Oleh
Kelompok 2 :
1. Dewi Sri Rahayu (1902277004)
2. Fizri rahma nurul I (1902277009)
3. Resi regita (1902277026)
4. Shinta Rachamniar G(1902277033)
5. Vutri Rahayu W (1902277039)
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat allah SWT, karena atas segala
rahmat, berkah, hidayah dan karunia-Nya. Kami dapat menyelesaikan
makalah tentang. “Penanganan Kegawatdaruratan Spina Bifida Di Poned
Dan Ponek Dalam Tim”.
Makalah ini disusun dan diajukan untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah “Gawat Darurat Maternal Neonatal”. Pada kesempatan ini kami
menyampaikan terima kasih kepada :
1. Bapa H. Dedi Supriadi S.Sos.,S.Kep.,Ners.,MM.Kes. selaku Ketua STIKes
Muhammadiyah Ciamis.
2. Ibu Neli sunarni SST.,M.Tr.Keb. selaku Ketua prodi D-III kebidanan.
3. Ibu Rosidah solihah SST.,M.Tr.Keb. selaku sek.prodi D-III Kebidanan.
4. Ibu resna litasari, SST ,. M.Tr.Keb. selaku Dosen mata kuliah Gawat
Darurat Maternal Neonatal yang telah memberikan bimbingan, motivasi,
petunjuk dan arahan kepada kami.
Teman teman seperjuangan yang senantiasa memberikan motivasi dan
semangat. Kedua orang tua kami,yang telah memberikan kekuatan secara
moril maupun materil. Kami berharap semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan umumnya bagi semua
pembaca, serta dapat berguna bagi kemajuan STIKes Muhammadiyah
Ciamis.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................ 2
DAFTAR ISI ........................................................................................................................... 3
BAB I .................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN .................................................................................................................... 4
A. LATAR BELAKANG ..................................................................................................... 4
B. RUMUSAN MASALAH................................................................................................ 7
C. TUJUAN .................................................................................................................... 7
D. MANFAAT ................................................................................................................. 8
BAB II ................................................................................................................................... 9
PEMBAHASAN ...................................................................................................................... 9
1. Kejang .......................................................................................................................... 9
2. Hypotermi .................................................................................................................. 11
3. Hypertermi ................................................................................................................. 14
4.Hypoglikemia .............................................................................................................. 16
5. Tetanus neonatorum .................................................................................................. 20
BAB III ................................................................................................................................ 21
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................................................. 21
A.Kesimpulan ................................................................................................................. 21
B.Saran........................................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 23
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Upaya pemeliharaan kesehatan anak ditujukan untuk
mempersiapkan generasi yang akan datang yang sehat, cerdas, dan
berkualitas serta untuk menurunkan angka kematian anak. Upaya
pemeliharaan kesehatan anak dilakukan sejak janin masih dalam
kandungan, dilahirkan, setelah dilahirkan, dan sampai berusia
delapan belas tahun (Kemenkes, RI, 2016: 124).
Upaya kesehatan anak antara lain diharapkan mampu
menurunkan angka kematian anak. Indikator angka kematian yang
berhubungan dengan anak yakni Angka Kematian Neonatal (AKN),
Angka Kematian Bayi (AKB), dan Angka Kematian Balita (AKABA).
Perhatian terhadap upaya penurunan angka kematian neonatal (0-28
hari) menjadi penting karena kematian neonatal memberi kontribusi
terhadap 59% kematian bayi. Berdasarkan hasil Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, AKN pada tahun 2012
sebesar 19 per 1.000 kelahiran hidup. Angka ini sama dengan AKN
berdasarkan SDKI tahun 2007 dan hanya menurun 1 poin dibanding
SDKI tahun 2002-2003 yaitu 20 per 1.000 kelahiran hidup.
Hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015
menunjukkan AKB sebesar 22,23 per 1.000 kelahiran hidup, yang
artinya sudah mencapai target MDG 2015 sebesar 23 per 1.000
kelahiran hidup (Kemenkes, RI, 2016:125). Sedangkan, berdasarkan
hasil SDKI, target SDGs tahun 2025 AKN sebesar 9/ 1.000 kelahiran
hidup, dan target tahun 2030 AKN sebesar 12/ 1.000 kelahiran hidup
(Rakorpop Kemenkes, RI. 2015: 27).
Neonatal dengan komplikasi adalah neonatal dengan penyakit
dan atau kelainan yang dapat menyebabkan kecacatan dan atau
kematian, seperti asfiksia, ikterus, hipotermia, tetanus neonatorum,
infeksi/sepsis, trauma lahir, Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR),
sindroma gangguan pernafasan, dan kelainan kongenital maupun
yang termasuk klasifikasi kuning dan merah pada pemeriksaan
dengan Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM) (Kemenkes, RI, 2016
: 129).
Komplikasi yang menjadi penyebab kematian terbanyak yaitu
asfiksia, bayi berat lahir rendah, dan infeksi. Komplikasi ini sebetulnya
dapat dicegah dan ditangani, namun terkendala oleh akses ke
pelayanan kesehatan, kemampuan tenaga kesehatan, keadaan sosial
ekonomi, sistem rujukan yang belum berjalan dengan baik,
terlambatnya deteksi dini, dan kesadaran orang tua untuk mencari
pertolongan kesehatan (Kemenkes, RI, 2016: 129).
Penanganan neonatal dengan komplikasi adalah penanganan
terhadap neonatal sakit dan atau neonatal dengan kelainan atau
komplikasi/kegawatdaruratan yang mendapat pelayanan sesuai
standar oleh tenaga kesehatan (dokter, bidan atau perawat) terlatih
baik di rumah, sarana pelayanan kesehatan dasar maupun sarana
pelayanan kesehatan rujukan. Pelayanan sesuai standar antara lain
sesuai dengan standar MTBM, Manajemen Asfiksia Bayi Baru Lahir,
Manajemen BBLR, pedoman pelayanan neonatal essensial di tingkat
pelayanan kesehatan dasar, PONED, PONEK atau standar operasional
pelayanan lainnya (Kemenkes, RI, 2016: 130). Capaian penanganan
neonatal dengan komplikasi mengalami penurunan dari tahun 2014
yang sebesar 59,68% menjadi 51,37% pada tahun 2015. Selain
menurunnya capaian, masih terdapat disparitas yang cukup besar
antar provinsi. Pada tahun 2015 capaian tertinggi diperoleh Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung dengan angka sebesar 90,01% diikuti Jawa
Tengah sebesar 89,23%, dan Jawa Timur sebesar 82,91%. (Kemenkes,
RI. 2016:130).
Kegawatdaruratan adalah kejadian tidak terduga yang
memerlukan tindakan segera. Kegawatdaruratan dapat terjadi baik
pada penanganan obstetric maupun neonatal. Penatalaksanaan
kegawatdaruratan meliputi pengenalan segera kondisi gawat darurat,
stabilisasi keadaan penderita, pemberian oksigen, infus, terapi cairan,
tranfusi darah dan pemberian medikamentosa maupun upaya rujukan
lanjutan (Maryunani, Anik dan Eka, P.S. 2013:1).
Kompetensi bidan adalah pengetahuan, keterampilan dan skill
yang harus dimiliki oleh bidan dalam melaksanakan praktek
kebidanan pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan, secara aman
dan bertanggung jawab sesuai dengan standar sebagai syarat untuk
dianggap mampu oleh masyarakat. Kompetensi bidan tentang
penanganan kegawatdaruratan neonatus terdapat pada kompetensi
bidan ke- 6 yaitu bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi,
komprehensif pada bayi baru lahir sehat sampai dengan 1 bulan.
Oleh karena itu, bidan harus mempunyai kompetensi dan
upaya kerja yang baik (Marlina, Endah dan A. Apriyanti. 2015: 17).
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian dari kejang, hypotermi, hypetermi, hypoglikemia,
tetanus neonatorium ?
2. Apa saja factor penyebab kejang, hypotermi, hypetermi,
hypoglikemia, tetanus neonatorium?
3. Apa gejala kejang, hypotermi, hypetermi, hypoglikemia, tetanus
neonatorium ?
4. Bagaimana upaya pencegahan kejang, hypotermi, hypetermi,
hypoglikemia, tetanus neonatorium ?
5. Bagaimana penatalaksanaan kejang, hypotermi, hypetermi,
hypoglikemia, tetanus neonatorium ?
C. TUJUAN
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1. Dapat mengetahui pengertian dari kejang, hypotermi, hypetermi,
hypoglikemia, tetanus neonatorium.
2. Dapat mengetahui factor penyebab kejang, hypotermi, hypetermi,
hypoglikemia, tetanus neonatorium.
3. Dapat mengetahui gejala kejang, hypotermi, hypetermi,
hypoglikemia, tetanus neonatorium.
4. Dapat mengetahui upaya pencegahan kejang, hypotermi,
hypetermi, hypoglikemia, tetanus neonatorium.
5. Dapat mengetahui penatalaksanaan kejang, hypotermi, hypetermi,
hypoglikemia, tetanus neonatorium.
D. MANFAAT
Manfaat dari penulisan Makalah ini, yaitu :
1. Untuk mengetahui kejang, hypotermi, hypetermi, hypoglikemia,
tetanus neonatorium.
2. Untuk mengetahui factor kejang, hypotermi, hypetermi,
hypoglikemia, tetanus neonatorium.
3. Untuk mengetahui gejala kejang, hypotermi, hypetermi,
hypoglikemia, tetanus neonatorium.
4. Untuk mengetahui upaya pencegahaan kejang, hypotermi,
hypetermi, hypoglikemia, tetanus neonatorium.
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan kejang, hypotermi, hypetermi,
hypoglikemia, tetanus neonatorium ?
BAB II
PEMBAHASAN
1. Kejang
Kejang adalah gangguan aktivitas listrik di otak. Kondisi ini sering kali
ditandai oleh gerakan tubuh yang tidak terkendali dan disertai hilangnya
kesadaran. Kejang bisa menjadi tanda adanya penyakit pada otak, atau
kondisi lain yang memengaruhi fungsi otak.
Penyebab Kejang :
Kejang disebabkan oleh gangguan pada aktivitas listrik, di satu atau
seluruh area otak. Gangguan tersebut dapat dipicu oleh penyakit di otak,
atau kondisi lain yang secara tidak langsung memengaruhi fungsi otak.
Berikut ini adalah beberapa kondisi yang dapat menimbulkan kejang:
Gangguan pada otak
Epilepsi
Tumor otak
Stroke
Meningitis (infeksi selaput otak)
Ensefalitis (infeksi otak)
Cedera otak pada bayi sewaktu melewati jalan lahir
Cedera kepala yang menyebabkan perdarahan di otak
Lumpuh otak atau cerebral palsy
Gejala Kejang
Kejang sering kali ditandai dengan kontraksi otot, yang disertai gerak
menyentak pada seluruh tubuh. Namun sebenarnya, gejala kejang tidak
selalu seperti itu. Penderita kejang bisa saja hanya menunjukkan tatapan
mata yang kosong. Gejala yang muncul tergantung kepada area otak yang
terdampak dan tingkat keparahannya. Pada kejang yang melibatkan satu
area di otak, gejalanya meliputi:
Gangguan sensasi pada penglihatan, pendengaran, atau penciuman.
Gerakan berulang, seperti jalan berputar-putar.
Gerak menyentak pada salah satu lengan atau tungkai.
Perubahan suasana hati.
Pusing.
Kesemutan.
Sedangkan pada kejang yang memengaruhi seluruh bagian otak, gejala yang
muncul bisa berupa:
Tubuh kaku lalu dilanjutkan dengan gerakan menyentak di seluruh
tubuh.
Gerak menyentak di wajah, leher dan tangan.
Otot hilang kontrol, sehingga dapat membuat penderita tiba-tiba jatuh.
Kaku otot, terutama pada punggung dan tungkai.
Pandangan kosong ke satu arah.
Mata berkedip cepat.
Terdapat pula gejala lain yang sering menyertai kejang, yaitu:
Penurunan kesadaran sesaat, lalu bingung saat sadar karena tidak ingat apa
yang terjadi.
Perubahan perilaku.
Mulut berbusa atau ngeces.
Napas berhenti sementara.
Gejala kejang jarang berlangsung lama. Biasanya gejala hanya
berlangsung selama beberapa detik sampai beberapa menit. Sebelum kejang
muncul, sering kali ada gejala lain yang bisa dijadikan sebagai peringatan,
seperti merasa takut atau marah, mual, vertigo, atau seperti ada kilatan
cahaya di mata.
Kapan Harus ke Dokter?
Segera periksakan ke dokter bila terdapat kondisi berikut:
Pertama kali mengalami kejang
Kesadaran tidak pulih setelah kejang selesai
Kejang berlangsung lebih dari 2 menit
Kejang berulang
Penderita juga menderita diabetes
Sedang demam tinggi saat kejang terjadi
Diagnosis Kejang :
Dokter dapat memastikan seseorang mengalami kejang dengan melihat
langsung gejala yang dialami pasien, atau dari keterangan orang lain yang
melihat kejadian kejang.
Untuk mengetahui penyebab kejang, dokter kemudian akan melakukan
pemeriksaan berikut:
Uji pencitraan, seperti MRI atau CT scan.
Pemeriksaan sampel cairan otak melalui tes pungsi lumbal.
Pengukuran aktivitas listrik otak yang disebut elektroensefalografi
(EEG).
Uji sampel darah.
2. Hypotermi
1. Pengertian
Hipotermia adalah penurunan suhu inti tubuh menjadi < 35˚C (atau
95˚F) secara involunter. Lokasi pengukuran suhu inti tubuh mencakup rektal,
esofageal, atau membran timpani, yang dilakukan secara benar, hipotermia
didefinisikan bila suhu inti tubuh menurun hingga 35˚C (95˚F) atau dapat
lebih rendah lagi, hipotermia disebabkan oleh lepasnya panas karena
konduksi, konveksi, radiasi, atau evaporasi. Local cold injury dan frostbite
timbul karena hipotermia menyebabkan penurunan viskositas darah dan
kerusakan intraselular (intracellular injury)
Gejala Hipotermia
Gejala hipotermia bervariasi, tergantung kepada tingkat keparahannya.
Berikut ini merupakan gejala hipotermia dari yang ringan hingga berat:
Komplikasi Hipotermia
Pencegahan Hipotermia
Sedangkan untuk mencegah hipotermia pada bayi dan anak-anak, cara yang
dapat dilakukan adalah:
3. Hypertermi
Hipertermia adalah kelompok kondisi medis yang ditandai dengan
tingginya suhu tubuh secara abnormal. Tubuh terlalu panas yang berbahaya,
biasanya sebagai respons terhadap cuaca lembap dan panas berkepanjangan.
Suhu tubuh 104 °F (40 °C) atau lebih tinggi dapat membahayakan nyawa.
Kebingungan, mual atau muntah, dan napas cepat adalah sebagian gejalanya.
Penderita hipertermia harus dipindahkan ke tempat yang lebih dingin dan
menghubungi gawat darurat.
Gejala Hipertermia
Dehidrasi
Lansia, yang kelenjar keringat dan peredaran darahnya sudah mulai
menurun fungsinya
Orang-orang dengan gangguan ginjal, jantung, dan paru
Orang dengan tekanan darah tinggi yang sedang dalam pembatasan
asupan garam
Penggunaan obat-obat tertentu, seperti diuretik, obat bius, dan obat
pengontrol tekanan darah
Penyalahgunaan alkohol
Obesitas atau justru terlalu kurus
Diagnosis Hipertermia
Jika pengidap dalam keadaan sadar, minta untuk segera mandi air
dingin.
Kompres dingin terutama di bagian pergelangan tangan, leher, lipat
ketiak, dan selangkangan.
Berikan minum bila pengidap masih sadar betul.
Hindari pemberian teh dan kopi yang mengandung kafein.
4.Hypoglikemia
Hipoglikemi adalah kondisi ketidaknormalan kadar glukosa serum yang
rendah. Keadaan ini dapat didefinisikan sebagai kadar glukosa di bawah 40
mg/dL setelah kelahiran berlaku untuk seluruh bayi baru lahir, atau
pembacaan strip reagen oxidasi glukosa di bawah 45 mg/dL yang
dikonfirmasi dengan uji glukosa darah. Teknik terbaru, seperti menggunakan
penganalisa oksidase glukosa darah. Teknik terbaru, seperti menggunakan
penganalisa oksidase glukosa, atau optical bedsise glucose analyzer ( mis,
One Touch ), lebih bermakna untuk tujuan skrining di ruang rawat, karena
interpretasi warna terkadang tidak subjektif. Pada praktik klinik, bayi dengan
kadar glukosa kurang dari 40 mg/dL memerlukan intervensi. Juga nilai
glukosa plasma < 20 hingga 25 mg/dL harus diterapi dengan pemberian
glukosa per parenteral, tanpa mempertimbangkan usia atau masa gestasi
Munculnya gejala dan kadar glukosa sangat bervariasi pada setiap bayi.
Gejala biasanya muncul bila kadar glukosa < 40 mg/dL dan tampak antara
24 dan 72 jam setelah kelahiran atau dalam 6 jam setelah suatu kelahiran bayi
mengalami stress berat. Saat bayi berusia 72 jam, pencapaian kadar glukosa
sebesar 45 mg/dL atau lebih adalah hasil yang diharapkan tanpa
mempertimbangkan berat badan, usia gestasi atau faktor predisposisi
lainnya. Manifestasi klinis sangat beragam yaitu mencakup gemetar atau
kejang, iritabilitas, letargi atau hipotonia, pernapasan tidak teratur, apnea,
sianosis, pucat, menolak untuk mengisap atau kurang minum ASI, menangis
dengan suara melengking atau melemah, hipotermia, diaporesis atau
aktivitas kejang neonatus.
Jika bayi hipiglikemia dibiarkan tidak mendapat terapi dapat
menyebabkan kerusakan otak dan retardasi mental. Terkait dengan hal
tersebut, maka penulis menyusun makalah ini guna memberikan
pengetahuan mengenai persoalan hipoglikemia. Istilah hepoglikemia
digunakan bila kadar gula darah bayi secara bermakna dibawah kadar rata-
rata. Dikatakan hepoglikemia bila kadar glukosa darah kurang dari 30 mg/dl
pada semua neonatus tanpa menilai masa gestasi atau ada tidaknya gejala
hepoglikemia. Umumnya hepoglikemia terjadi pada neonatus umur 1 – 2
jam. Hal ini disebabkan oleh karena bayi tidak mendapatkan lagi glukosa
dari ibu, sedangkan insulin plasma masih tinggi dengan kadar glukosa darah
yang menurun.
Penyebab
1. Dosis suntikan insulin terlalu banyak.
Saat menyuntikan obat insulin, anda harus tahu dan paham dosis obat
yang anda suntik sesuai dengan kondisi gula darah saat itu. Celakanya,
terkadang pasien tidak dapat memantau kadar gula darahnya sebelum
disuntik, sehingga dosis yang disuntikan tidak sesuai dengan kadar gula
darah saat itu. Memang sebaiknya bila menggunakan insulin suntik, pasien
harus memiliki monitor atau alat pemeriksa gula darah sendiri.
2. Lupa makan atau makan terlalu sedikit.
Penderita diabetes sebaiknya mengkonsumsi obat insulin dengan kerja
lambat dua kali sehari dan obat yang kerja cepat sesaat sebelum makan.
Kadar insulin dalam darah harus seimbang dengan makanan yang
dikonsumsi. Jika makanan yang anda konsumsi kurang maka keseimbangan
ini terganggu dan terjadilah hipoglikemia
3. Aktifitas terlalu berat.
Olah raga atau aktifitas berat lainnya memiliki efek yang mirip dengan
insulin. Saat anda berolah raga, anda akan menggunakan glukosa darah yang
banyak sehingga kadar glukosa darah akan menurun. Maka dari itu, olah
raga merupakan cara terbaik untuk menurunkan kadar glukosa darah tanpa
menggunakan insulin.
4. Minum alkohol tanpa disertai makan.
Alkohol menganggu pengeluaran glukosa dari hati sehingga kadar
glukosa darah akan menurun.
5. Menggunakan tipe insulin yang salah pada malam hari.
Pengobatan diabetes yang intensif terkadang mengharuskan anda
mengkonsumsi obat diabetes pada malam hari terutama yang bekerja secara
lambat. Jika anda salah mengkonsumsi obat misalnya anda meminum obat
insulin kerja cepat di malam hari maka saat bangun pagi, anda akan
mengalami hipoglikemia.
6. Penebalan di lokasi suntikan.
Dianjurkan bagi mereka yang menggunakan suntikan insulin agar
merubah lokasi suntikan setiap beberapa hari. Menyuntikan obat dalam
waktu lama pada lokasi yang sama akan menyebabkan penebalan jaringan.
Penebalan ini akan menyebabkan penyerapan insulin menjadi lambat.
7. Kesalahan waktu pemberian obat dan makanan.
Tiap tiap obat insulin sebaiknya dikonsumsi menurut waktu yang
dianjurkan. Anda harus mengetahui dan mempelajari dengan baik kapan
obat sebaiknya disuntik atau diminum sehingga kadar glukosa darah
menjadi seimbang.
8. Penyakit yang menyebabkan gangguan penyerapan glukosa.
Beberapa penyakit seperti celiac disease dapat menurunkan penyerapan
glukosa oleh usus. Hal ini menyebabkan insulin lebih dulu ada di aliran
darah dibandingan dengan glukosa. Insulin yang kadung beredar ini akan
menyebabkan kadar glukosa darah menurun sebelum glukosa yang baru
menggantikannya.
9. Gangguan hormonal.
Orang dengan diabetes terkadang mengalami gangguan hormon
glukagon. Hormon ini berguna untuk meningkatkan kadar gula darah.
Tanpa hormon ini maka pengendalian kadar gula darah menjadi terganggu.
10. Pemakaian aspirin dosis tinggi.
Aspirin dapat menurunkan kadar gula darah bila dikonsumsi melebihi
dosis 80 mg.
11. Riwayat hipoglikemia sebelumnya.
Hipoglikemia yang terjadi sebelumnya mempunyai efek yang masih
terasa dalam beberapa waktu. Meskipun saat ini anda sudah merasa baikan
tetapi belum menjamin tidak akan mengalami hipoglikemia lagi.
Tanda Gejala
1. Rahang dan otot wajah bayi mengencang pada hari ke 2–3 pasca
kelahiran
2. Mulut bayi terasa kaku seakan terkunci dan bayi tidak bisa menyusui
3. Spasme atau kaku otot tubuh menyeluruh yang menyebabkan tubuh bayi
menegang atau tampak melengkung ke belakang
4. Kejang yang dipicu oleh suara, cahaya, atau sentuhan
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan
Kejang adalah gangguan aktivitas listrik di otak. Kondisi ini sering kali
ditandai oleh gerakan tubuh yang tidak terkendali dan disertai hilangnya
kesadaran. Gangguan tersebut dapat dipicu oleh penyakit di otak, atau
kondisi lain yang secara tidak langsung memengaruhi fungsi otak. Kondisi
ini sering kali ditandai oleh gerakan tubuh yang tidak terkendali dan disertai
hilangnya kesadaran. Berikut ini adalah beberapa kondisi yang dapat
menimbulkan kejang:. Hipotermia sekunder, adanya penyakit atau
pengobatan tertentu yang menyebabkan penurunan suhu tubuh. Berbagai
kondisi yang dapat mengakibatkan hipotermia. Berikut ini merupakan gejala
hipotermia dari yang ringan hingga berat:.
B.Saran
Umumnya bagi masyarakat khususnya untuk kita sebagai mahasiswa
kebidanan disarankan untuk meningkatkan pengetahuan mengenai
penanganan kegawatdaruratan di poned dan ponek dalam tim pada kasus
bayi baru lahir dengan Kejang,Hypotermi,Hypertermi,Hypoglikemia,Tetanus
neonatorium.
DAFTAR PUSTAKA
Https;//www.halodoc,com/kesehatan