Anda di halaman 1dari 31

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini
dengan judul “Sirosis Hepatis Stadium Dekompensata”

Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen
Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen


pembimbing, dr. Silvia Bukit, yang telah meluangkan waktunya dan memberikan
banyak masukan dalam penyusunan laporan kasus ini sehingga penulis dapat
menyelesaikan tepat pada waktunya.

Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai koreksi dalam penulisan
laporan kasus selanjutnya. Semoga makalah laporan kasus ini bermanfaat, akhir
kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, 8 April 2014

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA ……….…………………………………... 1
PENGANTAR ………
DAFTAR ISI …………………………………………………………… 2
BAB 1 ………………………………………….…… 3
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang …………………………………………… 3
1.2 Rumusan Masalah …………………………………………… 4
1.3 Tujuan Penulisan …………………………………………… 4
1.4 Manfaat Penulisan …………………………………………… 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA …………………………………… 6

2.1 Sirosis Hepatis Stadium Dekompensata …………………………… 6
..
2.1.1 Definisi …………………………………………. 6
…………
2.1.2 Etiologi …………………………………………. 6
…………
2.1.3 Patofisiologi ……………………………………….………. 7
2.1.4 Diagnosis ………………………………………….……. 10
….
2.1.5 Diagnosa Banding ………………………………….…….…. 12
2.1.6 Penatalaksanaan ……………………………………. 13
………
2.1.7 Prognosis …………………………………………………... 17
.
BAB 3 LAPORAN KASUS …………………………………………….. 19
BAB 4 ……………………………………………………….. 30
PENUTUP
4.1 Kesimpulan ………………………………………………….. 30
DAFTAR …….…………………………………………….. 31
PUSTAKA

2
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sirosis hepatis merupakan kerusakan ireversibel pada organ hati yang secara
histologis terdapat jaringan parut berupa fibrosis dan noduler regeneratif hepar
akibat kerusakan hepar kronis secara berterusan dan jangka panjang. Kerusakan
ini pada akhirnya akan menyebabkan decompensated end-stage liver disease atau
sirosis hepatis stadium dekompensata (Schuppan dan Afdhal, 2009).

Sirosis hepatis dijumpai di seluruh negara termasuk Indonesia. Namun


oleh karena kebanyakan pasien sirosis hepatis adalah asimptomatik sebelum
terjadinya dekompensasi, adalah sulit untuk menilai prevalensi dan insidensi
sebenar sirosis hepatis pada populasi umum (Goldman dan Ausiello, 2008).
Meskipun demikian, sirosis hepatis merupakan penyebab kematian yang kedua
belas paling tinggi di Amerika Syarikat dengan angka mortalitas sebanyak 1,3%
per 100.000 orang penduduk pada tahun 2010 (CDC, 2013). Angka mortalitas
akibat sirosis hepatis di Indonesia pada tahun 2004 adalah sebanyak 18,4% pada
laki-laki, 9,1% pada perempuan, dan 13,9% dari kedua jenis kelamin per 100.000
orang penduduk. Hal ini meletakkan Indonesia sebagai negara keempat
penyumbang terbesar angka mortalitas diakibatkan sirosis hepatis di Asia
Tenggara setelah Laos (18,3%), Myanmar (16,2%) dan Thailand (14.7%) (WHO,
2012).

3
Penyebab sering sirosis hepatis di negara barat adalah alkoholisme dan
hepatitis C sedangkan di negara Asia dan Afrika merupakan hepatitis B
(Schuppan dan Afdhal, 2009). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007
menemukan bahwa Indonesia merupakan negara dengan endemisitas tinggi
Hepatitis B dengan prevalensinya sebesar 9,4%. Hal ini dapat dihubungkan
dengan angka mortalitas sirosis hepatis di Indonesia yang disebut awalnya.
Penyebab sirosis hepatis yang lain adalah seperti non-alcoholic steatohepatitis
(NASH), penyakit autoimun, gangguan genetik, dan penggunaan obat-obatan.

Sirosis hepatis dapat dibagi kepada dua stadium yaitu sirosis hepatis
stadium kompensata dan sirosis hepatis stadium dekompensata. Sirosis hepatis
stadium kompensata secara umumnya tidak menimbulkan gejala (asimptomatis)
selain peningkatan pada pemeriksaan fungsi hati dan bisa menetap selama
beberapa tahun. Gejala-gejala seperti jaundice, asites, perdarahan varises atau
ensefalopati hepatis mulai timbul pada stadium dekompensata di mana hepar tidak
lagi dapat mengkompensasi kerusakan padanya. Transisi dari sirosis hepatis
stadium kompensata menjadi stadium dekompensata adalah sekitar 5 – 7% per
tahun (Goldman dan Schafer, 2012).

Seorang pasien dengan sirosis hepatis stadium kompensata mempunyai


10-year survival rate sebanyak 90% sedangkan pada pasien sirosis hepatis
stadium dekompensata, 10-year survival rate-nya adalah kurang dari 50%
(Goldman dan Schafer, 2012).

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana temuan klinis, klasifikasi, serta penatalaksanaan Sirosis Hepatis
Stadium Dekompensata di Ruang Rawat Inap Terpadu A-2 RSUP H. Adam Malik
Medan?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah:

4
1. Untuk memahami tinjauan ilmu teoritis penyakit Sirosis Hepatis Stadium
Dekompensata.
2. Untuk mengintegrasi ilmu kedokteran yang telah didapat terhadap kasus
Sirosis Hepatis Stadium Dekompensata.
3. Untuk mengetahui gambaran klinis, perjalanan penyakit, penatalaksanaan dan
tidakan rehabilitasi pada pasien penderita Sirosis Hepatis Stadium
Dekompensata.

1.4 Manfaat Penulisan

Beberapa manfaat yang didapat dari penulisan laporan kasus ini adalah:

1. Untuk lebih memahami dan memperdalam secara teoritis tentang ilmu


penyakit dalam khususnya mengenai penyakit Sirosis Hepatis Stadium
Dekompensata.
2. Sebagai bahan informasi dan pengetahuan bagi pembaca mengenai penyakit
Sirosis Hepatis Stadium Dekompensata.

5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sirosis Hepatis Stadium Dekompensata


2.1.1 Definisi
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium
akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi
dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Sirosis hepatis dibagi
atas 2 jenis, yang pertama adalah sirosis hepatis kompensata, dimana pada
stadium ini belum terdapat gejala-gejala yang nyata (asimptomatis). Biasanya
stadium ini ditemukan secara tidak sengaja pada pemeriksaan screening. Yang
kedua adalah sirosis hepatis dekompensata, pada stadium ini gejala-gejala sudah
sangat jelas, pasien merasa lemas, adanya asites, perdarahan varises, ensefalopati,
atau jaundice

2.1.2 Etiologi
FAKTOR UTAMA MENYEBABKAN SIROSIS
Hepatitis C kronik
Alcoholic liver disease
Non-alcoholic fatty liver disease
Hepatitis B kronik
PENYEBAB SIROSIS YANG LAIN (<2% SEMUA KASUS)
Cholestatic and autoimmune liver diseases

6
Primary biliary cirrhosis
Primary sclerosing cholangitis
Autoimmune hepatitis
Obstruksi intrahepatik or ekstrahepatik biliari
Obstruksi mekanis
Biliari atresia
Fibrosis Kista
Kelainan metabolik
Hemochromatosis
Wilson's disease
α1-Antitrypsin deficiency
Glycogen storage diseases
Abetalipoproteinemia

Hepatic venous outflow obstruction


Budd-Chiari syndrome
Veno-occlusive disease
Right-sided heart failure
Obat-obatan dan toksin

2.1.3 Patofisiologi
Sirosis adalah aktivasi dari sel stellata hati. Sel stellata hati, yang dikenal
sebagai sel perisinusoidal, terletak di space of Disse antara hepatosit dan sel
endotel sinusoidal. Biasanya, sel-sel stellata hati ini dalam keadaan diam dan
berfungsi sebagai tempat penyimpanan retinoid (vitamin A). Sekiranya terjadi
gangguan, sel-sel stellata hati menjadi aktif, mengakibatkan sel kehilangan deposit
vitamin A, berproliferasi, membentuk retikulum endoplasma kasar, dan
mensekresi matriks ekstraseluler (kolagen tipe I dan III, proteoglikan sulfat, dan
glikoprotein) terjadi fibrosis. Obstruksi aliran darah meningkatkan tekanan di
dalam vena dan sinusoidal menyebabkan portal hipertensi dan insufisiensi hepar
dan terjadi komplikasi seperti asites, perdarahan varises, ensalopati, jaundice.

7
Varises dan perdarahan varises
Varises terjadi akibat dilatasi vena coroner dan vena gastrikus yang
kemudian membentuk varises gastroesofageal. Pembentukan kolateral pada
esophagus tergantung ambang tekanan portal yaitu tekanan antara 10 sampai 12
mm Hg.

Peningkatan volume aliran darah (hyperdynamic circulatory state) juga


menyebabkan dilatasi dan pembentukan varises yang kemudian dapat ruptur dan
kemudian menyebabkan perdarahan.

Asites dan Sindroma Hepatorenal


Asites pada sirosis hepaticka terjadi akibat hipertensi sinusoid dan retensi
natrium. Sirosis hepatica menimbulkan hipertensi sinusoid dengan cara
menghambat aliran vena hepatis oleh karena fibrosis dan pembentukan nodul
regeneratif pada hepar. Ambang tekanan vena hepatis yang sama (10-12mm Hg)
dibutuhkan untuk terjadinya asites. Retensi natrium menyebabkan pengisian ulang
cairan intravaskuler yang kemudian menjadi cadangan pembentukan asites.
Retensi natrium terjadi karena vasodilatasi akibat peningkatan produksi nitrogen
oksida. Hal ini akan mengaktivasi system renin-angiotensin-aldosterone dan
sistem saraf simpatis yang kemudian akan menambahkan asites, retensi cairan dan
vasokonstriksi renal.

Peritonitis Bakterial Spontan


Peritonitis bakterial spontan merupakan infeksi cairan asites. Mekanisme
yang diusulkan terhadap peritonitis bacterial spontan pada kasus sirosis hepatis
adalah translokasi atau migrasi bakteri dari lumen usus ke kelenjar limfa dan
beberapa daerah ekstra-intestinal. Gangguan sistem imun tubuh lokal dan sistemik
merupakan faktor besar menyumbang terhadap terjadinya translokasi bakteri.
Ditemukan bahwa peritonitis bacterial spontan ini terjadi pada pasien dengan
tingkat komplemen yang rendah pada asitesnya. Faktor lain adalah seperti
penurunan motilitas usus kecil dan peningkatan waktu transit intenstinal.

8
Ensefalopati
Amonia merupakan suatu produk toksik yang dieliminasi oleh hepar pada
kondisi normal. Namun, pada sirosis hepatis, amonia terakumulasi pada sirkulasi
sistemik akibat shunting aliran darah ke vena kolateral portosistemik dan juga
gangguan metabolisme pada hepar (insufisiensi hepar). Konsentrasi amonia yang
terlalu tinggi pada otak dapat merusakkan sel astrosit pada otak dan kemudian
menyebabkan ensefalopati hepatis. Penumpukan amonia pada otak meningkatkan
(upregulation) reseptor benzodiazepine yang apabila distimulasi oleh γ-
aminobutyric acid, dapat menyebabkan depresi kortikal dan ensefalopati hepatis.
Selain itu, ditemukan juga zat toksin lain, mangan yang terakumulasi pada otak
khususnya pada globus pallidus yang kemudian menyebabkan gangguan fungsi
motorik.

Jaundice
Jaundice pada sirosis terjadi akibat ketidakmampuan hepar untuk
mengekskresi bilirubin (insufisiensi hepar). Namun, pada kasus sirosis et causa
penyakit kolestatik (contohnya primary biliary cirrhosis, primary sclerosing
cholangitis), jaundice tersebut terjadi lebih karena gangguan saluran empedu,
bukan insufiensi hepar.

Sindroma kardiopulmonal
Kondisi hiperdinamis aliran darah biasanya menyebabkan gagal jantung
(kardiomiopati). Vasodilatasi pada sirkulasi pulmonal menyebabkan hipoksemia
arteri. Pada kondisi normal, ukuran diameter kapiler pulmonal adalah 8 μm, dan
sel eritrosit lewat satu per satu dalam kapiler yang kemudian akan teroksidasi.
Pada sindroma hepatopulmonal, ukuran diameter kapiler pulmonal membesar
(<500 μm), yang kemudiannya menyebabkan tidak semua sel eritrosit teroksidasi.

9
2.1.4 Diagnosis
Pemeriksaan laboratorium, untuk menilai penyakit hepar. Pemeriksaan tersebut
antara lain:

Diagnosa Sirosis Hepatis Berdasarkan Pemeriksaan Laboratorium


1. Urine
Dalam urine terdapat urobilinogen juga terdapat bilirubin bila penderita ada
ikterus. Pada penderita dengan asites, maka ekskresi natrium dalam urine
berkurang (urine kurang dari 4 meq/l) menunjukkan kemungkinan telah terjadi
syndrome hepatorenal (Hadi, 2002).

2. Tinja
Terdapat kenaikan kadar sterkobilinogen. Pada penderita dengan ikterus, ekskresi
pigmen empedu rendah. Sterkobilinogen yang tidak terserap oleh darah, di dalam
usus akan diubah menjadi sterkobilin yaitu suatu pigmen yang menyebabkan tinja
berwarna cokelat atau kehitaman (Hadi, 2002).

3. Darah
Biasanya dijumpai normostik normokronik anemia yang ringan, kadang –kadang
dalam bentuk makrositer yang disebabkan kekurangan asam folik dan vitamin
B12 atau karena splenomegali. Bilamana penderita pernah mengalami perdarahan
gastrointestinal maka baru akan terjadi hipokromik anemi. Juga dijumpai likopeni
bersamaan dengan adanya trombositopeni (Hadi, 2002).

4. Tes Faal Hati


Penderita sirosis banyak mengalami gangguan tes faal hati, lebih lagi penderita
yang sudah disertai tanda-tanda hipertensi portal. Pada sirosis globulin menaik,
sedangkan albumin menurun. Pada orang normal tiap hari akan diproduksi 10-16
gr albumin, pada orang dengan sirosis hanya dapat disintesa antara 3,5-5,9 gr per
hari. Kadar normal albumin dalam darah 3,5-5,0 g/dL. Jumlah albumin dan
globulin yang masing-masing diukur melalui proses yang disebut elektroforesis
protein serum.

10
Perbandingan normal albumin : globulin adalah 2:1 atau lebih. Selain itu, kadar
asam empedu juga termasuk salah satu tes faal hati yang peka untuk mendeteksi
kelainan hati secara dini (Hadi, 2002).

Sarana Penunjang Diagnostik


1. Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang sering dimanfaatkan ialah,: pemeriksaan foto toraks,
splenoportografi, Percutaneus Transhepatic Porthography (PTP) (Hadi, 2002).

2. Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi (USG) banyak dimanfaatkan untuk mendeteksi kelaianan di hati,
termasuk sirosi hati. Gambaran USG tergantung pada tingkat berat ringannya
penyakit. Pada tingkat permulaan sirosis akan tampak hati membesar, permulaan
irregular, tepi hati tumpul. Pada fase lanjut terlihat perubahan gambar USG, yaitu
tampak penebalan permukaan hati yang irregular. Sebagian hati tampak membesar
dan sebagian lagi dalam batas nomal (Hadi, 2002).

3. Peritoneoskopi (laparoskopi)
Secara laparoskopi akan tampak jelas kelainan hati. Pada sirosis hepatis akan jelas
kelihatan permukaan yang berbenjol-benjol berbentuk nodul yang besar atau kecil
dan terdapatnya gambaran fibrosis hati, tepi biasanya tumpul. Seringkali
didapatkan pembesaran limpa (Hadi, 2002).

11
2.1.5 Diagnosa Banding
Riwayat Pem. Klinis Pem.
Laboratorium
Hepatis Asites timbul tiba- Asites, jaundice, Pemeriksaan fungsi
- Sirosis tiba. spider naevi, hepar:
- Tumor Penurunan ginekomasti, hipoalbuminemia,
kesadaran atau palmar eritem, trombositopenia,
perubahan perilaku. kaput medusa, Albumin
asterixis. serum:asites tinggi,
Edema ekstrimitas total protein asites
inferior. rendah.
Endoskopi:
Perdarahan varises
USG: Dilatasi vena
kolateral.
Biopsi jaringan
hepar.
Penyakit Penurunan berat Edema ekstrimitas Albumin
Malignan badan. inferior. serum:asites rendah
- Karsinomatos Jaundice Total protein asites
is tinggi
Kardiac Sesak nafas, makin TVJ meningkat. Foto toraks:
- Gagal parah saat Edema ekstrimitas Kardiomegali
Jantung beraktivitas inferior. Albumin
Kardiomegali serum:asites tinggi
Suara desah Total protein asites
sistolik. tinggi
Ronki basah
Renal Asites. Urinalisa: Protein
- Sindroma Edema. positif. (>3,5g/24j)
Nefrotik
Peritonitis Riwayat penyakit Asites Leukositosis.
- Tuberkulosis TB Mikrobiologi:
Demam Positif pewarnaan
Mual / Muntah Gram dan Ziehl-
Neelsen.
Obstruksi vena Nyeri abdominal Asites. USG: Dilatasi vena
- Sindroma Hepatomegali kolateral.
Budd-Chiari Edema ekstrimitas
- Penyakit inferior.
vena-oklusif
Gastrointestinal Nyeri abdominal Edema ekstrimitas Cairan asites:
- Pankreatitis menjalar ke inferior. Glukosa meningkat
- Malabsorpsi belakang. pada pankreatitis
Demam.
Mual muntah
terutama setelah
makan

12
2.1.6 Penatalaksanaan
Penatalaksaan sirosis hepatis stadium kompensata seharusnya bertujuan
untuk membalikkan atau mencegah terjadinya fibrosis, dan mencegah perjalanan
penyakit menjadi sirosis hepatis stadium dekompensata. Hal ini dilakukan dengan
(1) mengobati penyakit yang mendasari sirosisnya (contohnya: terapi antiviral
untuk hepatitis B atau C) untuk mengurangi fibrosis dan mencegah dekompensasi;
(2) menghindari faktor-faktor yang dapat memperburuk kondisi hatinya, misalnya
penggunaan alkohol dan obat-obat hepatotoksik; dan (3) screening varises (untuk
menghindari perdarahan varises) dan screening karsinoma hepatoseluler (supaya
dapat diobati pada tahapan awal). Pada sisi lain, penatalaksanaan untuk sirosis
hepatis stadium dekompensata diarahkan terhadap setiap gejala dekompensasi
yang timbul.

Varises dan perdarahan varises


Penurunan tekanan portal menurunkan risiko terjadinya varises dan
perdarahan varises, selain risiko asites dan kematian. β-adrenergik blocker non-
selektif (Propanolol, Nadolol) dapat mengurangkan tekanan portal dengan efek
vasokonstriksi pada pembuluh darah hati dan kemudian mengurangkan aliran
masuk darah portal. Dosis propranolol dimulai sebanyak 20mg per hari secara
oral. Selain itu, dosisnya harus ditritasi agar nadi pasien saat istirahat di antara 55
sampai 60 kali per menit. Pada pasien yang mempunyai kontraindikasi terhadap
reseptor β-adrenergik blocker, ligasi varises secara endoskopi dianjurkan. Ligasi
adalah terapi lokal yang bertujuan untuk menghilangkan varises dengan cara
penempatan cincin karet pada kolom terjadinya varises. Pada pasien tanpa varises,
β-adrenergik blocker non-selektif tidak mencegah terjadinya varises dan dapat
menimbulkan efek samping. Endoskopi tersebut harus diulangi setiap 2 sampai 3
tahun pada pasien tanpa varises, setiap 1 sampai 2 tahun pada pasien dengan
varises kecil dan lebih sering pada pasien dengan gejala dekompensasi supaya
terapi lebih efektif dalam mencegah pembesaran dan perdarahan varises.

13
Pasien dengan perdarahan varises butuh tindakan resusitasi dalam
intensive care unit (ICU). Namun, transfusi cairan berlebihan dan volume
overexpansion harus dielakkan karena dapat menyebabkan perdarahan. Antibiotik
profilaktik harus diberikan untuk mencegah infeksi bakteri dan juga mengurangi
terjadinya perdarahan semula dan kematiah. Norfloxacin oral dapat diberikan
sebanyak 400mg, dua kali sehari selama 5 sampai 7 hari. Selain itu, Ciprofloxacin
(Oral sebanyak 500mg dua kali sehari atau 400mg dua kali sehari secara
intravena) selama 5 sampai 7 hari juga dapat diberikan.

Terapi paling efektif untuk mengontrol perdarah varises aktif adalah


kombinasi obat vasokonstriktor dan juga terapi endoskopi. Vasokonstriktor yang
dianjurkan adalah terlipressin, somatostatin, octreotide dan vapreotide. Obat-obat
tersebut dapat diberikan pada awal terapi dan diberikan selama 2 sampai 5 hari.
Setelah kontrol perdarahan aktif, pemberian β-adrenergik blocker non-selektif
(dosis yang sama untuk pencegahan perdarahan) bersamaan dengan ligase varises
endoskopik yang diulangi setiap 2 sampai 4 minggu sampai perdarahan berhenti.

Shunt therapy dianjurkan pada pasien dengan perdarahan varises yang


tidak respon terhadap terapi farmakologik dan endoskopik. Transjugular
intrahepatic portosystemic shunt (TIPS) menghubungkan vena portal dengan vena
hepatis supaya tekanan portal tetap normal. Namun, TIPS ditemukan dapat
menyebabkan komplikasi atau memperburuk ensefalopati hepatis dan gagal hati
(Goldman dan Ausiello, 2008).

Asites
Manajemen utama terhadap asites yang diakibatkan sirosis hepatis stadium
dekompensata adalah diuretik dan juga restriksi garam (>2g/hari). Diet restriksi
ketat tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan gangguan status nutrisi pasien.
Restriksi cairan tidak dianjurkan melainkan konsentrasi natrium di bawah 125
mEq/L.

Spironolaktone diberikan dengan dosis sebanyak 100mg/hari (sekali pada


pagi hari) dan kemudiannya dinaikkan sampai dosis maksimal 400mg/hari.

14
Furosemid dapat diberikan dengan dosis 40 sampai 160mg/hari jika terjadi
hiperkalemia atau penurunan berat badan tidak mencukupi. Sasaran dari terapi ini
adalah untuk menurunkan berat badan 1 kg pada minggu pertama dan kemudian 2
kg/minggu berikutnya. Pemberian diuretik harus dihentikan apabila penurunan
berat badan lebih dari 0,5kg/hari atau lebih 1kg/hari pada pasien dengan edema
perifer. Efek samping terapi diuretik termasuk gangguan elektrolit, gangguan
ginjal, ensefalopati, dan ginekomasti nyeri.

Pada pasien yang tidak respon terhadap diuretic, parasentesis dapat


dilakukan dengan tujuan mengeluarkan semua atau kebanyakan dari cairan dan
albumin 6-8g/L secara intravena khususnya apabila cairan yang dikeluarkan lebih
dari 5 liter.

Sindroma Hepatorenal
Sindroma hepatorenal merupakan gangguan fungsional dari ginjal akibat
kelainan hemodinamika sekunder terhadap hipertensi porta dari sirosis hepatis
stadium dekompensata. Penatalaksaan utama sindroma hepatorenal adalah
transplantasi hepar. Untuk persiapan pasien terhadap transplantasi hepar, pasien
dapat diberikan vasokonstriktor poten (terlipressin, octreotide, noradrenalin)
untuk memperbaiki kondisi vasodilatasi pada sirosis hepatis stadium
dekompensata. Selain itu, dapat diberikan juga albumin secara intravena (25-
50g/hari) untuk meningkatan volume darah arteri.

Peritonitis Bakterial Spontan


Terapi antibiotika empiris yaitu pemberian sefalosporin generasi ketiga
(xefotaxime, 2g/12 jam intravena atau ceftriaxone, 1-2g/2 jam intravena) atau
amoksisilin-asam clavulanik (1g/0,5g setiap 8 jam secara intravena) secepat
mungkin setelah penegakkan diagnosa dan sebelum hasil kultur didapatkan.
Terapi ini harus diberikan sekurang-kurangnya selama 5 hari. Penggunaan
aminoglikosida harus dielakkan karena dapat menyebabkan toksisitas ginjal pada
pasien sirosis hepatis. Parasentesis diulangi 2 hari setelah permulaan pemberian
antibiotika. Hasil yang diharapkan adalah penurunan jumlah sel PMN neutrofil

15
pada cairan asites sebanyak 25% dari awalnya. Apabila tidak terjadi penurunan
neutrofil pada cairan asites, pemeriksaan lebih lanjut harus dilakukan untuk
eksklusi peritonitis sekunder.

Administrasi antibiotika yang tidak dapat diserap (non-absorbable) dapat


menghambat perkembangan peritonitis bakteri spontan dan infeksi lain pada
sirosis hepatis dengan mekanisme mengeliminasi mikroorganisme gram-negatif
pada saluran pencernaan. Akan tetapi, penggunaan norfloxacin berhubungan
dengan peningkatan kejadian infeksi oleh organisme resistan terhadap antibiotika.

Ensefalopati Hepatis
Penatalaksanaan ensefalopati hepatis adalah dengan mengurangi faktor
pencetus ensefalopati dan juga menurunkan tingkat amonia dalam tubuh. Contoh
faktor pencetus ensefalopati seperti infeksi, diuresis berlebihan, perdarahan
saluran cerna, konsumsi protein oral berlebihan, dan konstipasi. Penggunaan
narkotika dan sedatif menyumbang terhadap terjadinya ensefalopati hepatis
dengan mengsupresi fungsi otak.

Laktulosa (15 – 30 mL, dua kali sehari secara oral sampai pasien buang air
besar 2 sampai 3 kali sehari) atau antibiotika non-absorbable misalnya neomycin
(500 sampai 1000mg, 3 kali per hari), metronidazole (250mg, 2 sampai 4 kali
sehari), rifaximin (400mg 3 kali per hari) dapat diberikan untuk menurunkan
kadar amonia. l-Ornithine, l-aspartate dan benzoate dapat meningkatkan fiksasi
amonia pada hepar. Penggantian diet protein hewani ke protein nabati mungkin
menguntungkan, namun restriksi protein tidak diperlukan.

Sindroma Hepatopulmonal
Sindroma ini jarang sembuh secara spontan dan terapi medikamentosa
ditemukan tidak efektif. Penatalaksanaan yang terbukti efektivitasnya adalah
transplantasi hepar.

Transplantasi Hepar
Transplantasi orthotopik hepar merupakan terapi definitif sirosis,
diindikasikan apabila risiko kematian dari penyakit hepat lebih tinggi dari risiko

16
kematian akibat transplantasi. Risiko tersebut dapat dievaluasi dari Child-Pugh
score, dengan nilai 7 atau lebih atau Model for End-Stage Liver Disease (MELD)
score dengan nilai 15 atau lebih (Goldman dan Ausiello, 2008).

2.1.7 Prognosis
Prognosis sirosis sangat bervariasi dan dipengaruhi beberapa faktor,
seperti etiologinya, tahap kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang
menyertai.

Skor Child-Pugh, juga untuk menilai prognosis pasien sirosis yang akan
menjalani operasi, variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin, albumin,
prothrombin time, ada tidaknya asites atau ensefalopati. Klasifikasi ini terdiri dari
Child A, B dan C. Skor Child-Pugh berkaitan dengan kelangsungan hidup. Angka
kelangsungan hidup selama satu tahun untuk pasien dengan Child A, B,dan C
masing-masing 100%, 80%, dan 45%.

Ukuran 1 point 2 points 3 points


Bilirubin total, μmol/l <34 (<2) 34-50 (2-3) >50 (>3)
(mg/dl)
Serum albumin, g/dl >3.5 2.8-3.5 <2.8
PT INR <1.7 1.71-2.30 > 2.30
Ascites - Ringan Sedang - parah
Ensefalopati hepatis - Kelas I-II (atau Kelas III-IV (atau
disupresi obat) refrakter)

Points Kelas One year survival Two year survival


5-6 A 100% 85%
7-9 B 81% 57%
10-15 C 45% 35%
Tabel 2; Child-Pugh score

17
Penilaian prognosis terbaru adalah Model for End Stage Liver Disease
(MELD) yang digunakan pada pasien sirosis yang akan dilakukan transplantasi
hati.

MELD menggunakan nilai-nilai bilirubin serum, kreatinin serum, dan


rasio normalisasi internasional untuk waktu protrombin (INR) untuk memprediksi
kelangsungan hidup. Hal ini dihitung sesuai dengan rumus berikut:

MELD = 3.78 × Ln [serum bilirubin (mg / dL)] + 11,2 × Ln [INR] + 9,57 × Ln


[kreatinin serum (mg / dL)] + 6.43

UNOS telah membuat modifikasi berikut untuk skor:


 Jika pasien telah dialisis dua kali dalam 7 hari terakhir, maka nilai
kreatinin serum yang digunakan harus 4.0
 Setiap nilai kurang dari satu diberi nilai 1 (yaitu jika bilirubin adalah 0,8,
nilai 1,0 yang digunakan) untuk mencegah terjadinya skor di bawah 0
(logaritma natural dari 1 adalah 0, dan nilai apapun di bawah 1 akan
menghasilkan hasil negatif)
 Dalam menafsirkan skor MELD pada pasien rawat inap, mortalitas dalam
3 bulan adalah:
 40 atau lebih – 71,3%
 30-39 – 52,6%
 20-29 – 19,6%
 10-19 – 6%
 <9 – 1,9%

BAB 3

18
LAPORAN KASUS
No. RM : 00.59.62.53

Nama Lengkap : Arifin Silitonga


Jenis Kelamin : Laki –
Tanggal Lahir : 23 Juli 1962 Umur : 52 Thn
laki

Alamat : Jl Farel Pasaribu Kec Siantar No. Telepon : 082164589136

Pekerjaan : Wiraswasta Status: Menikah


Pendidikan : Tamat SLTA Jenis Suku : Batak Agama : Protestan

Dokter Muda : Jeffri Simatupang


Dokter : dr. Wina Yulinda
Tanggal Masuk: 02 April 2014 jam 20.12
ANAMNESIS

Automentesis Alloanamnes
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
e
Keluhan Utama : Perut membesar
Deskripsi : Hal ini dirasakan sejak +/- 1 bulan ini. Semakin lama
semakin membesar. Perut terasa kembung dan cepat penuh
apabila diisi makanan sehingga os terasa menyesakkan. Mual
(+). Muntah (-). Riwayat sakit kuning sebelumnya (-).
Minum alkohol (+),namun tidak sering. Nyeri dirasakan di
sekitar perut bagian ulu hati menjalar ke bawah. Nyeri
diperparah apabila os tidak makan dan ketika os makan.
Riwayat transfusi darah (-). Riwayat konsumsi obat-obatan
(-). Riwayat muntah darah (-). BAB hitam (-). Riwayat BAB
pucat seperti dempul (+).BAK seperti teh pekat (-).Muntah
hitam (-). Batuk (-). Demam (-). Sesak napas (-). Penurunan
BB (+) sejak 1bulan. Penurunan nafsu makan (+). Pasien
sebelumnya telah dirawat di RS luar dan diperiksa USG
dengan hasil sirosis hati+batu empedu.
RPT : dyspepsia,patah tulang kaki kanan

19
RPO : -

ANAMNESIS UMUM (Review of System)


Berilah Tanda Bila Abnormal dan Berikan Deskripsi
Umum : Abdomen :
Keadaan umum compos mentis Perut membesar
Kulit : Alat kelamin laki-laki:
Eritema Palmaris Normal, tidak ada keluhan

Kepala dan leher: Ginjal dan saluran kencing :


Tidak ditemukan benjolan Tidak ada keluhan
Mata: Hematologi:
Normal Normal
Telinga: Endokrin/metabolik:
Tidak ada keluhan Penurunan berat badan +/- 5kg dlm
sebulan
Hidung: Muskuloskeletal :
Tidak ada keluhan Normal
Mulut dan Tenggorokan: Sistem saraf:
Tidak ada keluhan Tidak ada keluhan
Pernapasan : Emosi :
Tidak ada keluhan Terkontrol
Jantung : Vaskuler :
Tidak ada keluhan Tidak ada keluhan

DISKRIPSI UMUM

Kesan Sakit Ringan √ Sedang Berat

20
Gizi  BB : 58 Kg, TB : 173 cm
IMT = 19.38 kg/m2 (Normal)

TANDA VITAL
Deskripsi:
Kesadaran Compos mentis ,
Sadar, respon baik
Nadi Frekuensi 88 x/i Reguler, t/v: cukup
Baring: Duduk:
Lengan kanan : 110/70 Lengan kanan : 100/70 mmHg
Tekanan darah mmHg Lengan kiri : 100/70 mmHg
Lengan kiri : 110/70
mmHg
Temperatur Aksila: 36,6°C Rektal : tdp
Frekuensi: 24 x/menit, Deskripsi: Abdominal torakal
Pernafasan
kesan normal

KULIT WAJAH : Tidak ada kelainan


KEPALA DAN LEHER : Simetris, TVJ R-2 cmH2O, trakea medial, pembesaran
KGB(-).
TELINGA : Dalam batas normal
HIDUNG : Dalam batas normal
RONGGA MULUT
DAN TENGGORAKAN : Dalam batas normal
MATA : Conjunctiva palp. inf. pucat (-), sclera ikterik(-),odema
palpebra (-)/(-)
RC (+)/(+), Pupil isokor, ki=ka, ø 3mm

THORAX

21
Depan Belakang
Inspeksi Simetris , Spidernevi (+) Simetris fusiformis
Palpasi SF Ka = Ki SF Ka = Ki
Perkusi Sonor pada kedua paru Sonor pada kedua paru
Auskultasi SP : Vesikular SP : Vesikular
ST : Ronki (-) ST : Ronki (-)

JANTUNG
Batas Jantung Relatif: Atas : ICR III Sinistra
Kanan : LSD
Kiri : 1 cm LMCS, ICR V
Jantung : HR : 88x/i, reguler, desah (-), gallop (-)

ABDOMEN
Inspeksi : Simetris membesar
Palpasi : Distensi,undulasi (+)
Perkusi : Timpani, Pekak beralih (+)
Auskultasi : Peristaltik (+) N

INGUINAL
Pembesaran KGB (-)

EKSTREMITAS:
Superior: Tidak ada kelainan
Inferior : Tidak ada kelainan

NEUROLOGI:
Refleks Fisiologis (+) Normal
Reflek Patologis (-)

BICARA

22
Dapat berkomunikasi baik

23
RESUME DATA DASAR
(Diisi dengan Temuan Positif)
Nama Pasien : Arifin No. RM :59.62.53

1. KELUHAN UTAMA : Asites

2. ANAMNESIS : (Riwayat Penyakit Sekarang, Riwayat Penyakit Dahulu,


Riwayat Pengobatan, Riwayat Penyakit Keluarga, Dll.)

Laki – laki 52 tahun dengan keluhan utama perut membesar yang sudah dirasakan OS kurang lebih
1 bulan SMRS dan semakin lama semakin besar yang menyesakkan. Riwayat BAB pucat (+) dan
minum alkohol (+). Riwayat sakit kuning dan transfusi darah (-). Mual dan muntah(-). Penurunan
nafsu makan dan penurunan BB sebanyak 5kg dikeluhkan os dalam 1 bulan ini.

24
RENCANA AWAL

No. RM 5 9 6 2 5 3

Nama Penderita : Arifin


Rencana yang akan dilakukan masing-masing masalah (meliputi rencana untuk diagnosis,
penatalaksanaan dan edukasi)
Rencana Rencana Rencana Rencana
No Masalah
Diagnosa Terapi Monitoring Edukasi
1. Perut -Urinalisa/hari  Tirah baring -Klinis Menjelaskan kepada
membesar -Gastrokopi  Diet Hati III ekstra - pasien dan keluarga
-LFT Lengkap putih telur Laboratorium pasien mengenai
-Viral Marker  IVFD D5% 10gtt/i penyakit yg diderita
-USG Abdomen  Furosemide pasien mulai dari
-Cek 1x40mg definisi, etiologi,
LPD,LPB,BB  Spironolakton penatalaksanaan dan
per hari 1x100mg prognosisnya nya.
-Kultur cairan
 Lactulac syr. 3xCI
asites, analisa
 Inj. Ranitidine 50
sitologi
mg
-Konsul GEH
 Balance Cairan (-
250)

Tanggal S O A P

25
Terapi Diagnostik
02/04/14 - perut Sens : Compos 1. Sirosis hepatis - Tirah -Urinalisa/hari
Mentis -Gastrokopi
membesa std DC baring
TD : 110/70
r mmHg - Diet hati -LFT Lengkap
Pols : 80 x/i -Viral Marker
III ekstra
RR : 20 x/i -USG
T : 36.50C telur putih
Abdomen
- IVFD D
-Cek
Mata : 5% 10gtt/i
LPD,LPB,BB
anemis(-),
mikro
ikterik (-) per hari
 IVFD -Kultur cairan
T/H/M : dbn
D5% asites, analisa
Leher : TVJ R-
2cmH2O 10gtt/i sitologi
 Furosem -Konsul GEH
Thorax :
simetris ide
fusiformis, SF 1x40mg
ka=ki, sonor
 Spironol
dan vesikuler
akton
Abdomen : 1x100m
Simetris
g
membesar,Dist
ensi undulasi  Lactulac
(+) syr. 3xCI
Eks :dbn
 Inj.
Ranitidin
e 50 mg
Balance
Cairan (-
250)

26
Tanggal S O A P
Terapi Diagnostik
03/04/14 -Perut Sens:Compos 1.Sirosis Hepatis - Tirah baring - Urinalisa
mentis
membesar std DC -02 2-4 L/i -LFT
TD:110/70
mmHg 2.Cholelithiasis -Diet Hati III -Viral
HR : 80 x/i
RR : 30 x/i 3.Hipoalbuminemi ekstra putih Marker
Temp : 36.8 oC
a telur -HST
Urinalisis: 4.Hiponatremia -Furosemid -D-dimer
Warna kuning
pekat 1x40mg -Analisa
P -, R-, B-, U+
- cairan
LP Tidur/Duduk : Spironolakton asites,sitolog
92/90 cm
1x100g i
Kepala: -Lactulac -Kultur IST
anemis (-),Ikterik
(-) 3xC.I -USG
-Balance Abdomen
Toraks:
Vesikuler,ronki Cairan -250cc -Konsul
(-)
GEH
Abdomen:Distens
i, H/L/R:
dbn,pekak beralih
(+)

Eks:oedem(-)
04/04/14 -Perut Sens:Compos 1.Sirosis Hepatis -Tirah Baring - USG
mentis
membesar std DC -O2 2-4 L/i Abdomen
TD:100/75
mmHg 2.Cholelithiasis -Diet Hati III -Gastrokopi
HR : 120 x/i
RR : 30 x/i 3.Hipoalbunemia ekstra putih
Temp : 35,4 oC
BB: 57kg 4.Hiponatremia telur
LP dilusional -Furosemid
Tidur/Duduk:86/8
9 1x40mg
-
PD : sama seperti
Spironolakton
sebelumnya
1x100g

27
-Lactulac
3xC.I
-Ranitidine
2x150g

Tanggal S O A P
Terapi Diagnostik
05/04/14 -Perut Sens:Compos 1.Sirosis Hepatis Sama seperti -Tapping
mentis
membesar std DC sebelumnya cairan asites
TD:90/70 mmHg
HR : 100 x/i 2.Cholelithiasis ,
RR : 30 x/i
Temp : 35 oC 3.Hipoalbunemia sitologi,kultu
LP:87/90
4.Hiponatremia r,analisa
BB:57kg
dilusional

PD sama seperti
sebelumnya

Tanggal S O A P
Terapi Diagnostik
06/04/14 Perut Sens:Compos Sama seperti Sama seperti - menunggu
mentis
membesar sebelumnya sebelumnya hasil USG
TD:100/75
mmHg abdomen dan
HR : 90 x/i
RR : 26 x/i -Propanolol gastrokopi
Temp : 35,5 oC
LP:85/87 2x10mg -tanyakan
BB:56kg -Aminofusin HOM
PD sama seperti hepar 1 fl/hari rencana
sebelumnya
ligasi varises
esofagus

28
08/04/14 Perut Sens:Compos Sama seperti -sama seperti -Tanya GEH
mentis
membesar sebelumnya sebelumnya rencana
TD:100/70
mmHg ligasi
HR : 62 x/i
RR : 20 x/i
Temp : 35,7 oC
LP:85/87
BB:56kg

PD Sama seperti
sebelumnya

29
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Masalah pada bapak Arifin Silitonga adalah Sirosis Hepatis Stadium


Dekompensata yang disebabkan oleh konsumsi alkohol.

30
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2012. Pentingnya Penanggulangan


Hepatitis Sejak Dini. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Goldman, L. & Ausiello, D., 2008. Cecil Medicine 23rd Edition. Elsevier Saunders

Goldman, L. & Schafer, A.I., 2012. Cecil Medicine 24th Edition. Elsevier
Saunders

Hadi, S., 2002. Sirosis Hepatis dalam Gastroenterologi Edisi 7. Bandung.

Murphy, S.L., Xu, J., Kochanek, K.D., 2013. Deaths: Final Data for 2010.
National Center for Health Statistics, Centers for Disease Control and
Prevention

Schuppan, D., Afdhal, N.H., 2009. Liver Cirrhosis. Division of Gastroenterology


and Hepatology, Beth Israel Deaconess Medical Center, Harvard Medical
School, Boston, MA. Available at:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2271178/ [Accessed 8
April 2014]

United Network For Organ Sharing, 2009. MELD/PELD Calculator


Documentation. Available at:
http://www.unos.org/docs/MELD_PELD_Calculator_Documentation.pdf
[Accessed 9 April 2014]

World Health Organization (WHO), 2013. Age-standardized death rates: Liver


cirrhosis Data by country. Available from:
http://apps.who.int/gho/data/view.main.53180?showonly=GISAH
[Accessed 8 April 2014]

31

Anda mungkin juga menyukai