3 mencatat hasil timbangan yang ada di secarik kertas dipindahkan

kedalam buku KIA/KMS. Cara pengisian buku KIA/KMS, sesuai dengan petunjuk

petugas kesehatan.

b. Setelah selesai, buku KIA/KMS diserakhan kembali dan dipersilahkan menuju meja

4.

4. Meja IV: Penyuluhan

a. Kader di meja 4 memberikan penyuluhan kepada ibu, sesuai dengan hasil

pencatatan di buku KIA/KMS dan pengamatan terhadap anaknya.

b. Penyuluhan ini tidak hanya diberikan kepada balita yang tidak naik/turun

timbangannya, tetapi yang timbangannya naik pun juga perlu diberi penyuluhan

untuk dapat menjaga kesehatannya. Di meja 5 kader dapat melakukan rujukan ke

tenaga kesehatan, bidan, PLKB atau Puskesmas pada kasus-kasus yang perlu

dirujuk
c. Topik penyuluhan yang diberikan sesuai dengan permasalahan yang ada

d. Kader juga dapat memberikan penyuluhan gizi, atau pertolongan dasar, misalnya

pemberian makanan tambahan (PMT), vitamin, oralit, menurunkan demam ringan

pada anak, meredakan batuk dsb.

e. Berikan pujian pada balita/ibunya, bila mereka rajin menimbang dan bagus nilai

timbangannya atau perkembangannya.

5. Meja V: Pelayanan Kesehatan

a. Dilakukan khusus di meja 5, yang memberikan pelayanan adalah petugas kesehatan

bidan atau PLKB

b. Layanan yang diberikan antara lain: imunisasi, KB, Pemeriksaan ibu hamil,

Pemberian tablet tambah darah, kapsul yodium dll.

2.4 Pemantauan Status Gizi Balita

Kecukupan gizi dan pangan merupakan salah satu faktor terpenting dalam

mengembangkan kualitas sumber daya manusia, sebagai indikator keberhasilan pembangunan

suatu bangsa. Dalam hal ini gizi memiliki pengaruh terhadap kecerdasan dan produktivitas kerja

sumber daya manusia (Almatsier, 2001). Saat ini Indonesia masih menghadapi permasalahan gizi

yang berdampak serius terhadap kualitas sumber daya manusia (SDM). Salah satu masalah

kekurangan gizi yang masih cukup tinggi di Indonesia adalah pendek (stunting) dan kurus

(wasting)pada balita serta masalah anemia dan kurang energi kronik (KEK) pada ibu hamil.

Masalah kekurangan gizi pada ibu hamil tersebut pada akhirnya dapat menyebabkan

berat badan bayi lahir rendah (BBLR)dan kekurangan gizi pada balita. Permasalahan gizi

disebabkan oleh penyebab langsung seperti asupan makanan yang tidak adekuat dan penyakit
infeksi. Sedangkan penyebab tidak langsung permasalahan gizi adalah masih tingginya

kemiskinan, rendahnya sanitasi lingkungan, ketersediaan pangan yang kurang, pola asuh yang

kurang baik, dan pelayanan kesehatan yang belum optimal (Kemenkes RI, 2017).

Pertumbuhan dapat dilihat dengan beberapa indicator status gizi. Secara umum terdapat 3

indikator yang bisa digunakan untuk mengukur pertumbuhan bayi dan anak, yaitu indikator berat

badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U) dan berat badan menurut tinggi

badan (BB/TB). Stunting merupakan salah satu masalah gizi yang diakibatkan oleh kekurangan

zat gizi secara kronis. Hal ini ditunjukkan dengan indikator TB/U dengan nilai skor-Z (Zscore) di

bawah minus 2. Panjang badan menurut umur atau umur merupakan pengukuran antropometri

untuk status stunting. Panjang badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan

pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, panjang badan tumbuh seiring dengan pertambahan

umur. Pertumbuhan panjang badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap

masalah kekurangan gizi dalam waktu pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap panjang

badan akan nampak dalam waktu yang relatif lama (Atikah.dkk,2018).

Pengukuran tinggi badan harus disertai pencatatan usia (TB/U). Tinggi badan diukur

dengan menggunakan alat ukur tinggi stadiometer Holtain/mikrotoice (bagi yang bisa berdiri)

atau baby length board (bagi balita yang belum bisa berdiri). Stadiometer holtain/mikrotoice

terpasang di dinding dengan petunjuk kepala yang dapat digerakkan dalam posisi horizontal.

Alat tersebut juga memiliki jarum petunjuk tinggi dan ada papan tempat kaki. Alat tersebut

cukup mahal, sehingga dapat diganti dengan meter stick yang digantung di dinding dengan

petunjuk kepala yang dapat digeralkan secara horizontal. Stick pada petunjuk kepala diisertai

dengan skala dalam cm (Suandi, 2010).


Kategori dan ambang batas status stunting balita berdasarkan PB/U, dapat dilihat pada

Baku rujukan Antropometri menurut WHO 2007 yaitu Indikator Panjang Badan menurut Umur

(TB/U),Status gizi :

1. Sangat pendek (stunted) : < -3,0 SD

2. Pendek (stunted) : ≥- 3 SD s.d <-2 SD

3. Normal : ≥-2 SD

Gangguan pertumbuhan dapat terjadi dalam kurun waktu singkat dan dapat terjadi pula

dalam waktu yang cukup lama. Gangguan pertumbuhan dalam waktu singkat sering terjadi pada

perubahan berat badan sebagai akibat menurunnya napsu makan seperti diare dan infeksi saluran

pernapasan atau karena kurang cukupnya makanan yang dikonsumsi. Sedangkan gangguan

pertumbuhan yang berlangsung dalam waktu yang lama dapat terlihat pada hambatan

pertambahan tinggi badan. Keadaan gizi yangseimbang tidak hanya penting bagi pertumbuhan

yang normal, tetapi juga proses-proses lainnya. Termasuk diantaranya adalah proses

perkembangan anak, kecerdasan, pemeliharaan kesehatan dan untuk melakukan kegiatan sehari-

hari (Waibale, P et al., 1999; Fillol, F et al., 2009).

Gagal tumbuh (Growth Faltering) merupakan suatu kejadian yang ditemui pada hampir

setiap anak di Indonesia. Gagal tumbuh pada dasarnya merupakan ketidakmampuan anak untuk

mencapai berat badan atau tinggi badan sesuai dengan jalur pertumbuhan normal. Kegagalan

pertumbuhan yang nyata biasanya mulai terlihat pada usia 4 bulan yang berlanjut sampai anak

usia 2 tahun, dengan puncaknya pada usia 12 bulan.


Berikut klasifikasi status gizi anak bawah lima tahun atau balita (Khasnur.dkk,2017) :

*) SD = Standar Deviasi.

2.5 KMS (Kartu Menuju Sehat)

Kartu Menuju Sehat (KMS) di Indonesia telah digunakan sejak tahun 1970-an, sebagai

sarana utama kegiatan pemantauan pertumbuhan (Permenkes RI, 2010).

Proses pengisian Kartu Menuju Sehat (KMS) yang berperan adalah kader posyandu.

Keberhasilan posyandu tidak lepas dari kerja keras kader yang dengan sukarela mengelola

posyandu di wilayahnya masing-masing. Kurangnya pelatihan dan pembinaan untuk

meningkatkan keterampilan yang memadai bagi kader menyebabkan kurangnya pemahaman

terhadap tugas kader, lemahnya informasi serta kurangnya koordinasi antara petugas dengan

kader dalam pelaksanaan kegiatan posyandu (Harisman, 2012).

Kader adalah seorang tenaga sukarela yang direkrut dari, oleh, dan untuk masyarakat

yang bertugas membantu kelancaran pelayanan kesehatan. Kader bertugas untuk melakukan

penimbangan berat badan bayi, menentukan status pertumbuhan berdasarkan kurva KMS serta

memberikan penyuluhan dan konseling gizi (Kemenkes RI, 2010).


Kader Posyandu yang sering berganti-ganti tanpa diikuti dengan pelatihan sehingga

kemampuan teknis gizi para kader yang aktif tidak memadai terutama tentang KMS. Hal ini

mengakibatkan kegiatan pemantauan pertumbuhan balita tidak dapat dilakukan secara

optimal sehingga upaya pencegahan timbulnya kasus gizi kurang dan buruk menjadi kurang

efektif dan terlambat dalam merujuk (Ismawati C, dkk, 2010).

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

155/Menkes/Per/I/2010, menyatakan bahwa KMS (Kartu Menuju Sehat) merupakan media

pencatatan perkembangan melalui kurva pertumbuhan normal anak berdasarkan indeks

antropometri berat badan menurut umur yang dibedakan berdasarkan jenis kelamin[2]. Dengan

KMS gangguan pertumbuhan atau risiko kelainan tumbuh kembang dapat diketahui lebih dini,

sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan secara lebih cepat dan tepat sebelum masalahnya

lebih berat. Fungsi dari KMS, yaitu sebagai alat untuk memantau pertumbuhan anak dan sebagai

catatan pelayanan kesehatan anak. Hal ini membuat KMS wajib dibawa orang tua setiap kali

berkunjung ke fasilitas pelayanan kesehatan.

Fungsi utama dari KMS yaitu (Maulidia.dkk,2015)

1. Sebagai alat untuk memantau pertumbuhan anak. Pada KMS dicantumkan grafik

pertumbuhan normal anak, yang dapat digunakan untuk menentukan apakah seorang

anak tumbuh normal, atau mengalami gangguan pertumbuhan. Bila grafik berat badan

anak mengikuti grafik pertumbuhan pada KMS, artinya anak tumbuh normal, kecil risiko

anak untuk mengalami gangguan pertumbuhan. Sebaliknya bila grafik berat badan tidak

sesuai dengan grafik pertumbuhan, anak kemungkinan berisiko mengalami gangguan

pertumbuhan.
2. Sebagai catatan pelayanan kesehatan anak. Di dalam KMS dicatat riwayat kesehatan

kehamilan, riwayat persalinan, pemeriksaan nifas, pelayanan kesehatan dasar anak

terutama berat badan anak, pemeriksaan neonatus, pemberian kapsul vitamin A,

pemberian ASI pada bayi 0-6 bulan dan imunisasi.

3. Sebagai alat edukasi. Di dalam KMS dicantumkanpesan-pesan dasar perawatan.

2.6 Penilaian Posyandu

Perkembangan masing-masing posyandu tidak sama. Dengan demikian,pembinaan yang

dilakukan untuk masing-masing Posyandu juga berbeda. Untuk mengetahui tingkat

perkembangan Posyandu, telah dikembangkan metode dan alat Tingkat Perkembangan

Posyandu, yang dikenal dengan nama Telaah Kemandirinan Posyandu. Tujuan telaah adalah

untuk mengetahui identifikasi tingkat perkembangan Posyandu yang secara umum dibedakan

atas 4 tingkat sebagai berikut (DepKes RI,2006) :

1. Posyandu Pratama

Posyandu Pratama adalah Posyandu yang belum mantap, yang ditandai oleh kegiatan

bulanan Posyandu belum terlaksana secara rutin serta jumlah kader sangat terbatas yakni

kurang dari 5 orang. Penyebab tidak terlaksananya kegiatan rutin bulanan Posyandu, di

samping karena jumlah kader yang terbatas, dapat pula karena belum siapnya masyarakat.

Intervensi yang dapat dilakukan untuk perbaikan peringkat adalah memotivasi

masyarakat serta menambah jumlah kader.

2. Posyandu Madya

Posyandu Madya adalah Posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatanlebih dari

8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader sebanyak lima orang atau lebih, tetapi

cakupan kelima kegiatan utamanya masih rendah, yaitu kurang dari 50%. Intervensi yang
dapat dilakukan untuk perbaikan peringkat adalah meningkatkan cakupan dengan

mengikutsertakan tokoh masyarakat sebagai motivator serta lebih menggiatkan kader

dalam mengelola kegiatan Posyandu.

3. Posyandu Purnama

Posyandu Purnama adalah Posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih

dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader sebanyak 5 orang atau lebih, cakupan

kelima kegiatan utamanya lebih dari 50%, mampu menyelenggarakan program tambahan,

serta telah memperoleh sumber pembiayaan dari dana sehat yang dikelola oleh

masyarakat yang pesertanya masih terbatas yakni kurang dari 50% KK di wilayah kerja

Posyandu. Intervensi yang dapat dilakukan untuk perbaikan peringkat antara lain :

a) Sosialisasi program dana sehat yang bertujuan untuk memantapkan pemahaman

masyarakat tentang dana sehat.

b) Pelatihan dana sehat, agar di desa tersebut dapat tumbuh dana sehat yang kuat, dengan

cakupan anggota lebih dari 50% KK. Peserta pelatihan adalah para tokoh masyarakat,

terutama pengurus dana sehat desa/kelurahan, serta untuk kepentingan Posyandu

mengikutsertakan pengurus Posyandu.

c. Posyandu Mandiri

Posyandu Mandiri adalah Posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih dari 8

kali pertahun, dengan rata-rata jumlah kader sebanyak lima orang atau lebih, cakupan

kelima kegiatan utamanya lebih dari 50%, mampu menyelenggarakan program tambahan,

serta telah memperoleh sumber pembiayaan dari dana sehat yang dikelola oleh

masyarakat yang pesertanya lebih dari 50% KK yang bertempat tinggal di wilayah kerja

Posyandu. Intervensi yang dilakukan bersifat pembinaan termasuk pembinaan program


dana sehat, sehingga terjamin kesinambungannya. Selain itu dapat dilakukan intervensi

memperbanyak macam program tambahan sesuai denganmasalah dan kemampuan

masing-masing yang dirumuskan melalui pendekatan PKMD.

Keberhasilan posyandu dapat terlihat dari pencapaian SKDN, dimana SKDN adalah

status gizi balita yang digambarkan dalam suatu balok SKDN, dimana balok tersebut memuat

tentang sasaran balita di suatu wilayah (S), balita yang memiliki KMS (K), balita yang ditimbang

berat badannya (D), balita yang ditimbang dan naik berat badannya (N), SKDN tersebut

diperoleh dari hasil posyandu yang dimuat di KMS dan digunakan untuk memantau

pertumbuhan balita (Depkes RI, 2003).

Balita baru yang diperiksa kesehatannya sekaligus dicek tumbuh kembangnya oleh

Petugas Puskesmas/Puskesmas Pembantu Polindes di dalam maupun diluar Institusi Kesehatan

seperti di Posyandu. Balita yang naik berat badannya adalah Balita yang pada waktu ditimbang

di fasilitas kesehatan atau posyandu mengalami kenaikan berat badan sesuai pedoman apabila

dibandingkan dengan hasil penimbangan sebelumnya.

Posyandu balita identik dengan tugas kaum perempuan atau ibu mengantar anaknya,

tetapi pada posyandu ayah peduli peran serta juga kepedulian para ayah mengantar ke posyandu,

serta adanya kader laki –laki yang turut memberikan pelayanan, sehingga kesehatan juga tumbuh

kembang anak akan semakin baik. Sehingga deran adanya peran dan keterlibatan ayah dalam

kegiatan posyandu dapat diharapkan meningkatkan derajat kesehatan balita,dan dapat terciptanya

keluarga yang sadar akan kesehatan, dengan cara rutin membawa balitanya datang ke posyandu.

Sehingga dapat terciptanya pencapaian SKDN sesuai dengan capaian nasional

(Mudhawaroh,2020).
BAB III

KESIMPULAN
REFERENSI

Depkes RI, Pedoman Umum Pengelolaan Posyandu, Jakarta: Depkes RI, 2006. hlm. 11.

Almatsier S. 2001. Prinsip dasar ilmu gizi. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama

Dwi Rahayu, Moh. Alimansur, Fajar Rinawati,2012. Hubungan antara pengetahuan dengan

pelaksanaan system Lima mejadi posyandu balita kelurahan ngronggonKecamatan kota

kota Kediri:Jurnal Ilmu Kesehatan Vol 1.

Kementerian Kesehatan RI. 2017. Warta kesmas; gizi investasi masa depan bangsa. Jakarta:

Kementerian Kesehatan RI.

Atikah.dkk, 2018. Buku referensi Study guide–stunting dan upaya Pencegahannya Bagi

mahasiswa kesehatan masyarakat.Banjar Baru.

Khasnu.dkk,2017: Sistem informasi pemantauan status gizi balita. Jurnal matrik vol. 16 no.

2.Mataram.

Prasetyawati. Kesehatan Ibu Dan Anak (KIA) Dalam Millenium Development Goals

(MDGs). Yogyakarta : Nuha Medika. 2012

Kemenkes RI. Kader Posyandu. Jakarta : Departemen Kesehatan. 2011

Permenkes RI. Penggunaan Kartu Menuju Sehat (KMS) bagi Balita. 2010

Harisman, dan Dina Dwi Nuryani 2012. http:// ejumalmalahayati.ac.id /index.

php/duniakesmas/article/viewFile /341/277

Kemenkes RI. Pedoman Kegiatan Kader di Posyandu. Jakarta : Depkes RI. 2010

Ismawati C, dkk. Posyandu Desa Siaga.Jogjakarta : Nuha Medika. 2010

Maulidia.dkk,2015. Sistem Informasi KMS (Kartu Menuju Sehat) (Studi Kasus : UPTD

Puskesmas Kecamatan Pontianak Barat): Jurnal Sistem dan Teknologi Informasi

(JUSTIN) Vol. 1, No. 1:Tanjung Pura.


Mudhawaroh.dkk,2020. Pengaruh kegiatan posyandu ayah terhadap pencapaian skdn di

Posyandu desa pulo gebang dan posyandu desa gubus banaran Wilayah kerja

puskesmas tembelang kabupaten jombang: Jurnal Ilmiah Kebidanan (Scientific Journal

of Midwifery), Vol 6, No. 1:Jombang.

Anda mungkin juga menyukai