KETOASIDOSIS DIABETIKUM
Oleh:
dr. Yohana Aprilia Manurung
Pembimbing:
dr. H.M Amin Yunus Sp.PD
Puji Syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa , karena atas
kehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus dengan judul
“KETOASIDOSIS DIABETIKUM”. Makalah ini dibuat sebagai salah satu
program dokter intersip. Selain itu, besar harapan penulis dengan adanya
makalah ini mampu menambah pengetahuan para pembaca mengenai
Ketoasidosis Metabolik mulai dari definisi hingga penatalaksananya.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada
dr.H.M Amin Yunus Sp.PD selaku pembimbing yang telah memberikan
masukan yang berguna dalam proses penyusunan makalah ini. Penulis
menyadari masih banyak kekurangan baik dari segi isi, susunan bahasa
maupun sistematika penulisan makalah ini. Kritik dan saran pembaca sangat
penulis harapkan.
Akhir kata penulis berharap kiranya makalah ini dapat menjadi masukan
yang berguna dan bisa menjadi informasi bagi tenaga medis dan profesi lain
yang terkait dengan masalah kesehatan khususnya mengenai “Ketoasidosis
Diabetikum”.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN..............................................................................................4
1.1. Latar Belakang................................................................................................1
1.2. Batasan masalah..............................................................................................4
1.3. Tujuan Penulisan.............................................................................................4
1.4. Metode penulisan.............................................................................................4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................5
2.1 Definisi..............................................................................................................5
2.2 Klasifikasi.........................................................................................................6
2.3 Faktor resiko....................................................................................................7
2.4 Kriteria Diagnosis...........................................................................................9
2.5 Komplikasi.....................................................................................................13
2.6 Patofiiologi.....................................................................................................15
2.7 Diagnosis........................................................................................................17
2.8 Pemeriksaan Penunjang...............................................................................19
2.9 Diagnosis Banding.........................................................................................19
2.10 Tatalaksana....................................................................................................19
2.11 Komplikasi.....................................................................................................22
2.12 Prognosis........................................................................................................22
BAB 3 LAPORAN KASUS.........................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................31
BAB 1
PENDAHULUA
terbentuk keton. Bila hal ini dibiarkan terakumulasi, darah akan menjadi asam
sehingga jaringan tubuh akan rusak dan bisa menderita koma. Hal ini
sendiri suntikan insulin, tidak tahu bahwa dirinya sakit diabetes mellitus,
mendapat infeksi atau penyakit berat lainnya seperti kematian otot jantung
2012)
akan berkurang juga. Disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak
untuk menghilangkan glukosa yang berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan
kalium. Diuresis osmotik yang ditandai oleh urinasi yang berlebihan poliuri
diabetik yang berat dapat kehilangan kira-kira 6,5 L air dan sampai 400
hingga 500 mEq natrium, kalium serta klorida selama periode waktu 24 jam.
Akibat defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak lipolisis menjadi
asam-asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah menjadi
badan keton oleh hati. Pada ketoasidosis diebetikum terjadi produksi badan
keton yang berlebihan sebagai akibat dari kekurangan insulin yang secara
asam, dan bila bertumpuk dalam sirkulasi darah, badan keton akan
Amerika Serikat, sedangkan pada tahun 1980 jumlahnya 62.000. Di sisi lain,
kematian KAD per 100.000 pasien diabetes menurun antara tahun 1985 dan
3
65 tahun atau lebih tua dari 65 tahun. Kematian di KAD terutama disebabkan
sebesar 1,5 – 2,3 % pada penduduk usia diatas 15 tahun. Berdasarkan atas
KAD di Indonesia pada tahun 2000 : 4 juta, tahun 2010 : 5 juta tahun 2011 :
keluarga klien tentang KAD, karena penyakit KAD berasal dari DM dan
KAD yaitu dengan cara latihan jasmani dan perencanaan makanan (diet)
adalah istirahat yang cukup, minum obat secara teratur dan kontrol gula darah
secara rutin.
Perawatan pada pasien yang mengalami KAD antara lain meliputi regulasi
gula darah dengan insulin, rehidrasi, pemberian kalium lewat infus, dan
Ketoasidosis Diabetikum .
BAB 2
PEMBAHASA
karakteristik hiperglikemia karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduannya.
disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan
pembuluh darah.(5,6)
abnormalitasan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein pada diabetes adalah karena
kurangnya kerja insulin di target jaringan. Kurangnya kerja insulin karena kurang
adekuatnya sekresi insulin dan/atau rendahnya respon oleh jaringan atau satu atau lebih
berbagai macam infeksi juga beriringan dengan kronik hiperglikemia. Konsekuensi akut
yang mengancam jiwa dengan diabetes tak terkontrol biasanya adalah hiperglikemia
ulkus, amputasi, dan charcot joints; dan autonomic neurophaty penyebab gejala
2.1 Klasifikasi
yang merusak sel β pankreas. Pada tipe ini produksi insulin sangat sedikit
atau bahkan tidak ada, biasanya terlihat dari rendahnya atau tidak
lebih sering diderita anak-anak dan remaja, namun tipe ini juga dapat
pernicious anemia.
jarang, namun jika ada biasanya pada ras Afrika dan Asia. (5)
Tipe ini berkisar 90-95% dari seluruh penderita diabetes dan lebih sering
bertahap dan pada tahap awal biasanya tidak parah sehingga pasien sulit
kadar insulin tinggi dari fungsi sel β yang normal, namun sekresi insulin
organ) (5)
kadar glukosa darah, pada derajat kegemukan dengan IMT > 23 dapat
merupakan gen resesif. Hanya orang yang bersifat homozigot dengan gen
dengan kenaikan kadar lemak darah (Trigliserida > 250 mg/dl). Terdapat
3. Kriteria Diagnostik
gula darah yaitu ketika kadar GDP ≥126mg/dl (7.0 mmol/l) atau ≥200mg/dL
(11.1 mmol/l) 75-g TTGO. Pada orang dengan gejala hiperglikemik, kadar gula
(5,10,11)
diagnosis
Tes GDP adalah tes untuk mengukur kadar gula darah pada orang yang
tidak makan atau puasa paling tidak selama 8 jam, tes ini sering digunakan untuk
mendiagnosis diabetes karena mudah dan murah. Akan tetapi tes ini dapat
TTGO. Test GDP ini memberikan hasil yang lebih dipercaya pada saat pagi hari.
(10,11)
Organization (WHO) memiliki setandar nilai tes GDP yang sama pada orang
diabetes yaitu ≥126 mg/dl (7.0 mmol/l) dan 110-125 mg/dl (6.1-6.9 mmol/l) pada
orang dengan gula darah puasa terganggu (GDPT), walaupun kemudian nilai
GDPT diturunkan oleh ADA menjadi 100-125 mg/dl (5.6-6.9 mmol/l) untuk
Walaupun demikian, hal ini tidak diikuti oleh WHO. Orang dengan GDPT
darah diukur tepat sebelum dan 2 jam setelah pasien meminum air
mengadung 75 gram gula. Jika gula darah 140-199 mg/dl dua jam
minum kadar glukosa darah ≥200 mg/ dl, tes ulang pada hari lain,
(10,11,)
lain. (13)
Pada tes HbA1c ini, ADA dan WHO menetapakan bahwa kadar
(10)
Kriteria Mayor Diagnostik untuk Diabetes dan pre-Diabetes atau Resiko Tinggi(11)
Pemeriksaan American World Health Organization
Diabetes
Association
Diabetes Pre-Diabetes Diabetes Regulasi glukosa
terganggu
Gula Darah Puasa ≥126 mg/dl 100-125 ≥126 mg/dl 110-125 mg/dl
mg/dl (GDPT)
(GDPT)
Tes Toleransi ≥200 mg/dl 140-199 ≥200 mg/dl 140-199 mg/dl
Glukosa Oral mg/dl (TGT) (TGT)
Gula Darah ≥200 mg/dl ≥200 mg/dl
Sewaktu
HbA1c ≥6.5% ≥5.7-6.4% ≥6.5%
13
Komplikasi Akut
A. Hipoglikemia
kadar gula darah yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang normal,
B. Hiperglikemia
pada Diabetes Mellitus (DM), baik tipe 1 maupun tipe 2. Keadaan tersebut
Komplikasi kronis
o Makroangiopati
o Mikroangiopati
Retinopati diabetik
retinopati.
15
Nefropati diabetik
Neuropati diabetik
Pada neuropati perifer, hilangnya sensasi distal
malam hari.
5. Patofisiologi
pertumbuhan.
16
lemak bebas dari jaringan adipose (lipolysis) ke dalam aliran darah dan
oksidasi asam lemak hepar menjadi benda keton (ß- hydroxybutyrate [ß-
6. FAKTOR PENCETUS
4. Heat stroke
intestinal
tidak adekuat. Keadaan ini terjadi pada 20-40% kasus KAD. Pada
7. DIAGNOSIS
gejala diabetes yang tidak terkontrol. Gejala-gejalanya antara lain lemah badan,
pandangan kabur, poliuria, polidipsia dan penurunan berat badan. KAD berkembang
dengan cepat dalam waktu beberapa jam. Bau nafas seperti buah mengindikasikan adanya
aseton yang dibentuk dengan ketogenesis. Mungkin terjadi pernafasan Kussmaul sebagai
mekanisme kompensasi terhadap asidosis metabolik.. Hipotermia, jika ada, adalah suatu
Nyeri abdomen lebih sering terjadi pada KAD dibandingkan dengan hiperosmolar
hiperglikemik. Diperlukan perhatian khusus untuk pasien yang mengeluh nyeri abdomen,
sebab gejala ini bisa merupakan akibat ataupun faktor penyebab (terutama pada pasien
muda) KAD. Evaluasi 6 lebih lanjut harus dilakukan jika keluhan ini tidak berkurang
8. PEMERIKSAAN LABORATORIK
osmolaritas, analisa urine, benda keton urin dengan dipstik, analisa gas darah
pemeriksaan sel darah lengkap dengan hitung jenis, dan elektrokardiogram. Kultur
bakteri dari air seni, darah, dan tenggorokan dan lain-lain harus dilakukan dan
antibiotik yang sesuai harus diberikan jika dicurigai ada infeksi. A1c mungkin
bermanfaat untuk menentukan apakah episode akut ini adalah akumulasi dari
suatu proses evolusiner yang tidak didiagnosis atau DM yang tidak terkontrol
,atau suatu episode akut pada pasien yang terkendali dengan baik. Foto thorax
harus dikerjakan jika ada indikasi. Pada mayoritas pasien DKA kadar amilase
abdominal dan peningkatan kadar amilase dan enzim hati lebih sering terjadi pada
(15)
DKA
9. TATA LAKSANA
komorbid yang merupakan faktor presipitasi; dan yang sangat penting adalah
perlu dilakukan monitoring pasien yang ketat. Faktor presipitasi diobati, serta
Terapi cairan: Pasien Orang dewasa. Terapi cairan pada awalnya ditujukan
perfusi ginjal. Terapi cairan juga akan menurunkan kadar glukosa darah tanpa
bergantung pada insulin, dan menurunkan kadar hormon kontra insulin (dengan
Pada keadaan tanpa kelainan jantung, NaCl 0.9% diberikan sebanyak 15–
20 ml/kg berat badan/jam. Pilihan yang berikut untuk mengganti cairan tergantung
pada status hidrasi, kadar elektrolit darah, dan banyaknya urin. Secara umum,
NaCl 0.45% diberikan sebanyak 4–14 ml/kg/jam jika sodium serum meningkat
atau normal; NaCl 0.9% diberikan dengan jumlah yang sama jika Na serum
rendah. Selama fungsi ginjal diyakinkini baik, maka perlu ditambahkan 20–30
mEq/l kalium ( 2/3 KCl dan 1/3 KPO4) sampai pasien stabil dan dapat diberikan
dalam 24 jam pertama. Pasien berusia < 20 tahun Terapi cairan pada awalnya
pemberian cairan yang terlalu cepat. Dalam 1 jam pertama cairan yang bersifat
isotonik (NaCl 0.9%) sebanyak 10–20 ml/kgbb/jam. Pada pasien dengan dehidrasi
berat, pemberian ini perlu diulang, tetapi awal pemberian kembali mestinya tidak
dalam 48 jam. Secara umum NaCl, 0.45–0.9% ( tergantung pada kadar sodium
serum) diberikan dengan kecepatan 1.5 kali dari kebutuhan pemeliharaan selama
osmolaritas tidak melebihi 3 mOsm· kg-1 H2O· h-1. Sekali lagi jikTa fungsi
ginjal diyakini baik dan kalium serum diketahui, maka perlu diberikan 20–40
Jika glukosa serum mencapai 250 mg/dl, cairan harus diubah menjadi
(16)
dextrose 5% dan NaCl 0.45–0.75%, dengan kalium seperti diuraikan di atas.
Pengelolaan juga meliputi pemantauan status mental agar dapat dengan cepat
dengan infus intravena secara kontinu adalah terapi pilihan. Pada pasien dewasa,
jika tidak ada hipokalemia ( K+ < 3.3 mEq/l, maka pemberian insulin intravena
secara bolus dengan dosis 0.15 unit/kg bb, diikuti pemberian insulin reguler secara
infus intravena yang kontinu dengan dosis 0.1 unit· kg-1· h-1 ( 5–7 unit/jam pada
orang dewasa). Dosis insulin rendah ini pada umumnya dapat menurunkan
10. KOMPLIKASI
Seringnya komplikasi terjadi karena ketoasidosis itu sendiri ataupun dari terapi
yang diberikan.
1. Oedem cerebral
diakibatkan oleh perubahan osmolaritas dari air pada sistem saraf pusat
11. PROGNOSIS
Prognosis pasien biasanya tergantung dari early diagnosis dan kecepatan danketepatan
dari tatalaksana yang diberikan pasien. Apabila diagnosis dan tatalaksana telah benar
maka dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas pasien dengan ketoasidosis.
23
BAB 3
ILUSTRASI KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
B. ANAMNESIS
Diambil dari : Autoanamnesis dan
Alloanamnesis Tanggal : 29 Maret 2017
Pukul : 06.00 WIB
Keluhan Utama
Pasien datang diantar oleh keluarganya ke IGD RSUD Indrasari Rengat dengan
seperti biasa namun sejak bangun pagi pasien merasakan badannya lemas dan hanya
mampu untuk berbaring .Pasien juga mengeluhkan kepala terasa pusing ,Nyeri ulu
hati dan mual Muntah. Pasien Muntah sebanyak 2 kali , berisi makanan dan air .
Pasien memiliki riwayat hipertensi sejak 1 tahun yang lalu, diabetes melitus sejak 2
tahun yang lalu, asma sejak usia 21 tahun dan TB paru tahun 2014.
24
Ibu pasien memiliki riwayat Diabetes Melitus dan asma. Ayah pasien memiliki
riwayat Hipertensi.
Riwayat Pengobatan
Pasien menggunakan Obat Metformin 3 x 500 mg untuk mengontrol gula
darah,namun sering tidak diminum
Pasien menggunakan Amlodipin 10 mg untuk mengontrol tekanan darah.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Leher
Inspeksi : bentuk dan ukuran proporsional, tidak tampak benjolan KGB dan
kelenjar tiroid
Palpasi : Kelenjar getah bening tidak teraba membesar, kelenjar tiroid tidak teraba
membesar, letak trakea normal tidak ada deviasi
Thorax
Inspeksi : Tidak tampak efloresensi yang bermakna, gerak pernafasan simetris,
tulang iga tidak terlalu vertikal maupun horizontal, retraksi otot-otot pernapasan (-
)
Palpasi : gerakan nafas kanan – kiri simetris, vocal fremitus simetris. Ictus cordis
teraba setinggi ICS 5 1 cm dari garis midclavicula kiri.
Perkusi
didapatkan perkusi sonor pada paru kiri maupun kanan.
batas paru dan hepar : setinggi ICS 5 linea midclavicula kanan dengan
suara redup dan ditemukan peranjakan (+) ± 2 jari pemeriksa.
batas paru dan jantung kanan : setinggi ICS 3 hingga 5 linea sternalis
kanan dengan suara redup.
batas paru dan jantung kiri : setinggi ICS 5 ± 1 cm linea midclavicula kiri
dengan suara redup.
batas paru dan lambung : setingi ICS 7 linea aksilaris anterior kiri dengan
suara timpani.
Auskultasi
Paru : suara napas vesikuler +/+, wheezing -/- , ronchi +/+
Abdomen
Inspeksi
Bentuk abdomen normal, mendatar dan simetris.
Warna kulit sawo matang, pucat (-), ikterik (-), kemerahan (-), spider navy (-),
tidak tampak efloresensi yang bermakna
Auskultasi
Bising usus (+) 1-3 x/menit.
Perkusi
Pada keempat kuadran didapatkan suara timpani
Batas atas hepar didapatkan setinggi ICS 5 linea midclavicula kanan dengan
suara redup
Palpasi
Dinding abdomen rata, supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas tekan (-), turgor kulit
normal
Ekstremitas
Bentuk dan proporsi ukuran terhadap tubuh baik.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium (28/12/2023)
JENIS HASIL NILAI NORMAL
HEMATOLOGI
Leukosit 25.58 ribu/µL 3.8 – 10.6
Eritrosit 4.53 juta/µL 4.4 – 5.9
Hemoglobin 12.8 g/dL 13.2 – 17.3
Hematokrit 38.3 % 40 – 52
Trombosit 472 ribu/µL 150 – 440
Kimia Klinik
Ureum 37 mg/dL 17 – 49
Kreatinin 1.10 mg/dL < 1.2
Glukosa Sewaktu 756 mg / dl 60-140
SGOT 27.1 <32
SGPT 25.7 <33
ELEKTROLIT
Natrium 124 mmol/L 135 – 155
Kalium 5.9 mmol/L 3.6 – 5.5
Chlorida 108 mmol/L 98 – 109
29
Non Ketotik
Hiponatremia
-Tirah Baring
-Inf.Metronidazole 3 x 500 mg
-Inj.Meropenem 3 x 1
-Inj.Pantoprazole 2 x 40 mg
-Inj.Ondansentron 3 x 8 mg
DISKUSI
Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan keadaan akhir pada kelainan metabolik akibat
defisiensi insulin berat. KAD juga dapat terjadi akibat gangguan efektivitas kerja insulin, misalnya
pada keadaan stres, ketika terjadi sekresi hormon counter- regulatory yang menghambat kerja
insulin.
Dari anamnesis didapatkan gejala diabetes melitus: polidipsia, poliuria, polifagia, nokturia,
enuresis, dan lemas (malaise); riwayat penurunan berat badan dalam beberapa waktu terakhir yang
tidak dapat dijelaskan sebabnya. Selain itu, juga dapat ditemukan nyeri perut, mual, muntah tanpa
diare, jamur mulut atau jamur pada alat kelamin, dan keputihan, dehidrasi, hiperpnea, napas berbau
aseton, syok dengan atau tanpa koma.Dicurigai KAD apabila ditemukan dehidrasi berat namun
masih terjadi poliuria.(2,5,6)Pada pemeriksaan fisis pasien dengan KAD, dapat ditemui gejala asidosis,
dehidrasi dengan atau tanpa syok; pernapasan Kussmaul (pada kasus yang berat dapatterjadi depresi
napas); mual, muntah, dan sakit perut seperti akut abdomen; penurunan kesadaran hingga koma;
demam; napas berbau aseton; serta peningkatan produksi urin.(2,5,6)Ada kasus pasien ini, diagnosis
diabetes melitus tipe 1 dengan riwayat KAD ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang. Pasien adalah seorang anak perempuan usia 14 tahun yang dibawa ke
rumah sakit dengan keluhan lemas yang semakin memberat sejak satu minggu SMRS. Gejala yang
dialami pasien sesuai dengan gejala klinis KAD. Pasien tidak memiliki riwayat klinis DM, tetapi
dari data epidemiologi KAD terjadipada 20-40% kasus DM awitan baru. Pasien juga mengeluhkan
polidipsia, puliuria, nokturia, malaise, dan penurunan berat badan, yang merupakan gejala khas
DM. Pasien ini juga mengeluhkan nyeri perut, mual, dan muntah tanpa diare, yang menyokong
diagnosis DM.(1-6)
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Inouye SK. Delirium in older persons. N Engl J Med. 2006; 354: 1157-65.
2. Wass S, Webster PJ, Nair BR. Delirium in the elderly: A review. Oman Med J. 2008;
23(3): 150-7.
3. Fong TG, Tulebaev SR, Inouye SK. Delirium in elderly adults: Diagnosis, prevention
and treatment. Nat Rev Neurol. 2009; 5(4): 210-20. doi: 10.1038/nrneurol.2009.24
4. Soejono CH. Sindrom delirium. In: Sudoyo AW, Setiohadi B, Alwi I, Simadibrata
MK, Setiati S, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 5th ed. Jakarta: Interna
Publishing; 2009. p. 907-12.
5. Flinn DR, Diehl KM, Seyfried LS, Malani PN. Prevention, diagnosis, and
management of postoperative delirium in older adults. J Am Coll Surg. 2009; 209(2):
261-8. doi: 10.1016/j. amcollsurg.2009.03.008
6. Lorenzi S, Fusgen I, Noachtar S. Acute confusional states in the elderly- diagnosis
and treatment. Dtsch Arztebl Int. 2012; 109(21): 391-400.
7. Mattar I, Chan MF, Childs C. Risk factors for acute delirium in critically ill adult
patients: A systematic review. ISRN Critical Care 2013: 1-10. doi:
10.5402/2013/910125
8. American Psychiatric Association. Diagnostic and statistical manual of mental
Johnston CB, Lyons WL, editors. Current geriatric diagnosis and treatment. 1 st ed.
McGraw-Hill: New York; 2004.
11. Flaherty JH, Gonzales JP, Dong B. Antipsychotics in the treatment of delirium in
older hospitalized adults: A systematic review. J Am Geriatr Soc. 2011; 59: 269-76.
12. Campbell N, Boustani MA, Ayub A, Fox GC, Munger SL, Ott C, et al.
Pharmacological management of delirium in hospitalized adults- a systematic
evidence review. J Gen Intern Med. 2009; 24(7): 848-53. doi: 10.1007/s11606-009-
0996-7
32
13. Fatimah Restyana N. Diabetes Melitus Tipe 2. J Majority. 2015; vol 4 (5); 93-101
14. Willian T, Bakris G, Blonde L, Andrew B, et al. Standards of medical care in
diabetes 2015. American Diabetes Association. Diabetes care; January 2015; vol 38
(1); S70-S85
15. Soelistijo S, Novida H, Soewondo P, Suastika K, et al. Konsensus pengelolaan dan
pencegahan diabetes mellitus tipe 2 di Indonesia. PERKENI; Juli 2015.