Anda di halaman 1dari 31

Gangguan

Konversi
(Gangguan Gejala Neurologis Fungsional)

DISUSUN OLEH:
AMELIA SUWANTO
LIDYA OKTAVIANI SIAUW
DELMY SANJAYA
Pendahuluan
 Somatisasi
 Individumengalami dan mengungkapkan distress
psikologis dalam bentuk gejala somatik
 Terlihat non-psikiatrik.
 Ciriutama: gejala somatik dan tanda yang tidak dapat
dijelaskan dengan penyakit yang telah ada atau diketahui
dan berdampak pada gangguan sosial dan pekerjaan.
Tabel 1 Kriteria klinis untuk tanda dan gejala somatik psikogenik
Penyakit yang tidak ditemukan
 Tidak ada penyebab organik yang teridentifikasi
 Tanda dan gejala tidak berhubungan dengan pola kerusakan organik
Penyakit yang ditemukan
 Tanda dan gejala tidak berhubungan dengan kerusakan dari suatu
penyakit medis yang diketahui
 Beratnya gejala dan tanda tidak sesuai dengan penyakit medis yang
diketahui
 Durasi dari gejala dan tanda tidak sesuai dengan penyakit medis yang
diketahui
 Disfungsi terpicu oleh tanda dan gejala tidak sesuai dengan penyakit
medis yang diketahui
Kleinstauber M, Rief W.
Somatoform and Related
Disorders: An Update. (2015);
32(9). Available from:
http://www.psychiatrictimes.co
m/sites/default/files/1509PT_Ri
efCME_Tab1.gif
Primary & Secondary Gains
 Gejala somatik = defensi terhadap keadaan mental yang
tidak stabil
 Gejala
timbul untuk mengurangi distress intrapsikis (primary gain)
 usaha untuk mengembalikan keseimbangan psikologis.
 Menggunakan gejala secara sadar untuk mendapatkan
keuntungan interpersonal yang optimal (secondary gain) = jika
tampak seperti nyata atau jika keuntungan interpersonal
meningkat melalui tingkahlaku yang adaptif dan mengelabui.
 Strategiyang dimaksud antara lain: menghindari tanggungjawab,
konsekuensi yang tidak menyenangkan, dan keuntungan finansial tanpa
bekerja.
Definisi Gangguan Konversi
Gangguan konversi = bentuk spesifik somatisasi

 Dalam DSM-5 dikategorikan dalam gejala somatik


• Bila gejala konversi
dan gangguan terkait. muncul terpisah,
diagnosis utamanya =
 Bentuk spesifik dari somatisasi  gejala atau defisit gangguan konversi.
yang mempengaruhi fungsi motorik atau sensorik • Bila gejala konversi
volunter yang menunjukkan kondisi saraf atau muncul sebagai bagian
dari sindrom
kondisi medis umum lainnya. somatoform multisistem,
 Gangguan ini tidak dapat dihubungkan dengan diagnosis utama =
gangguan somatisasi.
penyebab medis atau neurologis organik.
Epidemiologi
 Gejalakonversi yang transien sering ditemukan, namun
prevalensi yang pasti untuk gangguan ini belum
diketahui.
 Ini disebabkan sebagian karena diagnosis juga memerlukan
uji pada pelayanan kesehatan sekunder, dimana ditemukan
sekitar 5% (lima persen) rujukan ke klinik neurologi.
 Insidensindividu dengan gejala konversi yang persisten
diperkirakan sekitar 2-5/100,000 per tahun

DSM V
 Rasio wanita terhadap pria pada pasien dewasa = minimal 2:1
sampai 10:1;
 pada pasien anak, predominan lebih tinggi terlihat pada
perempuan.
 Gejala lebih sering terlihat pada bagian tubuh sebelah kiri
dibandingkan kanan pada wanita.
 Gangguan konversi pada pria seringkali terlibat pada
kejadian okupasional (pekerjaan) atau militer.
 Hubungan dapat terlihat antara gangguan konversi dengan
kepribadian antisosial & histrionik.
 Onset gangguan konversi secara umum dari masa akhir
anak-anak ke dewasa awal
 Jarang terlihat pada anak <10 tahun atau > 35 tahun,
 namun onset yang terlambat ditemukan juga pada
pasien usia 90 tahun.
Saat gejala menunjukkan gangguan konversi dengan
onset usia pertengahan atau tua, kemungkinan kondisi
medis atau neurologis lain sangat tinggi.
 Gejala
konversi pada anak < 10 tahun biasanya terbatas
pada masalah gait atau kejang.

Kaplan & Sadock’s


Data menunjukkan Gangguan konversi Frekuensi meningkat
bahwa gangguan paling sering pada kerabat dengan
konversi paling banyak berhubungan dengan riwayat gangguan
ditemukan pada: diagnosis komorbid yakni: konversi.
• populasi • gangguan depresi, • Risiko gangguan
pedesaan/pedalaman • Gangguan cemas, konversi meningkat
(rural), • Skizofrenia pada kembar
• orang dengan monozigotik
pendidikan rendah,
• dengan IQ yang
rendah,
• kelompok
sosioekonomik rendah,
• anggota militer yang
terpapar dengan situasi
perang.
Matthew Burke et al - fMRI pada pasien
gangguan konversi dengan gejala sensorik
unilateral, aktivasi korteks somatosensorik
kontralateral terhadap daerah yang anestetik
berkurang dibandingkan sisi yang dapat
merasakan sensasi.

Hipotesis yang menyatakan bahwa stres


emosional yang berhubungan dengan aktivasi
dari sistem limbik dan Korticofrontal
menghambat sirkuit basal ganglia-
thalamokortikal, sehingga fungsi sensorik dan
motorik volunter dari tubuh berkurang

Ali S, Jabeen S, Pate RJ, Shahid M, Chinala S, Nathani M, Shah R. Conversion Disorder – Mind versus Body: A Review. Innov
Clin Neurosci (2015); 12 (5-6): 27-33
Tanda & Gejala
Gejala motorik:

• kelemahan atau paralisis;


• gerakan abnormal seperti tremor atau gerakan distonik;
abnormalitas gait; postur tungkai yang abnormal.

Gejala sensorik:

• perubahan, penurunan atau hilangnya sensasi pada kulit,


penglihatan atau pendengaran.

Kejang psikogenik atau non-epileptic:

• Episode terjadinya tungkai yang gemetaran secara generalisata


dengan gangguan atau hilangnya kesadaran yang tampak
jelas dapat menyerupai kejang epileptik
Menyerupai sinkop atau koma
•Dapat terjadi episode tidak responsif

Gejala lainnya:
•penurunan atau hilangnya volume bicara
(disfonia/afonia),
•terganggunya artikulasi (disartria),
•sensasi adanya benda asing (gumpalan) pada
tenggorokan (globus),
•diplopia.
Kriteria Diagnostik
1. 1 atau lebih gejala yg melibatkan perubahan pada fungsi
volunter motorik atau sensorik.
2. Temuan klinis yang membuktikan inkompatibilitas antara
gejala pasien dan kondisi medis maupun kondisi neurologis
yang telah diketahui
3. Gejala atau defisit yang dialami oleh penderita tidak dapat
dijelaskan lagi oleh gangguan medis ataupun mental lainnya
4. Gejala atau defisit yang dialami oleh penderita
menyebabkan gangguan atau kesulitan klinis yang bermakna
dalam aspek sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain atau
yang menjamin evaluasi klinis
5.
 Spesifikasi:  Gejala yang spesifik antara lain :
 Kelemahan atau paralisis
 Episode akut : terdapat
 Gerakan yang abnormal (tremor,
gejala yang bertahan <6 gerakan distonik, mioklonus, dan
bulan gangguan gait)
 Persisten : Gejala yang  Gangguan menelan
terjadi selama >= 6 bulan  Gangguan berbicara (disfonia, slurred
speech)
 Dengan stressor
 Serangan atau bangkitan
 Tanpa stressor  Anestesia atau kehilangan fungsi sensorik
 Gejala pada panca indera (gangguan
visual, olfaktorius atau ppendengaran)
 Gejala gabungan
Ali S, Jabeen S, Pate
RJ, Shahid M, Chinala
S, Nathani M, Shah R.
Conversion Disorder –
Mind versus Body: A
Review. Innov Clin
Neurosci (2015); 12 (5-
6): 27-33
Diagnosis banding
 25 - 50 % pasien dengan gangguan konversi sering didiagnosis sebagai kelainan
neurologis atau kelainan medis non psikiatri
Factitious disorder dan
Kelainan neurologis Somatic symptoms disorder
malingering
• demensia dan penyakit • Sama-sama gejala • pada malingering dan
degeneratif sensorimotor. factitious disorder disadari
• tumor otak • Cara membedakan = oleh pasien, riwayat
• kelainan basal ganglia. gangguan somatisasi perjalanan penyakitnya
bersifat kronis dan tidak insisten dan pada
• myasthenia gravis,
terdapat gejala dari malingering, penderita
• polimiositis, memiliki tujuan atau goal
banyak organ lain.
• miopati yang didapat yang jelas.
• Sklerosis multipel
• Neuritis optik.

Tabel 2.1. Diagnosis banding dari tanda dan gejala somatik psikogenik
Gangguan somatoform Gangguan factitious Malingering

Motivasi yang disadari Tidak Tidak Ya

Berpura-pura dan disadari Tidak Ya Ya


Tabel 2.2. Membedakan gangguan konversi dan keadaan medis non psikogenik dengan pemeriksaan fisik

Kondisi Pemeriksaan Temuan pada gangguan konversi


Map dermatomes Kehilangan fungsi sensorik tidak sesuai dengan pola
Anesthesia
distribusi yang diketahui

Hemianesthesia Pemeriksaan Midline Strict half-body split


Berjalan, Menari Dengan sugesti, Penderita yang tidak dapat berjalan
Astasia-abasia masih bisa menari ; Perubahan dari temuan sensorik
dan motorik
 Meletakan tangan yang  Tangan terletak disebelah wajah
paralisis ke wajah  Tekanan dirasakan pada kaki yang paralisis ketika
Paralisis, paresis  Hoover test mencoba untuk meluruskan kaki
 Pemeriksaan kekuatan motorik  Lemas yang disengaja

 Mencoba untuk membuka  Menolak untuk membuka mata; lirikan mata


mata menjauhi dokter/pemeriksa
Koma  Ocular cephalic maneuver  Tatapan mata lurus dan jauh kedepan, tidak
bergerak dari sisi ke sisi
Afonia Meminta untuk batuk Suara batuk normal

Observasi Dengusan yang singkat dengan atau tanpa fase


inspirasi pada bersin; sedikit atau tanpa sekresi dari
Intractable
aerosol; ekspresi wajah minimal; mata terbuka;
sneezing
berhenti ketika tidur; Mereda jika sendiri

Sinkop Head-up tilt test Perubahan besar pada tanda-tanda vital


Tunnel vision Pemeriksaan lapang pandang Perubahan pola pada pemeriksaan yang multipel
 Swinging flashlight sign (Marcus gunn)  Tidak ada defek aferen pupil
Profound monocular
 Pemeriksaan lapang pandang  Mata normal
blindness
binocular
 “Wiggle your finger, I’m just testing  Pasien mulai meniru gerakan baru
coordination”  Pasien tersentak
 Memberikan paparan cahaya terang  Pasien tidak melihat
Severe bilateral
tiba-tiba  Bahkan pasien buta dapat melakukannya dengan
blindness
 Memberi perintah “Liat tangan mu” propioseptif
 Memberi perintah “Sentuh jari telunjuk
mu”
Tatalaksana - VEER

Validate, Educate, Empathize, Rehabilitate


• Beri pemahaman • Edukasi pasien • Empati terhadap • Th/ utama dari
pada pasien & tentang riwayat keluarga tentang gangguan
keluarga agar dan perjalanan dari stigma gangguan konversi.
dapat menerima gangguan konversi jiwa dan cara • Mulai dasar
diagnosis scr psikis. • Pastikan bahwa menanganinya rutinitas harian:
tenaga kesehatan akan sangat
• Komunikasi, makan, tidur
akan selalu ada membantu.
percaya bahwa dan
gejala pasien dan siap untuk aktivitas/olahrag
follow-up dan
tidak dibuat-buat a.
pemeriksaan ulang
(seperti nyata) dikemudian hari. • Sangat penting
serta berdampak untuk
distress dampingan
orang tua

Krasnik CE, Meany B, Grant C. A Clinical approach to paediatric conversion disorder: VEER in the right direction. Canadian Paediatric Surveillance Program
 Cognitive behavioral therapy (CBT) terbukti efektif dan
rujukan disediakan.
 Keterlibatan tenaga kesehatan dan terapi yang lebih
luas (fisioterapi, hypnosis, terapi bicara dan Bahasa,
dan lain-lain) dapat membantu.
 Rujukan
untuk pemeriksaan dan tatalaksana gejala yang
menetap atau komorbiditas yang berat juga
direkomendasikan.
 Terapi
fisik membantu dalam memberikan pasien jalan ego-
syntonic karena mereka diberikan perawatan yang ramah
yang dapat mereka respon dan terjadi perbaikan
 Tidak ada terapi farmakologis khusus yang tersedia untuk gangguan
konversi.
 Obat untuk gangguan komorbid dan gangguan kecemasan perlu
dipertimbangkan.
 Pengobatan yang digunakan untuk gangguan konversi biasanya lebih
dari 1 obat.
 Obat-obatan yang terbukti dengan sukses:
 antidepresan trisiklik,
 haloperidol,

 pengobatan dengan terapi electroconvulsive (ECT).


 Perawatan
harus diambil untuk menghindari agen psikotropik yang
menyebabkan ketergantungan
Perjalanan penyakit & Prognosis
 Hampir semua gejala awal (90% - 100%) dari pasien dengan gangguan konversi
membaik dalam waktu beberapa hari sampai kurang dari sebulan.
 75% pasien tidak pernah mengalami gangguan ini lagi,
 25% mengalami episode tambahan pada saat mengalami tekanan/stress.
 Prognosis yang baik berkaitan dengan:
 awitan yang mendadak,
 adanya stresor yang bermakna,
 riwayat pramorbid baik,
 tak terdapat komorbid dengan gangguan psikiatrik lain atau gangguan medik.
 Semakin lama gejala gangguan konversi berlangsung, semakin buruk
prognosisnya.
Contoh kasus
Dikutip dari: Stonnington CM, Barry JJ, Fisher RS. Conversion Disorder: Clinical Case Conference (September 2006). Am J
Psychiatry 163:9. Available from: https://pdfs.semanticscholar.org/a082/ebf851f0bf6c13aeb88b629b0bf17e9663a6.pdf

 Ny.A, 53 tahun, wanita, kidal/left-handed


 Masuk unit monitoring epilepsy u/ evaluasi  riw tremor kepala selama 4
bulan dengan pe << kesadaran episodic
 Awitan gejala = 1 mgg stlh kunjungan ke UGD dg keluhan sakit kepala
mendadak
 Saat di UGD merasa kebas pada wajah & lengan kiri; terlihat distressed
karena menunggu pelayanan medis yang lama  akhirnya
meninggalkan UGD dg marah krn tdk diperiksa wlpn sudah menjalankan
px lab dan imaging
 MRI  infark lacunar (suspek stroke)  imaging berikutnya tdk ditemukan
 MRI lama hanya artefak
 6 mgg kmdn mulai timbul gg bicara & gg pelafalan
suku kata
 Lengan, kepala, tubuh gemetar untuk bbrp menit, tp
tdk ada hilang kesadaran  Ny. A mengkonsumsi
obat-obatan spt:
 (+) Lorazepam me << gejala untuk sementara  Citalopram
 Ny.A pergi ke klinik alternative  manipulasi pada leher  Lorazepam
 menimbulkan gejala baru  bicara kacau sambil  Benztropine
tepuk tangan dan kaki, kdg ada perubahan  Gabapentine
penglihatan, deviasi lidah, tidak responsive  keadaan  Nifedipine
spt ini berlangsung slm 5 jam & timbul tiap hari
 Klonazepam
 Kecemasan, music, stress memperburuk gejala  Klopidrogel
 Gejala << jika tidur  Levotiroksin sodium

 Diantara episode biasanya mengalami tremor terus  Feksofenadin


menerus pada kepalanya shg dibawa ke unit
monitoring epilepsy u/ EEG
 Pd bbrp episode tipikal (gemetaran, tremor, gerakan abnormal)  rekaman
hasil EEG tidak signifikan, tp semua jenis gejala tsb tampak pada saat
monitoring
 Evaluasi awal oleh psikolog:
 (+) riwayat kanak-kanak dan remaja  pelecehan seksual oleh ayahnya
 Mengetahui ayahnya bertindak sama terhadap kedua saudaranya dan anaknya
 Gejala timbul ~7 tahun setelah kematian ayahnya
 IQ (verbal: 94; performance 105; full scale 99)
 Fungsi verbal & memori visual intak
 Ciri kepribadian = histrionik & dependen  tp tdk ada gangguan kepribadian
 Uji MMPI-2 (Minnesota Multiphasic Personality Inventory) pola konversi V: skala 1
(hipokondriasis), skala 3 (hysteria), meningkat pada skala 2 (depresi)
 Diagnosis = Gg konversi subtype kejang non-epileptik
 Dasar rekaman EEG, riwayat stress dan tes psikologis.
 Neuropsikologis & neurologis menjelaskan diagnosis tersebut  terjadi
penolakan, tapi akhirnya Ny.A dapat menerima penjelasan tsb
 Ny. A dirujuk ke psikoterapis
 Didiagnosa: tremor psikogenik + gangguan bersuara
 Gerakan abnormal pada kepalanya & gangguan pada suara menyebabkan
self conscious shg tdk dpt bekerja lagi
 Ny. A terlihat depresi krn penurunan fungsi >1 tahun tsb  namun skrg
semakin membaik
 Psikoterapis membantu mengidentifikasi emosi, mengutaran perasan
secara langsung dan membuat keputusan atas kendali sendiri  CBT
 Ny.A pernah memiliki riwayat ide bunuh diri & berkunjung ke UGD krn
perdarahan yg menetap dg rasa marah, hilang kendali & dalam
tremor slm bbrp jam
 Diagnosis kerja = gangguan konversi dengan depresi mayor (rekuren dg
remisi parsial) dan gangguan cemas
 Ny.A di resepkan aripiprazole (5 mg 2x1)  u/ gejala depresi residual,
cemas & mood yang labil + penjelasan kegunaan & efek samping
 Dianjurkan kembali follow up u/ mempelajari self-hypnosis u/
mengendalikan tremor kepalanya.
 Sebulan kemudian Ny. A merasakan perkembangan dlm energi, fokus
dan konsentrasinya  tdk kewalahan dg stress pd hari-harinya wlpn ttp
merasakan tremor kepala dan bicara yang butuh usaha
 Setelah satu tahun, kunjungan psikoterapi Ny.A berkurang menjadi
1x/bulan, berhenti konsumsi obat-obatan kecuali aripiprazole &
escitalopram krn merasa kurang nyaman dan khawatir bila tdk
mengkonsumsi obat tsb
Kesimpulan
 Gangguan konversi = kondisi krisis mental atau emosional
menghasilkan stres yang berubah menjadi masalah fisik
yang bukan dibuat-buat.
 Maka, penting untuk tidak melabel pasien dengan gangguan
konversi sebagai manipulatif.
 Tanda & gejala gangguan konversi dapat sulit untuk
dibedakan dengan kemungkinan diagnosis lain yang
banyak.
 Sehingga penting untuk mendapatkan riwayat medis dan psikiatri
dari pasien untuk mendapatkan onset gejala dan adanya stressor
dan kondisi komorbid lainnya.
 Penelitian
yang fokus pada korelasi antara neural –
gangguan konversi memiliki potensi besar untuk terapi dan
pencegahan.
 Tidakterdapat metode tunggal yang dapat
direkomendasikan secara global u/ tatalaksana. Follow up
secara teratur + terapi kognitif-perilaku (cognitive-
behavioral therapy) + fisioterapi (untuk gejala motorik)
telah menunjukkan hasil yang menjanjikan.
 Menciptakan aliansi terapeutik dengan pasien sangat penting
untuk hasil yang sukses.
 Farmakoterapi
mungkin diperlukan untuk gangguan kejiwaan
yang mendasari dan menurunkan gejala.
Daftar pustaka
 Ali S, Jabeen S, Pate RJ, Shahid M, Chinala S, Nathani M, Shah R. Conversion Disorder – Mind
versus Body: A Review. Innov Clin Neurosci (2015); 12 (5-6): 27-33.
 American Psychiatric Association (2013). DSM-5. USA: American Psychiatric Publishing.
 Sadock BJ, Sadock VA, Ruiz P. Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry: Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry, 11th ed. (2015). Philadelphia: Wolters Kluwer.
 Burke MJ, Ghaffar O, Staines R, Downar J, Feinstein A. Functional neuroimaging of
conversion disorder: The role of ancillary activation. (2014). NeuroImage: Clinical. Vol 6; p
333-339. Available from:
https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2213158214001521
 Husin, A. B., & Siste, K. (2014). Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.
 Hurwitz TA. Somatization and Conversion Disorder in Review (March 2004). Can J Psychiatry;
49: 172-178.
 Krasnik CE, Meany B, Grant C. A Clinical approach to paediatric conversion disorder: VEER in
the right direction. Canadian Paediatric Surveillance Program
 Stonnington CM, Barry JJ, Fisher RS. Conversion Disorder: Clinical Case Conference
(September 2006). Am J Psychiatry 163:9. Available from:
https://pdfs.semanticscholar.org/a082/ebf851f0bf6c13aeb88b629b0bf17e9663a6.pdf

Anda mungkin juga menyukai