Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

Kejang, Hypotermi, Hypetermi, Hypoglikemia, Tetanus Neonatorium


Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Gawat Darurat Maternal
Neonatal
Dosen Pembimbing : Ibu resna litasari,SST., M.Tr.,Keb

Oleh
Kelompok 2 :
1. Dewi Sri Rahayu (1902277004)
2. Fizri rahma nurul I (1902277009)
3. Resi regita (1902277026)
4. Shinta Rachamniar G(1902277033)
5. Vutri Rahayu W (1902277039)

PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat allah SWT, karena atas segala
rahmat, berkah, hidayah dan karunia-Nya. Kami dapat menyelesaikan
makalah tentang. “Penanganan Kegawatdaruratan Spina Bifida Di Poned
Dan Ponek Dalam Tim”.
Makalah ini disusun dan diajukan untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah “Gawat Darurat Maternal Neonatal”. Pada kesempatan ini kami
menyampaikan terima kasih kepada :
1. Bapa H. Dedi Supriadi S.Sos.,S.Kep.,Ners.,MM.Kes. selaku Ketua STIKes
Muhammadiyah Ciamis.
2. Ibu Neli sunarni SST.,M.Tr.Keb. selaku Ketua prodi D-III kebidanan.
3. Ibu Rosidah solihah SST.,M.Tr.Keb. selaku sek.prodi D-III Kebidanan.
4. Ibu resna litasari, SST ,. M.Tr.Keb. selaku Dosen mata kuliah Gawat
Darurat Maternal Neonatal yang telah memberikan bimbingan, motivasi,
petunjuk dan arahan kepada kami.
Teman teman seperjuangan yang senantiasa memberikan motivasi dan
semangat. Kedua orang tua kami,yang telah memberikan kekuatan secara
moril maupun materil. Kami berharap semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan umumnya bagi semua
pembaca, serta dapat berguna bagi kemajuan STIKes Muhammadiyah
Ciamis.

Ciamis , 02 oktober 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................ 2
DAFTAR ISI ........................................................................................................................... 3
BAB I .................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN .................................................................................................................... 4
A. LATAR BELAKANG ..................................................................................................... 4
B. RUMUSAN MASALAH................................................................................................ 7
C. TUJUAN .................................................................................................................... 7
D. MANFAAT ................................................................................................................. 8
BAB II ................................................................................................................................... 9
PEMBAHASAN ...................................................................................................................... 9
1. Kejang .......................................................................................................................... 9
2. Hypotermi .................................................................................................................. 11
3. Hypertermi ................................................................................................................. 14
4.Hypoglikemia .............................................................................................................. 16
5. Tetanus neonatorum .................................................................................................. 20
BAB III ................................................................................................................................ 21
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................................................. 21
A.Kesimpulan ................................................................................................................. 21
B.Saran........................................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 23
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Upaya pemeliharaan kesehatan anak ditujukan untuk
mempersiapkan generasi yang akan datang yang sehat, cerdas, dan
berkualitas serta untuk menurunkan angka kematian anak. Upaya
pemeliharaan kesehatan anak dilakukan sejak janin masih dalam
kandungan, dilahirkan, setelah dilahirkan, dan sampai berusia
delapan belas tahun (Kemenkes, RI, 2016: 124).
Upaya kesehatan anak antara lain diharapkan mampu
menurunkan angka kematian anak. Indikator angka kematian yang
berhubungan dengan anak yakni Angka Kematian Neonatal (AKN),
Angka Kematian Bayi (AKB), dan Angka Kematian Balita (AKABA).
Perhatian terhadap upaya penurunan angka kematian neonatal (0-28
hari) menjadi penting karena kematian neonatal memberi kontribusi
terhadap 59% kematian bayi. Berdasarkan hasil Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, AKN pada tahun 2012
sebesar 19 per 1.000 kelahiran hidup. Angka ini sama dengan AKN
berdasarkan SDKI tahun 2007 dan hanya menurun 1 poin dibanding
SDKI tahun 2002-2003 yaitu 20 per 1.000 kelahiran hidup.
Hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015
menunjukkan AKB sebesar 22,23 per 1.000 kelahiran hidup, yang
artinya sudah mencapai target MDG 2015 sebesar 23 per 1.000
kelahiran hidup (Kemenkes, RI, 2016:125). Sedangkan, berdasarkan
hasil SDKI, target SDGs tahun 2025 AKN sebesar 9/ 1.000 kelahiran
hidup, dan target tahun 2030 AKN sebesar 12/ 1.000 kelahiran hidup
(Rakorpop Kemenkes, RI. 2015: 27).
Neonatal dengan komplikasi adalah neonatal dengan penyakit
dan atau kelainan yang dapat menyebabkan kecacatan dan atau
kematian, seperti asfiksia, ikterus, hipotermia, tetanus neonatorum,
infeksi/sepsis, trauma lahir, Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR),
sindroma gangguan pernafasan, dan kelainan kongenital maupun
yang termasuk klasifikasi kuning dan merah pada pemeriksaan
dengan Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM) (Kemenkes, RI, 2016
: 129).
Komplikasi yang menjadi penyebab kematian terbanyak yaitu
asfiksia, bayi berat lahir rendah, dan infeksi. Komplikasi ini sebetulnya
dapat dicegah dan ditangani, namun terkendala oleh akses ke
pelayanan kesehatan, kemampuan tenaga kesehatan, keadaan sosial
ekonomi, sistem rujukan yang belum berjalan dengan baik,
terlambatnya deteksi dini, dan kesadaran orang tua untuk mencari
pertolongan kesehatan (Kemenkes, RI, 2016: 129).
Penanganan neonatal dengan komplikasi adalah penanganan
terhadap neonatal sakit dan atau neonatal dengan kelainan atau
komplikasi/kegawatdaruratan yang mendapat pelayanan sesuai
standar oleh tenaga kesehatan (dokter, bidan atau perawat) terlatih
baik di rumah, sarana pelayanan kesehatan dasar maupun sarana
pelayanan kesehatan rujukan. Pelayanan sesuai standar antara lain
sesuai dengan standar MTBM, Manajemen Asfiksia Bayi Baru Lahir,
Manajemen BBLR, pedoman pelayanan neonatal essensial di tingkat
pelayanan kesehatan dasar, PONED, PONEK atau standar operasional
pelayanan lainnya (Kemenkes, RI, 2016: 130). Capaian penanganan
neonatal dengan komplikasi mengalami penurunan dari tahun 2014
yang sebesar 59,68% menjadi 51,37% pada tahun 2015. Selain
menurunnya capaian, masih terdapat disparitas yang cukup besar
antar provinsi. Pada tahun 2015 capaian tertinggi diperoleh Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung dengan angka sebesar 90,01% diikuti Jawa
Tengah sebesar 89,23%, dan Jawa Timur sebesar 82,91%. (Kemenkes,
RI. 2016:130).
Kegawatdaruratan adalah kejadian tidak terduga yang
memerlukan tindakan segera. Kegawatdaruratan dapat terjadi baik
pada penanganan obstetric maupun neonatal. Penatalaksanaan
kegawatdaruratan meliputi pengenalan segera kondisi gawat darurat,
stabilisasi keadaan penderita, pemberian oksigen, infus, terapi cairan,
tranfusi darah dan pemberian medikamentosa maupun upaya rujukan
lanjutan (Maryunani, Anik dan Eka, P.S. 2013:1).
Kompetensi bidan adalah pengetahuan, keterampilan dan skill
yang harus dimiliki oleh bidan dalam melaksanakan praktek
kebidanan pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan, secara aman
dan bertanggung jawab sesuai dengan standar sebagai syarat untuk
dianggap mampu oleh masyarakat. Kompetensi bidan tentang
penanganan kegawatdaruratan neonatus terdapat pada kompetensi
bidan ke- 6 yaitu bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi,
komprehensif pada bayi baru lahir sehat sampai dengan 1 bulan.
Oleh karena itu, bidan harus mempunyai kompetensi dan
upaya kerja yang baik (Marlina, Endah dan A. Apriyanti. 2015: 17).
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian dari kejang, hypotermi, hypetermi, hypoglikemia,
tetanus neonatorium ?
2. Apa saja factor penyebab kejang, hypotermi, hypetermi,
hypoglikemia, tetanus neonatorium?
3. Apa gejala kejang, hypotermi, hypetermi, hypoglikemia, tetanus
neonatorium ?
4. Bagaimana upaya pencegahan kejang, hypotermi, hypetermi,
hypoglikemia, tetanus neonatorium ?
5. Bagaimana penatalaksanaan kejang, hypotermi, hypetermi,
hypoglikemia, tetanus neonatorium ?

C. TUJUAN
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1. Dapat mengetahui pengertian dari kejang, hypotermi, hypetermi,
hypoglikemia, tetanus neonatorium.
2. Dapat mengetahui factor penyebab kejang, hypotermi, hypetermi,
hypoglikemia, tetanus neonatorium.
3. Dapat mengetahui gejala kejang, hypotermi, hypetermi,
hypoglikemia, tetanus neonatorium.
4. Dapat mengetahui upaya pencegahan kejang, hypotermi,
hypetermi, hypoglikemia, tetanus neonatorium.
5. Dapat mengetahui penatalaksanaan kejang, hypotermi, hypetermi,
hypoglikemia, tetanus neonatorium.
D. MANFAAT
Manfaat dari penulisan Makalah ini, yaitu :
1. Untuk mengetahui kejang, hypotermi, hypetermi, hypoglikemia,
tetanus neonatorium.
2. Untuk mengetahui factor kejang, hypotermi, hypetermi,
hypoglikemia, tetanus neonatorium.
3. Untuk mengetahui gejala kejang, hypotermi, hypetermi,
hypoglikemia, tetanus neonatorium.
4. Untuk mengetahui upaya pencegahaan kejang, hypotermi,
hypetermi, hypoglikemia, tetanus neonatorium.
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan kejang, hypotermi, hypetermi,
hypoglikemia, tetanus neonatorium ?
BAB II
PEMBAHASAN

1. Kejang
Kejang adalah gangguan aktivitas listrik di otak. Kondisi ini sering kali
ditandai oleh gerakan tubuh yang tidak terkendali dan disertai hilangnya
kesadaran. Kejang bisa menjadi tanda adanya penyakit pada otak, atau
kondisi lain yang memengaruhi fungsi otak.
Penyebab Kejang :
Kejang disebabkan oleh gangguan pada aktivitas listrik, di satu atau
seluruh area otak. Gangguan tersebut dapat dipicu oleh penyakit di otak,
atau kondisi lain yang secara tidak langsung memengaruhi fungsi otak.
Berikut ini adalah beberapa kondisi yang dapat menimbulkan kejang:
Gangguan pada otak
 Epilepsi
 Tumor otak
 Stroke
 Meningitis (infeksi selaput otak)
 Ensefalitis (infeksi otak)
 Cedera otak pada bayi sewaktu melewati jalan lahir
 Cedera kepala yang menyebabkan perdarahan di otak
 Lumpuh otak atau cerebral palsy
Gejala Kejang
Kejang sering kali ditandai dengan kontraksi otot, yang disertai gerak
menyentak pada seluruh tubuh. Namun sebenarnya, gejala kejang tidak
selalu seperti itu. Penderita kejang bisa saja hanya menunjukkan tatapan
mata yang kosong. Gejala yang muncul tergantung kepada area otak yang
terdampak dan tingkat keparahannya. Pada kejang yang melibatkan satu
area di otak, gejalanya meliputi:
 Gangguan sensasi pada penglihatan, pendengaran, atau penciuman.
 Gerakan berulang, seperti jalan berputar-putar.
 Gerak menyentak pada salah satu lengan atau tungkai.
 Perubahan suasana hati.
 Pusing.
 Kesemutan.
Sedangkan pada kejang yang memengaruhi seluruh bagian otak, gejala yang
muncul bisa berupa:
 Tubuh kaku lalu dilanjutkan dengan gerakan menyentak di seluruh
tubuh.
 Gerak menyentak di wajah, leher dan tangan.
 Otot hilang kontrol, sehingga dapat membuat penderita tiba-tiba jatuh.
 Kaku otot, terutama pada punggung dan tungkai.
 Pandangan kosong ke satu arah.
 Mata berkedip cepat.
Terdapat pula gejala lain yang sering menyertai kejang, yaitu:
Penurunan kesadaran sesaat, lalu bingung saat sadar karena tidak ingat apa
yang terjadi.
 Perubahan perilaku.
 Mulut berbusa atau ngeces.
 Napas berhenti sementara.
Gejala kejang jarang berlangsung lama. Biasanya gejala hanya
berlangsung selama beberapa detik sampai beberapa menit. Sebelum kejang
muncul, sering kali ada gejala lain yang bisa dijadikan sebagai peringatan,
seperti merasa takut atau marah, mual, vertigo, atau seperti ada kilatan
cahaya di mata.
Kapan Harus ke Dokter?
Segera periksakan ke dokter bila terdapat kondisi berikut:
 Pertama kali mengalami kejang
 Kesadaran tidak pulih setelah kejang selesai
 Kejang berlangsung lebih dari 2 menit
 Kejang berulang
 Penderita juga menderita diabetes
 Sedang demam tinggi saat kejang terjadi
Diagnosis Kejang :
Dokter dapat memastikan seseorang mengalami kejang dengan melihat
langsung gejala yang dialami pasien, atau dari keterangan orang lain yang
melihat kejadian kejang.
Untuk mengetahui penyebab kejang, dokter kemudian akan melakukan
pemeriksaan berikut:
 Uji pencitraan, seperti MRI atau CT scan.
 Pemeriksaan sampel cairan otak melalui tes pungsi lumbal.
 Pengukuran aktivitas listrik otak yang disebut elektroensefalografi
(EEG).
 Uji sampel darah.

Cara Mencegah Kejang


Dalam banyak kasus, kejang tidak dapat dicegah. Namun, risiko terserang
kejang dapat dikurangi dengan menjalani hidup sehat, seperti:
 Beristirahat yang cukup
 Mengonsumsi makanan dengan gizi seimbang
 Berolahraga secara rutin
 Mengelola stres dengan baik
 Menjauhi NAPZA
 Mengonsumsi obat sesuai saran dokter
Cara Mencegah Cedera saat Kejang
Seperti telah dikatakan sebelumnya, kejang dapat mengakibatkan cedera
yang berbahaya bagi penderitanya. Oleh karena itu, bila kejang sering terjadi,
beberapa langkah berikut ini bisa dilakukan untuk menghindari cedera:
 Tidak berenang atau berendam di bak mandi saat sendirian.
 Tidak mengendarai kendaraaan.
 Melengkapi kursi dan meja di rumah dengan bantalan yang empuk.
 Memasang karpet yang tebal di lantai.

2. Hypotermi
1. Pengertian

Hipotermia adalah penurunan suhu inti tubuh menjadi < 35˚C (atau
95˚F) secara involunter. Lokasi pengukuran suhu inti tubuh mencakup rektal,
esofageal, atau membran timpani, yang dilakukan secara benar, hipotermia
didefinisikan bila suhu inti tubuh menurun hingga 35˚C (95˚F) atau dapat
lebih rendah lagi, hipotermia disebabkan oleh lepasnya panas karena
konduksi, konveksi, radiasi, atau evaporasi. Local cold injury dan frostbite
timbul karena hipotermia menyebabkan penurunan viskositas darah dan
kerusakan intraselular (intracellular injury)

2. Etiologi dan Predisposisi

i. Hipotermia primer, apabila produksi panas dalam tubuh tidak dapat


mengimbangi adanya stres dingin, terutama bila cadangan energi
dalam tubuh sedang berkurang. Kelainan panas dapat terjadi melalui
mekanisme radiasi (55-65%), konduksi (10-15%), konveksi, respirasi
dan evaporasi. Pemahaman ini membedakan istilah hipotermia
dengan frost bite (cedera jaringan akibat kontak fisik dengan
benda/zat dingin, biasanya <0˚C).

b. Hipotermia sekunder, adanya penyakit atau pengobatan


tertentu yang menyebabkan penurunan suhu tubuh. Berbagai
kondisi yang dapat mengakibatkan hipotermia

1) Penyakit endokrin (hipoglikemi, hipotiroid, penyakit Addison,


diabetes melitus, dan lain – lain)

2) Penyakit kardiovaskuler (infark miokard, gagal jantung


kongestif, insufisiensi vascular, dan lain – lain)

3) Penyakit neurologis (cedera kepala, tumor, cedera tulang


belakang, penyakit Alzheimer, dan lain – lain)

4) Obat – obatan (alkohol, sedatif, klonidin, neuroleptik)

Kerentanan terhadap cedera dingin meningkat oleh faktor yang dapat


meningkatkan kehilangan panas atau menurunkan produksi panas, seperti:

a. Suhu yang lebih rendah


b. Dehidrasi
c. Bayi, usia lanjut, malnutrisi, kelelahan
d. Imobilisasi (contoh: fraktur)
e. Kontak yang terlalu lama
f. Kelembaban
g. Penyakit pembuluh darah perifer

Gejala Hipotermia
Gejala hipotermia bervariasi, tergantung kepada tingkat keparahannya.
Berikut ini merupakan gejala hipotermia dari yang ringan hingga berat:

 Kulit pucat dan terasa dingin ketika disentuh


 Mati rasa
 Menggigil
 Respons menurun
 Gangguan bicara
 Kaku dan sulit bergerak
 Penurunan kesadaran
 Sesak napas hingga napas melambat
 Jantung berdebar hingga denyut jantung melambat

Komplikasi Hipotermia

Penanganan perlu segera dilakukan terhadap kondisi hipotermia untuk


mencegah terjadinya komplikasi, bahkan kematian. Komplikasi yang dapat
muncul adalah:

 Frostbite, yaitu cedera pada kulit dan jaringan di bawahnya karenan


membeku
 Chilblains, yaitu peradangan pembuluh darah kecil dan saraf pada
kulit.
 Trench foot, yaitu rusaknya pembuluh darah dan saraf pada kaki
akibat terlalu lama terendam air.
 Gangrene atau kerusakan jaringan.

Pencegahan Hipotermia

Ada beberapa langkah sederhana yang dapat dilakukan untuk mencegah


hipotermia, yaitu:

 Jagalah tubuh agar tetap kering. Hindari mengenakan pakaian basah


dalam jangka waktu lama karena dapat menyerap panas tubuh.
 Gunakan pakaian sesuai dengan kondisi cuaca dan kegiatan yang
akan dilakukan, terutama ketika akan mendaki gunung atau
berkemah di tempat yang dingin. Kenakan jaket atau pakaian tebal
agar suhu tubuh tetap terjaga.
 Gunakan topi, syal, sarung tangan, kaus kaki, dan sepatu bot ketika
akan beraktivitas di luar rumah.
 Lakukan gerakan sederhana untuk menghangatkan tubuh.
 Hindari minuman yang mengandung alkohol atau kafein.
Konsumsilah minuman dan makanan hangat.

Sedangkan untuk mencegah hipotermia pada bayi dan anak-anak, cara yang
dapat dilakukan adalah:

 Jaga suhu kamar agar selalu hangat.


 Pakaikan jaket atau pakaian yang tebal, ketika anak akan beraktivitas
di luar rumah saat suhu udara dingin.
 Segera bawa ke ruangan yang hangat, jika mereka tampak mulai
menggigil.

3. Hypertermi
Hipertermia adalah kelompok kondisi medis yang ditandai dengan
tingginya suhu tubuh secara abnormal. Tubuh terlalu panas yang berbahaya,
biasanya sebagai respons terhadap cuaca lembap dan panas berkepanjangan.

Hipertermia terjadi ketika mekanisme pengaturan panas tubuh tidak bekerja


secara efektif. Usia yang lebih tua, penyakit tertentu, dan obat meningkatkan
risiko berkembangnya hipertermia.

Suhu tubuh 104 °F (40 °C) atau lebih tinggi dapat membahayakan nyawa.
Kebingungan, mual atau muntah, dan napas cepat adalah sebagian gejalanya.
Penderita hipertermia harus dipindahkan ke tempat yang lebih dingin dan
menghubungi gawat darurat.
Gejala Hipertermia

Terjadinya hipertermia ditandai oleh suhu tubuh yang tinggi, biasanya


melampaui 40 derajat Celcius, disertai dengan gejala, seperti gangguan
koordinasi tubuh, sulit berkeringat, denyut jantung yang lemah dan cepat,
kram otot, kejang-kejang, kulit memerah, mudah marah, merasa bingung,
atau bahkan koma.
Penyebab Hipertermia
Hipertermia disebabkan oleh paparan suhu ekstrem yang tidak lagi
mampu diregulasi oleh tubuh. Gaya hidup tertentu dapat mengakibatkan
seseorang lebih rentan mengalami hipertermia, seperti:

 Kurang konsumsi air putih


 Rumah yang sirkulasi udaranya kurang baik atau tidak dilengkapi
pendingin ruangan
 Pakaian terlalu tebal
 Lingkungan yang terlalu ramai dan padat

Faktor Risiko Hipertermia

Beberapa kondisi juga diketahui dapat meningkatkan risiko seseorang


mengalami hipertermia. Kondisi tersebut, meliputi:

 Dehidrasi
 Lansia, yang kelenjar keringat dan peredaran darahnya sudah mulai
menurun fungsinya
 Orang-orang dengan gangguan ginjal, jantung, dan paru
 Orang dengan tekanan darah tinggi yang sedang dalam pembatasan
asupan garam
 Penggunaan obat-obat tertentu, seperti diuretik, obat bius, dan obat
pengontrol tekanan darah
 Penyalahgunaan alkohol
 Obesitas atau justru terlalu kurus
Diagnosis Hipertermia

Dokter dapat mengenali terjadinya hipertermia dengan mudah melalui


gejala-gejala fisik yang dialami oleh pengidap, ditunjang oleh pengukuran
suhu tubuh menggunakan termometer. Jika suhu tubuh melebihi 40 derajat
Celcius, maka bisa dipastikan pengidap tersebut mengalami hipertermia.
Pencegahan Hipertermia

Hipertermia dapat dicegah dengan beberapa cara, yaitu:


 Hindari beraktivitas langsung tanpa pelindung kepala di bawah terik
matahari ketika cuaca sedang panas.
 Gunakan pakaian yang longgar, berbahan ringan, dan tidak tebal atau
berlapis-lapis ketika harus beraktivitas di lingkungan panas.
 Gunakan pelindung tambahan, seperti topi lebar atau payung.
 Banyak minum air putih di segala kesempatan. Terutama saat cuaca
panas.
 Jangan meninggalkan anak-anak dalam mobil tertutup di ruangan
terbuka maupun gedung parkir.
 Segera berteduh dan masuk ke ruangan dengan pendingin ruangan
atau dengan sirkulasi udara yang baik, ketika sudah mulai merasa
lemas atau sakit kepala.
Pengobatan Hipertermia

Pengobatan hipertermia dilakukan dengan mengamankan pengidap dari


kondisi yang membuat suhu tubuhnya meningkat drastis. Langkah yang bisa
dilakukan, meliputi:

Memindahkan pengidap ke tempat yang sejuk, sebaiknya yang sirkulasi


udaranya baik atau yang berpendingin ruangan.

 Jika pengidap dalam keadaan sadar, minta untuk segera mandi air
dingin.
 Kompres dingin terutama di bagian pergelangan tangan, leher, lipat
ketiak, dan selangkangan.
 Berikan minum bila pengidap masih sadar betul.
 Hindari pemberian teh dan kopi yang mengandung kafein.

4.Hypoglikemia
Hipoglikemi adalah kondisi ketidaknormalan kadar glukosa serum yang
rendah. Keadaan ini dapat didefinisikan sebagai kadar glukosa di bawah 40
mg/dL setelah kelahiran berlaku untuk seluruh bayi baru lahir, atau
pembacaan strip reagen oxidasi glukosa di bawah 45 mg/dL yang
dikonfirmasi dengan uji glukosa darah. Teknik terbaru, seperti menggunakan
penganalisa oksidase glukosa darah. Teknik terbaru, seperti menggunakan
penganalisa oksidase glukosa, atau optical bedsise glucose analyzer ( mis,
One Touch ), lebih bermakna untuk tujuan skrining di ruang rawat, karena
interpretasi warna terkadang tidak subjektif. Pada praktik klinik, bayi dengan
kadar glukosa kurang dari 40 mg/dL memerlukan intervensi. Juga nilai
glukosa plasma < 20 hingga 25 mg/dL harus diterapi dengan pemberian
glukosa per parenteral, tanpa mempertimbangkan usia atau masa gestasi
Munculnya gejala dan kadar glukosa sangat bervariasi pada setiap bayi.
Gejala biasanya muncul bila kadar glukosa < 40 mg/dL dan tampak antara
24 dan 72 jam setelah kelahiran atau dalam 6 jam setelah suatu kelahiran bayi
mengalami stress berat. Saat bayi berusia 72 jam, pencapaian kadar glukosa
sebesar 45 mg/dL atau lebih adalah hasil yang diharapkan tanpa
mempertimbangkan berat badan, usia gestasi atau faktor predisposisi
lainnya. Manifestasi klinis sangat beragam yaitu mencakup gemetar atau
kejang, iritabilitas, letargi atau hipotonia, pernapasan tidak teratur, apnea,
sianosis, pucat, menolak untuk mengisap atau kurang minum ASI, menangis
dengan suara melengking atau melemah, hipotermia, diaporesis atau
aktivitas kejang neonatus.
Jika bayi hipiglikemia dibiarkan tidak mendapat terapi dapat
menyebabkan kerusakan otak dan retardasi mental. Terkait dengan hal
tersebut, maka penulis menyusun makalah ini guna memberikan
pengetahuan mengenai persoalan hipoglikemia. Istilah hepoglikemia
digunakan bila kadar gula darah bayi secara bermakna dibawah kadar rata-
rata. Dikatakan hepoglikemia bila kadar glukosa darah kurang dari 30 mg/dl
pada semua neonatus tanpa menilai masa gestasi atau ada tidaknya gejala
hepoglikemia. Umumnya hepoglikemia terjadi pada neonatus umur 1 – 2
jam. Hal ini disebabkan oleh karena bayi tidak mendapatkan lagi glukosa
dari ibu, sedangkan insulin plasma masih tinggi dengan kadar glukosa darah
yang menurun.

Penyebab
1. Dosis suntikan insulin terlalu banyak.
Saat menyuntikan obat insulin, anda harus tahu dan paham dosis obat
yang anda suntik sesuai dengan kondisi gula darah saat itu. Celakanya,
terkadang pasien tidak dapat memantau kadar gula darahnya sebelum
disuntik, sehingga dosis yang disuntikan tidak sesuai dengan kadar gula
darah saat itu. Memang sebaiknya bila menggunakan insulin suntik, pasien
harus memiliki monitor atau alat pemeriksa gula darah sendiri.
2. Lupa makan atau makan terlalu sedikit.
Penderita diabetes sebaiknya mengkonsumsi obat insulin dengan kerja
lambat dua kali sehari dan obat yang kerja cepat sesaat sebelum makan.
Kadar insulin dalam darah harus seimbang dengan makanan yang
dikonsumsi. Jika makanan yang anda konsumsi kurang maka keseimbangan
ini terganggu dan terjadilah hipoglikemia
3. Aktifitas terlalu berat.
Olah raga atau aktifitas berat lainnya memiliki efek yang mirip dengan
insulin. Saat anda berolah raga, anda akan menggunakan glukosa darah yang
banyak sehingga kadar glukosa darah akan menurun. Maka dari itu, olah
raga merupakan cara terbaik untuk menurunkan kadar glukosa darah tanpa
menggunakan insulin.
4. Minum alkohol tanpa disertai makan.
Alkohol menganggu pengeluaran glukosa dari hati sehingga kadar
glukosa darah akan menurun.
5. Menggunakan tipe insulin yang salah pada malam hari.
Pengobatan diabetes yang intensif terkadang mengharuskan anda
mengkonsumsi obat diabetes pada malam hari terutama yang bekerja secara
lambat. Jika anda salah mengkonsumsi obat misalnya anda meminum obat
insulin kerja cepat di malam hari maka saat bangun pagi, anda akan
mengalami hipoglikemia.
6. Penebalan di lokasi suntikan.
Dianjurkan bagi mereka yang menggunakan suntikan insulin agar
merubah lokasi suntikan setiap beberapa hari. Menyuntikan obat dalam
waktu lama pada lokasi yang sama akan menyebabkan penebalan jaringan.
Penebalan ini akan menyebabkan penyerapan insulin menjadi lambat.
7. Kesalahan waktu pemberian obat dan makanan.
Tiap tiap obat insulin sebaiknya dikonsumsi menurut waktu yang
dianjurkan. Anda harus mengetahui dan mempelajari dengan baik kapan
obat sebaiknya disuntik atau diminum sehingga kadar glukosa darah
menjadi seimbang.
8. Penyakit yang menyebabkan gangguan penyerapan glukosa.
Beberapa penyakit seperti celiac disease dapat menurunkan penyerapan
glukosa oleh usus. Hal ini menyebabkan insulin lebih dulu ada di aliran
darah dibandingan dengan glukosa. Insulin yang kadung beredar ini akan
menyebabkan kadar glukosa darah menurun sebelum glukosa yang baru
menggantikannya.
9. Gangguan hormonal.
Orang dengan diabetes terkadang mengalami gangguan hormon
glukagon. Hormon ini berguna untuk meningkatkan kadar gula darah.
Tanpa hormon ini maka pengendalian kadar gula darah menjadi terganggu.
10. Pemakaian aspirin dosis tinggi.
Aspirin dapat menurunkan kadar gula darah bila dikonsumsi melebihi
dosis 80 mg.
11. Riwayat hipoglikemia sebelumnya.
Hipoglikemia yang terjadi sebelumnya mempunyai efek yang masih
terasa dalam beberapa waktu. Meskipun saat ini anda sudah merasa baikan
tetapi belum menjamin tidak akan mengalami hipoglikemia lagi.
Tanda Gejala

a. Gerakan gelisah (Jitteriness) atau tremor


b. Sianosis.
c. Kejang
d. Letargi dan menyusui yang buruk.
e. Apnea.
f. Tangisan yang lemah atau bernada tinggi.
g. Hipotermia.
h. Kesulitan makan
i. Keringat banyak
j. Mual muntah
5. Tetanus neonatorum
Tetanus Neonatorum adalah penyakit tetanus yang menyerang bayi baru
lahir. Bayi baru lahir berisiko tinggi terkena tetanus apabila ia dilahirkan
dengan bantuan peralatan persalinan yang tidak steril.

Penyebab utama tetanus adalah infeksi bakteri Clostridium tetani, yaitu


bakteri yang dapat menghasilkan racun yang dapat menyerang otak dan
sistem saraf pusat.Bakteri ini biasa ditemukan di tanah, debu, dan kotoran
hewan. Bakteri C. tetani bisa menginfeksi seseorang, termasuk bayi, melalui
luka goresan, sobekan, atau luka tusukan yang disebabkan oleh benda-benda
yang terkontaminasi.Pada bayi yang baru lahir, tetanus neonatorum terjadi
akibat bakteri ini masuk ke dalam tubuh bayi melalui praktik persalinan
yang tidak higienis, seperti memotong tali pusar dengan alat-alat yang tidak
steril.

Beberapa faktor risiko lain pada tetanus neonatorum, di antaranya:


1. Proses persalinan di rumah dengan alat yang tidak steril.
2. Adanya paparan bahan yang berpotensi menularkan bakteri C.
3. tetani pada lokasi atau alat yang digunakan untuk persalinan maupun
untuk merawat tali pusat, seperti tanah atau lumpur.
4. Riwayat tetanus neonatorum pada anak sebelumnya.
Gejala yang Ditimbulkan

Beberapa gejala yang mungkin ditimbulkan jika bayi terinfeksi tetanus


neonatorum antara lain:

1. Rahang dan otot wajah bayi mengencang pada hari ke 2–3 pasca
kelahiran
2. Mulut bayi terasa kaku seakan terkunci dan bayi tidak bisa menyusui
3. Spasme atau kaku otot tubuh menyeluruh yang menyebabkan tubuh bayi
menegang atau tampak melengkung ke belakang
4. Kejang yang dipicu oleh suara, cahaya, atau sentuhan
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan
Kejang adalah gangguan aktivitas listrik di otak. Kondisi ini sering kali
ditandai oleh gerakan tubuh yang tidak terkendali dan disertai hilangnya
kesadaran. Gangguan tersebut dapat dipicu oleh penyakit di otak, atau
kondisi lain yang secara tidak langsung memengaruhi fungsi otak. Kondisi
ini sering kali ditandai oleh gerakan tubuh yang tidak terkendali dan disertai
hilangnya kesadaran. Berikut ini adalah beberapa kondisi yang dapat
menimbulkan kejang:. Hipotermia sekunder, adanya penyakit atau
pengobatan tertentu yang menyebabkan penurunan suhu tubuh. Berbagai
kondisi yang dapat mengakibatkan hipotermia. Berikut ini merupakan gejala
hipotermia dari yang ringan hingga berat:.

Komplikasi yang dapat muncul adalah:. - Hindari mengenakan pakaian


basah dalam jangka waktu lama karena dapat menyerap panas tubuh. -
Gunakan pakaian sesuai dengan kondisi cuaca dan kegiatan yang akan
dilakukan, terutama ketika akan mendaki gunung atau berkemah di tempat
yang dingin. - Kenakan jaket atau pakaian tebal agar suhu tubuh tetap
terjaga. Hipertermia adalah kelompok kondisi medis yang ditandai dengan
tingginya suhu tubuh secara abnormal. Usia yang lebih tua, penyakit
tertentu, dan obat meningkatkan risiko berkembangnya hipertermia.
Hipertermia disebabkan oleh paparan suhu ekstrem yang tidak lagi mampu
diregulasi oleh tubuh. Pengobatan hipertermia dilakukan dengan
mengamankan pengidap dari kondisi yang membuat suhu tubuhnya
meningkat drastis.
Langkah yang bisa dilakukan, meliputi:. Hipoglikemi adalah kondisi
ketidaknormalan kadar glukosa serum yang rendah. Dikatakan hepoglikemia
bila kadar glukosa darah kurang dari 30 mg/dl pada semua neonatus tanpa
menilai masa gestasi atau ada tidaknya gejala hepoglikemia. Hal ini
disebabkan oleh karena bayi tidak mendapatkan lagi glukosa dari ibu,
sedangkan insulin plasma masih tinggi dengan kadar glukosa darah yang
menurun. Celakanya, terkadang pasien tidak dapat memantau kadar gula
darahnya sebelum disuntik, sehingga dosis yang disuntikan tidak sesuai
dengan kadar gula darah saat itu.

Penderita diabetes sebaiknya mengkonsumsi obat insulin dengan kerja


lambat dua kali sehari dan obat yang kerja cepat sesaat sebelum makan.
Menggunakan tipe insulin yang salah pada malam hari. Penyakit yang
menyebabkan gangguan penyerapan glukosa. Hipoglikemia yang terjadi
sebelumnya mempunyai efek yang masih terasa dalam beberapa waktu.
Letargi dan menyusui yang buruk.

B.Saran
Umumnya bagi masyarakat khususnya untuk kita sebagai mahasiswa
kebidanan disarankan untuk meningkatkan pengetahuan mengenai
penanganan kegawatdaruratan di poned dan ponek dalam tim pada kasus
bayi baru lahir dengan Kejang,Hypotermi,Hypertermi,Hypoglikemia,Tetanus
neonatorium.
DAFTAR PUSTAKA

Https;//www.halodoc,com/kesehatan

Anda mungkin juga menyukai