Anda di halaman 1dari 31

Makalah Sirosis Hepatis

Nama Anggota Kelompok


1. Elfina Septiyanti (20191660013)
2. Salsabilah Nurul.I (20191660031)
3. Amjad Nabil.S (20191660079)
4. Yasmin Azahra (20191660087)
Semester: 4B

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
S1 KEPERAWATAN
TAHUN 2021-2022

1
Kata Pengantar

Puji syukur kami ucapkan kehadirat ALLAH S.W.T yang telah melimpahkan rahmat serta
hidayah-NYA,sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Keperawatan
Medikal Beda II tentang “SIROSIS HEPATIS”.Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini
adalah sebagai acuan bagi kami para perawat,mahasiswa dan dosen Universitas Muhammadiyah
Surabaya untuk dapat melakukan proses keperawatannya agar dapat diterapkan dalam praktik
kerja pada klien dirumah sakit dengan sebaik-baiknya.Namun demikian tidak menutup
kemungkinan untuk dibaca oleh kalangan profesi keperawatan maupun profesi kesehatan dan
masyarakat umum lainya.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan makalah ini tidak dapat terlaksana tanpa
bantuan dari berbagai pihak.Untuk itu seluruh anggota tim penyusun menyampaikan ucapan
terimakasih kepada berbagai pihak yang ikut serta menyukseskan tugas makalah ini.

Terakhir kami sampaikan kepada semua pembaca yang tertarik untuk membaca makalah
ini.Semoga dengan adanya makalah ini akan turut membantu pengembangan profesi
keperawatan.Saran dan masukan senantiasa kami harapkan bagi kesempurnaan makalah ini.

Surabaya, 01 Maret 2021

Penyusun

2
Daftar Isi
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... 1

KATA PENGANTAR ................................................................................... 2

DAFTAR ISI ........................................................................................................... 3

BAB I Pendahuluan ................................................................................................ 4

1.1 Latar Belakang.............................................................................................. 4


1.2 Tujuan .......................................................................................................... 6

BAB II TINJAUAN TEORI ................................................................................... 7

A. Pengertian .................................................................................................... 7
B. Anatomi dan Fisiologi ................................................................................... 8
C. Etiologi ........................................................................................................ 11
D. Patofisiologi ................................................................................................. 11
- Woc ....................................................................................................... 13
E. Manisfestasi klinis ........................................................................................ 14
F. Penatalaksanaan ............................................................................................ 16
G. Komplikasi ................................................................................................... 18
H. Pengkajian ................................................................................................... 18
I. Diagnosa Keperawatan ........................................................................... 22
J. Intervensi dan Rasional .......................................................................... 22
BAB IV PENUTUP ................................................................................................. 29

A. KESIMPULAN ........................................................................................... 29
B. SARAN ....................................................................................................... 30

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 31

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang mengenai seluruh organ hati,
ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Keadaan tersebut terjadi
karena infeksi akut dengan virus hepatitis dimana terjadi peradangan sel hati yang
luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi ini menyebabkan terbentuknya
banyak jaringan ikat dan regenerasi noduler dengan berbagai ukuran yang dibentuk
oleh sel parenkim hati yang masih sehat. Akibatnya bentuk hati yang normal akan
berubah disertai terjadinya penekanan pada pembuluh darah dan terganggunya aliran
darah vena porta yang akhirnya menyebabkan hipertensi portal. Pada sirosis dini
biasanya hati membesar, teraba kenyal, tepi tumpul, dan terasa nyeri bila ditekan
(wordpress.com).

Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketiga pada
pasien yang berusia 45 – 46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker). Di
seluruh dunia sirosis menempati urutan ke tujuh penyebab kematian. Sekitar 25.000
orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini. Sirosis hati merupakan penyakit hati
yang sering ditemukan dalam ruang perawatan Bagian Penyakit Dalam. Perawatan di
Rumah Sakit sebagian besar kasus terutama ditujukan untuk mengatasi berbagai
penyakit yang ditimbulkan seperti perdarahan saluran cerna bagian atas, koma
peptikum, hepatorenal sindrom, dan asites, Spontaneous bakterial peritonitis serta
Hepatoselular karsinoma (library.usu.ac.id).

Di negara barat yang tersering akibat alkoholik sedangkan di Indonesia terutama


akibat infeksi virus hepatitis B maupun C. Hasil penelitian di Indonesia menyebutkan

4
virus hepatitis B menyebabkan sirosis sebesar 40 – 50 % dan virus hepatitis C 30 – 40
%, sedangkan 10 – 20 % penyebabnya tidak diketahui dan termasuk virus bukan B
dan C (non B – non C). Alkohol sebagai penyebab sirosis di Indonesia mungkin
frekuensinya kecil sekali karena belum ada datanya (Perhimpunan Dokter Spesialis
Penyakit Dalam Indonesia, 2006).

Keluhan yang timbul umumnya tergantung apakah sirosisnya masih dini atau
sudah fase dekompensasi. Selain itu apakah timbul kegagalan fungsi hati akibat
proses hepatitis kronik aktif atau telah terjadi hipertensi portal. Bila masih dalam fase
kompensasi sempurna maka sirosis kadangkala ditemukan pada waktu orang
melakukan pemeriksaan kesehatan menyeluruh (general check-up) karena memang
tidak ada keluhan sama sekali. Namun, bisa juga timbul keluhan yang tidak khas
seperti merasa badan tidak sehat, kurang semangat untuk bekerja, rasa kembung,
mual, mencret kadang sembelit, tidak selera makan, berat badan menurun, otot - otot
melemah, dan rasa cepat lelah. Banyak atau sedikitnya keluhan yang timbul
tergantung dari luasnya kerusakan parenkim hati. Bila timbul ikterus maka sedang
terjadi kerusakan sel hati. Namun, jika sudah masuk ke dalam fase dekompensasi
maka gejala yang timbul bertambah dengan gejala dari kegagalan fungsi hati dan
adanya hipertensi portal (wordpress.com). Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi
sirosis hati kompensata yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis
hati dekompensata yang ditandai gejala – gejala dan tanda klinis yang jelas. Sirosis
hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan satu tingkat
tidak terlihat perbedaan secara klinis. Hal ini dapat dibedakan melalui pemeriksaan
biopsi hati. Keseluruhan insidensi sirosis di Amerika diperkirakan 360 per 100.000
penduduk. Di Indonesia data prevalensi sirosis hati belum ada, hanya laporan -
laporan dari beberapa pusat pendidikan saja (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit
Dalam Indonesia, 2006). Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-
laki jika dibandingkan dengan kaum wanita sekitar 1,6 : 1 dengan umur rata-rata
terbanyak antara golongan umur 30 – 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 – 49

5
tahun (library.usu.ac.id). Sirosis Hepatis merupakan penyakit yang memerlukan
perawatan dan penanganan teliti. Kebanyakan yang terjadi pada pasien yang keluar
masuk Rumah Sakit untuk melakukan pengobatan. Oleh karena itu peran perawat
sangat diharapkan tidak hanya terhadap keadaan fisik pasien tetapi juga psikologis
pasien. Perawat hendaknya menjelaskan bagaimana perawatan secara umum untuk
penderita Sirosis Hepatis yang meliputi diit tinggi kalori tinggi protein, untuk
memberikan tenaga dan mempercepat proses kesembuhan. Selain itu pembatasan
asupan lemak dan natrium juga dipertimbangkan untuk mengurangi kinerja hati serta
mengurangi resiko edema dan asites. Latihan ringan dan istirahat di tempat tidur juga
merupakan salah satu bentuk perawatan yang harus diperhatikan untuik
meminimalkan terjadinya kelelahan. Perawat diharapkan dapat memberikan motivasi
dan edukasi kepada pasien mengenai pentingnya kesadaran pasien terhadap proses
penatalaksanaan penyakit Sirosis Hepatis dengan mempertimbangkan aspek asuhan
keperawatan yang lain.

1.2 Tujuan Penulisan

1. Memenuhi Nilai tugas Keperawatan Medikal Bedah II.


2. Mahasiswa mampu menjelaskan mengenai konsep dasar Sirosis Hepatis.
3. Mahasiswa mampu mendapatkan gambaran secara umum tentang asuhan
keperawatan klien dengan sirosis hepatis.

6
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
1. Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus dan
menahun pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan regenerasi
sel-sel hati, sehingga timbul kekacauan dalam susunan parenkim hati (Mansjoer,
FKUI, 2001).

2. Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya
pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses
peradangan nekrosis sel hati yang luas. Pembentukan jaringan ikat dan usaha
regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi
mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul
tersebut (Smeltzer & Bare, 2001).

3. Sirosis hepatis adalah penyakit hati kronis yang tidak diketahui penyebabnya
dengan pasti. Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium akhir dari
penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati (Sujono, 2002).

Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sirosis hati adalah
penyakit hati kronis yang ditandai oleh adanya peradangan difus pada hati, diikuti
dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan regenerasi sel hati disertai nodul dan
merupakan stadium akhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari
hati.

7
B. Anatomi dan Fisiologi

Gambar 2.1 Anatomi hati

Sumber : www.google.com

Hati merupakan organ terbesar didalam tubuh, beratnya sekitar 1500 gram. Letaknya
dikuadaran kanan atas abdomen, dibawah diafragma dan terlindungi oleh tulang rusuk
(costae). Hati dibagi menjadi 4 lobus dan setiap lobus hati terbungkus oleh lapisan
tipis jaringan ikat yang membentang kedalam lobus itu sendiri dan membagi massa
hati menjadi unit-unit kecil, yang disebut lobulus. Sirkulasi darah ke dalam dan keluar
hati sangat penting dalam penyelenggaraan fungsi hati. Hati menerima suplai
darahnya dari dua sumber yang berbeda. Sebagian besar suplai darah datang dari vena
porta yang mengalirkan darah yang kaya akan zat-zat gizi dari traktus gastrointestinal.
Bagian lain suplai darah tersebut masuk ke dalam hati lewat arteri hepatika dan
banyak mengandung oksigen. Kedua sumber darah tersebut mengalir ke dalam kapiler
hati yang disebut sinusoid hepatik. Dengan demikian, sel-sel hati (hepatosit) akan
terendam oleh campuran darah vena dan arterial. Dari sinusoid darah mengalir ke
vena sentralis di setiap lobulus, dan dari semua lobulus ke vena hepatika. Vena
hepatika mengalirkan isinya ke dalam vena kava inferior. Jadi terdapat dua sumber

8
yang mengalirkan darah masuk ke dalam hati dan hanya terdapat satu lintasan
keluarnya. Disamping hepatosit, sel-sel fagositosis yang termasuk dalam sistem
retikuloendotelial juga terdapat dalam hati. Organ lain yang mengandung sel-sel
retikuloendotelial adalah limpa, sumsum tulang, kelenjar limfe dan paru-paru. Dalam
hati, sel-sel ini dinamakan sel kupfer. Fungsi utama sel kupfer adalah memakan benda
partikel (seperti bakteri) yang masuk ke dalam hati lewat darah portal.

Fungsi metabolik hati:

1. Metabolisme glukosa Setelah makan glukosa diambil dari darah vena porta oleh
hati dan diubah menjadi glikogen yang disimpan dalam hepatosit. Selanjutnya
glikogen diubah kembali menjadi glukosa dan jika diperlukan dilepaskan ke dalam
aliran darah untuk mempertahankan kadar glukosa yang normal. Glukosa tambahan
dapat disintesis oleh hati lewat proses yang dinamakan glukoneogenesis. Untuk
proses ini hati menggunakan asam-asam amino hasil pemecahan protein atau laktat
yang diproduksi oleh otot yang bekerja.
2. Konversi amonia Penggunaan asam-asam amino untuk glukoneogenesis akan
membentuk amonia sebagai hasil sampingan. Hati mengubah amonia yang
dihasilkan oleh proses metabolik ini menjadi ureum. Amonia yang diproduksi oleh
bakteri dalam intestinum juga akan dikeluarkan dari dalam darah portal untuk
sintesis ureum. Dengan cara ini hati mengubah amonia yang merupakan toksin
berbahaya menjadi ureum yaitu senyawa yang dapat diekskresikan ke dalam urin.
3. Metabolisme protein Organ ini mensintesis hampir seluruh plasma protein
termasuk albumin, faktor-faktor pembekuan darah protein transport yang spesifik
dan sebagian besar lipoprotein plasma. Vitamin K diperlukan hati untuk mensintesis
protombin dan sebagian faktor pembekuan lainnya. Asam-asam amino berfungsi
sebagai unsur pembangun bagi sintesis protein.
4. Metabolisme lemak Asam-asam lemak dapat dipecah untuk memproduksi energi
dan benda keton. Benda keton merupakan senyawa-senyawa kecil yang dapat
masuk ke dalam aliran darah dan menjadi sumber energi bagi otot serta jaringan

9
tubuh lainnya. Pemecahan asam lemak menjadi bahan keton terutama terjadi ketika
ketersediaan glukosa untuk metabolisme sangat terbatas seperti pada kelaparan atau
diabetes yang tidak terkontrol.
5. Penyimpanan vitamin dan zat besi
6. Metabolisme obat Metabolisme umumnya menghilangkan aktivitas obat tersebut
meskipun pada sebagian kasus, aktivasi obat dapat terjadi. Salah satu lintasan
penting untuk metabolisme obat meliputi konjugasi (pengikatan) obat tersebut
dengan sejumlah senyawa, untuk membentuk substansi yang lebih larut. Hasil
konjugasi tersebut dapat diekskresikan ke dalam feses atau urin seperti ekskresi
bilirubin.
7. Pembentukan empedu Empedu dibentuk oleh hepatosit dan dikumpulkan dalam
kanalikulus serta saluran empedu. Fungsi empedu adalah ekskretorik seperti
ekskresi bilirubin dan sebagai pembantu proses pencernaan melalui emulsifikasi
lemak oleh garam-garam empedu.
8. Ekskresi bilirubin Bilirubin adalah pigmen yang berasal dari pemecahan
hemoglobin oleh sel-sel pada sistem retikuloendotelial yang mencakup sel-sel
kupfer dari hati. Hepatosit mengeluarkan bilirubin dari dalam darah dan melalui
reaksi kimia mengubahnya lewat konjugasi menjadi asam glukuronat yang
membuat bilirubin lebih dapat larut didalam larutan yang encer. Bilirubin
terkonjugasi diekskresikan oleh hepatosit ke dalam kanalikulus empedu didekatnya
dan akhirnya dibawa dalam empedu ke duodenum. Konsentrasi bilirubin dalam
darah dapat meningkat jika terdapat penyakit hati, bila aliran empedu terhalang atau
bila terjadi penghancuran sel-sel darah merah yang berlebihan. Pada obstruksi
saluran empedu, bilirubin tidak memasuki intestinum dan sebagai akibatnya,
urobilinogen tidak terdapat dalam urin. (Smeltzer & Bare, 2001).

10
C. Etiologi

Menurut FKUI (2001), penyebab sirosis hepatis antara lain :

1. Malnutrisi

2. Alkoholisme

3. Virus hepatitis

4. Kegagalan jantung yang menyebabkan bendungan vena hepatika

5. Penyakit Wilson (penumpukan tembaga yang berlebihan bawaan)

6. Hemokromatosis (kelebihan zat besi)

7. Zat toksik

Ada 3 tipe sirosis atau pembetukan parut dalam hati :

1. Sirosis Laennec (alkoholik, nutrisional), dimana jaringan parut secara khas


mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis.

2. Sirosis pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat
lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.

3. Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati disekitar
saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis).

D. Patofisiologi

Meskipun ada beberapa faktor yang terlibat dalam etiologi sirosis, konsumsi
minuman beralkohol dianggap sebagai faktor penyebab yang utama. Sirosis terjadi
dengan frekuensi paling tinggi pada peminum minuman keras. Meskipun defisiensi
gizi dengan penurunan asupan protein turut menimbulkan kerusakan hati pada sirosis,

11
namun asupan alkohol yang berlebihan merupakan faktor penyebab yang utama pada
perlemakan hati dan konsekuensi yang ditimbulkannya. Namun demikian, sirosis juga
pernah terjadi pada individu yang tidak memiliki kebiasaan minum minuman keras
dan pada individu yang dietnya normal tetapi dengan konsumsi alkohol yang tinggi
(Smeltzer & Bare, 2001). Sebagian individu tampaknya lebih rentan terhadap
penyakit ini dibanding individu lain tanpa ditentukan apakah individu tersebut
memiliki kebiasaan meminum minuman keras ataukah menderita malnutrisi. Faktor
lainnya dapat memainkan peranan, termasuk pajanan dengan zat kimia tertentu
(karbon tetraklorida, naftalen terklorinasi, asen atau fosfor) atau infeksi skistosomiasis
yang menular. Jumlah laki-laki penderita sirosis adalah dua kali lebih banyak daripada
wanita, dan mayoritas pasien sirosis berusia 40-60 tahun (Smeltzer & Bare, 2001).
Sirosis alkoholik atau secara historis disebut sirosis Laennec ditandai oleh
pembentukan jaringan parut yang difus, kehilangan selsel hati yang uniform, dan
sedikit nodul regeneratif. Sehingga kadangkadang disebut sirosis mikronodular.
Sirosis mikronodular dapat pula diakibatkan oleh cedera hati lainnya. Tiga lesi utama
akibat induksi alkohol adalah perlemakan hati alkoholik, hepatitis alkoholik, dan
sirosis alkoholik (Tarigan, 2001).

12
Web Of Caution (WOC)

Hepatis B dan C Malnutrisi Metabolik Alkohol Teknik dari obat INH Kolesistitis
(DM) kronik

Inflamasi
Sirosis hepatis
akut

Kelainan jaringan Fungsi hati Nyeri


parenkirn hati terganggu

Kronis Nyeri

Gangguan Gangguan Gangguan Gangguan Gangguan


Hiperternsi portal metabolisme metabolisme metabolisme metabolisme pembentukan
bilirubin protein vitamin besi garam empedu

Asites
Bilirubin tak Asam amino Sintesis vit Gangguan Lemak tidak
terkonjugasi relatif(albumin) A,B melalui asam folat dapat
hati menurut diemulsikan dan
diserap usus
halus
Gangguan sintesis Penurunan
Urine gelap Ikterik vitamin K
Feces produksi sel Peningkatan
pucat darah merah peristaltik
Ekspansi paru
tergannggu
Gangguan Faktor pembekuan Ketidakseimbangan
Penumpukan
citra tubuh darah dan sintesis nutrisi kurang dari
Ketidakefektifan garam empedu Anemia
prosumber terganggu kebutuhan tubuh
pola nafas bawah kulit

Pruritus Kerusakan
Ketidakefektifan Resiko perdarahan Kelemahan Introleransi
intergritas
pola nafas aktivitas

13
E. Manifestasi Klinis

Menurut Smeltzer & Bare (2001) manifestasi klinis dari sirosis hepatis antara lain:

1. Pembesaran Hati Pada awal perjalanan sirosis hati, hati cenderung membesar dan
sel-selnya dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi
tajam yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai
akibat dari pembesaran hati yang cepat dan baru saja terjadi sehingga
mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati (kapsula Glissoni). Pada
perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah jaringan
parut menyebabkan pengerutan jaringan hati. Apabila dapat dipalpasi, permukaan
hati akan teraba berbenjol-benjol (noduler).
2. Obstruksi Portal dan Asites Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh kegagalan
fungsi hati yang kronis dan sebagian lagi oleh obstruksi sirkulasi portal. Semua
darah dari organ-organ digestif praktis akan berkumpul dalam vena porta dan
dibawa ke hati. Karena hati yang sirotik tidak memungkinkan perlintasan darah
yang bebas, maka aliran darah tersebut akan kembali ke dalam limpa dan traktus
gastrointestinal dengan konsekuensi bahwa organ-organ ini menjadi tempat
kongesti pasif yang kronis; dengan kata lain, kedua organ tersebut akan dipenuhi
oleh darah dan dengan demikian tidak dapat bekerja dengan baik. Pasien dengan
keadaan semacam ini cenderung menderita dyspepsia kronis dan konstipasi atau
diare. Berat badan pasien secara berangsur-angsur mengalami penurunan. Cairan
yang kaya protein dan menumpuk dirongga peritoneal akan menyebabkan asites.
Hal ini ditunjukkan melalui perfusi akan adanya shifting dullness atau gelombang
cairan. Splenomegali juga terjadi. Jaring-jaring telangiektasis, atau dilatasi arteri
superfisial menyebabkan jaring berwarna biru kemerahan, yang sering dapat dilihat
melalui inspeksi terhadap wajah dan keseluruhan tubuh.
3. Varises Gastrointestinal Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat
perubahan fibrotik juga mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral
dalam sistem gastrointestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pembuluh portal

14
ke dalam pembuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah. Sebagai akibatnya,
penderita sirosis sering memperlihatkan distensi pembuluh darah abdomen yang
mencolok serta terlihat pada inspeksi abdomen (kaput medusae), dan distensi
pembuluh darah diseluruh traktus gastrointestinal. Esofagus, lambung dan rektum
bagian bawah merupakan daerah yang sering mengalami pembentukan pembuluh
darah kolateral. Distensi pembuluh darah ini akan membentuk varises atau
hemoroid tergantung pada lokasinya. Karena fungsinya bukan untuk menanggung
volume darah dan tekanan yang tinggi akibat sirosis, maka pembuluh darah ini
dapat mengalami ruptur dan menimbulkan perdarahan. Karena itu, pengkajian harus
mencakup observasi untuk mengetahui perdarahan yang nyata dan tersembunyi dari
traktus gastrointestinal. Kurang lebih 25% pasien akan mengalami hematemesis
ringan; sisanya akan mengalami hemoragi masif dari ruptur varises pada lambung
dan esofagus.
4. Edema Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang
kronis. Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi predisposisi untuk
terjadinya edema. Produksi aldosteron yang berlebihan akan menyebabkan retensi
natrium serta air dan ekskresi kalium
5. Defisiensi Vitamin dan Anemia Karena pembentukan, penggunaan dan
penyimpanan vitamin tertentu yang tidak memadai (terutama vitamin A, C dan K),
maka tanda-tanda defisiensi vitamin tersebut sering dijumpai, khususnya sebagai
fenomena hemoragik yang berkaitan dengan defisiensi vitamin K. Gastritis kronis
dan gangguan fungsi gastrointestinal bersama-sama asupan diet yang tidak adekuat
dan gangguan fungsi hati turut menimbulkan anemia yang sering menyertai sirosis
hepatis. Gejala anemia dan status nutrisi serta kesehatan pasien yang buruk akan
mengakibatkan kelelahan hebat yang mengganggu kemampuan untuk melakukan
aktivitas rutin sehari-hari.
6. Kemunduran Mental Manifestasi klinis lainnya adalah kemunduran fungsi mental
dengan ensefalopati dan koma hepatik yang membakat. Karena itu, pemeriksaan

15
neurologi perlu dilakukan pada sirosis hepatis dan mencakup perilaku umum pasien,
kemampuan kognitif, orientasi terhadap waktu serta tempat, dan pola bicara.

F. Penatalaksaan

Penatalaksanaan menurut Tarigan (2001) adalah:

1. Pasien dalam keadaan kompensasi hati yang baik cukup dilakukan kontrol yang
teratur, istirahat yang cukup, susunan diet tinggi kalori tinggi protein, lemak
secukupnya.
2. Pasien sirosis dengan penyebab yang diketahui seperti :

a. Alkohol dan obat-obatan dianjurkan menghentikan penggunaannya. Alkohol akan


mengurangi pemasukan protein ke dalam tubuh. Dengan diet tinggi kalori (300
kalori), kandungan protein makanan sekitar 70-90 gr sehari untuk menghambat
perkembangan kolagenik dapat dicoba dengan pemberian D penicilamine dan
Cochicine.

b. Hemokromatis Dihentikan pemakaian preparat yang mengandung besi/ terapi


kelasi (desferioxamine). Dilakukan vena seksi 2x seminggu sebanyak 500cc selama
setahun.

c. Pada hepatitis kronik autoimun diberikan kortikosteroid.

3. Terapi terhadap komplikasi yang timbul

a. Asites

Tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2 gram/
hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan diuretik. Awalnya dengan
pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali sehari. Respons diuretik
bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/ hari, tanpa adanya edema kaki

16
atau 1 kg/ hari dengan adanya edema kaki. Bilamana pemberian spironolakton tidak
adekuat bisa dikombinasi dengan furosemid dengan dosis 20-40 mg/ hari. Pemberian
furosemid bisa ditambah dosisnya bila tidak ada respons, maksimal dosisnya 160 mg/
hari. Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar. Pengeluaran asites bisa hingga 4-
6 liter dan dilindungi dengan pemberian albumin.

b. Perdarahan varises esofagus (hematemesis, hematemesis dengan melena atau


melena saja)

1) Lakukan aspirasi cairan lambung yang berisi darah untuk mengetahui apakah
perdarahan sudah berhenti atau masih berlangsung.

2) Bila perdarahan banyak, tekanan sistolik dibawah 100 mmHg, nadi diatas 100
x/menit atau Hb dibawah 99% dilakukan pemberian IVFD dengan pemberian
dextrose/ salin dan tranfusi darah secukupnya. 3) Diberikan vasopresin 2 amp 0,1 gr
dalam 500cc D5% atau normal salin pemberian selama 4 jam dapat diulang 3 kali

c. Ensefalopati

1) Dilakukan koreksi faktor pencetus seperti pemberian KCL pada hipokalemia.

2) Mengurangi pemasukan protein makanan dengan memberi diet sesuai.

3) Aspirasi cairan lambung bagi pasien yang mengalami perdarahan pada varises.

4) Pemberian antibiotik campisilin/ sefalosporin pada keadaan infeksi sistemik.

5) Transplantasi hati.

d. Peritonitis bakterial spontan

Diberikan antibiotik pilihan seperti cefotaksim, amoxicillin, aminoglikosida.

e. Sindrom hepatorenal/ nefropatik hepatik

Mengatur keseimbangan cairan dan garam.

17
G. Komplikasi

Komplikasi sirosis hepatis menurut Tarigan (2001) adalah:

1. Hipertensi portal

2. Coma/ ensefalopaty hepatikum

3. Hepatoma

4. Asites

5. Peritonitis bakterial spontan

6. Kegagalan hati (hepatoselular)

7. Sindrom hepatorenal

H. Pengkajian

Pengkajian pada pasien sirosis hepatis menurut Doenges (2000) sebagai berikut:

1. Demografi

a. Usia : diatas 30 tahun

b. Laki-laki beresiko lebih besar daripada perempuan

c. Pekerjaan : riwayat terpapar toksin

2. Riwayat Kesehatan

a. Riwayat hepatitis kronis

b. Penyakit gangguan metabolisme : DM

c. Obstruksi kronis ductus coleducus

d. Gagal jantung kongestif berat dan kronis

18
e. Penyakit autoimun

f. Riwayat malnutrisi kronis terutama KEP

3. Pola Fungsional

a. Aktivitas/ istirahat Gejala : Kelemahan, kelelahan. Tanda : Letargi, penurunan


massa otot/ tonus.
b. Sirkulasi Gejala : Riwayat Gagal Jantung Kongestif (GJK) kronis, perikarditis,
penyakit jantung rematik, kanker (malfungsi hati menimbulkan gagal hati),
disritmia, bunyi jantung ekstra, DVJ; vena abdomen distensi.
c. Eliminasi Gejala : Flatus. Tanda : Distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali,
asites), penurunan/ tak adanya bising usus, feses warna tanah liat, melena, urine
gelap, pekat.
d. Makanan/ cairan Gejala : Anoreksia, tidak toleran terhadap makanan/ tak dapat
mencerna, mual/ muntah. Tanda : Penurunan berat badan/ peningkatan (cairan),
kulit kering, turgor buruk, ikterik : angioma spider, napas berbau/ fetor hepatikus,
perdarahan gusi.
e. Neurosensori Gejala : Orang terdekat dapat melaporkan perubahan kepribadian,
penurunan mental. Tanda : Perubahan mental, bingung halusinasi, koma, bicara
lambat/ tak jelas.
f. Nyeri/ kenyamanan Gejala : Nyeri tekan abdomen/ nyeri kuadran kanan atas.
Tanda : Perilaku berhati-hati/ distraksi, fokus pada diri sendiri.
g. Pernapasan Gejala : Dispnea. Tanda : Takipnea, pernapasan dangkal, bunyi napas
tambahan, ekspansi paru terbatas (asites), hipoksia.
h. Keamanan Gejala : Pruritus. Tanda : Demam (lebih umum pada sirosis alkohlik),
ikterik, ekimosis, petekie.
i. Seksualitas Gejala : Gangguan menstruasi, impoten. Tanda : Atrofi testis,
ginekomastia, kehilangan rambut (dada, bawah lengan, pubis)

19
4. Pemeriksaan Fisik

a. Tampak lemah

b. Peningkatan suhu, peningkatan tekanan darah (bila ada kelebihan cairan)

c. Sclera ikterik, konjungtiva anemis

d. Distensi vena jugularis dileher

e. Dada :

1) Ginekomastia (pembesaran payudara pada laki-laki)

2) Penurunan ekspansi paru

3) Penggunaan otot-otot asesoris pernapasan

4) Disritmia, gallop

5) Suara abnormal paru (rales)

f. Abdomen :

1) Perut membuncit, peningkatan lingkar abdomen

2) Penurunan bunyi usus

3) Ascites/ tegang pada perut kanan atas, hati teraba keras

4) Nyeri tekan ulu hati

g. Urogenital :

1) Atropi testis

2) Hemoroid (pelebaran vena sekitar rektum)

h. Integumen : Ikterus, palmar eritema, spider naevi, alopesia, ekimosis

20
i. Ekstremitas : Edema, penurunan kekuatan otot

5. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium Menurut Smeltzer & Bare (2001) yaitu:

1) Darah lengkap Hb/ Ht dan SDM mungkin menurun karena perdarahan. Kerusakan
SDM dan anemia terlihat dengan hipersplenisme dan defisiensi besi. Leukopenia
mungkin ada sebagai akibat hiperplenisme.

2) Kenaikan kadar SGOT, SGPT

3) Albumin serum menurun

4) Pemeriksaan kadar elektrolit : hipokalemia

5) Pemanjangan masa protombin

6) Glukosa serum : hipoglikemi

7) Fibrinogen menurun

8) BUN meningkat

b. Pemeriksaan diagnostik

Menurut smeltzer & Bare (2001) yaitu:

1) Radiologi Dapat dilihat adanya varises esofagus untuk konfirmasi hipertensi portal.

2) Esofagoskopi Dapat menunjukkan adanya varises esofagus.

3) USG

4) Angiografi Untuk mengukur tekanan vena porta.

5) Skan/ biopsi hati Mendeteksi infiltrat lemak, fibrosis, kerusakan jaringan hati.

21
6) Partografi transhepatik perkutaneus Memperlihatkan sirkulasi sistem vena portal.

I.Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang dapat ditemukan pada klien sirosis hepatis menurut Doenges
(2000) antara lain:

1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru, asites.

2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake inadekuat.

3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan ascites, edema.

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.

5. Gangguan intregitas kulit berhubungan dengan akumulasi garam empedu pada kulit.

6. Resiko perdarahan berhubungan dengan gangguan metabolisme protein.

7. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan pertahanan tubuh.

8. Resiko perubahan proses pikir berhubungan dengan peningkatan amonia dalam darah

J. Intervensi dan Rasional

Menurut Doenges (2000) pada klien sirosis hepatis ditemukan diagnosa keperawatan
dengan intervensi dan rasional sebagai berikut:

1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru, asites. Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam pola nafas menjadi
efektif. Kriteria hasil :
a. Melaporkan pengurangan gejala sesak nafas.
b. Memperlihatkan frekuensi respirasi yang normal (12-18 x/ menit) tanpa
terdengarnya suara pernapasan tambahan.
c. Memperlihatkan pengembangan toraks yang penuh tanpa gejala pernapasan
dangkal.

22
d. Tidak mengalami gejala sianosis.
Intervensi :
1) Awasi frekuensi, kedalaman dan upaya pernapasan.
Rasional : Pernapasan dangkal cepat/ dispnea mungkin ada hubungan dengan
akumulasi cairan dalam abdomen.
2) Pertahankan kepala tempat tidur tinggi, posisi miring.
Rasional : Memudahkan pernapasan dengan menurunkan tekanan pada
diafragma.
3) Ubah posisi dengan sering, dorong latihan nafas dalam, dan batuk.
Rasional : Membantu ekspansi paru dan memobilisasi sekret.
4) Berikan tambahan oksigen sesuai indikasi.
Rasional : Untuk mencegah hipoksia.
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake inadekuat.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam kebutuhan
nutrisi tubuh terpenuhi. Kriteria hasil :
a. Menunjukkan peningkatan berat badan secara progresif.
b. Tidak mengalami tanda malnutrisi lebih lanjut.
Intervensi :
1) Ukur masukan diet harian dengan jumlah kalori.
Rasional : Memberikan informasi tentang kebutuhan pemasukan.
2) Berikan makan sedikit tapi sering.
Rasional : Buruknya toleransi terhadap makanan banyak mungkin
berhubungan dengan peningkatan tekanan intraabdomen/ asites.
3) Berikan perawatan mulut sering dan sebelum makan.
Rasional : Klien cenderung mengalami luka dan perdarahan gusi dan rasa tidak
enak pada mulut dimana menambah anoreksia.
4) Timbang berat badan sesuai indikasi.

23
Rasional : Mungkin sulit untuk menggunakan berat badan sebagai indikator
langsung status nutrisi karena ada gambaran edema/ asites.
5) Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh glukosa serum, albumin, total protein
dan amonia.
Rasional : Glukosa menurun karena gangguan glukogenesis, penurunan
simpanan glikogen, atau masukan tidak adekuat.

3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan ascites, edema.


Tujuan : Setelah dilakukan keperawatan selama 1x24 jam terjadi balance cairan.
Kriteria hasil :
a. Menunjukkan volume cairan stabil dengan keseimbangan pemasukan dan
pengeluaran. b. Berat badan stabil.
c. Tanda vital dalam rentang normal dan tidak ada edema.
Intervensi :
1) Ukur masukan dan haluaran, catat keseimbangan positif. Rasional :
Menunjukkan status volume sirkulasi.
2) Auskultasi paru, catat penurunan/ tidak adanya bunyi napas dan terjadinya
bunyi tambahan. Rasional : Peningkatan kongesti pulmonal dapat mengakibatkan
konsolidasi, gangguan pertukaran gas, dan komplikasi.
3) Dorong untuk tirah baring bila ada asites.
Rasional : Dapat meningkatkan posisi rekumben untuk diuresis.
4)Awasi TD dan CVP.
Rasional : Peningkatan TD biasanya berhubungan dengan kelebihan volume
cairan.
6) Awasi albumin serum dan elektrolit. Rasional : Penurunan albumin serum
mempengaruhi tekanan osmotik koloid plasma, mengakibatkan edema.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.

24
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan selama 1x24 jam klien toleran terhadap aktivitas.
Kriteria hasil :

a. Melaporkan peningkatan kekuatan dan kesehatan klien.

b. Merencanakan aktivitas untuk memberikan kesempatan istirahat yang cukup.

c. Meningkatkan aktivitas dan latihan bersamaan dengan bertambahnya kekuatan.

Intervensi :

1) Tawarkan diet tinggi kalori, tinggi protein (TKTP).


Rasional : Memberikan kalori bagi tenaga dan protein bagi proses penyembuhan.
2) Berikan suplemen vitamin (A, B kompleks, C dan K)
Rasional : Memberikan nutrien tambahan.
3) Motivasi klien untuk melakukan latihan yang diselingi istirahat.
Rasional : Menghemattenaga klien sambil mendorong klien untuk melakukan
latihan dalam batas toleransi klien.
4) Motivasi dan bantu klien untuk melakukan latihan dengan periode waktu yang
ditingkatkan secara bertahap.
Rasional : Memperbaiki perasaan sehat secara umum dan percaya diri.
5. Gangguan intregitas kulit berhubungan dengan akumulasi garam empedu pada kulit.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam integritas kulit
terjaga. Kriteria hasil :

a. Memperlihatkan turgor kulit yang normal pada ekstremitas dan batang tubuh.

b. Tidak memperlihatkan luka pada tubuh.

c. Memperlihatkan jaringan yang normal tanpa gejala eritema, perubahan warna atau
peningkatan suhu didaerah tonjolan tulang.

Intervensi :

25
1) Batasi natrium seperti yang diresepkan.
Rasional : Meminimalkan pembentukan edema.
2) Berikan perhatian dan perawatan yang cermat pada kulit.
Rasional : Jaringan dan kulit yang edematous mengganggu suplai nutrien dan
sangat rentan terhadap tekanan serta trauma.
3) Balik dan ubah posisi klien dengan sering.
Rasional : Meminimalkan tekanan yang lama dan meningkatkan mobilisasi edema.
4) Lakukan latihan gerak secara pasif, tinggikan ekstremitas edematous.
Rasional : Meningkatkan mobilisasi edema.
5) Letakkan bantalan busa yang kecil dibawah tumit, dan tonjolan tulang lain.
Rasional : Melindungi tonjolan tulang dan meminimalkan trauma jika dilakukan
dengan benar.
6. Resiko perdarahan berhubungan dengan gangguan metabolisme protein.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam tidak terjadi
perdarahan. Kriteria hasil :

a. Mempertahankan homeostasis dengan tanpa perdarahan.

b. Menunjukkan perilaku penurunan resiko perdarahan.

Intervensi :

1) Kaji adanya tanda-tanda dan gejala perdarahan gastrointestinal.


Rasional : Traktus GI paling bisa untuk sumber perdarahan sehubungan dengan
mukosa yang mudah rusak dan gangguan dalam homeostasis karena sirosis.
2) Observasi adanya ptekie, ekimosis, perdarahan dari satu atau lebih sumber.
Rasional : Adanya gangguan faktor pembekuan.
3) Awasi nadi, TD, dan CVP bila ada.
Rasional : Peningkatan nadi dengan penurunan TD dan CVP dapat menunjukkan
kehilangan volume darah sirkulasi, memerlukan evaluasi lanjut.

26
4) Awasi Hb/ Ht dan faktor pembekuan.
Rasional : Indikator anemia, perdarahan aktif.
5) Catat perubahan mental/ tingkat kesadaran.
Rasional : Perubahan dapat menunjukkan penurunan perfusi jaringan serebral
sekunder terhadap hipovolemia, hipoksemia.
7. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan pertahanan tubuh.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam tidak terjadi infeksi.

Kriteria hasil :

a. Tanda-tanda vital dalam batas normal.


b. Menunjukkan teknik melakukan perubahan pola hidup untuk menghindari infeksi
ulang.

Intervensi :

1) Kaji tanda vital dengan sering.


Rasional : Tanda adanya syok septik.
2) Lakukan teknik isolasi untuk infeksi, terutama cuci tangan efektif.
Rasional : Mencegah transmisi penyakit virus ke orang lain.
3) Awasi/ batasi pengunjung sesuai indikasi.
Rasional : Klien terpajan terhadap proses infeksi potensial resiko komplikasi
sekunder.
4) Berikan obat sesuai indikasi : antibiotik.
Rasional : Pengobatan untuk mencegah/ membatasi infeksi sekunder.
8. Resiko perubahan proses pikir berhubungan dengan peningkatan amonia dalam
darah.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam tidak terjadi
perubahan proses pikir.

27
Kriteria hasil :

a. Mempertahankan tingkat mental/ orientasi kenyataan.

b. Menunjukkan perilaku/ pola hidup untuk mencegah/ meminimalkan perubahan mental.


Intervensi :

1. Observasi perubahan perilaku dan mental.


Rasional : Karena merupakan fluktuasi alami dari koma hepatik.
2. Konsul pada orang terdekat tentang perilaku umum dan mental klien.
Rasional : Memberikan dasar untuk perbandingan dengan status saat ini.
3. Pertahankan tirah baring, bantu aktivitas perawatan diri.
Rasional : Mencegah kelelahan, meningkatkan penyembuhan, menurunkan
kebutuhan metabolik hati.
4. Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh : amonia, elektrolit, pH, BUN, glukosa
dan darah lengkap.
Rasional : Peningkatan kadar amonia, hipokalemia, alkalosis metabolik,
hipoglikemia, anemia, dan infeksi dapat mencetuskan terjadinya koma hepatik.

28
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang mengenai seluruh organ hati,
ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Keadaan tersebut terjadi
karena infeksi akut dengan virus hepatitis dimana terjadi peradangan sel hati yang
luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi ini menyebabkan terbentuknya
banyak jaringan ikat dan regenerasi noduler dengan berbagai ukuran yang dibentuk
oleh sel parenkim hati yang masih sehat. Akibatnya bentuk hati yang normal akan
berubah disertai terjadinya penekanan pada pembuluh darah dan terganggunya aliran
darah vena porta yang akhirnya menyebabkan hipertensi portal. Pada sirosis dini
biasanya hati membesar, teraba kenyal, tepi tumpul, dan terasa nyeri bila ditekan
(wordpress.com).

Sirosis pada awalnya tidak menimbulkan gejala. Tetapi ketika kerusakan hati
makin parah, penderita akan mengalami lemas, mual, muntah, dan penurunan nafsu
makan. Segera ke dokter bila muncul gejala seperti kulit dan bagian putih mata
menguning,muntah darah,perut membesar

Dokter dapat menentukan seseorang menderita sirosis dengan mengamati


perubahan pada tubuh pasien. Namun untuk lebih memastikannya, dokter akan
menjalankan tes darah, uji pencitraan, atau mengambil sampel jaringan dari hati.
Pengobatan sirosis bertujuan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut dan meredakan
gejala yang timbul. Jika organ hati sudah tidak bisa berfungsi, penderita perlu
menjalani transplantasi hati, yaitu mengganti organ hati yang rusak dengan organ hati
yang sehat dari pendonor. Sirosis dapat dicegah dengan menghindari penyebabnya,

29
antara lain dengan tidak berbagi penggunaan jarum suntik, menerapkan aktivitas
seksual yang aman, dan membatasi konsumsi minuman beralkohol.

Mempertahankan berat badan ideal dengan berolahraga rutin, dan konsumsi


makanan sehat serta bergizi seimbang juga perlu dilakukan. Selain itu, penting untuk
melakukan vaksinasi hepatitis B sesuai saran dari dokter.

B. SARAN
1. Bagi penderita sirosis hati diharapkan dapat mentaati yang diberikan sehingga
dapat menambah asupan zat gizi terutama protein untuk meningkatkan kadar
albumin dan mencegah terjadinya komplikasi serta kerusakan hati lebih lanjut.
2. Bagi keluarga sampel diharapkan dapat memotivasi pasien untuk mentaati
sesuai penyakit yang diderita

30
DAFTAR PUSTAKA

https://www.alodokter.com/sirosis
https://www.halodoc.com/kesehatan/sirosis
https://www.alomedika.com/penyakit/gastroentero-hepatologi/sirosis-
hepatis
http://digilib.unimus.ac.id/files//disk1/109/jtptunimus-gdl-zakifathuz-
5425-1-babi.pdf
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/135/jtptunimus-gdl-nurulhiday-
6749-2-babii.pdf

31

Anda mungkin juga menyukai