Oleh :
Kelompok 6
Dosen Pengampu : Prof. Dr. dr. Nur Indrawaty Lipoeto, M.sc., PhD., SpGK
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rakhmat-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini Kelompol 6 ini,sebagaimana dibuat sebagai tugas
Analisis Program Gizi dan Kebijakan Pangan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Fort
De Kock Bukittinggi.
Di dalam penulisan ini, Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan
pada tulisan ini namun, penulis berharap tulisan ini nantinya dapat memberikan manfaat bagi
semua. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan kebaikan kepada semuanya, atas segala
Penulis
Kelompok 6
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................... 2
DAFTAR ISI....................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................... 4
A. Latar belakang........................................................................................................ 4
B. Tujuan penulisan.................................................................................................... 4
BAB II ISI........................................................................................................................... 5
2.9 Posbindu................................................................................................................. 21
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................... 28
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan hak azasi (UUD 1945, pasal 28 H ayat 1danUU No. 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan) dan sekaligus sebagai investasi, sehingga perlu diupayakan, diperjuangkan
dan ditingkatkan oleh setiap individu dan oleh seluruh komponen bangsa, agar masyarakat dapat
menikmati hidup sehat, dan pada akhirnya dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang
optimal. Hal ini perlu dilakukan karena kesehatan bukanlah tanggung jawab pemerintah saja,
namun merupakan tanggung jawab bersama pemerintah dan masyarakat, termasuk swasta.
yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam
untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi (Prasetyawati, 2012).
Manusia) yang terletak di tengah-tengah masyarakat, pada saat ini pemantauan pertumbuhan
merupakan kegiatan utama Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) yang jumlahnya mencapai lebih
dari 289 ribu dan jumlah kader mencapai lebih dari 569 ribu, yang tersebar di seluruh wilayah
B. Tujuan Penulisan
1. Untuk mempelajari dan memahami mengenai Posyandu, status gizi serta masalah
2. Untuk memenuhi tugas mata kuliah analisis program gizi dan kebijakan pangan
4
BAB II
Posyandu merupakan salah satu bentuk upaya kesehatan bersumber daya masyarakat
yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam
kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar, utamanya untuk
mepercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi (DepkesRI,2006;11). Posyandu adalah
fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat yang didirikan di desa-desa kecil yang tidak terjangkau
Posyandu adalah kegiatan kesehatan dasar yang diselenggarakan dari, oleh dan untuk
masyarakat yang dibantu oleh petugas kesehatan bertujuan untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat pada umumnya serta kesehatan ibu dan anak pada khususnya. Jadi
Posyandu merupakan kegiatan swadaya dari masyarakat di bidang kesehatan dengan penanggung
jawab kepala desa. Ada lima kegiatan pokok di Posyandu, yaitu keluarga berencana, kesehatan
ibu dan anak, pemantaun gizi anak, imunisasi (suntikan pencegahan) dan penanggulangan diare.
Posyandu bertujuan untuk mempercepat penurunan angka kematian bayi, anak balita dan angka
kelahiran. Selanjutnya untuk mempercepat penerimaan NKKBS dan agar masyarakat dapat
mengembangkan kegiatan kesehatan dan kegiatan-kegiatan lain yang menunjang sesuai dengan
5
2.2 Sejarah Posyandu
kesejahteraan umum seperti yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945, Departemen
Kesehatan pada tahun 1975 menetapkan kebijakan Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa
(PKMD). Adapun yang dimaksud dengan PKMD ialah strategi pembangunan kesehatan yang
menerapkan prinsip gotong royong dan swadaya masyarakat, dengan tujuan agar masyarakat
dapat menolong dirinya sendiri, melalui pengenalan dan penyelesaian masalah kesehatan yang
dilakukan bersama petugas kesehatan secara lintas program dan lintas sector terkait.
konsep yang sama, yang dikenal dengan nama Primary Health Care (PHC), seperti yang
Pada tahap awal, kegiatan PKMD yang pertama kali diperkenalkan di Kabupaten
Banjarnegara, Jawa Tengah, diselenggarakan dalam pelbagai bentuk. Kegiatan PKMD untuk
perbaikan gizi, dilaksanakan melalui Karang Balita, sedangkan untuk penanggulangan diare,
melalui Pas Kesehatan, serta untuk imunisasi dan keluarga berencana, melalui Pos lmunisasi dan
Pos KB Desa.
Perkembangan berbagai upaya kesehatan dengan prinsip dari, oleh dan untuk masyarakat
yang seperti ini, di samping menguntungkan masyarakat, karena memberikan kemudahan bagi
masalah, antara lain pelayanan kesehatan menjadi terkotak-kotak, menyulitkan koordinasi, serta
6
Untuk mengatasinya, pada tahun 1984 dikeluarkanlah lnstruksi Bersama antara Menteri
Kesehatan, Kepala BKKBN dan Menteri Dalam Negeri, yang mengintegrasikan berbagai
kegiatan yang ada di masyarakat ke dalam satu wadah yang disebut dengan nama Pos Pelayanan
Terpadu (Posyandu). Kegiatan yang dilakukan, diarahkan untuk lebih mempercepat penurunan
angka kematian ibu dan bayi, yang sesuai dengan konsep GOBI - 3F (Growth Monitoring, Oral
Rehydration, Breast Feeding, lmunization, Female Education, Family Planning, dan Food
Suplementation), untuk Indonesia diterjemahkan ke dalam 5 kegiatan Posyandu, yaitu KIA, KB,
Pencanangan Posyandu yang merupakan bentuk baru ini, dilakukan secara massal untuk
pertama kali oleh Kepala Negara Republik Indonesia pada tahun 1986 di Yogyakarta, bertepatan
dengan peringatan Hari Kesehatan Nasional. Sejak saat itu Posyandu tumbuh dengan pesat. Pada
tahun 1990, terjadi perkembangan yang sangat luar biasa, yakni dengan keluarnya lnstruksi
Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 1990 tentang Peningkatan Pembinaan Mutu Posyandu.
Melalui instruksi ini, seluruh kepala daerah ditugaskan untuk meningkatkan pengelolaan mutu
Posyandu. Pengelolaan Posyandu dilakukan oleh satu Kelompok Kerja Operasional (Pokjanal)
Posyandu yang merupakan tanggung jawab bersama antara masyarakat dengan Pemerintah
Daerah (Pemda).
7
a. Kader mendaftar bayi/balita yang dibawa ibu-ibu, menuliskan nama bayi/balita
pada secarik kertas dan diselipkan pada KMS/buku KIA. Apabila peserta baru,
berikan buku
d. Kader mendaftar ibu hamil: menulis nama ibu hamil pada formulir atau register ibu
hamil. Apabila ibu hamil tidak membawa balita, langsung dipersilahkan menuju ke
meja 4. Untuk ibu hamil baru, atau belum mempunyai buku KIA berikan buku
KIA.
b. Setelah selesai ditimbang ibu dan balita, dipersilahkan untuk menuju meja 3
a. Kader di meja 3 mencatat hasil timbangan yang ada di secarik kertas dipindahkan
kedalam buku KIA/KMS. Cara pengisian buku KIA/KMS, sesuai dengan petunjuk
petugas kesehatan.
b. Setelah selesai, buku KIA/KMS diserakhan kembali dan dipersilahkan menuju meja
4.
8
b. Penyuluhan ini tidak hanya diberikan kepada balita yang tidak naik/turun
timbangannya, tetapi yang timbangannya naik pun juga perlu diberi penyuluhan
tenaga kesehatan, bidan, PLKB atau Puskesmas pada kasus-kasus yang perlu
dirujuk
d. Kader juga dapat memberikan penyuluhan gizi, atau pertolongan dasar, misalnya
e. Berikan pujian pada balita/ibunya, bila mereka rajin menimbang dan bagus nilai
b. Layanan yang diberikan antara lain: imunisasi, KB, Pemeriksaan ibu hamil,
Kecukupan gizi dan pangan merupakan salah satu faktor terpenting dalam
suatu bangsa. Dalam hal ini gizi memiliki pengaruh terhadap kecerdasan dan produktivitas kerja
sumber daya manusia (Almatsier, 2001). Saat ini Indonesia masih menghadapi permasalahan gizi
yang berdampak serius terhadap kualitas sumber daya manusia (SDM). Salah satu masalah
9
kekurangan gizi yang masih cukup tinggi di Indonesia adalah pendek (stunting) dan kurus
(wasting)pada balita serta masalah anemia dan kurang energi kronik (KEK) pada ibu hamil.
Masalah kekurangan gizi pada ibu hamil tersebut pada akhirnya dapat menyebabkan
berat badan bayi lahir rendah (BBLR)dan kekurangan gizi pada balita. Permasalahan gizi
disebabkan oleh penyebab langsung seperti asupan makanan yang tidak adekuat dan penyakit
infeksi. Sedangkan penyebab tidak langsung permasalahan gizi adalah masih tingginya
kemiskinan, rendahnya sanitasi lingkungan, ketersediaan pangan yang kurang, pola asuh yang
kurang baik, dan pelayanan kesehatan yang belum optimal (Kemenkes RI, 2017).
Pertumbuhan dapat dilihat dengan beberapa indicator status gizi. Secara umum terdapat 3
indikator yang bisa digunakan untuk mengukur pertumbuhan bayi dan anak, yaitu indikator berat
badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U) dan berat badan menurut tinggi
badan (BB/TB). Stunting merupakan salah satu masalah gizi yang diakibatkan oleh kekurangan
zat gizi secara kronis. Hal ini ditunjukkan dengan indikator TB/U dengan nilai skor-Z (Zscore) di
bawah minus 2. Panjang badan menurut umur atau umur merupakan pengukuran antropometri
untuk status stunting. Panjang badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan
pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, panjang badan tumbuh seiring dengan pertambahan
umur. Pertumbuhan panjang badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap
masalah kekurangan gizi dalam waktu pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap panjang
Pengukuran tinggi badan harus disertai pencatatan usia (TB/U). Tinggi badan diukur
dengan menggunakan alat ukur tinggi stadiometer Holtain/mikrotoice (bagi yang bisa berdiri)
atau baby length board (bagi balita yang belum bisa berdiri). Stadiometer holtain/mikrotoice
terpasang di dinding dengan petunjuk kepala yang dapat digerakkan dalam posisi horizontal.
10
Alat tersebut juga memiliki jarum petunjuk tinggi dan ada papan tempat kaki. Alat tersebut
cukup mahal, sehingga dapat diganti dengan meter stick yang digantung di dinding dengan
petunjuk kepala yang dapat digeralkan secara horizontal. Stick pada petunjuk kepala diisertai
Kategori dan ambang batas status stunting balita berdasarkan PB/U, dapat dilihat pada
Baku rujukan Antropometri menurut WHO 2007 yaitu Indikator Panjang Badan menurut Umur
(TB/U),Status gizi :
3. Normal : ≥-2 SD
Gangguan pertumbuhan dapat terjadi dalam kurun waktu singkat dan dapat terjadi pula
dalam waktu yang cukup lama. Gangguan pertumbuhan dalam waktu singkat sering terjadi pada
perubahan berat badan sebagai akibat menurunnya napsu makan seperti diare dan infeksi saluran
pernapasan atau karena kurang cukupnya makanan yang dikonsumsi. Sedangkan gangguan
pertumbuhan yang berlangsung dalam waktu yang lama dapat terlihat pada hambatan
pertambahan tinggi badan. Keadaan gizi yangseimbang tidak hanya penting bagi pertumbuhan
yang normal, tetapi juga proses-proses lainnya. Termasuk diantaranya adalah proses
perkembangan anak, kecerdasan, pemeliharaan kesehatan dan untuk melakukan kegiatan sehari-
Gagal tumbuh (Growth Faltering) merupakan suatu kejadian yang ditemui pada hampir
setiap anak di Indonesia. Gagal tumbuh pada dasarnya merupakan ketidakmampuan anak untuk
mencapai berat badan atau tinggi badan sesuai dengan jalur pertumbuhan normal. Kegagalan
11
pertumbuhan yang nyata biasanya mulai terlihat pada usia 4 bulan yang berlanjut sampai anak
Berikut klasifikasi status gizi anak bawah lima tahun atau balita (Khasnur.dkk,2017) :
*) SD = Standar Deviasi.
Kartu Menuju Sehat (KMS) di Indonesia telah digunakan sejak tahun 1970-an, sebagai
Proses pengisian Kartu Menuju Sehat (KMS) yang berperan adalah kader posyandu.
Keberhasilan posyandu tidak lepas dari kerja keras kader yang dengan sukarela mengelola
terhadap tugas kader, lemahnya informasi serta kurangnya koordinasi antara petugas dengan
Kader adalah seorang tenaga sukarela yang direkrut dari, oleh, dan untuk masyarakat
yang bertugas membantu kelancaran pelayanan kesehatan. Kader bertugas untuk melakukan
penimbangan berat badan bayi, menentukan status pertumbuhan berdasarkan kurva KMS serta
12
Kader Posyandu yang sering berganti-ganti tanpa diikuti dengan pelatihan sehingga
kemampuan teknis gizi para kader yang aktif tidak memadai terutama tentang KMS. Hal ini
optimal sehingga upaya pencegahan timbulnya kasus gizi kurang dan buruk menjadi kurang
antropometri berat badan menurut umur yang dibedakan berdasarkan jenis kelamin[2]. Dengan
KMS gangguan pertumbuhan atau risiko kelainan tumbuh kembang dapat diketahui lebih dini,
sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan secara lebih cepat dan tepat sebelum masalahnya
lebih berat. Fungsi dari KMS, yaitu sebagai alat untuk memantau pertumbuhan anak dan sebagai
catatan pelayanan kesehatan anak. Hal ini membuat KMS wajib dibawa orang tua setiap kali
1. Sebagai alat untuk memantau pertumbuhan anak. Pada KMS dicantumkan grafik
pertumbuhan normal anak, yang dapat digunakan untuk menentukan apakah seorang
anak tumbuh normal, atau mengalami gangguan pertumbuhan. Bila grafik berat badan
anak mengikuti grafik pertumbuhan pada KMS, artinya anak tumbuh normal, kecil risiko
anak untuk mengalami gangguan pertumbuhan. Sebaliknya bila grafik berat badan tidak
pertumbuhan.
13
2. Sebagai catatan pelayanan kesehatan anak. Di dalam KMS dicatat riwayat kesehatan
Posyandu, yang dikenal dengan nama Telaah Kemandirinan Posyandu. Tujuan telaah adalah
untuk mengetahui identifikasi tingkat perkembangan Posyandu yang secara umum dibedakan
1. Posyandu Pratama
Posyandu Pratama adalah Posyandu yang belum mantap, yang ditandai oleh kegiatan
bulanan Posyandu belum terlaksana secara rutin serta jumlah kader sangat terbatas yakni
kurang dari 5 orang. Penyebab tidak terlaksananya kegiatan rutin bulanan Posyandu, di
samping karena jumlah kader yang terbatas, dapat pula karena belum siapnya masyarakat.
2. Posyandu Madya
Posyandu Madya adalah Posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatanlebih dari
8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader sebanyak lima orang atau lebih, tetapi
14
cakupan kelima kegiatan utamanya masih rendah, yaitu kurang dari 50%. Intervensi yang
3. Posyandu Purnama
Posyandu Purnama adalah Posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih
dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader sebanyak 5 orang atau lebih, cakupan
kelima kegiatan utamanya lebih dari 50%, mampu menyelenggarakan program tambahan,
serta telah memperoleh sumber pembiayaan dari dana sehat yang dikelola oleh
masyarakat yang pesertanya masih terbatas yakni kurang dari 50% KK di wilayah kerja
Posyandu. Intervensi yang dapat dilakukan untuk perbaikan peringkat antara lain :
b) Pelatihan dana sehat, agar di desa tersebut dapat tumbuh dana sehat yang kuat, dengan
cakupan anggota lebih dari 50% KK. Peserta pelatihan adalah para tokoh masyarakat,
c. Posyandu Mandiri
Posyandu Mandiri adalah Posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih dari 8
kali pertahun, dengan rata-rata jumlah kader sebanyak lima orang atau lebih, cakupan
kelima kegiatan utamanya lebih dari 50%, mampu menyelenggarakan program tambahan,
serta telah memperoleh sumber pembiayaan dari dana sehat yang dikelola oleh
masyarakat yang pesertanya lebih dari 50% KK yang bertempat tinggal di wilayah kerja
15
Posyandu. Intervensi yang dilakukan bersifat pembinaan termasuk pembinaan program
dana sehat, sehingga terjamin kesinambungannya. Selain itu dapat dilakukan intervensi
adalah status gizi balita yang digambarkan dalam suatu balok SKDN, dimana balok
tersebut memuat tentang sasaran balita di suatu wilayah (S), balita yang memiliki KMS
(K), balita yang ditimbang berat badannya (D), balita yang ditimbang dan naik berat
badannya (N), SKDN tersebut diperoleh dari hasil posyandu yang dimuat di KMS dan
Kesehatan seperti di Posyandu. Balita yang naik berat badannya adalah Balita yang pada
waktu ditimbang di fasilitas kesehatan atau posyandu mengalami kenaikan berat badan
Posyandu balita identik dengan tugas kaum perempuan atau ibu mengantar
anaknya, tetapi pada posyandu ayah peduli peran serta juga kepedulian para ayah
mengantar ke posyandu, serta adanya kader laki –laki yang turut memberikan pelayanan,
sehingga kesehatan juga tumbuh kembang anak akan semakin baik. Sehingga deran
adanya peran dan keterlibatan ayah dalam kegiatan posyandu dapat diharapkan
meningkatkan derajat kesehatan balita,dan dapat terciptanya keluarga yang sadar akan
kesehatan, dengan cara rutin membawa balitanya datang ke posyandu. Sehingga dapat
16
2.7 Sistem Pelaporan Status Gizi di Masyarakat (e-PPGBM)
Pada Sigizi Terpadu terdapat modul elektronik Pencatatan Pelaporan Gizi Berbasis
Msyarakat (e-PPGBM) yaitu modul yang digunakan untuk mencatat secara elektronik
data individu sasaran lengkap dengan nama dan alamat yang bersumber dari Posyandu.
Aplikasi e-PPGBM ini pertama kali diperkenalkan oleh Kementerian Kesehatan RI pada
akhir tahun 2017. Sistem Informasi Kesehatan yang baik adalah sistem informasi yang
mampu menghasilkan data/informasi yang akurat dan tepat waktu. Faktanya dalam hal
aplikasi e-PPGBM ini belum banyak berperan karena belum menghasilkan data/informasi
Aplikasi e-PPGBM juga bisa menampilkan rekap data hasil entri pada menu
sebelumnya. Saat ini laporan yang terdapat pada aplikasi e-PPGBM terbagi sebagai
Laporan ini berfungsi untuk melihat daftar balita pada wilayah tertentu
berdasarkan status gizi tertentu. Untuk melihat laporan ini dapat dilakukan dengan
17
2. Rekap Balita berdasarkan Status Gizi.
Laporan ini berfungsi untuk melihat rekap balita berdasarkan status gizi tertentu
pada wilayah tertentu. Untuk melihat laporan ini dapat di lakukan dengan mengakses
Laporan ini berfungsi untuk melihat daftar Ibu Hamil pada wilayah tertentu
berdasarkan status gizi tertentu. Untuk melihat laporan ini dapat dilakukan dengan
mengakses menu Laporan → Ibu Hamil → Daftar Status Gizi Ibu Hamil
Laporan rekap sasaran berfungsi untuk menyajikan data rekapitulasi sasaran yang
ada (telah dientri) ke dalam aplikasi PPGBM. Untuk melihat laporan rekap sasaran
mereka untuk selanjutnya mengambil keputusan terhadap dan tindakan apa yang akan
dilakukan, baik secara komunitas maupun individu. (Masayu Meidiawani, dkk 2021).
Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Lanjut Usia adalah suatu wadah pelayanan
dilakukan oleh masyarakat bersama lembaga swadaya masyarakat (LSM), lintas sektor
pemerintah dan non-pemerintah, swasta, organisasi sosial dan lain-lain, dengan menitik
beratkan pelayanan kesehatan pada upaya promotif dan preventif. Kader Posyandu adalah
18
orang dewasa, baik laki–laki atau perempuan yang mau bekerja secara sukarela
Lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai umur 60 tahun. (Pedoman Pelaksanaan
Tujuan pembentukan posyandu lansia secara garis besar antara lain (BKKBN Golantang,
2020) :
2. Mendekatkan pelayanan dan meningkatkan peran serta masyarakat dan swasta dalam
lanjut.
1. Meja 1: Pendaftaran
Mendaftarkan lansia, kemudian kader mencatat lansia tersebut. Lansia yang sudah
2. Meja 2: Kader melakukan pengukuran tinggi badan, berat badan, dan tekanan darah
Kader melakukan pencatatan di KMS lansia meliputi : Indeks Massa Tubuh, tekanan
4. Meja 4: Penyuluhan
19
Pelayanan oleh tenaga professional yaitu petugas dari Puskesmas/kesehatan meliputi
Pada pelaksanaan posyandu lansian ini dibantu oleh kader. Pengertian Kader
LansiaKader adalah seorang tenaga sukarela yang direkrut dari, oleh dan untuk
sering dikaitkan dengan pelayanan rutin di posyandu. Padahal ada beberapa macam kader
Secara umum tugas-tugas kader lansia adalah sebagai berikut (BKKBN Golantang, 2020)
1. Tugas sebelum hari buka Posyandu (H - Posyandu) yaitu berupa tugas – tugas
persiapan oleh kader agar kegiatan pada hari buka Posyandu berjalan dengan baik.
2. Tugas pada hari buka Posyandu (H Posyandu) yaitu berupa tugas-tugas untuk
3. Tugas sesudah hari buka posyandu (H + Posyandu) yaitu berupa tugas - tugas
1. Tugas-tugas kader Posyandu pada H - atau pada saat persiapa hari Posyandu,
meliputi :
20
a. Menyiapkan alat dan bahan : timbangan, tensimeter, stetoskop, KMS, alat
kegiatan kepada kantor desa dan meminta memastikan apakah petugas sector
2.9 Posbindu
dini dan pemantauan faktor risiko Penyakit Tidak Menular Utama yang dilaksanakan
secara terpadu, rutin, dan periodik. Faktor risiko penyakit tidak menular (PTM) meliputi
merokok, konsumsi minuman beralkohol, pola makan tidak sehat, kurang aktifitas fisik,
obesitas, stres, hipertensi, hiperglikemi, hiperkolesterol serta menindak lanjuti secara dini
faktor risiko yang ditemukan melalui konseling kesehatan dan segera merujuk ke fasilitas
Kelompok PTM Utama adalah diabetes melitus (DM), kanker, penyakit jantung
dan pembuluh darah (PJPD), penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), dan gangguan
21
akibat kecelakaan dan tindak kekerasan.(Petunjuk Teknis Posbindu PTM, Kemenkes
2012).
dini faktor risiko PTM. C. Sasaran Kegiatan Sasaran utama adalah kelompok masyarakat
sehat, berisiko dan penyandang PTM berusia 15 tahun ke atas. .(Petunjuk Teknis
PTM, yang dilatih secara khusus, dibina atau difasilitasi untuk melakukan pemantauan
Posbindu PTM antara lain berpendidikan minimal SLTA, mau dan mampu melakukan
kegiatan berkaitan dengan Posbindu PTM. .(Petunjuk Teknis Posbindu PTM, Kemenkes
2012).
riwayat PTM pada keluarga dan diri peserta, aktifitas fisik, merokok, kurang makan
sayur dan buah, potensi terjadinya cedera dan kekerasan dalam rumah tangga, serta
dengan terjadinya PTM. Aktifitas ini dilakukan saat pertama kali kunjungan dan
22
2. Kegiatan pengukuran berat badan, tinggi badan, Indeks Massa Tubuh (IMT), lingkar
perut, analisis lemak tubuh, dan tekanan darah sebaiknya diselenggarakan 1 bulan
sekali. Analisa lemak tubuh hanya dapat dilakukan pada usia 10 tahun ke atas. Untuk
lengan atas.
yang sehat, sementara yang berisiko 3 bulan sekali dan penderita gangguan paru-paru
peakflowmeter pada anak dimulai usia 13 tahun. Pemeriksaan fungsi paru sederhana
riwayat PTM pada keluarga dan diri peserta, aktifitas fisik, merokok, kurang makan
sayur dan buah, potensi terjadinya cedera dan kekerasan dalam rumah tangga, serta
dengan terjadinya PTM. Aktifitas ini dilakukan saat pertama kali kunjungan dan
5. Kegiatan pemeriksaan kolesterol total dan trigliserida, bagi individu sehat disarankan
5 tahun sekali dan bagi yang telah mempunyai faktor risi ko PTM 6 bulan sekali dan
pemeriksaan Gula darah dan Kolesterol darah dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
23
6. Kegiatan pemeriksaan IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat) dilakukan sebaiknya
minimal 5 tahun sekali bagi individu sehat, setelah hasil IVA positif, dilakukan
tindakan pengobatan krioterapi, diulangi setelah 6 bulan, jika hasil IVA negatif
dilakukan pemeriksaan ulang 5 tahun, namun bila hasil IVA positif dilakukan
bidan/dokter yang telah terlatih dan tatalaksana lanjutan dilakukan oleh dokter
terlatih di Puskesmas .
7. Kegiatan pemeriksaan kadar alkohol pernafasan dan tes amfemin urin bagi kelompok
PTM. Hal ini penting dilakukan karena pemantauan faktor risiko kurang bermanfaat
9. Kegiatan aktifitas fisik dan atau olah raga bersama, sebaiknya tidak hanya dilakukan
jika ada penyelenggaraan Posbindu PTM namun perlu dilakukan rutin setiap minggu.
pemanfaatan sumber daya tersedia termasuk upaya respon cepat sederhana dalam
penanganan pra-rujukan.
2.10 Masalah Kesehatan Di Indonesia (Study Guide Stunting dan Upaya Pencegahannya)
Kecukupan gizi dan pangan merupakan salah satu faktor terpenting dalam
24
pembangunan suatu bangsa. Saat ini Indonesia masih menghadapi permasalahan gizi
yang berdampak serius terhadap kualitas sumber daya manusia (SDM). Salah satu
masalah kekurangan gizi yang masih cukup tinggi di Indonesia adalah pendek (stunting)
dan kurus (wasting) pada balita serta masalah anemia dan kurang energi kronik (KEK)
yang tidak adekuat dan penyakit infeksi. Sedangkan penyebab tidak langsung
ketersediaan pangan yang kurang, pola asuh yang kurang baik, dan pelayanan kesehatan
BB/U menunjukkan secara nasional prevalensi gizi buruk-kurang pada tahun 2013 adalah
19,6% yang terdiri dari 5,7% gizi buruk dan 13,9% gizi kurang. Terus terjadi peningkatan
dimana pada tahun 2007 prevalensi gizi buruk-kurang adalah sebesar 18,4% dan tahun
antara 20,0-29,0 % dan dianggap prevalensi sangat tinggi bila ≥30% (WHO, 2010).
Prevalensi nasional gizi buruk-kurang pada anak balita sebesar 19,6%, yang berarti
masalah gizi buruk- kurang di Indonesia masih merupakan masalah kesehatan masyarakat
25
Berdasarkan indikator TB/U, prevalensi pendek (stunting) secara nasional pada
tahun 2013 adalah sebesar 37,2% dimana terjadi peningkatan dibandingkan tahun 2010
(35,6%) dan 2007 (36,8%). Prevalensi pendek sebesar 37,2% terdiri dari 18,0% sangat
pendek dan 19,2% pendek. Masalah kesehatan masyarakat dianggap berat, bila prevalensi
pendek adalah sebesar 30–39% dan serius, bila prevalensi pendek ≥40% (WHO 2010).
anak balita kurus dan sangat kurus menurun dari 13,6% pada tahun 2007 menjadi 12,1%
pada tahun 2013. Masalah kesehatan masyarakat sudah dianggap serius bila prevalensi
kurus antara 10,0%-14,0%. dan dianggap kritis bila ≥15,0 % (WHO 2010). Pada tahun
2013, secara nasional prevalensi kurus pada anak balita masih 12,1%, yang berarti
masalah kurus di Indonesia masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius.
26
BAB III
KESIMPULAN
Posyandu atau Pos Pelayanan Terpadu merupakan salah satu bentuk upaya kesehatan
bersumber daya masyarakat yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama
dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar.
Selain Posyandu pada balita, juga terdapat Posyandu Lansia untuk usia 60 tahun ke atas
dan Posbindu untuk usia 15 tahun ke atas. Dalam pelaksanaannya baik posyandu balita,
posyandu lansia dan posbindu ini dibantu oleh kader kesehatan. Saat melaksanakannya ini
Dengan adanya Posyandu Balita diharapkan dapat menurunkan angka gizi buruk dan
stunting pada balita dan anak. Dengan adanya Posyandu lansia diharapkan dapat menurunkan
angka kesakitan dan kematian pada lansia. Dan dengan adanya posbindu dapat meningkatkan
27
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI, Pedoman Umum Pengelolaan Posyandu, Jakarta: Depkes RI, 2006. hlm. 11.
Almatsier S. 2001. Prinsip dasar ilmu gizi. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama
Dwi Rahayu, Moh. Alimansur, Fajar Rinawati,2012. Hubungan antara pengetahuan dengan
Kementerian Kesehatan RI. 2017. Warta kesmas; gizi investasi masa depan bangsa. Jakarta:
Atikah.dkk, 2018. Buku referensi Study guide–stunting dan upaya Pencegahannya Bagi
Khasnu.dkk,2017: Sistem informasi pemantauan status gizi balita. Jurnal matrik vol. 16 no.
2.Mataram.
Prasetyawati. Kesehatan Ibu Dan Anak (KIA) Dalam Millenium Development Goals
Permenkes RI. Penggunaan Kartu Menuju Sehat (KMS) bagi Balita. 2010
php/duniakesmas/article/viewFile /341/277
Kemenkes RI. Pedoman Kegiatan Kader di Posyandu. Jakarta : Depkes RI. 2010
28
Maulidia.dkk,2015. Sistem Informasi KMS (Kartu Menuju Sehat) (Studi Kasus : UPTD
Posyandu desa pulo gebang dan posyandu desa gubus banaran Wilayah kerja
Petunjuk Teknis Sistem Informasi Gizi Terpadu, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Tahun 2019.
Masayu Meidiawani, Misnaniarti, Rizma Adlia Syakurah. Jurnal kepuasan pengguna aplikasi e-
Pedoman Pelaksanaan Posyandu Lanjut Usia, Komisi Nasinal Lanjut Usia, Jakarta, 2010
https://golantang.bkkbn.go.id/program-posyandu-lansia
Petunjuk teknis Pos Binaan Terpadu Penyakit Tidak Menular (POSBINDU PTM), Kementerian
Atikah Rahayu, . dkk 2018. Study Guide Stunting dan Upaya Pencegahannya Bagi Mahasiswa
29