LATAR BELAKANG
1.1.
Pendahuluan
Sirosis hati merupakan dampak tersering dari perjalanan klinis yang panjang
dari semua penyakit hati kronis yang ditandai dengan kerusakan parenkim hati.
Sirosis hati merupakan tahap akhir proses difus fibrosis hati progresif yang
ditandai oleh distorsi arsitektur hati dan pembentukan nodul regeneratif.
Gambaran morfologi sirosis hati meliputi fibrosis difus, nodul regeneratif,
perubahan arsitektur lobular dan pembentukan hubungan vaskular intrahepatik
antara pembuluh darah hati aferen (vena porta dan arteri hepatika) dan eferen
(vena hepatika). Diseluruh dunia sirosis hati menempati urutan ketujuh penyebab
kematian.1
Kegagalan hati kronis dan sirosis di Amerika Serikat diperkirakan
menyebab sekitar 35.000 kematian dalam setiap tahunnya. Sirosis termasuk
kedalam sembilan penyebab utama kematian di Amerika Serikat dan bertanggung
jawab terhadap 1,2% kasus kematian disana. Penderita sirosis hati lebuh banyak
laki-laki dari pada wanita dengan rasio 1,6 : 1. Umur penderitanya terbanyak
golongan umur 30 59 tahun dengan puncaknya sekitar umur 40-49 tahun.
Penyebab sirosis hati sebagian besar adalah penyakit hati alkoholik dan non
alkoholik steatohepatitis serta hepatitis C. Angka kejadian di Indonesia akibat
hepatitis B berkisar antara 21,2 46,9% dan hepatitis C berkisar 38,7 73,9%.1,3
Umumnya klinis sirosis hati muncul ketika seseorang sudah mengalami
sirosis hati dekompensata, yang ditandai dengan adanya hipertensi portal dan
penurunan fungsi hepatoselular atau sebagian besar pasien datang ketika sudah
muncul komplikasi dari sirosis hati. Komplikasi yang sering dijumpai antara lain
peritonitis bakterial spontan, yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri
tanpa ada bukti infeksi sekunder intra abdominal. Biasanya pasien ini tanpa gejala,
namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen. Morbiditas dan mortalitas sirosis
Tujuan Penulisan
Referat ini bertujuan untuk mengetahui definisi, etiologi, patogenesis, gejala
klinis, diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi, dan prognosis sirosis hati
1.3 Metode Penulisan
Penulisan referat ini menggunakan tinjauan kepustakaan yang merujuk
kepada berbagai literatur.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Sirosis merupakan stadium akhir dari penyakit hati kronik setelah
terjadinya fibrosis hati yang berlangsung progresif dan ditandai dengan adanya
kerusakan dari struktur hati dan pembentukan nodulus regeneratif.
1,2
disebut
sebagai sinusoid, yang merupakan cabang vena porta dan arteri hepatika. Tidak
seperti kapiler lain, sinusoid hati dibatasi oleh sel fagositik atau sel Kupffer. 3
Sel Kupffer merupakan sistem monosit-makrofag, dan fungsi utamanya
adalah menelan bakteri dan benda asing lain dalam darah. Sekitar 50% dari semua
makrofag dalam sel hati adalah sel Kupffer, sehingga hati merupakan salah satu
organ penting dalam pertahanan melawan invasi bakteri dan agen toksik. Selain
cabang-cabang vena porta dan arteria hepatika yang melingkari bagian perifer
lobulus hati, juga terdapat saluran empedu. Saluran empedu interlobular
membentuk kapiler empedu yang sangat kecil yang disebut sebagai kanalikuli
(tidak tampak), yang berjalan di tengah lempengan sel hati. Empedu yang
dibentuk dalam hepatosit diekresikan ke dalam kanalikuli yang bersatu
membentuk saluran empedu
duktus koledokus.3
2.2.2
Fisiologi Hati
Fungsi utama hati adalah membentuk dan mengekskresikan empedu.
Dalam satu hari, hati dapat mengekskresi 500-1000 mL empedu kuning. Unsur
utama empedu adalah air (97%), elektrolit, garam empedu, fossolipid (terutama
lesitin), kolesterol, garam anorganik, dan pigmen empedu (terutama bilirubin
terkonjugasi). Fungsi dari garam empedu adalah membantu pencernaan dan
absorbs lemak dalam usus halus.3
Selain itu, hati juga berperan penting dalam metabolism tiga makronutrien
yang dibawa oleh vena porta setelah diabsorbsi di usus, yaitu karbohidrat, protein,
dan lemak. Di hati terjadi proses glikogenesis dan glukogenolisis. Semua protein
plasma (kecuali gama globulin) disintesis di hati. Protein tersebut adalah albumin,
prothrombin, fibrinogen, dan faktor-faktor pembekuan lainnya. Fungsi hati
lainnya adalah penimbunan vitamin, besi dan tembaga, serta detoksifikasi
sejumlah zat endogen dan eksogen. Fungsi detoksifikasi dilakukan oleh enzim
hati melalui proses oksidasi, reduksi, hidrolisis, dan konjugasi zat-zat berbahaya,
dan merubahnya menjadi zat yang secara fisiologis tidak aktif. 3
2.3 Epidemiologi
Sirosis hati menempati urutan ketujuh penyebab kematian di seluruh dunia
dan merupakan penyebab kematian terbesar ketiga pada penderita usia 45 46
tahun (setelah penyakit kardiovaskular dan kanker). Penderita sirosis hati lebih
20% kasus penyebabnya tidak diketahui dan termasuk kelompok virus bukan B
dan C. Untuk alcohol sebagai penyebab sirosis hati, di Indonesia belum
didapatkan data yang lengkap. 2
2.5 Patogenesis
Sirosis hati terjadi melaui beberapa tahap fibrogenesis yang diakibatkan
oleh respon penyembuhan setelah timbulnya penyakit hati akut atau proses
lanjutan dari penyakit hati kronik, dan sirosis hati merupakan stadium akhir dari
perjalanan fibrosis hati. Proses yang terjadi pada fibrosis hati berkaitan dengan
respon inflamasi terhadap hepatic stellate cells dan adanya akumulasi matriks
ekstraselular. 10,11
Permulaan dan perkembangan fibrosis hati sangat dipengaruhi oleh
aktivasi hepatic stellate cells yang dipicu oleh sitokin seperti TGF-bl yang
mengaktivasi enzim transglutaminase dan sintesis kolagen. Aktivasi dari hepatic
stellate cells ini akan menyebabkan peningkatan ekspresi gen matriks
ekstraseluler dan otot polos serta peningkatan proliferasi pada daerah perisinusoid
yang merupakan area nekrotik sehingga di kemudian hari menjadi area fibrosis
melalui pembentukan kolagen-kolagen. 11
Dalam keadaan normal, hepatic stellate cells merupakan sel penghasil
utama matriks ekstraselular setelah terjadi cidera pada hati. Matriks ekstraseluler
akan diproduksi lebih banyak pada kondisi hepatic stellate cells yang teraktivasi
dan akan mengalami penumpukan di space of Disse dan memacu kapilarisasi
pembuluh darah. Kapilarisasi sinusoid kemudian mengubah pertukaran normal
aliran vena porta dengan hepatosit, sehingga material yang seharusnya
dimetabolisme oleh hepatosit akan langsung masuk ke aliran darah sistemik dan
menghambat material yang diproduksi hati masuk ke darah. Proses ini akan
menimbulkan pembentukan jaringan fibrotik akibat dari ketidakseimbangan
antara sintesis dan penguraian matriks ekstraselular disertai dengan penurunan
fungsi hepatoselular sampai adanya manifestasi klinik dari sirosis hati dan
menimbulkan hipertensi portal. 6
Pada kebanyakan kasus sirosis, ditemukan tiga pola khas yang mendasari
terjadinya sirosis, yaitu : 3
2.5.1 Sirosis Laenec
Sirosis laenec dikenal juga dengan sirosis alkoholik yang berhubungan
dengan penggunaan alkohol yang lama. Perubahan pertama pada hati yang
disebabkan oleh alkohol adalah terjadinya akumulasi lemak di dalam sel-sel hati
7
Ikterus
Sekitar 60% pendeita sirosis mengalami icterus selama perjalanan
penyakitnya, walaupun pada keadaan minimal. Hyperbilirubinemia tanpa
ikterus lebih sering ditemukan. Penderita dapat menjadi ikterus selama fase
dekompensata yang disertai adanya gangguan fungsi hati. Ikterus intermiten
merupakan gambaran khas pada sirosis biliaris dan terjadi bila timbul
peradangan aktif hati dan saluran empedu. Pada keadaan hipoalbuminemia
ditemukan perubahan kuku-kuku Muchrche berupa pita putih horizontal yang
dipisahkan dengan warna normal kuku. Akan tetapi tanda ini juga ditemukan
pada keadaan album rendah lain seperti pada sindroma nefrotik. 2,6
Gangguan endokrin
Gangguan endokrin sering terjadi pada keadaan sirosis akibat terganggunya
metabolism hormone korteks adrenal, testis, dan ovarium. Kelebihan
hormone estrogen di dalam darah dapat menimbulkan terjadinya angioma
laba-laba, atrofi testis dan ginekomastia (pada laki-laki), alopesia pada dada
dan aksila, serta palmar eritem. Angioma laba-laba merupakan suatu lesi
vaskular yang dikelilingi beberapa vena kecil, sering fitemukan di bahu,
muka, dan lengan atas. Palmar eritem dijumpai dalam bentuk warna merah
kecenderungan
Anemia,
leukopenia,
dan
trombositopenia
terjadi
akibat
hormone antidiuretik.6
Gangguan neurologis
10
Gangguan neurologis yang paling serius pada sirosis lanjut adalah koma
hepatikum yang terjadi akibat kelainan metabolism ammonia dan peningkatan
kepekaan otak terhadap toksin.6
Gejala lain yang ditemukan adalah kontraktur dupuytren yang terjadi akibat
fibrosis fasia palmaris yan menimbulkan kontraktur fleksi jari-jari. Selain itu,
juga ditemukan gejala fetor hepatikum yang merupakan bau nafas khas pada
pasien sirosis akibat meningkatnya konsentrasi dimetil sulfid.2
2.6.2 Gejala Hipertensi Portal
11
penurunan
tekanan
osmotic
koloid
akibat
hypoalbuminemia
kematian.1
Laboratorium
Adanya sirosis dicurigai bila ada kelainan pemeriksaan laboratorium pada
12
Aspartat
aminotransferase
(AST)
atau
serum
glumatil
Pemeriksaan Pencitraan
Untuk mendeteksi sirosis hati penggunaan ultrasonografi kurang begitu
sensitif
namun
cukup
spesifik
bila
penyebabnya
jelas.
Gambarannya
progresi
kerusakan
hati.
Terapi
pasien
ditujukan
untuk
14
secara oral setiap hari selama satu bulan. Namun pemberian lamivudin setelah 912 bulan menimbulkan mutasi YMDD sehingga terjadi resistensi obat. Interferon
alfa diberikan secara suntikan subkutan 3 MIU, tiga kali seminggu selama 4-6
bulan, namun ternyata juga banyak yang kambuh.6
Pada hepatitis C kronik, kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan
terapi standar.Interferon diberikan secara suntikan subkutan dengan dosis 5 MIU
tiga kali seminggu dan dikombinasikan ribavirin 800-1000 mg/ hari selama 6
bulan.6
Pada pengobatan fibrosis hati; pengobatan antifibrotik pada saat ini lebih
mengarah kepada peradangan dan tidak terhadap fibrosis. Di masa datang,
menempatkan stelata sebagai target pengobatan dan mediator fibrogenik
akanmerupakan terapi utama. Pengobatan untuk mengurangi aktifasi sel stellata
bisa merupakan salah satu pilihan. Interferon memiliki aktifitas antifibrotik yang
dihubungkan dengan pengurangan aktivasi sel stelata. Kolkisin memiliki efek
antiperadangan dan mencegah pembentukan kolagen, namun belum tebukti dalam
penelitian sebagai anti fibrosis dan sirosis. Metotreksat dan vitamin A juga
dicobakan sebagai antifibrosis. Selain itu, obat-obatan herbal juga sedang dalam
penlitian.6
2.8.2 Penatalaksanaan sirosis dekompensata
Asites, Tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam
sebanyak 5,2 gram atau 90 mmol/hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan
obat-obatan diuretic. Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100200 mg sehari. Respon diuretic bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5
kg/hari, tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/hari dengan edema kaki. Bilamana
pemberian spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasikan dengan furosemid
dengan dosis 20-40 mg/hari. Pemberian furosemid bisa ditambah dosisnya bila
tidak ada respon, maksimal dosisnya 160 mg/hari. Parasentesis dilakukan bila
asites sangat besar. Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan
pemberian albumin.6
15
16
2.10
Prognosis
Perjalanan alamiah sirosis hati tergantung pada sebab dan penanganan
etiologi yang mendasari penyakit. Beberapa sistem skoring bisa dipakai untuk
menilai keparahan han menetukan prognosisnya. Sistem skoring ini antara lain
skor Chid Turcotte Pugh (CTP) dan Model end stage liver disease (MELD yang
digunakan untuk evaluasi pasien dengan rencana transplantasi hati.1
Variabel yang dinilai pada Child-Pugh meliputi konsentrasi bilirubin,
albumin, ada tidaknya asites dan ensefalopati juga status nutrisi. Klasifikasinya
terdiri dari Child A (5-6 poin), B (7-9 poin), dan C (10-15 poin). Klasifikasi
Child-Pugh berkaitan dengan angka kelangsungan hidup selama satu tahun pada
pasien. Angka kelangsungan hidup selama 1 tahun untuk penderita sirosis dengan
Child-Pugh A, B, dan C diperkirakan masing-masing 100%, 80, dan 45%.
Sementara angka kelangsungan hidup 2 tahun masing-masing sekitar 85%, 60%,
dan 35%.1,6
17
Hepatic
encephalopathy
Unit
mol/L
mg/dL
g/L
g/dL
Detik
pemanjangan
INR
1
< 34
< 2,0
> 35
> 3,5
04
2
3451
2,03,0
3035
3,03,5
46
3
> 51
> 3,0
< 30
< 3,0
>6
< 1,7
Tidak ada
1,7-2,3
Dapat
dikontrol
Tidak ada
Minimal
> 2,3
Tidak
dapat
dikontrol
Berat
18
BAB 3
TINJAUAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. J
Nama ibu kandung
: Ny. JM
Umur
: 52 tahun
Kelamin
: Perempuan
Pekerjaan
Status perkawinan
: Menikah
Agama
: Islam
Alamat
Pariaman
Tanggal masuk
: 17 Oktober 2016
No. RM
: 95.91.97
ANAMNESIS
Seorang pasien perempuan berusia 52 tahun dirawat di bangsal IW dengan
diagnosis sirosis hepatis post nekrotik stadium dekompensata, encephalopathy
hepatikum grade I (perbaikan), bronkopneumonia duplex (CAP), hyponatremia ec
low intake, anemia sedang ec penyakit sedang.
KELUHAN UTAMA
Sulit tidur sejak 1 minggu yang lalu.
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Sulit tidur sejak 1 minggu yang lalu, pasien lebih sering tidur di siang hari
dan sulit tidur saat malam.
Mata kuning dirasakan sejak 2 minggu yang lalu.
19
Perut semakin membuncit sejak tiga hari sebelum masuk rumah sakit.
Keluhan ini sudah dirasakan sejak 1 minggu yang lalu.
Demam dirasakan sejak 1 minggu yang lalu, demam tidak tinggi, tidak
menggigil, dan tidak berkeringat banyak.
Batuk sejak 1 minggu yang lalu, batuk berdahak, berwarna putih tidak
disertai darah.
Nafsu makan berkurang sejak 1 minggu yang lalu.
Riwayat buang air kecil berwarna seperti teh pekat ada.
Buang air besar tidak ada keluhan.
Pasien rujukan dari Rumah Sakit Aisyiah Pariaman dan telah dirawat
selamat 1 minggu.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Terdapat riwayat penyakit kuning pada tahun 2009.
Tidak ada riwayat hipertensi
Tidak ada riwayat diabetes mellitus
Tidak ada riwayat pnyakit jantung
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama dengan
pasien
RIWAYAT KEBIASAAN, SOSIAL, EKONOMI
Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga, dan tidak merokok.
PEMERIKSAAN FISIK
PEMERIKSAAN UMUM
Keadaan Umum
: sedang
Kesadaran
: composmentis cooperatif
Tekanan darah
: 100/60
Nadi
: 92x / menit
Nafas
: 20x / menit
Suhu
: 36,6
Sianosis
: (-)
Ikterus
: Ada
Edema
: (-)
PEMERIKSAAN KHUSUS
20
Kulit
Mata
Telinga
Bentuk
: normal
Tuli
: -/-
Lubang
: lapang/lapang
Bentuk
: normal
Deviasi septum
: (-)
Hidung
: (-)
Mukosa hidung
Bibir
: tidak sianosis
Gigi
: karies
Tonsil
: T1-T1
Faring
: tidak hiperemis
Lidah
Mulut
: 5-2 cmH2o
Thoraks
Bentuk
: normochest
Kulit
Paru :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Hati :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
: BU (+) normal
Ekstremitas :
Palmar eitem
: -/-
Pitting edema
: +/+
Jari dupuytren
: -/-
Refleks fisiologis
: +/+
Refleks patologis
: -/-
22
HASIL LABORATORIUM
Hb
: 7,4
Leukosit
: 6590
Hematokrit
: 21%
Trombosit
: 65.000
MCV
: 112
MCH
: 38
MCHC
: 34
Hitung jenis
: 0/2/0/42/48/8
GDS
: 119
Ur/cr
: 79/1,5
Na/K/Cl
: 119/5,2/96
: 1,9
Globulin
:3
Bilirubin total : 15
Bilirubin direk : 11,9
Bilirubin indirek: 3,1
SGOT/SGPT :63/34
23
LDH
: 420
HbsAg
: reaktif
anti HCV
: positif
Urinalisa
Kekeruhan
: (-)
Jumlah sel
: 150 mm3
Protein
: 0,2 gr/dl
Glukosa
: 111
LDH
: 28
Albumin
: 0,1
Rivalta
: (-)
Pemeriksaan USG :
Hati
parenkim kasar, pinggir tumpul, vena tidak melebar, duktus biliaris tidak melebar,
vena portal melebar (14,5 mm), asites (+)
Kandung empedu
Pankreas
: normal
24
Lien
: membesar (10,84cm)
Ginjal
Kesan
DIAGNOSIS:
Encephalopaty hepatikum grade I
Sirosis hepatis post nekrotik stadium dekompensata
Bronkoneumonia duplex (CAP)
Hyponatremia ec low intake
Anemia makrositik ec penyakit kronik
TATALAKSANA
Istirahat, diet hepar II
O2 3L/menit
IFVD NaCL 3%
Inj comafusin : triofusin 1:2 8 jam/kolf
Inj Ceftriaxon 1x 2 gram
N-Asetil sistein 3x20 mg
Sistenol 3x1 tablet
Lactulac sirup 3x cth
Madoper 3x1 tab
Furosemid 1x1 tab
Spironolakton 1x100 mg
BAB IV
DISKUSI
25
pekat ada. Pasien rujukan dari Rumah Sakit Aisyah Pariaman dan telah dirawat
selamat 1 minggu.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan sklera ikterik, terdapat spiner navi dan
venektasi, asites serta udem tungkai. Hasil labaratorium menunjukkan anemia,
trombositopenia, peningkatan ureum dan creainin, hipoalbumin, peninkatan
bilirubin indirect, peningktan SGOT/SGPT, HbsAG (+), dan AntiHCV (+).
Pada pemeriksaan penunjang USG didapatkan kesan sirosis hati,
hipertemsi portal, asites, splenomegaly. Maka berdasalkan hal ini ditegakkanlah
diagnosis sirosis hepatis post nekrotik yang diduga akibat infeksi hepatitis B dan
hepatitis C.
Pada pasien ini sudah terdapat komplikasi dari sirosis hepatis yaitu koma
hepatikum dan asites. Koma hepatikum dibuktikan dengan pasien yang mudah
mengantuk sejak 1 minggu terakhir. Ini berarti sudah termasuk kedalam prekoma
stadium I. Hal ini diakibatkan oleh kelebihan amonia dalam darah yang telah
mengganggu kesadaran. Amonia seharusnya diubah menjadi urea di hepar, tetapi
karena kegagalan fungsi hepar maka hal ini tidak terjadi dan menumpuklah
amonia didalam darah.
Asites sebagai akibat dari kegagalan fungsi hepar dan juga sebagai
manifestasi dari hipertensi porta yang mengakibatkan terjadi perembesan carian
ke ektraseluler dan penumpukan cairan sehingga timbul asites. Hal ini dibuktikan
dengan pemeriksaan sifting dulness dan undulasi. Hasilnya menunjukkan positif
asites.
26
DAFTAR PUSTAKA
national
hepatitis
program.
American
Journal
of
27
28