Oleh:
Pembimbing:
dr. Budiawati
2019
0
KATA PENGANTAR
yangtelah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga saya bisa menyelesaikan laporan
kasus ini guna memenuhi persyaratan sebagai dokter internsip dengan judul “SIROSIS
HEPATIS”.
dokterpembimbing internsip di RSUD Lubuk Basung dr. Budiawati dan dr. Aulia
Rahmanike. Saya menyadari bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini masih terdapat
banyak kekurangan baik dalam cara penulisan maupun penyajian materi. Oleh karena itu,
saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca sehingga bermanfaat
bagi penyusunan laporan kasus selanjutnya.Semoga laporan kasus ini bermanfaat bagi
Penyusun
1
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Definisi...................................................................................................1
Etiologi.................................................................................................... 1
Epidemiologi.......................................................................................... 1
Patogenesis.............................................................................................. 2
Manifestasi Klinis................................................................................... 4
Diagnosis................................................................................................ 8
Penatalaksanaan..................................................................................... 11
Komplikasi............................................................................................. 13
BAB III LAPORAN KASUS..................................................................... 15
BAB IV DISKUSI....................................................................................... 24
DAFTAR PUSAKA
2
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis
hepatic yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan
Sirosis hepatis merupakan konsekuensi dari penyakit hati kronis yang ditandai dengan
penggantian jaringan hati oleh fibrosis, jaringan parut dan nodul regeneratif (benjolan yang
terjadi sebagai hasil dari sebuah proses regenerasi jaringan yang rusak) akibat nekrosis
Epidemiologi
diperkirakan 360 per 100.000 penduduk. Penyebabnya sebagian besar akibatpenyakit hati
alkoholik maupun infeksi virus kronik. Di Indonesia, data prevalensi sirosishati belum ada,
sirosis hati adalah 3,5% seluruh pasien yang dirawat di bangsal Penyakit Dalam, atau rata-
rata 47,4% dari seluruh pasien penyakit hati yang dirawat. Perbandingan prevalensi sirosis
Etiologi
Penyebab sirosis hati dapat dibagi ke dalam tiga kelompok besar, yaitu penyebab
hepatoselular, kolestasis, dan obstruksi aliran vena hepatis. Penyebab hepatoselular sirosis
hati diantaranya adalah virus hepatitis (B, C, D), penyakit hati alkoholik, autoimun,
3
steatohepatitis non alkoholik yang berkaitan dengan DM, malnutrisi protein, obesitas,
penyakit arteri koroner, pemakaian obat kortikosteroid, dan hepatotoksik akibat obat atau
toksin. Penyebab sirosis yang termasuk dalam kolestasis adalah obstruksi bilier, sirosis bilier
primer, sirosis bilier sekunder yang berhubungan dengan obstruksi saluran empedu
ekstrahepar menahun dan kolangitis sklerosis primer, sedangkan penyebab sirosis karena
obstruksi aliran vena diantaranya karena sindroma Budd-Chiari, penyakit venooklusif, dan
Patogenesis
Sirosis hati terjadi melaui beberapa tahap fibrogenesis yang diakibatkan oleh respon
penyembuhan setelah timbulnya penyakit hati akut atau proses lanjutan dari penyakit hati
kronik, dan sirosis hati merupakan stadium akhir dari perjalanan fibrosis hati. Proses yang
terjadi pada fibrosis hati berkaitan dengan respon inflamasi terhadap hepatic stellate cells dan
Permulaan dan perkembangan fibrosis hati sangat dipengaruhi oleh aktivasi hepatic
stellate cells yang dipicu oleh sitokin seperti TGF-bl yang mengaktivasi enzim
transglutaminase dan sintesis kolagen. Aktivasi dari hepatic stellate cells ini akan
menyebabkan peningkatan ekspresi gen matriks ekstraseluler dan otot polos serta
peningkatan proliferasi pada daerah perisinusoid yang merupakan area nekrotik sehingga di
Dalam keadaan normal, hepatic stellate cells merupakan sel penghasil utama matriks
ekstraselular setelah terjadi cidera pada hati. Matriks ekstraseluler akan diproduksi lebih
banyak pada kondisi hepatic stellate cells yang teraktivasi dan akan mengalami penumpukan
di space of Disse dan memacu kapilarisasi pembuluh darah. Kapilarisasi sinusoid kemudian
mengubah pertukaran normal aliran vena porta dengan hepatosit, sehingga material yang
4
seharusnya dimetabolisme oleh hepatosit akan langsung masuk ke aliran darah sistemik dan
menghambat material yang diproduksi hati masuk ke darah. Proses ini akan menimbulkan
pembentukan jaringan fibrotik akibat dari ketidakseimbangan antara sintesis dan penguraian
Pada kebanyakan kasus sirosis, ditemukan tiga pola khas yang mendasari terjadinya
sirosis, yaitu :8
1. Sirosis Laenec
Sirosis laenec dikenal juga dengan sirosis alkoholik yang berhubungan dengan
penggunaan alkohol yang lama.Perubahan pertama pada hati yang disebabkan oleh alkohol
akumulasi lemak di dalam sel hati mencerminkan adanya gangguan metabolism yang
dari hati, dan menurunnya oksidasi asam lemak.Apabila konsumsi alkohol tetap diteruskan,
2. Sirosis Pascanekrotik
dikelilingi oleh jaringan parut dengan kehilangan banyak sel hati dan diselingi dengan
parenkim hati yang normal.Kasus sirosis pascanekrotik berjumlah sekitar 10% dari seluruh
kasus sirosis.Sekitar 25-75% kasus memiliki riwayat hepatitis virus sebelumnya dan
3. Sirosis Biliaris
Pola sirosis biliaris dimulai dengan adanya kerusakan sel hati di sekitar ductus
dalam hati menyebabkan terjadinya penumpukan empedu dan kerusakan sel-sel hati dan pada
5
akhirnya akan terbentuk lembar-lembar fibrosa di tepi lobules. Cirinya hati membesar, keras,
bergranula halus, dan berwarna kehijauan. Ikterus, pruritus, malabsorbsi, dan steatorea
Manifestasi Klinik
Gejala awal dari sirosis hati sering tidak diketahui dan tidak spesifik, seperti
konstipasi), dan berat badan sedikit berkurang.Mual dan muntah juga sering terjadi terutama
pada pagi hari.Nyeri tumpul atau perasaan berat pada epigastrium atau kuadran kanan atas
terdapat pada sekitar separuh penderita.Gejala utama dan lanjutan sirosis hati terjadi akibat
dua tipe gangguan fisiologis, yaitu gagal sel hati dan heipertensi portal.1
6
Gambar 2 Manifestasi klinis kegagalan fungsi hati9
Ikterus
adanya gangguan fungsi hati.Ikterus intermiten merupakan gambaran khas pada sirosis
biliaris dan terjadi bila timbul peradangan aktif hati dan saluran empedu.Pada keadaan
horizontal 1
Gangguan endokrin
Gangguan endokrin sering terjadi pada keadaan sirosis akibat terganggunya metabolism
darah dapat menimbulkan terjadinya angioma laba-laba, atrofi testis dan ginekomastia
(pada laki-laki), alopesia pada dada dan aksila, serta palmar eritem.Angioma laba-laba
merupakan suatu lesi vaskular yang dikelilingi beberapa vena kecil, sering fitemukan di
7
bahu, muka, dan lengan atas.Palmar eritem dijumpai dalam bentuk warna merah saga
Ganguan hematologik
menstruasi berat, dan mudah memar.Hal ini dapat terjadi akibat berkurangnya
terjadi akibat hipersplenisme, dimana limpa tidak hanya membesar,tetapi juga lebih aktif
Edema perifer
Edema perifer biasanya terjadi setelah munculnya gejala asites.Keadaan ini disebabkan
oleh keadaan hipoalbuminemia dan retensi garam dan air. Retensi garam dan air terjadi
Gangguan neurologis
Gangguan neurologis yang paling serius pada sirosis lanjut adalah koma hepatikum yang
terjadi akibat kelainan metabolism ammonia dan peningkatan kepekaan otak terhadap
toksin.1
8
Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan vena porta yang menetap, dengan nilai
normal 6-12 cmH2O.Penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi aliran darah
yang melalui hati.Selain itu, juga terjadi peningkatan aliran pada arteri splangnikus.
Kombinasi kedua faktor tersebut akan menurunkan aliran keluar melalui vena hepayika dan
meningkatkan aliran masuk bersamaan dengan peningkatan beban yang berlebihan pada
sistem portal. Pembebanan berlebihan sistem portal ini merangsang timbulnya aliran kolateral
Peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus akibat hipertensi porta dan
Faktor lain yang berperan adalah adalah retensi natrium dan air serta peningkatan sintesis dan
aliran limfe hati. Saluran kolateral penting yang timbul akibat sirosis dan hipertensi portal
terdapat pada esophagus bagian bawah.Aliran darah balik melalui saluran ini ke vena kava
sekitar 70% penderita sirosis lanjut. Sirkulasi kolateral juga melibatkan vena superfisial
dinding abdomen dan timbulnya sirkulasi ini mengakibatkan dilatasi vena-vena sekitar
Asites
Saluran kolateral
Sirkulasi kolateral
Pada saat ini penegakan diagnosis sirosis hepatis terdiri atas pemeriksaan fisik,
laboratorium, dan USG.Pada kasus tertentu diperlukan pemeriksaan biopsy hati atau
peritoneoskopi karena sulit membedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan sirosis hati
9
hepatis. Pada proses lanjutan dari kompensasi sempurna mungkin bisa ditegakkan diagnosis
dengan dengan pemeriksaan klinis yang cermat, laboratorium biokimia / serologi, dan
Baku emas untuk diagnosis sirosis hati adalah biopsi hati melalui perkutan,
transjugular, laparoskopi, atau dengan biopsi jarum halus.Biopsi tidak diperlukan bila secara
Walaupun biopsi hati risikonya kecil tapi dapat berakibat fatal misalnya perdarahan dan
kematian.10
Laboratorium
Adanya sirosis dicurigai bila ada kelainan pemeriksaan laboratorium pada waktu
seseorang memeriksakan kesehatan rutin, atau waktu skrining untuk evaluasi keluhan
spesifik. Tes fungsi hati meliputi amino transferase, alkali fosfatase, gamma glutamil
(SGOT) dan alanin aminotransferase (ALT) atau serum glutamil piruvat transaminase
(SGPT) meningkat tapi tidak terlalu tinggi. AST lebih meningkat daripada ALT, namun bila
Pemeriksaan Pencitraan
Untuk mendeteksi sirosis hati penggunaan ultrasonografi kurang begitu sensitif namun
10
meningkat dengan ekostruktur kasar homogen atau heterogen pada sisi superficial, sedangkan
pada sisi profunda ekodensitas menurun. Dapat dijumpai pula pembesaran lobus caudatus,
beratnya sirosis hati, misal dengan menilai ukuran lien, asites, dan kolateral vaskular. Ketiga
dan gaster pada penderita sirosis hati. Selain digunakan untuk diagnosis juga dapat digunakan
Penatalaksanaan
dan bahan-bahan hepatotoksik merupakan suatu keharusan. Bilamana tidak ada koma hepatic
diberikan diet yang mengandung protein 1g/KgBB dan kalori sebanyak 2000-3000
kkal/hari.11
progresi kerusakan hati. Terapi pasien ditujukan untuk menghilangkan etiologi, diantaranya:
alkohol dan bahan-bahan lain yang toksik dan dapat mencederai hati dihentikan
11
Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamivudin (analog nukleosida) merupakan terapi
utama.Lamivudin sebagai terapi lini pertama diberikan 100 mg secara oral setiap hari selama
satu bulan.Namun pemberian lamivudin setelah 9-12 bulan menimbulkan mutasi YMDD
sehingga terjadi resistensi obat. Interferon alfa diberikan secara suntikan subkutan 3 MIU,
tiga kali seminggu selama 4-6 bulan, namun ternyata juga banyak yang kambuh.1
standar.Interferon diberikan secara suntikan subkutan dengan dosis 5 MIU tiga kali seminggu
Pada pengobatan fibrosis hati; pengobatan antifibrotik pada saat ini lebih mengarah
kepada peradangan dan tidak terhadap fibrosis. Di masa datang, menempatkan stelata sebagai
target pengobatan dan mediator fibrogenik akan merupakan terapi utama. Pengobatan untuk
mengurangi aktifasi sel stellata bisa merupakan salah satu pilihan.Interferon memiliki
memiliki efek anti peradangan dan mencegah pembentukan kolagen, namun belum tebukti
dalam penelitian sebagai anti fibrosis dan sirosis.Metotreksat dan vitamin A juga dicobakan
sebagai antifibrosis. Selain itu, obat-obatan herbal juga sedang dalam penlitian.1
Asites, Tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2 gram
dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari, tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/hari
dengan edema kaki. Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasikan
dengan furosemid dengan dosis 20-40 mg/hari.Pemberian furosemid bisa ditambah dosisnya
bila tidak ada respon, maksimal dosisnya 160 mg/hari.Parasentesis dilakukan bila asites
12
sangat besar. Pengeluaran asites bisa hingga 4-6liter dan dilindungi dengan pemberian
albumin.1
Komplikasi
Morbiditas dan mortalitas tinggi akibat komplikasinya. Kualitas hidup pasien sirosis
Komplikasi sirosis hati yang utama adalah hipertensi portal, asites, peritonitis bakterial
kanker hati.1
Prognosis
beratnya kerusakan hati,, komplikasi dan penyakit yang menyertai. Klasifikasi Cilhd Turcotte
Pugh (CTP) bisa digunakan utntuk menilai prognosis pasien sirosis yang akan menjalani
operasi, variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin, albumin ada tidaknya asites dan
ensefalopati juga status nutrisi. Angka kelangsungan hidup untuk pasien dengan Child A, B,
Tabel 2.3 Klasifikasi Child- Turcotte- Pugh (Garcia-Tsao G & Bosch J, 2010).1
Nilai
Parameter 1 2 3
13
INR < 1,7 1.7 – 2.2 > 2.2
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : Tn. B
No MR : 18.71.57
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 60tahun
Pekerjaan : Petani
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Alamat : Padang
Tanggal Masuk : 7 Februari 2019
Tanggal Pemeriksaan : 12Februari 2019
ANAMNESIS
Keluhan Utama : Sesak napas yang semakin meningkat sejak 1 minggu sebelum masuk
Rumah Sakit
14
Pasien sudah dikenal menderita sirosis hepatis dengan asites sejak 1 tahun yang lalu,
sudah dilakukan tapping cairan asites sebanyak 4 kali.
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama dengan pasien
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran : komposmentis kooperatif
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80x/menit
Pernapasan : 20x/menit
Suhu : 36,7oC
Nyeri : VAS 2-3
Keadaan gizi : sedang
Sianosis : tidak ada
Ikterus : ada
Edema : ada
Anemis : ada
Kulit : teraba hangat, turgor kulit normal, spider naevi (+)
KGB : tidak ada pembesaran KGB
15
Kepala : normocephal
Rambut : hitam, tidak mudah dicabut
Mata : konjungtiva anemis, sklera ikterik
Telinga : tidak ada kelainan
Hidung : tidak ada kelainan
Tenggorok : tidak ada kelainan
Gigi dan mulut : tidak ada kelainan
Leher : JVP 5+2 cm H2O
Toraks :
Paru : Inspeksi : bentuk normochest, simetris kiri = kanan secara dinamis
dan statis, ginekomastia (-)
Palpasi : fremitus kanan sama dengan fremitus kiri
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler, ronkhi +/+, wheezing -/-
Jantung : Inspeksi :iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi :batas jantung kiri 1 jari medial LMCS RIC V
batas jantung kanan LSD
batas jantung atas RIC II
Auskultasi : S1-S2 irama regular, murmur tidak ada, S3 Gallop (-)
Abdomen : Inspeksi : distensi (+), venektasi (+), vena kolateral (+), spider nevi
(+)
Palpasi : hepar dan lien sulit dinilai
Perkusi : undulasi (+)
Auskultasi :bising usus (+) normal
Punggung : Inspeksi :tidak ada deformitas
Palpasi :nyeri tekan (-)
Perkusi : nyeri ketok CVA (-)
Genitalia : tidak diperiksa
Anus : hemoroid (-)
Ekstremitas : Palmar eritem : +/+
16
Refleks patologis : -/-
Palmar eritem
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium (7 Februari 2019)
Darah : Hb 6 gr/dL (N: 13-16 gr/dL)
Leukosit 5.800/mm3 (N: 5000-10.000/mm3)
Hematokrit 20%(N: 40-50%)
Trombosit 85.000/mm3 (N:150.000-450.000/mm3)
17
GDS 107 mg/dl
SGOT 84
SGPT 40
Ureum 64
Kreatinin 2,7
Pemeriksaan EKG
Kesan: sinus rhytm, p 0,04 s, axis normal, QRS 0,08 s, R-R 0,64 s, St elevasi (-), RVH (-),
LVH (-)
18
DIAGNOSIS
Sirosis hepatis post necrotic stadium decompensate dengan asites masif
Anemia sedang e.c penyakit kronik
PENATALAKSANAAN
Diet hati
O2 10 l/menit
IVFD NaCl 0,9% 8 tpm
Spironolakton 2x100 mg
Lactulac syr 3x2 cth
Ceftriaxone 2 gram/ 24 jam
Furosemid 1 amp/ 24 jam
Omeprazole 1x1
FOLLOW UP
9 Februari 2019
Demam (-)
Batuk (-)
CAP
Hipoalbuminemia
P/ Terapi lanjut
10 Februari 2019
Demam (-)
Batuk (-)
CAP
Hipoalbuminemia
P/ Terapi lanjut
11 Februari 2019
20
Demam (-)
Batuk (-)
CAP
Hipoalbuminemia
P/ Terapi lanjut
12 Februari 2019
Demam (-)
Batuk (-)
21
Abdomen : undulasi (+)
CAP
Hipoalbuminemia
P/ Terapi lanjut
DISKUSI
Telah dirawat seorang pasien laki-laki usia 60 tahun di RSUD Lubuk Basung dengan
diagnosis Sirosis hepatis post necrotic stadium decompensate + anemia sedang e.c penyakit
kronik +hipoalbuminemia.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.Pada anamnesis didapatkan bahwa pasien mengeluh sesak napas yang semakin
meningkat sejak 1 minggu sebelum masuk Rumah Sakit.Awalnya pasien mengeluhkan perut
tampak semakin membesar disertai sesak napas sudah dirasakan sejak 1 tahun yang
lalu.Pasien sudah dikenal menderita sirosis hepatis dengan asites masif sejak 1 tahun yang
lalu.
Pada kasus ini, berdasarkan hasil anamnesis didapatkan beberapa gejala yang
mengarah kepada keluhan yang sering dialami pasien sirosis hepatis yaitu perut yang tampak
semakin membesar, kuning pada mata dan badan yang disertai dengan penurunan
nafsumakan dan penurunan berat badan. Selain itu didapatkan gejala yang mengarah pada
kegagalan fungsi hati dan hipertensi porta diantaranya perut yang semakin membesar,
riwayatbuang air kecil seperti teh pekat dan ikterus pada kedua mata dan pada badan pasien.
22
Pada pemeriksaan fisik ditemukan ikterus pada kedua mata dan anemis pada kedua
mata. Ikterus terjadi akibat kegagalan fungsi hati sehingga meningkatkan kadar bilirubin tak
pemeriksaan fisik abdomen ditemukan distensi, venektasi dan vena kolateral, hepar dan lien
merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan.Hal ini juga dikaitkan dengan
metabolisme esterogen, namun hal ini tidak spesifik untuk sirosis, karena palmar eritem juga
sedang.Anemia sedang berkaitan dengan penyakit kronik sehingga suplai oksigen ke jaringan
Pada pasien ini diberikan terapi diet hati, IVFD NaCl 0,9% 8 tpm, Spironolakton 2 x
100 mg dan furosemide 1 amp/24 jam untuk menurangi akumulasi cairan dirongga
peritonium pasien, Lactulac syr 3x2 cth, Ceftriaxone 2 gram/24 jam.
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Nurdjanah, S. 2014. Sirosis Hati. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi 6,
jilid 2. Siti Setiati (Eds.). Jakarta: Internal publishing, hal 1978-1983.
2. Chung Raymond T, Padolsky Daniel K. Cirrhosis and Its Complications.
Dalam:Harrison’s Principle of Internal Medicine. Edisi XVI. 2005. Newyork:
McGraw-Hill Companies. 1844-1855.
3. Sutadi Sri M. Sirosis Hepatis. 2003; http://library.usu.ac.id/download/fk/penydalam
srimaryani5.pdf [diakses 19 Juni 2011].
4. Lovena A. 2017.Karakteristik Pasien Sirosis Hepatis di RSUP Dr. M. Djamil
Padang. Skripsi. Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas, Padang.
5. Shackel, N.A., Patel, K., dan McHutchison, J. Cirrhosis. In Genomic and
Personalized Medicine. Geoffrey S. Ginsburg USA: Academic Press, 935954.
6. Pinzani, M, Roselli, M, Zuckermann, M. 2011. Liver Cirrhosis. Best Practise &
Research Clinical Gastroenterology, 25: 281-90.
7. Amirudin, Rifai. 2012. Fibrosis Hati. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati. Jakarta:
CV Sagung Seto, 341-45.
8. Lindseth, G.N. 2013. Gangguan Hati, Kandung Empedu, dan Pankreas. Dalam
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, edisi 6, Volume 1. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC, 472-515.
9. Starr SP dan Raines D. Cirrhosis: diagnosis, management, and prevention. 2011.
American Family Physician; 84(12): 1353-9.
10. Tsao GG, Lim J, 2009. Management and treatment of patients with cirrhosis and
portal hypertension: recommendations from the department of veterans affairs
hepatitis C resource center program and the national hepatitis C program. American
Journal of Gastroenterology; 104: 1802-92.
11. Nurdjanah, S. 2009. Sirosis hati. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Vol I
Edisi 5. Jakarta: Internal Publishing, 668-73.
24