Anda di halaman 1dari 44

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia. di dalam hati terjadi
proses-proses penting bagi kehidupan kita. yaitu proses penyimpanan energi,
pengaturan metabolisme kolesterol, dan peneralan racun/obat yang masuk dalam
tubuh kita. sehingga dapat kita bayangkan akibat yang akan timbul apabila terjadi
kerusakan pada hati.

Sirosis hepatis adalah suatu penyakit di mana sirkulasi mikro, anatomi


pembuluh darah besar dan seluruh system arsitekture hati mengalami perubahan
menjadi tidak teratur dan terjadi penambahan jaringan ikat (firosis) di sekitar
paremkin hati yang mengalami regenerasi. sirosis didefinisikan sebagai proses
difus yang di karakteristikan oleh fibrosis dan perubahan strukture hepar normal
menjadi penuh nodule yang tidak normal.

Peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel
menyebabkan banyaknya terbentuk jaringan ikat dan regenerasi noduler dengan
berbagai ukuran yang di bentuk oleh sel paremkim hati yang masih sehat.
akibatnya bentuk hati yang normal akan berubahdisertai terjadinya penekanan
pada pembuluh darah dan terganggunya aliran darah vena pota yang akhirnya
menyebakan hipertensi portal.

Penyebab sirosis hati beragam. selain disebabkan oleh virus hepatitis B


ataupun C, bisa juga di akibatkan oleh konsumsi alkohol yang berlebihan, bergai
macam penyakit metabolik, adanya ganguan imunologis, dan sebagainya.

Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ke tiga


pada pasien yang berusia 45 46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan

1
kanker). di seluruh dunia sirosis menempati urutan ketujuh penyebab kematian,
25.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit in. sirosis hati merupakan
penyakit hati yang sering di temukan dalam ruangan perawatan bagian penyakit
dalam. di indonesia sirosis hati lebih sering di jumpai pada laki laki dari pada
perempuan. dengan perbandingan 2 4 : 1.

Peran dan fungsi perawat adalah memberi penyuluhan kesehatan agar


mayakakat dapat mewaspadai bahaya penyakit sirosis hepatis . Sedangkan peran
perawat dalam merawat pasien dengan penyakit sirosis hepatis adalah mencakup
perbaikan masukan nutrisi klien, membantu klien mendapatkan citra diri yang
positif dan pemahaman dengan penyakit dan pengobatanya.

Dalam makalah ini penulis akan membahas tentang asuhan keperawatan


pada pasien dengan penyakit sirosis hepatis untuk memudahkan kita sebagai
calon perawat dalam merawat pasien dengan penyakit sirosis hepatis.

1.2 Tujuan Penulisan


1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah diperoleh gambaran secara
nyata dalam merawat pasien dengan sirosis hepatis.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari pembuatan makalah ini adalah:
a. Mampu melakukan pengkajian secara menyeluruh pada klien dengan
sirosis hepatis.
b. Mampu mengidentifikasi masalah keperawatan yang muncul pada klien
dengan sirosis hepatis.
c. Mampu membuat rencana tindakan keperawatan pada klien dengan
sirosis hepatis.

2
d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan sirosis
hepatis.
e. Mampu melakukan evaluasi atas tindakan yang telah dilakukan.
f. Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan klien dengan sirosis
hepatis.

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian Sirosis


Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus
dan menahun pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan
regenerasi sel-sel hati, sehingga timbul kekacauan dalam susunan parenkim hati
(Mansjoer, FKUI, 2001).
Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya
pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses
peradangan nekrosis sel hati yang luas. Pembentukan jaringan ikat dan usaha
regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi
mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul
tersebut (Smeltzer & Bare, 2001).
Sirosis hepatis adalah penyakit hati kronis yang tidak diketahui penyebabnya
dengan pasti. Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium akhir dari
penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati (Sujono, 2002).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sirosis
hati adalah penyakit hati kronis yang ditandai oleh adanya peradangan difus pada
hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan regenerasi sel hati
disertai nodul dan merupakan stadium akhir dari penyakit hati kronis dan
terjadinya pengerasan dari hati.

3
2.2 Anatomi dan Fisiologi

Gambar 2.1 Anatomi hati


Sumber: www.google.com
Hati merupakan organ terbesar didalam tubuh, beratnya sekitar 1500
gram. Letaknya dikuadaran kanan atas abdomen, dibawah diafragma dan
terlindungi oleh tulang rusuk (costae). Hati dibagi menjadi 4 lobus dan setiap
lobus hati terbungkus oleh lapisan tipis jaringan ikat yang membentang kedalam
lobus itu sendiri dan membagi massa hati menjadi unit-unit kecil, yang disebut
lobulus. Sirkulasi darah ke dalam dan keluar hati sangat penting dalam
penyelenggaraan fungsi hati. Hati menerima suplai darahnya dari dua sumber
yang berbeda. Sebagian besar suplai darah datang dari vena porta yang
mengalirkan darah yang kaya akan zat-zat gizi dari traktus gastrointestinal.
Bagian lain suplai darah tersebut masuk ke dalam hati lewat arteri hepatika dan
banyak mengandung oksigen. Kedua sumber darah tersebut mengalir ke dalam
kapiler hati yang disebut sinusoid hepatik. Dengan demikian, sel-sel hati
(hepatosit) akan terendam oleh campuran darah vena dan arterial. Dari sinusoid

4
darah mengalir ke vena sentralis di setiap lobulus, dan dari semua lobulus ke
vena hepatika. Vena hepatika mengalirkan isinya ke dalam vena kava inferior.
Jadi terdapat dua sumber yang mengalirkan darah masuk ke dalam hati dan
hanya terdapat satu lintasan keluarnya.
Disamping hepatosit, sel-sel fagositosis yang termasuk dalam sistem
retikuloendotelial juga terdapat dalam hati. Organ lain yang mengandung sel-sel
retikuloendotelial adalah limpa, sumsum tulang, kelenjar limfe dan paru-paru.
Dalam hati, sel-sel ini dinamakan sel kupfer. Fungsi utama sel kupfer adalah
memakan benda partikel (seperti bakteri) yang masuk ke dalam hati lewat darah
portal.
Fungsi metabolik hati:
1. Metabolisme glukosa
Setelah makan glukosa diambil dari darah vena porta oleh hati dan
diubah menjadi glikogen yang disimpan dalam hepatosit. Selanjutnya
glikogen diubah kembali menjadi glukosa dan jika diperlukan dilepaskan ke
dalam aliran darah untuk mempertahankan kadar glukosa yang normal.
Glukosa tambahan dapat disintesis oleh hati lewat proses yang dinamakan
glukoneogenesis. Untuk proses ini hati menggunakan asam-asam amino hasil
pemecahan protein atau laktat yang diproduksi oleh otot yang bekerja.
2. Konversi amonia
Penggunaan asam-asam amino untuk glukoneogenesis akan membentuk
amonia sebagai hasil sampingan. Hati mengubah amonia yang dihasilkan oleh
proses metabolik ini menjadi ureum. Amonia yang diproduksi oleh bakteri
dalam intestinum juga akan dikeluarkan dari dalam darah portal untuk sintesis
ureum. Dengan cara ini hati mengubah amonia yang merupakan toksin
berbahaya menjadi ureum yaitu senyawa yang dapat diekskresikan ke dalam
urin.
3. Metabolisme protein
Organ ini mensintesis hampir seluruh plasma protein termasuk albumin,
faktor-faktor pembekuan darah protein transport yang spesifik dan sebagian

5
besar lipoprotein plasma. Vitamin K diperlukan hati untuk mensintesis
protombin dan sebagian faktor pembekuan lainnya. Asam-asam amino
berfungsi sebagai unsur pembangun bagi sintesis protein.
4. Metabolisme lemak
Asam-asam lemak dapat dipecah untuk memproduksi energi dan benda
keton. Benda keton merupakan senyawa-senyawa kecil yang dapat masuk ke
dalam aliran darah dan menjadi sumber energi bagi otot serta jaringan tubuh
lainnya. Pemecahan asam lemak menjadi bahan keton terutama terjadi ketika
ketersediaan glukosa untuk metabolisme sangat terbatas seperti pada
kelaparan atau diabetes yang tidak terkontrol.
5. Penyimpanan vitamin dan zat besi
6. Metabolisme obat
Metabolisme umumnya menghilangkan aktivitas obat tersebut meskipun
pada sebagian kasus, aktivasi obat dapat terjadi. Salah satu lintasan penting
untuk metabolisme obat meliputi konjugasi (pengikatan) obat tersebut dengan
sejumlah senyawa, untuk membentuk substansi yang lebih larut. Hasil
konjugasi tersebut dapat diekskresikan ke dalam feses atau urin seperti
ekskresi bilirubin.
7. Pembentukan empedu
Empedu dibentuk oleh hepatosit dan dikumpulkan dalam kanalikulus
serta saluran empedu. Fungsi empedu adalah ekskretorik seperti ekskresi
bilirubin dan sebagai pembantu proses pencernaan melalui emulsifikasi lemak
oleh garam-garam empedu.
8. Ekskresi bilirubin
Bilirubin adalah pigmen yang berasal dari pemecahan hemoglobin oleh
sel-sel pada sistem retikuloendotelial yang mencakup sel-sel kupfer dari hati.
Hepatosit mengeluarkan bilirubin dari dalam darah dan melalui reaksi kimia
mengubahnya lewat konjugasi menjadi asam glukuronat yang membuat
bilirubin lebih dapat larut didalam larutan yang encer. Bilirubin terkonjugasi

6
diekskresikan oleh hepatosit ke dalam kanalikulus empedu didekatnya dan
akhirnya dibawa dalam empedu ke duodenum.
Konsentrasi bilirubin dalam darah dapat meningkat jika terdapat
penyakit hati, bila aliran empedu terhalang atau bila terjadi penghancuran sel-
sel darah merah yang berlebihan. Pada obstruksi saluran empedu, bilirubin
tidak memasuki intestinum dan sebagai akibatnya, urobilinogen tidak terdapat
dalam urin. (Smeltzer & Bare, 2001).

2.3 Etiologi
Menurut FKUI (2001), penyebab sirosis hepatis antara lain :
1. Malnutrisi
2. Alkoholisme
3. Virus hepatitis
4. Kegagalan jantung yang menyebabkan bendungan vena hepatika
5. Penyakit Wilson (penumpukan tembaga yang berlebihan bawaan)
6. Hemokromatosis (kelebihan zat besi)
7. Zat toksik
Ada 3 tipe sirosis atau pembetukan parut dalam hati :
1. Sirosis Laennec (alkoholik, nutrisional), dimana jaringan parut secara khas
mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis.
2. Sirosis pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai
akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.
3. Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati disekitar
saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi
(kolangitis).
2.4 Patofisiologi
Meskipun ada beberapa faktor yang terlibat dalam etiologi sirosis,
konsumsi minuman beralkohol dianggap sebagai faktor penyebab yang utama.
Sirosis terjadi dengan frekuensi paling tinggi pada peminum minuman keras.

7
Meskipun defisiensi gizi dengan penurunan asupan protein turut menimbulkan
kerusakan hati pada sirosis, namun asupan alkohol yang berlebihan merupakan
faktor penyebab yang utama pada perlemakan hati dan konsekuensi yang
ditimbulkannya. Namun demikian, sirosis juga pernah terjadi pada individu yang
tidak memiliki kebiasaan minum minuman keras dan pada individu yang dietnya
normal tetapi dengan konsumsi alkohol yang tinggi (Smeltzer & Bare, 2001).
Sebagian individu tampaknya lebih rentan terhadap penyakit ini dibanding
individu lain tanpa ditentukan apakah individu tersebut memiliki kebiasaan
meminum minuman keras ataukah menderita malnutrisi. Faktor lainnya dapat
memainkan peranan, termasuk pajanan dengan zat kimia tertentu (karbon
tetraklorida, naftalen terklorinasi, asen atau fosfor) atau infeksi skistosomiasis
yang menular. Jumlah laki-laki penderita sirosis adalah dua kali lebih banyak
daripada wanita, dan mayoritas pasien sirosis berusia 40-60 tahun (Smeltzer &
Bare, 2001).
Sirosis alkoholik atau secara historis disebut sirosis Laennec ditandai oleh
pembentukan jaringan parut yang difus, kehilangan sel-sel hati yang uniform,
dan sedikit nodul regeneratif. Sehingga kadang-kadang disebut sirosis
mikronodular. Sirosis mikronodular dapat pula diakibatkan oleh cedera hati
lainnya. Tiga lesi utama akibat induksi alkohol adalah perlemakan hati alkoholik,
hepatitis alkoholik, dan sirosis alkoholik (Tarigan, 2001).

8
2.5 Pathwey

9
10
2.6 Manifestasi Klinis
Menurut Smeltzer & Bare (2001) manifestasi klinis dari sirosis hepatis
antara lain:
1. Pembesaran Hati
Pada awal perjalanan sirosis hati, hati cenderung membesar dan sel-
selnya dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi
tajam yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi
sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat dan baru saja terjadi sehingga
mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati (kapsula Glissoni). Pada
perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah
jaringan parut menyebabkan pengerutan jaringan hati. Apabila dapat dipalpasi,
permukaan hati akan teraba berbenjol-benjol (noduler).
2. Obstruksi Portal dan Asites
Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh kegagalan fungsi hati
yang kronis dan sebagian lagi oleh obstruksi sirkulasi portal. Semua darah dari
organ-organ digestif praktis akan berkumpul dalam vena porta dan dibawa ke
hati. Karena hati yang sirotik tidak memungkinkan perlintasan darah yang
bebas, maka aliran darah tersebut akan kembali ke dalam limpa dan traktus
gastrointestinal dengan konsekuensi bahwa organ-organ ini menjadi tempat
kongesti pasif yang kronis; dengan kata lain, kedua organ tersebut akan
dipenuhi oleh darah dan dengan demikian tidak dapat bekerja dengan baik.

11
Pasien dengan keadaan semacam ini cenderung menderita dyspepsia kronis
dan konstipasi atau diare. Berat badan pasien secara berangsur-angsur
mengalami penurunan.
Cairan yang kaya protein dan menumpuk dirongga peritoneal akan
menyebabkan asites. Hal ini ditunjukkan melalui perfusi akan adanya shifting
dullness atau gelombang cairan. Splenomegali juga terjadi. Jaring-jaring
telangiektasis, atau dilatasi arteri superfisial menyebabkan jaring berwarna
biru kemerahan, yang sering dapat dilihat melalui inspeksi terhadap wajah dan
keseluruhan tubuh.
3. Varises Gastrointestinal
Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrotik
juga mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral dalam sistem
gastrointestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pembuluh portal ke
dalam pembuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah. Sebagai akibatnya,
penderita sirosis sering memperlihatkan distensi pembuluh darah abdomen
yang mencolok serta terlihat pada inspeksi abdomen (kaput medusae), dan
distensi pembuluh darah diseluruh traktus gastrointestinal. Esofagus, lambung
dan rektum bagian bawah merupakan daerah yang sering mengalami
pembentukan pembuluh darah kolateral. Distensi pembuluh darah ini akan
membentuk varises atau hemoroid tergantung pada lokasinya.
Karena fungsinya bukan untuk menanggung volume darah dan tekanan
yang tinggi akibat sirosis, maka pembuluh darah ini dapat mengalami ruptur
dan menimbulkan perdarahan. Karena itu, pengkajian harus mencakup
observasi untuk mengetahui perdarahan yang nyata dan tersembunyi dari
traktus gastrointestinal. Kurang lebih 25% pasien akan mengalami
hematemesis ringan; sisanya akan mengalami hemoragi masif dari ruptur
varises pada lambung dan esofagus.
4. Edema
Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati
yang kronis. Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi

12
predisposisi untuk terjadinya edema. Produksi aldosteron yang berlebihan
akan menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi kalium.
5. Defisiensi Vitamin dan Anemia
Karena pembentukan, penggunaan dan penyimpanan vitamin tertentu
yang tidak memadai (terutama vitamin A, C dan K), maka tanda-tanda
defisiensi vitamin tersebut sering dijumpai, khususnya sebagai fenomena
hemoragik yang berkaitan dengan defisiensi vitamin K. Gastritis kronis dan
gangguan fungsi gastrointestinal bersama-sama asupan diet yang tidak
adekuat dan gangguan fungsi hati turut menimbulkan anemia yang sering
menyertai sirosis hepatis.
Gejala anemia dan status nutrisi serta kesehatan pasien yang buruk
akan mengakibatkan kelelahan hebat yang mengganggu kemampuan untuk
melakukan aktivitas rutin sehari-hari.
6. Kemunduran Mental
Manifestasi klinis lainnya adalah kemunduran fungsi mental dengan
ensefalopati dan koma hepatik yang membakat. Karena itu, pemeriksaan
neurologi perlu dilakukan pada sirosis hepatis dan mencakup perilaku umum
pasien, kemampuan kognitif, orientasi terhadap waktu serta tempat, dan pola
bicara.
2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan menurut Tarigan (2001) adalah:
a. Pasien dalam keadaan kompensasi hati yang baik cukup dilakukan kontrol
yang teratur, istirahat yang cukup, susunan diet tinggi kalori tinggi protein,
lemak secukupnya.
b. Pasien sirosis dengan penyebab yang diketahui seperti :
a. Alkohol dan obat-obatan dianjurkan menghentikan penggunaannya.
Alkohol akan mengurangi pemasukan protein ke dalam tubuh. Dengan diet
tinggi kalori (300 kalori), kandungan protein makanan sekitar 70-90 gr
sehari untuk menghambat perkembangan kolagenik dapat dicoba dengan
pemberian D penicilamine dan Cochicine.

13
b. Hemokromatis
Dihentikan pemakaian preparat yang mengandung besi/ terapi kelasi
(desferioxamine). Dilakukan vena seksi 2x seminggu sebanyak 500cc
selama setahun.
c. Pada hepatitis kronik autoimun diberikan kortikosteroid.

c. Terapi terhadap komplikasi yang timbul


a. Asites
Tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak
5,2 gram/ hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan
diuretik. Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200
mg sekali sehari. Respons diuretik bisa dimonitor dengan penurunan berat
badan 0,5 kg/ hari, tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/ hari dengan adanya
edema kaki. Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat bisa
dikombinasi dengan furosemid dengan dosis 20-40 mg/ hari. Pemberian
furosemid bisa ditambah dosisnya bila tidak ada respons, maksimal
dosisnya 160 mg/ hari. Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar.
Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian
albumin.
b. Perdarahan varises esofagus (hematemesis, hematemesis dengan melena
atau melena saja)
1) Lakukan aspirasi cairan lambung yang berisi darah untuk mengetahui
apakah perdarahan sudah berhenti atau masih berlangsung.
2) Bila perdarahan banyak, tekanan sistolik dibawah 100 mmHg, nadi
diatas 100 x/menit atau Hb dibawah 99% dilakukan pemberian IVFD
dengan pemberian dextrose/ salin dan tranfusi darah secukupnya.
3) Diberikan vasopresin 2 amp 0,1 gr dalam 500cc D5% atau normal salin
pemberian selama 4 jam dapat diulang 3 kali.

14
c. Ensefalopati
1) Dilakukan koreksi faktor pencetus seperti pemberian KCL pada
hipokalemia.
2) Mengurangi pemasukan protein makanan dengan memberi diet sesuai.
3) Aspirasi cairan lambung bagi pasien yang mengalami perdarahan pada
varises.
4) Pemberian antibiotik campisilin/ sefalosporin pada keadaan infeksi
sistemik.
5) Transplantasi hati.
d. Peritonitis bakterial spontan
Diberikan antibiotik pilihan seperti cefotaksim, amoxicillin,
aminoglikosida.
e. Sindrom hepatorenal/ nefropatik hepatik
Mengatur keseimbangan cairan dan garam.
2.8 Komplikasi
Komplikasi sirosis hepatis menurut Tarigan (2001) adalah:
1. Hipertensi portal
2. Coma/ ensefalopaty hepatikum
3. Hepatoma
4. Asites
5. Peritonitis bakterial spontan
6. Kegagalan hati (hepatoselular)
7. Sindrom hepatorenal

15
BAB 3
LAPORAN PENDAHULAUN

c.1 Pengkajin
Pengkajian pada pasien sirosis hepatis menurut Doenges (2000) sebagai berikut:
1. Demografi
a. Usia : diatas 30 tahun
b. Laki-laki beresiko lebih besar daripada perempuan
c. Pekerjaan : riwayat terpapar toksin
2. Riwayat kesehatan
a. Riwayat hepatitis kronis
b. Penyakit gangguan metabolisme : DM
c. Obstruksi kronis ductus coleducus
d. Gagal jantung kongestif berat dan kronis
d. Penyakit autoimun
e. Riwayat malnutrisi kronis terutama KEP
3. Pola fungsional
a. Aktivitas/ istirahat
Gejala : Kelemahan, kelelahan.
Tanda : Letargi, penurunan massa otot/ tonus.
b. Sirkulasi

16
Gejala : Riwayat Gagal Jantung Kongestif (GJK) kronis, perikarditis,
penyakit jantung rematik, kanker (malfungsi hati menimbulkan
gagal hati), disritmia, bunyi jantung ekstra, DVJ; vena
abdomen distensi.
c. Eliminasi
Gejala : Flatus.
Tanda : Distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali, asites),
penurunan/ tak adanya bising usus, feses warna tanah liat,
melena, urine gelap, pekat.
d. Makanan/ cairan
Gejala : Anoreksia, tidak toleran terhadap makanan/ tak dapat
mencerna, mual/ muntah.
Tanda : Penurunan berat badan/ peningkatan (cairan), kulit kering,
turgor buruk, ikterik : angioma spider, napas berbau/ fetor
hepatikus, perdarahan gusi.
e. Neurosensori
Gejala : Orang terdekat dapat melaporkan perubahan kepribadian,
penurunan mental.
Tanda : Perubahan mental, bingung halusinasi, koma, bicara lambat/ tak
jelas.
f. Nyeri/ kenyamanan
Gejala : Nyeri tekan abdomen/ nyeri kuadran kanan atas.
Tanda : Perilaku berhati-hati/ distraksi, fokus pada diri sendiri.
g. Pernapasan
Gejala : Dispnea.
Tanda : Takipnea, pernapasan dangkal, bunyi napas tambahan, ekspansi
paru terbatas (asites), hipoksia.
h. Keamanan
Gejala : Pruritus.

17
Tanda : Demam (lebih umum pada sirosis alkohlik), ikterik, ekimosis,
petekie.
i. Seksualitas
Gejala : Gangguan menstruasi, impoten.
Tanda : Atrofi testis, ginekomastia, kehilangan rambut (dada, bawah
lengan, pubis)

18
4. Pemeriksaan Fisik
a. Tampak lemah
b. Peningkatan suhu, peningkatan tekanan darah (bila ada kelebihan cairan)
c. Sclera ikterik, konjungtiva anemis
d. Distensi vena jugularis dileher
e. Dada :
1) Ginekomastia (pembesaran payudara pada laki-laki)
2) Penurunan ekspansi paru
3) Penggunaan otot-otot asesoris pernapasan
4) Disritmia, gallop
5) Suara abnormal paru (rales)
f. Abdomen :
1) Perut membuncit, peningkatan lingkar abdomen
2) Penurunan bunyi usus
3) Ascites/ tegang pada perut kanan atas, hati teraba keras
4) Nyeri tekan ulu hati
g. Urogenital :
1) Atropi testis
2) Hemoroid (pelebaran vena sekitar rektum)
h. Integumen :
Ikterus, palmar eritema, spider naevi, alopesia, ekimosis
i. Ekstremitas :
Edema, penurunan kekuatan otot
5. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Menurut Smeltzer & Bare (2001) yaitu:
1) Darah lengkap
Hb/ Ht dan SDM mungkin menurun karena perdarahan. Kerusakan
SDM dan anemia terlihat dengan hipersplenisme dan defisiensi besi.
Leukopenia mungkin ada sebagai akibat hiperplenisme.

19
2) Kenaikan kadar SGOT, SGPT
3) Albumin serum menurun
4) Pemeriksaan kadar elektrolit : hipokalemia
5) Pemanjangan masa protombin
6) Glukosa serum : hipoglikemi
7) Fibrinogen menurun
8) BUN meningkat
b. Pemeriksaan diagnostik
Menurut smeltzer & Bare (2001) yaitu:
1) Radiologi
Dapat dilihat adanya varises esofagus untuk konfirmasi hipertensi
portal.
2) Esofagoskopi
Dapat menunjukkan adanya varises esofagus.
3) USG
4) Angiografi
Untuk mengukur tekanan vena porta.
5) Skan/ biopsi hati
Mendeteksi infiltrat lemak, fibrosis, kerusakan jaringan hati.
6) Partografi transhepatik perkutaneus
Memperlihatkan sirkulasi sistem v
c.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat ditemukan pada klien sirosis hepatis
menurut Doenges (2000) antara lain:
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru, asites.
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake inadekuat.
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan ascites, edema.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
5. Gangguan intregitas kulit berhubungan dengan akumulasi garam empedu pada
kulit.

20
6. Resiko perdarahan berhubungan dengan gangguan metabolisme protein.
7. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan pertahanan tubuh.
8. Resiko perubahan proses pikir berhubungan dengan peningkatan amonia
dalam darah.
c.3 Intervensi dan Rasional
Menurut Doenges (2000) pada klien sirosis hepatis ditemukan diagnosa
keperawatan dengan intervensi dan rasional sebagai berikut:
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru, asites.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam pola
nafas menjadi efektif.
Kriteria hasil :
a. Melaporkan pengurangan gejala sesak nafas.
b. Memperlihatkan frekuensi respirasi yang normal (12-18 x/ menit) tanpa terdengarnya
suara pernapasan tambahan.
c. Memperlihatkan pengembangan toraks yang penuh tanpa gejala pernapasan dangkal.
d. Tidak mengalami gejala sianosis.
Intervensi :
1. Awasi frekuensi, kedalaman dan upaya pernapasan.
Rasional : Pernapasan dangkal cepat/ dispnea mungkin ada hubungan
dengan akumulasi cairan dalam abdomen.
2. Pertahankan kepala tempat tidur tinggi, posisi miring.
Rasional : Memudahkan pernapasan dengan menurunkan tekanan pada
diafragma.
3. Ubah posisi dengan sering, dorong latihan nafas dalam, dan batuk.
Rasional : Membantu ekspansi paru dan memobilisasi sekret.
4. Berikan tambahan oksigen sesuai indikasi.
Rasional : Untuk mencegah hipoksia.

2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake inadekuat.

21
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
kebutuhan nutrisi tubuh terpenuhi.
Kriteria hasil :
a. Menunjukkan peningkatan berat badan secara progresif.
b. Tidak mengalami tanda malnutrisi lebih lanjut.
Intervensi :
1. Ukur masukan diet harian dengan jumlah kalori.
Rasional : Memberikan informasi tentang kebutuhan pemasukan.
2. Berikan makan sedikit tapi sering.
Rasional : Buruknya toleransi terhadap makanan banyak mungkin
berhubungan dengan peningkatan tekanan intraabdomen/ asites.
3. Berikan perawatan mulut sering dan sebelum makan.
Rasional : Klien cenderung mengalami luka dan perdarahan gusi dan rasa
tidak enak pada mulut dimana menambah anoreksia.
4. Timbang berat badan sesuai indikasi.
Rasional : Mungkin sulit untuk menggunakan berat badan sebagai
indikator langsung status nutrisi karena ada gambaran edema/ asites.
5. Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh glukosa serum, albumin, total
protein dan amonia.
Rasional : Glukosa menurun karena gangguan glukogenesis, penurunan
simpanan glikogen, atau masukan tidak adekuat.
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan ascites, edema.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam terjadi
balance cairan. Kriteria hasil :
1. Menunjukkan volume cairan stabil dengan keseimbangan pemasukan dan
pengeluaran.
2. Berat badan stabil.
3. Tanda vital dalam rentang normal dan tidak ada edema.

Intervensi :

22
1. Ukur masukan dan haluaran, catat keseimbangan positif.
Rasional : Menunjukkan status volume sirkulasi.
2. Auskultasi paru, catat penurunan/ tidak adanya bunyi napas dan terjadinya
bunyi tambahan.
Rasional : Peningkatan kongesti pulmonal dapat mengakibatkan
konsolidasi, gangguan pertukaran gas, dan komplikasi.
3. Dorong untuk tirah baring bila ada asites.
Rasional : Dapat meningkatkan posisi rekumben untuk diuresis.
4. Awasi TD dan CVP.
Rasional : Peningkatan TD biasanya berhubungan dengan kelebihan
volume cairan.
5. Awasi albumin serum dan elektrolit.
Rasional : Penurunan albumin serum mempengaruhi tekanan osmotik
koloid plasma, mengakibatkan edema.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan selama 1x24 jam klien toleran terhadap
aktivitas.
Kriteria hasil :
a. Melaporkan peningkatan kekuatan dan kesehatan klien.
b. Merencanakan aktivitas untuk memberikan kesempatan istirahat yang
cukup.
c. Meningkatkan aktivitas dan latihan bersamaan dengan bertambahnya
kekuatan.
Intervensi :
1. Tawarkan diet tinggi kalori, tinggi protein (TKTP).
Rasional : Memberikan kalori bagi tenaga dan protein bagi proses
penyembuhan.
2. Berikan suplemen vitamin (A, B kompleks, C dan K)
Rasional : Memberikan nutrien tambahan.
3. Motivasi klien untuk melakukan latihan yang diselingi istirahat.

23
Rasional : Menghemat tenaga klien sambil mendorong klien untuk
melakukan latihan dalam batas toleransi klien.
4. Motivasi dan bantu klien untuk melakukan latihan dengan periode waktu
yang ditingkatkan secara bertahap.
Rasional : Memperbaiki perasaan sehat secara umum dan percaya diri.
5. Gangguan intregitas kulit berhubungan dengan akumulasi garam empedu pada
kulit.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam integritas
kulit terjaga.
Kriteria hasil :
a. Memperlihatkan turgor kulit yang normal pada ekstremitas dan batang
tubuh.
b. Tidak memperlihatkan luka pada tubuh.
c. Memperlihatkan jaringan yang normal tanpa gejala eritema, perubahan
warna atau peningkatan suhu didaerah tonjolan tulang.
Intervensi :
1. Batasi natrium seperti yang diresepkan.
Rasional : Meminimalkan pembentukan edema.
2. Berikan perhatian dan perawatan yang cermat pada kulit.
Rasional : Jaringan dan kulit yang edematous mengganggu suplai nutrien
dan sangat rentan terhadap tekanan serta trauma.
3. Balik dan ubah posisi klien dengan sering.
Rasional : Meminimalkan tekanan yang lama dan meningkatkan
mobilisasi edema.
4. Lakukan latihan gerak secara pasif, tinggikan ekstremitas edematous.
Rasional : Meningkatkan mobilisasi edema.
5. Letakkan bantalan busa kecil dibawah tumit, dan tonjolan tulang lain.
Rasional : Melindungi tonjolan tulang dan meminimalkan trauma jika
dilakukan dengan benar.
6. Resiko perdarahan berhubungan dengan gangguan metabolisme protein.

24
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam tidak
terjadi perdarahan.
Kriteria hasil :
a. Mempertahankan homeostasis dengan tanpa perdarahan.
b. Menunjukkan perilaku penurunan resiko perdarahan.
Intervensi :
1. Kaji adanya tanda-tanda dan gejala perdarahan gastrointestinal.
Rasional : Traktus GI paling bisa untuk sumber perdarahan sehubungan
dengan mukosa yang mudah rusak dan gangguan dalam homeostasis
karena sirosis.
2. Observasi adanya ptekie, ekimosis, perdarahan dari satu atau lebih
sumber.
Rasional : Adanya gangguan faktor pembekuan.
3. Awasi nadi, TD, dan CVP bila ada.
Rasional : Peningkatan nadi dengan penurunan TD dan CVP dapat
menunjukkan kehilangan volume darah sirkulasi, memerlukan evaluasi
lanjut.
4. Awasi Hb/ Ht dan faktor pembekuan.
Rasional : Indikator anemia, perdarahan aktif.
5. Catat perubahan mental/ tingkat kesadaran.
Rasional : Perubahan dapat menunjukkan penurunan perfusi jaringan
serebral sekunder terhadap hipovolemia, hipoksemia.
7. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan pertahanan tubuh.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam tidak
terjadi infeksi.
Kriteria hasil :
a. Tanda-tanda vital dalam batas normal.
b. Menunjukkan teknik melakukan perubahan pola hidup untuk menghindari
infeksi ulang.
Intervensi :

25
1. Kaji tanda vital dengan sering.
Rasional : Tanda adanya syok septik.
2. Lakukan teknik isolasi untuk infeksi, terutama cuci tangan efektif.
Rasional : Mencegah transmisi penyakit virus ke orang lain.
3. Awasi/ batasi pengunjung sesuai indikasi.
Rasional : Klien terpajan terhadap proses infeksi potensial resiko
komplikasi sekunder.
4. Berikan obat sesuai indikasi : antibiotik.
Rasional : Pengobatan untuk mencegah/ membatasi infeksi sekunder.
8. Resiko perubahan proses pikir berhubungan dengan peningkatan amonia
dalam darah.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam tidak
terjadi perubahan proses pikir.
Kriteria hasil :
a. Mempertahankan tingkat mental/ orientasi kenyataan.
b. Menunjukkan perilaku/ pola hidup untuk mencegah/ meminimalkan
perubahan mental.
Intervensi :
1. Observasi perubahan perilaku dan mental.
Rasional : Karena merupakan fluktuasi alami dari koma hepatik.
2. Konsul pada orang terdekat tentang perilaku umum dan mental klien.
Rasional : Memberikan dasar untuk perbandingan dengan status saat ini.
3. Pertahankan tirah baring, bantu aktivitas perawatan diri.
Rasional : Mencegah kelelahan, meningkatkan penyembuhan,
menurunkan kebutuhan metabolik hati.
4. Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh : amonia, elektrolit, pH, BUN,
glukosa dan darah lengkap.
Rasional : Peningkatan kadar amonia, hipokalemia, alkalosis metabolik,
hipoglikemia, anemia, dan infeksi dapat mencetuskan terjadinya koma
hepatik.

26
BAB 4
LAPORAN KASUS

27
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN SEROSIS HATI
PADA Tn.MS DI RUANG IRNA B LANTAI IV KANAN RSCM

4.1 Pengkajian
1. Identitas
a. Identitas pasien
Nama : Tn.MS
Umur : 41 Tahun
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki-lzki
Statuus : Kawin
Pendidikan : SMA
Alamat : Jl.Cidodol No.34-Grogol selatan Kebayoran lama-
Jaksel
Tanggal Pengkajian: 22 Desember 2006 (Jam 09.00)
Diagnosa Medis :
b. Identitas Penanggung Jawab
Nama :Ny. B
Umur : 30 Tahun
Hub.Dengan Pasien: Istri
Pekerjaan :-
Alamat : Jl.Cidodol No.34-Grogol selatan Kebayoran lama-
Jaksel
2. Status Kesehatan
a. Status kesehatan saat ini
1) Keluhan Utama : pasien mengeluh perut terasa mual dan muntah
darah 4 hari SMRS.

2) Riwayat Penyakit Sekarang


Sehari sebelum masuk RS pasien muntah darah muntah sebanyak
100cc, pusing, lemas, mual dan nyeri perut, nafsu makan menurun,
BB menurun , mata dan kulit bewarna kuning, perut dan kedua kaki
sering bengkak, nyeri ulu hati (+) perih, badan terasa lemas. BAB
warna kehitaman BAK bewarna teh pekat.

b. Status Kesehatan Masa lalu


1) Riwayat penyakit dahulu

28
Pasien mengatakan punya riwayat penyakit kuning 6 bln yang lalu dan
dirawat di RS Cilegon dan dianjurkan ke RSCM tetapi pasien belum
mau saat itu, pasien mengatakan pernah sakit hepatitis.
2) Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki alergi terhadap obat-obatan, alergi makanan dan
cuaca dingin disangkal.
3) Kebiasaan (merokok/Kopi/alkhol,dll)
Pasien mengatakan tidak mempunyai kebiasaan merokok atau
meminum alkohol.

c. Riwayat Penyakit Keluarga


Menurut pasien keluarga tidak ada yang sakit seperti pasien, HT, DM
ataupun penyakit lain.
3. Pola Kebutuhan Dasar (Data Bio-psiko-sosial-spiritual)
a. Persepsi dan Manajemen Kesehatan
Pasien mengatakan kaget dengan keadaan dirinya sekarang ini, karena
sebelumnya tidak pernah mengalami penyakit seperti ini, dan pasien
mengatakan tidak tahu harus melakukan apa.
b. Pola Nutrisi-Metabolik
- Sebelum Sakit : Pasien mengatakan makan 3x sehari dengan porsi satu
piring, dan meminum air 5-6 x sehari.
- Saat Sakit : Pasien mengatakan tidak ada nafsu makan karena perut
terasa penuh dan mual.
c. Pola Eliminasi
1) BAB
- Sebelum Sakit : Pasien mengatakan BAB dengan frekuensi 1-2
sehari.
- Saat Sakit : Pasien mengatakan BAB nya berwarna hitam pekat.
2) BAK
- Sebelum Sakit: pasien mengatakan BAK dengan frekuensi 4-5 x
sehari, dengan warna putih.
- Saat Sakit : pasien mengatakan BAKnya sperti biasa tetapi
bewarna teh pekat.
d. Pola aktivitatas dan Latihan
- Sebelum sakit : pasien mengatakan melakukan aktivitas sehari-harinya sendiri
tanpa bantuan orang lain.

29
- Saat Sakit : pasien mengatakan di bantu istrinya melakukan aktivitasbya
seperti makan, ke kamar mandi, dan sebagainya.
e. Pola kognitif dan Persepsi
pasien mengatakan tidak mengalami kelainan pada pandangannya tetapi
mata pasien bewarna kuning.
f. Pala Persepsi-konep diri
Pasien mengatakan cemas dengan keadaan yang menimpanya.
g. Pola Tidur dan Istirahat
- Sebelum Sakit : pasien mengatakan tidurnya teratur dengan frekuensi 7-8 jam
sehari.
- Saat Sakit : pasien mengatakan kalau tidunya terganggu karena cemas dengan
penyakitnya.
h. Pola seksual-Reproduksi
Pasien mengatakan mempunyai anak 2. Pasien mengatakan melakukan
hubungan seksual 2-3 x seminggu.

4. . Pemeriksaan Pisik
a. Keadaan Umum
Tingkat Kesadaran : Komposmentis
GCS : E: 4 V: 5 M:6
Tanda-Tanda Vital :
Nadi : 100X/menit, Suhu : 37C , TD : 100/60 mmHg, RR : 24X/menit
b. Keadaann Fisik
1) Kulit
Warna sawo matang, efloresensi (-), scar (-), pigmentasi normal,
ikterus (-), sianosis (-), spider naevi (-), telapak tangan dan kaki pucat
(-), pertumbuhan rambut normal
2) Kepala
Bentuk oval, simetris, ekspresi biasa, warna rambut hitam, rambut
mudah rontok (-), deformitas (-).
3) Mata
Eksophtalmus (-), endophtalmus (-), edema palpebra (-), konjunctiva
palpebra pucat (-), sklera ikterik (-), pupil isokor, reflek cahaya (+),
pergerakan mata ke segala arah baik.
4) Hidung
Bagian luar hidung tidak ada kelainan, septum dan tulang-tulang
dalam perabaan baik, selaput lendir dalam batas normal, epistaksis (-)
5) Telinga

30
Kedua meatus acusticus eksternus normal, pendengaran baik, tophi (-),
nyeri tekan processus mastoideus (-)
6) Mulut
Sariawan (-), pembesaran tonsil (-), gusi berdarah (-), lidah pucat (-),
lidah kotor (-), atrofi papil (-), bau pernapasan khas (-)
7) Leher
Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran kelenjar thyroid (-),
8) Thoraks
- Paru:
Gerakan simitris, retraksi supra sternal (-), retraksi intercoste (-),
perkusi resonan, rhonchi -/-, wheezing -/-, vocal fremitus dalam
batas normal.
- Jantung:
Batas jantung kiri ics 2 sternal kiri dan ics 4 sternal kiri, batas
kanan ics 2 sternal kanan dan ics 5 mid axilla kanan.perkusi
dullness. Bunyi s1 dan s2 tunggal, gallop (-), mumur (-). capillary
refill 2 3 detik
9) Abdomen
Bising usus +, tidak ada benjolan, nyeri tekan tidak ada, perabaan
massa tidak ada, hepar tidak teraba, asites (+). Mengeluh perut terasa
mual dan begah., nyeri tekan daerah epigastrum
10) Ekstrimitas
Akral hangat, kekuatan 5/5, gerak yang tidak disadari -/-, atropi -/-,
capillary refill 2 detik, abses tidak ada, reflek patella N/N, achiles N/N.
pembuluh darah perifer : radialis (+/+), femoralis (+/+), poplitea (+/+),
tibialis posterior (+/+), dorsalis pediss (+/+).
c. Pemeriksaan penunjang

Darah
Rutin (20/12/2006) Kimia darah (20/12/2006)
Hb : 9.0 Ureum darah : 57
Hematokrit : 27 Kreatinin : 0.8
Leukosit : 10.100 SGOT : 57
Trombosit : 117.000 SGPT : 57
MCV : 84 Protein total : 4,6
MCH : 26 Albumin : 3.2
MCHC : 34 Globulin : 1.4
PT : 18.0 Bilirubin total : 2.7

31
PT Kontrol : 11.7 Bilirubin direk : 0.6
APTT : 42.4 Bilirubin indirek : 2.1
APTT control : 36.3
GDS : 157
Elektrolit
Na : 142
K : 4.1
Cl : 110
Rutin (21/12/2006) Rutin (22/12/2006)
Hb : 8.8 Hb : 9.2
Hematokrit : 26 Hematokrit : 27
Leukosit : 9.200 Leukosit : 6.700
Trombosit : 101.000 Trombosit : 70.000
MCV : 85 MCV : 85
MCH : 29 MCH : 28
MCHC : 34 MCHC : 34
ECG (21/12/2006) RO Thorax (21/12/2006)
Kesan: tachikardia, AF, ireguler Kesan: CTR > 50%,infiltrate tidak ada

5. Analisa data

Symptom Etiologi Problem

DS : Fungsi hati terganggu Pemenuhan nutrisi kurang


- Pasien mengeluh nyeri perut, dari kebutuhan
- Pasien mengatakan tidak ada
nafsu makan karena perut Gangguan
terasa penuh dan mual. pembentukan empedu

DO :
- BB enurun Lemak tidak dapat
- Hb : 9,2 gr/dl, diemulsikan dan tidak
- GDS:157 gr/dl.
dapat diserap oleh
usus halus

Anoreksia

32
DS : Fungsi hati terganggu Kelebihan volume cairan
- Pasien mengeluh perut terasa
mual dan muntah, pusing,
Gangguan pembentukan
nyeri ulu hati (+) perih
DO : empedu
-Ht : 23 %,
-RR : 24 X/menit. TD;100/70
Lemak tidak dapat
mmHg,
-protein total 4,6 mmol, Cl;110 diemulsikan dan tidak dapat
diserap oleh usus halus

Peningkatan peristaltik

Diare

DS : Penurunan produksi Intolerensasi Aktivitas


- pasien muntah darah muntah
sel darah
sebanyak 100cc, pusing,
lemas.
- pasien mengatakan di bantu
istrinya melakukan Anemia

aktivitasbya seperti makan, ke


kamar mandi, dan sebagainya
DO : Kelemahan
- pembuluh darah perifer :
Otot
radialis (+/+), femoralis (+/+),
poplitea (+/+), tibialis
posterior (+/+), dorsalis pediss
(+/+).

DS : Kelainan jaringan Ansietas.


- Pasien mengatakan kaget
parenkim hati
dengan keadaan dirinya
sekarang ini

33
-pasien mengatakan kalau Kronis
tidunya terganggu karena
cemas dengan penyakitnya. Kurang pengetahuan
tantang penyakit

4.2 Diagnosa
a. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan pasien
mengeluh nyeri perut, tidak ada nafsu makan karena perut terasa penuh dan
mual, ditandai dengan BB enurun, Hb : 9,2 gr/dl, GDS:157 gr/dl.
b. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan pasien mengeluh perut terasa
mual dan muntah, pusing, nyeri ulu hati (+) perih, ditandai dengan Ht : 23 %,
RR : 24 X/menit, TD;100/70 mmHg, protein total 4,6 mmol, Cl;110.
c. Intolerensasi Aktivitas berhubungan dengan pasien muntah darah
muntah sebanyak 100cc, pusing, lemas, pasien bantu istrinya melakukan
aktivitasnya seperti makan, ke kamar mandi, ditandai dengan pembuluh
darah perifer : radialis (+/+), femoralis (+/+), poplitea (+/+), tibialis posterior
(+/+), dorsalis pediss (+/+).
d. Cemas berhubungan dengan pasien mengatakan kaget dengan keadaan
dirinya sekarang ini, pasien mengatakan kalau tidunya terganggu karena
cemas dengan penyakitnya.

4.3 Intervensi

N INTERVENSI KEPERAWATAN
O
DX Tujuan dan kriteria Rencana Rasional
hasil
1 Setelah dilakukan 6. Ukur masukan diet 1. Memberikan informasi tentang
tindakan keperawatan harian dengan jumlah kebutuhan pemasukan

34
selama 3 x 24 jam kalori. 2. Buruknya toleransi terhadap
diharapkan masalah 7. Berikan makan sedikit makanan banyak mungkin
perubahan pola makan tapi sering. berhubungan dengan
dapat teratasi Kriteria 8. Berikan perawatan mulut peningkatan tekanan
hasil : sering dan sebelum intraabdomen/ asites.
3. Klien cenderung mengalami
c. Menunjukkan makan
luka dan perdarahan gusi dan
peningkatan berat 9. Timbang berat badan
rasa tidak enak pada mulut
badan secara sesuai indikasi
dimana menambah anoreksia
progresif. 10. Kolaborasi pemberian
4. Mungkin sulit untuk
d. Tidak mengalami antiemetik
menggunakan berat badan
tanda malnutrisi
sebagai indikator langsung
lebih lanjut,
status nutrisi karena ada
e. hasil lab: Hb 10 14
gambaran edema/ asites.
gr/dl, GDS: 80-160 5. Untuk menghilangkan
gr/dl, albumin: 4 mual/muntah dan dapat
5.5 mg/dl, tidak ada meningkatkan pemasukan oral
tanda-tanda
malnutrisi.

2 Setelah dilakukan 6. Ukur masukan dan 1. Menunjukkan status volume


tindakan keperawatan haluaran, catat sirkulasi
2. Peningkatan kongesti
selama 2 x 24 jam keseimbangan positif.
pulmonal dapat
diharapkan status 7. Auskultasi paru, catat
mengakibatkan konsolidasi,
hidrasi yang adekuat, penurunan/ tidak adanya
gangguan pertukaran gas,
volume cairan bunyi napas dan
dan komplikasi.
seimbang dengan terjadinya bunyi
3. Dapat meningkatkan posisi
Kriteria hasil :
tambahan.
rekumben untuk diuresis.
4. Menunjukkan
8. Dorong untuk tirah 4. Peningkatan TD biasanya
volume cairan stabil
baring bila ada asites. berhubungan dengan
dengan
9. Awasi TD dan CVP. kelebihan volume cairan.

35
keseimbangan 10. Awasi albumin serum 5. Penurunan albumin serum
pemasukan dan dan elektrolit mempengaruhi tekanan
pengeluaran. osmotik koloid plasma,
5. Berat badan stabil. mengakibatkan edema.
6. Tanda vital dalam
rentang normal dan
tidak ada edema.
3 Setelah dilakukan 5. Tawarkan diet tinggi 1. Memberikan kalori bagi tenaga
tindakan keperawatan kalori, tinggi protein dan protein bagi proses
selama 2 x 24 jam (TKTP). penyembuhan.
diharapkan klien 6. Berikan suplemen 2. Memberikan nutrien tambahan
toleran terhadap vitamin (A, B kompleks,
aktivitas. C dan K)
Kriteriaa hasil : 7. Motivasi klien untuk 3. Menghemat tenaga klien
a. Melaporkan melakukan latihan yang sambil mendorong klien untuk
peningkatan diselingi istirahat melakukan latihan dalam batas
kekuatan dan 8. Motivasi dan bantu klien toleransi klien.
kesehatan klien. untuk melakukan latihan 4. Memperbaiki perasaan sehat
b. Merencanakan dengan periode waktu secara umum dan percaya diri.
aktivitas untuk yang ditingkatkan secara
memberikan bertahap.
kesempatan istirahat 9. Kolaborasi dalam
yang cukup. mengawasi
c. Meningkatkan pemeriksaan 5. Mengetahui adanya
aktivitas dan latihan laboratorium, Hb, anemia.
bersamaan dengan SDM, GDA.
bertambahnya
kekuatan.

4 Setelah dilakukan 1 Kaji TTV. 1. Mengetahui keadaan

36
tindakan 2 Berikan suasana umum klien.
2. Klien akan rileks.
Keperawatan yang nyaman.
3 Berikan penjelasan
selam 1x24 jam
tentang penyakit 3. Klien akan tau tentang
klien tidak cemas
yang di alam. bagaimana
lagi dengan
4 Kolaborasi dengan
penymbuhan
Kriteria Hasil :
tim medis lain
penyakitnya.
1. Klien
dalam penangan 4. Tim medis lain lebih tau
mengetahui
penyebab kecemasan klien. bagaimana cara
cemas penanganan yang lebih
tepat
2. Klien dapat
mengetahui
tentang
penyakit yang
di alami, dan
tidak cemas
lagi

4.4 Implementasi

Hari/ja No Tindakan Keperawatan Evaluasi Proses


m/tgl dx

37
1 1. Mengukur masukan diet harian1) Keadaan umum lemah
dengan jumlah kalori. 2) Pasien merasa mual dan
2. Memberikan makan sedikit tapi mau muntah, Klien terlihat
sering. mengangguk-anggukkan
3. Memberikan perawatan mulut sering kepalanya, dapat mengerti
dan sebelum makan maksud penjelasan perawat
4. Menimbang berat badan sesuai3) Terlihat keluarga menyuapii
indikasi pasien walaupun hanya
5. Memberikan antiemetik beberapa sendok, klien hanya
menghabiskan 2-3 sendok
4) Berat badan pasien
bertambah
5) Pasien terlihat meminum
obat yang diberikan

2 1. Mengukur masukan dan haluaran, 1) Keadaan umum lemah dengan


catat keseimbangan positif. Nadi : 100X/menit, Suhu :
2. Auskultasi paru, catat penurunan/ 36C , TD : 110/60 mmHg, RR
tidak adanya bunyi napas dan : 26X/menit
2) Pasien masih merasa cemas
terjadinya bunyi tambahan.
3) Pasien menunjukan pola nafas
3. Mendorong untuk tirah baring bila
yang baik
ada asites. 4) Pasien masih merasakan
4. Mengawasi TD dan CVP. pusing, lemas, mual dan
5. Mengawasi albumin serum dan muntah
5) Peningkatan albumin
elektrolit
sehinggaa tidak lagi
mempengaruhi tekanan
osmotik koloid plasma.

3 1 Menawarkan diet tinggi kalori, tinggi 1 Pasien menunjukan

38
protein (TKTP). perubahan untuk
2 Membeerikan suplemen vitamin (A, B penyembuhan.
2 Pasien tampak melakukan
kompleks, C dan K)
aktivitasnya sndiri seperti
3 Memotivasi klien untuk melakukan
makan dan ke kamar mandi
latihan yang diselingi istirahat
3 Keluarga pasien mengerti
4 Memotivasi dan membantu klien
agar membantu pasien untuk
untuk melakukan latihan dengan
mandiri melakukan
periode waktu yang ditingkatkan
aktivitasnya sendiri
secara bertahap. 4 Pemeriksaan laboratorium
5 Mengawasi pemeriksaan seperti Hb pasien sudah
laboratorium, Hb, SDM, GDA. meningkat
4 Mengkaji TTV. 1. Pasien merasa nyaman karna
sudah di berikan perawatan
Membeerikan suasana yang
oleh perawat di rumah sakit
nyaman.
3. Membeerikan penjelasan tersebut
2. Raut muka pasien
tentang penyakit yang di
menunjukan ketenangan
alam. 3. Pasien dan keluarga pasien
4. Kolaborasi dengan tim medis
mengerti tentang penyakit
lain dalam penangan
yang dialami pasien
kecemasan klien.

39
4.5 Evaluasi

Hari/Tgl/ No Evaluasi
Jam Dx
1 S : Pasien mengatakan merasa mual dan masih merasakan nyeri perut
O:
- BB badan pasien meningkat
- Pasien mengalami peningkatan nafsu makan
A : Maslah teratasi sebagian
P : Intervensi di lanjutkan
I:
- Mengobservasi keadaan umum dan tanda-tanda vital klien tiap 8
jam
- Menjelaskan pada klien dengan mengkonsumsi makanan yang
sesuai dengan diit yang diberikan dapat berpengaruh dalam
proses penyembuhan klien
- Menganjurkan pada keluarga untuk selalu memberikan klien
makan
E : Keadaan umum pasien lemah
2 S : Pasien mengatakan merasa mual dan masih merasakan mual dan
nyeri di ulu hati
O:
- Keadaan umum lemah
- dHt : 23 %, RR : 24 X/menit, TD;100/70 mmHg, protein
total 4,6 mmol, Cl;110.Pasien mengalami peningkatan nafsu
makan
A : Maslah teratasi sebagian
P : Intervensi di lanjutkan
I:
- Kaji tingkat kesadaran, selidiki perubahan mental, adanya
gelisah
- Monitor intake dan output cairan. Ukur kehilangan

40
gastrointestinal dan perkirakan kehilangan tak kasat mata,
contoh; keringat dll.
- Monitor hasil pemeriksaan natrium, kalium serum.
E:
- Keadaan umum pasien lemah
- klien masih terlihat meringis

3 S : Pasien mengatakan tidak merasa lemas lagi, dan tidak lagi di bantu
kalau braktivitas seperti makan, dan pergi ke kamar mandi.
O: Pasien tidak lagi mengeluh pusing dan lemas lagi
A : Maslah teratasi
P : Intervensi di hentikan

4 S : pasien mengatakan tidak merasakan cemas lagi


O: Pasien menunjukan muka tenang
A : Maslah teratasi
P : Intervensi di hentikan

41
BAB V

PENUTUP

2.1 Kesimpulan
1. Sirosis hati merupakan penyakit kronis yang ditandai oleh obstruksi difus dan
regenerasi fibrotic sel-sel hati. Karena jaringan yang nekrotik mengahasilkan
fibrosis, maka penyakit ini akan merusak jaringan hati serta pembuluh darah
yang normal, mengganggu aliran darah serta cairan limfe, dan pada akhirnya
menyebabkan insufisiensi hati.
2. Klasifikasi dari sirosis hati ini di bagi menurut morfologinya dan etiologisnya.
3. Etiologi dari sirosis hati ini karena penyakit infeksi, penyakit keturunan dan
metabolic, obat dan toksin, serta penyebab lain atau tidak terbukti.
4. Manifestasi klinis dari sirosis hati meliputi : anoreksia, mual dan muntah,
diare, nyeri tumpul abdomen, terdapat efusi pleura, ekspansi thoraks yang
terbatas karena terdapat asites dalam rongga perut; gangguan pada efisiensi
pertukaran gas sehingga terjadi huipoksia, tanda dan gejala ensefalopati
hepatic yang berlangsung progresif dan meliputi letargi, kecenderungan
berdarah, atrofi testis, ketidakteraturan haid, ginekomastia dan bulu dada serta
ketiak rontok akibat penurunan metabolism hormone, pigmentasi yang
abnormal, spider angioma (spider naevi), ikterus akibat penurunan metabolism
bilirubin, napas yang berbau.
5. Sirosis hati ini terjadi karena peningkatan atau gangguan sintesis kolagen dan
komponen jaringan ikat atau membrane basal lain matriks ekstrasel
diperkirakan berperan dalam terjadinya fibrosis hati dan dengan demikian
pada pathogenesis sirosis. Peran matriks ekstrasel pada fungsi sel merupakan
bidang riset yang penting dan studi-studi mengisyaratkan bahwa matriks
ekstrasel terlibat dalam modulasi aktivitas sel yang berkontak dengannya.
Karena itu, fibrosis dapat mempengaruhi tidak hanya fisika aliran darah
melalui hati tetapi juga fungsi sel-sel itu sendiri.
6. Komplikasi dari sirosis hati meliputi : Gangguan respirasi, Asites, Hipertensi
porta., Ikterus, Koagulopati, Ensefalopati hepatic, Varises esophagus yang
mengalami perdarahan; perdarahan akut GI, Gagal hati, Gagal ginjal.

42
7. Pemeriksaan Diagnostik dari sirosis hati, meliputi : biopsy hati, foto rontgen,
CT scan dan pemindaian hati, Esofagogastroduodenoskopi, pemeriksaan
darah, pemeriksaan urine dan feses.
8. Penanganan sirosis hati dapat meliputi : pemberian vitamin serta suplemen
gizi, pemberian antacid, pemberian diuretic, pemberian vasopressin, intubasi
esofagogastrik, lavase lambung, temponade balon esophagus, parasentesis,
pemasangan shunt, penyuntikan preparat sklerosing, pemasangan shunt
portosistemik.

2.2 Saran
1. Seharusnya setelah mempelajari tentang asuhan keperawatan pada klien
dengan Sirosis Hati mahasiswa dapat melakukan asuhan keperawatan secara
intensif mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, dan intervensi.
2. Mahasiswa mampu untuk mendemonstrasikan asuhan keperawatan pada
klien dengan penyakit Serosis Hati

43
DAFTAR PUSTAKA

4th Ed,WB Saunders Company, Phyladelpia. (diterjemahkan oleh Rusdan Djamil),


Jakarta:EGC.

Alexander, Fawcett, Runciman. (2000). Nursing Practice Hospital and Home the
Adult,

Aschenbrenner, D.S., Cleveland, L.W., & Venable, S.J. (2002).

Drug Therapy in Barkaukass, et.al (1994), Health & Physical Assessment.Missouri :


Mosby

Black, Joice. M., & Hawk, Jane. H. (2005). Medical Surgical Nursing; clinical

Bullock, Barbara (2000). Focus on pathophysiology. Philadelphia.

Documenting Patient Care. (Terjemahan oleh I Made Karias, dkk). Jakarta :

Doenges, M. E, (1993/2000), Nursing Care Plans. Guidelines For Planning And


edition. St. Louis : Cv. Mosby.

Guyton (2001), Human Physiology and Deseases Mechanism, 3rd ed, (Terjemahan

Lewis, Sharon, M., Heitkemper, Margaret, M., & Direksen, Shannon. (2000).
Medical

Luckman Sorensen,(1995).Medical Surgical Nursing, A PhsycoPhysiologic


Approach, management for positive outcomes. 7th Edition. Elsevier. Inc : St.
Louis

Moore, S., Breanndan. (1996). Medikal test : pemeriksaan medis. Buku 2. Jakarta

Munro, J. F & Ford, M. J, (1993/2001), Introduction to Clinical Examination 6/E.


Nursing. Philadelphia : Lippincot.

Smeltzer & Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddratth. Jakarta : EGC

44

Anda mungkin juga menyukai