Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

FARMAKOTERAPI II
“SIROSIS”

OLEH :
KELOMPOK
II/C2:

1. IIN MEYLANI RISAL 51821011074


2. NUR HILMI SAFITRI 51821011075
3. SRYFAJRYANI 51821011076
4. INDAH MELYANA SARI 51821011079

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PANCASAKTI MAKASSAR
2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang. Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini mengenai
kasus sirosis.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah
ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu sangat diharapkan
kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun dari forum diskusi ini. Semoga
dengan adanya kritik dan saran tersebut dapat bermanfaat dan menjadi pedoman bagi kami
dalam penyusunan makalah ini pada khususnya dan para pembaca pada umumnya, segala
kelebihan hanya milik Tuhan yang Maha Esa dan segala kekurangan milik hambanya.
Akhir kata kami berharap semoga makalah sirosis dapat memberikan manfaat maupun
menambah wawasan pembaca.

Kendari, 26 MEI 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Kata Pengantar.......................................................................................................................i
Daftar Isi.................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Sirosis................................................................................................................2
B. Epidemologi Sirosis........................................................................................................2
C. Patofisiologi dan Patogenesis Sirosis..............................................................................2
D. Tanda dan Gejala Sirosis.................................................................................................3
E. Diagnostik dan Tatalaksana Sirosis................................................................................4
F. Terapi Sirosis...................................................................................................................4
G. Identifikasi Kasus Sirosis................................................................................................5

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan.....................................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................14

ii
A. Latar Belakang BAB I
PENDAHULUAN

Sirosis hepatis merupakan penyakit hati kronis yang tidak diketahui penyebabnya
dengan pasti. Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium akhir dari penyakit hati
kronis. Di Negara maju, hepatitis C kronis dan konsumsi alkohol yang berlebihan merupakan
penyebab paling umum dari sirosis. Secara lengkap, sirosis ditandai dengan fibrosis jaringan
dan konversi hati yang normal menjadi nodul struktural yang abnormal. Akibatnya, bentuk
hati yang normal akan berubah disertai terjadinya penekanan pada pembuluh darah dan
terganggunya aliran darah vena porta yang akhirnya menyebabkan hipertensi portal.
Penyebab munculnya sirosis hepatis di negara barat akibat alkoholik sedangkan di Indonesia
kebanyakan disebabkan akibat hepatitis B atau C.
Terapi sirosis ditujukan untuk mengurangi progresi penyakit, menghindarkan bahan-
bahan yang bisa menambah kerusakan hati, pencegahan dan penanganan komplikasi.
Walaupun sampai saat ini belum ada bukti bahwa penyakit sirosis hati reversibel, tetapi
dengan kontrol pasien yang teratur pada fase dini, diharapkan dapat memperpanjang status
kompensasi dalam jangka panjang dan mencegah timbulnya komplikasi.
Berdasarkan data WHO (2004), sirosis hati merupakan penyebab kematian ke delapan
belas di dunia, hal itu ditandai dengan semakin meningkatnya angka kesakitan dan kematian
akibat sirosis hati. Data WHO (2008) menunjukkan pada tahun 2006 sekitar 170 juta umat
manusia menderita sirosis hepatis. Angka ini meliputi sekitar 3% dari seluruh populasi
manusia di dunia dan setiap tahunnya infeksi baru sirosis hepatis bertambah 3-4 juta. Di
Indonesia, kasus sirosis lebih banyak ditemukan pada kaum laki-laki dibandingkan kaum
wanita dengan perbandingan 2-4:1 dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan 30- 59
tahun dengan puncaknya sekitar 40-49 tahun.
Sirosis hati dijumpai di seluruh negara termasuk Indonesia. Sirosis hati dengan
komplikasinya merupakan masalah kesehatan yang masih sulit di atasi di Indonesia dan
mengancam jiwa manusia. Hal itu ditandai dengan semakin meningkatnya angka kesakitan
dan kematian akibat sirosis hati di Indonesia. Data WHO menunjukkan bahwa pada tahun
2004 di Indonesia Age Standarized Death Rates (ASDR) sirosis hati mencapai 13,9 per
100.000 penduduk. Di Indonesia pada tahun 2004 terdapat 9.441 penderita sirosis hati dengan
proporsi 0,4% dan Proportionate Mortality Rate (PMR) 1,2%. Berdasarkan dari latar
belakang diatas maka dibuatlah makalah ini dengan tujuan untuk mengetahui terapi dari
1
sirosis.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Sirosis

Sirosis merupakan kondisi penggantian sel hati normal dengan jaringan parut fibrosa
dan kerusakan hati progresif fungsi. Jaringan parut disertai dengan hilangnya hepatosit yang
layak, sel-sel fungsional hati. Sirosis tidak dapat dipulihkan dan mengarah ke hipertensi
portal, yang pada gilirannya bertanggung jawab untuk komplikasi penyakit hati lanjut.
Komplikasi sirosis termasuk asites, peritonitis bakteri spontan (SBP), hati ensefalopati (HE),
sindrom hepatorenal (HRS), dan varises perdarahan. Komplikasi ini membawa tingkat
kematian yang tinggi dan terkait dengan perkembangan penyakit (Chilshom dkk., 2016).
B. Epidemologi Sirosis
Sirosis adalah penyebab kematian nomor 12 di Amerika Serikat. Ini juga
menempatkan beban ekonomi dan sosial yang sangat besar pada masyarakat dari rawat inap,
penurunan produktivitas, dan tekanan emosional penyakit pada pasien dan pasiennya
keluarga. Konsumsi alkohol dan infeksi virus hepatitis C adalah penyebab paling umum
sirosis di Amerika Serikat, sedangkan hepatitis B menyumbang sebagian besar kasus di
seluruh dunia. Sirosis alkoholik biasanya berkembang hanya setelah beberapa hari minum
banyak. Ini berkembang lebih cepat pada wanita daripada pria, bahkan setelah
memperhitungkan berat badan. Perkiraannya bervariasi, tetapi sirosis alkoholik dapat
berkembang setelah sedikitnya dua hingga tiga setiap hari minuman pada wanita dan tiga
hingga empat minuman pada pria, meskipun lima hingga delapan minuman setiap hari lebih
khas. Tiga perbedaan metabolisme dapat menjelaskan perbedaan gender ini ; wanita kurang
metabolisme alkohol dalam saluran gastrointestinal (GI), memungkinkan pengiriman lebih
banyak alcohol (yang secara langsung hepatotoksik) ke hati (Chilshom dkk., 2016).
C. Patofisiologi dan Patogenesis Sirosis
Patofisiologi sirosis seperti yang dibubungkan dengan uji fungsi hati menyangkut
beberapa proses yaitu, perusakan sel hati yang berlangsung terus-menerus, obstruksi ringan
saluran empedu, menurunnya fungsi sintesis dan metabolik, dan peradangan kronis serta
pembentukan jaringan parut disertai perubaban-perubaban hemodinamik. Perusakan sel hati
yang terus-menerus dipengaruhi oleh unsur etiologik yang menyebabkan sirosis. Kecepatan
perusakan sel dapat bervariasi. Sebagai contoh, perusakan pada sirosis alkobolik dapat
bervariasi sesuai dengan jumlah alkobol yang diminum dan tercermin dari peningkatan kadar
SGOT dan SGPT. Perlemakan hati dan hepatitis alkobolik dapat disebabkan kecanduan
alkohol, dan yang terakhir ini dihubungkan dengan pembentukan sirosis. Penekanan pada
3
saluran empedu dan perubahan struktur sel-sel hati dapat dikaitkan dengan peningkatan
ringan hingga sedang kadar ALP serum dan bilirubin. Karena massa sel hati yang berfungsi
berkurang, kemampuan sintcesis protein berkurang, schingga berakibat menurunnya kadar
albumin serum dan memanjangnya PT plasma. Gagal hati terminal ditandai ketakmampuan
hati menyingkirkan amonia dan meningkatnya kadar amonia darah, SUN rendah, dan
hipoglikemia. Peradangan kronik biasanya disertai dengan menurunnya kadar globulin
serum. Pembentukan jaringan parut dan nodul-nodul regeneratif dapat mengakibatkan
hipertensi portal dengan asites, pembentukan saluran-saluran vena kolateral, dan
splenomegali (Speicher dan Jack, 2000).
D. Tanda dan Gejala Sirosis
1. Gejala
Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada waktu
pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena kelainan penyakit lain. Bila
sirosis hati sudah lanjut, gejala-gejala lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi
kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi hilangnya rambut badan, gangguan tidur, dan
deman tak begitu tinggi. Mungkin disertai adanya gangguan pembekuan darah, perdarahan
gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat,
muntah darah dan/atau melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar
konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma.
2. Tanda
Tanda-tanda yang sering muncul merupakan
a) Adanya ikterus (penguningan) pada penderita sirosis.
Timbulnya ikterus (penguningan ) pada seseorang merupakan tanda bahwa ia sedang
menderita penyakit hati. Penguningan pada kulit dan mata terjadi ketika liver sakit
dan tidak bisa menyerap bilirubin. Ikterus dapat menjadi penunjuk beratnya kerusakan
sel hati. Ikterus terjadi sedikitnya pada 60 % penderita selama perjalanan penyakit.
b) Timbulnya asites dan edema pada penderita sirosis.
Ketika liver kehilangan kemampuannya membuat protein albumin, air menumpuk
pada kaki (edema) dan abdomen (ascites). Faktor utama asites adalah peningkatan
tekanan hidrostatik pada kapiler usus. Edema umumnya timbul setelah timbulnya
asites sebagai akibat dari hipoalbuminemia dan resistensi garam dan air.
c) Hati yang membesar
Pembesaran hati dapat ke atas mendesak diafragma dan ke bawah. Hati membesar
sekitar 2-3 cm, dengan konsistensi lembek dan menimbulkan rasa nyeri bila ditekan.

4
d) Hipertensi portal
Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan darah vena portal yang memetap di atas
nilai normal. Penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi terhadap aliran
darah melalui hati.
E. Diagnostik dan Tatalaksana Sirosis
1. Diagnostik
Untuk mendeteksi adanya kelainan patologis pada hati dapat dilakukan dengan
evaluasi fungsi hati.
a) Evaluasi laboratorium
Biasanya meliputi beberapa pemeriksaan penapisan untuk fungsi hati.
b) Evaluasi radiographic
1. Ultrasonography (USG)
2. Computed Tomography Scanning (CT-Scan)
3. MRI mempunyai kegunaan yang serupa dengan CT-Scan.
4. Scintigraphy hati-limpa
5. Percutaneous Transhepatic Cholangiography (PTC) dan Endoscopic
2. Tatalaksana
Penatalaksanaan kasus sirosis hepatis dipengaruhi oleh etiologi dari sirosis hepatis.
Terapi yang diberikan bertujuan untuk mengurangi progresifitas dari penyakit.
Menghindarkan bahan-bahan yang dapat menambah kerusakaan hati, pencegahan dan
penanganan komplikasi merupakan prinsip dasar penanganan kasus sirosis.
F. Terapi Sirosis
a. Terapi farmakologi
Algoritma terapi sirosis

5
Golongan obat yang digunakan antara lain adalah aminoglikosida, antiamuba,
antimalaria, antivirus, diuretik, kolagogum, koletitolitik dan hepatik protektor dan
multivitamin dengan mineral.
b. Terapi non farmakologi
Pada penderita sirosis hati, mencegah komplikasi asites, varises esofagus dan
ensefalopati hepatik yang berlanjut ke komplikasi hepatik hebat. Diet yang seimbang
sangatlah penting. Kalori berlebih dalam bentuk karbohidrat dapat menambah disfungsi hati
dan menyebabkan terjadinya penimbunan lemak pada hati.
G. Identifikasi Kasus Sirosis
Contoh Kasus
Seorang lelaki umur 45 tahun sudah menikah dengan 2 orang anak, sebagai pekerja
konstruksi masuk IGD dibawa oleh keluarganya. Menurut keluarganya dia mabuk berat
sudah 4 hari sejak kehilangan pekerjaan (karena corona?) dan terlihat tertekan dan suka
uring-uringan/marah-marah. Dia hipertensi sudah 7 tahun dan hipertrigliseridemia. Pernah
operasi adenoidnya dan alergi pensilin. Pengguna alkohol sejak masih muda. Dia juga
menggunakan metoprolol tartat dan tiap hari NSAID.
Pemeriksaan fisik :
TD 88/68 mm Hg, Nadi 76 kali/menit, S 37.3°C, Pernapasan 18 kali/menit, saturasi oksigen
98% (0.98) di suhu ruangan. TB 175 cm, BB 76 kg, BMI 24.8 kg/m2
Pemeriksaan mata terdapat pergerakan ekstraokuler dan icterus serta jaundice.
Peurt nyeri dan tegang/keras terdengar bunyi serta pembesaran limpa dan hepar, juga ascites.
Juga terjadi pembengkakan kaki.
Hasil pemeriksaan lab:
Sodium 123 mEq/L (123 mmol/L) Albumin 1.7 g/dL (17 g/L)
Potassium 2.9 mEq/L (2.9 mmol/L) Total bilirubin 3.8 mg/dL (65.0 µmol/L)
Chloride 97 mEq/L (97 mmol/L) Alk phos 213 IU/L (3.55 µkat/L)
Bikarbonat 17 mEq/L (17 mmol/L) AST 137 IU/L (2.28 µkat/L)
BUN 8 mg/dL (2.9 mmol/L) ALT 66 IU/L (1.10 µkat/L)
SCr 0.8 mg/dL (71 µmol/L) INR 1.8
Glukosa 114 mg/dL (6.3 mmol/L) PT 19 detik
Hemoglobin 7.6 g/dL (76 g/L; 4.72 mmol/L) GGT 163 IU/L (2.72 µkat/L)
Hematocrit 23% (0.23) LDH 187 IU/L (3.12 µkat/L)
WBC 7.2 × 103/mm3 (7.2 × 109/L) Serum NH3 72 mcg/dL (42 µmol/L)

6
Platelets 82 × 103/mm3 (82 × 109/L) Blood alcohol content 0.08 g/dL (17
mmol/L)
Pertanyaan:
1. Apa simtom yang menunjukan sirosis dan apa faktor risiko sirosis?
2. Apa nilai lab yang menunjukan sirosis?
3. Apa yang menyebabkan perubahan mental pasien?
4. Tentukan terapi non farmakologi dan farmakologi pasien?
Identifikasi kasus
1. Keadaan sosial
a) Pasien baru saja di pecat dengan dua orang anak dan mengkonsumsi alkohol
b) Pasien hipertensi selama 7 tahun
c) Pasien hipertrigliseridemia
d) Suka marah-marah
2. Pemeriksaan fisik
a) TD 88/68 mm Hg, Nadi 76 kali/menit, S 37.3°C, Pernapasan 18 kali/menit, saturasi
oksigen 98% (0.98) di suhu ruangan. TB 175 cm, BB 76 kg, BMI 24.8 kg/m2
b) Pemeriksaan mata terdapat pergerakan ekstraokuler dan icterus serta jaundice.
c) Perut nyeri dan tegang/keras terdengar bunyi serta pembesaran limpa dan hepar, juga
ascites.
3. Data lab
No Pemeriksaan Data Pasien Kadar Normal Ket Data
Pasien
1 Sodium 123 mEq/L 135 mEq/L Terlalu rendah
2 Bilirubin Total 3.8 mg/dL 5.1-20.5 µmol/L Terlalu rendah
3 Clorida 97 mEq/L 98-106 mEq/L Normal
4 Potasium 2.9 mEq/L 3.5-5.0 mEq/L Terlalu rendah
5 Alkalin Fosfat 213 IU/L 160 IU/L Terlalu tinggi
6 Albumin 1.7 g/dL 3.5-5.5 g/dL Terlalu rendah
7 Bikarbonat 17 mEq/L 23 – 28 mEq/L Terlalu rendah
8 AST 137 IU/L 10 – 40 IU/L Tinggi sekali
9 BUN 8 mg/dL 8 – 20 mg/dL Normal
10 ALT 66 IU/L 0 – 50 IU/L Terlalu tinggi

7
11 SCR 0.8 mg/dL 6 – 1.2 mg/dL Terlalu rendah
12 Glukosa 114 mg/dL 7-130 mg/dL Normal
13 Kadar hb 7.6 g/dL 13.8 – 17.2 g/dL Terlalu rendah
14 GGT 163 IU/L 0 – 51 IU/L Terlalu tinggi
15 Hematocrit 23% 40-50% Terlalu rendah
16 LDH 3.2 mikrokat/L 2.34-4.68 Normal
mikrokat/L
17 WBC 7.2 x 103 /mm3 350.000-100.000 Normal
/mm3
18 Serum NH3 72 mcg/dl(42 150 – 350 x 103 Terlalu telalu
mikromol/L) rendah
19 Platelet 0.08g/dL (17 Terlalu
mmol/L)
20 Alcohol dalam Terlalu tinggi
darah
21 PT 19 detik 10-14 detik Terlalu tinggi

Simtom dan faktor resiko sirosis


Simtom sirosis
1. Adanya asites transudatif
2. Adanya hipertensi portal
Faktor resiko dari sirosis
1. Pasien mengkonsumsi alkohol
2. Pasien mengkonsumsi obat NSAID yang dapat meyebabkan hepatotoksik
Data lab yang menunjukan pasien sirosis
1) Tes penilaian hati rutin termasuk alkaline phosphatase, bilirubin, aspartate transaminase
(AST), alanine aminotransferase (ALT), dan γ-glutamyl transpeptidase (GGT). Penanda
tambahan untuk aktivitas sintetis hati termasuk waktu albumin dan protrombin (PT).
2) Aminotransferase, AST dan ALT, adalah enzim yang mengalami peningkatan
konsentrasi dalam plasma setelah cedera hepatoseluler. Konsentrasi tertinggi terlihat di
infeksi virus akut dan cedera hati iskemik atau toksik.

8
3) Kadar alkali fosfatase dan GGT meningkat dalam plasma dengan gangguan obstruktif
yang mengganggu aliran empedu dari hepatosit ke saluran empedu atau dari pohon bilier
ke usus dalam kondisi seperti sirosis bilier primer, sclerosing kolangitis, kolestasis yang
diinduksi obat, obstruksi saluran empedu, kolestatik autoimun penyakit hati, dan kanker
metastasis hati.
4) Peningkatan bilirubin terkonjugasi serum menunjukkan bahwa hati telah kehilangan
setidaknya setengahnya kapasitas ekskretorisnya. Ketika alkali fosfatase meningkat dan
aminotransferase kadar normal, peningkatan bilirubin terkonjugasi adalah tanda penyakit
kolestatik atau kemungkinan reaksi obat kolestatik.
5) Adanya ammonia akan meingkatkan penyebab hepatik
6) Albumin dan faktor koagulasi adalah penanda aktivitas sintetis hati dan digunakan untuk
memperkirakan fungsi hepatosit pada sirosis (Dipiro, 2015)

Penyebab perubahan mental pada pasien :


1) Karena adanya kadar amoniak dalam darah yang meyebabkan terjadinya perubahan
mental pada pasien dimana ammonia bekerja dengan cara menginhibitor
neurotransmitter pada reseptor GABA di system saraf pusat.
Tata Laksana Terapi
1. Tujuan terapi

9
Tujuan pengobatan adalah perbaikan klinis atau resolusi akut komplikasi, seperti
perdarahan varises, dan resolusi ketidakstabilan hemodinamik untuk episode perdarahan
varises akut. Tujuan lain adalah pencegahan komplikasi, menurunkan tekanan portal dengan
terapi medis menggunakan β-adrenergik terapi blocker, dan dukungan pantang dari alkohol.
2. Terapi non farmakologi
Terapi non farmakologi pada pasien sirosis yaitu dengan diet yang seimbang untuk
mencegah komplikasi asites dan hipertensi portal. Kalori yang berlebih dapat menyebabkan
disfungsi hati dan menyebabkan terjadinya penimbunan lemak. Dihentikan konsumsi
alkoholnya (Dipiro, 2015).
3. Terapi farmakologi

Pengobatan sirosis dilakukan dengan mengobati gejala dari terjadinya sirosis.


Sehingga gejala- gejala yang menyebabkan terjadinya sirosis dari data diatas adalah adanya
asites transudatif, adanya hipertensi portal dan adanya kadar amoniak dalam darah yang dapat
menyebabkan gangguan mental.
Pengobatan asites transudatif Pengobatan asites sekunder akibat hipertensi portal
termasuk pantang alkohol, pembatasan natrium (hingga 2 g / hari), dan diuretik. Kehilangan
cairan dan perubahan berat badan bergantung langsung pada keseimbangan natrium pada
pasien ini. Tujuan terapi adalah meningkatkan ekskresi natrium urin hingga lebih dari 78

10
mmol / hari. Terapi diuretik harus dimulai dengan spironolakton dosistunggal 100 mg 1
kali sehari (Dipiro, 2015).
Pengobatan hipertensi portal diganti obat hipertensi dari metoprolol jadi propranolol
dapat diberikan 20 mg dua kali sehari (atau nadolol, 20-40 mg sekali sehari) dan dititrasi
setiap minggu untuk mencapai tujuan denyut jantung 55 hingga 60 denyut / menit atau
maksimal dosis ditoleransi.
Pengobatan amoniak diberikan Untuk mengurangi konsentrasi amonia darah di HE
episodik, laktulosa dimulai di 45 mL oral setiap jam (atau 300 mL sirup laktulosa dengan 700
mL air diberikan sebagai enema retensi diadakan selama 60 menit) sampai katarsis dimulai.
Dosisnya kemudian menurun menjadi 15 hingga 30 mL oral setiap 8 hingga 12 jam (Dipiro,
2015).
4. Alasan pemilihan Obat
a. Spiranolakton sebagai obat asites transudatif
Spiranolakton harus diberikan diawal terapi diuretik dengan dosis 100 mg/hari.
Kelebihan spiranoolakton adalah spiranolakton merupakan diuretic hemat kalium sehingga
dapat mengurangi terjadinya hypokalemia (Team Medikal Mini Notes, 2019).
b. Propranolol sebagai obat hipertensi portal
Propranolol adalah salah satu obat golongan beta bloker non selektif . mekanisme
kerjanya yaitu dengan memblok reseptor beta 1 dan beta 2. Blockade reseptor beta 1
menyebabkan penurunan curah jantung sedangkan blockade beta 2 menyebabkan penurunan
aliran portel melalui vasokontriktor splanknikus. Pada kasus sirosis hati dengan etiologi
penyalahgunaan alcohol maka dosis propanololl harus ditingkatkan sampai target heart rate
tercapai. Alcohol data menginduksi enzim kikrosom yang dapat meningktakan first pass
metabolism propranolol sehingga dibutuhkan dosis yang lebih besar (Purnomo, 2012).
c. Laktulosa sebagai obat untuk menurunkan kadar amoniak
Pengobatan amoniak diberikan Untuk mengurangi konsentrasi amonia darah di HE
episodik. Laktulosa merupakan lini pertama dalam penatalaksanaan HE sifatnya yang laksatif
menyebabkan penurunan sintesis uptake ammonia dengan menurunkan pH kolon dan juga
mengurangi uptake glutamin. Laktulosa juga diubah menjadi monosakarida oleh flora normal
yang digunakan sebagai sumber makanan sehingga pertumbuhan flora normal akan
meningkat dan mengaktifkan urase. Proses ini akan menghasilkan asam laktat dimana dan
juga memberikan ion H pada amionia sehingga terjadi perubahan molekul dari NH 3 mnejadi
NH4. Adanya ionisasi ini menarik ammonia darah ke dalam lumen usus (Hasan dan
Araminta, 2013).

11
d. Uraian obat
1. Spiranolakton
Golongan : diuretik hemat kalium
Nama Obat : Spiranolakton
Indikasi : askites pada sirosis hati
Bentuk sediaan obat : tablet
Dosis Obat : Dewasa: 25 - 100 mg/hari
Interaksi Obat : menimbulkan hyperkalemia bila dikombinasi dengan ACE
inhibitor dan suplemen kalium.
Efek Samping : gangguan saluran cerna, ruam kulit.
Harga : Rp 5000 per strip
2. Propranolol
Golongan : beta bloker non selektif
Nama Obat : Propanolol
Indikasi : antihepertensi portal
Bentuk sediaan obat : tablet
Dosis Obat : Dewasa : 2-3 x 20 mg/hari
Interaksi Obat : bersama verapamil dengan dilitazem menyebabkan efek
penghambatan kondisi jantung meningkat
Efek Samping : gagal jantung, hipotensi, ruam kulit, dan gangguan tidur.
Harga : Rp 136 per tablet
3. Laktulosa
Golongan : pencahar osmotik
Nama Obat : Laktulosa
Indikasi : ensefalopati hepatic, megurangi kadar ammonium dalam
darah
Bentuk sediaan obat : tablet dan sirup
Dosis Obat : Dewasa : 90-150 mL/hari
Interaksi Obat : tidak ada interaksi obat dengan laktulosa
Efek Samping : kembung, sendawa, flatus, keram
Harga : Rp 105.700 per botol
e. KIE dan monitoring
1. KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi)
Hal-hal yang harus di KIE pada pasien yaitu :

12
13
a. Edukasi pasien mengenai bahaya konsumsi alkohol
b. Edukasi pasien penggunaan obatnya
c. Informasikan kepada pasien mengenai efek samping obatnya
2. Monitoring
Hal-hal yang harus di KIE pada pasien yaitu :
a. Monitoring kepatuhan minum obat pasien
b. Monitoring efek yang dimbulkan obatnya semakin membaik atau bertambah parah
c. Memantai hasil terapi setelah konsumsi obatnya

14
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kesimpulan pada makalah ini :

1. Sirosis merupakan kondisi penggantian sel hati normal dengan jaringan parut fibrosa dan
kerusakan hati progresif fungsi jaringan parut disertai dengan hilangnya hepatosit yang
layak, sel-sel fungsional hati.
2. Epidemologi sirosis, pengonsumsian alkohol dan infeksi virus hepatitis C adalah
penyebab paling umum sirosis di Amerika Serikat, sedangkan hepatitis B menyumbang
sebagian besar kasus di seluruh dunia.
3. Patofisiologi sirosis seperti yang dihubungkan dengan uji fungsi hati menyangkut
beberapa proses yaitu, perusakan sel hati yang berlangsung terus-menerus, obstruksi
ringan saluran empedu, menurunnya fungsi sintesis dan metabolik, dan peradangan
kronis serta pembentukan jaringan parut disertai perubaban-perubaban hemodinamik.
4. Stadium awal sirosis sering terjadi tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada waktu
pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin. Bila sirosis hati sudah lanjut, gejala-
gejala lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi
porta, meliputi hilangnya rambut badan, gangguan tidur, dan deman tak begitu tinggi.
Tanda yang sering muncul biasanya meliputi adanya ikterus (penguningan), timbulnya
asites dan edema, hati yang membesar, dan hipertensi portal.
5. Untuk mendeteksi adanya kelainan patologis pada hati dapat dilakukan dengan evaluasi
fungsi hati meliputi evaluasi laboratorium dan evaluasi radiographic.
6. Penatalaksanaan kasus sirosis hepatis dipengaruhi oleh etiologi dari sirosis hepatis.
Terapi yang diberikan bertujuan untuk mengurangi progresifitas dari penyakit.
Menghindarkan bahan-bahan yang dapat menambah kerusakaan hati, pencegahan dan
penanganan komplikasi merupakan prinsip dasar penanganan kasus sirosis.
7. Pasien sirosis dilaukan Pengobatan asites transudatif yaitu Pengobatan asites sekunder
akibat hipertensi portal termasuk pantang alkohol, pembatasan natrium (hingga 2 g /
hari), dan diuretik. Terapi diuretik harus dimulai dengan spironolakton, Pengobatan
hipertensi portal diganti obat hipertensi dari metoprolol jadi propranolol, dan Pengobatan
amoniak diberikan Untuk mengurangi konsentrasi amonia darah di HE episodic yaitu
laktulosa.

15
DAFTAR PUSTAKA

Chilshom M.A., Terry L.S., Barbara G.W., Petrick M.M., Jill M.K. dan Joseph T.D., 2016,
Pharmacotherapy Principle and Practice, Mc Graw Hill Medical : New York.

16
Departemen Kesehatan RI., 2007, Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Hati : Jakarta.

Dipiro, J.T., Robert, L.T., Gary, C.Y., Gary, R.M., Barbara, G.W., dan L.Michael, P., 2015,
Pharmacotherapy 9th Ed, Mc Graw Hill Medical : New York.

Hasan, I. dan Araminta, 2013, Ensefalopati Hepatik, Medisinus : Jakarta.

Purnomo, E., Djoki W. dan Dewa P.P., 2012, Akibat Penggunaan Obat Antihipertensi Portal
Terhadap Episode Kejadian Hamtemesis Melena Pada Pasien Dengan Sirosis Hati di
RSUP dr Sardjito Yogyakarta, Farmaseutika, Vol. 8 (3).

Speicher, C.E., dan Jack W.S.J., 2000, Pemilihan Uji Laboratorium yang Efektif, EGC :
Yogyakarta.

Team Medical Mini Notes, 2019, Basic Pharmacology and Drug Notes, MMN Publishing :
Makasar.

Wahyudo, R., 2014, A 78 Years Old Woman With Hepatic Cirrhosis, J Medula Unila, Vol. 3
(1).

17

Anda mungkin juga menyukai