PENDAHULUAN
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
2.2. Epidemiologi
2
dalam perawatan (71.5%). Jumlah Orang Dalam Pemantauan (ODP) sebanyak 258.639
kasus dan Pasien Dalam Pemantauan sebanyak 33.672 kasus.5 Lima provinsi dengan
kasus terbanyak di Indonesia ditempati oleh DKI Jakarta (5.688 terkonfirmasi, 1.162
sembuh, 452 meninggal), diikuti oleh Jawa Timur (1.863 terkonfirmasi, 278 sembuh,
167 meninggal), Jawa Barat (1.565 terkondirmasi, 242 sembuh, 99 meninggal), Jawa
Tengah (1.066 terkondirmasi, 229 sembuh, 66 meninggal) dan Sulawesi Selatan (840
terkonfirmasi, 293 sembuh, 51 meninggal). 7 Kasus COVID-19 pada awalnya banyak
ditemukan pada pasien lanjut usia. Seiring dengan berkembangnya infeksi virus ini,
jumlah kasus pada usia 65 tahun keatas semakin meningkat, disertai dengan
peningkatan kasus pada anak – anak (<18 tahun). Pasien laki-laki lebih banyak pada
awal pandemic, tetapi tidak ada perbedaan yang signifikan pada jenis kelamin yang
terlihat setelah kasus semakin banyak.8
3
nafas bangian atas. Individu dengan gejala ringan dapat dimonitor rawat jalan dengan
terapi konservatif simtomatik.
Tahap 3 (hipoksia, infiltrate ground glass, progresi menjadi ARDS) Sekitar 20%
dari pasien dapat berprogresi ke tahap 3 dari penyakit dan menunjukkan infiltrate
pulmonal dan beberapa menunjukkan perburukan penyakit. Virus mencapai unit
pertukaran gas di paru-paru dan menginfeksi sel alveolar tipe II (berbeda dengan SARS-
CoV dan influenza yang menginfeksi sel alveolar tipe I). Infeksi unit alveolar paling
sering pada perifer dan subpleural. Virus berpropagasi pada sel tipe II dan banyak
partikel virus yang dilepaskan, sehingga sel mengadakan apoptosis dan mati. Hasil
akhirnya adalah toksin pulmonal yang self-replicating terlepas saat partikel virus
menginfeksi unit sel tipe II lain yang terdekat. Secara patologis, akan tampak kerusakan
alveolar difus dengan fibrin kaya membrane hialin dan beberapa sel raksasa dengan
multinukleus. Penyembuhan kerusakan menyebabkan scarring dan fibrosis yang lebih
berat dari ARDS lainnya. Kesembuhan membutuhkan respon imun innate dan adaptif
yang sangat banyak dan regenerasi epitel.11 Periode inkubasi dari COVID-19 (waktu
dari paparan virus/terinfeksi dan onset gejala) rata-rata adalah 5-6 hari, tetapi dapat
mencapai 14 hari.12
4
Gambar 1. Patogenesis COVID-19
Sumber: Referensi no. 13
5
2.5. Diagnosis
Skrining dan isolasi pasien suspek COVID-19 dilakukan pada kontak pertama
dengan pelayanan kesehatan (seperti unit gawat darurat atau klinik rawat jalan).
COVID-19 harus dijadikan kemungkinan etiologic pada pasien dengan penyakit saluran
pernafasan akut dalam kondisi tertentu.
KASUS Definisi
Suspek
Pasien dengan penyakit respiratorik akut (demam dan setidaknya
1 tanda/gejala dari penyakit respiratorik, seperti batuk, sulit
bernafas) DAN Riwayat berpergian kea tau tinggal di lokasi yang
dilaporkan adanya transmisi komunitas (community transmission
dari COVID-19 selama 14 hari sebelum onset gejala
ATAU
ATAU
6
COVID-19 tanpa menggunakan alat pelindung diri (APD)
4. Situasi lain yang terindikasi oleh penilaian risiko lokal
Catatan: untuk kasus terkonfirmasi asimptomatik, periode kontak diukur sebagai 2 hari
sebelum hingga 14 hari setelah tanggal dimana sampel diambil dan terdeteksi virus.14
7
o Orang Tanpa Gejala (OTG)
Seseorang yang tidak bergejala dan memiliki risiko tertular dari orang
konfirmasi COVID-19. Orang tanpa gejala (OTG) merupakan kontak erat
dengan kasus konfirmasi COVID-19.
Kontak Erat adalah seseorang yang melakukan kontak fisik atau berada
dalam ruangan atau berkunjung (dalam radius 1 meter dengan kasus pasien
dalam pengawasan atau konfirmasi) dalam 2 hari sebelum kasus timbul
gejala dan hingga 14 hari setelah kasus timbul gejala. Termasuk kontak erat
adalah:
a. Petugas kesehatan yang memeriksa, merawat, mengantar dan
membersihkan ruangan di tempat perawatan kasus tanpa
menggunakan APD sesuai standar.
b. Orang yang berada dalam suatu ruangan yang sama dengan kasus
(termasuk tempat kerja, kelas, rumah, acara besar) dalam 2 hari
sebelum kasus timbul gejala dan hingga 14 hari setelah kasus timbul
gejala.
c. Orang yang bepergian bersama (radius 1 meter) dengan segala jenis
alat angkut/kendaraan dalam 2 hari sebelum kasus timbul gejala dan
hingga 14 hari setelah kasus timbul gejala
o Kasus Konfirmasi
Pasien yang terinfeksi COVID-19 dengan hasil pemeriksaan tes positif
melalui pemeriksaan PCR.15
8
penyakit kronis yang mendasari. Pasien dengan demam atau tanda gejala infeksi saluran
nafas bawah yang penting untuk respon pandemic termasuk tenaga Kesehatan, petugas
Kesehatan masyarakat dan pemimpin masyarakat lainnya. Pasien yang dipertimbangkan
menjadi prioritas kedua untuk diperiksa adalah pasien yang dirawat inap lama di rumah
sakit yang bukan di ICU. Pasien yang menjadi prioritas ketiga adalah pasien rawat jalan
yang masuk dalam kriteria untuk pemeriksaan influenza, termasuk orang dengan
komorbiditas tertentu (seperti diabetes, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), gagal
jantung kronis (CHF), wanita hamil dan pasien pediatrik dengan gejala dan faktor risiko
lainnya. Terakhir, pasien dengan prioritas ke empat adalah individu yang menjalankan
monitoring untuk pengumpulan data dan studi epidemiologic oleh tenaga Kesehatan
yang berwenang.16
9
ditambah setidaknya satu dari berikut ini:
sianosis sentral atau SpO2 <90%;
distres pernapasan berat (seperti mendengkur, tarikan dinding
dada yang berat);
tanda pneumonia berat: ketidakmampuan menyusui atau
minum, letargi atau penurunan kesadaran, atau kejang.
Tanda lain dari pneumonia yaitu: tarikan dinding dada,
takipnea:
<2 bulan, >= 60 x/menit; 2-11 bulan >= 50 x/menit, 1-5 tahun
>= 40 x/menit, >5 tahun >=30 x/menit
Kritis Pasien dengan gagal napas, Acute Respiratory Distress
Syndrome (ARDS), syok sepsis dan/atau multiple organ failure.
Sumber: Referensi no. 1
Pasien yang sedang diperiksa untuk COVID-19 harus ditempatkan pada ruangan
tertentu yang tertutup (ruang isolasi untuk infeksi saluran pernafasan ideal digunakan)
dan diminta untuk menggunakan masker bedah. Penggunaan masker medis saat bekerja
dalam radius 1 meter dari pasien. Kewaspadaan kontak harus diterapkan untuk mecegah
penularan langsung atau tidak langsung. Penggunaan APD (masker medis, pelindung
mata, sarung tangan, jubah) saat memasuki ruangan dan melepaskan APD saat
meninggalkan ruangan dan mencuci tangan setelah melepas APD.3
a. Pemeriksaan Laboratorium
10
Penelitian di Cina menunjukkan hasil positif terbanyak adalah dari cairan
bronchoalveolar lavage/BAL (93%), sputum (72%), swab nasal (63%), biopsy
brush (46%), swab faringeal (32%), feses (29%), darah (1%) dan urin 0%. Swab
nasal ditemukan lebih banyak mengandung virus.18 Xiao dkk menemukan bahwa
kasus positif COVID-19 pada PCR ditemukan paling banyak pada minggu
pertama (100%), minggu ke 2 (89,3%), minggu 3 (66,1%), minggu 4 (32,1%),
minggu 5 (5,4%) dan 0% pada minggu 6.19
Pemeriksaan antibody
FDA mengusulkan penggunaan emergensi immunoglobulin M dan G
(IgM dan IgG) untuk SARS-CoV-2 menggunakan serum, plasma (EDTA atau
sitrat), atau darah utuh venipuncture secara kualitatif. Antibody IgM terdeteksi
beberapa hari dari infeksi inisial, sedangkan IgG terdeteksi lebih lama.
Kultur virus
Pada pasien suspek COVID-19, isolasi virus dalam kultur sel atau
karakterisasi inisial dari agen viral ditemukan pada kultur specimen tidak
direkomendasikan untuk alasan biosafety.4
Temuan laboratorium pada pasien COVID-19
Leukopenia, leukositosis dan limfopenia ditemukan pada kasus awal
COVID-19. Lactate dehydrogenase dan kadar ferritin biasanya ikut meningkat. 20
Wu dkk melaporkan bahwa usia lanjut, neutrofilia, dan elevasi LDH serta D-
dimer meningkatkan risiko ARDS dan kematian.21
11
b. Pemeriksaan radiologis
Foto thoraks
Penelitian retrospektif pada pasien COVID-19 di Hongkong
menunjukkan abnormalitas pada foto throaks berupa konsolidasi (47%) dan
opasitas ground glass (33%). Umumnya konsolidasi tampak bilateral dan
distribusi pada zona inferior dari paru-paru. Efusi pleura tidak sering ditemukan.
Derajat keparahan dari foto thoraks tampak memuncak pada hari ke 10-12
setelah onset gejala.
Gambar 2. Cor normal. Tampak opasitas bilateral, predominan lobus inferior. Serupa
dengan gambaran pneumonia multifocal/viral. Tidak ada effusi pleura atau
pneumothoraks
Sumber: Referensi no.4
12
Gambar 3. Cor normal. Tampak opasitas patchy diseluruh lapang paru. Area patchy dari
konsolidasi pada basis pulmonal kanan menutupi diafragma kanan. Tidak ada effusi
atau pneumothoraks. Foto kanan: 10 hari dari gejala.
Sumber: Referensi no.4
CT-Scan
CT-scan pada pasien pneumonia terkait COVID-19 biasanya menunjukkan
opasifikasi ground glass (91%), kemungkinan disertai konsolidasi. Beberapa
penelitian melaporkan abnormalitas yang biasanya bilateral, meliputi lobus
inferior dan terdistribusi perifer (80%). Tampak juga opasitas reticular halus
(56%) dan penebalan vascular (59%). The American College of Radiology
(ACR) merekomendasikan penggunaan CT-scan sebagai opsi untuk manajemen
pasien rawat inap, bukan untuk skrining atau diagnosis. Mingzhi dkk
merekomendasikan CT-scan resolusi tinggi, dan melaporkan progresivitas dari
CT-scan dari waktu ke waktu pada pasien COVID-19.
o Fase awal: banyangan patchy multiple kecil dan perubahan interstisial
mulai tampak dan berawal dari dekat pleura atau bronkus disbanding
parenkim paru.
o Fase progresif: Lesi membesar dan meningkat, berubah menjadi opasitas
ground glass multiple dan infiltrasi konsolidasi pada kedua paru
o Fase dissipative: opasitas ground-glass dan konsolidasi terabsorpsi
sempurna. Lesi mulai berubah menjadi fibrosis.
Gambar 4. CT-scan aksial (kiri) dan koronal (kanan) thoraks dengan opasitas ground
glass dengn distribusi perifer
Sumber: Referensi no. 4
13
Gambar 5. Evolusi tipikal dari temuan CT-scan pada wanita 47 tahun dengan demam
persisten (38,80C) selama 3 hari. a) saat datang berobat (hari ke 3 gejala), regio kecil
dari GGO (ground glass opacity) subpleural dengan konsolidasi parsial pada lobus
kanan bawah; b) hari 7, perluasan regio GGO dengan penebalan septal inter- dan
intralobular (crazy-paving pattern) dengan resolusi GGO inisial, area baru konsolidasi
subpleural; c) hari 11, resolusi parsial GGO awal; d) hari 20, resolusi berlanjut dengan
residu GGO minimal dan tampak parenchymal bands
Sumber: Referensi no. 22
14
2.6. Tatalaksana1
a. Tanpa gejala/OTG
15
Segera berinformasi ke petugas pemantau/FKTP atau
keluarga jika terjadi peningkatan suhu tubuh > 38o C
Lingkungan/kamar:
Perhatikan ventilasi, cahaya dan udara
Membuka jendela kamar secara berkala
Bila memungkinkan menggunakan APD saat
membersihkan kamar (setidaknya masker, dan bila
memungkinkan sarung tangan dan goggle.
Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau hand
sanitizer sesering mungkin.
Bersihkan kamar setiap hari , bisa dengan air sabun atau
bahan desinfektasn lainnya
Keluarga:
Bagi anggota keluarga yang berkontak erat dengan pasien
sebaiknya memeriksakan diri ke FKTP/Rumah Sakit.
Anggota keluarga senanitasa pakai masker
Jaga jarak minimal 1 meter dari pasien
Senantiasa mencuci tangan
Jangan sentuh daerah wajah kalau tidak yakin tangan
bersih
Ingat senantiasa membuka jendela rumah agar sirkulasi
udara tertukar
Bersihkan sesering mungkin daerah yg mungkin tersentuh
pasien misalnya gagang pintu dll
Farmakologi
o Bila terdapat penyakit penyerta / komorbid, dianjurkan untuk tetap
melanjutkan pengobatan yang rutin dikonsumsi. Apabila pasien rutin
meminum terapi obat antihipertensi dengan golongan obat ACE-inhibitor
dan Angiotensin Reseptor Blocker perlu berkonsultasi ke Dokter
Spesialis Penyakit Dalam ATAU Dokter Spesialis Jantung
o Vitamin C (untuk 14 hari), dengan pilihan:
16
Tablet Vitamin C non acidic 500 mg/6-8 jam oral (untuk 14 hari)
Tablet isap vitamin C 500 mg/12 jam oral (selama 30 hari)
Multivitamin yang mengandung vitamin C 1-2 tablet /24 jam
(selama 30 hari)
Dianjurkan multivitamin yang mengandung vitamin C,B, E, Zinc
b. Gejala ringan
c. Gejala Sedang
17
Isolasi dan Pemantauan
o Rujuk ke Rumah Sakit ke Ruang Perawatan Covid-19/ Rumah Sakit
Darurat Covid-19
o Isolasi di Rumah Sakit ke Ruang Perawatan Covid-19/ Rumah Sakit
Darurat Covid-19 selama 14 hari
Non Farmakologis
o Istirahat total, intake kalori adekuat, control elektrolit, status hidrasi,
saturasi oksigen
o Pemantauan laboratorium Darah Perifer Lengkap berikut dengan hitung
jenis, bila memungkinkan ditambahkan dengan CRP, fungsi ginjal,
fungsi hati dan ronsen dada secara berkala.
Farmakologis
o Vitamin C 200 – 400 mg/8 jam dalam 100 cc NaCl 0,9% habis dalam 1
jam diberikan secara drips Intravena (IV) selama perawatan
o Klorokuin fosfat 500 mg/12 jam oral (untuk 5-7 hari) ATAU
Hidroksiklorokuin (sediaan yg ada 200 mg) hari pertama 400 mg/12
jam/oral, selanjutnya 400 mg/24 jam/oral (untuk 5-7 hari)
o Azitromisin 500 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5- 7 hari) dengan
aternatif Levofloxacin 750 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5-7
hari)
o Pengobatan simtomatis (Parasetamol dan lain-lain).
o Antivirus : Oseltamivir 75 mg/12 jam oral ATAU Favipiravir (Avigan
sediaan 200 mg) loading dose 1600 mg/12 jam/oral hari ke-1 dan
selanjutnya 2 x 600 mg (hari ke 2-5)
d. Gejala Berat
18
o Pemantauan laboratorium Darah Perifer Lengkap beriku dengan hitung
jenis, bila memungkinkan ditambahkan dengan CRP, fungsi ginjal,
fungsi hati, Hemostasis, LDH, D-dimer.
o Pemeriksaan foto toraks serial bila perburukan
o Monitor tanda-tanda sebagai berikut;
Takipnea, frekuensi napas ≥ 30x/min
Saturasi Oksigen dengan pulse oximetry ≤93% (di jari)
PaO2/FiO2 ≤ 300 mmHg
Peningkatan sebanyak >50% di keterlibatan area paru-paru pada
pencitraan thoraks dalam 24-48 jam,
Limfopenia progresif,
Peningkatan CRP progresif,
Asidosis laktat progresif.
o Monitor keadaan kritis
Gagal napas yg membutuhkan ventilasi mekanik, shock atau
gagal Multiorgan yang memerlukan perawatan ICU.
Bila terjadi gagal napas disertai ARDS pertimbangkan
penggunaan ventilator mekanik
3 langkah yang penting dalam pencegahan perburukan penyakit:
Gunakan high flow nasal canulla (HFNC) atau non-
invasive mechanical ventilation (NIV) pada pasien
dengan ARDS atau efusi paru luas. HFNC lebih
disarankan dibandingkan NIV.
Pembatasan resusitasi cairan, terutama pada pasien
dengan edema paru.
Posisikan pasien sadar dalam posisi tengkurap (awake
prone position).
o Prinsip terapi oksigen:
NRM : 15 liter per menit.
HFNC
Jika dibutuhkan, tenaga kesehatan harus menggunakan
respirator (PAPR, N95).
19
Batasi flow agar tidak melebihi 30 liter/menit.
Lakukan pemberian HFNC selama 1 jam, kemudian
lakukan evaluasi. Jika pasien mengalami perbaikan dan
mencapai kriteria ventilasi aman (indeks ROX >4.88 pada
jam ke-2, 6, dan 12 menandakan bahwa pasien tidak
membutuhkan ventilasi invasif, sementara ROX <3,85
menandakan risiko tinggi untuk kebutuhan intubasi
(Indeks ROX = (SpO2 / FiO2)/ laju nafas)
NIV
Jika dibutuhkan, tenaga kesehatan harus menggunakan
respirator (PAPR, N95).
Lakukan pemberian NIV selama 1 jam, kemudian lakukan
evaluasi. Jika pasien mengalami perbaikan dan mencapai
kriteria ventilasi aman (volume tidal [VT] <8 ml/kg, tidak
ada gejala kegagalan pernafasan atau peningkatan
FiO2/PEEP) maka lanjutkan ventilasi dan lakukan
penilaian ulang 2 jam kemudian.
Pada kasus ARDS berat, disarankan untuk dilakukan
ventilasi invasif.
Jangan gunakan NIV pada pasien dengan syok.
Kombinasi Awake Prone Position + HFNC / NIV 2 jam 2
kali sehari dapat memperbaiki oksigenasi dan mengurangi
kebutuhan akan intubasi pada ARDS ringan hingga
sedang. Hindari penggunaan strategi ini pada ARDS
berat.
Untuk mengurangi risiko akibat terbentuknya aerosol,
maka alat ventilasi dan metode yang digunakan sebaiknya
yang paling sedikit menimbulkan aerosol. NIV dan HFNC
memiliki risiko terbentuknya aerosol yang lebih tinggi
dibandingkan dengan ventilasi mekanik invasif, sehingga
jika hendak diaplikasikan, sebaiknya di ruangan yang
bertekanan negatif (atau di ruangan dengan tekanan
20
normal, namun pasien terisolasi dari pasien yang lain)
dengan standar APD yang lengkap. Untuk mengurangi
aeorosol pada penggunaan HFNC, pada pasien sebaiknya
dipasang masker surgical dan titrasi flow rate HFNC
Farmakologis
o Klorokuin fosfat, 500 mg/12 jam/oral (hari ke 1-3) dilanjutkan 250
mg/12 jam/oral (hari ke 4-10) ATAU Hidroksiklorokuin dosis 400 mg
/24 jam/oral (untuk 5 hari), setiap 3 hari kontrol EKG
o Azitromisin 500 mg/24 jam (untuk 5 hari) atau levofloxacin 750 mg/24
jam/intravena (5 hari)
o Bila terdapat kondisi sepsis yang diduga kuat oleh karena ko-infeksi
bakteri, pemilihan antibiotik disesuaikan dengan kondisi klinis, fokus
infeksi dan faktor risiko yang ada pada pasien. Pemeriksaan kultur darah
21
harus dikerjakan dan pemeriksaan kultur sputum (dengan kehati-hatian
khusus) patut dipertimbangkan.
o Antivirus : Oseltamivir 75 mg/12 jam oral ATAU Favipiravir (Avigan
sediaan 200 mg) loading dose 1600 mg/12 jam/oral hari ke-1 dan
selanjutnya 2 x 600 mg (hari ke 2-5)
o Vitamin C 200 – 400 mg/8 jam dalam 100 cc NaCl 0,9% habis dalam 1
jam diberikan secara drips Intravena (IV) selama perawatan
o Vitamin B1 1 ampul/24 jam/intravena
o Hydroxycortison 100 mg/24 jam/ intravena (3 hari pertama)
o Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada
o Obat suportif lainnya
o Bila tidak tersedia Oseltamivir maupun Favipiravir (Avigan), maka
sebagai pilihan dapat diberikan tablet kombinasi Lopinavir + Ritonavir
( 2 x 400/100 mg) selama 10 hari ATAU Remdisivir 200 mg IV drip,
dilanjutkan 1 x 100 mg IV, semua diberikan dalam drip 3 jam, selama 9
– 13 hari.
Favipiravir (Avigan) tidak boleh diberikan pada wanita hamil
atau yang merencanakan kehamilan
o Pemberian Azitromisin dan Klorokuin fosfat pada beberapa kasus dapat
menyebabkan QT interval yang memanjang, sehingga perlu dilakukan
pemeriksaan EKG sebelum pemberian dan selanjutnya dilakukan serial
o Untuk gejala ringan, bila terdapat komorbid terutama yang terkait
jantung sebaiknya pasien dirawat
22
Penanganan kasus henti jantung pasien terduga terkonfirmasi COVID-19 sesuai
algoritma di bawah ini:
23
2.6.2. Protokol tatalaksana pasien belum terkonfirmasi COVID-19
Kelompok ini termasuk pasien dengan hasil rapid test serologi negatif, ODP dan PDP.
a. Tanpa gejala
Isolasi mandiri dirumah selama 14 hari
Edukasi dengan leaflet
Vitamin C 3x1 tablet
b. Gejala ringan
Isolasi & pemantauan
Isolasi mandiri dirumah 14 hari
Pemeriksaan laboratorium RDT/PCR swab nasofaring hari 1 dan
2 sesuai pedoman covid-19 Kemenkes
Non-farmakologis
Pemeriksaan hematologi di FKTP (seperti puskesmas):
hematologic rutin, hitung jenis leukosit, laju endap darah
Foto toraks
Edukasi
Farmakologi
Vitamin C 3x1 tablet serta obat simtomatis
Azitromisin 500 mg/24 jam/oral (3 hari), atau levofloxacin 750
mg/24 jam (5 hari) sambil menunggu hasil swab
SImtomatis
c. Sedang dan berat
Isolasi & Pemantauan
Rawat inap di Rumah Sakit/RS Rujukan
Pemeriksaan laboratorium RDT/PCR swab nasofaring hari 1 dan
2 sesuai pedoman covid kemenkes
Pikirkan kemungkinan diagnosis lain
Non-farmakologis
Istirahat total, asupan kalori adekuat, kontrol elektrolit, status
hidrasi/terapi cairan, oksigen
24
Pantau laboratorium darah perifer lengkap berikut hitung jenis,
bila mungkin ditambah CRP, fungsi ginjal, hati, hemostasis,
LDH, D-dimer
Pemeriksaan foto toraks serial
Farmakologis
Bila ditemukan pneumonia, tatalaksana sebagai pneumonia yang
dirawat di RS.
Kasus Pasien Dalam Pengawasan (PDP) yang dicurigai sebagai
COVID-19 dan memenuhi kriteria beratnya penyakit dalam
kategori sedang atau berat ditatalaksana seperti pasien
terkonfirmasi COVID-19 sampai terbukti bukan.
25
o Pencegahan dengan social & physical distancing, penggunaan masker
dan upaya lainnya penting dilakukan. Tatalaksana COVID-19 pada
geriatric dan dewasa serupa tetapi perlu hati-hati pada efek samping oabt
yang diberikan.
Autoimun
o Terapi imunosupresan (termasuk agen biologic) serta kortikosteroid (KS)
juga berkontribusi terhadap peningkatan risiko infeksi. Saat ini belum
ada bukti menunjukkan risiko peningkatan covid-19 pada populasi
pasien autoimun termasuk yang dalam terapi imunosupresan dan KS.
Anjuran untuk pasien autoimun adalah untuk tidak menghentikan
pengobatan karena dapat memicu flare up kondisi autoimun, tetap
melakukan pencegahan seperti populasi umum.
Penyakit ginjal
o Pasien penyakit ginjal kronis (PGK) terutama yang menjalani dialysis
atau transplantasi ginjal rentan terkena COVID-19. Semua pasien tetap
melanjutkan terapi sebelumnya termasuk obat antihipertensi kecuali
dihentikan dokter. Tetap tinggal di rumah, mengurangi kontak,
menggunakan masker juga diperlukan. Pasien uremia harus tetap datang
ke unit hemodialisa (HD) secara teratur. Pasien harus memakai masker
bedah saat masuk area perawatan sampai meninggalkan unit dialysis.
Pasien disarankan untuk tidak menggunakan transportasi public. HD
dilaukan di unit dialysis dengan fasilitas ruang isolasi airborne untuk
pasien terkonfirmasi COVID-19 dan PDP, serta ruang isolasi biasa untuk
ODP dan OTG. Jika ruang isolasi tidak ada, HD dijadwalkan diluar
jadwal rutin untuk meminimalisir paparan pada pasien lain, diberi jarak
minimal 1,8 meter (6 kaki) dari mesin pasien terdekat dari semua arah.
Pasien dialysis peritoneal meminimalisir kunjungan ke unit CAPD.
Kunjungan hanya dilakukan apabila terdapat tanda peritonitis, infeksi
exit site berat dan training penggantian cairan untuk pasien CAPD baru.
Pembuangan cairan dialisat ditambahkan larutan klorin 500 mg/liter
sebelum dibuang ke toilet untuk menghindarkan percikan saat
pembuangan cairan.
26
STEMI
o Pasien kriteria skrining cepat COVID-19 positif dengan STEMI dan
tanda vital stabil onset <12 jam dilakukan fibrinolitik/trombolitik di
ruang isolasi bila tidak ada kontraindikasi
o Pasien kontraindikasi fibrinolitik/trombolitik dilakukan evaluasi risiko
untuk emergency PCI
o Pasien dengan tanda vital tidak stabil dan pneumonia berat (demam +
frekuensi nafas >30 kali/menit, distress nafas berat, atau saturasi
oksigen/SpO2 <90% pada udara kamar), diberi terapi konservatif di
ruang isolasi.
o Pasien kriteria skrining cepat COVID-19 positif dengan STEMI dan
tanda vital stabil >12 jam dilakukan evaluasi risiko PCI
o Pasien kriteria skrining cepat COVID-19 negatif dengan STEMI
dilakukan talaksana sesuai STEMI.
NSTEMI
o Pasien kriteria skrining cepat COVID-19 positif dengan NSTEMi
dilakukan terapi di ruang siolasi, evaluasi keperluan PCI setelah pulih
dari pneumonia COVID-19
o Pasien skrining cepat COVID-19 negatif dengan NSTEMi dilakukan
tatalaksana sesuai NSTEMI
o Pasien skrining cepat COVID-19 positif dengan NSTEMI dan
hemodinamik tidak stabil dilakukan PCI di ruang kateterisasi isolasi
o Pasien tes COVID-19 negatif ditatalaksana lanjutan di ruang perawatan
ICVCU, sedangkan yang positif ditatalaksana lanjut di ruang isolasi.
Hipertensi
o Salah satu komorbid paling sering pada COVID-19. SARS-CoV-2
berikatan dengan ACE-2 di paru-paru untuk masuk ke dalam sel,
sehingga penggunaan Angiotensin converting enzyme (ACE) inhibitor
dan angiotensin receptor blockers (ARB) dipertanyakan memberikan
manfaat atau merugikan karena keduanya meningkatkan ACE 2; akan
tetapi ACE 2 menunjukkan efek protektif terhadap kerusakan paru pada
penelitian eksperimental. ACE2 membentuk Angiotensin 1-7 dari
27
angiotensin II sehingga mengurangi efek inflamasi dari angiotensin II
dan meningkatkan efek anti-inflamasi angiotensin 1-7. ARB telah
disarankan dalam pengobatan COVID-19 dan komplikasinya.
Penggunaan obat-oabtan ini harus diteruskan untuk mengontrol tekanan
darah.
PPOK
o Pasien PPOK dengan VEP1 prediksi <50%, Riwayat eksaserbasi dengan
perawatan di RS, butuh oksigen jangka panjang, gejala sesak dan
komorbid lain berisiko terhadap COVID-19. Pasien PPOK pada masa
pandemic disarankan meminimalisir konsultasi tatap muka. Pasien segera
berobat bila terdapat gejala atau perubahan dari gejala sehari-hari yang
mengarah ke COVID-19 ke RS rujukan COVID-19. Pasien PPOK tetap
menggunakan obat inhaler atau oral secara rutin. Tidak ada bukti
penggunaan kortikosteroid inhaler (ICS) atau oral untuk PPOK harus
dihindari selama pandemic. Namun penggunaan ICS untuk PPOK
dipertimbangkan pada pasien Riwayat rawat inap karena eksaserbasi
PPOK (>= 2 eksaserbasi dalam 1 tahun, eosinophil >300 sel/ul, Riwayat
atau konkomitan asma). Pasien PPOK yang dapat ICS dosis tinggi
dipertimbangkan menurunkan ke dosis standar.
Tuberkulosis (TB)
o Tetap diberikan obat anti TB (OAT). Prinsip yang dianjurkan adalah
pengobatan tetap berjalan tanpa pasien harus terlalu sering mengunjungi
fasyankes TB untuk mengambil OAT. Pemantauan pengobatan dapat
dilakukan via elektronik non tatap muka seperti video call
o ODP dan PDP atau OTG
TB sensitive obat fase intensif diberkan OAT interval tiap 14-28
hari
TB sensitive obat fase lanjutan diberikan OAT interval tiap 28-56
hari
TB resisten obat fase intensif diberikan OAT interval tiap 7 hari
TB resisten obat fase lanjutan diberikan OAT oral frekuensi tiap
14-28 hari dengan memperkuat pengawas minum obat (PMO)
28
Interval pemberian OAT bisa diperpendek melihat kondisi pasien
TB resisten obat belum terkonfirmasi COVID-19 yang
menggunakan terapi injeksi tetap melakukan kunjungan tiap hari
ke fasyankes yang ditunjuk (terdekat) menggunakan masker.
TB resisten obat terkonifmrasi COVID-19 dan terapi injeksi TB
tetap mendapat terapi dari FasKes yang ditunjuk dengan petugas
mendatangi ke rumah pasien atau tempat isolasi diri
menggunakan APD lengkap dan sesuai standar.
o Pasien TB terkonfirmasi COVID-19 dengan gejala sedang-berat
Mendapat OAT sesuai standar di RS tempat dirawat
29
makrolid (untuk frekuensi jarang
pneumonia untuk mengurangi
atipik) kontak dengan
COVID-19 = petugas pasien
pilih AB yang (injeksi seftriakson
pemberiannya per 24 jam)
frekuensi jarang Parasetamol jika
untuk diperlukan
mengurangi Antivirus jika koinfeksi
kontak dengan dengan influenza virus
petugas pasien Oseltamivir
(injeksi Lopinavir/Ritonavir
seftriakson per
24 jam) Klorokuin belum banyak
Parasetamol dilaporkan bermanfaat pada
jika diperlukan anak
Oseltamivir
apabila Bila terjadi perburukan klinis,
koinfeksi rawat ICU dengan standar
dengan isolasi COVID-19
influenza virus
Kritis • Rawat ICU • Rawat ICU dengan
• Gagal napas: standar isolasi COVID-19
membutuhkan • Gagal napas
ventilator, syok, membutuhkan ventilator,
atau multiorgan syok, atau MOF atau
failure atau sepsis sepsis:
disesuaikan dengan • Tatalaksana
protocol standar COVID-19 +
yang ada protocol standar
• Steroid &
Imunoglobulin
tidak
direkomendasikan
rutin
Dosis oseltamivir:
<1 tahun = 3 mg/kg/dosis tiap 12 jam
>1 tahun
BB <15 kg = 30 mg/12 jam
15-23 kg = 45 mg/12 jam
23-40 kg = 60 mg/12 jam
>40 kg = 75 mg/12 jam
Dosis Lopinavir/Ritonavir
14 hari - < 6 bulan = 16 mg/kg/dosis/kali/12 jam
15-25 kg = 50 -200 mg/kg/dosis/kali/12 jam
26-35 kg = 75 – 300 mg/kg/dosis/kali/12 jam
>35 kg = sesuai dosis dewasa
Keterangan: Perhatikan efek samping obat Nebulisaasi pada kasus ISPA atas dan
30
pneumonia TIDAK BOLEH diberikan tanpa indikasi yang jelas, jika harus diberikan
inhalasi gunakan MDI+aerochamber
Sumber: Referensi no. 1
31
BAB 3
KESIMPULAN
32
DAFTAR PUSTAKA
33
12. WHO. Coronavirus disease 2019 (COVID-19) Situation Report – 73 [Internet].
who.int. 2020 [cited 15 May 2020]. Available from:
https://www.who.int/docs/default-source/coronaviruse/situation-
reports/20200402-sitrep-73-covid-19.pdf?sfvrsn=5ae25bc7_4
13. Neurath M. Covid-19 and immunomodulation in IBD [Internet]. Gut. 2020
[cited 15 May 2020]. Available from:
https://gut.bmj.com/content/early/2020/05/05/gutjnl-2020-321269
14. WHO. Global surveillance for COVID-19 caused by human infection with
COVID-19 virus Interim guidance [Internet]. who.int. 2020 [cited 15 May
2020]. Available from:
https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/331506/WHO-2019-nCoV-
SurveillanceGuidance-2020.6-eng.pdf?sequence=1&isAllowed=y
15. Kemenkes Ri. Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian Coronavirus Disesase
(Covid-19) [Internet]. 4th Ed. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2020 [Cited 5
April 2020]. Available From:
Https://Www.Kemkes.Go.Id/Resources/Download/Info-Terkini/Covid-
19%20dokumen%20resmi/Rev-04_Pedoman_P2_Covid-19_
%2027%20maret2020_Tanpa%20ttd.Pdf.Pdf
16. IDSA. COVID-19 Prioritization of Diagnostic Testing [Internet]. The Infectious
Disease Society of America. 2020 [cited 15 May 2020]. Available from:
https://www.idsociety.org/globalassets/idsa/public-health/covid-19-
prioritization-of-dx-testing.pdf
17. WHO. Coronavirus disease (COVID-19) technical guidance: Surveillance and
case definitions. World Health Organization. Available
at https://www.who.int/emergencies/diseases/novel-coronavirus-2019/technical-
guidance/surveillance-and-case-definitions. Accessed: April 2, 2020
18. Wang W, Xu Y, Gao R, Lu R, Han K, Wu G, et al. Detection of SARS-CoV-2
in Different Types of Clinical Specimens. JAMA. 2020 Mar 11. [Medline].
19. Xiao AT, Tong YX, Zhang S. Profile of RT-PCR for SARS-CoV-2: a
preliminary study from 56 COVID-19 patients. Clin Infect Dis. 2020 Apr
19. [Medline].
20. Huang C, Wang Y, Li X, Ren L, Zhao J, Hu Y, et al. Clinical features of patients
infected with 2019 novel coronavirus in Wuhan, China. Lancet. 2020 Jan
24. [Medline].
21. Wu C, Chen X, Cai Y, Xia J, Zhou X, Xu S, et al. Risk Factors Associated With
Acute Respiratory Distress Syndrome and Death in Patients With Coronavirus
Disease 2019 Pneumonia in Wuhan, China. JAMA Intern Med. 2020 Mar
13. [Medline].
22. Pan F, Ye T, Sun P, Gui S, Liang B, Li L et al. Time Course of Lung Changes
On Chest CT During Recovery From 2019 Novel Coronavirus (COVID-19)
Pneumonia. Radiology [Internet]. 2020 [cited 15 May 2020];:200370. Available
from: https://pubs.rsna.org/doi/pdf/10.1148/radiol.2020200370
34