Anda di halaman 1dari 28

i

REFERAT SIROSIS HEPATIS

Disusun oleh :

Cut Zhakia Ananda, S.Ked (20360024)

Pembimbing :

dr. Dewi Murni Sartika, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT UMUM

HAJI MEDAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI

BANDAR LAMPUNG TAHUN 2020


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya

sehingga saya dapat menyelesaikan tugas referat ini dalam rangka memenuhi salah satu

persyaratan Kepaniteraan Klinik ilmu Penyakit Dalam berjudul “SIROSIS HEPATIS”.

Saya menyadari bahwa penulisan referat ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan

dan dukungan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh

karena itu, dengan segala kerendahan hati kami menyampaikan ucapan terima kasih dan

penghargaan kepada:

1. dr. Silman Hadori, Sp.Rad., MH.Kes. selaku pembimbing referat kami yang

telah bersedia memberikan bimbingan, arahan, kritik dan saran yang sangat

berharga kepada kami selama menyusun referat ini.

2. Semua pihak yang terlibat dalam penyusunan referat ini baik secara

langsung maupun tidak langsung.

Saya menyadari bahwa dalam referat ini masih banyak terdapat kekurangan dan

masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun tentunya

sangat saya harapkan. Dan semoga referat ini dapat bermanfaat untuk semua pihak,

khususnya di bagian Ilmu Penyakit Dalam.

Bandar Lampung, Agustus 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul ............................................................................................................... i


Kata Pengantar .............................................................................................................. ii
Daftar Isi ...................................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang Masalah ...........................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 5
2.1 Definisi...................................................................................................................... 5
2.2 Epidemiologi............................................................................................................. 5
2.3 Etiologi.................................................................................................................... 6
2.4 Klasifikasi ................................................................................................................ 7
2.5 Patofisiologi ............................................................................................................. 8
2.6 Diagnosis ................................................................................................................. 9
2.7 Komplikasi .............................................................................................................. 12
2.8 Penatalaksanaan....................................................................................................... 15
2.9 Prognosis............................................................................................................... 18
BAB III GAMBARAN RADIOLOGI ......................................................................... 19
3.1 USG ....................................................................................................................... 19
3.2 CT SCAN ............................................................................................................... 20
3.3 EGD ....................................................................................................................... 21
BAB IV KESIMPULAN............................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sirosis adalah tahap terakhir yang dicapai oleh berbagai penyakit hati kronis

setelah bertahun-tahun atau puluhan tahun dan perkembangannya lambat.1 Sirosis

adalah penyakit kronis hepar yang irreversible yang ditandai oleh fibrosis,

disorganisasi struktur lobulus dan vaskuler, serta nodul regeneratif dari hepatosit.
2,3
Gambaran ini merupakan hasil akhir kerusakan hepatoseluler. Lebih dari 40%

pasien sirosis asimtomatik. Pada keadaan ini sirosis ditemukan waktu pemeriksaan

rutin kesehatan atau pada waktu otopsi.4

Prevalensi sirosis hepatis di dunia perkirakan 100 (kisaran 25-100)/100.000

penduduk, tetapi hal tersebut bervariasi menurut negara dan wilayah. Sirosis hepatis

menempati urutan ke-14 penyebab tersering kematian pada orang dewasa di dunia. 5,6

World Health Organization (WHO) mengemukakan bahwa pada tahun 2011 tercatat

sebanyak 738.000 pasien meninggal akibat sirosis hepatis.7

Keseluruhan insiden sirosis di Amerika diperkirakan 360 per 100.000

penduduk.4 Menurut laporan rumah sakit umum pemerintah di Indonesia, rata-rata

prevalensi sirosis hepatis adalah 3,5% dari seluruh pasien yang dirawat di bangsal

Penyakit Dalam.8 Di RS Sarjito Yogyakarta, jumlah pasien sirosis hati berkisar pada

4, 1 % dari pasien yang dirawat di bagian penyakit dalam selama kurun waktu 1

tahun pada 2004.4

1
2

Penyebab utama sirosis hepatis di negara barat adalah alkohol dan Hepatitis C,

sedangkan di Indonesia penyebab utama sirosis hepatis adalah Hepatitis B (40%-

50%) dan Hepatitis C (30%-40%).10 Obat-obatan tertentu, terlalu sering terkena

paparan racun seperti arsenic, kerusakan saluran empedu (primary biliary cirrhosis),

penumpukan lemak pada hati (nonalcoholic fatty liver disease), serta penyakit hati

yang disebabkan system kekebalan tubuh (autoimmune hepatitis) juga dapat menjadi

penyebab sirosis hepatis. 10

Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yaitu sirosis

hati yang belum menunjukkan gejala klinis dan sirosis hati dekompensata yaitu

sirosis hati yang menunjukkan gejala-gejala yang jelas. Stadium awal sirosis sering

tanpa gejala sehingga kadang ditemukan secara tidak sengaja saat pasien melakukan

pemeriksaan kesehatan rutin atau karena penyakit lain. 10 Pasien dengan sirosis hati

kompensata memiliki harapan hidup 10 tahun sekitar 45 sampai 50%. Kompensasi

jangka panjang bias dipertahankan sekitar 40 sampai 45% dari kasus. Pasien

terkompensasi akan terjadi komplikasi berat sekitar 55-60%. Sirosis hati dapat

menyebabkan beberapa komplikasi berat diantaranya adalah sindroma hepatorenal.11

Pada pemeriksaan laboratorium dapat diperiksa tes fungsi hati yang meliputi

aminotransferase, alkali fosfatase, gamma glutamil transpeptidase, bilirubin, albumin,

dan waktu protombin. AST dan ALT mengalami peningkatan dimana biasanya AST

lebih meningkat daripada ALT, namun bila nilai transaminase normal tetap tidak

menyingkirkan kecurigaan adanya sirosis. Alkali fosfatase mengalami peningkatan

kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal atas. Gamma- glutamil transpeptidase
3

(GGT) juga mengalami peningkatan, dengan konsentrasi yang tinggi ditemukan pada

penyakit hati alkoholik kronik. 10

Konsentrasi bilirubin dapat normal pada sirosis hati kompensata, tetapi bisa

meningkat pada sirosis hati yang lanjut. Konsentrasi albumin, yang sintesisnya terjadi

di jaringan parenkim hati, akan mengalami penurunan sesuai dengan derajat

perburukan sirosis. Sementara itu, konsentrasi globulin akan cenderung meningkat

yang merupakan akibat sekunder dari pintasan antigen bakteri dari sistem porta ke

jaringan limfoid yang selanjutnya akan menginduksi produksi imunoglobulin.

Pemeriksaan waktu protrombin akan memanjang karena penurunan produksi faktor

pembekuan pada hati yang berkorelasi dengan derajat kerusakan jaringan hati. 10

Selain dari pemeriksaan fungsi hati, pada pemeriksaan hematologi juga

biasanya akan ditemukan kelainan seperti anemia, trombositopenia, leukopenia, dan

neutropenia akibat splenomegali kongestif yang berkaitan dengan adanya hipertensi

porta. Ultrasonografi (USG) abdomen merupakan pemeriksaan rutin yang paling

sering dilakukan untuk mengevaluasi pasien sirosis hepatis. Melalui pemeriksaan

USG abdomen, dapat dilakukan evaluasi ukuran hati, sudut hati, permukaan,

homogenitas dan ada tidaknya massa.Penatalaksanaan kasus sirosis hepatis

dipengaruhi oleh etiologi dari sirosis hepatis. Terapi yang diberikan bertujuan untuk

mengurangi progresifitas dari penyakit. Menghindarkan bahan-bahan yang dapat

menambah kerusakaan hati, pencegahan dan penanganan komplikasi merupakan

prinsip dasar penanganan kasus sirosis.10


4

Dari penjabaran diatas, maka diharapkan klinisi untuk segera mengetahui

gejala dan tanda pada penyakit sirosis hepatis. Karena penemuan dan penanganan

yang cepat dan tepat diharapkan dapat memperpanjang status kompensasi dalam

jangka panjang dan mencegah timbulnyakomplikasi.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Sirosis adalah tahap terakhir yang dicapai oleh berbagai penyakit hati kronis

setelah bertahun-tahun atau puluhan tahun dan perkembangannya lambat.1 Sirosis

adalah penyakit kronis hepar yang irreversible yang ditandai oleh fibrosis,

disorganisasi struktur lobulus dan vaskuler, serta nodul regeneratif dari hepatosit.

Gambaran ini merupakan hasil akhir kerusakan hepatoseluler. 2,3

2.2 Epidemiologi

Sirosis hepatis merupakan penyebab kematian terbesar ketiga pada penderita

usia 45-46 tahun. Sirosis hepatis menempati urutan ketujuh penyebab kematian. 10

World Health Organization (WHO) mengemukakan bahwa pada tahun 2011 tercatat

sebanyak 738.000 pasien meninggal akibat sirosis hepatis. 7 Keseluruhan insiden

sirosis di Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk.4 Laporan kasus di

Skotlandia pada tahun 2002, angka kematian akibat sirosis hepatis berdasarkan jenis

kelamin pada laki-laki yaitu 45,2 per 100.00 penduduk dan pada perempuan 19,9 per

100.000 penduduk. Penelitian oleh Jang di Korea menyatakan bahwa sirosis hepatis

adalah salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas di Korea dan menduduki urutan
12
kedelapan penyebab kematian tahun 2007. Secara umum diperkirakan angka

insiden sirosis hepatis di rumah sakit seluruh Indonesia berkisar antara 0,6 sampai

14,5% dimana lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan yaitu

5
6

sekitar 1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30-59 tahun

dengan puncaknya sekitar 40-49 tahun.13

2.3 Etiologi

Sirosis dapat timbul sebagai akibat dari proses eksogen / toksik, infeksi, alergi,

imunopatologis / autoimun, atau vaskular atau kesalahan metabolisme bawaan. 14

Gambar 1. Etiologi

Sirosis Hepatis.1

Penyebab utama sirosis hepatis di negara barat adalah alkohol dan Hepatitis C,

sedangkan di Indonesia penyebab utama sirosis hepatis adalah Hepatitis B (40%-

50%) dan Hepatitis C (30%-40%).10 Obat-obatan tertentu, terlalu sering terkena

paparan racun seperti arsenic, kerusakan saluran empedu (primary biliary cirrhosis),

penumpukan lemak pada hati (nonalcoholic fatty liver disease), serta penyakit hati
7

yang disebabkan system kekebalan tubuh (autoimmune hepatitis) juga dapat menjadi

penyebab sirosis hepatis. 10

Studi otopsi telah mengungkapkan penyakit hati berlemak pada 70% orang

yang kelebihan berat badan dan pada 35% orang dengan berat badan normal. Mereka

juga mengungkapkan sirosis pada 18,5% penderita diabetes yang kelebihan berat

badan.15 Penyebab lain sirosis hepatis diantaranya Hemakhomatosis, penyakit Wilson,

defisiensi Alphalantitripsin, galaktosemia, tirosinemia, kolestasis, sumbatan vena

hepatica, sindroma Budd-Chiari, jangguan imunitas, kriptogenik dan malnutrisi.16

2.4 Klasifikasi

Menurut laporan GALAMBOS (1975) pada pertemuan internasional bulan

Oktober 1074 di Akapulko, Meksiko (International Association for the Study of the

Liver), telah disepakati klasifikasi dari sirosis hepatis dalam dua golongan, yaitu17 :

1. Klasifikasi menurut morfologi

a. Sirosis mikronoduler Yang termasuk dalam klasifikasi ini adalah :

ireguler, septal, uniform monolobuler, nutrisional dan laennec.

Gambaran mikroskopis terlihat septa yang tipis.

b. Sirosis makronoduler Yang termasuk dalam klasifikasi ini adalah :

postnekrotik, ireguler, postkolaps. Biasanya septa lebar dan tebal.

c. Kombinasi antara mikro dan makronoduler Sirosis hepatis jenis ini

sering ditemukan.
8

d. Sirosis septal (multilobuler) yang tak lengkap (in komplit). Fibrous

septa sering prominent dan parenkim mungkin mempunyai gambaran

asini yang normal.

2. Klasifikasi menurut etiologinya

a. Cirrhosis of genetic disorders

b. Chemical cirrhosis

c. Sirosis alkoholik

d. Sirosis infeksius

e. Sirosis biliaris

f. Sirosis kardiak

g. Sirosis metabolik

h. Sirosis kriptogenik

2.5 Patofisiologi

Sirosis hepatis terjadi akibat adanya cedera kronik-reversibel pada parenkim

hati disertai adanya jaringan ikat timbul difus, pembentukan nodul degenerative

dalam berbagai ukuran. Hal ini sebai akibat adanya nekrosis hepatosit, collapsnya

jaringan retikulin, disertai dengan deposit jaringan ikat, distorsi jaringan vascular

berakibat pembentukan vascular intrahepatic antar pembuluh darah hati aferen dan

eferen dan regenerasi nodular parenkim hati dan sisanya. 10


9

2.6 Diagnosis

2.6.1 Gambaran Klinis

Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yaitu sirosis

hati yang belum menunjukkan gejala klinis dan sirosis hati dekompensata yaitu

sirosis hati yang menunjukkan gejala-gejala yang jelas. Stadium awal sirosis sering

tanpa gejala sehingga kadang ditemukan secara tidak sengaja saat pasien melakukan

pemeriksaan kesehatan rutin atau karena penyakit lain.10

Diagnosis klinis sirosis hepatis dibuat berdasarkan kriteria Soedjono dan

Soebandiri tahun 1973, yaitu bila ditemukan 5 dari 7 keadaan berikut: eritema

palmaris, spider nevi, vena kolateral atau varises esofagus, asites dengan atau

tanpa edema, splenomegali, hematemesis dan melena, rasio albumin dan globulin

terbalik. Timbulnya komplikasi-komplikasi seperti asites, ensefalopati, varises

esofagus menandai terjadinya pergantian dari SH fase kompensasi yang asimtomatik

menjadi SH dekompensasi.18

Gejala-gejala awal sirosis meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera

makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-

laki dapat timbul impotensi, testis mengecil dan dada membesar, serta hilangnya

dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut, (berkembang menjadi sirosis dekompensata)

gejala-gejala akan menjadi lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan

hati dan hipertensi porta, meliputi kerontokan rambut badan, gangguan tidur, dan

demam yang tidak begitu tinggi. Selain itu, dapat pula disertai dengan gangguan
10

pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan

air kemih berwarna seperti teh pekat, hematemesis, melena, serta perubahan mental,

meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma.19

2.6.2 Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik, didapatkan penderita yang tampak kesakitan dengan

nyeri tekan pada regio epigastrium. Terlihat juga tanda-tanda anemis pada kedua

konjungtiva mata dan ikterus pada kedua sklera. Tanda-tanda kerontokan rambut

pada ketiak tidak terlalu signifikan. Pada pemeriksaan jantung dan paru, masih dalam

batas normal, tidak ditemukan tanda-tanda efusi pleura seperti penurunan vokal

fremitus, perkusi yang redup, dan suara nafas vesikuler yang menurun pada kedua

lapang paru. Pada daerah abdomen, ditemukan perut yang membesar pada seluruh

regio abdomen dengan tanda-tanda ascites seperti pemeriksaan shifting dullness dan

gelombang undulasi yang positif. Hati, lien, dan ginjal sulit untuk dievaluasi karena

besarnya ascites dan nyeri yang dirasakan oleh pasien. Pada ekstremitas juga

ditemukan adanya edema pada kedua tungkai bawah.20

2.6.3 Pemeriksaan Radiologi

a. Ultrasonografi (USG)

Ultrasonografi (USG) abdomen merupakan pemeriksaan rutin yang

paling sering dilakukan untuk mengevaluasi pasien sirosis hepatis.

Melalui pemeriksaan USG abdomen, dapat dilakukan evaluasi ukuran

hati, sudut hati, permukaan, homogenitas dan ada tidaknya massa.10


11

Pada penderita sirosis lanjut, hati akan mengecil dan nodular, dengan

permukaan yang tidak rata dan ada peningkatan ekogenitas parenkim hati.

Selain itu, melalui pemeriksaan USG juga bisa dilihat ada tidaknya

ascites, splenomegali, trombosis dan pelebaran vena porta, serta skrining

ada tidaknya karsinoma hati.10

b. Esophagogastroduodenoscopy (EGD)

Melalui pemeriksaan ini, dapat diketahui tingkat keparahan atau grading

dari varises yang terjadi serta ada tidaknya red sign dari varises, selain itu

dapat juga mendeteksi lokasi perdarahan spesifik pada saluran cerna

bagian atas. Di samping untuk menegakkan diagnosis, EGD juga dapat

digunakan sebagai manajemen perdarahan varises akut yaitu dengan

skleroterapi atau endoscopic variceal ligation (EVL).22

2.6.4 Pemeriksaan Laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium dapat diperiksa tes fungsi hati yang meliputi

aminotransferase, alkali fosfatase, gamma glutamil transpeptidase, bilirubin, albumin,

dan waktu protombin. AST (SGOT) dan ALT (SGPT) mengalami peningkatan

dimana biasanya AST lebih meningkat daripada ALT, namun bila nilai transaminase

normal tetap tidak menyingkirkan kecurigaan adanya sirosis. Alkali fosfatase

mengalami peningkatan kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal atas. Gamma-

glutamil transpeptidase (GGT) juga mengalami peningkatan, dengan konsentrasi yang

tinggi ditemukan pada penyakit hati alkoholik kronik. 10


12

Konsentrasi bilirubin dapat normal pada sirosis hati kompensata, tetapi bisa

meningkat pada sirosis hati yang lanjut. Konsentrasi albumin, yang sintesisnya terjadi

di jaringan parenkim hati, akan mengalami penurunan sesuai dengan derajat

perburukan sirosis. Sementara itu, konsentrasi globulin akan cenderung meningkat

yang merupakan akibat sekunder dari pintasan antigen bakteri dari sistem porta ke

jaringan limfoid yang selanjutnya akan menginduksi produksi imunoglobulin.

Pemeriksaan waktu protrombin akan memanjang karena penurunan produksi faktor

pembekuan pada hati yang berkorelasi dengan derajat kerusakan jaringan hati. 10

Selain dari pemeriksaan fungsi hati, pada pemeriksaan hematologi juga

biasanya akan ditemukan kelainan seperti anemia (normositik normokrom),

trombositopenia, leukopenia, dan neutropenia akibat splenomegali kongestif yang

berkaitan dengan adanya hipertensi porta.10, 21

2.7 Komplikasi

Terdapat beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penderita sirosis hati,

akibat kegagalan dari fungsi hati dan hipertensi porta, diantaranya:

1. Ensepalopati Hepatikum

Ensepalopati hepatikum merupakan suatu kelainan neuropsikiatri yang

bersifat reversibel dan umumnya didapat pada pasien dengan sirosis hati

setelah mengeksklusi kelainan neurologis dan metabolik. Derajat keparahan

dari kelainan ini terdiri dari derajat 0 (subklinis) dengan fungsi kognitif yang

masih bagus sampai ke derajat 4 dimana pasien sudah jatuh ke keadaan


13

koma.23 Patogenesis terjadinya ensefalopati hepatik diduga oleh karena

adanya gangguan metabolisme energi pada otak dan peningkatan

permeabelitas sawar darah otak. Peningkayan permeabelitas sawar darah otak

ini akan memudahkan masuknya neurotoxin ke dalam otak. Neurotoxin

tersebut diantaranya, asam lemak rantai pendek, mercaptans, neurotransmitter

palsu (tyramine, octopamine, dan beta phenylethanolamine), amonia, dan

gamma-aminobutyric acid (GABA). Kelainan laboratoris pada pasien dengan

ensefalopati hepatik adalah berupa peningkatan kadar amonia serum.24

2. Varises Esophagus

Varises esophagus merupakan komplikasi yang diakibatkan oleh hipertensi

porta yang biasanya akan ditemukan pada kira-kira 50% pasien saat diagnosis

sirosis dibuat. Varises ini memiliki kemungkinan pecah dalam 1 tahun

pertama sebesar 5-15% dengan angka kematian dalam 6 minggu sebesar 15-

20% untuk setiap episodenya.20

3. Peritonitis Bakterial Spontan (PBS)

Peritonitis bakterial spontan merupakan komplikasi yang sering dijumpai

yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa adanya bukti infeksi

sekunder intra abdominal. Biasanya pasien tanpa gejala, namun dapat timbul

demam dan nyeri abdomen.1 PBS sering timbul pada pasien dengan cairan

asites yang kandungan proteinnya rendah ( < 1 g/dL ) yang juga memiliki

kandungan komplemen yang rendah, yang pada akhirnya menyebabkan

rendahnya aktivitas opsonisasi. PBS disebabkan oleh karena adanya

translokasi bakteri menembus dinding usus dan juga oleh karena penyebaran
14

bakteri secara hematogen. Bakteri penyebabnya antara lain escherechia coli,

streptococcus pneumoniae, spesies klebsiella, dan organisme enterik gram

negatif lainnya. Diagnose SBP berdasarkan pemeriksaan pada cairan asites,

dimana ditemukan sel polimorfonuklear lebih dari 250 sel / mm3 dengan

kultur cairan asites yang positif.24

4. Sindrom Hepatorenal

Sindrom hepatorenal merepresentasikan disfungsi dari ginjal yang dapat

diamati pada pasien yang mengalami sirosis dengan komplikasi ascites.

Sindrom ini diakibatkan oleh vasokonstriksi dari arteri ginjal besar dan kecil

sehingga menyebabkan menurunnya perfusi ginjal yang selanjutnya akan

menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus. Diagnose sindrom

hepatorenal ditegakkan ketika ditemukan cretinine clearance kurang dari 40

ml/menit atau saat serum creatinine lebih dari 1,5 mg/dl, volume urin kurang

dari 500 mL/d, dan sodium urin kurang dari 10 mEq/L.24

5. Sindrom Hepatopulmonal

Pada sindrom ini dapat timbul hidrotoraks dan hipertensi portopulmonal. Pada

kasus ini, pasien mengalami komplikasi berupa perdarahan pada saluran cerna

akibat pecahnya varises esophagus dan gastropati hipertensi porta yang

dibuktikan melalui pemeriksaan esofagogastroduodenoskopi. Selain itu,

pasien juga diduga mengalami ensepalopati hepatikum karena mengalami

berbagai gangguan tidur selama menderita sakit ini.20


15

2.8 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan kasus sirosis hepatis dipengaruhi oleh etiologi dari sirosis

hepatis. Terapi yang diberikan bertujuan untuk mengurangi progresifitas dari

penyakit. Menghindarkan bahan-bahan yang dapat menambah kerusakaan hati,

pencegahan dan penanganan komplikasi merupakan prinsip dasar penanganan kasus

sirosis.10

Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa:

1) Simptomatis, yang contohnya20 :

(1) Pembatasan pemberian garam juga dilakukan agar

gejala ascites yang dialami pasein tidak memberat.

(2) Diet cair diberikan karena pasien mengalami

perdarahan saluran cerna.

(3) Kuras Lambung dengan air dingin tiap 4 jam dan

pemberian paramomycin 4x500mg, cefotaxime 3x1 gr

dan laktulosa 3x C I selesai kuras lambung untuk

sterilisasi usus (apabila perdarahan saluran cerna).

(4) Pemberian Asam Traneksamat dan Propanolol untuk

mennghindari pendarahan saluran cerna akibat

pecahnya varises.

(5) Pemberian obat pelindungan mukosa lambung

(antasida, omeprazole dan sucralfate) agar tidak terjadi

perdarahan akibat erosi gastropati hipertensi portal.


16

(6) pemberian Ondancentron 3 x 8 mg untuk mengurangi

mual.

(7) Diet rendah garam disertai pemberian diuretic

(spironolakton atau kombinasi spironolakton dengan

furosemide apabila tidak adekuat).

2) Supportif, yaitu16:

(1) Istirahat yang cukup , kurangi aktifitas fisik.

(2) Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang.

misalnya diet kalori kaya protein, miskin garam

(300-500mg/hari).

(3) Pembatasan cairan (1liter/hari) terutama bila ada

hipernatremia, bila dengan usaha tersebut tidak

berhasil, gunakan obat diuretik.

3) Pengobatan yang spesifik disesuaikan dengan penyebab yang

menimbulkan sirosis.16

Pengobatan sirosis hati juga dapat dilakukan dengan cara pengobatan

yang spesifik. Hal ini disesuaikan dengan etiologi atau penyebab Sirosis Hati.

Salah satunya pada penderita Sirosis Hati akibat Hepatitis B kronik dapat

dilakukan pemberian antivirus Hepatitis B. Untuk pengobatan spesifik dari

Sirosis Hati dapat dilihat pada tabel.


17

Tabel 2.1 Pengobatan spesifik Sirosis Hati berdasarkan Etiologi16

Etiologi Terapi
Virus Hepatitis (B dan C) Antivirus

Alkohol Penghentian atau pengurangan konsumsi

alkohol

Non Alcoholic Steatohepatitis Penurunan Berat Badan

(NASH)

Sindroma Metabolik:

Hemachromatosis Phlebotomy
Wilson’s disease
Copper Chelator (pengurangan Tembaga)
Defisiensi alpha-1-
Transplantasi
antitrypsin
Mengurangi konsumsi produk susu
Galaktosemia Mengurangi konsumsi tyrosin
Tyrosinemia
Autoimun Hepatitis Immunosupresi

Toksin, Obat-obatan Identifikasi jenis toksin atau obat penyebab


sirosis hati kemudian dilanjutkan dengan
pemberhentian konsumsi dari toksin atau
obat tersebut
18

2.9 Prognosis

Prognosis pada pasien dengan penyakit hati kronis, termasuk pada pasien

dengan Sirosis Hepatis dapat ditentukan dengan menggunakan skor modifikasi Child

Turcotte-Pugh. Klasifikasi Child A tergolong sirosis hati ringan; Klasifikasi Child B

tergolong sirosis hati sedang; Klasifikasi Child C tergolong sirosis hati berat. Sistem

klasifikasi Child Turcotte-Pugh dapat memprediksi angka kelangsungan hidup pasien

dengan sirosis tahap lanjut. Dimana angka kelangsungan hidup selama setahun untuk

pasien dengan kriteria Child-Pugh A adalah 100%, Child-Pugh B adalah 80%, dan

Child-Pugh C adalah 45%.10

Tabel 2.2 Klasifikasi Child-Pugh10


Poin
Indikator
A(1) B(2) C(3)
Bilirubin (mg/dl) <2 2-3 >3
Albumin (g/dl) >3.5 2.8-3.5 <2.8
Sedang-berat, sulit
Ringan, terkonrol
Ascites - terkontrol dengan
dengan diuretic
diuretic
Grade 3-4
Ansefalopati - Grade 1-2 (minimal)
(berat/koma)
Protombin Time
4 4-6 >6
(Detik memangjang)
INR <1.7 1.7-2.3 >2.3
Total Skor 5-6 7-9 10-15
BAB III

GAMBARAN RADIOLOGI

3.1 Ultrasonografi (USG)

Melalui pemeriksaan USG abdomen, dapat dilakukan evaluasi ukuran hati,

sudut hati, permukaan, homogenitas dan ada tidaknya massa. Pada penderita sirosis

lanjut, hati akan mengecil dan nodular, dengan permukaan yang tidak rata dan ada

peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu, melalui pemeriksaan USG juga bisa

dilihat ada tidaknya ascites, splenomegali, trombosis dan pelebaran vena porta, serta

skrining ada tidaknya karsinoma hati.10

A
B

Gambar 3.1 (A) USG hati normal (B) menunjukan ciri khas gambaran radiologis sirosis hati yaitu
ukuran hati mengecil, permukaan tidak rata, ekhogenitas parenkim imhomogen, struktur
vaskularisasi menghilang, dan sekelilingnya tampak hati tampak anekhoik yang merupakan
gambaran adanya asites.25

19
20

Gambar 3.2 Pada pemeriksaan USG abdomen didapatkan hasil pengecilan hepar dengan
splenomegali sesuai dengan gambaran cirrosis hepatis. 26

3.2` CT-Scan

Gambar 3.3 Tampak bahwa ukuran


hati yang mengecil, disertai dengan permukaan hati yang tidak rata serta sudut hati yang tumpul.
Selain itu pada gambar tersebut tampak arteri hepatika yang berkelok-kelok. 25
21

3.3 Esophagogastroduodenoscopy (EGD)

Gambar 3.4 Hasil Esophagus


varises grade II-III arah jam 2, 3; Gaster pada cardia varises (+), pada fundus varises (+), pada
corpus normal, pada antrum erosi (+). Duodenal: normal. Disimpulkan Varises Esofagus, Varises
Fundus, Gastritis erosive Antrum.26
BAB IV
KESIMPULAN
Diagnosis pasti sirosis hati ditegakkan dengan biopsi hati, namun pemeriksaan

biopsi hati sebagai gold standar penegakan diagnosis sirosis hati tidak perlu dilakukan

bila tanda-tanda klinis dari kegagalan fungsi hati dan hipertensi porta sudah terlihat

jelas. Pemeriksaan USG abdomen dan endoskopi dapat mendukung diagnosis sirosis

hati dengan tanda-tanda hipertensi porta berupa varises esophagus dan gastropati

hipertensi porta.

Pada pemeriksaan USG abdomen, dapat dilakukan evaluasi ukuran hati, sudut

hati, permukaan, homogenitas dan ada tidaknya massa. Pada penderita sirosis lanjut,

hati akan mengecil dan nodular, dengan permukaan yang tidak rata dan ada

peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu, melalui pemeriksaan USG juga bisa

dilihat ada tidaknya ascites, splenomegali, trombosis dan pelebaran vena porta.

Pada Esophagogastroduodenoscopy (EGD) dapat diketahui tingkat keparahan

atau grading dari varises yang terjadi serta ada tidaknya red sign dari varises, selain

itu dapat juga mendeteksi lokasi perdarahan spesifik pada saluran cerna bagian atas

dimana merupakan tanda gejala dari sirosis hepatis.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Wiegand, Johannes; Berg, Thomas. The Etiology, Diagnosis And Prevention Of Liver
Cirrhosis: Part 1 Of A Series On Liver Cirrhosis. Deutsches Ärzteblatt International,
2013, 110.6: 85.

2. Braunwald, Eugene, Et Al. Harrison's Principles Of Internal Medicine. Mcgraw Hill,


2001.

3. Lawrence, M. Current Medical Diagnosis & Treatment, Forty-Sixth Edition. Mcgraw-


Hill/Appleton & Lange. 2007, P 1440-1441.

4. Sudoyo, Aru W., Et Al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi Ke 4, Jilid I. Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 2006.

5.Tsao GG. Cirrhosis And Its Sequel. Dalam: Goldman L, Editor (Penyunting). Goldman's
Cecil Medicine. Edisi Ke-24. Philadelphia: Elsevier; 2012. Hlm.999-1007.

6. Tsochatzhis EA, Bosch J, Burroughs AK. Liver Cirrrhosis. The Lancet.


2014;383(9930):1749-61.

7. Kementrian Kesehatan, RI. Infodatinhepatitis.Pdf. 2014

8. PPHI (Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia). Sirosis Hati [Serial Online] 2013. Diakses
Dari: URL: HYPERLINK Http://Pphionline.Org/Alpha/?P=570 [30 Agustus 2020]

9. WHO. Age_Standardized Death Rates Of Liver Cirrhosis.2011. Diakses Dari :


Http:/Www.Who.Int/Gho/Alcohol/Harms_Consequences/Deaths_Liver_Cirrhosis/En/
[18 Juli 2015]

10. Nurdjanah, Siti. Sirosis Hati. Dalam : Sudoyo, A.W., Setiyohadi,B., Alwi, I.,
Simadibrata, M., Dan Setiadi S. (Editor), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 6. 2014.
Jakarta: Interna Publishing.

11. Hadi, S. Hepatologi. Banding : Penerbit Mandar Maju. 2002, P.3-34

12.Anindito, Gharin. Gambaran Klinis Pasien Sirosis Hepatis Dengan Sindroma


Hepatorenal Pada Instalasi Rawat Inap Penyakit Dalam Rsud Dr Soetomo. Diss.
Universitas Airlangga, 2016.

13.Maryani, Sri. Sirosis Hepatis. 2003. Diakses Dari :


Http://Library.Usu.Ac.Id/Download/Fk/Penydalam-Srimaryani5.Pdf [ 30 Agustus 2020]
14. Sofair, Andre N., Et Al. The Epidemiology And Clinical Characteristics Of Patients
With Newly Diagnosed Alcohol-Related Liver Disease: Results From Population-Based
Surveillance. Journal Of Clinical Gastroenterology, 2010, 44.4: 301-307.

15. Julapalli, Venodhar R.; KRAMER, Jennifer R.; EL‐SERAG, Hashem B. Evaluation For
Liver Transplantation: Adherence To AASLD Referral Guidelines In A Large Veterans
Affairs Center. Liver Transplantation, 2005, 11.11: 1370-1378.

16. Sherlock, S. Diseases Of Te Liver And Biliary System. USA: Penerbit Willey
Blackwell. Edisi 12. 2011, P.103-120

17. Setiawati, Melia. Perbandingan Validitas Maddreyâ S Discriminant Function Dan Skor


Child-Pugh Dalam Memprediksi Ketahanan Hidup 12 Minggu Pada Pasien Dengan
Sirosis Hepatis (The Comparison Between Validity Of Maddreyâ S Discriminant
Function Score And Child-Pugh Score For Predicting 12-Weeks Survival In Hepatic
Cirrhosis Patients). 2009. Phd Thesis. Medical Faculty.

18. Vidyani, Amie, Et Al. Faktor Risiko Terkait Perdarahan Varises Esofagus Berulang
Pada Penderita Sirosis Hati. Jurnal Penyakit Dalam, 2011, 12.3: 169-74.

19. Setiawan, Poernomo Budi. Sirosis Hati. In: Askandar Tjokroprawiro, Poernomo Boedi
Setiawan, Et Al. Buku Ajar Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga. 200, P. 129-136

20. Saskara, Pande Made Aditya; Suryadarma, I. G. A. Laporan Kasus: Sirosis


Hepatis. Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, 2013,
P.1-19.

21. Behrman RE Dan Vaughn VC. The Liver And Billiary System. Dalam: Nelson WE,
Penyunting. Text Book Of Pediatrics, Edisi Ke-17. 2004.

22. Garcia-Tsao, Guadalupe, Et Al. Prevention And Management Of Gastroesophageal


Varices And Variceal Hemorrhage In Cirrhosis. American Journal Of Gastroenterology,
2007, 102.9: 2086-2102.

23. Rahimi, Robert S.; Rockey, Don C. Complications Of Cirrhosis. Current Opinion In


Gastroenterology, 2012, 28.3: 223-229.

24. David C Wolf. Cirrhosis.2012. Diakses Dari: Http://Emedicine.Medscape.Com/Article/


185856 Overview#Showall [31 Agustus 2020]

25. Kreuer, Sharon; Elgethun, Megan; Tommack, Matthew. Imaging Findings Of Cirrhosis.
J Am Osteopath Coll Radiol, 2016, 5: 5-13.
26. Budhiarta, Dita Mutia Fajarini. Penatalaksanaan Dan Edukasi Pasien Sirosis Hati
Dengan Varises Esofagus Di RSUP Sanglah Denpasar Tahun 2014. Jurnal Medika,
2016, 5.7: 1-2.

Anda mungkin juga menyukai