Anda di halaman 1dari 29

TUGAS ANALISIS PROGRAM GIZI DAN KEBIJAKAN PENGAN

POS PELAYANAN TERPADU (POSYANDU)

Oleh :

Kelompok 6

1. Baitul Amanah 2213101001


2. Lutfiana Mardhatilla 2213101010
3. Putri Permata Sari 2213101014
4. Vanny Claudia Putri 2213101021
5. Ma’mun Sutisna 2213101026
6. Srikurnia Yati 2213101033

Dosen Pengampu : Prof. Dr. dr. Nur Indrawaty Lipoeto, M.sc., PhD., SpGK

MAGISTER KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS FORT DE KOCK
TAHUN 2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rakhmat-Nya sehingga

penulis dapat menyelesaikan makalah ini Kelompol 6 ini,sebagaimana dibuat sebagai tugas

Analisis Program Gizi dan Kebijakan Pangan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Fort

De Kock Bukittinggi.

Di dalam penulisan ini, Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan

pada tulisan ini namun, penulis berharap tulisan ini nantinya dapat memberikan manfaat bagi

semua. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan kebaikan kepada semuanya, atas segala

amal kebaikan dan bantuannya.

Penulis

Kelompok 6

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................... 2

DAFTAR ISI....................................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................... 4

A. Latar belakang........................................................................................................ 4
B. Tujuan penulisan.................................................................................................... 4

BAB II ISI........................................................................................................................... 5

2.1 Definisi Posyandu.................................................................................................. 5

2.2 Sejarah Posyandu................................................................................................... 6

2.3 Pelaksanaan sistem 5 meja..................................................................................... 7

2.4 Pemantauan Status Gizi Balita............................................................................... 9

2.5 KMS (Kartu Menuju Sehat)................................................................................... 12

2.6 Penilaian Posyandu................................................................................................ 14

2.7 Sistem Pelaporan Status Gizi di Masyarakat......................................................... 17

2.8 Posyandu Lansia.................................................................................................... 18

2.9 Posbindu................................................................................................................. 21

2.10 Masalah Kesehatan di Indonesia............................................................................ 24

BAB III KESIMPULAN.................................................................................................... 27

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................... 28

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan merupakan hak azasi (UUD 1945, pasal 28 H ayat 1danUU No. 36 Tahun 2009

tentang Kesehatan) dan sekaligus sebagai investasi, sehingga perlu diupayakan, diperjuangkan

dan ditingkatkan oleh setiap individu dan oleh seluruh komponen bangsa, agar masyarakat dapat

menikmati hidup sehat, dan pada akhirnya dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang

optimal. Hal ini perlu dilakukan karena kesehatan bukanlah tanggung jawab pemerintah saja,

namun merupakan tanggung jawab bersama pemerintah dan masyarakat, termasuk swasta.

Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumberdaya Manusia

yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam

penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna memberdayakan masyarakat dan

memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar

untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi (Prasetyawati, 2012).

Posyandu sebagai salah satu bentuk UKBM (Usaha Kesehatan Bersumberdaya

Manusia) yang terletak di tengah-tengah masyarakat, pada saat ini pemantauan pertumbuhan

merupakan kegiatan utama Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) yang jumlahnya mencapai lebih

dari 289 ribu dan jumlah kader mencapai lebih dari 569 ribu, yang tersebar di seluruh wilayah

Indonesia (Kemenkes RI, 2011).

B. Tujuan Penulisan

1. Untuk mempelajari dan memahami mengenai Posyandu, status gizi serta masalah

kesehatan di Indonesia yang berkaitan dengan gizi masyarakat

2. Untuk memenuhi tugas mata kuliah analisis program gizi dan kebijakan pangan

4
BAB II

ISI DAN PEMBAHASAN

2.1 Definisi Posyandu

Posyandu merupakan salah satu bentuk upaya kesehatan bersumber daya masyarakat

yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam

penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna memberdayakan masyarakat dan memberikan

kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar, utamanya untuk

mepercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi (DepkesRI,2006;11). Posyandu adalah

fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat yang didirikan di desa-desa kecil yang tidak terjangkau

oleh rumah sakit atau klinik.

Posyandu adalah kegiatan kesehatan dasar yang diselenggarakan dari, oleh dan untuk

masyarakat yang dibantu oleh petugas kesehatan bertujuan untuk meningkatkan derajat

kesehatan masyarakat pada umumnya serta kesehatan ibu dan anak pada khususnya. Jadi

Posyandu merupakan kegiatan swadaya dari masyarakat di bidang kesehatan dengan penanggung

jawab kepala desa. Ada lima kegiatan pokok di Posyandu, yaitu keluarga berencana, kesehatan

ibu dan anak, pemantaun gizi anak, imunisasi (suntikan pencegahan) dan penanggulangan diare.

Posyandu bertujuan untuk mempercepat penurunan angka kematian bayi, anak balita dan angka

kelahiran. Selanjutnya untuk mempercepat penerimaan NKKBS dan agar masyarakat dapat

mengembangkan kegiatan kesehatan dan kegiatan-kegiatan lain yang menunjang sesuai dengan

kebutuhan dan kemampuannya (Depkes RI,2006;12).

5
2.2 Sejarah Posyandu

Untuk mempercepat terwujudnya masyarakat sehat, yang merupakan bagian dari

kesejahteraan umum seperti yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945, Departemen

Kesehatan pada tahun 1975 menetapkan kebijakan Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa

(PKMD). Adapun yang dimaksud dengan PKMD ialah strategi pembangunan kesehatan yang

menerapkan prinsip gotong royong dan swadaya masyarakat, dengan tujuan agar masyarakat

dapat menolong dirinya sendiri, melalui pengenalan dan penyelesaian masalah kesehatan yang

dilakukan bersama petugas kesehatan secara lintas program dan lintas sector terkait.

Diperkenalkannya PKMD pada tahun 1975 mendahului kesepakatan internasional tentang

konsep yang sama, yang dikenal dengan nama Primary Health Care (PHC), seperti yang

tercantum dalam Deklarasi Alma Atta pada tahun 1978.

Pada tahap awal, kegiatan PKMD yang pertama kali diperkenalkan di Kabupaten

Banjarnegara, Jawa Tengah, diselenggarakan dalam pelbagai bentuk. Kegiatan PKMD untuk

perbaikan gizi, dilaksanakan melalui Karang Balita, sedangkan untuk penanggulangan diare,

dilaksanakan melalui Pos Penanggulangan Diare, untuk pengobatan masyarakat di perdesaan

melalui Pas Kesehatan, serta untuk imunisasi dan keluarga berencana, melalui Pos lmunisasi dan

Pos KB Desa.

Perkembangan berbagai upaya kesehatan dengan prinsip dari, oleh dan untuk masyarakat

yang seperti ini, di samping menguntungkan masyarakat, karena memberikan kemudahan bagi

masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan, ternyata juga menimbulkan berbagai

masalah, antara lain pelayanan kesehatan menjadi terkotak-kotak, menyulitkan koordinasi, serta

memerlukan lebih banyak sumber daya.

6
Untuk mengatasinya, pada tahun 1984 dikeluarkanlah lnstruksi Bersama antara Menteri

Kesehatan, Kepala BKKBN dan Menteri Dalam Negeri, yang mengintegrasikan berbagai

kegiatan yang ada di masyarakat ke dalam satu wadah yang disebut dengan nama Pos Pelayanan

Terpadu (Posyandu). Kegiatan yang dilakukan, diarahkan untuk lebih mempercepat penurunan

angka kematian ibu dan bayi, yang sesuai dengan konsep GOBI - 3F (Growth Monitoring, Oral

Rehydration, Breast Feeding, lmunization, Female Education, Family Planning, dan Food

Suplementation), untuk Indonesia diterjemahkan ke dalam 5 kegiatan Posyandu, yaitu KIA, KB,

lmunisasi, Gizi dan penanggulangan diare.

Pencanangan Posyandu yang merupakan bentuk baru ini, dilakukan secara massal untuk

pertama kali oleh Kepala Negara Republik Indonesia pada tahun 1986 di Yogyakarta, bertepatan

dengan peringatan Hari Kesehatan Nasional. Sejak saat itu Posyandu tumbuh dengan pesat. Pada

tahun 1990, terjadi perkembangan yang sangat luar biasa, yakni dengan keluarnya lnstruksi

Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 1990 tentang Peningkatan Pembinaan Mutu Posyandu.

Melalui instruksi ini, seluruh kepala daerah ditugaskan untuk meningkatkan pengelolaan mutu

Posyandu. Pengelolaan Posyandu dilakukan oleh satu Kelompok Kerja Operasional (Pokjanal)

Posyandu yang merupakan tanggung jawab bersama antara masyarakat dengan Pemerintah

Daerah (Pemda).

2.3 Pelaksanaan Sistem Lima Meja

Pelaksanaan layanan posyandu, dilakukan pelayanan masyarakat dengan system 5 meja,

dengan uraian sebagai berikut (Dwi,dkk, 2012) :

1. Meja I: Pendaftaran Ibu hamil/Balita

7
a. Kader mendaftar bayi/balita yang dibawa ibu-ibu, menuliskan nama bayi/balita

pada secarik kertas dan diselipkan pada KMS/buku KIA. Apabila peserta baru,

berikan buku

b. KIA/KMS baru dan tuliskan namanya, kemudian selipkan

c. secarik kertas bertuliskan nama bayi/balita pada buku KIA/KMS.

d. Kader mendaftar ibu hamil: menulis nama ibu hamil pada formulir atau register ibu

hamil. Apabila ibu hamil tidak membawa balita, langsung dipersilahkan menuju ke

meja 4. Untuk ibu hamil baru, atau belum mempunyai buku KIA berikan buku

KIA.

e. Setelah mendaftar di meja 1, kemudian ibu-ibu dengan balitanya menuju meja 2

2. Meja II: Penimbangan Balita

a. Kader di meja 2 menimbang balita dan mencatat hasil penimbangan di secarik

kertas yang telah diselipkan di buku KIA/KMS.

b. Setelah selesai ditimbang ibu dan balita, dipersilahkan untuk menuju meja 3

3. Meja III: Pencatatan Buku KIA/KMS

a. Kader di meja 3 mencatat hasil timbangan yang ada di secarik kertas dipindahkan

kedalam buku KIA/KMS. Cara pengisian buku KIA/KMS, sesuai dengan petunjuk

petugas kesehatan.

b. Setelah selesai, buku KIA/KMS diserakhan kembali dan dipersilahkan menuju meja

4.

4. Meja IV: Penyuluhan

a. Kader di meja 4 memberikan penyuluhan kepada ibu, sesuai dengan hasil

pencatatan di buku KIA/KMS dan pengamatan terhadap anaknya.

8
b. Penyuluhan ini tidak hanya diberikan kepada balita yang tidak naik/turun

timbangannya, tetapi yang timbangannya naik pun juga perlu diberi penyuluhan

untuk dapat menjaga kesehatannya. Di meja 5 kader dapat melakukan rujukan ke

tenaga kesehatan, bidan, PLKB atau Puskesmas pada kasus-kasus yang perlu

dirujuk

c. Topik penyuluhan yang diberikan sesuai dengan permasalahan yang ada

d. Kader juga dapat memberikan penyuluhan gizi, atau pertolongan dasar, misalnya

pemberian makanan tambahan (PMT), vitamin, oralit, menurunkan demam ringan

pada anak, meredakan batuk dsb.

e. Berikan pujian pada balita/ibunya, bila mereka rajin menimbang dan bagus nilai

timbangannya atau perkembangannya.

5. Meja V: Pelayanan Kesehatan

a. Dilakukan khusus di meja 5, yang memberikan pelayanan adalah petugas kesehatan

bidan atau PLKB

b. Layanan yang diberikan antara lain: imunisasi, KB, Pemeriksaan ibu hamil,

Pemberian tablet tambah darah, kapsul yodium dll.

2.4 Pemantauan Status Gizi Balita

Kecukupan gizi dan pangan merupakan salah satu faktor terpenting dalam

mengembangkan kualitas sumber daya manusia, sebagai indikator keberhasilan pembangunan

suatu bangsa. Dalam hal ini gizi memiliki pengaruh terhadap kecerdasan dan produktivitas kerja

sumber daya manusia (Almatsier, 2001). Saat ini Indonesia masih menghadapi permasalahan gizi

yang berdampak serius terhadap kualitas sumber daya manusia (SDM). Salah satu masalah

9
kekurangan gizi yang masih cukup tinggi di Indonesia adalah pendek (stunting) dan kurus

(wasting)pada balita serta masalah anemia dan kurang energi kronik (KEK) pada ibu hamil.

Masalah kekurangan gizi pada ibu hamil tersebut pada akhirnya dapat menyebabkan

berat badan bayi lahir rendah (BBLR)dan kekurangan gizi pada balita. Permasalahan gizi

disebabkan oleh penyebab langsung seperti asupan makanan yang tidak adekuat dan penyakit

infeksi. Sedangkan penyebab tidak langsung permasalahan gizi adalah masih tingginya

kemiskinan, rendahnya sanitasi lingkungan, ketersediaan pangan yang kurang, pola asuh yang

kurang baik, dan pelayanan kesehatan yang belum optimal (Kemenkes RI, 2017).

Pertumbuhan dapat dilihat dengan beberapa indicator status gizi. Secara umum terdapat 3

indikator yang bisa digunakan untuk mengukur pertumbuhan bayi dan anak, yaitu indikator berat

badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U) dan berat badan menurut tinggi

badan (BB/TB). Stunting merupakan salah satu masalah gizi yang diakibatkan oleh kekurangan

zat gizi secara kronis. Hal ini ditunjukkan dengan indikator TB/U dengan nilai skor-Z (Zscore) di

bawah minus 2. Panjang badan menurut umur atau umur merupakan pengukuran antropometri

untuk status stunting. Panjang badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan

pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, panjang badan tumbuh seiring dengan pertambahan

umur. Pertumbuhan panjang badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap

masalah kekurangan gizi dalam waktu pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap panjang

badan akan nampak dalam waktu yang relatif lama (Atikah.dkk,2018).

Pengukuran tinggi badan harus disertai pencatatan usia (TB/U). Tinggi badan diukur

dengan menggunakan alat ukur tinggi stadiometer Holtain/mikrotoice (bagi yang bisa berdiri)

atau baby length board (bagi balita yang belum bisa berdiri). Stadiometer holtain/mikrotoice

terpasang di dinding dengan petunjuk kepala yang dapat digerakkan dalam posisi horizontal.

10
Alat tersebut juga memiliki jarum petunjuk tinggi dan ada papan tempat kaki. Alat tersebut

cukup mahal, sehingga dapat diganti dengan meter stick yang digantung di dinding dengan

petunjuk kepala yang dapat digeralkan secara horizontal. Stick pada petunjuk kepala diisertai

dengan skala dalam cm (Suandi, 2010).

Kategori dan ambang batas status stunting balita berdasarkan PB/U, dapat dilihat pada

Baku rujukan Antropometri menurut WHO 2007 yaitu Indikator Panjang Badan menurut Umur

(TB/U),Status gizi :

1. Sangat pendek (stunted) : < -3,0 SD

2. Pendek (stunted) : ≥- 3 SD s.d <-2 SD

3. Normal : ≥-2 SD

Gangguan pertumbuhan dapat terjadi dalam kurun waktu singkat dan dapat terjadi pula

dalam waktu yang cukup lama. Gangguan pertumbuhan dalam waktu singkat sering terjadi pada

perubahan berat badan sebagai akibat menurunnya napsu makan seperti diare dan infeksi saluran

pernapasan atau karena kurang cukupnya makanan yang dikonsumsi. Sedangkan gangguan

pertumbuhan yang berlangsung dalam waktu yang lama dapat terlihat pada hambatan

pertambahan tinggi badan. Keadaan gizi yangseimbang tidak hanya penting bagi pertumbuhan

yang normal, tetapi juga proses-proses lainnya. Termasuk diantaranya adalah proses

perkembangan anak, kecerdasan, pemeliharaan kesehatan dan untuk melakukan kegiatan sehari-

hari (Waibale, P et al., 1999; Fillol, F et al., 2009).

Gagal tumbuh (Growth Faltering) merupakan suatu kejadian yang ditemui pada hampir

setiap anak di Indonesia. Gagal tumbuh pada dasarnya merupakan ketidakmampuan anak untuk

mencapai berat badan atau tinggi badan sesuai dengan jalur pertumbuhan normal. Kegagalan

11
pertumbuhan yang nyata biasanya mulai terlihat pada usia 4 bulan yang berlanjut sampai anak

usia 2 tahun, dengan puncaknya pada usia 12 bulan.

Berikut klasifikasi status gizi anak bawah lima tahun atau balita (Khasnur.dkk,2017) :

*) SD = Standar Deviasi.

2.5 KMS (Kartu Menuju Sehat)

Kartu Menuju Sehat (KMS) di Indonesia telah digunakan sejak tahun 1970-an, sebagai

sarana utama kegiatan pemantauan pertumbuhan (Permenkes RI, 2010).

Proses pengisian Kartu Menuju Sehat (KMS) yang berperan adalah kader posyandu.

Keberhasilan posyandu tidak lepas dari kerja keras kader yang dengan sukarela mengelola

posyandu di wilayahnya masing-masing. Kurangnya pelatihan dan pembinaan untuk

meningkatkan keterampilan yang memadai bagi kader menyebabkan kurangnya pemahaman

terhadap tugas kader, lemahnya informasi serta kurangnya koordinasi antara petugas dengan

kader dalam pelaksanaan kegiatan posyandu (Harisman, 2012).

Kader adalah seorang tenaga sukarela yang direkrut dari, oleh, dan untuk masyarakat

yang bertugas membantu kelancaran pelayanan kesehatan. Kader bertugas untuk melakukan

penimbangan berat badan bayi, menentukan status pertumbuhan berdasarkan kurva KMS serta

memberikan penyuluhan dan konseling gizi (Kemenkes RI, 2010).

12
Kader Posyandu yang sering berganti-ganti tanpa diikuti dengan pelatihan sehingga

kemampuan teknis gizi para kader yang aktif tidak memadai terutama tentang KMS. Hal ini

mengakibatkan kegiatan pemantauan pertumbuhan balita tidak dapat dilakukan secara

optimal sehingga upaya pencegahan timbulnya kasus gizi kurang dan buruk menjadi kurang

efektif dan terlambat dalam merujuk (Ismawati C, dkk, 2010).

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

155/Menkes/Per/I/2010, menyatakan bahwa KMS (Kartu Menuju Sehat) merupakan media

pencatatan perkembangan melalui kurva pertumbuhan normal anak berdasarkan indeks

antropometri berat badan menurut umur yang dibedakan berdasarkan jenis kelamin[2]. Dengan

KMS gangguan pertumbuhan atau risiko kelainan tumbuh kembang dapat diketahui lebih dini,

sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan secara lebih cepat dan tepat sebelum masalahnya

lebih berat. Fungsi dari KMS, yaitu sebagai alat untuk memantau pertumbuhan anak dan sebagai

catatan pelayanan kesehatan anak. Hal ini membuat KMS wajib dibawa orang tua setiap kali

berkunjung ke fasilitas pelayanan kesehatan.

Fungsi utama dari KMS yaitu (Maulidia.dkk,2015)

1. Sebagai alat untuk memantau pertumbuhan anak. Pada KMS dicantumkan grafik

pertumbuhan normal anak, yang dapat digunakan untuk menentukan apakah seorang

anak tumbuh normal, atau mengalami gangguan pertumbuhan. Bila grafik berat badan

anak mengikuti grafik pertumbuhan pada KMS, artinya anak tumbuh normal, kecil risiko

anak untuk mengalami gangguan pertumbuhan. Sebaliknya bila grafik berat badan tidak

sesuai dengan grafik pertumbuhan, anak kemungkinan berisiko mengalami gangguan

pertumbuhan.

13
2. Sebagai catatan pelayanan kesehatan anak. Di dalam KMS dicatat riwayat kesehatan

kehamilan, riwayat persalinan, pemeriksaan nifas, pelayanan kesehatan dasar anak

terutama berat badan anak, pemeriksaan neonatus, pemberian kapsul vitamin A,

pemberian ASI pada bayi 0-6 bulan dan imunisasi.

3. Sebagai alat edukasi. Di dalam KMS dicantumkanpesan-pesan dasar perawatan.

2.6 Penilaian Posyandu

Perkembangan masing-masing posyandu tidak sama. Dengan demikian,pembinaan yang

dilakukan untuk masing-masing Posyandu juga berbeda. Untuk mengetahui tingkat

perkembangan Posyandu, telah dikembangkan metode dan alat Tingkat Perkembangan

Posyandu, yang dikenal dengan nama Telaah Kemandirinan Posyandu. Tujuan telaah adalah

untuk mengetahui identifikasi tingkat perkembangan Posyandu yang secara umum dibedakan

atas 4 tingkat sebagai berikut (DepKes RI,2006) :

1. Posyandu Pratama

Posyandu Pratama adalah Posyandu yang belum mantap, yang ditandai oleh kegiatan

bulanan Posyandu belum terlaksana secara rutin serta jumlah kader sangat terbatas yakni

kurang dari 5 orang. Penyebab tidak terlaksananya kegiatan rutin bulanan Posyandu, di

samping karena jumlah kader yang terbatas, dapat pula karena belum siapnya masyarakat.

Intervensi yang dapat dilakukan untuk perbaikan peringkat adalah memotivasi

masyarakat serta menambah jumlah kader.

2. Posyandu Madya

Posyandu Madya adalah Posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatanlebih dari

8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader sebanyak lima orang atau lebih, tetapi

14
cakupan kelima kegiatan utamanya masih rendah, yaitu kurang dari 50%. Intervensi yang

dapat dilakukan untuk perbaikan peringkat adalah meningkatkan cakupan dengan

mengikutsertakan tokoh masyarakat sebagai motivator serta lebih menggiatkan kader

dalam mengelola kegiatan Posyandu.

3. Posyandu Purnama

Posyandu Purnama adalah Posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih

dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader sebanyak 5 orang atau lebih, cakupan

kelima kegiatan utamanya lebih dari 50%, mampu menyelenggarakan program tambahan,

serta telah memperoleh sumber pembiayaan dari dana sehat yang dikelola oleh

masyarakat yang pesertanya masih terbatas yakni kurang dari 50% KK di wilayah kerja

Posyandu. Intervensi yang dapat dilakukan untuk perbaikan peringkat antara lain :

a) Sosialisasi program dana sehat yang bertujuan untuk memantapkan pemahaman

masyarakat tentang dana sehat.

b) Pelatihan dana sehat, agar di desa tersebut dapat tumbuh dana sehat yang kuat, dengan

cakupan anggota lebih dari 50% KK. Peserta pelatihan adalah para tokoh masyarakat,

terutama pengurus dana sehat desa/kelurahan, serta untuk kepentingan Posyandu

mengikutsertakan pengurus Posyandu.

c. Posyandu Mandiri

Posyandu Mandiri adalah Posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih dari 8

kali pertahun, dengan rata-rata jumlah kader sebanyak lima orang atau lebih, cakupan

kelima kegiatan utamanya lebih dari 50%, mampu menyelenggarakan program tambahan,

serta telah memperoleh sumber pembiayaan dari dana sehat yang dikelola oleh

masyarakat yang pesertanya lebih dari 50% KK yang bertempat tinggal di wilayah kerja

15
Posyandu. Intervensi yang dilakukan bersifat pembinaan termasuk pembinaan program

dana sehat, sehingga terjamin kesinambungannya. Selain itu dapat dilakukan intervensi

memperbanyak macam program tambahan sesuai denganmasalah dan kemampuan

masing-masing yang dirumuskan melalui pendekatan PKMD.

Keberhasilan posyandu dapat terlihat dari pencapaian SKDN, dimana SKDN

adalah status gizi balita yang digambarkan dalam suatu balok SKDN, dimana balok

tersebut memuat tentang sasaran balita di suatu wilayah (S), balita yang memiliki KMS

(K), balita yang ditimbang berat badannya (D), balita yang ditimbang dan naik berat

badannya (N), SKDN tersebut diperoleh dari hasil posyandu yang dimuat di KMS dan

digunakan untuk memantau pertumbuhan balita (Depkes RI, 2003).

Balita baru yang diperiksa kesehatannya sekaligus dicek tumbuh kembangnya

oleh Petugas Puskesmas/Puskesmas Pembantu Polindes di dalam maupun diluar Institusi

Kesehatan seperti di Posyandu. Balita yang naik berat badannya adalah Balita yang pada

waktu ditimbang di fasilitas kesehatan atau posyandu mengalami kenaikan berat badan

sesuai pedoman apabila dibandingkan dengan hasil penimbangan sebelumnya.

Posyandu balita identik dengan tugas kaum perempuan atau ibu mengantar

anaknya, tetapi pada posyandu ayah peduli peran serta juga kepedulian para ayah

mengantar ke posyandu, serta adanya kader laki –laki yang turut memberikan pelayanan,

sehingga kesehatan juga tumbuh kembang anak akan semakin baik. Sehingga deran

adanya peran dan keterlibatan ayah dalam kegiatan posyandu dapat diharapkan

meningkatkan derajat kesehatan balita,dan dapat terciptanya keluarga yang sadar akan

kesehatan, dengan cara rutin membawa balitanya datang ke posyandu. Sehingga dapat

terciptanya pencapaian SKDN sesuai dengan capaian nasional (Mudhawaroh,2020).

16
2.7 Sistem Pelaporan Status Gizi di Masyarakat (e-PPGBM)

PPGBM adalah kepanjangan dari Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis

Masyarakat. Sedangkan e-PPGBM adalah aplikasi untuk melakukan pelaporan tersebut

(Petunjuk Teknis Sistem Informasi Gizi Terpadu, Kemenkes 2019).

Pada Sigizi Terpadu terdapat modul elektronik Pencatatan Pelaporan Gizi Berbasis

Msyarakat (e-PPGBM) yaitu modul yang digunakan untuk mencatat secara elektronik

data individu sasaran lengkap dengan nama dan alamat yang bersumber dari Posyandu.

Aplikasi e-PPGBM ini pertama kali diperkenalkan oleh Kementerian Kesehatan RI pada

akhir tahun 2017. Sistem Informasi Kesehatan yang baik adalah sistem informasi yang

mampu menghasilkan data/informasi yang akurat dan tepat waktu. Faktanya dalam hal

manajemen kesehatan di tingkat kabupaten/kota, provinsi dan pusat, Sistem Informasi

aplikasi e-PPGBM ini belum banyak berperan karena belum menghasilkan data/informasi

yang akurat dan tepat waktu. (Masayu Meidiawani, dkk 2021).

Aplikasi e-PPGBM juga bisa menampilkan rekap data hasil entri pada menu

sebelumnya. Saat ini laporan yang terdapat pada aplikasi e-PPGBM terbagi sebagai

berikut (Petunjuk Teknis Sistem Informasi Gizi Terpadu, Kemenkes 2019):

1. Daftar Balita berdasarkan Status Gizi

Laporan ini berfungsi untuk melihat daftar balita pada wilayah tertentu

berdasarkan status gizi tertentu. Untuk melihat laporan ini dapat dilakukan dengan

mengakses menu Laporan → Anak → Daftar Balita berd Status Gizi

17
2. Rekap Balita berdasarkan Status Gizi.

Laporan ini berfungsi untuk melihat rekap balita berdasarkan status gizi tertentu

pada wilayah tertentu. Untuk melihat laporan ini dapat di lakukan dengan mengakses

menu Laporan → Balita → Rekap Balita berd Status Gizi.

3. Daftar status gizi Ibu Hamil

Laporan ini berfungsi untuk melihat daftar Ibu Hamil pada wilayah tertentu

berdasarkan status gizi tertentu. Untuk melihat laporan ini dapat dilakukan dengan

mengakses menu Laporan → Ibu Hamil → Daftar Status Gizi Ibu Hamil

4. Laporan Rekap Sasaran

Laporan rekap sasaran berfungsi untuk menyajikan data rekapitulasi sasaran yang

ada (telah dientri) ke dalam aplikasi PPGBM. Untuk melihat laporan rekap sasaran

dapat dilakukan dengan mengakses menu Laporan → Rekap Sasaran

Penggunaan e-PPGBM bertujuan agar tenaga pelaksana gizi dan pemangku

kebijakan di daerah lebih mudah dalam mengamati permasalahan gizi di wilayah

mereka untuk selanjutnya mengambil keputusan terhadap dan tindakan apa yang akan

dilakukan, baik secara komunitas maupun individu. (Masayu Meidiawani, dkk 2021).

2.8 Posyandu Lansia

Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Lanjut Usia adalah suatu wadah pelayanan

kepada lanjut usia di masyarakat, yang proses pembentukan dan pelaksanaannya

dilakukan oleh masyarakat bersama lembaga swadaya masyarakat (LSM), lintas sektor

pemerintah dan non-pemerintah, swasta, organisasi sosial dan lain-lain, dengan menitik

beratkan pelayanan kesehatan pada upaya promotif dan preventif. Kader Posyandu adalah

18
orang dewasa, baik laki–laki atau perempuan yang mau bekerja secara sukarela

melakukan kegiatan–kegiatan kemasyarakatan terkait dengan kesejahteraan lanjut usia.

Lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai umur 60 tahun. (Pedoman Pelaksanaan

Posyandu Lanjut Usia, 2010).

Tujuan pembentukan posyandu lansia secara garis besar antara lain (BKKBN Golantang,

2020) :

1. Meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan lansia di masyarakat, sehingga

terbentuk pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan lansia

2. Mendekatkan pelayanan dan meningkatkan peran serta masyarakat dan swasta dalam

pelayanan kesehatan disamping meningkatkan komunikasi antara masyarakat usia

lanjut.

Pelaksanaan kegiatan posyandu lansia dengan menggunakan sistem 5 meja yaitu:

1. Meja 1: Pendaftaran

Mendaftarkan lansia, kemudian kader mencatat lansia tersebut. Lansia yang sudah

terdaftar di buku register langsung menuju meja selanjutnya.

2. Meja 2:  Kader melakukan pengukuran tinggi badan, berat badan, dan tekanan darah

3. Meja 3: Pencatatan (Pengisian Kartu Menuju Sehat

Kader melakukan pencatatan di KMS lansia meliputi : Indeks Massa Tubuh, tekanan

darah, berat badan, tinggi badan.

4. Meja 4: Penyuluhan

Penyuluhan kesehatan perorangan berdasarkan KMS dan pemberian makanan tambahan.

5. Meja 5: Pelayanan medis

19
Pelayanan oleh tenaga professional yaitu petugas dari Puskesmas/kesehatan meliputi

kegiatan : pemeriksaan dan pengobatan ringan.

Pada pelaksanaan posyandu lansian ini dibantu oleh kader. Pengertian Kader

LansiaKader adalah seorang tenaga sukarela yang direkrut dari, oleh dan untuk

masyarakat, yang bertugas membantu kelancaran pelayanan kesehatan. Keberadaan kader

sering dikaitkan dengan pelayanan rutin di posyandu. Padahal ada beberapa macam kader

bisa dibentuk sesuai dengan keperluan menggerakkan partisipasi masyarakat atau

sasarannya dalam program pelayanan kesehatan.

Secara umum tugas-tugas kader lansia adalah sebagai berikut (BKKBN Golantang, 2020)

a.    Tugas-Tugas Kader

1. Tugas sebelum hari buka Posyandu (H - Posyandu) yaitu berupa tugas – tugas

persiapan oleh kader agar kegiatan pada hari buka Posyandu berjalan dengan baik.

2. Tugas pada hari buka Posyandu (H Posyandu) yaitu berupa tugas-tugas untuk

melaksanakan pelayanan 5 meja.

3. Tugas sesudah hari buka posyandu (H + Posyandu) yaitu berupa tugas - tugas

setelah hari Posyandu.

b.   Tugas-Tugas Kader Pada Pelaksanaan Posyandu Lansia

1. Tugas-tugas kader Posyandu pada H - atau pada saat persiapa hari Posyandu,

meliputi :

20
a. Menyiapkan alat dan bahan : timbangan, tensimeter, stetoskop, KMS, alat

peraga, obat-obatan yang dibutuhkan, bahan/materi penyuluhan dan lain-lain.

b. Mengundang dan menggerakkan masyarakat, yaitu memberi tahu para lansia

untuk datang ke Posyandu, serta melakukan pendekatan tokoh yang bisa

membantu memotivasi masyarakat (lansia) untuk datang ke Posyandu

c. Menghubungi kelompok kerja (Pokja) Posyandu yaitu menyampaikan rencana

kegiatan kepada kantor desa dan meminta memastikan apakah petugas sector

bisa hadir pada hari buka Posyandu.

d. Melaksanakan pembagian tugas : menentukan pembagian tugas diantara kader

Posyandu baik untuk persiapan untuk pelaksanaan

2.9 Posbindu

Posbindu merupakan peran serta masyarakat dalam melakukan kegiatan deteksi

dini dan pemantauan faktor risiko Penyakit Tidak Menular Utama yang dilaksanakan

secara terpadu, rutin, dan periodik. Faktor risiko penyakit tidak menular (PTM) meliputi

merokok, konsumsi minuman beralkohol, pola makan tidak sehat, kurang aktifitas fisik,

obesitas, stres, hipertensi, hiperglikemi, hiperkolesterol serta menindak lanjuti secara dini

faktor risiko yang ditemukan melalui konseling kesehatan dan segera merujuk ke fasilitas

pelayanan kesehatan dasar. .(Petunjuk Teknis Posbindu PTM, Kemenkes 2012).

Kelompok PTM Utama adalah diabetes melitus (DM), kanker, penyakit jantung

dan pembuluh darah (PJPD), penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), dan gangguan

21
akibat kecelakaan dan tindak kekerasan.(Petunjuk Teknis Posbindu PTM, Kemenkes

2012).

Tujuan Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pencegahan dan penemuan

dini faktor risiko PTM. C. Sasaran Kegiatan Sasaran utama adalah kelompok masyarakat

sehat, berisiko dan penyandang PTM berusia 15 tahun ke atas. .(Petunjuk Teknis

Posbindu PTM, Kemenkes 2012).

Pelaku Kegiatan Pelaksanaan Posbindu PTM dilakukan oleh kader kesehatan

yang telah ada atau beberapa orang dari masing-masing

kelompok/organisasi/lembaga/tempat kerja yang bersedia menyelenggarakan posbindu

PTM, yang dilatih secara khusus, dibina atau difasilitasi untuk melakukan pemantauan

faktor risiko PTM di masing-masing kelompok atau organisasinya. Kriteria Kader

Posbindu PTM antara lain berpendidikan minimal SLTA, mau dan mampu melakukan

kegiatan berkaitan dengan Posbindu PTM. .(Petunjuk Teknis Posbindu PTM, Kemenkes

2012).

Bentuk Kegiatan Posbindu PTM meliputi 10 (sepuluh) kegiatan yaitu .(Petunjuk

Teknis Posbindu PTM, Kemenkes 2012).:

1. Kegiatan penggalian informasi faktor risiko dengan wawancara sederhana tentang

riwayat PTM pada keluarga dan diri peserta, aktifitas fisik, merokok, kurang makan

sayur dan buah, potensi terjadinya cedera dan kekerasan dalam rumah tangga, serta

informasi lainnya yang dibutuhkan untuk identifikasi masalah kesehatan berkaitan

dengan terjadinya PTM. Aktifitas ini dilakukan saat pertama kali kunjungan dan

berkala sebulan sekali

22
2. Kegiatan pengukuran berat badan, tinggi badan, Indeks Massa Tubuh (IMT), lingkar

perut, analisis lemak tubuh, dan tekanan darah sebaiknya diselenggarakan 1 bulan

sekali. Analisa lemak tubuh hanya dapat dilakukan pada usia 10 tahun ke atas. Untuk

anak, pengukuran tekanan darah disesuaikan ukuran mansetnya dengan ukuran

lengan atas.

3. Kegiatan pemeriksaan fungsi paru sederhana diselenggarakan 1 tahun sekali bagi

yang sehat, sementara yang berisiko 3 bulan sekali dan penderita gangguan paru-paru

dianjurkan 1 bulan sekali. Pemeriksaan Arus Puncak Ekspirasi dengan

peakflowmeter pada anak dimulai usia 13 tahun. Pemeriksaan fungsi paru sederhana

sebaiknya dilakukan oleh tenaga kesehatan yang telah terlatih.

4. Kegiatan penggalian informasi faktor risiko dengan wawancara sederhana tentang

riwayat PTM pada keluarga dan diri peserta, aktifitas fisik, merokok, kurang makan

sayur dan buah, potensi terjadinya cedera dan kekerasan dalam rumah tangga, serta

informasi lainnya yang dibutuhkan untuk identifikasi masalah kesehatan berkaitan

dengan terjadinya PTM. Aktifitas ini dilakukan saat pertama kali kunjungan dan

berkala sebulan sekali.

5. Kegiatan pemeriksaan kolesterol total dan trigliserida, bagi individu sehat disarankan

5 tahun sekali dan bagi yang telah mempunyai faktor risi ko PTM 6 bulan sekali dan

penderita dislipidemia/gangguan lemak dalam darah minimal 3 bulan sekali. Untuk

pemeriksaan Gula darah dan Kolesterol darah dilakukan oleh tenaga kesehatan yang

ada di lingkungan kelompok masyarakat tersebut.

23
6. Kegiatan pemeriksaan IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat) dilakukan sebaiknya

minimal 5 tahun sekali bagi individu sehat, setelah hasil IVA positif, dilakukan

tindakan pengobatan krioterapi, diulangi setelah 6 bulan, jika hasil IVA negatif

dilakukan pemeriksaan ulang 5 tahun, namun bila hasil IVA positif dilakukan

tindakan pengobatan krioterapi kembali. Pemeriksaan IVA dilakukan oleh

bidan/dokter yang telah terlatih dan tatalaksana lanjutan dilakukan oleh dokter

terlatih di Puskesmas .

7. Kegiatan pemeriksaan kadar alkohol pernafasan dan tes amfemin urin bagi kelompok

pengemudi umum yang dilakukan oleh tenaga kesehatan (dokter,

perawat/bidan/analis laboratorium dan lainnya)

8. Kegiatan konseling dan penyuluhan, harus dilakukan setiap pelaksanaan Posbindu

PTM. Hal ini penting dilakukan karena pemantauan faktor risiko kurang bermanfaat

bila masyarakat tidak tahu cara mengendalikannya.

9. Kegiatan aktifitas fisik dan atau olah raga bersama, sebaiknya tidak hanya dilakukan

jika ada penyelenggaraan Posbindu PTM namun perlu dilakukan rutin setiap minggu.

10. Kegiatan rujukan ke fasilitas layanan kesehatan dasar di wilayahnya dengan

pemanfaatan sumber daya tersedia termasuk upaya respon cepat sederhana dalam

penanganan pra-rujukan.

2.10 Masalah Kesehatan Di Indonesia (Study Guide Stunting dan Upaya Pencegahannya)

Kecukupan gizi dan pangan merupakan salah satu faktor terpenting dalam

mengembangkan kualitas sumber daya manusia, sebagai indikator keberhasilan

24
pembangunan suatu bangsa. Saat ini Indonesia masih menghadapi permasalahan gizi

yang berdampak serius terhadap kualitas sumber daya manusia (SDM). Salah satu

masalah kekurangan gizi yang masih cukup tinggi di Indonesia adalah pendek (stunting)

dan kurus (wasting) pada balita serta masalah anemia dan kurang energi kronik (KEK)

pada ibu hamil.

Permasalahan gizi disebabkan oleh penyebab langsung seperti asupan makanan

yang tidak adekuat dan penyakit infeksi. Sedangkan penyebab tidak langsung

permasalahan gizi adalah masih tingginya kemiskinan, rendahnya sanitasi lingkungan,

ketersediaan pangan yang kurang, pola asuh yang kurang baik, dan pelayanan kesehatan

yang belum optimal.

Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013 berdasarkan indikator

BB/U menunjukkan secara nasional prevalensi gizi buruk-kurang pada tahun 2013 adalah

19,6% yang terdiri dari 5,7% gizi buruk dan 13,9% gizi kurang. Terus terjadi peningkatan

prevalensi gizi buruk-kurang dibandingkan hasil Riskesdas pada tahun sebelumnya

dimana pada tahun 2007 prevalensi gizi buruk-kurang adalah sebesar 18,4% dan tahun

2010 sebesar 17,9%.

Masalah kesehatan masyarakat dianggap serius, bila prevalensi gizi buruk-kurang

antara 20,0-29,0 % dan dianggap prevalensi sangat tinggi bila ≥30% (WHO, 2010).

Prevalensi nasional gizi buruk-kurang pada anak balita sebesar 19,6%, yang berarti

masalah gizi buruk- kurang di Indonesia masih merupakan masalah kesehatan masyarakat

mendekati prevalensi tinggi (Riskesdas, 2013).

25
Berdasarkan indikator TB/U, prevalensi pendek (stunting) secara nasional pada

tahun 2013 adalah sebesar 37,2% dimana terjadi peningkatan dibandingkan tahun 2010

(35,6%) dan 2007 (36,8%). Prevalensi pendek sebesar 37,2% terdiri dari 18,0% sangat

pendek dan 19,2% pendek. Masalah kesehatan masyarakat dianggap berat, bila prevalensi

pendek adalah sebesar 30–39% dan serius, bila prevalensi pendek ≥40% (WHO 2010).

Berdasarkan hasil Riskesdas (2013) menunjukkan secara keseluruhan prevalensi

anak balita kurus dan sangat kurus menurun dari 13,6% pada tahun 2007 menjadi 12,1%

pada tahun 2013. Masalah kesehatan masyarakat sudah dianggap serius bila prevalensi

kurus antara 10,0%-14,0%. dan dianggap kritis bila ≥15,0 % (WHO 2010). Pada tahun

2013, secara nasional prevalensi kurus pada anak balita masih 12,1%, yang berarti

masalah kurus di Indonesia masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius.

26
BAB III

KESIMPULAN

Posyandu atau Pos Pelayanan Terpadu merupakan salah satu bentuk upaya kesehatan

bersumber daya masyarakat yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama

masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna memberdayakan masyarakat

dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar.

Selain Posyandu pada balita, juga terdapat Posyandu Lansia untuk usia 60 tahun ke atas

dan Posbindu untuk usia 15 tahun ke atas. Dalam pelaksanaannya baik posyandu balita,

posyandu lansia dan posbindu ini dibantu oleh kader kesehatan. Saat melaksanakannya ini

menggunakan system 5 meja, yang terdiri dari pendaftaran, penimbangan, pencatatan,

penyuluhan dan pelayanan kesehatan.

Dengan adanya Posyandu Balita diharapkan dapat menurunkan angka gizi buruk dan

stunting pada balita dan anak. Dengan adanya Posyandu lansia diharapkan dapat menurunkan

angka kesakitan dan kematian pada lansia. Dan dengan adanya posbindu dapat meningkatkan

tingkat kesehatan pada masyarakat usia 15 tahun ke atas.

27
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI, Pedoman Umum Pengelolaan Posyandu, Jakarta: Depkes RI, 2006. hlm. 11.

Almatsier S. 2001. Prinsip dasar ilmu gizi. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama

Dwi Rahayu, Moh. Alimansur, Fajar Rinawati,2012. Hubungan antara pengetahuan dengan

pelaksanaan system Lima mejadi posyandu balita kelurahan ngronggonKecamatan kota

kota Kediri:Jurnal Ilmu Kesehatan Vol 1.

Kementerian Kesehatan RI. 2017. Warta kesmas; gizi investasi masa depan bangsa. Jakarta:

Kementerian Kesehatan RI.

Atikah.dkk, 2018. Buku referensi Study guide–stunting dan upaya Pencegahannya Bagi

mahasiswa kesehatan masyarakat.Banjar Baru.

Khasnu.dkk,2017: Sistem informasi pemantauan status gizi balita. Jurnal matrik vol. 16 no.

2.Mataram.

Prasetyawati. Kesehatan Ibu Dan Anak (KIA) Dalam Millenium Development Goals

(MDGs). Yogyakarta : Nuha Medika. 2012

Kemenkes RI. Kader Posyandu. Jakarta : Departemen Kesehatan. 2011

Permenkes RI. Penggunaan Kartu Menuju Sehat (KMS) bagi Balita. 2010

Harisman, dan Dina Dwi Nuryani 2012. http:// ejumalmalahayati.ac.id /index.

php/duniakesmas/article/viewFile /341/277

Kemenkes RI. Pedoman Kegiatan Kader di Posyandu. Jakarta : Depkes RI. 2010

Ismawati C, dkk. Posyandu Desa Siaga.Jogjakarta : Nuha Medika. 2010

28
Maulidia.dkk,2015. Sistem Informasi KMS (Kartu Menuju Sehat) (Studi Kasus : UPTD

Puskesmas Kecamatan Pontianak Barat): Jurnal Sistem dan Teknologi Informasi

(JUSTIN) Vol. 1, No. 1:Tanjung Pura.

Mudhawaroh.dkk,2020. Pengaruh kegiatan posyandu ayah terhadap pencapaian skdn di

Posyandu desa pulo gebang dan posyandu desa gubus banaran Wilayah kerja

puskesmas tembelang kabupaten jombang: Jurnal Ilmiah Kebidanan (Scientific Journal

of Midwifery), Vol 6, No. 1:Jombang.

Petunjuk Teknis Sistem Informasi Gizi Terpadu, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Tahun 2019.

Masayu Meidiawani, Misnaniarti, Rizma Adlia Syakurah. Jurnal kepuasan pengguna aplikasi e-

PPGBM berdasarkan kualitas system model kesuksesan DeLone – Mc Lean. Volume 5,

Nomor 1, April 2021

Pedoman Pelaksanaan Posyandu Lanjut Usia, Komisi Nasinal Lanjut Usia, Jakarta, 2010

BKKBN Golantang, Program Posyandu Lansia, 20 Mei 2020, diakses dari :

https://golantang.bkkbn.go.id/program-posyandu-lansia

Petunjuk teknis Pos Binaan Terpadu Penyakit Tidak Menular (POSBINDU PTM), Kementerian

Kesehatan Republin Indonesia, 2012

Atikah Rahayu, . dkk 2018. Study Guide Stunting dan Upaya Pencegahannya Bagi Mahasiswa

Kesehatan Masyarakat. Yogyakarta.

29

Anda mungkin juga menyukai