Anda di halaman 1dari 57

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketiga pada
pasien yang berusia 45 – 46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker).
Diseluruh dunia sirosis menempati urutan ke tujuh penyebab kematian. Sekitar 25.000
orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini. Sirosis hati merupakan penyakit hati
yang sering ditemukan dalam ruang perawatan Bagian Penyakit Dalam. Perawatan di
Rumah Sakit sebagian besar kasus terutama ditujukan untuk mengatasi berbagai penyakit
yang ditimbulkan seperti perdarahan saluran cerna bagian atas, koma peptikum,
hepatorenal sindrom, dan asites, Spontaneous bacterial peritonitis serta Hepatosellular
carsinoma.1
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir
fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari
arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi akibat
adanya nekrosis hepatoselular. Jaringan penunjang retikulin kolaps disertai
deposit jaringan ikat, distorsi jaringan vaskular, dan regenerasi nodularis
parenkim hati. Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata
yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dekompensata
yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinis yang jelas. Sirosis hati dekompensata
merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan pada satu tingkat tidak
terlihat perbedaannya secara klinis. Hal ini dapat dibedakan melalui pemeriksaan
biopsi hati.2
Gejala klinis dari sirosis hati sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala sampai dengan
gejala yang sangat jelas. Apabila diperhatikan, laporan di negara maju, maka kasus
Sirosis hati yang datang berobat ke dokter hanya kira-kira 30% dari seluruh populasi
penyakit in, dan lebih kurang 30% lainnya ditemukan secara kebetulan ketika berobat
untuk penyakit lain, sisanya ditemukan saat atopsi.1
Terapi sirosis ditujukan untuk mengurangi progresi penyakit, menghindarkan
bahan-bahan yang bisa menambah kerusakan hati, pencegahan dan penanganan
komplikasi. Walaupun sampai saat ini belum ada bukti bahwa penyakit sirosis hati

1
reversibel, tetapi dengan kontrol pasien yang teratur pada fase dini diharapkan
dapat memperpanjang status kompensasi dalam jangka panjang dan mencegah
timbulnya komplikasi.3
World Health Organization (WHO) tahun 2002 memperkirakan 783.000
pasien di dunia meninggal akibat sirosis hati. Sirosis hati paling banyak
disebabkan oleh penyalahgunaan alkohol dan infeksi virus hepatitis. Di Indonesia
sirosis hati banyak dihubungkan dengan infeksi virus hepatitis B dan C karena
penyalahgunaan alkohol lebih jarang terjadi dibandingkan negara-negara barat.
Sekitar 57 %, pasien sirosis hati terinfeksi hepatitis B atau C. South East Asia
Regional Office (SEARO) tahun 2011 melaporkan sekitar 5,6 juta orang di Asia
Tenggara adalah pembawa hepatitis B, sedangkan sekitar 480 000 orang pembawa
hepatitis C. Di Indonesia, prevalensi hepatitis B dan C pada dewasa sehat yang
mendonorkan darah masing-masing adalah 2,1 % dan 8,8 % pada tahun 1995.
Penyakit ini dilaporkan sebanyak 38- 52,8 % dari penyakit hati yang dirawat di
rumah sakit di berbagai kota di Indonesia. Berbeda dengan di negara Barat Iebih
dari 65 % sirosis hati adalah sirosis alkoholik, di Indonesia 30-40 % sirosis hati
adalah sirosis hati posnekrosis.4
Tingginya angka kematian pasien sirosis mungkin disebabkan karena proses
penyakitnya sendiri atau karena timbulnya komplikasi. Komplikasi yang sering
timbul pada pasien sirosis adalah varises esofagus, peritonitis bakterial spontan,
sindrom hepatorenal, dan ensefalopati hepatik. Penyebab sirosis hati sering kali
akibat penyalahgunaan alkohol dan infeksi virus hepatitis B dan C. Di Indonesia
sirosis hati banyak dihubungkan dengan infeksi virus hepatitis B dan C yaitu
sekitar 57%. Alkohol sebagai penyebab sirosis di Indonesia frekuensinya masih
kecil karena belum ada data yang tersedia.5

2
1.2. Tujuan

Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah:

1. Mengetahui definisi, epidemiologi, etiologi, gambaran klinis, diagnosis,


diagnosis banding, terapi, dan prognosis Sirosis Hepatis.
2. Sebagai tugas makalah untuk melengkapi kepaniteraan klinik di
Departemen Penyakit Dalam.

1.3. Manfaat

Manfaat penulisan makalah ini adalah:

1. Memberikan informasi tentang Sirosis Hepatis.


2. Memperkaya ilmu pengetahuan dan memperkokoh landasan teoritis ilmu
kedokteran, khususnya mengenai Sirosis Hepatis.
3. Sebagai salah satu syarat bagi penulis untuk menyelesaikan tugas di
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Islam
Sumatera Utara.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Hati


Hati merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh manusia dengan berat kurang
lebih 1,5 kg. Hati adalah organ viseral terbesar dan terletak di bawah kerangka
iga. Hepar bertekstur lunak, lentur, dan terletak di bagian atas cavitas abdominalis
tepat di bawah diaphragma. Sebagian besar hepar terletak di profunda arcus
costalis dextra dan hemidiaphragma dextra memisahkan hepar dari pleura, pulmo,
pericardium, dan cor. Hepar terbentang ke sebelah kiri untuk mencapai
hemidiaphragma sinistra. Hepar tersusun atas lobuli hepatis. Vena centralis pada
masing-masing lobulus bermuara ke venae hepaticae. Dalam ruangan antara
lobuluslobulus terdapat canalis hepatis yang berisi cabang-cabang arteria hepatica,
vena portae hepatis, dan sebuah cabang ductus choledochus (trias hepatis). Darah
arteria dan vena berjalan di antara sel-sel hepar melalui sinusoid dan dialirkan ke
vena centralis.

2.2 Fisiologi Hati


Menurut Guyton & Hall (2008), hati mempunyai beberapa fungsi yaitu:
a. Metabolisme karbohidrat Fungsi hati dalam metabolisme karbohidrat adalah
menyimpan glikogen dalam jumlah besar, mengkonversi galaktosa dan fruktosa
menjadi glukosa, glukoneogenesis, dan membentuk banyak senyawa kimia yang
penting dari hasil perantara metabolisme karbohidrat.
b. Metabolisme lemak Fungsi hati yang berkaitan dengan metabolisme lemak,
antara lain: mengoksidasi asam lemak untuk menyuplai energi bagi fungsi tubuh
yang lain, membentuk sebagian besar kolesterol, fosfolipid dan lipoprotein,
membentuk lemak dari protein dan karbohidrat.
c. Metabolisme protein Fungsi hati dalam metabolisme protein adalah deaminasi
asam amino, pembentukan ureum untuk mengeluarkan amonia dari cairan tubuh,

4
pembentukan protein plasma, dan interkonversi beragam asam amino dan
membentuk senyawa lain dari asam amino.
d. Lain-lain Fungsi hati yang lain diantaranya hati merupakan tempat
penyimpanan vitamin, hati sebagai tempat menyimpan besi dalam bentuk feritin,
hati membentuk zat-zat yang digunakan untuk koagulasi darah dalam jumlah
banyak dan hati mengeluarkan atau mengekskresikan obat-obatan, hormon dan zat
lain.

2.3 Histologi Hati


Sel–sel yang terdapat di hati antara lain: hepatosit, sel endotel, dan sel makrofag
yang disebut sebagai sel kuppfer, dan sel ito (sel penimbun lemak). Sel hepatosit
berderet secara radier dalam lobulus hati dan membentuk lapisan sebesar 1-2 sel
serupa dengan susunan bata. Lempeng sel ini mengarah dari tepian lobulus ke
pusatnya dan beranastomosis secara bebas membentuk struktur seperti labirin dan
busa. Celah diantara lempeng-lempeng ini mengandung kapiler yang disebut
sinusoid hati. Sinusoid hati adalah saluran yang berliku–liku dan melebar,
diameternya tidak teratur, dilapisi sel endotel bertingkat yang tidak utuh. Sinusoid

5
dibatasi oleh 3 macam sel, yaitu sel endotel (mayoritas) dengan inti pipih gelap,
sel kupffer yang fagositik dengan inti ovoid, dan sel stelat atau sel Ito atau liposit
hepatik yang berfungsi untuk menyimpan vitamin A dan memproduksi matriks
ekstraseluler serta kolagen. Aliran darah di sinusoid berasal dari cabang terminal
vena portal dan arteri hepatik, membawa darah kaya nutrisi dari saluran
pencernaan dan juga kaya oksigen dari jantung. Traktus portal terletak di sudut-
sudut heksagonal. Pada traktus portal, darah yang berasal dari vena portal dan
arteri hepatik dialirkan ke vena sentralis. Traktus portal terdiri dari 3 struktur
utama yang disebut trias portal. Struktur yang paling besar adalah venula portal
terminal yang dibatasi oleh sel endotel pipih. Kemudian terdapat arteriola dengan
dinding yang tebal yang merupakan cabang terminal dari arteri hepatik. Dan yang
ketiga adalah duktus biliaris yang mengalirkan empedu. Selain ketiga struktur itu,
ditemukan juga limfatik.
Aliran darah di hati dibagi dalam unit struktural yang disebut asinus hepatik.
Asinus hepatik berbentuk seperti buah berry, terletak di traktus portal. Asinus ini
terletak di antara 2 atau lebih venula hepatic terminal, dimana darah mengalir dari
traktus portalis ke sinusoid, lalu ke venula tersebut. Asinus ini terbagi menjadi 3
zona, dengan zona 1 terletak paling dekat dengan traktus portal sehingga paling
banyak menerima darah kaya oksigen, sedangkan zona 3 terletak paling jauh dan
hanya menerima sedikit oksigen. Zona 2 atau zona intermediet berada diantara
zona 1 dan 3. Zona 3 ini paling mudah terkena jejas iskemik.

Histopatologi Hati Jejas sel dalam hati dapat bersifat reversibel atau ireversibel
1. Jejas reversible
a. Pembengkakan Sel
Pembengkakan merupakan manifestasi pertama yang ada hampir
pada semua bentuk jejas sel, sebagai akibat pergeseran air ekstraseluler ke
dalam sel, akibat gangguan pengaturan ion dan volume karena kehilangan
ATP.
Bila air berlanjut tertimbun dalam sel, vakuol-vakuol kecil jernih
tampak dalam sitoplasma yang diduga merupakan retikulum endoplasma

6
yang melebar dan menonjol keluar atau segmen pecahannya. Gambaran
jejas nonletal ini kadang-kadang disebut degenerasi hidropik atau
degenerasi vakuol. Selanjutnya hepatosit yang membengkak juga akan
tampak edematosa (degenerasi balon) dengan sitoplasma ireguler bergumpal
dan rongga-rongga jernih yang lebar
b. Perlemakan Hati
Perlemakan hati merupakan akumulasi trigliserida dalam sel-sel parenkim
hati. Akumulasi timbul pada keadaan berikut:
1. Peningkatan mobilisasi lemak jaringan yang menyebabkan
peningkatan jumlah asam lemak yang sampai ke hati;
2. Peningkatan kecepatan konversi dari asam lemak menjadi
trigliserida di dalam hati karena aktivitas enzim yang terlibat
meningkat;
3. Penurunan oksidasi trigliserida menjadi asetil-koA dan penurunan
bahan keton;
4. Penurunan sintesis protein akseptor lipid.
2. Jejas Ireversibel
a. Nekrosis
Nekrosis sel dapat terjadi langsung atau dapat mengikuti degenerasi sel
(jejas reversibel). Gambaran mikroskopik dari nekrosis dapat berupa gambaran
piknosis, karioreksis, dan kariolisis. Berdasarkan lokasinya nekrosis terbagi
menjadi tiga yaitu nekrosis fokal, nekrosis zona, nekrosis submasif. Nekrosis sel
hati fokal adalah nekrosis yang terjadi secara acak pada satu sel atau sekelompok
kecil sel pada seluruh daerah lobulus-lobulus hati. Nekrosis ini dikenali pada
biopsi melalui badan asidofilik (councilman) yang merupakan sel hati nekrotik
dengan inti piknotik atau lisis dan sitoplasma terkoagulasi berwarna merah muda.
Selain itu dapat dikenali juga pada daerah lisis sel hati yang dikelilingi oleh
kumpulan sel kupffer dan sel radang. Nekrosis zona sel hati adalah nekrosis sel
hati yang terjadi pada regio-regio yang identik disemua lobulus hati, sedangkan
nekrosis submasif merupakan nekrosis sel hati yang meluas melewati batas

7
lobulus, sering menjembatani daerah portal dengan vena sentralis (bridging
necrosis).
b. Fibrosis
Fibrosis merupakan akumulasi matriks ekstraseluler yang merupakan respon
dari cedera akut atau kronik pada hati. Pada tahap awal, fibrosis mungkin
terbentuk di dalam atau di sekitar saluran porta atau vena sentralis atau mungkin
mengendap langsung didalam sinusoid. Hal ini merupakan reaksi penyembuhan
terhadap cedera. Cedera pada hepatosit akan mengakibatkan pelepasan sitokin dan
faktor solubel lainnya oleh sel kupffer serta sel tipe lainnya pada hati. Faktor-
faktor ini akan mengaktivasi sel stelat yang akan mensintesis sejumlah besar
komponen matriks ekstraseluler
c. Sirosis
Berlanjutnya fibrosis dan cedera parenkim menyebabkan hepar terbagi-bagi
menjadi nodus hepatosit yang mengalami regenerasi dan dikelilingi oleh jaringan
parut. Jaringan parut ini disebut sirosis.

2.4 Sirosis Hepatis


2.4.1 Definisi Sirosis Hepatis
Sirosis hati merupakan penyakit kronis hati yang ditandai dengan
fibrosis, disorganisasi dari lobus dan arsitektur vaskular, dan regenerasi
nodul hepatosit. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan
nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha
regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan
sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan
jaringan ikat dan nodul tersebut.
Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium terakhir dari
penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati yang akan
menyebabkan penurunan fungsi hati dan bentuk hati yang normal akan
berubah disertai terjadinya penekanan pada pembuluh darah dan
terganggunya aliran darah vena porta yang akhirnya menyebabkan

8
hipertensi portal. Pada sirosis dini biasanya hati membesar, teraba kenyal,
tepi tumpul, dan terasa nyeri bila ditekan.

2.4.2 Epidemiologi Sirosis Hepatis


a. Menurut Orang Case Fatality Rate (CSDR)
Sirosis hati laki-laki di Amerika Seikat tahun 2001 sebesar 13,2 per
100.000 dan wanita sebesar 6,2 per 100.000 penduduk. Di Indonesia, kasus
ini lebih banyak ditemukan pada kaum laki-laki dibandingkan kaum wanita.
Dari yang berasal dari beberapa rumah sakit di kota-kota besar di Indonesia
memperlihatkan bahwa penderita pria lebih banyak dari wanita dengan
perbandingan antara 1,5 sampai 2 : 1. Ndraha melaporkan selama Januari –
Maret 2009 di Rumah Sakit Koja Jakarta dari 38 penderita sirosis hati, 63,7%
laki-laki dan 36,7% wanita, terbanyak (55,3%) adalah kelompok umur 40-60
tahun.
b. Tempat Sirosis hati dijumpai di seluruh negara, tetapi kejadiannya
berbeda-beda tiap negara. Pada periode 1999-2004 insidensi sirosis hati di
Norwegia sebesar 13,4 per 100.000 penduduk. Dalam kurun waktu lima
tahun (2000-2005) dari data yang dikumpulkan dari Rumah Sakit Adam
Malik Medan, Klinik Spesialis Bunda dan Rumah Sakit PTPN II Medan,
ditemukan 232 penderita sirosis hati.
c. Waktu Pada tahun 2001 di Islandia insidensi sirosis hati 4% dan tahun
2002 sebesar 2,4%. Pada tahun 2002, PMR sirosis hati di dunia yaitu 1,7%.
Di Modolvo terjadi peningkatan, dimana pada tahun 2002 CSDR sirosis hati
89,2% per 100.000 penduduk (CSDR 2002), dan pada tahun 2004 sebesar
99,2% (CSDR 2004). Di Amerika Serikat terjadi peningkatan persentase
kematian akibat sirosis hati sebesar 3,4% dari. tahun 2006 ke tahun 2007.

2.4.3 Etiologi Sirosis Hepatis


a. Virus hepatitis B, C, dan D.
b. Alkohol.
c. Obat-obatan atau toksin.

9
d. Kelainan metabolik : hemokromatosis, penyakit Wilson, defisiensi α1-
antitripsin, diabetes melitus, glikogenosis tipe IV, galaktosemia,
tirosinemia, fruktosa intoleran.
e. Kolestasis intra dan ekstra hepatik.
f. Gagal jantung dan obstruksi aliran vena hepatika.
g. Gangguan imunitas.
h. Sirosis biliaris primer dan sekunder.
i. Idiopatik atau kriptogenik.

2.4.4 Faktor Resiko Sirosis Hepatis


Penyebab pasti dari sirosis hati sampai sekarang belum jelas, tetapi sering
disebutkan antara lain :
a. Faktor Kekurangan Nutrisi
Menurut Spellberg, Shiff (1998) bahwa di negara Asia faktor gangguan
nutrisi memegang penting untuk timbulnya sirosis hati. Dari hasil laporan
Hadi di dalam simposium Patogenesis sirosis hati di Yogyakarta tanggal
22 Nopember 1975, ternyata dari hasil penelitian makanan terdapat 81,4
% penderita kekurangan protein hewani , dan ditemukan 85 % penderita
sirosis hati yang berpenghasilan rendah, yang digolongkan ini ialah:
pegawai rendah, kuli-kuli, petani, buruh kasar, mereka yang tidak bekerja,
pensiunan pegawai rendah menengah.
b. Hepatitis Virus
Hepatitis virus terutama tipe B sering disebut sebagai salah satu penyebab
sirosis hati, apalagi setelah penemuan Australian Antigen oleh Blumberg
pada tahun 1965 dalam darah penderita dengan penyakit hati kronis ,
maka diduga mempunyai peranan yang besar untuk terjadinya nekrosa sel
hati sehingga terjadi sirosis. Secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis
virus B lebih banyak mempunyai kecenderungan untuk lebih menetap dan
memberi gejala sisa serta menunjukan perjalanan yang kronis, bila
dibandingkan dengan hepatitis virus A.

10
c. Zat Hepatotoksik Beberapa obat-obatan dan bahan kimia dapat
menyebabkan terjadinya kerusakan pada sel hati secara akut dan kronis.
Kerusakan hati akut akan berakibat nekrosis atau degenerasi lemak,
sedangkan kerusakan kronis akan berupa sirosis hati. Zat hepatotoksik
yang sering disebut-sebut ialah alkohol.
d. Penyakit Wilson Suatu penyakit yang jarang ditemukan , biasanya terdapat
pada orangorang muda dengan ditandai sirosis hati, degenerasi basal
ganglia dari otak, dan terdapatnya cincin pada kornea yang berwarna
coklat kehijauan disebut Kayser Fleischer Ring. Penyakit ini diduga
disebabkan defesiensi bawaan dari seruloplasmin. Penyebabnya belum
diketahui dengan pasti, mungkin ada hubungannya dengan penimbunan
tembaga dalam jaringan hati.
e. Hemokromatosis Bentuk sirosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada dua
kemungkinan timbulnya hemokromatosis, yaitu:
- Sejak dilahirkan si penderita menghalami kenaikan absorpsi dari Fe.
- Kemungkinan didapat setelah lahir, misalnya dijumpai pada penderita
dengan penyakit hati alkoholik. Bertambahnya absorpsi dari Fe,
kemungkinan menyebabkan timbulnya sirosis hati.
f. Sebab-Sebab Lain
1. Kelemahan jantung yang lama dapat menyebabkan timbulnya sirosis
kardiak. Perubahan fibrotik dalam hati terjadi sekunder terhadap reaksi dan
nekrosis sentrilobuler
2. Sebagai saluran empedu akibat obstruksi yang lama pada saluran
empedu akan dapat menimbulkan sirosis biliaris primer. Penyakit ini lebih
banyak dijumpai pada kaum wanita.
3. Penyebab sirosis hati yang tidak diketahui dan digolongkan dalam
sirosis kriptogenik. Penyakit ini banyak ditemukan di Inggris. Dari data
yang ada di Indonesia Virus Hepatitis B menyebabkan sirosis 40-50%
kasus, sedangkan hepatitis C dalam 30-40%. Sejumlah 10-20%
penyebabnya tidak diketahui dan termasuk disini kelompok virus yang
bukan B atau C.

11
2.4.5 Patofisiologi Sirosis Hepatis
Penyalahgunaan alkohol dengan kejadian sirosis hati sangat erat
hubungannya. Etanol merupakan hepatotoksin yang mengarah pada
perkembangan fatty liver, hepatitis alkoholik dan pada akhirnya dapat
menimbulkan sirosis. Patogenesis yang terjadi mungkin berbeda tergantung
pada penyebab dari penyakit hati. Secara umum, ada peradangan kronis baik
karenaracun (alkohol dan obat), infeksi (virus hepatitis, parasit), autoimun
(hepatitis kronis aktif, sirosis bilier primer), atau obstruksi bilier (batu saluran
empedu), kemudian akan berkembang menjadi fibrosis difus dan sirosis.

2.4.6 Gejala Klinis Sirosis Hepatis


Gejala
Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada
waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena kelainan
penyakit lain. Bila sirosis hati sudah lanjut, gejala-gejala lebih menonjol
terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi
hilangnya rambut badan, gangguan tidur, dan deman tak begitu tinggi.
Mungkin disertai adanya gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi,
epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti
teh pekat, muntah darah dan/atau melena, serta perubahan mental, meliputi
mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma.
Tanda Klinis
Tanda-tanda klinik yang dapat terjadi yaitu:
a. Adanya ikterus (penguningan) pada penderita sirosis. Timbulnya ikterus
(penguningan ) pada seseorang merupakan tanda bahwa ia sedang menderita
penyakit hati. Penguningan pada kulit dan mata terjadi ketika liver sakit dan
tidak bisa menyerap bilirubin. 17 Ikterus dapat menjadi penunjuk beratnya
kerusakan sel hati. Ikterus terjadi sedikitnya pada 60 % penderita selama
perjalanan penyakit.

12
b. Timbulnya asites dan edema pada penderita sirosis
Ketika liver kehilangan kemampuannya membuat protein albumin, air
menumpuk pada kaki (edema) dan abdomen (ascites). Faktor utama asites
adalah peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus . Edema umumnya
timbul setelah timbulnya asites sebagai akibat dari hipoalbuminemia dan
resistensi garam dan air.
c. Hati yang membesar
Pembesaran hati dapat ke atas mendesak diafragma dan ke bawah. Hati
membesar sekitar 2-3 cm, dengan konsistensi lembek dan menimbulkan rasa
nyeri bila ditekan.
d. Hipertensi portal.
Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan darah vena portal yang
memetap di atas nilai normal. Penyebab hipertensi portal adalah peningkatan
resistensi terhadap aliran darah melalui hati.

Keluhan pasien sirosis hati tergantung pada fase penyakitnya. Gejala


kegagalan hati ditimbulkan oleh keaktifan proses hepatitis kronik yang masih
berjalan bersamaan dengan sirosis hati yang telah terjadi dalam proses penyakit
hati yang berlanjut sulit dibedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan
permulaan sirosis yang terjadi.

Fase kompensasi sempurna.

Pada fase ini pasien tidak mengeluh sama sekali atau bisa juga keluhan
samar-samar tidak khas seperti pasien merasa tidak fit, merasa kurang
kemampuan kerja, selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual,
kadang mencret atau konstipasi, berat badan menurun, kelemahan otot dan
perasaan cepat lelah akibat deplesi protein. Keluhan dan gejala tersebut tidak
banyak bedanya dengan pasien hepatitis kronik aktif tanpa sirosis hati dan
tergantung pada luasnya kerusakan parenkim hati.

13
Fase dekompensasi.

Pasien sirosis hati dalam fase ini sudah dapat ditegakkan diagnosisnya dengan
bantuan pemeriksaan klinis, laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya.
Terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi portal dengan
manifestasi seperti eritema palmaris, spider naevi, vena kolateral pada dinding
perut, ikterus, edema pretibial dan asites. Ikterus dengan air kemih berrwarna teh
pekat mungkin disebabkan proses penyakit yang berlanjut atau transformasi
kearah keganasan hati, dimana tumor akan menekan saluran empedu atau
terbentuknya thrombus saluran empedu intrahepatik. Bisa juga pasien datang
dengan gangguan pembekuan darah seperti epistaksis, perdarahan gusi, gangguan
siklus haid, atau siklus haid berhenti. Sebagian pasien datang dengan gejala
hematemesis dan melena, atau melena saja akibat perdarahan varises esofagus.
Perdarahan bisa masif dan menyebabkan pasien jatuh kedalam renjatan. Pada
kasus lain sirosis datang dengan gangguan kesadaran berupa ensefalopati hepatik
sampai koma hepatik. Ensefalopati bisa akibat kegagalan hati pada sirosis hati
fase lanjut atau akibat perdarahan varises esofagus.

2.4.5 Diagnosis Sirosis Hepatis


Pemeriksaan Laboratorium

1. Darah
Bisa dijumpai Hb rendah, anemia normokrom normositer, hipokrom
mikrositer atau makrositer. Anemia bisa, akibat hipersplenisme dengan
leukopenia dan trombositopenia.

1. Kenaikan enzim transaminase / SGOT, SGPT tidak merupakan petunjuk


tentang berat dan luasnya kerusakan parenkhim hati. Kenaikan kadarnya
didalam serum timbul akibat kebocoran dari sel yang mengalami
kerusakan. Peninggian kadar gama GT sama dengan transaminase, ini

14
lebih sensitif tetapi kurang spesifik. Pemeriksaan bilirubin, transaminase
dan gama GT tidak meningkat pada sirosis inaktif.
2. Albumin. Penurunan kadar albumin dan peningkatan kadar globulin
merupakan tanda kurangnya daya hati dalam menghadapi stress.
3. Pemeriksaan CHE. Bila terjadi kerusakan sel hati, kadar CHE akan turun.
4. Pemeriksaan kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretik dan
pembatasan garam dalam diet.
5. Pemanjangan masa protombin merupakan petunjuk adanya penurunan
fungsi hati. Pemberian vit. K parenteral dapat memperbaiki masa
protrombin.
6. Peninggian kadar gula darah pada sirosis hati fase lanjut disebabkan
kurangnya kemampuan sel hati membentuk glikogen.
7. Pemeriksaan marker serologi pertanda virus seperti HBS Ag/ HBS Ab,
HbeAg/ HbeAb, HBV DNA, HCV RNA.
Pemeriksaan AFP penting dalam menentukan apakah telah terjadi transformasi
kearah keganasan. Nilai AFP > 500 – 1000 mempunyai nilai diagnostik suatu
kanker hati primer.

2. Pemeriksaan jasmani.

Terdapat pembesaran hati pada awal sirosis, pembesaran limfe, pada perut
terdapat vena kolateral dan asites, spider naevi/ kaput medusa, eritema palmaris.

3. Pemeriksaan penunjang lainnya.

Esofagoskopi, USG, CT-Scan, ERCP, Angiografi.

DIAGNOSIS
Pada saat ini penegakan diagnosis sirosis hati terdiri atas pemeriksaan
fisik, laboratorium, USG. Pada kasus tertentu diperlukan pemeriksaan biopsi hati.

15
Pada stadium dekompensasi kadang tidak sulit menegakkan diagnosa sirosis hati
diantaranya :

1. Splenomegali
2. Asites
3. Edema pretibial
4. Laboratorium khususnya albumin
5. Tanda kegagalan berupa eritema palmaris, spider naevi, vena kolateral.
Suharyono Soebandiri memformulasikan bahwa 5 dari 7 tanda dibawah ini sudah
dapat menegakkan diagnosa sirosis hati dekompensasi :

1. Asites
2. Splenomegali
3. Perdarahan varises
4. Albumin yang merendah
5. Spider naevi
6. Eritema palmaris
7. Vena kolateral.

2.4.6 Penatalaksaan Sirosis Hepatis


Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa :
1. Simtomatis
2. Supportif, yaitu :
a. Istirahat yang cukup
b. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang; misalnya : cukup
kalori, protein 1gr/kgBB/hari dan vitamin
c. Pengobatan berdasarkan etiologi Misalnya pada sirosis hati akibat
infeksi virus C dapat dicoba dengan interferon. Sekarang telah
dikembangkan perubahan strategi terapi bagian pasien dengan hepatitis
C kronik yang belum pernah mendapatkan pengobatan IFN seperti
a) kombinasi IFN dengan ribavirin,

16
b) terapi induksi IFN,
c) terapi dosis IFN tiap hari
A) Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3
juta unit 3 x seminggu dan RIB 1000-2000 mg perhari
tergantung berat badan (1000mg untuk berat badan kurang
dari 75kg) yang diberikan untukjangka waktu 24-48
minggu.
B) Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan
dengan dosis yang lebih tinggi dari 3 juta unit setiap hari
untuk 2-4 minggu yang dilanjutkan dengan 3 juta unit 3 x
seminggu selama 48 minggu dengan atau tanpa kombinasi
dengan RIB.
C) Terapi dosis interferon setiap hari.
Dasar pemberian IFN dengan dosis 3 juta atau 5 juta unit
tiap hari sampai HCV-RNA negatif di serum dan jaringan
hati.
3. Pengobatan yang spesifik dari sirosis hati akan diberikan jika telah
terjadi komplikasi seperti
1. Astises
2. Spontaneous bacterial peritonitis
3. Hepatorenal syndrome
4. Ensefalophaty hepatic
Ad. Asites
Dalat dikendalikan dengan terapi konservatif yang terdiri atas :
- istirahat
- diet rendah garam : untuk asites ringan dicoba dulu dengan istirahat dan diet
rendah garam dan penderita dapat berobat jalan dan apabila gagal maka
penderita harus dirawat.
- Diuretik Pemberian diuretic hanya bagi penderita yang telah menjalani diet
rendah garam dan pembatasan cairan namun penurunan berat badannya
kurang dari 1 kg setelah 4 hari. Mengingat salah satu komplikasi akibat

17
pemberian diuretic adalah hipokalemia dan hal ini dapat mencetuskan
encepalophaty hepatic, maka pilihan utama diuretic adalah spironolacton, dan
dimulai dengan dosis rendah, serta dapat dinaikkan dosisnya bertahap tiap 3-4
hari, apabila dengan dosis maksimal diuresinya belum tercapai maka dapat
kita kombinasikan dengan furosemid.

Terapi lain :
Sebagian kecil penderita asites tidak berhasil dengan pengobatan konservatif.
Pada keadaan demikian pilihan kita adalah parasintesis. Mengenai
parasintesis cairan asites dapat dilakukan 5 10 liter / hari, dengan catatan
harus dilakukan infus albumin sebanyak 6 – 8 gr/l cairan asites yang
dikeluarkan. Ternyata parasintesa dapat menurunkan masa opname pasien.
Prosedur ini tidak dianjurkan pada Child’s C, Protrombin < 40%, serum
bilirubin > dari 10 mg/dl, trombosit < 40.000/mm3 , creatinin > 3 mg/dl dan
natrium urin < 10 mmol/24 jam.

Ad. Spontaneus Bacterial Peritonitis (SBP)


Infeksi cairan dapat terjadi secara spontan, atau setelah tindakan parasintese.
Tipe yang spontan terjadi 80% pada penderita sirosis hati dengan asites,
sekitar 20% kasus. Keadaan ini lebih sering terjadi pada sirosis hati stadium
kompesata yang berat. Pada kebanyakan kasus penyakit ini timbul selama
masa rawatan. Infeksi umumnya terjadi secara Blood Borne dan 90%
Monomicroba. Pada sirosis hati terjadi permiabilitas usus menurun dan
mikroba ini beraasal dari usus. Adanya kecurigaan akan SBP bila dijumpai
keadaan sebagai berikut : Spontaneous bacterial peritonitis Sucpect grade B
dan C cirrhosis with ascites Clinical feature my be absent and WBC normal
Ascites protein usually 250 mm polymorphs 50% die 69 % recur in 1 year
Pengobatan SBP dengan memberikan Cephalosporins Generasi III
(Cefotaxime), secara parental selama lima hari, atau Qinolon secara oral.
Mengingat akan rekurennya tinggi maka untuk Profilaxis dapat diberikan
Norfloxacin (400mg/hari) selama 2-3 minggu.

18
Ad. Hepatorenal Sindrome
Adapun criteria diagnostik dapat kita lihat sebagai berikut : Criteria for
diagnosis of hepato-renal syndrome Major Chronic liver disease with ascietes
Low glomerular fitration rate Serum creatin > 1,5 mg/dl Creatine clearance
(24 hour) < 4,0 ml/minute Absence of shock, severe infection,fluid losses and
Nephrotoxic drugs Proteinuria < 500 mg/day No improvement following
plasma volume expansion Minor Urine volume < 1 liter / day Urine Sodium <
10 mmol/litre Urine osmolarity > plasma osmolarity Serum Sodium
concentration < 13 mmol / litre. Sindroma ini dicegah dengan menghindari
pemberian Diuretik yang berlebihan, pengenalan secara dini setiap penyakit
seperti gangguan elekterolit, perdarahan dan infeksi. Penanganan secara
konservatif dapat dilakukan berupa : Ritriksi cairan,garam, potassium dan
protein. Serta menghentikan obat-obatan yang Nefrotoxic. Manitol tidak
bermanfaat bahkan dapat menyebabkan Asifosis intra seluler. Diuretik
dengan dosis yang tinggi juga tidak bermanfaat, dapat mencetuskan
perdarahan dan shock. TIPS hasil jelek pada Child’s C, dan dapat
dipertimbangkan pada pasien yang akan dilakukan transplantasi. Pilihan
terbaik adalah transplantasi hati yang diikuti dengan perbaikan dan fungsi
ginjal.
Ad.Perdarahan karena pecahnya Varises Esofagus
Kasus ini merupakan kasus emergensi sehingga penentuan etiologi sering
dinorduakan, namun yang paling penting adalah penanganannya lebih dulu.
Prinsip penanganan yang utama adalah tindakan Resusitasi sampai keadaan
pasien stabil, dalam keadaan ini maka dilakukan :
- Pasien diistirahatkan daan dpuasakan
- Pemasangan IVFD berupa garam fisiologis dan kalau perlu transfusi -
Pemasangan Naso Gastric Tube, hal ini mempunyai banyak sekali
kegunaannya yaitu : untuk mengetahui perdarahan, cooling dengan es,
pemberian obat-obatan, evaluasi darah
- Pemberian obat-obatan berupa antasida,ARH2,Antifibrinolitik,Vitamin K,
Vasopressin, Octriotide dan Somatostatin

19
- Disamping itu diperlukan tindakan-tindakan lain dalam rangka
menghentikan perdarahan misalnya Pemasangan Ballon Tamponade dan
Tindakan Skleroterapi / Ligasi aatau Oesophageal Transection. Ad.
Ensefalopati Hepatik Suati syndrome Neuropsikiatri yang didapatkan pada
penderita penyakit hati menahun, mulai dari gangguan ritme tidur, perubahan
kepribadian, gelisah sampai ke pre koma dan koma. Pada umumnya
enselopati Hepatik pada sirosis hati disebabkan adanya factor pencetus, antara
lain : infeksi, perdarahan gastro intestinal, obat-obat yang Hepatotoxic.
Prinsip penggunaan ada 3 sasaran :
1. mengenali dan mengobati factor pencetus
2. intervensi untuk menurunkan produksi dan absorpsi amoniak serta toxin-
toxin yang berasal dari usus dengan jalan :
- Diet rendah protein
- Pemberian antibiotik (neomisin)
- Pemberian lactulose/ lactikol
3. Obat-obat yang memodifikasi Balance Neutronsmiter
- Secara langsung (Bromocriptin,Flumazemil)
- Tak langsung (Pemberian AARS)

2.4.7 Komplikasi Sirosis Hepatis


Komplikasi sirosis hepatis dalah:
1. Hipertensi portal
2. Coma/ ensefalopaty hepatikum
3. Hepatoma
4. Asites
5. Peritonitis bakterial spontan
6. Kegagalan hati (hepatoselular)
7. Sindrom hepatorenal

20
BAB III

LAPORAN KASUS

ANAMNESE PRIBADI

Nama :A
Umur : 50 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Dusun 8 Perupuk Batu Bara Kel. Lima Puluh Kec.
Lima Puluh Kab. Batu Bara, Sumatera Utara
Pendidikan : Tamat SD
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Perkawinan : Menikah
Tanggal masuk : 07 Maret 2018
NO RM : 01.05.08.25

ANAMNESA PENYAKIT

Keluhan Utama : Perut Membesar


Telaah : Dialami sejak ± 1 minggu yang lalu. Os
mengeluhkan perutnya membesar terjadi
secara perlahan-lahan diikuti rasa mual
tetapi tidak dijumpai muntah. Os
mengeluhkan jika makan atau minum
sedikit perut os terasa penuh. Nyeri perut
tidak dijumpai. Demam tidak dijumpai. Os
mengaku ±1 minggu ini, os susah untuk
BAB. Os mengaku peminum tuak ±6
tahun. Dalam satu hari dapat
mengkonsumsi 3 teko tuak. Os juga
mengaku ± 2 minggu lalu BAB berwarna
hitam. Dalam batas normal. RPK = tidak

21
jelas.
Riwayat Penyakit : Riwayat Hipertensi (-), DM (-)
Terdahulu
Riwayat Pengobatan : -
Kebiasaan : Peminum alkohol

STATUS PRESENS

Keadaan Umum

 Sensorium : CM
 Tekanan Darah :110/80
 Temperatur : 36,30C
 Pernafasan : 23x/i
 Nadi : 72x/i
Keadaan Penyakit

 Anemi : +/+
 Ikterus : -/-
 Sianosis : -/-
 Dispnoe :-
 Edema :-
 Eritema :-
 Turgor : Kembali cepat
 Gerakan Aktif :-
 Sikap tidur paksa : -

Keadaan Gizi
 BB : 53kg
 TB : 163 cm
 RBW : 84%

22
PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan Tanda Vital (Vital Sign)


- Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Compos mentis (E4M6V5)
- Tekanan Darah : 110/80 mmHg
- Nadi : 72 x/menit
- Pernapasan : 23 x/menit
- Suhu : 36,3oC

Status Generalis
1. Kulit
1) Warna : Kecoklatan
2) Turgor : kembali cepat
3) Sianosis : (-)
4) Ikterik : (-)
5) Edema : (-/-)

2. Kepala
1) Bentuk : normocephall
2) Rambut : Hitam
3) Wajah : Simetris, edema (-), deformitas (-), pucat (-), keringat (-)
4) Mata : Pucat (+/+), ikterik (-/-), sekret (-/-), reflek cahaya (+/+),
pupil isokor
5) Telinga : Dalam batas mormal, serumen (-/-)
6) Hidung : Sekret (-). Napas Cuping Hidung (-)
7) Mulut : a. Bibir : Bibir kering (-), mukosa kering (-), sianosis (-)
b. Lidah : Tremor (-). hiperemis (-)
c. Tonsil : Hiperemis (-/-), T1-T1
3. Leher
1) Inspeksi : Simetris, retraksi (-), jejas (-), tumor (-), deviasi trakea (-)

23
2) Palpasi : Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-),
distensi vena jugularis (-)
4. Toraks (anterior-posterior) – Paru-paru
1) Inspeksi : Normochest, pergerakan dinding dada (statis-dinamis)
simetris kanan dan kiri, retraksi supraklavikularinterkostal (-) ,
penggunaan otot bantu napas (-).
2) Palpasi : Nyeri tekan (-), pergerakan dinding dada (statis-dinamis)
simetris kanan dan kiri, stem fremitus dada kanan = kiri
3) Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru
4) Auskultasi : Suara pernafasan : vesikuler (+/+), ST: (-/-).
5. Jantung
1) Inspeksi : Pulsasi iktus kordis tidak terlihat
2) Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V linea midklavikula sinistra
3) Perkusi : Batas jantung kanan pada ICS IV linea parasternal dekstra,
batas jantung kiri pada ICS V linea midklavikula sinistra, batas atas
jantung pada ICS III linea miklavikula sinistra.
4) Auskultasi : Bunyi jantung I > bunyi jantung II regular,bising jantung(-)
6. Abdomen
1) Inspeksi : Simetris membesar, distensi (+)
2) Palpasi : Nyeri tekan (-), Hepar/Lien/Renal sulit dinilai
3) Perkusi : Suara beda di hipocondrium dextra, peranjakan
batas paru-hati relatif-absolut sulit dinilai, undulasi(-), shifting dullness
(+).
4) Auskultasi : Peristaltik usus (+)
7. Ekstremitas
1) Superior : edema pada tangan kanan dan tangan kiri tidak ada,
pucat dan kebiruan pada tangan kanan dan tangan kiri tidak
2) Inferior : edema pada kaki kanan dan kaki kiri tidak ada, pucat dan
kebiruan pada kaki kanan dan kaki kiri tidak ada

24
ANAMNESA PENYAKIT TERDAHULU

Tidak jelas

RIWAYAT PEMAKAIAN OBAT

ANAMNESA PENYAKIT VENERIS

ANAMNESA INTOKSIKASI

Tidak Jelas

ANAMNESA MAKANAN

Cukup, os merupakan peminum alkohol

ANAMNESA FAMILY

a) Penyakit - penyakit family


b) Penyakit seperti orang sakit
c) Anak-anak 2, hidup 2, mati -

PEMERIKSAAN LABORATORIUM RUTIN

Hb : 11,9 12,0-16,0 gr/dl


Ht : 35,9 37-43 %
Leukosit : 7070 4500-10.500/mm3
Eritrosit : 4,44 4,2-5,4 jt/μL
Trombosit : 285.000 150.000-450.000/mm3
natrium : 130 135-145 mmol/L
Kalium : 4,10 3,5-4,5 mmol/L

25
Clorida : 95 90-110 mmol/L
Gula Darah Sewaktu : 84 <200 mg/dl
Ureum : 25 13-43 mg/dl
Kreatinin : 0,8 0,51-0,95 mg/dl

SGPT 26 0-40

SGOT 28 0-40

Alkaline phos 81 30-142

Tot. Bilirubin 0,39 0-1,2 mg/dl

Direct bilirubin 0,04 0,05-0,3 mg/dl

HbsAg kualitatif negatif negatif

HIV kualitatif negatif negatif

Anti HCV negatif negatif

RESUME

a) Keluhan Utama : Perut membesar (+)


b) Telaah
Perut membesar dialami ± 1 minggu ini, diikuti rasa mual tetapi tidak
muntah. Pernah BAB hitam ± 2 minggu yang lalu.
c) Status Present
- Keadaan Umum
Sens : CM
TD : 110/80 mmHg
HR : 72 x/i
RR : 23 x/i
T : 36,3 0C

26
d) Pemeriksaan fisik
- Kepala : Dalam batas normal
- Leher : TVJ R + 2 cm H2O
- Thorax : Dalam batas normal
- Abdomen : inspeksi : simetris membesar, distensi (+)
Palpasi : Nyeri tekan (-), Hepar/Lien/Renal
sulit dinilai
Perkusi : Suara beda di hipocondrium
dextra, peranjakan batas paru-hati relatif-
absolut sulit dinilai, undulasi(-), shifting
dullness (+).
Auskultasi : Peristaltik usus (+)
- Ekstremitas : Dalam batas normal

DIFFERENSIAL DIAGNOSIS

-Sirosis Hepatis

DIAGNOSA SEMENTARA

- Sirosis Hepatis

TERAPI

a) Tirah baring
b) Diet Hati II
c) IVFD D5% 10gtt/i
d) Inj. Ondansetron 8 gr/8 jam
e) Furosemid 2x40 mg

27
f) Spironolakton 1x100 mg
g) Omeprazol 2x20 mg
h) Laxadyn syr 3x C1

PEMERIKSAAN ANJURAN/USUL

R/ - USG Abdomen

-feses rutin

-albumin

-urinalisa

28
BAB IV

FOLLOW UP

S O A P

07 Maret 2018

Perut TANDA VITAL -Sirosis hepatis - Tirah baring


membesar - Diet Hati II
(+), mual Sens : CM
- IVFD D5% 10 gtt/i
(+) TD :110/80
(micro)
mmHg
- Inj. Ondansetron
HR : 72 x/i
8gr/ 8 jam
RR : 23 x/i - Furosemid 2x40
T : 36,3 0C mg
- Spironolakton
1x100mg
PEMERIKSAAN
- Omeprazole 2x20
FISIK
mg
- Laxadyn syr 3xC1
Kepala :
normocephali
Mata : konj palp
inferior pucat
(+/+), sklera
ikterik (-/-)
Telinga :
Normotia,
serumen (-)
Hidung : sekret (-)
Mulut : dbn
Leher :

29
Pembesaran KGB
(-), TVJ R+2 cm
H2O
Thorak :
Inspeksi : Simetris
Palpasi : tidak ada
bagian dada
yang tertinggal
Perkusi : sonor
(+/+)
Ausk : Rh (-/-)
, Wh (-/-)
Cor : BJ I > BJ II,
regular,
bising : -

Abdomen :
Inspeksi : Simetris
membesar,
Distensi (+)
Palpasi : nyeri
tekan (-), H/L/R
sulit dinilai
Perkusi :Beda
pada
Hipocondrium
dextra, shifting
dullness (+)
Auskultasi :
Peristaltik (+)

30
Extremitas :
Pucat (-/-), Ikterus
(-/-), sianosis (-
/-), edema (-/-)

08 Maret 2018

Perut TANDA VITAL Sirosis hepatis - Tirah baring


membesar - Diet Hati II
(+), mual TD : 110/70
- IVFD D5% 10 gtt/i
(+) mmHg
(micro)
HR : 88 x/menit
- Inj. Ondansetron
RR : 22 x/menit
8gr/ 8 jam
T : 36,7 Co

- Furosemid 2x40
mg
PEMERIKSAAN
- Spironolakton
FISIK
1x100mg
- Omeprazole 2x20
Kepala :
mg
normocephali
- Laxadyn syr 3xC1
Mata : konj palp
inferior pucat
(+/+), sklera
ikterik (-/-)
Telinga :
Normotia,
serumen (-)
Hidung : sekret (-)
Mulut : dbn
Leher :
Pembesaran KGB
(-), TVJ R+2 cm

31
H2O
Thorak :
Inspeksi : Simetris
Palpasi : tidak ada
bagian dada
yang tertinggal
Perkusi : sonor
(+/+)
Ausk : Rh (-/-)
, Wh (-/-)
Cor : BJ I > BJ II,
regular,
bising : -

Abdomen :
Inspeksi : Simetris
membesar,
Distensi (+)
Palpasi : nyeri
tekan (-), H/L/R
sulit dinilai
Perkusi :Beda
pada
Hipocondrium
dextra, shifting
dullness (+)
Auskultasi :
Peristaltik (+)

32
Extremitas :
Pucat (-/-), Ikterus
(-/-), sianosis (-
/-), edema (-/-)

09 Maret 2018

Mual (+) TANDA VITAL Sirosis hepatis - Tirah baring


- Diet Hati II
TD : 120/70
- IVFD D5% 10 gtt/i
mmHg
(micro)
HR : 84 x/menit
- IVFD Aminofusin
RR : 22 x/menit
hepar 1 fls/hari
T : 36,5 Co

- Inj. Ondansetron
8gr/ 8 jam
PEMERIKSAAN
- Furosemid 2x40
FISIK
mg
- Spironolakton
Kepala :
1x100mg
normocephali
- Omeprazole 2x20
Mata : konj palp
mg
inferior pucat
- Laxadyn syr 3xC1
(+/+), sklera
ikterik (-/-)
Telinga :
Normotia,
serumen (-)
Hidung : sekret (-)
Mulut : dbn
Leher :

33
Pembesaran KGB
(-), TVJ R+2 cm
H2O
Thorak :
Inspeksi : Simetris
Palpasi : tidak ada
bagian dada
yang tertinggal
Perkusi : sonor
(+/+)
Ausk : Rh (-/-)
, Wh (-/-)
Cor : BJ I > BJ II,
regular,
bising : -

Abdomen :
Inspeksi : Simetris
membesar,
Distensi (+)
Palpasi : nyeri
tekan (-), H/L/R
sulit dinilai
Perkusi :Beda
pada
Hipocondrium
dextra, shifting
dullness (+)
Auskultasi :
Peristaltik (+)

34
Extremitas :
Pucat (-/-), Ikterus
(-/-), sianosis (-
/-), edema (-/-)

10 Maret 2018

Mual (+) TANDA VITAL - Sirosis hepatis - Tirah baring


- Diet Hati II
TD : 110/70
- IVFD D5% 10 gtt/i
mmHg
(micro)
HR : 73 x/menit
- IVFD Aminofusin
RR : 19 x/menit
hepar 1 fls/hari
T : 36,2 Co

- Inj. Ondansetron
8gr/ 8 jam
PEMERIKSAAN
- Furosemid 2x40 mg
FISIK
- Spironolakton
1x100mg
Kepala :
- Omeprazole 2x20
normocephali
mg
Mata : konj palp
- Laxadyn syr 3xC1
inferior pucat
(+/+), sklera
ikterik (-/-)
Telinga :
Normotia,
serumen (-)
Hidung : sekret (-)
Mulut : dbn
Leher :

35
Pembesaran KGB
(-), TVJ R+2 cm
H2O
Thorak :
Inspeksi : Simetris
Palpasi : tidak ada
bagian dada
yang tertinggal
Perkusi : sonor
(+/+)
Ausk : Rh (-/-)
, Wh (-/-)
Cor : BJ I > BJ II,
regular,
bising : -

Abdomen :
Inspeksi : Simetris
membesar,
Distensi (+)
Palpasi : nyeri
tekan (-), H/L/R
sulit dinilai
Perkusi :Beda
pada
Hipocondrium
dextra, shifting
dullness (+)
Auskultasi :
Peristaltik (+)

36
Extremitas :
Pucat (-/-), Ikterus
(-/-), sianosis (-
/-), edema (-/-)

11 Maret 2018

Mual (+), TANDA VITAL - Sirosis - Tirah baring


hepatis - Diet Hati II
TD : 120/70
- IVFD D5% 10 gtt/i
mmHg
(micro)
HR : 89 x/menit
- IVFD Aminofusin
RR : 18 x/menit
hepar 1 fls/hari
T : 36,9 Co

- Inj. Ondansetron
8gr/ 8 jam
PEMERIKSAAN
- Furosemid 2x40 mg
FISIK
- Spironolakton
1x100mg
Kepala :
- Omeprazole 2x20
normocephali
mg
Mata : konj palp
- Laxadyn syr 3xC1
inferior pucat
(+/+), sklera
ikterik (-/-)
Telinga :
Normotia,
serumen (-)
Hidung : sekret (-)

37
Mulut : dbn
Leher :
Pembesaran KGB
(-), TVJ R+2 cm
H2O
Thorak :
Inspeksi : Simetris
Palpasi : tidak ada
bagian dada
yang tertinggal
Perkusi : sonor
(+/+)
Ausk : Rh (-/-)
, Wh (-/-)
Cor : BJ I > BJ II,
regular,
bising : -

Abdomen :
Inspeksi : Simetris
membesar,
Distensi (+)
Palpasi : nyeri
tekan (-), H/L/R
sulit dinilai
Perkusi :Beda
pada
Hipocondrium
dextra, shifting
dullness (+)

38
Auskultasi :
Peristaltik (+)

Extremitas :
Pucat (-/-), Ikterus
(-/-), sianosis (-
/-), edema (-/-)

12 Maret 2018

Mual (+) TANDA VITAL Sirosis hepatis - Tirah baring


- Diet Hati II
TD : 110/80
- IVFD D5% 10 gtt/i
mmHg
(micro)
HR : 79 x/menit
- IVFD Aminofusin
RR : 20 x/menit
hepar 1 fls/hari
T : 36,8 Co

- Inj. Ondansetron
8gr/ 8 jam
PEMERIKSAAN
- Furosemid 2x40 mg
FISIK
- Spironolakton
1x100mg
Kepala :
- Omeprazole 2x20
normocephali
mg
Mata : konj palp
- Laxadyn syr 3xC1
inferior pucat
(+/+), sklera
ikterik (-/-)
Telinga :
Normotia,
serumen (-)
Hidung : sekret (-)
Mulut : dbn

39
Leher :
Pembesaran KGB
(-), TVJ R+2 cm
H2O
Thorak :
Inspeksi : Simetris
Palpasi : tidak ada
bagian dada
yang tertinggal
Perkusi : sonor
(+/+)
Ausk : Rh (-/-)
, Wh (-/-)
Cor : BJ I > BJ II,
regular,
bising : -

Abdomen :
Inspeksi : Simetris
membesar,
Distensi (+)
Palpasi : nyeri
tekan (-), H/L/R
sulit dinilai
Perkusi :Beda
pada
Hipocondrium
dextra, shifting
dullness (+)
Auskultasi :
Peristaltik (+)

40
Extremitas :
Pucat (-/-), Ikterus
(-/-), sianosis (-
/-), edema (-/-)

13 Maret 2018

Mual (+) TANDA VITAL Sirosis - Tirah baring


hepatis
TD : 90/60 mmHg - Diet Hati II

HR : 80 x/menit - IVFD D5% 10

RR : 20 x/menit gtt/i (micro)

T : 36,7 Co
- IVFD
Aminofusin

PEMERIKSAAN hepar 1 fls/hari

FISIK - Inj. Ondansetron


8gr/ 8 jam
Kepala : - Furosemid 2x40
normocephali mg
Mata : konj palp - Spironolakton
inferior pucat 1x100mg
(+/+), sklera - Omeprazole 2x20
ikterik (-/-) mg
Telinga : - Laxadyn syr
Normotia, 3xC1
serumen (-)
Hidung : sekret (-)
Mulut : dbn
Leher :

41
Pembesaran KGB
(-), TVJ R+2 cm
H2O
Thorak :
Inspeksi : Simetris
Palpasi : tidak ada
bagian dada
yang tertinggal
Perkusi : sonor
(+/+)
Ausk : Rh (-/-)
, Wh (-/-)
Cor : BJ I > BJ II,
regular,
bising : -

Abdomen :
Inspeksi : Simetris
membesar,
Distensi (+)
Palpasi : nyeri
tekan (-), H/L/R
sulit dinilai
Perkusi :Beda
pada
Hipocondrium
dextra, shifting
dullness (+)
Auskultasi :
Peristaltik (+)

42
Extremitas :
Pucat (-/-), Ikterus
(-/-), sianosis (-
/-), edema (-/-)

14 Maret 2018

Perut TANDA VITAL - CHF FC - Tirah baring


membesar (+), III-IV
TD : 120/80 - Diet Hati II
Tidak BAB
mmHg - IVFD D5% 10

HR : 90 x/menit gtt/i (micro)

RR : 24 x/menit - IVFD

T : 36,9 Co
Aminofusin
hepar 1 fls/hari

PEMERIKSAAN - Inj. Ondansetron

FISIK 8gr/ 8 jam


- Furosemid 2x40
Kepala : mg
normocephali - Spironolakton
Mata : konj palp 1x100mg
inferior pucat - Omeprazole 2x20
(+/+), sklera mg
ikterik (-/-) - Lactulac syr
Telinga : 3xC1
Normotia, - Dulcolax supp
serumen (-) 1x1
Hidung : sekret (-)
Mulut : dbn

43
Leher :
Pembesaran KGB
(-), TVJ R+2 cm
H2O
Thorak :
Inspeksi : Simetris
Palpasi : tidak ada
bagian dada
yang tertinggal
Perkusi : sonor
(+/+)
Ausk : Rh (-/-)
, Wh (-/-)
Cor : BJ I > BJ II,
regular,
bising : -

Abdomen :
Inspeksi : Simetris
membesar,
Distensi (+)
Palpasi : nyeri
tekan (-), H/L/R
sulit dinilai
Perkusi :Beda
pada
Hipocondrium
dextra, shifting
dullness (+)
Auskultasi :
Peristaltik (+)

44
Extremitas :
Pucat (-/-), Ikterus
(-/-), sianosis (-
/-), edema (-/-)

15 Maret 2018

Perut TANDA VITAL Sirosis - Tirah baring


membesar (+) hepatis
TD : 90/60 mmHg - Diet Hati II

HR : 98 x/menit - IVFD D5% 10

RR : 20 x/menit gtt/i (micro)

T : 36,5 Co
- IVFD
Aminofusin

PEMERIKSAAN hepar 1 fls/hari

FISIK - Inj. Ondansetron


8gr/ 8 jam
Kepala : - Inj. Omeprazole
normocephali 40mg/12 jam
Mata : konj palp - Furosemid 2x40
inferior pucat mg
(+/+), sklera - Spironolakton
ikterik (-/-) 1x100mg
Telinga : - Lactulac syr
Normotia, 3xC1
serumen (-)

45
Hidung : sekret (-)
Mulut : dbn
Leher :
Pembesaran KGB
(-), TVJ R+2 cm
H2O
Thorak :
Inspeksi : Simetris
Palpasi : tidak ada
bagian dada
yang tertinggal
Perkusi : sonor
(+/+)
Ausk : Rh (-/-)
, Wh (-/-)
Cor : BJ I > BJ II,
regular,
bising : -

Abdomen :
Inspeksi : Simetris
membesar,
Distensi (+)
Palpasi : nyeri
tekan (-), H/L/R
sulit dinilai
Perkusi :Beda
pada
Hipocondrium
dextra, shifting
dullness (+)

46
Auskultasi :
Peristaltik (+)

Extremitas :
Pucat (-/-), Ikterus
(-/-), sianosis (-
/-), edema (-/-)

16 Maret 2018

Mual (+) TANDA VITAL Sirosis - Tirah baring


hepatis
TD : 90/60 mmHg - Diet Hati II

HR : 84 x/menit - IVFD D5% 10

RR : 20 x/menit gtt/i (micro)

T : 37,1 Co
- IVFD
Aminofusin

PEMERIKSAAN hepar 1 fls/hari

FISIK - Inj. Ondansetron


8gr/ 8 jam
Kepala : - Inj. Omeprazole
normocephali 40mg/12 jam
Mata : konj palp - Furosemid 2x40
inferior pucat mg
(+/+), sklera - Spironolakton
ikterik (-/-) 1x100mg
Telinga : - Lactulac syr
Normotia, 3xC1
serumen (-) -
Hidung : sekret (-)
Mulut : dbn
Leher :
Pembesaran KGB

47
(-), TVJ R+2 cm
H2O
Thorak :
Inspeksi : Simetris
Palpasi : tidak ada
bagian dada
yang tertinggal
Perkusi : sonor
(+/+)
Ausk : Rh (-/-)
, Wh (-/-)
Cor : BJ I > BJ II,
regular,
bising : -

Abdomen :
Inspeksi : Simetris
membesar,
Distensi (+)
Palpasi : nyeri
tekan (-), H/L/R
sulit dinilai
Perkusi :Beda
pada
Hipocondrium
dextra, shifting
dullness (+)
Auskultasi :
Peristaltik (+)

Extremitas :

48
Pucat (-/-), Ikterus
(-/-), sianosis (-
/-), edema (-/-)

BAB V

DISKUSI KASUS

49
TEORI PASIEN
Di negara maju, sirosis hati merupakan
penyebab kematian terbesar ketiga pada Os mengeluhkan perut membesar
pasien yang berusia 45 – 46 tahun (setelah yang sudah dialami sejak ± 1
penyakit kardiovaskuler dan
kanker). minggu yang lalu. Os mengeluhkan
Diseluruh dunia sirosis menempati urutan ke
perutnya membesar terjadi secara
tujuh penyebab kematian. Sekitar 25.000
perlahan-lahan diikuti rasa mual
orang meninggal setiap tahun akibat penyakit
tetapi tidak dijumpai muntah. Os
ini. Sirosis hati merupakan penyakit hati
mengeluhkan jika makan atau
yang sering ditemukan dalam ruang
perawatan Bagian Penyakit Dalam.
minum sedikit perut os terasa

Perawatan di Rumah Sakit sebagian besar penuh. Nyeri perut tidak dijumpai.
kasus terutama ditujukan untuk mengatasi Demam tidak dijumpai. Os
berbagai penyakit yang ditimbulkan seperti mengaku ±1 minggu ini, os susah
perdarahan saluran cerna bagian atas, koma untuk BAB. Os mengaku peminum
peptikum, hepatorenal sindrom, dan asites, tuak ±6 tahun. Dalam satu hari
Spontaneous bacterial peritonitis serta dapat mengkonsumsi 3 teko tuak.
Hepatosellular carsinoma.
Os juga mengaku ± 2 minggu lalu
Sirosis adalah suatu keadaan
BAB berwarna hitam. Dalam batas
patologis yang menggambarkan stadium
normal. RPK = tidak jelas.
akhir fibrosis hepatik yang berlangsung
progresif yang ditandai dengan distorsi
dari arsitektur hepar dan pembentukan
nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi
akibat adanya nekrosis hepatoselular.
Jaringan penunjang retikulin kolaps
disertai deposit jaringan ikat, distorsi
jaringan vaskular, dan regenerasi
nodularis parenkim hati. Sirosis hati
secara klinis dibagi menjadi sirosis hati
kompensata yang berarti belum adanya
gejala klinis yang nyata dan sirosis hati
dekompensata yang ditandai gejala-gejala

50
dan tanda klinis yang jelas. Sirosis hati
dekompensata merupakan kelanjutan dari
proses hepatitis kronik dan pada satu
tingkat tidak terlihat perbedaannya secara
klinis. Hal ini dapat dibedakan melalui
pemeriksaan biopsi hati.

Etiologi :
Os mengaku pengkonsumsi alkohol
a. Virus hepatitis B, C, dan D.
±6 tahun. Dalam satu hari dapat
b. Alkohol.
mengkonsumsi 3 teko tuak.
c. Obat-obatan atau toksin.
d. Kelainan metabolik :
hemokromatosis, penyakit
Wilson, defisiensi α1-
antitripsin, diabetes melitus,
glikogenosis tipe IV,
galaktosemia, tirosinemia,
fruktosa intoleran.
e. Kolestasis intra dan ekstra
hepatik.
f. Gagal jantung dan obstruksi
aliran vena hepatika.
g. Gangguan imunitas.
h. Sirosis biliaris primer dan
sekunder.
i. Idiopatik atau kriptogenik.

Gejala Klinis Os mengeluhkan perut membesar


Suharyono Soebandiri memformulasikan yang sudah dialami sejak ± 1
bahwa 5 dari 7 tanda dibawah ini sudah minggu yang lalu. diikuti rasa mual
dapat menegakkan diagnosa sirosis hati tetapi tidak dijumpai muntah. Os

51
dekompensasi : mengeluhkan jika makan atau
minum sedikit perut os terasa
1. Asites penuh. Os juga mengaku ± 2
2. Splenomegali minggu lalu BAB berwarna hitam.
3. Perdarahan varises Dalam batas normal.
4. Albumin yang merendah
5. Spider naevi
6. Eritema palmaris
7. Vena kolateral.

Tanda klinis Abdomen


Pada saat ini penegakan diagnosis Inspeksi : Simetris membesar,
sirosis hati terdiri atas pemeriksaan fisik, distensi (+)
laboratorium, USG. Pada kasus tertentu Palpasi : Nyeri tekan (-),
diperlukan pemeriksaan biopsi hati. Hepar/Lien/Renal sulit dinilai
Perkusi : Suara beda di
Pada stadium dekompensasi kadang tidak hipocondrium dextra, peranjakan
sulit menegakkan diagnosa sirosis hati batas paru-hati relatif-absolut sulit
diantaranya : dinilai, undulasi(-), shifting
dullness (+).
8. Splenomegali Auskultasi : Peristaltik usus (+)
9. Asites
10. Edema pretibial
11. Laboratorium khususnya albumin
12. Tanda kegagalan berupa eritema
palmaris, spider naevi, vena
kolateral.
Suharyono Soebandiri memformulasikan
bahwa 5 dari 7 tanda dibawah ini sudah
dapat menegakkan diagnosa sirosis hati

52
dekompensasi :

1. Asites
2. Splenomegali
3. Perdarahan varises
4. Albumin yang merendah
5. Spider naevi
6. Eritema palmaris
7. Vena kolateral.

Bisa dijumpai Hb rendah, anemia Laboratorium


normokrom normositer, hipokrom Hb : 11,9 gr/dl
mikrositer atau makrositer. Anemia bisa, Ht : 35,9%
akibat hipersplenisme dengan leukopenia Leukosit : 7070 /mm3
dan trombositopenia. Eritrosit : 4,44 jt/μL
Trombosit : 285.000/mm3
1. Kenaikan enzim transaminase / natrium : 130 mmol/L
SGOT, SGPT tidak merupakan Kalium : 4,10 mmol/L
petunjuk tentang berat dan Clorida : 95 mmol/L
luasnya kerusakan parenkhim Gula Darah Sewaktu : 84 mg/dl
hati. Kenaikan kadarnya didalam Ureum : 25 mg/dl
serum timbul akibat kebocoran Kreatinin : 0,8 mg/dl
dari sel yang mengalami SGPT 26
kerusakan. Peninggian kadar SGOT 28
gama GT sama
dengan Alkaline phos 81
transaminase, ini lebih sensitif Tot. Bilirubin 0,39
tetapi kurang spesifik. Direct bilirubin 0,04 mg/dl
Pemeriksaan bilirubin, HbsAg kualitatif negatif
transaminase dan gama GT tidak HIV kualitatif negatif
meningkat pada sirosis inaktif.
2. Albumin. Penurunan kadar

53
albumin dan peningkatan kadar
globulin merupakan tanda
kurangnya daya hati dalam
menghadapi stress.
3. Pemeriksaan CHE. Bila terjadi
kerusakan sel hati, kadar CHE
akan turun.
4. Pemeriksaan kadar elektrolit
penting dalam penggunaan
diuretik dan pembatasan garam
dalam diet.
5. Pemanjangan masa protombin
merupakan petunjuk adanya
penurunan fungsi hati. Pemberian
vit. K parenteral dapat
memperbaiki masa protrombin.
6. Peninggian kadar gula darah pada
sirosis hati fase lanjut disebabkan
kurangnya kemampuan sel hati
membentuk glikogen.
7. Pemeriksaan marker serologi
pertanda virus seperti HBS Ag/
HBS Ab, HbeAg/ HbeAb, HBV
DNA, HCV RNA.

Tatalaksana
- Tirah baring
- Istirahat
- Diet Hati II
- Diet makanan
- IVFD D5% 10 gtt/i (micro)
- Medikamentosa:
- IVFD Aminofusin hepar 1
fls/hari

54
- Inj. Ondansetron 8gr/ 8 jam
- Furosemid 2x40 mg
- Spironolakton 1x100mg
- Omeprazole 2x20 mg
- Laxadyn syr 3xC1

BAB VI

KESIMPULAN

55
Berdasarkan anamnesa os mengeluhkan perut membesar yang sudah dialami
sejak ± 1 minggu yang lalu. Os mengeluhkan perutnya membesar terjadi secara
perlahan-lahan diikuti rasa mual tetapi tidak dijumpai muntah. Os mengeluhkan
jika makan atau minum sedikit perut os terasa penuh. Nyeri perut tidak dijumpai.
Demam tidak dijumpai. Os mengaku ±1 minggu ini, os susah untuk BAB. Os
mengaku peminum tuak ±6 tahun. Dalam satu hari dapat mengkonsumsi 3 teko
tuak. Os juga mengaku ± 2 minggu lalu BAB berwarna hitam. Dalam batas
normal. RPK = tidak jelas. Pada pemeriksaan fisik didapatkan status internus
dalam batas normal kecuali pada abdomen dijumpai, abdomen simetris membesar,
distensi (+), pada palpasi hepar, lien dan ren sulit dinilai, pada perkusi di jumpai
beda pada regio hipocondrium dextra dan shifting dullness (+), Hal ini
mengarahkan pada diagnosis Sirosis Hepatis.

56
DAFTAR PUSTAKA

1. Maryani, S.. 2015. Sirosis Hepatis. Fakultas Kedokteran Bagian Ilmu


Penyakit Dalam Universitas Sumatera Utara. Medan : FK USU
2. Aru, W.. 2012. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: EGC
3. Sarkara, P. M., 2016. SIROSIS HEPATIS. Bagian/SMF Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum
Pusat Sanglah Denpasar. Bali : FK UDAYANA
4. Amalina, H. A., Rina, A.. 2015. Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas
karena Sirosis Hepatis. Lampung : Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung
5. Yunellia, Z., Patasik. 2015. Profil Pasien Sirosis Hati Yang Dirawat Inap
Di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode Agustus 2012 –
Agustus 2014 . Manado: Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi
Manado

57

Anda mungkin juga menyukai