Anda di halaman 1dari 39

PRESENTASI KASUS

SIROSIS HEPATIS CHILD PUGH A EC HEPATITIS B KRONIK

Disusun oleh :

Abdul Rahman 41181396100018


Auliya Yasmin Uzair 41181396100080

Pembimbing : dr. Edi Mulyana, Sp.PD-KGEH

KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis
dapat menyelesaikan makalah presentasi kasus yang berjudul “SIROSIS
HEPATIS CHILD PUGH A EC HEPATITIS B KRONIK ”. Makalah presentasi
kasus ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam kepaniteraan klinik ilmu
penyakit dalam Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai


pihak yang telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian makalah ini,
terutama kepada:
1. Dr. Edi Mulyana,SpPD-KGEH selaku pembimbing presentasi ini.

2. Seluruh dokter dan staf pengajar di SMF Ilmu Penyakit Dalam Rumah
Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta.
3. Rekan-rekan Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit
Umum Pusat Fatmawati Jakarta.

Dalam proses penyelesaiannya, makalah presentasi kasus ini masih


terdapat banyak kesalahan dan jauh dari kesempurnaan, sehingga kritik dan saran
sangat penulis harapkan dari berbagai pihak.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi penulis ataupun
pembaca, baik untuk menambah wawasan di bidang kedokteran umumnya, serta
di bidang ilmu penyakit dalam khususnya. Terima kasih.

Jakarta, Juni 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………...2
DAFTAR ISI …………………………………………………………………….3
BAB I PENDAHULUAN………………………………………...……………...4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………5
DEFINISI……………………………………………………….………..5
ANATOMI HEPAR……………..……………………………………....6
FISIOLOGI HEPAR…………………..….………………………….….6
HISTOLOGI HEPAR………………….………………………………..7
ETIOLOGI……………………………………………………………....8
EPIDEMIOLOGI………………………………………………………..9
PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI………………...……………10
MANIFESTASIKLINIS………………………………………….……..11
DIAGNOSIS…………………………………………………………….12
KOMPLIKASI………………………………………………………….13
TATALAKSANA……………………………..………………………..17
PROGNOSIS…………………………………………………………....18
HEPATITIS B KRONIK………………………………………………..19
BAB III ILUSTRASI KASUS…………………………………………………..20
BAB IV ANALISA KASUS………………………………………………….....34
BAB V KESIMPULAN………………………………………………………....37
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………....38

3
BAB I
PENDAHULUAN

Sirosis berasal dari kata kirrhos menurut bahasa Yunani berarti orange atau
kuning kecoklatan, dan osis berarti kondisi. Definisi sirosis berdasarkan
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) adalah suatu proses difus yang ditandai
dengan fibrosis dan perubahan arsitektur hati normal menjadi struktur nodul
abnormal yang tidak memiliki organisasi lobular yang normal.

Hati merupakan salah satu organ tubuh yang besar dan merupakan pusat
metabolisme tubuh manusia. Organ ini memiliki fungsi memetabolisme
karbohidrat, protein, lemak, vitamin, obat-obatan dan detoksifikasi racun.2
Sehingga jika ada proses inflamasi atau etiologi lainnya akan menyebabkan
gangguan fungsi hepar seperti yang disebutkan diatas.

Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketifa


pada pasien yang berusia 45 – 46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan
kanker). Diseluruh dunia sirosis menempati urutan ke tujuh penyebab kematian.
Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini. Sirosis hati
merupakan penyakit hati yang sering ditemukan dalam ruang perawatan Bagian
Penyakit Dalam. Perawatan di Rumah Sakit sebagian besar kasus terutama
ditujukan untuk mengatasi berbagai penyakit yang ditimbulkan seperti perdarahan
saluran cerna bagian atas, koma peptikum, hepatorenal sindrom, dan asites,
spontaneous bacterial peritonitis serta hepatocellular carcinoma.

Gejala klinis dari sirosis hati sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala
sampai dengan gejala yang sangat jelas. Apabila diperhatikan, laporan di negara
maju, maka kasus Sirosis hati yang datang berobat ke dokter hanya kira-kira 30%
dari seluruh populasi penyakit ini, dan lebih kurang 30% lainnya ditemukan secara
kebetulan ketika berobat untuk penyakit lain. Di Asia Tenggara, penyebab utama
Sirosis Hepatis adalah hepatitis B (HBV) dan hepatitis C (HCV) angka kejadian
tersebut berkisar antara 21,2-49,9% dan hepatitis C berkisar 38,7-73,9%.1
Sehingga kejadian hepatitis B berkaitan erat dengan terjadinya sirosis hepatis.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI
Sirosis didefinisikan sebagai perubahan histologis nodul regeneratif
yang dikelilingi oleh pita fibrosa sebagai respons terhadap cedera hati
kronis yang mengarah pada hipertensi portal dan penyakit hati stadium
akhir.1 Atau dengan kata lain sirosis hati merupakan tahap akhir proses
difus fibrosis hari progesif yang ditandai oleh distorsi arsitektur hati dan
pembentukan nodul regeneratif.

Gambaran morfologi beliputi fibrosis difus, nodul regenerative,


perubahan arsitektur lobular dan pembentukan hubungan vaskular
intrahepatik.1 Secara klinis sirosis hepatis dibagi menjadi 2 yaitu sirosis
hepatis kompensata dan sirosis hepatis dekompensata (disertai dengan
tanda kegagalan hepatocellular dan hipertensi portal).

II. ANATOMI HEPAR


Hepar merupakan organ terbesar dalam rongga perut, hepar terletak
pada bagian superior dari rongga perut. Terletak pada regio hipokondrium

(Gambar Anatomi Hepar: Sobotta, 2009)

5
kanan, epigastrium dan terkadang bisa mencapai regio
hipokondrium kiri. Hepar pada orang dewasa memiliki berat sekitar 2%
dari berat badan.5
Hepar dibagi menjadi 4 lobus, yaitu lobus dextra, lobus caudatus,
lobus sinistra dan quadratus. Daerah tempat keluar masuk pembuluh darah
pada hepar dikenal dengan nama hilus atau porta hepatis. Pembuluh yang
terdapat pada daerah ini antara lain vena porta, arteri hepatica propia, dan
terdapat duktus hepatikus dextra dan sinistra. Vena pada hepar yang
membawa darah keluar dari hepar menuju vena cava inferior adalah vena
hepatica. Sedangkan, pembuluh darah vena porta dan arteri hepatica
alirannya menuju pada porta hepatica.5

III. FISIOLOGI HEPAR


Hepar menghasilkan empedu yang penting dalam proses absorpsi
dari lemak pada usus halus. Setelah digunakan untuk membantu absorpsi
lemak, empedu akan di reabsorpsi di ileum dan kembali lagi ke hepar.
Empedu dapat digunakan kembali setelah mengalami konjugasi dan juga
sebagian dari empedu tadi akan diubah menjadi bilirubin.2

Metabolisme lemak yang terjadi di hepar adalah metabolisme


kolesterol, trigliserida, fosfolipid dan lipoprotein menjadi asam lemak dan
gliserol. Hepar juga memiliki fungsi untuk mempertahankan kadar glukosa
darah selalu dalam kondisi normal. Hepar juga menyimpan glukosa dalam
bentuk glikogen.

Selain lemak, hepar dapat memetabolisme protein diantaranya


albumin dan faktor pembekuan yang terdiri dari faktor I, II, V, VII, VIII,
IX, X. Hepar memiliki fungsi untuk menskresikan dan menginaktifkan
aldosteron, glukokortikoid, estrogen, testosteron dan progesterone.2

Bila terdapat zat toksik, maka akan terjadi trasnformasi zat-zat


tersebut dan akan diekskresikan melalui ginjal. Melalui proses oksidasi,

6
reduksi, hidrolisis dan konjugasi. Jalur oksidasi memerlukan enzim
sitokrom P-450.

Selanjutnya akan mengalami proses konjugasi glukoronide, sulfat


ataupun glutation yang semuanya merupakan zat yang hidrofilik. Zat-zat
tersebut akan mengalami transport protein lokal di membran sel hepatosit
melalui plasma, yang akhirnya akan diekskresi melalui ginjal atau melalui
saluran pencernaan. Fungsi lainnya adalah tempat penyimpanan vitamin A,
D, E, K, dan vitamin B12. Sedangkan mineral yang disimpan di hepar
antara lain tembaga dan besi.2

IV. HISTOLOGI HEPAR

Sel−sel hati atau hepatosit menghasilkan sel epitel yang


berkelompok membentuk lempeng−lempeng yang saling berhubungan.
Hepatosit tersusun berupa ribuan lobulus hati kecil polihedral yang
merupakan unti fungsional dan struktural hati. Setiap lobulus memiliki tiga
sampai enam area portal di bagian perifernya dan suatu venula yang
disebut vena sentral di bagian pusatnya. Zona portal di sudut lobulus terdiri
atas jaringan ikat dengan suatu venula (cabang vena portal), arteriol
(cabang arteri hepatica) dan duktus epitel kuboid (cabang sistem duktus
biliaris) ketiga struktur yang disebut trias porta.

(Gambar Lobulus Hepar. Gardner et al, 2003)

7
Aliran darah di hati dibagi dalam unit struktural yang disebut asinus
hepatic yang terletak di traktus portal. Asinus ini terletak di antara 2 atau
lebih venula hepatic terminal, dimana darah mengalir dari traktus portalis
ke sinusoid, lalu ke venula tersebut.

8
(Gambar Mikroskopik Lobulus Hepar. Junqueira et al, 2007)

Asinus terbagi menjadi 3 zona, dengan zona 1 terletak paling dekat


dengan traktus portal sehingga paling banyak menerima darah kaya
oksigen, sedangkan zona 3 terletak paling jauh dan hanya menerima sedikit
oksigen. Zona 2 atau zona intermediet berada diantara zona 1 dan 3. Zona
3 ini paling mudah terkena jejas iskemik.

V. ETIOLOGI SIROSIS HEPATIS

Penyebab sirosis hepatis beragam yaitu penyakit hati alkoholik,


hepatitis virus B dan C kronik, autoimun hepatitis, nonalkoholik
steatohepatitis, sirosis bilier, autoimun kolangiopati, kardiak sirosis,
hemocromatositosis, wilson disease, dan kistik fibrosis.3
Sedangkan faktor risiko terjadinya sirosis hepatis adalah konsumsi
alkohol, usia dibawah 50 tahun dan jenis kelamin laki laki, obesitas,
diabetes tipe 2, hipertensi dan hiperlipidemia. Penyebab sirosis hepatis
dapat dilihat dari gambar berikut :

(Eti ol
ogy of
liver

cirrhosis : Journal of hepatology Germany, 2013)

9
VI. EPIDEMIOLOGI SIROSIS HEPATIS
Di Indonesia, kasus ini lebih banyak ditemukan pada kaum laki-laki
dibandingkan kaum wanita. Dari yang berasal dari beberapa rumah sakit di
kota-kota besar di Indonesia memperlihatkan bahwa penderita pria lebih
banyak dari wanita dengan perbandingan antara 1,5 sampai 2 : 1.

Ndraha melaporkan selama Januari – Maret 2009 di Rumah Sakit


Kota Jakarta dari 38 penderita sirosis hati, 63,7% laki-laki dan 36,7%
wanita, terbanyak (55,3%) adalah kelompok umur 40-60 tahun. Lebih dari
686.000 orang meninggal setiap tahun akibat komplikasi dari hepatitis B,
termasuk sirosis dan kanker hati (WHO, 2016).

VII. PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGIS SIROSIS HEPATIS

Sirosis hepatis merupakan proses yang bersifat reversible. Sirosis


disebabkan oleh banyak hal pada pasien ini disebabkan oleh inflamasi.
Kerusakan hepar akibat inflamasi ini merangsang sel kupffer dan sel
stellate sehingga teraktivasi. Akibatnya akan terjadi pelepasan mediator
inflamasi seperti TGF-β dan TNF-α yang akan menstimulasi pembentukan
matriks ekstraselular seperti PDGF dan miofibroblas.4

10
(Patogenesis Sirosis Hepatis : Robbins Kumar, 2013)

Penumpukan matriks ekstraselular pada ruang disse. Hal ini akan


menyebabkan perubahan aliran vena porta dan hepatosit. Sehingga akan
terjadi hipertensi portal dan iskemia jaringan. Selanjutnya, terjadi
disfungsi sel hepatosit dan nekrosis sel hepatosit.

Jika hal ini berlangsung dalam jangka waktu yang panjang maka
akan terjadi cedera kronik reversible parenkim hati yang ditandai dengan
pembentukan jaringan ikat difus (fibrosis), pembentukan makronodul,
mikronodul, dan nekrosis sel hepatosit yang berkelanjutan.4

VIII. MANIFESTASI KLINIS SIROSIS HEPATIS

Manifestasi klinis sirosis hepatis dibagi menjadi dua yaitu


a. Sirosis hepatis kompensata
Biasanya bersifat asimptomatis dan diagnosis didasarkan pada
pemeriksaan fungsi hati. Bila disertai dengan gejala biasanya non
spesifik seperti lemas, penurunan libido dan gangguan tidur. Stigmata
sirosis belum tampak.1
b. Sirosis hepatis dekompensata
Disebut dekompensata apabila ditemukan minimal 1 dari manifestasi
berikut icterus, asites, edema perifer, hematemesis melena, jaundice,
atau ensefalopati.1
 Tanda gangguan endokrin :
- Spider angioma : gambaran seperti laba – laba dikulit terutama
daerah leher, bahu, dan dada.
- Eritema palmaris pada tenar dan hipotenar
- Atrofi testis : penurunan libido dan impotensi
- Ginekomastia
- Alopesia pada dada dan aksila

11
- Hiperpigmentasi kulit dikulit, diduga akibat peningkatan kadar
MSH
- Tanda Murche : gambaran pita erwarna putih yang
memisahkan warna kuku normal

Kontraktur Dupuytren : penebalan fascia palmar terutama pada


sirosis alkoholik

Fetor hepatikum : bau napas akibat penumpukan metionin

Atrofi Otot, petekie, ekimosis, splenomegaly dan hepatomegali.


Lobus kiri hati teraba lunak (khas pada sirosis) atau teraba nodul
dengan konsistensi keras.

Sirosis terkompensasi yang tidak ditangani dengan baik


akan menyebabkan progresi menjadi sirosis hepatis yang tidak
terkompensasi dan akan menyebabkan berbagai komplikasi seperti
yang disebutkan dalam gambar berikut :

12
(The course of liver cirrhosis : Journal of hepatology Germany, 2013)

IX. DIAGNOSIS SIROSIS HEPATIS

Pemeriksaan baku emas sirosis hepatis adalah biopsi hati dengan


pemeriksaan histopatologis. Diagnosis sirosis harus disertai dengan
etiologi dan staging histopatologis.3 Diagnosis sirosis bergantung pada
manifestasi klinis yang didapatkan dari anamnesis didapatkan gejala dan
tanda seperti mudah lelah, penurunan berat badan, mual, muntah, kulit
menjadi kuning dan perut membesar adalah akibat dari difungsi hepatoselular.
Sedangkan dari pemeriksaan fisik dapat didapatkan sklera ikterik,
disertai pula dengan gejala dan tanda ekstrahepatik seperti palmar erytema,
spider angioma, caput medusa, pembesaran kelenjar getah bening,
slplenomegali dan hepatomegaly, asites, ginekomastia, gangguan menstruasi
serta gangguan perdarahan.1
Selain anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat ditunjang dengan
pemeriksaan laboratorium seperti pemeriksaan HBsAg, anti-HBc, anti-
HBs, anti HCV, anti-HDV, TIBC, Ferritin, ALT/AST, dan pemeriksaan
bilirubin. Dapat dilakukan juga pemeriksaan yang bersifat noninvasive
seperti USG Abdomen dengan Doppler, CT atau MRI dapat membantu
melihat sirosis hepar, splenomegaly, vena thrombosis , dan lain lain.3
.
X. KOMPLIKASI SIROSIS HEPATIS
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita sirosis hati7 :

13
(The new theory on the development of complications and organ failures in
patients with cirrhosis : EASL, 2018). DAMP, damage associated molecular
pattern; HE, hepatic encephalopathy; HPS, hepatopulmonary syndrome; PAMP,
pathogen-associated molecular pattern; RNS, reactive nitrogen species; ROS,
reactive oxygen species)

1. Perdarahan varises esofagus

Hipertensi portal menyebabkan peningkatan tekanan pada kapiler


esophagus sehingga dapat menimbulkan peerdarahan. Perdarahan
varises esofagus terjadi sekitar 20% - 40% pasien sirosis dengan varises
esofagus pecah yang menimbulkan perdarahan.6 Pecah varises
esophagus dapat dilakukan skiring dengan esofagogastroduodenografi
dan pada VPO ini dilakukan ligase varises esophagus. Selain hipertensi
portal varises esfofagus dapat disebabkan oleh tukak lambung dan tukak
duodenum. Jika terjadi perdarahan harus segera dilakukan resusitasi
kristaloid , koloid dan transfuse darah. Selain itu dapat pula diberi
penghenti perdarahan seperi vasokontriktor.1

2. Ensefalopati hepatikum / koma hepatikum

Disebabkan nekrosis sel sel hepar yang menyebabkan metabolism


ammonia tidak berjalan sempurna sehingga terjadi hiperamonia. 1
Ammonia akan melewati sawar darah otak sehingga dapat
menyebabkan koma hepatik. Manifestasi yang ditimbulkan diawali
dengan ada gangguan tidur (insomnia dan hipersomnia), selanjutnya
timbul gangguan kesadaran yang berlanjut sampai koma.

3. Peritonitis bakterialis spontan

Peritonitis bakterialis spontan yaitu infeksi cairan asites oleh satu


jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intra abdominal. Pada
kasus ini dapat disebabkan oleh bakteri seperti Escherichia coli.sp, dan

14
Streptococcus viridans.1 Biasanya pasien ini tanpa gejala, namun dapat
timbul demam dan nyeri abdomen. Mekanisme terjadinya Peritonitis
bakterial spontan dijelaskan dalam gambar berikut 8 :

(Mekanisme Peritonitis bakterial spontan : Cardenas, 2006)

4. Sindroma hepatorenal

Merupakan gangguan fungsi ginjal tanpa kelainan organik ginjal, bi


ditandai oleh kerusakan fungsi ginjal dan abnormalitas sirkulasi arteri
menyebabkan vasokonstriksi ginjal sehingga terjadi penurunan GFR. 1
Ditemukan pada Sirosis Hepatis tahap lanjut. Sindrom hepatorenal
dibagi menjadi 2 tipe yaitu pertama terjadi gangguan progresif fungsi
ginjal dan penurunan klirens ureum kreatinin bermakna 1 -2 minggu.
Yang kedua terjadi penurunan GFR dan peningkatan serum kreatinin.

15
5. Karsinoma hepatoseluler

Mekanisme tubuh karena nekrosis sel hepar akan menyebabkan


terjadinya fibrosis sel hebar dan akan menyebabkan proses regenerasi
terus – menerus yang dapat menyebabkan keganasan. Karsinoma
hepatoseluler berhubungan erat dengan 3 faktor yang dianggap
merupakan faktor predisposisinya yaitu infeksi virus hepatitis B kronik,
sirosis hati dan hepatokarsinogen dalam makanan.

6. Asites

Penderita sirosis hati disertai hipertensi portal menyebabkan


peningkatan tekanan pada renal sehingga terjadi disfungsi renal. Selain
itu kerusakan sel hepar dpat menyebabkan penurunan sintesis albumin
dalam hepar. Kedua hal ini akan menyebabkan gangguan sistem
pengaturan volume cairan ekstraseluler sehingga terjadi retensi air dan
natrium. Sehingga terjadi akumulasi cairan dalam peritoneum. 8 Asites
biasanya ditandai dengan pasien mengeluh perutnya terasa begah dan
membuncit. Patogenesis asites dapat dijelaskan melaui gambar berikut :

16
(Patogenesis asites pada Sirosis : Cardenas, 2006)

XI. TATALAKSANA SIROSIS HEPATIS


Tatalaksana sirosis hepatis sesuai dengan etiologi dasar penyakit dan
komplikasi yang ditimbulkan. Terapi bertujuan mencegah perkembangan
penyakit. Pasien dalam keadaan kompensasi hati dilakukan terapi medikamentosa
sesuai penyebab seperti pada hepatitis B kronis dapat diberikan terapi interferon
atau preparat analog nukleotida jangka panjang atau pada hepatitis C diberikan
interferon. Bila perlu terapi simptomatis seperti terapi defisiensi besi dapat
diberikan zink sulfat 2 x 200 mg PO untuk memperbaiki nafsu makan dan kram
otot. Antihistamin dapat diberikan sebagai antipruritus. Sedangkan non
medikamentosa dpat diberikan diet seimbang 35-40 kkal/kgbb/hari, aktivitas fisik
untuk mencegah atrofi otot, stop merokok dan alcohol dan pembatasan obat –
obatan yang bersifat hepatotoksik dan nefrotoksik.

Sedangkan pada pasien sirosis dekompensata terapi ditujukan untuk


mengatasi kegawatdaruratan dan mengembalikan ke kondisi kompensata.

a. Asites

` `Tatalaksana asites adalah dengan tirah baring, diet rendah garam


5,2 gram/hari, obat diuretic diawali spironolakton 100-200 sekli sehari
max 400 mg bila tidak adekuat dapat dikombinasi dengan furosemide
20-40 mg/hari max 160 mg/hari. Parasintesis bila perut sangat besar
atau 4-6 liter dilindungi dengan pemberian albumin. Diberikan 8-10 g
IV /L cairan paresintesis jika lebih dari 5 L. retriksi cairan
direkomendasikan natrium serum kurang 120 – 125 mmol/L.

17
b. Ensefalopati hepatikum

Berikan lactulose 30-45 ml sirup oral 3-4 kali/hari sampai 2-4 kali
BAB/hari dan perbaikan status mental. Dan neomisin 4-12 g oral/hari
dibagi tiap 6-8 jam dapat ditambahkan pada pasien dengan refrakter
laktulosa.

c. Varices esophagus

Berikan propranolol 40-80 mg oral 2 kali/hari. Isosorbind dinitrat


20 mg 2 kali./hari. Saat pendarahan akut dapat diberikan somatostatin
diteruskan sampai ligase endokskopi.

d. Peritonitis bakterialis spontan (PBS)

Pasien dengan asites jumlah PMN > 250/mm3 mendapat profilaksis


untuk mencegah PBS dengan albumin 2 g IV tiap 8 jam, 1.5 g /kg Iv
tiap 6 jam dan I g/ kg IV hari ke 3. Dan dapat diberikan norfloksasin
400 mg oral 2 kali/hari untuk terapi, 400 mg oral 2 kali/hari selama 7
hari untuk perdarahan gastrointestinal, 400 mg oral /hari untuk
profilaksis. Trimetroprim/sulfamethoxazole 1 tablet oral/hari untuk
profilaksis, 1 tablet oral 2 kali/hari selama 7 hari untuk perdarahan
gastrointestinal.

e. Sindrom hepatorenal (HRS)

Transjugular intrahepatic portosystemic shunt efektif menurunkan


hipertensi porta dan memperbaiki HRS, serta menurunkan perdarahan
gastrointestinal. Bila terapi medis gagal dipertimbangkan untuk
transplantasi hati merupakan definitive.

Tranplantasi Hati merupakan indikasi bagi pasien dengan sirosis bilier


primer dan sekunder, sclerosis kolangitis primer, autoimun hepatitis, alkoholik

18
sirosis, hepatitis viral kronik, hepatoselular karsinoma, nonalkoholik
steatohepatitis, dan kronik hepatitis dengan sirosis. Namun, transpalantasi
dikontraindikasikan pada kondisi berikut pada orang dengan pengobatan terlarang
yang aktif (metadon), AIDS, HIV, keganasan ektrahepatik, sepsis tidak terkendali,
gagal organ ektrahepatik, dan thrombosis splanikum yang meluas ke vena
mesentarika superior.1

XII. PROGNOSIS SIROSIS HEPATIS

Prognosis sirosis hati dapat diukur dengan kriteria Child- Turcotte-

Pugh. Kriteria Child-Turcotte-Pugh merupakan modifikasi dari kriteria

Child- Pugh, banyak digunakan oleh para ahli hepatologi saat ini. Kriteria

ini digunakan untuk mengukur derajat kerusakan hati dalam menegakkan

prognosis kasus-kasus kegagalan hati kronik.

Kriteria Child-Turcotte-Pugh

SKOR
PARAMETER
1 2 3

Asites - Ringan Sedang-Berat

Ensefalopati - Ringan-Sedang Sedang-Berat


Bilirubin serum
(mg/dL) <2 2-3 >3

Albumin serum (mg/L) > 3,5 2,8-3,5 < 2,8


Prothrombin time
1-3 4-6 >6
(detik) atau INR

INR<1.7 INR 1.7-2.3 INR 2.3

Interpretasi :

19
Child-Turcotte-Pugh A : 5-6 (prognosis baik)

(Angka kesintaan tahun pertama 100 %, angka kesintaan tahun kedua 85 %)

Child-Turcotte-Pugh B : 7-9 (prognosis sedang)

(Angka kesintaan tahun pertama 81 %, angka kesintaan tahun kedua 57 %)

Child-Turcotte-Pugh C : 10-15 (prognosis buruk)

(Angka kesintaan tahun pertama 45%, angka kesintaan tahun kedua 35%)

XIII. HEPATITIS B KRONIK

Hepatitis B merupakan penyebab utama terjadinya sirosis hepatis di Asia


Tenggara dengan angka kejadian di Indonesia sebanyak 21,2% - 46,9%. Virus
HBV masuk kedalam tubuh secara parenteral dan masuk kedalam aliran porta
menuju hepar dan terjadi replikasi virus didalam hepar. HBV akan merangsang
innate immunity dalam waktu pendek, untuk proses eradikasi virus HBV dilakukan
aktivasi sel limfosit T dan B. dan terjadi pajanan oleh sel MHC I dan II. Sel T CD
8+ akan mengeliminasi virus didalam sel yang terinfeksi. Proses eliminasi tersebut
dapat terjadi dalam bentuk nekrosis sel hati yang akan menyebabkan peningkatan
ALT atau mekanisme sitolitik. Selain itu dapat terjadi mekanisme non sitolitik
melalui aktivitas interferon gamma dan TNF-α yang dihasilkan oleh sel T CD 8+.
Nekrosis sel hepatosis berulang akan menyebabkan terbentuknya jaringan parut
yang menyebabkan terjadinya sirosis hepatis.1

20
BAB III
ILUSTRASI KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

No. RM : 01644871
Nama : Tn. H
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 33 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Status Perkawinan : Kawin
Alamat : Kunciran Jaya Pinang
Pendidikan : Tamat SLTP

B. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis kepada pasien diruang rawat inap


Teratai lantai 6 Utara RSUP Fatmawati pada hari Rabu, 12 Juni 2019.

1. Keluhan Utama

Pasien datang dengan keluhan muntah dan BAB kehitaman sejak 1 hari

21
SMRS

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengeluh muntah kehitaman 1 hari SMRS sebanyak 1 kali,


konsistensi cair, tidak bercampur makanan, muntah dikeluhkan sebanyak ± 1
gelas aqua. Sebelum muntah pasien mengalami mual. Pasien juga mengeluh

BAB kehitaman cair 1 hari SMRS, sebanyak 1 kali. Pasien merasa lemah,
lesu, letih dan lunglai dan tidak dapat melakukan aktivitas dengan maksimal
sejak 1 hari SMRS. BAB tidak disertai lendir. Pasien juga mengeluh perut
kembung dan nyeri perut kiri atas.

Keluhan muntah dan BAB kehitaman sudah dirasakan 6 kali dalam satu
tahun terakhir. 3 bulan yang lalu pasien dirawat di RS dengan keluhan yang
sama dan didiagnosis hepatitis. Riwayat minum obat anti nyeri disangkal,
minum jamu-jamuan disangkal, demam disangkal, kaki bengkak disangkal.

2. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat keluhan yang serupa tidak ada sebelumnya. Riwayat hepatitis atau
sakit kuning sebelumnya tidak ada. Riwayat operasi dan transfusi darah
disangkal. Riwayat keganasan dan sakit jantung disangkal. Riwayat imunisasi
tidak diketahui.

3. Riwayat Penyakit Keluarga

Keluarga tidak ada yang mengalami keluhan serupa atau sakit kuning.
Riwayat darah tinggi, kencing manis dan keganasan di keluarga disangkal.

4. Riwayat Kebiasaan dan Sosial

Riwayat merokok sejak usia 15 tahun 1 bungkus rokok perhari, tetapi 1


tahun terakhir pasien sudah stop merokok. Riwayat konsumsi alkohol sejak
saat usia 17 tahun sebanyak 2-3 botol perhari dan baru stop 2 tahun yang lalu.
Konsumsi obat terlarang disangkal. Kebiasaan makan 3 kali dalam sehari dan
pasien memiliki kebiasaan olahraga futsal 1 kali tiap minggu.

22
C. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Fisik dilakukan pada Rabu 12 Juni 019.
a. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
b. Kesadaran : Compos mentis
c. Tanda Vital
• Tekanan darah : 110/60 mmHg
• Nadi : 94 x/menit, regular, isi cukup
• Napas : 20x/menit, regular
• Suhu : 36,5 oC
• SaO2 : 99%

23
d. Status Gizi
Berat badan : 70 kg
Tinggi badan : 180 cm
BMI : 21,6 kg/m2 (normoweight)
e. Status generalis
• Kepala : Normosefali, rambut berwarna hitam, distribusi merata, dan
tidak mudah dicabut.
• Mata : Konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik +/+, pupil bulat isokor
diameter 3 mm/3mm RCL +/+, RCTL +/+
• Telinga : Normotia +/+, darah -/-, serumen -/-, hiperemis -/-, massa
-
/-
• Hidung : Deformitas -, kavum nasi lapang, sekret -/-, deviasi
septum -/-, edema -/-
• Tenggorokan : Bucal mukosa sianosis -, lidah oral trush -, tonsil
T1/T1 kripta -/-, detritus -/-, membran -/-, dinding anterior faring licin,
hiperemis -, dinding posterior faring licin, hiperemis -, post nasal drip
-
• Leher : Bentuk simetris, JVP 5+2 cmH2O , tumor (-), retraki
suprasternal (-), tidak tampak perbesaran KGB, posisi trakea ditengah
• Paru :
Inspeksi : bentuk normal, dada tampak simetris statis dan dinamis,
retraksi -, scar -, spider nevi -.
Palpasi : vocal fremitus sama di kedua lapang paru
Perkusi : sonor di kedua lapang paru
Auskultasi: suara nafas vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing
-/-
• Jantung
Inspeksi : Pulsasi ictus cordis tidak terihat
Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba 2 jari medial dari linea
midklavikula sinistra ICS V, thrill (-)

24
Perkusi : Batas jantung kanan ICS IV 1 jari medial linea
parasternal dekstra, batas jantung kiri ICS V 1 jari medial linea
midklavikula sinistra.
Auskultasi : BJ I-II reguler normal, murmur (-), gallop (-)
• Abdomen
Inspeksi : datar, massa (-), striae (-), scar (-)
Auskultasi : BU (+) normal
Palpasi : Supel, nyeri tekan (+) pada regio epigastrium dan
hypochondriac sinistra, murphy sign (-), massa tidak ada, hepar tidak
teraba, limpa schuffner 2.
Perkusi : timpani, shifting dullnes (-)
• Ekstremitas : akral teraba hangat, CRT < 2 detik, edema (-/-), eritema
palmar (-).

D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Tanggal 08/06/19
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Hemoglobin 8.8 g/dl 13,2 – 17,3 g/dl

Hematokrit 30 % 33 - 45 %

Leukosit 14.5 ribu/ul 5.000 – 10.000

Trombosit 54 ribu/ul 150 – 440 ribu/ul

Eritrosit 3.64 juta/ul 4.40 – 5,90 juta/ul

VER 81,1 fl 80 – 100 fl

HER 24,1 pg 26.0 – 34.0 pg

KHER 29.7 g/dl 32.0 – 36.0

RDW 18.3% 11.5 – 14.5

25
PT 4s 0-3 s

SGOT 57 U/I 0 – 34

SGPT 29 U/I 0 – 40

Protein total 6.40 6.00-8.00 g/dl

Albumin 2.80 g/dl 3.40-4.80 g/dl

Globulin 3.60 g/d 2.50-3.00 g/dl

Ureum 43 mg/dl 20 – 40 mg/dl

Kreatinin 1.0 mg/dl 0,6 – 1,5 mg/dl

GDS 96 mg/dl 70 – 140 mg/dl

Na 132mmol/L 135 – 147 mmol/L

K 6.39 mmol/L 3,10 – 5,10mmol/L

Cl 104 mmol/L 95 – 108 mmol/L

Tanggal 10/06/2019
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Hemoglobin 7.8 g/dl 13,2 – 17,3 g/dl

Hematokrit 26 % 33 - 45 %

Leukosit 3.1 ribu/ul 5.000 – 10.000

Trombosit 16 ribu/ul 150 – 440 ribu/ul

Eritrosit 3.12 juta/ul 4.40 – 5,90 juta/ul

VER 82,1 fl 80 – 100 fl

HER 25.1 pg 26.0 – 34.0 pg

26
KHER 30.6 g/dl 32.0 – 36.0

RDW 18.3% 11.5 – 14.5

HBsAg Reaktif Non Reaktif

Anti HCV Non Reaktif Non Reaktif

Tanggal 11/06/2019
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Hemoglobin 7.5 g/dl 13,2 – 17,3 g/dl

Hematokrit 23 % 33 - 45 %

Leukosit 40 ribu/ul 5.000 – 10.000

Trombosit 40 ribu/ul 150 – 440 ribu/ul

Eritrosit 2.87 juta/ul 4.40 – 5,90 juta/ul

VER 80,2 fl 80 – 100 fl

HER 26.3 pg 26.0 – 34.0 pg

KHER 32.8 g/dl 32.0 – 36.0

RDW 18.4% 11.5 – 14.5

Tanggal 12/06/2019
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Bilirubin Total 1.05 mg/dl <= 1.00

Bilirubin Direk 0.53 mg/dl <0.20

27
Bilirubin Indirek 0.52 mg/dl <0.60

HBsAg Reaktif Non Reaktif

Anti HCV Non Reaktif Non Reaktif

E. Hasil USG Abdomen (03 Maret 2019)

Kesan : Sirosis hepatis dengan hipertensi porta, splenomegaly, dan asites.

F. Hasil Esofagogastroduodenoskopi (11 Juni 2019)

G. Hasil Pemeriksaan Ligasi Varises Esofagus (13 Juni 2019)

28
Hasil : Tidak terjadi perdarahan, saran untuk ligase 2 minggu lagi.

H. RESUME

Pasien mengeluh muntah kehitaman 1 hari SMRS sebanayk 1 kali,


konsistensi cair, tidak bercampur makanan, muntah dikeluhkan sebanyak +- 1
gelas aqua. Sebelum muntah pasien mengalami mual. Pasien juga mengeluh
BAB kehitaman cair 1 hari SMRS, sebanyak 1 kali. BAB tidak disertai lender.
Psien juga mengeluh perut kembung dan nyeri perut kiri atas. Keluhan
muntah dan BAB kehitaman sudah dirasakan 6 kali dalam satu tahun terakhir.
3 bulan yang lalu pasien dirawat di RS dengan keluhan yang sama dan
didiagnosis hepatitis . riwayat minum obat anti nyeri disangkal, minum jamu-
jamuan disangkal, demam disangkal, kaki bengkak disangkal, Riwayat
keluhan yang serupa tidak ada sebelumnya. Riwayat hepatitis atau sakit

29
kuning sebelumnya tidak ada. Riwayat operasi dan transfusi darah disangkal.
Riwayat keganasan dan sakit jantung disangkal. Riwayat imunisasi tidak
diketahui. Keluarga tidak ada yang mengalami keluhan serupa atau sakit
kuning. Riwayat darah tinggi, kencing manis dan keganasan di keluarga
disangkal. Riwayat merokok sejak usia 15 tahun 1 bungkius rokok erhari,
tetapi 1 tahun terakhir pasien sudah stop merokok. Riwayat konsumsi alcohol
sejak saat usia 17 tahun sebanayk 2-3 botol perhari dan baru stop 2 tahun yang
lalu. Konsumsi obat terlarang disangkal. Kebiasaan makan 3 kali dalam sehari
dan pasien memiliki kebiasaan olahraga futsal 1 kali tiap minggu.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit sedang, kesadaran


compos mentis. Tekanan darah 110/60 mmHg , Frekuensi Nadi 94 x/menit,
regular, isi cukup, Frekuensi Napas 20x/menit, regular , Suhu 36,5 oC. Mata
sklera ikterik +/+, konjungtiva anemis +/+, palpasi abdomen didapatkan nyeri
tekan epigastrium dan hypochondriac sinistra (+), lien schuffner 2. Pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 8,8 mg/dl, Ht 30%, Leukosit 14.5
ribu/ul, trombosit 54 ribu/ul, eritrosit 3.64 juta/ul. VER 81.1 fl, HER 24.1 pg,
KHER 29.7 g/dl, RDW 18.3%. SGOT 57 U/l, SGPT 29 U/I, albumin 2.80 g/dl
, globulin 3.60 g/dl, bilirubin total 1.05 mg/dl, bilirubin direk 0.53 mg/dl,
bilirubin indirek 0.52 mg/dl, HBsAg Reaktif. USG Abdomen menunjukan
kesan Sirosis hepatis dengan hipertensi porta, splenomegaly. Hasil
pemeriksaan EGD menunjukkan kesan varises esophagus grade III, red colour
sign (+). saat ini telah dilakukan ligase varises esophagus dan tidak terjadi
perdarahan.

G. DAFTAR MASALAH
- Hematemesis Melena ec Pecah Varises Esofagus
- Hepatitis B kronik
- Sirosis Hepatis Child Pugh B ec Hepatitis B Kronik
- Anemia Normositik normokrom ec PVO

30
H. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
 IVFD NaCl 0,9% 500 cc / 8 jam
 Asam Tranexamat 3 x 500 mg
 Vit. K 3x10 mg
 Propranolol 3 x 10 mg po
 Spironolakton 1 x 100 mg
 Ceftriaxone 2 x 1 gr
 Lactulose 3 x 15cc syr
 Lamivudin 100 mg/hari
Non Medikamentosa
 Ligasi varises esophagus
 Diet 2592 kkal, protein 1 gr/kgbb per hari, rendah garam (<0.5
gram per hari)

I. PROGNOSIS
• Ad vitam : Dubia ad bonam
• Ad functionam : Dubia ad bonam
• Ad sanationam : Dubia ad bonam

31
K. Pengkajian Masalah
1. Hematemesis Melena
Atas Dasar
 Anamnesis : Hematemesis1 kali sejak 1 hari SMRS, sebanyak 3-4 gelas
aqua. Melena 1 kali sejak 1 hari SMRS. 1 tahun terakhir memiliki keluhan
hematemesis melena yang sama sebanyak 6 kali.
 Pemeriksaan fisik : Abdomen : cekung, spider nevi (-), caput medusae (-)
nyeri tekan (+) regio hipokondria dextra dan sinistra, hepar tidak teraba,
lien schuffner 2, timpani, shiffting dullness (-), palmar eritema (-)
 Pemeriksaan Penunjang : hb : 8.8 g/dl; ht : 30%; tr: 54ribu/ul, eritrosit
3.64 jt/ul; VER: 81.1 fl; HER: 24.1 pg; KHER: 29.7 gr/dl; RDW 18.3%;
SGOT: 57 U/I; SGPT: 29 U/I; albumin 2.80 g/dl; GDS 96 Mg/dl
 Dipikirkan : Hematemesis Melena ec Pecah Varises Oesophagus
 Rencana diagnosis :Pemeriksaan Esofagogastroduodenoskopi
 Rencana Evaluasi : Lab DPL
 Rencana Terapi :
IVFD NaCl 0,9% 500 cc / 8 jam
Asam Tranexamat 3 x 500 mg
Vit. K 3x10 mg
Propranolol 3 x 10 mg po
Spironolakton 1 x 100 mg
Ceftriaxone 2 x 1 gr
Ligasi varises esophagus

2. Hepatitis B Kronik
Atas Dasar
 Anamnesis : . 1 tahun terakhir memiliki keluhan muntah dan BAB
kehitaman yang sama sebanyak 6 kali. 3 bulan yll, pasien dirawat di RS
dengan keluhan yang sama dan di dikatakan mengalami hepatitis B.
 Pemeriksaan fisik : Sklera ikterik (+/+), spider nevi (-), caput meduse (-),
nyeri tekan abdomen regio hipokondria dextra/sinistra (+), hepar tidak
teraba, lien schuffner 2, timpani, shiffting dullness (-), palmar eritema (-)

32
 Pemeriksaan penunjang : : SGOT: 57 U/I; SGPT: 29 U/I; albumin 2.80
g/dl, HBsAg Reaktif, USG (Kesan : sirosis hepatis dengan hipertensi
porta, splenomegaly, asites)
 Dipikirkan : Hepatitis B Kronik
 Rencana diagnosis : Laboratorium HBeAg, DNA VHB, HbsAg
 Rencana Evaluasi : Laboratorium fungsi hati, fungsi ginjal, albumin,
bilirubin total, bilirubin direk, bilirubin indirek, HBeAg, DNA VHB
 Rencana Terapi : Lamivudin 100mg/hari

3. Sirosis Hepatis Child Pugh B EC Hepatitis B Kronik

Atas Dasar

 Anamnesis : keluhan hematemesis (+), konsistensi cair, 1 kali sejak 1 hari


SMRS, sebanyak 3-4 gelas aqua. Pasien juga mengalami melena (+),
konsistensi cair, 1 kali sejak 1 hari SMRS. 1 tahun terakhir memiliki
keluhan muntah dan BAB yang sama sebanyak 6 kali. 3 bulan yll, pasien
dirawat di RS dengan keluhan yang sama dan di dikatakan mengalami
hepatitis B.
 Pemeriksaan fisik : konjuntiva anemis +/+, sklera ikterik +/+, abdomen :
datar, spider nevi (-), caput medusae (-), BU + normal, nyeri tekan (+)
regio hipokondria dextra dan sinistra, hepar tidak teraba, lien schuffner 2,
timpani, shiffting dullness (-), palmar eritema (-)
 Pemeriksaan penunjang : SGOT: 57 U/I; SGPT: 29 U/I; albumin 2.80
g/dl; , HBsAg Reaktif , USG (Kesan : sirosis hepatis dengan hipertensi
porta, splenomegaly, asites)
 Dipikirkan : Sirosis Hepatis Child Pugh B EC Hepatitis B Kronik
 Rencana Evaluasi : Laboratorium DPL, fungsi hati, fungsi ginjal,
albumin, bilirubin total, bilirubin direk, bilirubin indirek, elektrolit, HbsAg
 Rencana Terapi :
Lactulose 3 x 15cc syr
Diet 1500-2000 kkal, protein 1 gr/kgbb per hari, rendah garam (<0.5 gram
per hari)

33
4. Anemia Normositik Normokrom
Atas Dasar :
 Anamnesis : Pasien merasa lemah, lesu, letih dan lunglai dan tidak dapat
melakukan aktivitas dengan maksimal sejak 1 hari SMRS. Keluhan
hematemesis (+) seperti kopi, konsistensi cair, 1 kali sejak 1 hari SMRS,
sebanyak 3-4 gelas aqua. Pasien juga mengeleuh melena (+), konsistensi
cair, 1 kali sejak 1 hari SMRS. 1 tahun terakhir memiliki keluhan muntah
dan BAB yang sama sebanyak 6 kali.
 Pemeriksaan fisik : Konjuntiva anemis +/+, sklera ikterik +/+, hepar tidak
teraba, Lien schuffner 2.
 Pemeriksaan penunjang : hb : 8.8 g/dl; ht : 30%; tr: 54ribu/ul, eritrosit
3.64 jt/ul; VER: 81.1 fl; HER: 24.1 pg; KHER: 29.7 gr/dl; RDW 18.3%;
SGOT: 57 U/I; SGPT: 29 U/I; albumin 2.80 g/dl; GDS 96 Mg/d, , USG
(Kesan : sirosis hepatis dengan hipertensi porta, splenomegaly, asites)
 Dipikirkan : Anemia Normositik Normokrom ec Pecah Varises
Oesophagus
 Rencana diagnosis : Laboratorium PT, APTT, retikulosit, serum iron,
transferrin, TIBC
 Rencana Evaluasi : Laboratorium DPL
 Rencana tatalaksana : Tatalaksana sesuai penyebab (Target Hb 7-9
mg/dl)

34
BAB IV
ANALISA KASUS

Penyebab dari sirosis hepatis sangat beraneka ragam, namun mayoritas


penderita sirosis awalnya merupakan penderita penyakit hati kronis yang
disebabkan oleh virus hepatitis atau penderita steatohepatitis yang berkaitan
dengan kebiasaan minum alkohol ataupun obesitas. Beberapa etiologi lain dari
penyakit hati kronis diantaranya adalah infestasi parasit (schistosomiasis),
penyakit autoimun yang menyerang hepatosit atau epitel bilier, penyakit hati
bawaan, penyakit metabolik seperti Wilson’s disease, kondisi inflamasi kronis
(sarcoidosis), efek toksisitas obat (methotrexate dan hipervitaminosis A), dan
kelainan vaskular, baik yang didapat ataupun bawaan. Berdasarkan hasil penelitian
di Indonesia, virus hepatitis B merupakan penyebab tersering dari sirosis hepatis
yaitu sebesar 40-50% kasus, diikuti oleh virus hepatitis C dengan 30-40% kasus,
sedangkan 10-20% sisanya tidak diketahui penyebabnya dan termasuk kelompok
virus bukan B dan C. Sementara itu, alkohol sebagai penyebab sirosis di Indonesia
mungkin kecil sekali frekuensinya karena belum ada penelitian yang mendata
kasus sirosis akibat alkohol.6 Pada kasus ini, kemungkinan yang menjadi penyebab
sirosis adalah perkembangan dari penyakit hati kronis yang diakibatkan oleh
hepatitis B dan alkoholik. Pasien mengaku didiagnosis mederita hepatitis B 3
bulan oleh dokter. Pasien juga yang mengaku gemar mengkonsumsi alkohol sejak
usia 17 tahun, 2-3 kali tiap minggu, tiap kali minum biasanya 3 gelas. Hepatitis B
kronik dan Alkohol merupakan salah satu faktor risiko terjadinya sirosis hepatis.
Pada stadium awal (kompensata), dimana kompensasi tubuh terhadap
kerusakan hati masih baik, sirosis seringkali muncul tanpa gejala sehingga sering
ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin. Gejala-
gejala awal sirosis meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan
berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-laki
dapat timbul impotensi, testis mengecil dan dada membesar, serta hilangnya
dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut, (berkembang menjadi sirosis
dekompensata) gejala-gejala akan menjadi lebih menonjol terutama bila timbul
komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi kerontokan rambut badan,

35
gangguan tidur, dan demam yang tidak begitu tinggi. Selain itu, dapat pula disertai
dengan gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus
haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, hematemesis, melena,
serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi,
sampai koma.7 Pada kasus ini, berdasarkan hasil anamnesis yang telah dilakukan,
didapatkan beberapa gejala yang dapat mengarah pada keluhan yang sering
didapat pada sirosis hati yaitu lemas pada seluruh tubuh, mual dan muntah yang
disertai penurunan nafsu makan. Selain itu, ditemukan juga beberapa keluhan yang
terkait dengan kegagalan fungsi hati dan hipertensi porta, ikterus pada kedua mata,
nyeri perut yang disertai dengan hematemesis dan melena.
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan penderita yang tampak kesakitan
dengan nyeri tekan pada regio epigastrium dan hipokondriaka sinistra. Terlihat
juga tanda-tanda anemis pada kedua konjungtiva mata dan ikterus pada kedua
sklera. Pada pemeriksaan jantung dan paru, masih dalam batas normal, tidak
ditemukan tanda-tanda efusi pleura seperti penurunan vokal fremitus, perkusi yang
redup, dan suara nafas vesikuler yang menurun pada kedua lapang paru. Pada
daerah abdomen, tidak ditemukan tanda-tanda ascites seperti pemeriksaan shifting
dullness dan gelombang undulasi. Hati tidak teraba, lien schuffner 2 dan nyeri
ketok CVA negative. Pada ekstremitas tidak ditemukan tanda tanda edema dan
tidak ditemukan palmar eritema.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 8,8 mg/dl, Ht 30%,
Leukosit 14.5 ribu/ul, trombosit 54 ribu/ul, eritrosit 3.64 juta/ul. VER 81.1 fl, HER
24.1 pg, KHER 29.7 g/dl, RDW 18.3%. SGOT 57 U/l, SGPT 29 U/I, albumin 2.80
g/dl, globulin 3.60 g/dl, bilirubin total 1.05 mg/dl, bilirubin direk 0.53 mg/dl,
bilirubin indirek 0.52 mg/dl, HBsAg Reaktif. Dari hasil laboratorium tersebut
dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami anemia normositik normokrom yang
diakibatkan oleh hematemesis melena, selain itu HbsAg yang reaktif menunjukan
etiologi penyebab sirosis pada pasien ini.
Pada pemeriksaan USG Abdomen menunjukan kesan Sirosis hepatis
dengan hipertensi porta, splenomegaly, dan asites. Pada pemeriksaan EGD
menunjukkan kesan varises esophagus grade III, red colour sign (+). Saat ini telah
dilakukan ligase varises esophagus dan tidak terjadi perdarahan.

36
Pasien ini mendapat terapi IVFD NaCl 0,9% 500 cc / 8 jam untuk menjaga
kestabilan hemodinamik, asam tranexamat 3 x 500 mg, vit. K 3x10 mg,
propranolol 3 x 10 mg po untuk menghindari terjadinya perdarahan saluran cerna
akibat pecahnya varises esofagus. Pasien juga mendapatkan obat hemostatik
berupa asam traneksamat dan propanolol untuk menghindari terjadinya perdarahan
saluran cerna akibat pecahnya varises. Ceftriaxone 2 x 1 gr ditujukan untuk
mengurangi jumlah bakteri di usus yang bisa menyebabkan peritonitis bakterial
spontan serta mengurangi produksi amonia oleh bakteri di usus yang dapat
menyebabkan ensepalopati hepatikum jika terlalu banyak amonia yang masuk ke
peredaran darah. Pasien juga lactulose 3 x 15 cc syr untuk menangani progresifitas
ensefalopati hepatikum. Lamivudin 100 mg/hari sebagai terapi hepatitis B yang
dialami pasien.
Berdasarkan prognosis perhitungan Child Turcotte Pugh (CTP) pasien ini
yaitu skor 5 karena didapatkan asites sedikit pada usg namun tidak tampak pada pf
(poin 2), bilirubin 1.05 mg/dl (poin 1) , albumin 2.80 mg/dl (poin 1) dan PT 4
detik (poin 2) sehingga skor Child Turcotte Pugh A dengan prognosis sedang dan
angka kesintaan tahun pertama 100 %, angka kesintaan tahun kedua 85 %.

37
BAB V
KESIMPULAN

Sirosis hepatis merupakan suatu proses difus yang ditandai dengan fibrosis
dan perubahan arsitektur hati normal menjadi struktur nodul abnormal yang tidak
memiliki organisasi lobular yang normal. Proses ini terjadi secara reversible dan
dapat menyebabkan beragam komplikasi sehingga penanganan harus dilakukan
secara menyeluruh agar progesititas penyakit tidak berlanjut. Terapi ditujukan
untuk mengatasi kausa, mencegah progesivitas dan menurunkan angka mortalitas
akibat sirosis.

38
DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo A W, Setyohadi B, Alwi I dkk. 2016. Buku Ajar Ilmu Penyakit


Dalam. Jilid II Kedokteran UI. Interna Publishing: Jakarta.
2. Sherwood L. 2012. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. 6th ed. Jakarta:
EGC.
3. Isselbacher dkk. 2012. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Alih
bahasa. Asdie Ahmad H., Edisi 13, Jakarta: EGC.
4. Abbas, A.K., Aster, J.C., dan Kumar, V. 2015. Buku Ajar Patologi
Robbins. Edisi 9. Singapura: Elsevier Saunders.
5. Paulsen F dan Waschke J. 2010. Sobotta Atlas Anatomi Manusia. Jilid 1 :
Edisi 23. Jakarta : EGC.
6. EASL Clinical Practice Guidelines for the management of patients with
decompensated cirrhosis. Journal of Hepatology European Association for
the Study of the Liver 2018.
7. Johannes Wiegand, Thomas Berg. Review Article : The Etiology,
Diagnosis and Prevention of Liver Cirrhosis. Part 1 of a Series on Liver
Cirrhosis. Dtsch Arztebl Int Germany : 2013.
8. Andres Cardenas et al. Ascites, Hyponatremia, Hepatorenal Syndrome
and Spontaneous bacterial peritonitis. Comprehensive Clinical Hepatology
2nd Edition. 2006.
9. Don C. Rockey, Scott L. Friedman. 2006. Hepatic Fibrosis And Cirrhosis.
http://www.eu.elsevierhealth.com/media/us/samplechapters/97814160325
88/9781416032588.pdf .Diakses pada tanggal 30 Mei 2012
10. Setiawan, Poernomo Budi. Sirosis hati. In: Askandar Tjokroprawiro,
Poernomo Boedi Setiawan, et al. Buku Ajar Penyakit Dalam, Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga. 2007. Page 129-136

39

Anda mungkin juga menyukai