Anda di halaman 1dari 37

Laporan Kasus

DEMAM TIFOID
Makalah ini dibuat sebagai salah satu persyaratan kelulusan kepaniteraan klinis senior
bagian Penyakit Dalam di Rumah Sakit Umum Haji Medan Provinsi Sumatera Utara

Pembimbing :

dr. Lita Septina Chaniago, Sp. PD. KEDM

Disusun Oleh :

Yohana Aprilia (102121020)


Fienda Oktavia (21360002)

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR

SMF ILMU PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN

SUMATERA UTARA

TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas Rahmat dan Hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan laporan kasus yang berjudul
“Demam
Tifoid “. Laporan kasus ini Disusun Sebagai Tugas Mengikuti Kepaniteraan Klinik
Senior (KKS) Ilmu Penyakit Dalam di Rumah Sakit Umum Haji Medan Sumatera
Utara.
Kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada para pengajar di
SMF Ilmu Penyakit Dalam, khususnya dr. Lita Septina Chaniago., Sp.PD.KEDM
atas
bimbingannya selama berlangsungnya pendidikan di bagian Ilmu Penyakit Dalam ini
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas “Laporan Kasus” ini. Kami menyadari
bahwa
laporan kasus ini masih jauh dari sempurna, maka dari itu kami mengharapkan kritik
Demikian yang dapat kami sampaikan, mudah-mudahan Laporan Kasus ini dapat
dan
bermanfaat bagi para pembaca, khususnya bagi kami yang sedang menempuh
saran yang membangun untuk memperbaiki laporan kasus ini dan untuk melatih
pendidikan.
kemampuan menulis makalah untuk selanjutnya.
Wassalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh

Medan, 20 Januari 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan .............................................................................................. 1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Definisi..........................................................................................................2
2.2 Epidemiologi.................................................................................................2
2.3 Etiologi..........................................................................................................3
2.4 Patofisiologi ..................................................................................................3
2.5 Diagnosis.......................................................................................................5
2.6 Tatalaksana....................................................................................................6
BAB III. LAPORAN KASUS
3.1 Laporan Kasus...............................................................................................9

BAB IV. DISKUSI


4.1 Diskusi ..........................................................................................................17

BAB V KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan ..................................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut sistem pencernaan yang disebabkan
oleh bakteri Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi. Demam tifoid merupakan
penyakit infeksi global, terutama di negara-negara berkembang. 1

Data tahun 2012 menunjukkan angka mortalitas dunia akibat demam enterik pada
wanita 1,1% dan pria 0,9%. Demam tifoid jika tidak diterapi memiliki case fatality
rate
sebesar 10-30%, dapat turun menjadi 1 – 4% dengan terapi yang tepat.
Gejala umumnya adalah demam, menggigil, dan nyeri abdomen. Di Indonesia,
demam
tifoid banyak dijumpai pada usia 3 – 19 tahun.1
Demam tifoid ditularkan melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh
bakteri Salmonella typhi, selain itu penyakit ini dapat ditularkan melalui kontak
langsung
dengan feses, urin atau sekret penderita demam tifoid. Dengan kata lain hygiene
sanitasi
adalah faktor utama penularannya. Kejadian demam tifoid di Indonesia berhubungan
dengan lingkungan rumah tangga misalnya seperti,riwayat keluarga dengan demam
tifoid, tidak cuci tangan menggunakan sabun, penggunaan piring bersama untuk
makan,
tidak tersediaklinis
Manifestasi tempat buangtifoid
demam air besar
yangditimbul
dalamdapat
rumah.
bervariasi
1
dari gejala ringan
hingga berat. Gejala klinis yang klasik dari demam tifoid diantaranya adalah demam,
malaise, nyeri perut dan konstipasi. Pemeriksaan kultur merupakan pemeriksaan gold
standard untuk menegakkan diagnosis demam tifoid. Namun harganya yang mahal
dan
waktu pemeriksaan yang lama membuat pemeriksaan kultur ini jarang dilakukan.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi

Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut sistem pencernaan yang

disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi. 2,3

2.2 Epidemiologi

Demam tifoid banyak dijumpai di negara-negara berkembang dan pada daerah

tropis dengan angka kejadian sekitar 21 juta dan berakhir kematian sekitar 700
kasus. Hal

ini menyebabkan demam tifoid masih menjadi masalah serius. 2,3


Berdasarkan studi epidemiologi yang dilakukan di lima negara Asia, insidensi

kasus demam tifoid di Indonesia sekitar 81,7 kasus per 100.000 penduduk per
tahun.

Angka tersebut masih dibawah Pakistan 451,7 kasus per 100.000 penduduk per
tahun dan

India 493,5angka
Prevalensi kasuskejadian
per 100.000 per tahun.
demam tifoid di Indonesia menurut data Kementerian

Kesehatan RI menyebutkan sekitar 350-810 per 100.000 penduduk. Itu artinya tiap
tahun

ada sebesar 600.000-1.500.000 kasus demam tifoid. 2,3


2.3 Etiologi

Bakteri penyebab demam tifoid adalah Salmonella typhi dan parathyphi dari

genus Salmonella yang berbentuk basil. Bakteri ini merupakan gram negatif yang

bergerak, tidak berkapsul, tidak membentuk spora tetapi memiliki fimbria, bersifat

anaerob dan anaerob fakultatif. Bakteri ini berukuran antara (2-4) x 0,6µm, serta
mampu

hidup dalam suhu optimum 37°C dengan PH antara 6-8. Perlu diketahui bahwa
bakteri

ini dapat hidup sampai beberapa minggu di alam bebas seperti air, es, sampah dan
debu.

Sedangkan satusatunya reservoir yaitu manusia. 2,3

2
3

Bakteri ini dapat mati dengan pemanasan suhu 60°C selama 15-20 menit.,

pasteurisasi, pendidihan dan khlorinisasi. Masa inkubasi demam tifoid yaitu sekitar
10-

14 hari dan pada anak-anak akan lebih bervariasi sekitar 5-40 hari, dengan
perjalanan

penyakit yang terkadang tidak teratur. 2,3


2.4 Patofisiologi

Saat S typhi dan S paratyphi masuk melalui mulut, sebagian dari mereka akan

dimusnahkan dalam lambung, namun sebagian lagi dapat lolos ke usus dan
berkembang

biak. Bila respon imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik, maka setiba di
usus

halus, kuman akan menembus sel-sel epitelnya (terutama sel-M) dan selanjutnya ke

lamina propria usus. Di lamina propria, kuman akan berkembang biak dan
kemudian
Di dalam makrofag ini, kuman dapat terus hidup dan berkembang biak sampai
difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. 2
terbawa bersama makrofag itu ke plague Peyeri di Ileum distal lalu masuk lagi ke
kelenjar

getah bening mesenterika, lanjut ke duktus torasikus, dan akhirnya sampai ke


sirkulasi

darah (Bakteremia I, asimptomatik). Makrofag yang berisi kuman ini kemudian


menyebar

ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Nah, di kedua
lainnya organ
itu lalu berkembang biak di jaringan ekstraseluler atau ruang sinusoid. Pada

inilah
akhirnya, kuman
kuman akan keluar
ini masuk lagi kemeninggalkan makrofag
sirkulasi darah sel-sel
untuk kedua fagosit(Bakteremia II,
kalinya

simptomatik). Karena makrofag sudah teraktivasi sebelumnya, ketika memfagosit

kuman-kuman Salmonella ini, maka akan terjadi pelepasan mediator inflamasi, sehingga

menimbulkan gejala sistemik seperti demam, malaise, myalgia, sakit kepala, sakit perut,

instabilitas vascular, gangguan mental dan koagulasi. 2

Tidak hanya di sirkulasi sistemik, Salmonella yang tinggal di dalam hati


4

pun dapat masuk ke kandung empedu lalu berkembang biak di sana. Kuman ini akan ikut

ketika empedu dieksresikan ke lumen usus secara intermitten. Sebagian kuman akan ikut

dikeluarkan melalui feses, tapi sebagian masuk lagi ke sirkulasi limfe dan darah setelah

menembus usus. Berhubung ketika itu makrofag sudah teraktivasi dan hiperaktif, maka

saat fagositosis kuman Salmonella tentu akan kemabli mencetuskan pelepasan mediator

inflamasi dan menimbulkan reaksi sistemik. 2

Di dalam plague Peyeri, S typhi intra makrofag dapat menginduksi reaksi

hipersensitivitas tipe lambat, hyperplasia jaringan dan nekrosis organ sehingga


makrofag

kini menjadi hiperaktif. Akibatnya, sel-sel makrofag ini melepaskan sitokin reaksi

inflamasi sistemik, lalu mengudang sel-sel mononukelar di dinding usus yang


dapat

mengakibatkan terjadinya erosi pembuluh darah di sekitar plague Peyeri dan


dinding usus
terus berkembang hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan dapat menyebabkan perforasi.
itu sendiri, sehingga terjadilah perdarahan pada saluran cerna. Proses patologis ini
2 dapat

Endotoksin dapat menempel pula di reseptor sel endotel kapiler dan pada akhirnya

berujung ke komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskular,


pernapasan,

dan gangguan organ lainnya. 2


5

2.5 Diagnosis

a. Gejala dan Tanda Penegakan diagnosis sedini mungkin akan bermanfaat

untuk pemberian terapi yang tepat dan atau mengurangi risiko komplikasi.
Gejala

klinis demam tifoid yang pasti dijumpai adalah demam. Gejala demam
meningkat

perlahan
dan akan ketikasiang
turun ketika menjelang sore hingga
hari. Demam akan malam hari
semakin tinggi (39 – 40 derajat

Celsius) dan menetap pada minggu kedua. Masa inkubasi demam tifoid sekitar 7

sampai 14 hari (dengan rentang 3 sampai 60 hari) . Gejala demam tifoid umumnya

tidak spesifik, diantaranya adalah demam, sakit kepala, anoreksia, myalgia,

athralgia, nausea, nyeri perut dan konstipasi. Pada pemeriksaan fisik dapat

ditemukan demam tinggi, bradikardi relatif, lidah kotor, hepatomegali, nyeri tekan

abdomen, splenomegali atau rose spot . Rose spot merupakan kumpulan lesi

makulopapular eritematus dengan diameter 2 sampai 4 mm yang sering ditemukan

pada perut dan dada. Tanda rose spot ini terdapat pada 5 sampai 30% kasus dan

tidak terlihat pada pasien kulit gelap. Gejala klinis yang disebabkan oleh bakteri

Salmonella paratyphi umumnya lebih ringan daripada gejala yang disebabkan

oleh bakteri Salmonella typhi. 4,5

b. Laboratorium

• Pemeriksaan darah lengkap : Pemeriksaan darah lengkap seperti jumlah

eritrosit, leukosit dan trombosit umumnya tidak spesifik untuk

mendiagnosis demam tifoid. Leukopenia sering ditemukan pada kasus

demam tifoid, tetapi jumlah leukosit jarang kurang dari 2.500/mm3.

Kondisi leukopenia dapat menetap 1 sampai 2 minggu setelah infeksi.


6

Pada kondisi tertentu, jumlah leukosit dapat ditemukan meningkat

(20.000-25.000/mm3). 4,5

• Uji widal ini memiliki sensitivitas dan sensitivitas rendah. Pemeriksaan

ini dilakukan dengan melihat aglutinasi dalam serum penderita aglunitin

yang dideteksi yaitu aglutinin O, aglutinin H dan aglutinin Vi. Namun

interpretasinya hanya dari aglutinin O dan H saja. pemeriksaan widal

sebaiknya mulai dilakukan pada minggu pertama demam. Hal ini

dikarenakan aglutinin baru meningkat pada minggu pertama dan akan

semakin tinggi hingga minggu keempat. Pembentukan aglutinin dimulai

dari aglutinin O dan diikuti dengan aglutinin H. Pada penderita demam

tifoid yang telah bebas demam, aglutinin O akan tetap ditemukan hingga

4-6 bulan sedangkan aglutinin H 9-12 bulan. Oleh karena itu, uji widal

tidak dapat dijadikan acuan kesembuhan pasien demam tifoid. 4,5

• Uji tubex : uji ini mendeteksi antibody s. typhi O9 pada serum pasien,

hasil dari pemeriksaan uji tubex

Skor Interprestasi

<2 Negative Tidak menunjukkan infeksi

tifoid aktif.

3 Borderline Pengukuran tidak dapat

disimpulkan.

4-5 Positif Menunjukkan infeksi tifoid

aktif.

>6 Positif Indikasi kuat infeksi tifoid.


7

• Uji typhidot : Uji typhidot dilakukan untuk mendeteksi antibodi IgM dan IgG

yang terdapat pada protein membran bakteri Salmonella typhi. Uji ini dapat

dilakukan dengan hasil positif 2-3 hari pasca terinfeksi dengan sensitivitas 98%,

spesifisitas sebesar 76,6%. Uji ini hampir sama dengan uji tubex. 2

• Kultur darah : hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid, akan

tetapi hasil negative tidak menyingkirkan demam tifoid.2

2.6 Tatalaksana

• Istirahat dan perawatan : tirah baring dan perawatan professional bertujuan untuk

mencegah komplikasi.

• Diet dan terapi penunjang : diberikan diet bubur saring, kemudian ditingkatkan

menjadi bubur kasar dan akhirnya diberikan nasi, pemberian diet disesuaikan

dengan keadaan penyakit pasien. pemberian bubur saring bertujuan untuk

menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna atau perforasi usus. Beberapa

peneliti menunjukkan bahwa pemberian makan padat dini yaitu nasi dengan lauk

pauk rendah selulosa (menghindari sementara sayuran yang berserat) dapat

diberikan aman pada pasien demam tifoid.

• Pemberian antimikroba : di Indonesia kloramfenikol masih pilihan utama untuk

mengobati demam tifoid, dosis yang diberkan 4x500 mg perhari diberikan secara

oral dan intravena diberikan sampai dengan 7 hari bebas demam. Namun pada

tahun 1990an, terjadi resistensi bakteri Salmonella typhi terhadap antibiotic

kloramfenikol. Saat ini, antibiotikgolongan fluoroquinolon dianggap merupakan

pilihan utama dalam mengatasi demam tifoid. Pada sebuah studi, ditemukan

bahwa antibiotik golongan fluoroquinolon memiliki lama waktu terapi yang


8

relatif pendek (3 – 7 hari) dan memiliki tingkat kesembuhan sebesar 96%.

Antibiotik golongan fluoroquinolon menunjukkan lebih cepat dan lebih efektif

menurunkan jumlah bakteri Salmonella typhi di feses bila dibandingkan terapi lini

pertama seperti kloramfenikol.

• Kombinasi obat antimikroba : kombinasi 2 antibiotik atau lebih hanya pada

keadaan tertentu saja antara lain toksik tifoid, peritonitis atau perforasi, serta syok

septic, yang pernah terbuktiditemukan 2 macam organism dalam kultur darah

selain kuman salmonella.

• Kortikosteroid : penggunaan steroid hanya diindikasikan pada toksik tifoid atau

demam tifoid yang mengalami syok septik diberikan dengan dosis 3x5 mg. 2,4,5
9
14

BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 IDENTITAS PASIEN


No RM : 00372475
Ruangan : Al-Ihsan
Nama : Fachrurozy
Umur : 18 tahun
Status kawin : Belum Kawin
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Jl. Letda Sujono GG.kurnia

3.2 ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis terhadap pasien langsung dan juga
Alloanamnesis terhadap keluarga pasien, pada hari Rabu, 29 Desember 2021
diruangan
jabal.

3.3 KELUHAN UTAMA:


Demam

3.4 TELAAH:
Pasien datang ke IGD RSU Haji Medan dengan diantar oleh keluarganya dengan
Keluhan Demam. Demam yang dirasakan oleh pasien sejak 3 hari yang lalu. Demam
yang
dirasakan oleh pasien naik turun dan memberat pada saat malam hari, pasien sudah
meminum obat yang dibeli oleh keluarga pasien di warung, tetapi tidak ada perubahan.
Pasien juga mengeluhkan adanya mual dan muntah.Setiap ingin makan pasien merasa
mual dan akhirnya memuntahkan isi makananya.Pasien merasa kesulitan untuk
menerima
makanan sehingga pasien merasa lemas dan lemah. Pasien juga mengatakan bahwa
mengalami penurunan berat badan. Hasil pemeriksaan darah lengkap leukosit 8,90
ribu/mm3, trombosit 33 ribu/mm3g, uji tubex +6.
15

Pasien juga mengeluhkan mengalami mencret dengan frekuensi 4x/hari dengan


konsistensi cair dan berwarna kecoklatan.Pasien juga mengatakn nyeri pada seluruh
badannya,dan merasa seperti berat sekali untuk bergerak.

BAK : >6-7 kali/hari, berwarna Kuning dan tuntas


BAB : 4 kali/ hari, konsistensi Cair, berwarna kecoklatan
RPT : Tidak ada
RPK : Tidak ada
RPO : Paracetamol
R. Alergi : Tidak ada

Riwayat Ekonomi, Lingkungan dan Sosial :


1. Riwayat ekonomi pasien cukup.
2. Pasien bertempat tinggal di lingkungan yang ramai dan padat penduduk.
3. Pasien Belum menikah

3.5 RIWAYAT PENYAKIT DAHULU:


Tidak terdapat Penyakit Dahulu

3.6 RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA:


Tidak terdapat penyakit keluarga

3.7 RIWAYAT PENGGUNAAN OBAT:


Pasien mengatakan bahwa ia pernah mengonsumsi obat Paracetamol dan Ibu
profein.

3.8 RIWAYAT ALERGI:


Pasien tidak memiliki riwayat alergi terhadap makanan, obat maupun benda benda
tertentu.
16

3.9 RIWAYAT KEBIASAAN:


Pasien memiliki kebiasaan sering tidak teratur makan dan sering sekali jajan
diluar sembarangan.

3.10 ANAMNESA UMUM


Badan Kurang Enak : Ya - Tidur : Ternganggu
Merasa Lemas : Ya - Berat Badan : Menurun
Merasa Kurang Sehat : Ya - Malas : Tidak
Menggigil : Tidak - Demam : Ya
Nafsu Makan : Menurun - Pening : Ya

3.11 ANAMNESA ORGAN


1. Cor
Dyspneu D’effort : Tidak - Cyanosis : Tidak
Dyspnea D’repos : Tidak - Angina Pectoris : Tidak
Oedema : Tidak - Palpitasi Cordis : Tidak
Nokturia : Tidak - Asma Cardiale : Tidak

2. Sirkulasi perifer
Claudicatio Intermitten : Tidak - Gangguan Tropis : Tidak
Sakit Waktu Istirahat : Tidak - Kebas- Kebas : Tidak
Rasa Mati Ujung Jari : Tidak

3. Traktus respiratorius
Batuk : Tidak - Stidor : Tidak
Berdahak : Tidak - Sesak Nafas : Tidak
Haemoptoe : Tidak - Cuping Hidung : Tidak
Sakit dada saat bernafas : Tidak - Suara Parau : Tidak
17

4. Traktus digestivus
A. Lambung
Sakit di epigastrium : Tidak - Sendawa : Tidak
Rasa panas epigastrium : Tidak - Anoreksia : Ya
Muntah : Ya - Mual-mual : Ya
- Dysphagia : Tidak
Hematemesis : Tidak - Feotor ex ore : Tidak
Ructus : Tidak - Pyrosis : Tidak

B. Usus
Sakit di Abdomen : Tidak - Melena : Tidak
Borborygmi : Tidak - Tenesmi : Tidak
Obstipasi : Tidak - Flatulensi : Ya
Defekasi : Ya (4x/Hari lembek kuning kecoklatan)
Haemorrhoid : Tidak
Diare : Ya (4x/Hari lembek kuning kecoklatan)

C. Hati dan saluran empedu


Sakit Perut Kanan : Tidak - Gatal Dikulit : Tidak
Kolik : Tidak - Asites : Tidak
Ikterus : Tidak - Oedema : Tidak
Berak Dempul : Tidak

5. Ginjal dan saluran kemih


Muka sembab : Ya -Sakit pinggang : Tidak
Kolik : Tidak -Oligouria : Tidak
Miksi : Ya,
(>5x/hari Kuning jernih, tuntas) - Anuria : Tidak
Polyuria : Ya - Polakisuria : Tidak
18

6. Sendi
Sakit : Tidak - Sakit Digerakan : Tidak
Sendi Kaku : Tidak - Bengkak : Tidak
Merah : Tidak - Stand Abnormal : Tidak

7. Tulang
Sakit : Tidak - Fraktur Spontan : Tidak
Bengkak : Tidak - Deformasi : Tidak

8. Otot
Sakit : Tidak - Kejang-kejang : Tidak
Kebas-kebas : Tidak - Atrofi : Tidak

9. Darah
Sakit dimulut dan lidah : Tidak - Muka pucat : Tidak
Mata berkunang-kunang : Tidak - Bengkak : Tidak
Pembengkakan kelenjar : Tidak - Penyakit darah : Tidak
Merah dikulit : Tidak - Perdarahan subkutan : Tidak

10. Endokrin
A. Pankreas
Polidipsi : Ya - Pruritus : Tidak
Polifagi : Tidak - Pyorrhea : Tidak
Poliuri : Ya

B. Tiroid
Nervositas : Tidak - Struma : Tidak
Exoftalmus : Tidak - Miksodem : Tidak

C. Hipofisis
Akromegali : Tidak -Distrofi Adipos
Kongenital : Tidak
19

11. Fungsi genital


Menarche :- - Ereksi : Tidak ditanya
Siklus Haid :- -Libido : Tidak ditanya
Menopause :- - Coitus : Tidak ditanya
G/P/A :-

12. Susunan syaraf


Hipoastesia : Tidak - Sakit kepala : Tidak
Parastesia : Tidak - Gerakan tics : Tidak
Paralisis : Tidak

13. Panca indra


Penglihatan : Normal - Pengecapan : Normal
Pendengaran : Normal - Perasaan : Normal
Penciuman : Normal

14. Psikis
Mudah Tersinggung : Tidak - Pelupa : Tidak
Takut : Tidak - Lekas marah : Tidak
Gelisah : Tidak

15. Keadaan sosial


Pekerjaan : Pelajar
Hygiene : Baik

3.12 ANAMNESA PENYAKIT TERDAHULU:


Tidak ada
3.13 RIWAYAT PEMAKAIAN OBAT:
Paracetamol,Ibu Profein.
20

3.14 ANAMNESA PENYAKIT VENERIS


Bengkak Kelenjar Regional : Tidak - Pyuria : Tidak
Luka-Luka Dikemaluan : Tidak - Bisul-Bisul : Tidak

3.15 ANAMNESA INTOKSIKASI


Pasien tidak memiliki riwayat intoksikasi

3.16 ANAMNESA MAKANAN


Nasi : Ya, frek 3x/ Hari - Sayuran : Ya
Ikan : Ya - Daging : Ya

3.17 ANAMNESA FAMILY


Penyakit-penyakit family : Tidak
Penyakit seperti orang sakit : Tidak
Anak: 0 Hidup: 0 Mati: 0

3.18 STATUS PRESENT


A. Keadaan Umum
Sensorium : Compos Mentis
Tekanan Darah : 121/85 mmHg
Temperatur : 38,1⁰
Pernafasan : 20 x/Menit, Reguler, Tipe Pernafasan
Nadi : 97 x/ Menit, Equal, Teg/Vol sedang

B. Keadaan Penyakit
Anemi : Tidak - Eritema Palmaris : Tidak
Ikterus : Tidak - Turgor : Baik
Sianosis : Tidak - Gerakan Aktif : Kurang
Dispnoe : Tidak - Sikap tidur paksa : Tidak
Edema : Tidak
21

C. Keadaan Gizi
BB : 47 kg
TB : 160 cm
BB
RBW = X 100% : 47/ 60 X 100% = 78,3% (Underweight)
TB - 100
BB
IMT = 2 : 47/ 2,57= 18,5 kg/cm2 (Underweight)
TB
100

3.19 PEMERIKSAAN FISIK


1. Kepala
Pertumbuhan rambut : Normal
Sakit kalau dipegang : Tidak
Perubahan local : Tidak ada

a. Muka
Sembab : Tidak - Parese : Tidak
Pucat : Tidak - Gangguan Lokal : Tidak
Kuning : Tidak
b. Mata
Stand Mata : Normal - Ikterus : Tidak
Gerakan : Segala arah - Anemia : Tidak
Reaksi pupil : Isokor+/+ - Eksoftalmos : Tidak
Ptosis : Tidak - Gangguan lokal : Tidak
c. Telinga
Sekret : Tidak - Bentuk : Normal
Radang : Tidak - Atrofi : Tidak
d. Hidung
Sekret : Tidak ada - Benjolan-benjolan : Tidak
Bentuk : Simetris
e. Bibir
Sianosis : Tidak - Kering : Tidak
Pucat : Tidak - Radang : Tidak
22

f. Gigi
Karies : Tidak - Jumlah : Tidak
dihitung
Pertumbuhan : Normal - Pyorroe alveolaris : Tidak
g. Lidah
Kering : Tidak - Beslag : Tidak
Pucat : Tidak - Tremor : Tidak
h. Tonsil
Merah : Tidak - Membran : Tidak
Bengkak : Tidak - Angina lacunaris : Tidak
Beslag : Tidak

2. Leher
Inspeksi
Struma : Tidak - Torticolis : Tidak
Kelenjar bengkak : Tidak - Venektasi : Tidak
Pulsasi Vena : Normal
Palpasi
Posisi trachea : Medial - Sakit/ nyeri tekan : Tidak
TVJ : R-2 H2O - Kosta servikalis : Tidak

3. Thorax Depan
Inspeksi
Bentuk : Fusiformis - Venektasi : Tidak
Simetris/asimetris : Simetris - Pembengkakan : Tidak
Bendungan Vena : Tidak - Pulsasi verbal : Tidak
Ketinggalan bernafas : Tidak - Mammae : Tidak

Palpasi
Nyeri tekan : Tidak - Iktus : Tidak Teraba
Fremitus suara : Ka=Ki
a. Lokasi : Tidak
23

Fremissemen : Tidak b. Kuat angkat : Tidak


c. Melebar : Tidak
d. Iktus Negatif : Tidak
Perkusi
Suara perkusi paru : Sonor pada kedua lapangan paru
Batas paru hati :
Relatif : ICS V linea midclavicularis dextra
Absolut : ICS VI Iinea midclavicularis dextra
Gerakan bebas : 2 cm
Batas Jantung:
Atas : ICS II linea parasternalis Dextra
Kanan : ICS IV linea parasternalis dextra
Kiri : ICS IV linea midclavicularis sinistra
Auskultasi
- Paru –paru
Suara pernafasan : Vesiculer pada kedua lapangan paru
Suara Tambahan : Tidak ada
Ronchi Basah : Tidak
Ronchi Kering : Tidak
Krepirtasi : Tidak
Gesek Pelura : Tidak

- Cor:
Heart Rate : 87 x/Menit, Reguler, Intensitas (Keras)
Suara katup : (M1 > M2), (A2 > A1)
(P2 > P1), (A2 > P2)
Suara tambahan:
Desah jantung fungsionil/organis : Tidak
Gesek pericardial/pleurocardial : Tidak
24

4. Thorax belakang
Inspeksi
Bentuk : Fusiformis - Scapulae alta : Tidak
Simetris/tidak : Simetris - Ketinggalan bernafas: Tidak
Benjolan : Tidak - Venektasi : Tidak
Palpasi
Nyeri tekan : Tidak - Penonjolan : Tidak
Fremitus suara : Sama Ka=Ki
Perkusi
Suara perkusi paru : Sonor pada kedua lapangan paru
Gerakan bebas : 2 cm
Batas bawah paru:
Kanan : I Proc. Spinosus Vertebra Thoracal
Kiri : I Proc. Spinosus Vertebra Thoracal
Auskultasi
Pernafasan : Vesiculer pada kedua lapangan paru
Suara tambahan` : Tidak ada

5. Abdomen
Inspeksi
Bengkak : Tidak
Venektasi : Tidak
Gembung : Tidak
25

Sirkulasi Collateral : Tidak


Pulsasi : Tidak

Palpasi
Defens muscular : Tidak
Nyeri tekan : Tidak
Lien : Tidak teraba
Ren : Tidak teraba
Hepar : Tidak teraba

Perkusi
Pekak hati : Ya
Pekak beralih : Tidak

Auskultasi
Peristaltik usus : Positif (5x/ menit)

6. Genitalia
Luka : Tidak dilakukan pemeriksaan
Sikatrik : Tidak dilakukan pemeriksaan
Nanah : Tidak dilakukan pemeriksaan
Hernia : Tidak dilakukan pemeriksaan

7. Extremitas
A. Atas
Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Bengkak: Tidak Tidak - Refleks:
Merah: Tidak Tidak - Bisep: ++ ++
Stand abnormal: Tidak Tidak - Trisep: ++ ++
Gangguan fungsi: Tidak Tidak - Radio: ++ ++
Tes Rumpelit: Tidak Tidak periost
26

B. Bawah
Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Bengkak : Tidak Tidak - Varises: Tidak
Tidak
Merah : Tidak Tidak
- Refleks:
Oedem : Tidak Tidak - KPR: ++ ++
Pucat : Tidak Tidak - APR: ++ ++
Gangguan fungsi : Tidak Tidak - Struple: ++ ++
27

PEMERIKSAAN LABORATORIUM :

DARAH
Darah
Hemoglobin Rutin
12,8↓ g/dl
Eritrosit 4,67 Juta/Ul
Leukosit 3,30↓ /Ul
Hematokrit 38,2 ↓ %
Trombosit 55↓ /Ul
PDW 15,9 fL
Index Eritrosit
MCV 82 fL
MCH 27 Pg
MCHC 34 g/dL
Jenis Leukosit
Eosinofil 0↓ %
Basofil 0 %
N. Segmen 58 %
Limfosit 75↑ %
Monosit 3↓ %
LED 21 mm/jam
Fungsi Hati
AST (SGOT) - u/L
ALT (SGPT) - u/L
Albumin - g/Dl
Bilirubin total - mEg/L
Fungsi Ginjal
Ureum mg/dL
Kreatinin mg/Dl
Glukosa mg/Dl
Darah
28

DIAGNOSA BANDING :
1.Demam Tifoid
2.Dengue Hemorrhagic Fever
3.Malaria
4.Chikungunya
5.Leptospirosis

DIAGNOSA SEMENTARA :
- Demam Tifoid
Terapi :
• Aktivitas : Tirah Baring
• Diet : MB
Medikamentosa :
1. IVFD Rl 20gtt/i
2. Inj Ceftriaxone 1g /12 jam
3. Inj ranitidine 1amp /12 jam
4. Inj ketorolac 30mg /8 jam
5. Loperamide 2 x 1

PEMERIKSAAN ANJURAN :

• Cek Darah rutin


• Cek Tubex
• Cek IgG dan Cek Igm
• Cek Igm Chikungunya
BAB IV
DISKUSI

1. ANAMNESIS

Teori Kasus

Demam + +

Bradikardi + -

Lidah Kotor + -

Hepatomegali + +

Nyeri Tekan Abdomen + -

Splenomegali + +

29
30

2. STATUS PRAESENT
Keadaan Umum Keadaan Penyakit Keadaaan Gizi

Sensorium: Composmentis Anemia : Ya TB: 168cm


Tekanan Darah: 121/72 mmHg Ikterus : Tidak BB: 88kg
Temperatur: 38,1⁰C Sianosis : Tidak RBW = 47 x 100% = %
Pernafasan:20x/Menit Dyspnoe : Tidak 160-100
Nadi : 92x/menit Edema : Ya Kesan : Overweight
Eritema : Tidak IMT = 88 = 27,1 kg/cm²
Turgor : < 2 detik (168)²
Gerakan Aktif : 100
Menurun
Kesan : Overweight
Sikap tidur paksa :
Tidak
31

Keadaan Umum Teori kasus

Sensorium Composmentis composmen


tis

Tekanan darah 100-130/mmHg


120/60
mmHg
Heart rate 60-100x/menit

88x/menit
Respirasi 16-24x/menit

20x/menit
Temperatur 36,5-37,5oC

37,5oC
32

Keadaan penyakit Teori Kasus

Anemia Tidak Ya

Ikterus Tidak Tidak

Sianosis Tidak Tidak

Dyspnoe Tidak Tidak

Oedem Tidak Tidak

Turgor Baik Baik

Gerakan aktif Menurun Menurun

Sikap tidur paksa Tidak Tidak


33

Keadaan Gizi Teori Kasus

TB 160 Cm

BB 47 Kg

RBW : x 78,3% -
100%

Underweight -
Kesan

IMT 18,3 kg/cm2

Kesan Underweight -
34

3. PEMERIKSAAN FISIK

Teori Kasus

Kepala Dalam batas normal Mata : Konjungtiva Anemis +/+

Leher Dalam batas normal Dalam batas normal

Thorak Dalam batas normal Dalam batas normal

Abdomen Dalam batas normal Dalam batas normal

Ekstremitas bawah Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal


35

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Teori Kasus
Darah Rutin

Hb 13.2 g/dl 12,5g/dl

Eritrosit 4.50-5.50 juta/Ul 5,33juta/uL

Hematokrit 40-50% 38,2%

Leukosit 4-11 ribu/mm3 7,70 ribu/mm3

Trombosit 150-440 ribu/mm3 171ribu/mm3


36

5. TERAPI
Teori Kasus

Aktifitas : tirah baring Aktifitas : tirah baring

Diet : MB Diet :MB


Bubur saring,Nasi Lunak,Rendah Selulosa Bubur saring

Terapi medikamentosa : Terapi medikamentosa :


• Cairan Kristaloid IVFD cor 1 fls 20gtt/i
• Beri Antibiotik Golongan Inj.Ceftriaxone 1 amp/12
• Sefalosporin jam
Beri Paracetamol Inj Novalgin 1 amp/ 8 jam
Inj.Ondansentron 1 amp/8
jam
Curcuma Tab 3x1
Paracetamol Tab 3x1
Zinc Tab 1x1
BAB V

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang

Diatas maka pasien ini dapat ditegakkan diagnosis demam tifoid. Demam tifoid

merupakan penyakit infeksi akut sistem pencernaan yang disebabkan oleh bakteri

Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi.

Gejala klinis yang klasik dari demam tifoid diantaranya adalah demam, malaise,

nyeri perut dan konstipasi.


DAFTAR PUSTAKA

1. Hartanto. Darius. Diagnosa dan Tatalaksana Demam Tifoid Pada Dewasa. 2021.

CDK-292.Vol. 48. No 1

2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam Jilid III edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009

3. Kemenkes. Pedoman Pengendalian Demam Tifoid . 2006

4. Levani. Yelvi. Aldo Dwi Prasatya. Demam Tifoid : Manifestasi Klinis, Pilihan

Terapi dan Pandangan Islam. 2020. Jurnal berkala ilmiah kedokteran. Vol 3. No 1 5.

Nurmansyah. Dian.Normaidah. 2020. Patogenesis dan Laboratorium Dema Tifoid.

Jurnal analisa kesehatan klinikal sains.

Anda mungkin juga menyukai