Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

EVIDENCE BASED KB HORMONAL


Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kesehatan Perempuan dan
Perencanaan Keluarga

Dosen Pengajar: Sri Utami Asmarani, S.ST, M.KM.

Disusun Oleh:
Kelompok 1

1. Ai Sry Maelani 8. Fitria Andini Azzahra


2. Annisa Tsania Rizqiani 9. Fizri Rahma Nurul Inayah
3. Aulia Khoerunnisa 10. Hilda Deita
4. Dewi Sri Rahayu 11. Hilda Elista Sari
5. Dina Fazriani 12. Ihpi Napisah
6. Dini Hernawati 13. Iis Iswati
7. Fina Nurcahya

PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN


STIKES MUHAMMADIYAH CIAMIS
Jl. K.H. Ahmad Dahlan No. 20 TLP. 0265-773052 Ciamis 46216
TAHUN AKADEMIK 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Alloh SWT yang telah memberikan rahmat


dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah
tentang “Evidence Based KB Homonal” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas Ibu Sri Utami Asmarani, S.ST., M.KM. pada mata kuliah Kesehatan
Perempuan dan Perencanaan Keluarga. Selain itu, bertujuan untuk
menambah wawasan tentang kebidanan bagi para pembaca dan bagi
penyusun.
Keberhasilan penyusun dalam menyelesaikan makalah ini, tidak
terlepas dari bantuan,dorongan dan bimbingan berbagai pihak. Oleh karena
itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Sri Utami Asmarani, S.ST., M.KM.
2. Seluruh Dosen Mata Kuliah Kesehatan Perempuan dan Perencanaan
Keluarga.
3. Semua pihak yang telah memberikan dukungan, bantuan, kemudahan
dan semangat dalam proses penyelesaian makalah ini.
Akhirnya, kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi penyusun khususnya, dan umumnya bagi semua pembaca,
serta dapat berguna bagi kemajuan STIKes Muhammadiyah Ciamis. Oleh
karena itu, Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan
untuk kesempurnaan makalah ini.

Ciamis, 30 April 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................ i
DAFTAR ISI .......................................................................................................................... ii
BAB I.................................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN .................................................................................................................. 3
A. Latar Belakang......................................................................................................... 3
B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 4
C. Tujuan ..................................................................................................................... 4
D. Manfaat ................................................................................................................... 4
BAB II................................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN .................................................................................................................... 5
2.1 Efek Samping Penggunaan Alat Kontrasepsi Hormonal ........................................... 5
2.2 Pengaruh Penggunaan Alat Kontrasepsi Hormonal ................................................ 10
BAB III ............................................................................................................................... 21
PENUTUPAN ..................................................................................................................... 21
3.1. KESIMPULAN ......................................................................................................... 21
3.2. SARAN .................................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................... 22

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut World Population Data Sheet 2013, Indonesia merupakan
negara ke-5 di dunia dengan estimasi jumlah penduduk terbanyak, yaitu
249 juta.1 Salah satu faktor penambah bagi jumlah penduduk yaitu
fertilitas atau kelahiran. Pemerintah Indonesia menerapkan suatu
program untuk dapat mengatasi masalah ini, yaitu program Keluarga
Berencana (KB) yang dimulai sejak tahun 1968 dengan didirikannya
Lembaga Keluarga Berencana Nasional (LKBN) dan pada tahun 1970
diubah menjadi Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN) dengan tujuan dapat mewujudkan keluarga kecil yang bahagia
dan sejahtera. Program Keluarga Berencana ini mendukung untuk
diadakannya suatu pelayanan kontrasepsi.
Keluarga Berencana merupakan salah satu pelayanan kesehatan
preventif yang paling dasar dan utama bagi wanita, meskipun tidak
selalu diakui demikian. Pelayanan keluarga berencana merupakan salah
satu di dalam paket pelayanan kesehatan reproduksi essensial yang perlu
mendapatkan perhatian serius karena dengan mutu pelayanan keluarga
berencana berkualitas akan meningkatkan tingkat kesejahteraan,
kesehatan bayi dan anak serta kesehatan reproduksi.
Program KB di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1957, namun
masih menjadi urusan kesehatan dan belum menjadi urusan
kependudukan. Namun sejalan dengan semakin meningkatnya jumlah
penduduk Indonesia serta tingginya angka kematian ibu dan kebutuhan
akan kesehatan reproduksi, program KB selanjutnya digunakan sebagai
salah satu cara untuk menekan pertumbuhan jumlah penduduk serta
meningkatkan kesehatan ibu dan anak. Menurut World Health
Organization (WHO) expert komite 1970, keluarga berencana adalah
tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri
mendapatkan objektif-objektif tertentu.

3
B. Rumusan Masalah
1. Apa efek samping penggunakan alat kontrasepsi hormonal ?
2. Apa pengaruh penggunaan alat kontrasepsi hormonal ?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum.
Untuk mengetahui evidence based kb hormonal.
2. Tujuan khusus.
a. Untuk mengetahui efek samping penggunaan alat kontrasepsi
hormonal.
b. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan alat kontrasepsi
hormonal.

D. Manfaat
a. Memberi kesempatan pembaca untuk menambah wawasan
pembaca.
b. Dapat mengaplikasikan materi yang telah dipelajari dengan
keadaan dilapangan.
c. Belajar berfikir sistematis dan menjadi lebih kritis dalam
menhadapi permasalahan.
d. Sebagai referensi dipergurusan tinggi atau ilmu pendidikan
sehingga dapat memperkaya dan menambah wawasan.

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Efek Samping Penggunaan Alat Kontrasepsi Hormonal


A. Kenaikan Berat Badan
Penggunaan alat kontrasepsi hormonal dalam jangka waktu
tertentu dapat menimbulkan berbagai efek samping salah satunya adalah
perubahan berat badan. Namun demikian, berat badan yang bertambah
umunya tidak terlalu besar, hal ini bervariasi antara kurang dari 1 kg
sampai 5 kg dalam tahun pertama. Sebagian besar wanita dari pasangan
usia subur yang merupakan akseptor pengguna alat kontrasepsi mengalami
peningkatan berat badan. Walaupun tingkat kelahiran dapat ditekan dalam
mengatasi laju pertumbuhan penduduk, namun tidak dapat dihindari
timbulnya dampak lain akibat penggunaan alat kontrasepsi khususnya
penggunaan alat kontrasepsi hormonal dalam jangka waktu tertentu yang
dapat menimbulkan berbagai efek samping, salah satunya adalah
perubahan berat badan (Hartanto, 2004 dalam Maria, 2006).
Hasil penelitian hubungan penambahan berat badan pada akseptor
kontrasepsi hormonal di BPM Zuniawati Palembang Tahun 2015 dalam
hal ini tentang terjadinya penambahan berat badan yang terjadi pada
akseptor kontrasepsi hormonal (suntikan, pil dan implan). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa penambahan berat badan terjadi pada akseptor
kontrasepsi hormonal sebanyak 54 responden (81.8%) yang mengalami
penambahan berat badan, sedangkan yang tidak mengalami penambahan
berat badan sebanyak 15 responden (45,5%). Dan yang tidak akseptor
kontrasepsi hormonal sebanyak 12 responden (18,2%) yang mengalami
penambahan berat badan, sedangkan yang tidak mengalami penambahan
berat badan 18 responden (54,5%).
Sejalan dengan survei yang dilakukan oleh Darmawati, dkk (2012)
yang berjudul hubungan penggunaan kontrasepsi hormonal dengan
kenaikan berat badan pada akseptor kontrasepsi hormonal di Desa Batoh,
menyatakan bahwa pada penggunaan pil oral sebagian besar wanita
mengalami perubahan berat badan yang dikarenakan adanya retensi cairan

5
dari progestin atau estrogen yang mengakibatkan bertambahnya lemak
subkutan terutama pada pinggul, paha dan payudara. Peningkatan berat
badan pada peserta Implan dapat diakibatkan efek dari kegagalan
inhibiting kerja hipofise dalam mensekresi hormon yang menggakibatkan
peningkatan nafsu makan. Sedangkan kontrasepsi Suntikan mengandung
hormon estrogen dan progesteron dalam terapinya, sehingga terjadi
peningkatan jumlah hormon progesteron dan estrogen didalam tubuh,
sehingga terjadi nafsu makan akan bertambah dan berakibat makan lebih
banyak.
Secara keseluruhan penggunaan kontrasepsi hormonal baik bentuk
pil, suntikan maupun implan dapat mempengaruhi penambahan berat
badan. Akseptor yang menggunakan kontrasepsi hormonal lebih
cenderung/banyak mengalami penambahan berat badan sekitar 1-3 kg,
sedangkan yang bukan akseptor kontrasepsi hormonal sedikit mengalami
penambahan berat badan. Hal ini ditunjukkan dari hasil penelitian dan
teori di BPM Zuniawati Palembang. Dan Hal ini disebabkan karenakan
kandungan hormon pada kontrasepsi hormonal yaitu hormon estrogen dan
progesteron yang dapat merangsang pusat pengendali nafsu makan di
hipotalamus yang menyebabkan akseptor makan lebih banyak dari
biasanya. Dan rata-rata akseptor yang menggunakan kontrasepsi hormonal
dipengaruhi faktor lain seperti kebiasaan pola makan atau asupan gizi dan
aktivitas fisik yang dilakukan oleh akseptor maka penambahan berat badan
akseptor lebih meningkat setelah menggunakan kontrasepsi hormonal.
Maka akseptor kontrasepsi hormonal akan mengalami penambahan berat
badan setelah penggunaan kontrasepsi hormonal dalam jangka waktu
setelah kurang lebih 3 bulan pemakaian. Oleh karena itu, dari beberapa
hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan bermakna antara
penambahan berat badan pada akseptor kontrasepsi hormonal.
B. Disfungsi Seksual
Hubungan seksual dalam keluarga merupakan puncak
keharmonisan dan kebahagiaan, oleh karena itu kedua pihak harus dapat
menikmatinya bersama. Ketidakpuasan seks dapat menimbulkan

6
perbedaan pendapat, perselisihan dan akhirnya perceraian (Manuaba,
2010). Seks adalah fungsi utama manusia dan memiliki peran mendasar
dalam kehidupan reproduksi. Fungsi ini mengintegrasikan faktor fisik,
emosional dan psikologis serta memengaruhi kualitas hidup (Katmini,
2020).
Ada berbagai macam hal yang dapat menyebabkan menurunnya
kualitas seksual pada wanita usia subur. Selain karena faktor penyakit, usia
dan stres, konsumsi obat dan gangguan keseimbangan hormon juga dapat
menjadi penyebab menurunnya kualitas seksual pada wanita usia subur.
Gangguan Winda Nurmayani, Perbedaan Kualitas Seksual pada Wanita
Akseptor Kb Hormonal keseimbang hormon ini dapat disebabkan oleh
penggunaan alat kontrasepsi hormonal. Kontrasepsi hormonal mempunyai
efek samping, salah satunya adalah ketidakseimbangan antara hormon
estrogen dan progesteron yang dapat menyebabkan perubahan pada
aktivitas seksual. Hal ini dikarenakan hormon progesteron yang
terkandung dalam kontrasepsi hormonal memiliki efek kerja yang dapat
menekan hormon estrogen sehingga mengakibatkan vagina menjadi kering
dan dapat mengurangi sirkulasi androgen serta melemahkan peredaran
testosteron yang memang diperlukan untuk memicu keinginan gairah
seksual (Semararatih, 2010).
Menurut penelitian yang dilakukan Yosin et al.,( 2016) dengan
judul effect of hormonal contraceptive on sexual life, body mass index,
skin health, and uterine bleeding, in women of reproduction age in
Jombang, East Java, dengan hasil penelitian, penggunaan kontrasepsi
hormonal suntik menurunkan kualitas kehidupan seksual, menurunkan
kualitas kesehatan kulit, meningkatkan indeks massa tubuh, dan
meningkatkan perdarahan uterus yang tidak normal. Dalam penelitian
yang berjudul ‘Perbedaan Kualitas Seksual pada Wanita Akseptor KB
Hormonal dengan KB Non-Hormonal’ oleh Winda dkk (2019), Terdapat
perbedaan yang signifikan pada kualitas seksual antara wanita akseptor
KB hormonal dengan nonhormonal di wilayah Desa Golong, Kec.
Narmada, Lombok Barat. Kesimpulan ini didukung adanya data sebanyak

7
66 orang (97,1%) responden yang menggunakan KB non-hormonal
memiliki kualitas seksual baik, sedangkan diantara wanita akseptor KB
hormonal, terdapat 48 orang (70,6%) responden yang memiliki kualitas
seksual kategori sedang. Hal ini menunjukan kualitas seksual akseptor KB
non-hormonal lebih baik dari pada akseptor KB hormonal.
C. Rasa Cemas
Kecemasan merupakan gangguan alam perasaan yang ditandai
dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran tentang sesuatu hal. Sejalan
dengan pendapat Suratun (2008) bahwa perasaan lesu, tidak bersemangat
dalam bekerja/kehidupan dikarenakan adanya hormon estrogen dan
progesterone yang berasal dari KB pil menyebabkan retensi air dan garam
sehingga otak menekan pusat susunan saraf tertentu, karena hormon
estrogen dan progesterone yang ada di dalam KB pil dapat menyebabkan
tubuh kekurangan vitamin B6 (pyridoxine) secara absolut. Hasil penelitian
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ayuk dkk (2017),
didapatkan bahwa ada sebagian responden merasakan kecemasan setelah
megkonsumsi KB pil.
D. Pusing atau Sakit Kepala
Pusing/sakit kepala ini disebabkan karena efek dari hormon
estrogen terhadap pembuluh darah otak yang menyebabkan penyempitan
dan hipertrofi arteriode.Setiap bulannya, wanita akan mengalami
perubahan siklus hormonal dimana telah terjadi peningkatan hormone
estrogen dalam darah, jika hal ini terjadi secara terus menerus setiap
bulannya maka ini merupkan pencetus terjadinya pusing/sakit kepala
(Kusuma N, 2016).
Sejalan dengan pendapat Wiknjosastro (2012) dan Everet (2007)
bahwa pusing/sakit kepala merupakanefek samping dari penggunaaan KB
pil, dimana KB pil ini merupakan metode kontrasepsi wanita yang berada
di dalam strip dengan berbentuk tablet atau pil.Kandungan hormon dalam
kontrasepsi pil terdiri dari gabungan hormon estrogen dan progeteron atau
hanya terdiri dari hormon estrogen saja, yang memicu terjadinya
pusing/sakit kepala. Selain itu, sejalan dengan penelitian yang dilakukan

8
oleh Ayuk dkk (2017), didapatkan bahwa responden pernah merasakan
pusing/sakit kepala setelah mengkonsumsi KB pil. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa responden mengalami pusing/sakit kepala dirasakan
hampir setiap setelah mengkonsumsi KB pil, tetapi hal ini dirasakan
responden hanya sementara dan tidak berlangsung secara terus menerus
dan akan hilang dengan sedirinya.
E. Mual
Mual disebabkan karena komponen estrogen yang terdapat pada
KB pil dapat menstimulasi reseptor dopamine di chemoreceptor trigger
zone (CTZ) yang merupakan sumber stimulus pusat muntah yang terletak
distimulus otak (Nurlinda, 2016). Sejalan dengan pendapat Saifuddin
(2010), rasa mual sampai muntah seperti hamil muda, terjadi pada bulan-
bulan pertama penggunaan KB pil.hal ini terjadi karena KB pil yang
mengandug hormone estrogen dan progesterone bertugas mencegah
terjadinya ovulasi dan pembuahan. Disaat yang bersamaan, peningkatan
hormone estrogen dalam tubuh sebagai efek dari KB pil dapat melukai
lapisan lambung sehingga memicu rasa mual itu muncul.
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ayuk dkk, pada
tahun 2017, didapatkan hasil akseptor terbanyak menjawab tidak pernah
mengalami efek samping mual, muntah. Mual dirasakan hanya sesaat saja
dan akan langsung hilang dengan sendirinya.
F. Flek Hitam atau Cloasma
Flek hitam atau cloasma atau bercak coklat pada wajah sering
terjadi pada pengguna KB suntik yang disebabkan oleh adanya
peningkatan kadar DMPA pada serum yaitu kenaikan konsentrasi
progesterone sehingga merangsang pembentukan melanosis, melanoson
yang mengandung bikroma coklat yang sering disebut melamin. Jumlah
melamin menentukan warna kulit dan ditunjang oleh sinar matahari yang
meningkatkan pembentukan melanosom dan melamin. Cloasma juga
dipengaruhi oleh bebrapa faktor diantranya yaitu faktor usia, dimana
semakin tua usia maka kompensasi hormone pada tubuh berkurang
(Wanda, 2010). Sejalan dengan pendapat Herti (2008), cloasma

9
merupakan kelaianan pada kulit yang berupa bercak-bercak coklat
kehitaman yang muncul disekitar wajah. Dimana pemakaian KB suntik
dalam waktu 3 bulan atau lebih dari 2 tahun ini akan mengakibatkan
penumpukan progesterone dalam tubuh sehingga mempengaruhi
timbulnya hiperpegmentasi pada wajah
G. Gangguan Menstruasi
Efek samping gangguan menstruasi diantranya yaitu amenorrea
karena adanya progesterone dan komponen DMPA menekan LH sehingga
endometrium menjadi lebih dangkal dan atropis. Spotting disebabkan
karena menurunnya hormon sehingga hormon menjadi tidak seimbang
akibat penggunaan KB suntik yang membuat dinding endometrium
menjadi tipis sehingga menimbulkan bercak perdarahan. Menoragia yaitu
perdarahan yang juga disebabkan karena adanya hormon dalam KB suntik
yang membuat seseorang mengalami perdarahan yang berlebih pada bulan
pertama pemakaian KB suntik (Sari dkk, 2015).
Sejalan dengan Anggia (2013) mengatakan bahwa kejadian
ganngguan siklus menstruasi pada responden yang menggunakan
kontrasepsi suntik 3 bulan yaitu mengalami amenorea berubah menjadi
keadaan tidak haid sama sekali setelah menggunakan kontrasepsi. Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakuakn oleh Dewi Ayu dan
Devita Citra pada tahun (2018), didapatkan hasil bahwa sebagian besar
responden mengalami gangguan siklus haid dimulai dari yang terbanyak
yaitu : amenorea, spotting, dan menoragi

2.2 Pengaruh Penggunaan Alat Kontrasepsi Hormonal


A. Pengaruh Terhadap Kenaikan Berat Badan
Ada pengaruh penggunaan kontrasepsi hormonal terhadap perubahan
berat badan 4 sampai 10 kg atau lebih. Kelebihan estrogen dapat
menyebabkan kurangnya pengeluaran air dan natrium sehingga terjadi
retensi cairan yang dapat menyebabkan meningkatnya berat badan.
Sehingga kelebihan progesteron dapat menyebabkan bertambahnya nafsu
makan dan efek metabolik hormon sehingga berat badan menjadi
meningkat.

10
Hasil penelitian dari akseptor KB hormonal yang datang ke BPM
Choirul Mala Husin Palembang menunjukan hasil distribusi frekuensi
perubahan berat badan akseptor KB sebanyak 23 (76,7%) responden
mengalami kenaikkan berat badan lebih besar dibandingkan dengan
responden yang mengalami penurunan berat badan yaitu sebanyak 7
(23,3%) responden). Lalu distribusi frekuensi penggunaan kontrasepsi
hormonal yang menggunakan kontrasepsi pil dan suntik sama besar yaitu
sebanyak 15 (50%) responden. Ada pengaruh penggunaan kontrasepsi
hormonal terhadap perubahan berat badan akseptor KB di BPM Choirul
Mala Husin Palembang tahun 2015 (p value = 0,040).
Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Febriani (2013), efek
samping utama bagi beberapa akseptor pemakai kontrasepsi hormonal
adalah kenaikan berat badan.Bukti menunjukkan kenaikan berat badan
selama penggunaan, hal ini karena dalam kontrasepsi hormonal
mengandung hormon progesteron dan estrogen. Hormon estrogen
merangsang pusat nafsu makan yang ada di hipotalamus. Dengan
bertambahnya nafsu makan, karbohidrat yang dikonsumsi dari makanan
oleh hormon progesteron dirubah menjadi lemak, sehingga terjadi
penumpukan lemak yang menyebabkan berat badan bertambah.
B. Pengaruh Terhadap Tekanan Darah
Banyak studi telah membuktikan adanya korelasi signifikan antara
penggunaan kontrasepsi hormonal terutama oral, dengan peningkatan
tekanan darah. Beberapa studi menemukan bahwa ada kenaikan tekanan
darah yang signifikan pada pengguna metode kontrasepsi hormonal jangka
panjang, meskipun tidak bermakna secara klinis. Menimbang hal ini The
American Congress of Obstetrician and Gynecologist (ACOG) dan
BKKBN tidak merekomendasikan penggunaan kontrasepsi hormonal pada
usia lebih dari 35 tahun jika memiliki riwayat merokok, penyakit
kardiovaskular lain, riwayat neoplasia saluran reproduksi. Sayangnya,
masih banyak wanita yang tidak mengetahui pengaruh kontrasepsi
hormonal terhadap tekanan darah, dan masih terus menggunakannya

11
Hasil uji regresi menunjukkan adanya pengaruh lama penggunaan
kontrasepsi injeksi terhadap tekanan darah sistolik dan diastolik (p value <
0,05). Kontribusi lama penggunaan kontrasepsi injeksi terhadap tekanan
darah dapat dilihat dari R square. R square untuk lama penggunaan
kontrasepsi injeksi dan tekanan darah sistolik ialah 0,121, artinya lama
penggunaan kontrasepsi injeksi akan mempengaruhi tekanan darah sistolik
sebesar 12,1%. Untuk lama penggunaan kontrasepsi injeksi dan tekanan
darah diastolik didapatkan R square sebesar 0,064, maknanya lama
penggunaan kontrasepsi injeksi akan mempengaruhi tekanan darah
diastolik sebesar 6,4%. Jadi, meski memiliki korelasi signifikan, namun
ternyata lama penggunaan kontrasepsi injeksi dan tekanan darah memiliki
kekuatan korelasi lemah. Begitu pula dengan pengaruh, meski memiliki
pengaruh signifikan, lama penggunaan kontrasepsi injeksi hanya
mempengaruhi sebesar 12,1% untuk tekanan darah sistolik, dan 6,4%
untuk tekanan darah diastolik.
Keberadaan estrogen dapat meningkatkan kadar angiotensinogenyang
berperan dalam Renin-Angiotensin Aldosteron-System (RAAS).
Peningkatan produksi angiotensinogen akan menyebabkan vasokonstriksi
dan meningkatkan produksi aldosteron. Aldosteron akan menyebabkan
retensi natrium yang akan meningkatkan volume darah. Keadaan
vasokontriksi dan besarnya volume darah akan memberi efek ganda pada
tekanan darah dan menyebabkan kenaikan tekanan darah.
C. Pengaruh Terhadap Kemampuan Produksi ASI
Idealnya, selama menyusui wanita menggunakan mini pil kontrasepsi
yang hanya mengandung progesteron saja. Pil Kb yang hanya
mengandung progesteron saja dengan dosis rendah tidak memounyai
dampak pada produksi ASI sehingga pilihan yang tepat bagi ibu yang
sedang menyusui. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa Pil KB yang
mengandung progesteron dan estrogen dapat mencemari ASI sehingga
dapat mempengaruhi kelancaran dan produksi ASI. Pemakaian kontrasepsi
pasca melahirkan di Indonesia masi dianggap belum optimal, padahal

12
kontrasepsi pasca melahirkan meningkatkan kesehatan ibu dan bayi
dengan memperpanjang jarak kelahiran.
Hasil dari penelitian yang dilakukan pada seluruh ibu menyusui di
Puskesmas Poasia Kota Kendari menunjukkan bahwa dari 41 responden
yang paling banyak adalah menggunakan jenis alat kontrasepsi hormonal
suntik 3 bulan sebanyak 19 orang (46,3%) dan yang paling sedikit adalah
menggunakan pil kombinasi sebanyak 2 orang (4,9%). Produksi lancar
pada ibu yang menggunakan hormonal jenis pil mini dan implant sebesar
12,2% sedangkan produksi ASi tidak lancar pada hoemonal suntik 3 bulan
sebesar 39%. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa nilai likelihood ratio
= 0,004), artinya bahwa ada hubungan antara penggunaan alat kontrasepsi
hormonal dengan produksi ASI di Wilayah kerja Puskesmas Poasia Kota
Kendari.
Produksi Air susu ibu/Prolaktin, dalam fisiologi laktasi,prolaktin
merupakan Hormon yang disekresi oleh glandula pituitari.Hormon ini
memiliki peranan penting untuk memproduksi ASI, kadar hormon ini
meningkat selama kehamilan .kerja hormon ini dihambat oleh hormon
plasenta.dengan lepas atau keluarnya keluarnya plasenta pada ahir proses
persalinan, maka kadar estrogen dan progesteron berangsur-angsur
menurun sampai tingkat dapat dilepaskan dan diaktifkan prolaktin.
peningkatan kadar prolaktin akan menghambat ovulasi, dan dengan
demikian juga mempunyai fungsi kontrasepsi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa responden yang menggunakan KB jenis pil mini
sebanyak 9 orang (22,0%) dan ada 66,7% yang memiliki produksi ASI
lancar. Dominan responden yang memakai KB pil mini, memiliki produksi
ASI yang lancar, hal ini disebabkan karena KB pil mini, hanya
mengandung progesterone yang mana hormone ini tidak menekan kerja
hormone prolactin sehingga produksi ASI tidak berkurang. Lain halnya
dengan penggunaan alat KB pil kombinasi, dalam penelitian ini ada 2
responden yang memakai KB pil kombinasi dan terlaporkan bahwa
memiliki produksi ASI yang kurang. Sejalan pula dengan penelitian Safitri
I (2016) yang menyatakan bahwa ada pengaruh antara penggunaan alat

13
kontrasepsi terhadap kelancaran produksi ASI di Desa Bendan, Kecamatan
Banyudono, Kabupaten Boyolali (nilai p=0,022< 0,05). Dalam
penelitiannya Safitri I menemukan penggunaan kontrasepsi kombinasi
hormon estrogen dan progesteron berkaitan dengan penurunan volume dan
durasi ASI, sebaliknya bila kontrasepsi hanya mengandung progesteron
maka tidak ada dampak terhadap volume ASI
Hasil penelitian tentang hubungan penggunaan alat kontrasepsi
hormonal dengan produksi ASI, diperoleh bahwa dari 9 responden yang
tidak menggunakan alat hormonal pil mini, lebih banyak yang memiliki
produksi ASI lancar sebanyak 5 orang (12,2%) dan tidak lancar hanya 4
orang (9,8%). Hal ini disebabkan karena kandungan pilmini adalah
hormon progesterone yang dapat merangsang produksi ASI. Akan sama
halnya dengan 2 responden yang menggunakan pil kombinasi, ada 1 orang
(2,4%) memiliki ASI lancar dan 1 orang (2,4%) tidak lancar. Hal ini
disebabkan pula karena kandungan pil kombinasi adalah gabungan antara
hormone estrogen yang sifatnya menghambat produksi ASI dan sebaliknya
progesterone melancarkan produksi ASI. Dari 41 responden yang
menggunakan alat kontrasepsi hormonal, lebih banyak yang memiliki
produksi ASI tidak lancar sebanyak 27 orang (65,9%) dan lancar ada 14
orang (34,1%). Hal ini disebabkan karena beberapa responden
menggunakan jenis kontrasepsi yang mengandung progesterone dan
ekstrogen dan dapat disebabkan karena faktor lain di luar penelitian seperti
tidak melakukan perawatan payudara selama hamil, ada gangguan pada
saluran ASI ibu, dan faktor psikologi ibu.
D. Pengaruh Terhadap Kualitas Hubungan Seksual
Ada berbagai macam hal yang dapat menyebabkan menurunnya
kualitas seksual pada wanita usia subur. Selain karena faktor penyakit, usia
dan stres, konsumsi obat dan gangguan keseimbangan hormon juga dapat
menjadi penyebab menurunnya kualitas seksual pada wanita usia subur.
Gangguan keseimbang hormon ini dapat disebabkan oleh penggunaan alat
kontrasepsi hormonal. Kontrasepsi hormonal mempunyai efek samping,
salah satunya adalah ketidakseimbangan antara hormon estrogen dan

14
progesteron yang dapat menyebabkan perubahan pada aktivitas seksual.
Hal ini dikarenakan hormon progesteron yang terkandung dalam
kontrasepsi hormonal memiliki efek kerja yang dapat menekan hormon
estrogen sehingga mengakibatkan vagina menjadi kering dan dapat
mengurangi sirkulasi androgen serta melemahkan peredaran testosteron
yang memang diperlukan untuk memicu keinginan gairah seksual
(Semararatih, 2010).
Penelitian yang dilakukan pada wanita akseptor KB berjumlah 216 di
Desa Golong wilayah kerja Puskesmas Sedau Kabupaten Lombok Barat
menunjukan hasil analisis menggunakan Chi Square dengan metode
Continuity Correction, terdapat perbedaan antara penggunaan jenis KB
dengan kualitas seksual pada wanita akseptor KB di wilayah Desa Golong,
Kec. Narmada, Lombok Barat bahwa ada sebanyak 66 orang (97,1%)
responden yang menggunakan KB non-hormonal memiliki kualitas
seksual baik sedangkan diantara wanita akseptor KB hormonal, terdapat
48 orang (70,6%) responden yang memiliki kualitas seksual kategori
sedang.
Penggunaan jenis KB mempengaruhi kualitas seksual pada akseptor KB
tersebut.Hal ini dikarenakan efek samping masing-masing dari metode
kontrasepsi berbeda-beda. Menurut teori Irianto, (2014), yang menyatakan
bahwa kontrasepsi yang mengandung hormon progesterone memiliki efek
samping penuluran libido seksual, hal ini mempengaruhi kualitas
kehidupan seksual pasangan. Hasil ini sejalan dengan teori menurut
Damailia & Saadati (2016) dalam penelitian yang dilakukan oleh Karimah,
dkk (2019), yang menyatakan bahwa efek samping dari pemakaian KB
hormonal adalah penurunan libido seksual pada akseptor KB yang dapat
menurunkan frekuensi hubungan seksual akseptor KB dan menyebabkan
terjadinya penurunan kualitas seksual seseorang. Hasil penelitian ini juga
sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yosin et al., (2016),
ada hubungan bermakna antara efek samping penggunaan kontrasepsi
hormonal dengan kualitas kehidupan seksual pada wanita usia subur di
Kabupaten Jombang. Penggunaan kontrasepsi hormonal dapat

15
menyebabkan terjadinya disfungsi seksual pada bagi penggunanya hal ini
dikarenakan oleh kandungan hormon yang terdapat didalamnya.
E. Pengaruh Terhadap Gangguan Menstruasi
Kontrasepsi hormonal merupakan hormon progesteron atau kombinasi
estrogen dan progesrteron, prinsip kerjanya mencegah pengeluaran sel
telur dari kandung telur. Mengentalkan cairan dileher rahim sehingga sulit
ditembus sperma, membuat lapisan dalam rahim menjadi tipis dan tidak
layak untuk tumbuh hasil konsepsi, sehingga sel telur berjalan lambat
sehingga mengganggu waktu pertemuan sperma dan sel telur.
Penelitian yang dilakukan di Puskesmas Poasia Kota Kendari dengan
populasi penelitian semua ibu rumah tangga yang termasuk Pasangan Usia
Subur (PUS) berusia dari 15-49 tahun berada di sekitar wilayah kerja
Puskesmas Poasia Kota Kendari yang menggunakan alat kontrasepsi
hormonal menunjukan hasil yaitu dari 68 responden, pada umnya mereka
mengalami gangguan menstruasi yaitu (82,4%), hanya sedikit yang tidak
mengalami gangguan menstruasi (17,6%). Diketahui dari 68 responden,
terdapat 56 responden yang tidak menggunakan kontrasepsi pil dan
semuanya cenderung mengalami gangguan menstruasi, sedangkan 12
responden yang menggunakan kontrasepsi pil semuanya cenderung tidak
mengalami gangguan menstruasi. Hasil analisis statistik Fisher’s Exact
Test diperoleh nilai p= 0,00 (< α 0,05). Hasil ini menunjukkan ada
hubungan antara variabel pemakaian kontrasepsi pil dengan gangguan
menstruasi.
Menurut teori Hartanto (2004) mengatakan bahwa kontrasepsi
hormonal terutama yang mengandung progestin dapat mengubah
menstruasi. Hal ini juga sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh
Baziad (2002) bahwa menorrhagia umumnya terjadi pada awal
penggunaan alat kontrasepsi karena progesteron menyebabkan
terbentuknya kembali pembuluh darah kapiler yang normal dengan sel-sel
endotel yang intek dan sel-sel yang mengandung kadar glikoprotein yang
cukup sehingga sel-sel endotel terlindung dari kerusakan, hal ini akan

16
mempengaruhi mekanisme kerja hormon dan siklus haid yang normal dan
perdarahan akan lebih banyak.
F. Pengaruh Terhadap Kemampuan Reproduksi, Kepemilikan Anak dan
Status Pekerjaan
Kebijakan pemerintah, terhadap setiap WUS menikah menggunakan
kontrasepsi, ditujukan untuk memberikan kesempatan pada wanita tersebut
dalam melakukan pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga,
peningkatan kesejahteraan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera, sesuai
amanat UU No. 10 tahun 1992, tentang perkembangan kependudukan dan
pembangunan keluarga sejahtera. Salah satu metode kontrasepsi yang
digunakan adalah kontrasepsi hormonal seperti pil, implant dan suntik.
Setiap jenis kontrasepsi memiliki efektivitas dalam mencegah kehamilan,
tetapi juga memiliki efek samping yang berbeda yang dapat mengganggu
kesehatan dan keindahan tubuh, seperti kegemukan atau wajah berjerawat.
Menurut hasil penelitian Amran dan Damayanti (2018), bahwa wanita
yang memiliki dua atau lebih anak yang masih hidup, keinginan untuk
membatasi kelahiran jadi meningkat, sehingga memicu kebutuhan
kontrasepsi meningkat. Hasil analisis korelasi bivariat menunjukkan ada
hubungan yang signifikan P = 0,00< α (5%) antara jumlah anak yang
dimiliki WUS dengan pemanfaatan jenis kontrasepsi hormonal yang
dipilih dan digunakan WUS menikah. Ibu yang mempunyai anak ideal (1-
2 orang anak) lebih banyak menggunakan kontrasepsi suntik 45,2%,
sementara penggunaan kontrasepsi suntik terendah terdapat pada keluarga
yang memiliki anak lebih dari 6 sebanyak 0,8%. Hal ini sejalan dengan
hasil penelitian sebelumnya oleh Angoi (2012) dalam Lontaan dan
Dompas (2014) menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara
paritas (jumlah anak) dengan pemilihan kontrasepsi.
Menurut Yunianti (2010) dalam Pinontoan et al. (2014) menyebutkan
paritas merupakan faktor yang paling dominan yang mempengaruhi
rendahnya cakupan kontrasepsi. Menurut beberapa peneliti Suandi (2010)
dan Hartoyo (2011) dalam Saskara DGA dan Marhaeni NIA (2015),
bahwa keikutsertaan ber KB akan terjadi ketika jumlah anak yang lahir

17
hidup melebihi atau sama dengan jumlah anak yang diinginkan keluarga.
Alwin dan Ketut (2012) serta Palamuleni (2013) dalam Saskara DGA dan
Marhaeni NIA (2015) juga menyatakan jumlah anak merupakan salah
satu faktor yang paling berpengaruh dalam penggunaan kontrasepsi.
Secara ekonomi, bahwa WUS yang bekerja bermanfaat untuk perbaikan
ekonomi keluarga dan sekaligus perbaikan pembiayaan kesehatan
termasuk pembiayaan kontrasepsi hormonal yang diminati. Pekerjaan
wanita memiliki pengaruh terhadap fertilitas dan penggunaan kontrasepsi.
Kontrasepsi bagi wanita pekerja, sangat berguna untuk mengatur dan
membatasi kelahiran dalam mendukung karier kerja khususnya bagi
wanita yang bekerja diluar rumah sebagai karyawati yang diupah dan saat
ini WUS karyawati cenderung memiliki anak sedikit di banding yang tidak
bekerja (Saskara DGA dan Marhaeni NIA. 2015).
Hasil analisis statistik pada penelitian ini juga menunjukkan ada
hubungan signifikan P 0,00 < α (5%) antara pekerjaan dengan pemilihan
pemanfaatan kontrasepsi hormonal. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian
Marlina (2017) dan Andriana dan Amami (2018), bahwa ada hubungan
signifikan antara pekerjaan dengan penggunaan kontrasepsi hormonal
jenis implant dan ada hubungan biaya dengan penggunaan implant.
Pentingnya WUS bekerja dalam mendukung pendapatan keluarga dan
keikutsertaan kontrasepsi hormonal, menurut Okech, et al (2011) dalam
Saskara DGA dan Marhaeni NIA (2015) , ketiadaan sumber pendapatan
akan menyebabkan penurunan penggunaan pelayanan family planning
seperti alat kontrasepsi dan pendapatan rumah tangga menunjukkan
pengaruh positif terhadap lama penggunaan kontrasepsi Efektivitas
penggunaan kontrasepsi hormonal dalam program KB di Indonesia, sudah
terbukti dan menunjukkan kemajuan, yang ditandai dengan semakin
banyak masyarakat khususnya WUS menikah yang menggunakannya,
tidak hanya di perkotaan tapi juga di perdesaan bahkan didaerah terpencil,
baik yang berpenghasilan tinggi maupun rendah dan yang berpendidikan
tinggi maupun rendah. Manfaat menggunakan alat kontrasepsi sudah
dirasakan masyarakat sebagai langkah tepat untuk mewujudkan keluarga

18
kecil bahagia dan sejahtera dan ditandai semakin banyak yang memiliki
jumlah anak antara 1-2, khususnya wanita yang bekerja membantu suami
mencari nafkah. Hal ini menunjukkan keberhasilan pelaksanaan program
KB di Indonesia dan atas prestasi itu, maka Program KB di Indonesia
ditetapkan sebagai salah satu “center of excellence” di bidang
kependudukan dan keluarga berencana dan menjadi salah satu model
success story pelaksanaan keluarga berencana di negara berkembang yang
banyak ditiru oleh negara-negara berkembang di dunia. Saskara DGA dan
Marhaeni NIA (2015)
G. Pengaruh Terhadap Usia Menopause
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tidak ada pengaruh
riwayat kontrasepsi hormonal terhadap usia menopause di Desa Suka
Rende dan Suka Makmur Kecamatan Kutalimbaru Kabupaten Deli
Serdang tahun 2019. Hasil penelitan yang dilakukan oleh Fitriyani, sejalan
dengan penelitian di atas bahwa wanita yang menggunakan kontrasepsi pil
≥ 5 tahun dan menopause di sebelum 49 tahun ada 46,6%, proporsi wanita
yang menggunakan kontrasepsi pil <5 tahun dan menopause sebelum 49
tahun ada 45,7%, proporsi wanita tidak pernah menggunakan kontrasepsi
pil dan menopause sebelum usia 49 tahun dan menopause sebelum 49
tahun dan tidak pernah menggunakan kontrasepsi pil 51,1%.
Tidak ada hubungan antara lama penggunaan kontrasepsi pil terhadap
usia menopause sesudah dikontrol variabel kovariat, yaitu pendidikan.
Penggunaan kontrasepsi pil lebih dari 5 tahun dan kurang dari 5 tahun
tidak memperlama atau memperpanjang usia wanita untuk menopause(8-
11) . Penelitian juga yang dilakukan oleh Asiah, menunjukkan bahwa jenis
kontrasepsi terhadap mulainya usia menopause yang lambat lebih banyak
terjadi pada responden yang menggunakan kontrasepsi pil yaitu 36,1% di
bandingkan dengan yang menggunakan kontrasepsi bukan pil (21,4%).
Hasil uji chi-square menunjukkan bahwa, tidak ada pengaruh jenis
kontrasepsi yang digunakan terhadap mulainya usia menopause (p=
0,269). Hasil analisis untuk melihat tingkat keeratan hubungan antara
variabel penggunaan kontrasepsi pil dengan mulainya usia menopause

19
menunjukkan nilai p 0,082, kontribusi variabel jenis kontrasepsi terhadap
mulainya usia menopause hanya 0,82%. lama penggunaan kontrasepsi
terhadap usia menopause lebih banyak terjadi pada responden yang 2
tahun (63,7%). Hasil uji chi-square menunjukkan bahwa, tidak ada
pengaruh lama penggunaan kontrasepsi yang digunakan terhadap
mulainya usia menopause (p=0,204>0,05). Hasil uji p 0,204 berarti
besarnya kontribusi variabel lama kontrasepsi terhadap mulainya usia
menopause hanya 0,94%(12-14) . Pada dasarnya sampai saat ini telah
diketahui adanya beberapa jenis pil kontrasepsi sebagai berikut: Pil ini
mengandung estrogen dan progesteron, diminum 1 tablet setiap hari, dan
harus dimulai pada hari ke 5 (lima) saat menstruasi selama 20 (dua puluh)
atau 21 (dua puluh satu) hari dengan memakai pil kombinasi akan
dihambat, sehingga ovulasi tidak terjadi. Disamping itu, fertilisasi akan
sulit terjadi. Efek yang lain terhadap traktus urogenitalis adalah modifikasi
pematangan endometrium sehingga implantasi menjadi sukar, dan terjadi
pula pengentalan dari lendir serviks uteri sehingga pergerakan sel sperma
menjadi terhalang, menunjukkan bahwa, tidak ada pengaruh lama
penggunaan kontrasepsi yang digunakan terhadap mulainya usia
menopause

20
BAB III
PENUTUPAN

3.1. KESIMPULAN
Jadi kesimpulan dari evidence based yang sudah dibahas adalah Efek
Samping Penggunaan Alat Kontrasepsi Hormonal yaitu Kenaikan Berat Badan,
Disfungsi Seksual, Rasa Cemas, Pusing atau Sakit Kepala, mual, Flek Hitam atau
Cloasma, dan Gangguan Menstruasi.
Sedangkan Pengaruh Penggunaan Alat Kontrasepsi Hormonal yaitu
Pengaruh Terhadap Kenaikan Berat Badan, Pengaruh Terhadap Tekanan Darah,
Pengaruh Terhadap Kemampuan Produksi ASI, Pengaruh Terhadap Kualitas
Hubungan Seksual, Pengaruh Terhadap Gangguan Menstruasi, Pengaruh
Terhadap Kemampuan Reproduksi, Kepemilikan Anak dan Status Pekerjaan, dan
Pengaruh Terhadap Usia Menopause.

3.2. SARAN
1. Diharapkan dengan adanya makalah ini mahasiswa kebidanan mampu
memahami lebih dalam Mengenai efek samping dan pengaruh pemakaian kb
hormonal

2. Diharapkan makalah ini dapat bermanfaat, baik bagi mahasiswa maupun bagi
perorngan yang memerlukan informasi seputar KB hormonal

21
DAFTAR PUSTAKA

Annisa Khoiriah, Hubungan Penambahan Berat Badan Pada Akseptor


Kontrasepsi Hormonal Di Bpm Zuniawati Palembang, 272 Jurnal
Kesehatan, Volume VII, Nomor 2, Agustus 2016, hlm 271-276
Winda Nurmayani dkk tahun 2019, Perbedaan Kualitas Seksual pada
Wanita Akseptor KB Hormonal dengan KB Non-Hormonal, Jurnal
Kebidanan dan Kesehatan Tradisional, Volume 5, No 2, September
2020, hlm 67-149
Manuaba, I.B.G. 2010.Gawat Darurat Obstetrik Ginekolgi Dan Obstretri
Ginekologi Social Untuk Profesi Bidan. Jakarta: EGC.
Katmini, K. (2020). Determinan Kesehatan Ibu Hamil Tentang Tanda
Bahaya Kehamilan dengan Pencapaian Kontak Minimal 4 Kali
Selama Masa Kehamilan (K4) Katmini 1 * 1. Jurnal Kebidanan
Dan Kesehatan Tradisional, 5(1), 29–35.
Yosin, E. P., Mudigdo, A., & Budihastuti, U. R. (2016). Effect of
Hormonal Contraceptive on Sexual Life, Body Mass Index, Skin
Health, and Uterine Bleeding, in Women of Reproduction Age in
Jombang, East Java. Journal of Maternal and Child Health, 1(3),
146–160.
Hariadini Ayuk L, dkk. 2017. Gambaran Kejadian Efek Samping Dan
Angka Kunjungan Ulang Akseptor Kontrasepsi Oral Kepada
Tenaga Kesehatan (Studi Pendahuluan Guna Pembuatan Alat
Bantu Konseling Berupa Aplikasi Komputer “Sukses Ber-KB” Di
Apotek Kota Malang). Volume 3 No.1
Kusuma Nebella. 2016. Hubungan Antara Metode Dan Lama Pemakaian
Dengan Keluhan Sunyektif Pada Akseptor. Volume 4 No. 2
Wiknjosastro. 2012. Ilmu Kebidanan. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo
Wanda. 2010. Journal Of Hasil Penelitian Hubungan Antara Alat
Kontrasepsi Dengan Gairah Seksual

22
Sari, Sekar dkk. 2015. Gambaran Efek Samping Kontrasepsi Suntik Pada
Akseptor Kb Suntik. Volume 8 No.2.
Citra Dewi, Ayu Devita. 2018. Gambaran Efek Samping KB Suntik Depo
Medroksi Progesteron Asetat Pada Akseptor Di Bidan Praktek
Mandiri (BPM) Wilayah Kerja Kelurahan Sako Palembang Tahun
2017.Volume :2

23

Anda mungkin juga menyukai