Anda di halaman 1dari 25

SIROSIS HEPATIS

Oleh:

dr. Anne Rian Firsyana

Pembimbing:

dr. Aulia Rahmanike

dr. Budiawati

PROGRAM DOKTER INTERNSIP

RSUD Lubuk Basung

2019

0
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta'ala

yangtelah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga saya bisa menyelesaikan laporan

kasus ini guna memenuhi persyaratan sebagai dokter internsip dengan judul “SIROSIS

HEPATIS”.

Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan banyak terimakasih kepada

dokterpembimbing internsip di RSUD Lubuk Basung dr. Budiawati dan dr. Aulia

Rahmanike. Saya menyadari bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini masih terdapat

banyak kekurangan baik dalam cara penulisan maupun penyajian materi. Oleh karena itu,

saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca sehingga bermanfaat

bagi penyusunan laporan kasus selanjutnya.Semoga laporan kasus ini bermanfaat bagi

pembaca dan terutama bagi penyusun.

Lubuk Basung, Oktober 2019

Penyusun

1
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Definisi...................................................................................................1
Etiologi.................................................................................................... 1
Epidemiologi.......................................................................................... 1
Patogenesis.............................................................................................. 2
Manifestasi Klinis................................................................................... 4
Diagnosis................................................................................................ 8
Penatalaksanaan..................................................................................... 11
Komplikasi............................................................................................. 13
BAB III LAPORAN KASUS..................................................................... 15
BAB IV DISKUSI....................................................................................... 24
DAFTAR PUSAKA

2
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis

hepatic yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan

pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi karena nekrosis hepatoseluler.1

Sirosis hepatis merupakan konsekuensi dari penyakit hati kronis yang ditandai dengan

penggantian jaringan hati oleh fibrosis, jaringan parut dan nodul regeneratif (benjolan yang

terjadi sebagai hasil dari sebuah proses regenerasi jaringan yang rusak) akibat nekrosis

hepatoseluler, yang mengakibatkan penurunan hingga hilangnya fungsi hati.2

Epidemiologi

Lebih dari 40% pasien sirosis asimtomatis.Keseluruhan insidensi sirosis diAmerika

diperkirakan 360 per 100.000 penduduk. Penyebabnya sebagian besar akibatpenyakit hati

alkoholik maupun infeksi virus kronik. Di Indonesia, data prevalensi sirosishati belum ada,

hanya laporan dari beberapa pusat pendidikan saja.

Menurut laporan rumah sakit umum pemerintah di Indonesia, rata-rata prevalensi

sirosis hati adalah 3,5% seluruh pasien yang dirawat di bangsal Penyakit Dalam, atau rata-

rata 47,4% dari seluruh pasien penyakit hati yang dirawat. Perbandingan prevalensi sirosis

pada pria:wanita adalah 2,1:1 dan usia rata-rata 44 tahun.3

Etiologi

Penyebab sirosis hati dapat dibagi ke dalam tiga kelompok besar, yaitu penyebab

hepatoselular, kolestasis, dan obstruksi aliran vena hepatis. Penyebab hepatoselular sirosis

hati diantaranya adalah virus hepatitis (B, C, D), penyakit hati alkoholik, autoimun,

3
steatohepatitis non alkoholik yang berkaitan dengan DM, malnutrisi protein, obesitas,

penyakit arteri koroner, pemakaian obat kortikosteroid, dan hepatotoksik akibat obat atau

toksin. Penyebab sirosis yang termasuk dalam kolestasis adalah obstruksi bilier, sirosis bilier

primer, sirosis bilier sekunder yang berhubungan dengan obstruksi saluran empedu

ekstrahepar menahun dan kolangitis sklerosis primer, sedangkan penyebab sirosis karena

obstruksi aliran vena diantaranya karena sindroma Budd-Chiari, penyakit venooklusif, dan

sirosis kardiak (akibat gagal jantung kongestif dan perikarditis konstriksi).5

Patogenesis

Sirosis hati terjadi melaui beberapa tahap fibrogenesis yang diakibatkan oleh respon

penyembuhan setelah timbulnya penyakit hati akut atau proses lanjutan dari penyakit hati

kronik, dan sirosis hati merupakan stadium akhir dari perjalanan fibrosis hati. Proses yang

terjadi pada fibrosis hati berkaitan dengan respon inflamasi terhadap hepatic stellate cells dan

adanya akumulasi matriks ekstraselular. 6,7

Permulaan dan perkembangan fibrosis hati sangat dipengaruhi oleh aktivasi hepatic

stellate cells yang dipicu oleh sitokin seperti TGF-bl yang mengaktivasi enzim

transglutaminase dan sintesis kolagen. Aktivasi dari hepatic stellate cells ini akan

menyebabkan peningkatan ekspresi gen matriks ekstraseluler dan otot polos serta

peningkatan proliferasi pada daerah perisinusoid yang merupakan area nekrotik sehingga di

kemudian hari menjadi area fibrosis melalui pembentukan kolagen-kolagen. 7

Dalam keadaan normal, hepatic stellate cells merupakan sel penghasil utama matriks

ekstraselular setelah terjadi cidera pada hati. Matriks ekstraseluler akan diproduksi lebih

banyak pada kondisi hepatic stellate cells yang teraktivasi dan akan mengalami penumpukan

di space of Disse dan memacu kapilarisasi pembuluh darah. Kapilarisasi sinusoid kemudian

mengubah pertukaran normal aliran vena porta dengan hepatosit, sehingga material yang

4
seharusnya dimetabolisme oleh hepatosit akan langsung masuk ke aliran darah sistemik dan

menghambat material yang diproduksi hati masuk ke darah. Proses ini akan menimbulkan

pembentukan jaringan fibrotik akibat dari ketidakseimbangan antara sintesis dan penguraian

matriks ekstraselular disertai dengan penurunan fungsi hepatoselular sampai adanya

manifestasi klinik dari sirosis hati dan menimbulkan hipertensi portal. 6

Pada kebanyakan kasus sirosis, ditemukan tiga pola khas yang mendasari terjadinya

sirosis, yaitu :8

1. Sirosis Laenec

Sirosis laenec dikenal juga dengan sirosis alkoholik yang berhubungan dengan

penggunaan alkohol yang lama.Perubahan pertama pada hati yang disebabkan oleh alkohol

adalah terjadinya akumulasi lemak di dalam sel-sel hati (infiltrasi lemak).Terjadinya

akumulasi lemak di dalam sel hati mencerminkan adanya gangguan metabolism yang

mencakup peningkatan produksi trigliserida yang berlebihan, menurunnya sekresi trigliserida

dari hati, dan menurunnya oksidasi asam lemak.Apabila konsumsi alkohol tetap diteruskan,

maka akn terbentuk jaringan parut yang luas di hati6

2. Sirosis Pascanekrotik

Sirosis pascanekrotik terjadi setelah nekrosis berbecak pada jaringan hati.Hepatosit

dikelilingi oleh jaringan parut dengan kehilangan banyak sel hati dan diselingi dengan

parenkim hati yang normal.Kasus sirosis pascanekrotik berjumlah sekitar 10% dari seluruh

kasus sirosis.Sekitar 25-75% kasus memiliki riwayat hepatitis virus sebelumnya dan

kebanyakan pasien memiliki hasil uji HBsAg positif.

3. Sirosis Biliaris

Pola sirosis biliaris dimulai dengan adanya kerusakan sel hati di sekitar ductus

biliaris.Penyebab terseringnya adalah obstruksi biliaris pascahepatik. Tertahannya empedu di

dalam hati menyebabkan terjadinya penumpukan empedu dan kerusakan sel-sel hati dan pada

5
akhirnya akan terbentuk lembar-lembar fibrosa di tepi lobules. Cirinya hati membesar, keras,

bergranula halus, dan berwarna kehijauan. Ikterus, pruritus, malabsorbsi, dan steatorea

merupakan gambaran awal dari sirosis biliaris. 1

Manifestasi Klinik

Gejala awal dari sirosis hati sering tidak diketahui dan tidak spesifik, seperti

kelelahan, anoreksia, dyspepsia, faltulen, perubahan kebiasaan defekasi (diare atau

konstipasi), dan berat badan sedikit berkurang.Mual dan muntah juga sering terjadi terutama

pada pagi hari.Nyeri tumpul atau perasaan berat pada epigastrium atau kuadran kanan atas

terdapat pada sekitar separuh penderita.Gejala utama dan lanjutan sirosis hati terjadi akibat

dua tipe gangguan fisiologis, yaitu gagal sel hati dan heipertensi portal.1

Gambar 1 Manifestasi klinis sirosis hati

Gejala Gagal Hepatoselulear

6
Gambar 2 Manifestasi klinis kegagalan fungsi hati9

 Ikterus

Sekitar 60% pendeita sirosis mengalami icterus selama perjalanan penyakitnya,

walaupun pada keadaan minimal.Hyperbilirubinemia tanpa ikterus lebih sering

ditemukan.Penderita dapat menjadi ikterus selama fase dekompensata yang disertai

adanya gangguan fungsi hati.Ikterus intermiten merupakan gambaran khas pada sirosis

biliaris dan terjadi bila timbul peradangan aktif hati dan saluran empedu.Pada keadaan

hipoalbuminemia ditemukan perubahan kuku-kuku Muchrche berupa pita putih

horizontal 1

 Gangguan endokrin

Gangguan endokrin sering terjadi pada keadaan sirosis akibat terganggunya metabolism

hormone korteks adrenal, testis, dan ovarium.Kelebihan hormone estrogen di dalam

darah dapat menimbulkan terjadinya angioma laba-laba, atrofi testis dan ginekomastia

(pada laki-laki), alopesia pada dada dan aksila, serta palmar eritem.Angioma laba-laba

merupakan suatu lesi vaskular yang dikelilingi beberapa vena kecil, sering fitemukan di

7
bahu, muka, dan lengan atas.Palmar eritem dijumpai dalam bentuk warna merah saga

pada thenar dan hypothenar telapak tangan.1

 Ganguan hematologik

Gangguan hematologi yang sering terjadi adalah kecenderungan perdarahan ,anemia,

leukopenia, dan trombositopenia. Penderita sering mengalami perdarahan hidung, gusi,

menstruasi berat, dan mudah memar.Hal ini dapat terjadi akibat berkurangnya

pembentukan faktor-faktor pembekuan darah. Anemia, leukopenia, dan trombositopenia

terjadi akibat hipersplenisme, dimana limpa tidak hanya membesar,tetapi juga lebih aktif

menghancurkan sel-sel darah dari sirkulasi.1

 Edema perifer

Edema perifer biasanya terjadi setelah munculnya gejala asites.Keadaan ini disebabkan

oleh keadaan hipoalbuminemia dan retensi garam dan air. Retensi garam dan air terjadi

akibat kegagalan sel hati mengkatifkan aldosterone dan hormone antidiuretik.1

 Gangguan neurologis

Gangguan neurologis yang paling serius pada sirosis lanjut adalah koma hepatikum yang

terjadi akibat kelainan metabolism ammonia dan peningkatan kepekaan otak terhadap

toksin.1

2.6.1 Gejala Hipertensi Portal

Gambar 3 Manifestasi klinis hipertensi portal9

8
Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan vena porta yang menetap, dengan nilai

normal 6-12 cmH2O.Penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi aliran darah

yang melalui hati.Selain itu, juga terjadi peningkatan aliran pada arteri splangnikus.

Kombinasi kedua faktor tersebut akan menurunkan aliran keluar melalui vena hepayika dan

meningkatkan aliran masuk bersamaan dengan peningkatan beban yang berlebihan pada

sistem portal. Pembebanan berlebihan sistem portal ini merangsang timbulnya aliran kolateral

untuk menghindari obstruksi hepatic (varises).1

Peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus akibat hipertensi porta dan

penurunan tekanan osmotic koloid akibat hypoalbuminemia menyebabkan terjadinya asites.

Faktor lain yang berperan adalah adalah retensi natrium dan air serta peningkatan sintesis dan

aliran limfe hati. Saluran kolateral penting yang timbul akibat sirosis dan hipertensi portal

terdapat pada esophagus bagian bawah.Aliran darah balik melalui saluran ini ke vena kava

menyebabkan dilatasi vena tersebut (varises esophagus).Varises esophagus terjadi pada

sekitar 70% penderita sirosis lanjut. Sirkulasi kolateral juga melibatkan vena superfisial

dinding abdomen dan timbulnya sirkulasi ini mengakibatkan dilatasi vena-vena sekitar

umbilicus (kaput medusa)1

 Asites

 Saluran kolateral

 Sirkulasi kolateral

Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang

Pada saat ini penegakan diagnosis sirosis hepatis terdiri atas pemeriksaan fisik,

laboratorium, dan USG.Pada kasus tertentu diperlukan pemeriksaan biopsy hati atau

peritoneoskopi karena sulit membedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan sirosis hati

dini.Pada stadium kompensasi sempurna kadang-kadang sangat sulit menegakkan sirosis

9
hepatis. Pada proses lanjutan dari kompensasi sempurna mungkin bisa ditegakkan diagnosis

dengan dengan pemeriksaan klinis yang cermat, laboratorium biokimia / serologi, dan

pemeriksaan penunjang lainnya.1

Baku emas untuk diagnosis sirosis hati adalah biopsi hati melalui perkutan,

transjugular, laparoskopi, atau dengan biopsi jarum halus.Biopsi tidak diperlukan bila secara

klinis, pemeriksaan laboratorium, dan radiologi menunjukkan kecenderungan sirosis hati.

Walaupun biopsi hati risikonya kecil tapi dapat berakibat fatal misalnya perdarahan dan

kematian.10

 Laboratorium

Adanya sirosis dicurigai bila ada kelainan pemeriksaan laboratorium pada waktu

seseorang memeriksakan kesehatan rutin, atau waktu skrining untuk evaluasi keluhan

spesifik. Tes fungsi hati meliputi amino transferase, alkali fosfatase, gamma glutamil

peptidase, bilirubin, albumin dan waktu protrombin.1

Aspartataminotransferase (AST) atau serum glumatil oksaloasetattransaminase

(SGOT) dan alanin aminotransferase (ALT) atau serum glutamil piruvat transaminase

(SGPT) meningkat tapi tidak terlalu tinggi. AST lebih meningkat daripada ALT, namun bila

transaminase normal tidak mengeyampingkan adanya sirosis.1

Kelainan hematologi anemia, penyebabnya bisa bermacam-macam, anemia

normokrom, normositer, hipokrom mikrositer atau hipokrom makrositer. Anemia dengan

trombositopenia, leukopenia, dan neutropenia akibat splenomegali kongestif berkaitan

dengan hipertensi porta sehingga terjadi hipersplenisme.1

 Pemeriksaan Pencitraan

Untuk mendeteksi sirosis hati penggunaan ultrasonografi kurang begitu sensitif namun

cukup spesifik bila penyebabnya jelas. Gambarannya memperlihatkan ekodensitas hati

10
meningkat dengan ekostruktur kasar homogen atau heterogen pada sisi superficial, sedangkan

pada sisi profunda ekodensitas menurun. Dapat dijumpai pula pembesaran lobus caudatus,

splenomegali, dan vena hepatika gambaran terputus-putus.1

Pemeriksaan MRI dan CT kovensional bisa digunakan untuk menentukan derajat

beratnya sirosis hati, misal dengan menilai ukuran lien, asites, dan kolateral vaskular. Ketiga

alat ini juga dapat untuk mendeteksi adanya karsinomahepatoselular.1

Endoskopi (gastroskopi) dapat dilakukan untuk memeriksa adanya varises di esofagus

dan gaster pada penderita sirosis hati. Selain digunakan untuk diagnosis juga dapat digunakan

untuk pencegahan dan terapi perdarahan varises.1

Penatalaksanaan

Usaha-usaha yang dapat dilakukan hanya bertujuan untuk mencegah timbulnya

penyulit-penyulit.Membatasi kerja fisik, tidak minum alkohol, dan menghindari obat-obat

dan bahan-bahan hepatotoksik merupakan suatu keharusan. Bilamana tidak ada koma hepatic

diberikan diet yang mengandung protein 1g/KgBB dan kalori sebanyak 2000-3000

kkal/hari.11

1. Penatalaksanaan sirosis kompensata

Tatalaksana pasien sirosis yang masih kompensata ditujukan untuk mengurangi

progresi kerusakan hati. Terapi pasien ditujukan untuk menghilangkan etiologi, diantaranya:

alkohol dan bahan-bahan lain yang toksik dan dapat mencederai hati dihentikan

penggunaannya. Pemberian asetaminofen, kolkisin dan obat herbal bisa menghambat

kolagenik.Hepatitis autoimun; bisa diberikan steroid atau imunosupresif. Penyakit hati

nonalkoholik; menurunkan berat badan akan mencegah terjadinya sirosis.1

11
Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamivudin (analog nukleosida) merupakan terapi

utama.Lamivudin sebagai terapi lini pertama diberikan 100 mg secara oral setiap hari selama

satu bulan.Namun pemberian lamivudin setelah 9-12 bulan menimbulkan mutasi YMDD

sehingga terjadi resistensi obat. Interferon alfa diberikan secara suntikan subkutan 3 MIU,

tiga kali seminggu selama 4-6 bulan, namun ternyata juga banyak yang kambuh.1

Pada hepatitis C kronik, kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan terapi

standar.Interferon diberikan secara suntikan subkutan dengan dosis 5 MIU tiga kali seminggu

dan dikombinasikan ribavirin 800-1000 mg/ hari selama 6 bulan.1

Pada pengobatan fibrosis hati; pengobatan antifibrotik pada saat ini lebih mengarah

kepada peradangan dan tidak terhadap fibrosis. Di masa datang, menempatkan stelata sebagai

target pengobatan dan mediator fibrogenik akan merupakan terapi utama. Pengobatan untuk

mengurangi aktifasi sel stellata bisa merupakan salah satu pilihan.Interferon memiliki

aktifitas antifibrotik yang dihubungkan dengan pengurangan aktivasi sel stelata.Kolkisin

memiliki efek anti peradangan dan mencegah pembentukan kolagen, namun belum tebukti

dalam penelitian sebagai anti fibrosis dan sirosis.Metotreksat dan vitamin A juga dicobakan

sebagai antifibrosis. Selain itu, obat-obatan herbal juga sedang dalam penlitian.1

2. Penatalaksanaan sirosis dekompensata

Asites, Tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2 gram

atau 90 mmol/hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan diuretik.Awalnya

dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg sehari.Respon diuretic bisa

dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari, tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/hari

dengan edema kaki. Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasikan

dengan furosemid dengan dosis 20-40 mg/hari.Pemberian furosemid bisa ditambah dosisnya

bila tidak ada respon, maksimal dosisnya 160 mg/hari.Parasentesis dilakukan bila asites

12
sangat besar. Pengeluaran asites bisa hingga 4-6liter dan dilindungi dengan pemberian

albumin.1

Komplikasi

Morbiditas dan mortalitas tinggi akibat komplikasinya. Kualitas hidup pasien sirosis

diperbaiki dengan pencegahan dan penanganan komplikasinya.11

Komplikasi sirosis hati yang utama adalah hipertensi portal, asites, peritonitis bakterial

spontan, perdarahan varises esofagus, sindroma hepatorena, enselopati hepatikum, dan

kanker hati.1

Prognosis

Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor, meliputi etiologi,

beratnya kerusakan hati,, komplikasi dan penyakit yang menyertai. Klasifikasi Cilhd Turcotte

Pugh (CTP) bisa digunakan utntuk menilai prognosis pasien sirosis yang akan menjalani

operasi, variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin, albumin ada tidaknya asites dan

ensefalopati juga status nutrisi. Angka kelangsungan hidup untuk pasien dengan Child A, B,

C berturut- turut 100, 80 dan 45 %.

Tabel 2.3 Klasifikasi Child- Turcotte- Pugh (Garcia-Tsao G & Bosch J, 2010).1

Nilai

Parameter 1 2 3

Ensefalopati Tidak ada Terkontrol dengan terapi Kurang terkontrol

Asites Tidak ada Terkontrol dengan terapi Kurang terkontrol

Bilirubin(mg/dl) <2 2-3 >3

Albumin (gr/dl) > 3.5 1.8-3.5 < 2.8

13
INR < 1,7 1.7 – 2.2 > 2.2

LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : Tn. B
No MR : 18.71.57
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 60tahun
Pekerjaan : Petani
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Alamat : Padang
Tanggal Masuk : 7 Februari 2019
Tanggal Pemeriksaan : 12Februari 2019

ANAMNESIS
Keluhan Utama : Sesak napas yang semakin meningkat sejak 1 minggu sebelum masuk
Rumah Sakit

Riwayat Penyakit Sekarang:


 Sesak napas yang semakin meningkat sejak 1 minggu sebelum masuk Rumah Sakit.
Sesak napas dipengaruhi aktivitas, namun tidak dipengaruhi cuaca dan makanan.
 Perut tampak semakin membesar sejak 1 tahun yang lalu.
 Sembab pada kaki dan tangan sejak 1 tahun yang lalu.
 Demam tidak ada
 Mual muntah tidak ada
 Batuk ada, berdahak, tidak berdarah.
 Buang air kecil tidak ada keluhan.
 Buang air besar tidak ada keluhan.
 Riwayat buang air kecil berwarna seperti teh pekat ada. Riwayat buang air besar
kehitaman ada.

14
 Pasien sudah dikenal menderita sirosis hepatis dengan asites sejak 1 tahun yang lalu,
sudah dilakukan tapping cairan asites sebanyak 4 kali.

Riwayat Penyakit Dahulu:


 Riwayat sakit kuning (-)
 Riwayat DM (-)
 Riwayat hipertensi (-)
Riwayat Penyakit Keluarga:

 Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama dengan pasien

Riwayat Kebiasaan, Sosial, dan Ekonomi:


 Pasien seorang petani
 Pasien merokok
 Pasien tidak pernah mengonsumsi alcohol

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum
 Keadaan umum : sakit sedang
 Kesadaran : komposmentis kooperatif
 Tekanan darah : 120/80 mmHg
 Nadi : 80x/menit
 Pernapasan : 20x/menit
 Suhu : 36,7oC
 Nyeri : VAS 2-3
 Keadaan gizi : sedang
 Sianosis : tidak ada
 Ikterus : ada
 Edema : ada
 Anemis : ada
Kulit : teraba hangat, turgor kulit normal, spider naevi (+)
KGB : tidak ada pembesaran KGB

15
Kepala : normocephal
Rambut : hitam, tidak mudah dicabut
Mata : konjungtiva anemis, sklera ikterik
Telinga : tidak ada kelainan
Hidung : tidak ada kelainan
Tenggorok : tidak ada kelainan
Gigi dan mulut : tidak ada kelainan
Leher : JVP 5+2 cm H2O
Toraks :
Paru : Inspeksi : bentuk normochest, simetris kiri = kanan secara dinamis
dan statis, ginekomastia (-)
Palpasi : fremitus kanan sama dengan fremitus kiri
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler, ronkhi +/+, wheezing -/-
Jantung : Inspeksi :iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi :batas jantung kiri 1 jari medial LMCS RIC V
batas jantung kanan LSD
batas jantung atas RIC II
Auskultasi : S1-S2 irama regular, murmur tidak ada, S3 Gallop (-)
Abdomen : Inspeksi : distensi (+), venektasi (+), vena kolateral (+), spider nevi
(+)
Palpasi : hepar dan lien sulit dinilai
Perkusi : undulasi (+)
Auskultasi :bising usus (+) normal
Punggung : Inspeksi :tidak ada deformitas
Palpasi :nyeri tekan (-)
Perkusi : nyeri ketok CVA (-)
Genitalia : tidak diperiksa
Anus : hemoroid (-)
Ekstremitas : Palmar eritem : +/+

Pitting edema : +/+

Refleks fisiologis : +/+

16
Refleks patologis : -/-

Palmar eritem

Asites, pelebaran vena, spider naevi

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium (7 Februari 2019)
Darah : Hb 6 gr/dL (N: 13-16 gr/dL)
Leukosit 5.800/mm3 (N: 5000-10.000/mm3)
Hematokrit 20%(N: 40-50%)
Trombosit 85.000/mm3 (N:150.000-450.000/mm3)

17
GDS 107 mg/dl
SGOT 84
SGPT 40
Ureum 64
Kreatinin 2,7

Kesan :Anemia sedang, trombositopenia

Pemeriksaan EKG

Kesan: sinus rhytm, p 0,04 s, axis normal, QRS 0,08 s, R-R 0,64 s, St elevasi (-), RVH (-),
LVH (-)

Pemeriksaan Rontgen Thoraks

18
DIAGNOSIS
 Sirosis hepatis post necrotic stadium decompensate dengan asites masif
 Anemia sedang e.c penyakit kronik
PENATALAKSANAAN
 Diet hati
 O2 10 l/menit
 IVFD NaCl 0,9% 8 tpm
 Spironolakton 2x100 mg
 Lactulac syr 3x2 cth
 Ceftriaxone 2 gram/ 24 jam
 Furosemid 1 amp/ 24 jam
 Omeprazole 1x1
FOLLOW UP

9 Februari 2019

S/ Sesak napas (+)

Demam (-)

Batuk (-)

BAK dan BAB biasa

O/ KU : sedang, Kes: CMC, TD: 120/80, Nd: 90, Nf: 30, T: 37

Mata : konjungtiva anemis +/+, sclera ikterik +/+

Cor : irama regular, bising (-), gallop (-)


19
Pulmo : vesikuler, rhonki +/+, wheezing -/-

Abdomen : undulasi (+)

Ekstremitas : edema +/+

Pemeriksaan Laboratorium (9 Februari 2019)


Albumin 1,2

A/ Sirosis hepatis dengan asites massif

CAP

Hipoalbuminemia

P/ Terapi lanjut

Transfusi albumin 20%

10 Februari 2019

S/ Sesak napas (+)

Demam (-)

Batuk (-)

BAK dan BAB biasa

O/ KU : sedang, Kes: CMC, TD: 120/80, Nd: 90, Nf: 30, T: 37

Mata : konjungtiva anemis +/+, sclera ikterik +/+

Cor : irama regular, bising (-), gallop (-)

Pulmo : vesikuler, rhonki +/+, wheezing -/-

Abdomen : undulasi (+)

Ekstremitas : edema +/+

A/ Sirosis hepatis dengan asites massif

CAP

Hipoalbuminemia

P/ Terapi lanjut

11 Februari 2019

S/ Sesak napas (+)

20
Demam (-)

Batuk (-)

BAK dan BAB biasa

O/ KU : sedang, Kes: CMC, TD: 120/80, Nd: 90, Nf: 30, T: 37

Mata : konjungtiva anemis +/+, sclera ikterik +/+

Cor : irama regular, bising (-), gallop (-)

Pulmo : vesikuler, rhonki +/+, wheezing -/-

Abdomen : undulasi (+)

Ekstremitas : edema +/+

Pemeriksaan Laboratorium (11 Februari 2019)


Hb 7,8 gr/dL
Leukosit 8.100/mm3
Hematokrit 23%
Trombosit 98.000/mm3
Kesan :Anemia sedang, trombositopenia
A/ Sirosis hepatis dengan asites massif

CAP

Hipoalbuminemia

P/ Terapi lanjut

12 Februari 2019

S/ Sesak napas (+)

Demam (-)

Batuk (-)

BAK dan BAB biasa

O/ KU : sedang, Kes: CMC, TD: 120/80, Nd: 90, Nf: 30, T: 37

Mata : konjungtiva anemis +/+, sclera ikterik +/+

Cor : irama regular, bising (-), gallop (-)

Pulmo : vesikuler, rhonki +/+, wheezing -/-

21
Abdomen : undulasi (+)

Ekstremitas : edema +/+

A/ Sirosis hepatis dengan asites massif

CAP

Hipoalbuminemia

P/ Terapi lanjut

DISKUSI

Telah dirawat seorang pasien laki-laki usia 60 tahun di RSUD Lubuk Basung dengan
diagnosis Sirosis hepatis post necrotic stadium decompensate + anemia sedang e.c penyakit
kronik +hipoalbuminemia.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang.Pada anamnesis didapatkan bahwa pasien mengeluh sesak napas yang semakin

meningkat sejak 1 minggu sebelum masuk Rumah Sakit.Awalnya pasien mengeluhkan perut

tampak semakin membesar disertai sesak napas sudah dirasakan sejak 1 tahun yang

lalu.Pasien sudah dikenal menderita sirosis hepatis dengan asites masif sejak 1 tahun yang

lalu.

Pada kasus ini, berdasarkan hasil anamnesis didapatkan beberapa gejala yang

mengarah kepada keluhan yang sering dialami pasien sirosis hepatis yaitu perut yang tampak

semakin membesar, kuning pada mata dan badan yang disertai dengan penurunan

nafsumakan dan penurunan berat badan. Selain itu didapatkan gejala yang mengarah pada

kegagalan fungsi hati dan hipertensi porta diantaranya perut yang semakin membesar,

riwayatbuang air kecil seperti teh pekat dan ikterus pada kedua mata dan pada badan pasien.

22
Pada pemeriksaan fisik ditemukan ikterus pada kedua mata dan anemis pada kedua

mata. Ikterus terjadi akibat kegagalan fungsi hati sehingga meningkatkan kadar bilirubin tak

terkonjugasi di perifer. Sedangkan anemis berkaitan dengan penyakit kronis.Pada

pemeriksaan fisik abdomen ditemukan distensi, venektasi dan vena kolateral, hepar dan lien

sulit dinilai.Pada ekstremitas ditemukan palmar eritema.Palmar eritem merupakan warna

merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan.Hal ini juga dikaitkan dengan

metabolisme esterogen, namun hal ini tidak spesifik untuk sirosis, karena palmar eritem juga

dapat ditemukan pada kehamilan, arthritis reumatoid, hipertiroidisme dan keganasan

hematologi.Sedangkan edema pada ekstremitas berkaitan dengan hipoalbunemia akibat

kegagalan fungsi hati.1

Pada pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan darah ditemukan anemia

sedang.Anemia sedang berkaitan dengan penyakit kronik sehingga suplai oksigen ke jaringan

berkurang.Pada pemeriksaan kimia klinik ditemukan hipoalbunemia.Hipoalbuminemia terjadi

akibat kegagalan dan perburukan fungsi hati.

Dari kesimpulan diatas, maka berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang ditegakkanlah diagnosis sirosis hepatispost necrotic stadium

decompensata dengan anemia sedang ec penyakit kronik dan hipoalbuminemia.

Pada pasien ini diberikan terapi diet hati, IVFD NaCl 0,9% 8 tpm, Spironolakton 2 x
100 mg dan furosemide 1 amp/24 jam untuk menurangi akumulasi cairan dirongga
peritonium pasien, Lactulac syr 3x2 cth, Ceftriaxone 2 gram/24 jam.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Nurdjanah, S. 2014. Sirosis Hati. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi 6,
jilid 2. Siti Setiati (Eds.). Jakarta: Internal publishing, hal 1978-1983.
2. Chung Raymond T, Padolsky Daniel K. Cirrhosis and Its Complications.
Dalam:Harrison’s Principle of Internal Medicine. Edisi XVI. 2005. Newyork:
McGraw-Hill Companies. 1844-1855.
3. Sutadi Sri M. Sirosis Hepatis. 2003; http://library.usu.ac.id/download/fk/penydalam
srimaryani5.pdf [diakses 19 Juni 2011].
4. Lovena A. 2017.Karakteristik Pasien Sirosis Hepatis di RSUP Dr. M. Djamil
Padang. Skripsi. Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas, Padang.
5. Shackel, N.A., Patel, K., dan McHutchison, J. Cirrhosis. In Genomic and
Personalized Medicine. Geoffrey S. Ginsburg USA: Academic Press, 935954.
6. Pinzani, M, Roselli, M, Zuckermann, M. 2011. Liver Cirrhosis. Best Practise &
Research Clinical Gastroenterology, 25: 281-90.
7. Amirudin, Rifai. 2012. Fibrosis Hati. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati. Jakarta:
CV Sagung Seto, 341-45.
8. Lindseth, G.N. 2013. Gangguan Hati, Kandung Empedu, dan Pankreas. Dalam
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, edisi 6, Volume 1. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC, 472-515.
9. Starr SP dan Raines D. Cirrhosis: diagnosis, management, and prevention. 2011.
American Family Physician; 84(12): 1353-9.
10. Tsao GG, Lim J, 2009. Management and treatment of patients with cirrhosis and
portal hypertension: recommendations from the department of veterans affairs
hepatitis C resource center program and the national hepatitis C program. American
Journal of Gastroenterology; 104: 1802-92.
11. Nurdjanah, S. 2009. Sirosis hati. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Vol I
Edisi 5. Jakarta: Internal Publishing, 668-73.

24

Anda mungkin juga menyukai