Anda di halaman 1dari 32

SIROSIS HEPATIS

1.

DEFINISI [2]
Istilah Sirosis hati diberikan oleh Laence tahun 1819, yang berasal dari kata Khirrosyang

berarti kuning orange (orange yellow), karena perubahan warna pada nodul-nodulyang terbentuk.
Pengertian sirosis hati dapat dikatakan sebagai berikut yaitu suatu keadaan disorganisasi yang
difuse dari struktur hati yang normal akibat nodul regeneratif yang dikelilingi jaringan
mengalami fibrosis. [2]
Secara lengkap Sirosis hati adalah Kemunduran fungsi liver yang permanen yang
ditandai dengan perubahan histopatologi. Yaitu kerusakan pada sel-sel hati yang merangsang
proses peradangan dan perbaikan sel-sel hati yang mati sehingga menyebabkan terbentuknya
jaringan parut. Sel-sel hati yang tidak mati beregenerasi untuk menggantikan sel-sel yang telah
mati. Akibatnya, terbentuk sekelompok-sekelompok sel-sel hati baru (regenerative nodules)
dalam jaringan parut. [2]

2.

EPIDEMIOLOGI(2), (4)
Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketiga pada pasien

yang berusia 45 46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker). Diseluruh dunia,
sirosis menempati urutan ke tujuh penyebab kematian. Sekitar 25.000 orang meninggal setiap
tahun akibat penyakit ini. (4)
Lebih dari 40% pasien sirosis asimtomatis. Keseluruhan insiden sisirosis di Amerika
diperkirakan 360 per 100.000 penduduk. Penyebabnya sebagian besar akibat penyakit hati
alkoholik maupun infeksi virus kronik. Di Indonesia, data prevalensi sirosis hati belum ada,
hanya laporan dari beberapa pusat pendidikan saja. Di RS Dr.Sardjito Yogyakarta jumlah pasien
sirosis hati berkisar 4,1 % dari pasien yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam dalam kurun
waktu 1 tahun (2004). Di Medan dalam kurun waktu 4 tahun dijumpai pasien sirosis hati
sebanyak 819 (4%) pasien dari seluruh pasien di Bagian Penyakit Dalam. (2)

Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika dibandingkan
dengan kaum wanita sekitar 1,6 : 1, dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30
59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 49 tahun. (2)
3.

ETIOLOGI[6]

Sirosis secara konvensional diklasifikasikan sebagai makronodular (besar nodul lebih dari 3 mm)
atau mikronodular (besar nodul kurang dari 3 mm) atau campuran mikro dan makro. Selain itu
dapat juga diklasifikasikan menurut etiologi. [6]
Sebagian besar jenis sirosis dapat diklasifikasikan secara etiologis dan morfologis menjadi : 1)
alkoholik 2) kriptogenik dan post hepatitis (pasca nekrosis), 3) biliaris, 4)kardiak 5) metabolik,
keturunan dan terkait obat. [6]
Etilogi dari sirosis hepatis disajikan dalam Tabel 1. Dinegara barat yang tersering akibat
alkoholik sedang kan di Indonesia terutama akibat infeksi virus hepatitis B maupun C. Hasil
penelitian di Indonesia menyebutkan virus hepatitis B menyebabkan sirois sebesar 40-50%, dan
virus hepatitis C 30-40%, sedangkan 10-20% penyebabnya tidak diketahui dan termasuk
kelompok virus bukan B dan C. Alkohol sebagai penyebab sirosis di Indonesia mungkin
frekuensinya kecil sekali karena belum ada datanya. [6]
Sebab-sebab Sirosis dan atau Penyakit Hati Kronik [6]
Penyakit infeksi:
Bruselosis
Ekinokokus
Skistosomiasis
Toksoplasmosis
Hepatitis virus (hepatitis B, hepatitis C, hepatitis D, sitomegalovirus)
Penyakit keturunan dan metabolik:
Defisiensi 1 antitripsin
Sindrom fanconi
Galaktosemia

Penyakit gaucher
Penyakit simpanan glikogen
Hemokromatosis
Intoleransi fruktosa herediter
Penyakit wilson
obat dan toksin:
alkohol
amiodaron
obstruksi bilier
penyakit perlemakan hati non alkoholik
sirosis bilier primer
kolangitis sklerosis primer

4.

PATOFISIOLOGI (5), (15) ,(16)


Tiga mekanisme patologik utama yang berkombinasi untuk menjadi sirosis adalah

kematian sel hati, regenerasi, dan fibrosis progresif. Dalam kaitannya dengan fibrosis, hati
normal mengandung kolagen interstitium (tipe I, III, dan IV) di saluran porta dan sekitar vena
sentralis, dan kadang-kadang di parenkim. Di ruang antara sel endotel sinusoid dan hepatosit
(ruang Disse) terdapat rangka retikulin halus kolagen tipe IV. Pada sirosis, kolagen tipe I dan III
serta komponen lain matriks ekstrasel mengendap di semua bagian lobus dan sel-sel endotel
sinusoid kehilangan penetrasinya. Juga terjadi pirau vena porta ke vena hepatica dan arteri
hepatica ke vena porta. Angiogenesis membentuk pembuluh darah baru pada lembaran fibrosa
yang mengelilingi nodul. Pembuluh darah ini menghubungkan arteri hepatica dan vena porta ke
venula hepatika. Adanya gangguan aliran darah seperti itu, berkontribusi dalam hipertensi porta,
yang meningkat akibat nodul regenerasi menekan venula hepatica. Proses ini pada dasarnya
mengubah sinusoid dari saluran endotel yang berlubang-lubang dengan pertukaran bebas antara
plasma dan hepatosit, menjadi saluran vaskuler tekanan tinggi beraliran cepat tanpa pertukaran
zat terlarut. Secara khusus, perpindahan protein (misal albumin, faktor pembekuan, lipoprotein)
antara hepatosit dan plasma sangat terganggu. (15), (5)

Sumber utama kelebihan kolagen pada sirosis tampaknya adalah sel stellata perisinusoid
penyimpan lemak, yang terletak di ruang Disse. Walaupun secara normal berfungsi sebagai
penyimpan vitamin A dan lemak, sel ini mengalami pengaktifan selama terjadinya sirosis,
kehilangan simpanan retinil ester, dan berubah menjadi sel mirip miofibroblas. Rangsangan
untuk sintesis dan pengendapan kolagen dapat berasal dari beberapa sumber : peradangan kronis,
disertai produksi sitokin peradangan seperti factor nekrosis tumor (TNF), limfotoksin, dan
interleukin 1; pembentukan sitokin oleh sel endogen yang cedera (sel Kupffer, sel endotel,
hepatosit, dan sel epitel saluran empedu); gangguan matriks ekstrasel; stimulasi langsung sel
stelata oleh toksin. (15)
Hipertensi porta pada sirosis disebabkan oleh peningkatan resistensi terhadap aliran porta
di tingkat sinusoid dan penekanan vena sentral oleh fibrosis perivenula dan ekspansi nodul
parenkim. Anastomosis antara system arteri dan porta pada pita fibrosa juga menyebabkan
hipertensi porta karena mengakibatkan system vena porta yang bertekanan rendah mendapat
tekanan arteri. Empat konsekuensi utama adalah (1) asites (2) pembentukan pirau vena
portosistemik, (3) splenomegali kongestif, dan (4) ensefalopati hepatika. (5)
(1)

Asites : adalah kumpulan kelebihan cairan di rongga peritoneum. Faktor utama


patogenesis asites adalah peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus (hipertensi
porta) dan penurunan tekanan osmotik koloid akibat hipoalbuminemia. Factor lain yang
berperan adalah retensi natrium dan air serta peningkatan sintesis dan aliran limfe hati.
Kelainan ini biasanya mulai tampak secara klinis bila telah terjadi penimbunan paling
sedikit 500 mL, tetapi cairan yang tertimbun dapat mencapai berliter-liter dan
menyebabkan distensi massif abdomen. Cairan biasanya berupa cairan serosa dengan
protein 3g/dL (terutama albumin) serta zat terlarut dengan konsentrasi serupa, misalnya

(2)

glukosa, natrium, dan kalium seperti dalam darah. (15), (16)


Pirau portosistemik : dengan meningkatnya tekanan sistem porta, terbentuk pembuluh
pintas di tempat yang sirkulasi sistemik dan sirkulasi porta memiliki jaringan kapiler
yang sama. Tempat utama adalah vena disekitar dan di dalam rektum (bermanifestasi
sebagai hemoroid), taut kardioesofagus (menimbulkan varises esophagogastrik),
retroperitoneum, dan ligamentum falsiparum hati (mengenai kolateral dinding abdomen
dan periumbilikus). Walaupun dapat terjadi, perdarahan hemoroid jarang massif atau
mengancam nyawa. Yang lebih penting adalah varises esofagogastrik yang terjadi pada

sekitar 65% pasien dengan sirosis hati tahap lanjut dan menyebabkan hematemesis massif
dan kematian pada sekitar separuh dari mereka. Kolateral dinding abdomen tampak
sebagai vena subkutis yang melebar dan berjalan dari umbilicus ke arah tepi iga (kaput
(3)

medusa) dan merupakan tanda klinis utama hipertensi porta. (15)


Splenomegali : kongesti kronis dapat menyebabkan splenomegali kongestif. Derajat
pembesaran sangat bervariasi (sampai 1000 g) dan tidak selalu berkaitan dengan
gambaran lain hipertensi porta. (5)

5.

GAMBARAN KLINIK [2]


Stadium awal sirosis hepatis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada waktu

pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena kelainan penyakit lain. Gejala awal
sirosis hepatis meliputi :

perasaan mudah lelah dan lemah

selera makan berkurang

perasaaan perut kembung

Mual

berat badan menurun

pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, dan
hilangnya dorongan seksualitas.

Stadium lanjut (sirosis dekompensata), gejala-gejala lebih menonjol terutama bila timbul
komplikasi kegagalan hepar dan hipertensi portal, meliputi :

hilangnya rambut badan

gangguan tidur

demam tidak begitu tinggi

adanya gangguan pembekuan darah, pendarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus
dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, muntah darah atau melena, serta perubahan mental,
meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma.

Temuan Klinis [1]


o Spider angioma-spider angiomata (spider telangiektasi)
Suatu lesi vaskular yang dikelilingi beberapa vena-vena kecil. Tanda ini sering
ditemukan di bahu, muka dan lengan atas. Mekanisme terjadinya tidak diketahui, ada
anggapan dikaitkan dengan peningkatan rasio estradiol/testosteron bebas. Tanda ini
juga bisa ditemukan selama hamil, malnutrisi berat, bahkan ditemukan pula pada orang
sehat, walau umumnya ukuran lesi kecil.

Gambar 2. Spider Nevi


(http://www.merck.com/media/mmpe/thumbnails/tn_s10c127photo06.jpg)
o Eritema palmaris
Warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan. Hal ini juga dikaitkan
dengan perubahan metabolisme hormon estrogen. Tanda ini juga tidak spesifik pada
sirosis. Ditemukan pula pada kehamilan, artritis reumatoid, hipertiroidisme, dan
keganasan hematologi.

Gambar 3. Palmar eritem

(www.merckmedicus.com)
o Perubahan kuku

Muchrches nails
Berupa pita putih horisontal dipisahkan dengan warna normal kuku, diperkirakan
akibat hipoalbuminemia.

Terrys nail
Bagian 2/3 proksimal kuku tampak putih dan bagian 1/3 distal berwana merah

Clubbing finger

o Kontraktur Dupuytren
Kontraktur fleksi jari-jari akibat fibrosis fasia palmaris

Gambar 4. Kontraktur Dupuytren pada jari keempat


(http://en.wikipedia.org/wiki/Dupuytren%27s_contracture)
o Osteoartropati hipertrofi
Periostitis proliferatif kronik pada tulang panjang yang dapat menimbulkan nyeri.
o Ginekomastia

Gambar 5. Ginekomasti

(http://www.medstudents.com.br)
o Hilangnya rambut dada dan aksila pada laki-laki (feminisme). Pada
perempuan menstruasi cepat berhenti.
o Atrofi testis hipogonadisme
Menyebabkan impotensi dan infertil. Tanda ini menonjol pada sirosis alkoholik dan
hemokromatosis.
o Ukuran hati bisa membesar, normal atau mengecil. Bilamana hati teraba,
hati sirotik teraba keras dan nodular.
o Splenomegali
Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien karena hipertensi porta. Sering
ditemukan terutama pada sirosis nonalkoholik.
o Asites
Penimbunan

cairan

dalam

rongga

peritonium

akibat

hipoalbuminemia.

Gambar 6. Asites
(www.gihealth.com/images/img.ascites.jpg)
o Caput medusa
Vena kolateral pada dinding perut

hipertensi

porta

dan

Gambar 7. Caput Medusa


(medicine.ucsd.edu/.../Abdomen-Caput-Medusa.jpg)
o Murmur Cruveilhier-Baumgarten
Bunyi vena yang terdengar pada daerah epigastrium akibat hubungan kolateral antara
sistem portal dengan vena umbilikus pada hipertensi portal.
o Fetor hepatikum
Bau napas yang khas pada pasien sirosis disebabkan peningkatan konsentrasi dimetil
sulfid akibat pintasan porto sistemik yang berat.
o Ikterus
Kuning pada kulit, mata, membran mukosa akibat peningkatan kadar bilirubin (lebih
dari 2-3 mg/dl). Urin juga tampak berwarna gelap seperti teh pekat, mungkin
disebabkan proses penyakit yang berkelanjutan atau transformasi ke arah keganasan
hati, dimana tumor akan menekan saluran empedu atau terbentuknya thrombus saluran
empedu intrahepatik.

Gambar. 8. Ikterus
(http://en.wikipedia.org/wiki/Jaundice)

o Asterixis
Gerakan mengepak-ngepak dan dorsofleksi tangan yang bilateral asinkron pada pasien
dengan ensefalipati hepatik.

6.

DIAGNOSA

Diagnosa Sirosis Hati Berdasarkan Pemeriksaan Laboratorium. Pemeriksaan tersebut antara


lain: [8]
a.

Urine
Dalam urine terdapat urobilnogen juga terdapat bilirubin bila penderita ada
ikterus. Pada penderita dengan asites , maka ekskresi Na dalam urine berkurang ( urine
kurang dari 4 meq/l) menunjukkan kemungkinan telah terjadi syndrome hepatorenal.

b.

Tinja
Terdapat kenaikan

kadar sterkobilinogen. Pada penderita dengan

ikterus,

ekskresi pigmen empedu rendah. Sterkobilinogen yang tidak terserap oleh darah, di
dalam usus akan diubah menjadi sterkobilin yaitu suatu pigmen yang menyebabkan tinja
berwarna cokelat atau kehitaman.
c.

Darah
Biasanya dijumpai normostik normokronik anemia yang ringan, kadang kadang
dalam bentuk makrositer yang disebabkan kekurangan asam folik dan vitamin B12 atau
karena splenomegali. Bilamana penderita pernah mengalami perdarahan gastrointestinal
maka baru akan terjadi hipokromik anemi. Juga dijumpai likopeni bersamaan dengan
adanya trombositopeni.

d.

Tes Faal Hati


Penderita sirosis banyak mengalami gangguan tes faal hati, lebih lagi penderita
yang sudah disertai tanda-tanda hipertensi portal. Pada sirosis globulin menaik,
sedangkan albumin menurun. Pada orang normal tiap hari akan diproduksi 10-16 gr
albumin, pada orang dengan sirosis hanya dapat disintesa antara 3,5-5,9 gr per hari.

Kadar normal albumin dalam darah 3,5-5,0 g/dL. Jumlah albumin dan globulin yang
masing-masing diukur melalui proses yang disebut elektroforesis protein serum.
Perbandingan normal albumin : globulin adalah 2:1 atau lebih. Selain itu, kadar asam
empedu

juga termasuk salah satu tes faal hati yang peka untuk mendeteksi kelainan

hati secara dini.

Sarana Penunjang Diagnostik[9]


a. Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang sering dimanfaatkan ialah,: pemeriksaan fototoraks,
splenoportografi, Percutaneus Transhepatic Porthography (PTP)
b. Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi (USG) banyak dimanfaatkan untuk mendeteksi kelaianan di hati,
termasuk sirosi hati. Gambaran USG tergantung pada tingkat berat ringannya penyakit.
Pada tingkat permulaan sirosis akan tampak hati membesar, permulaan irregular, tepi hati
tumpul, . Pada fase lanjut terlihat perubahan gambar USG,yaitu tampak penebalan
permukaan hati yang irregular. Sebagian hati tampak membesar dan sebagian lagi dalam
batas nomal.
c.

Peritoneoskopi (laparoskopi)
Secara laparoskopi akan tampak jelas kelainan hati. Pada sirosis hati akan jelas
kelihatan permukaan yang berbenjol-benjol berbentuk nodul yang besar atau kecil dan
terdapatnya gambaran fibrosis hati, tepi biasanya tumpul. Seringkali didapatkan
pembesaran limpa.

7.

A.

PENATALAKSANAAN SIROSIS HEPATIS [7]

FARMAKOLOGIS [7]
Etiologi sirosis mempengaruhi penanganan sirosis. Terapi ini untuk mengurangi progresi

penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah kerusakan hati, pencegahan dan
penanganan komplikasi. Bilamana tidak ada koma hepatic diberikan diet yang mengandung
protein 1gkgBB dan kalori sebanyak 2000-3000 kkal /hari. [7]
Tatalaksanan pasien sirosis yang masih kompensata ditujukan untuk mengurangi progresi
kerusakan hati. Terapi pasien ditujukan untuk menghilangan etiologi, diantaranya : [7]
-

Alkohol dan bahan toksik lainnya dihentikan penggunanannya. Pemberian asetaminofen,


kolkisin dan obat herbal bisa menghambat kolagenik.

Hepatitis autoimun bisa diberikan steroid atau imunosupresif.

Hemokromatosis : flebotomi setiap minggu sampai kadar besi menjadi normal

Penyakit hati nonalkoholik non alkoholik : menurunkan berat badan akan mencegah
terjadinya fibrosis.
Pengobatan fibrosis hati dengan pengobatan antifibrotik pada saat ini lebih mengarah

kepada peradangan dan tidak terhadap fibrosis. Dimasa datang, menempatkan sel stelata sebagai
target pengobatan dan mediator fibrogenik akan merupakan terapi utama. Interferon mempunyai
aktivitas antifibrotik yang dihubungkan dengan pengurangan aktivasi sel stelata. Kolkisin
memiliki efek antiperadangan da mencegah pembentukan kolagen, namun belum terbukti
sebagai anti fibrosis dan sirosis. Metrotreksat dan vitamin A sedang dalam penelitian. [7]

Pengobatan sirosis dekompensata

[7]

Asites : Tirah baring dan diawali diet rendah garam. Dapat diberikan sironolakton 100-200
mg sekali sehari, dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari, tanpa adanya
edema kaki atau 1 kg/hari dengan adanya edema kaki. Bila tidak adekuat dapat
dikombinasi dengan furosemid 20-40 mg/hari, maksimal 160 mg/hari. Parasentesis
dilakukan bila asites sagat besar dan dilindungi dengan pemberian albumin.

Ensefalopati hepatic : Laktulosa memmbantu pasien untuk mengeluarkan ammonia.


Neomisin bisa digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil ammonia.

Varises esophagus : Sebelum berdarah dan sesudah berdarah dapat diberikan propanolol.
Waktu perdarahan akut dapat diberikan somatostatin atau okreotid, dilanjutkan dengan
skleroterapi atau ligasi endoskopi.

Transplantasi hati merupakan terapi definitive pada pasien sirosis dekompensata. [7]

PENATALAKSANAAN GIZI PADA SIROSIS HEPATIS[3], [7], [8], [9], [11] [13], [15], [17] [18]
Hepar melakukan empat fungsi utama dalam metabolisme protein : [8]
1. Pembentukan protein darah 80% disintesis di hepar dan disekresikan ke dalam aliran darah
untuk melakukan banyak fungsi. Protein darah ini termasuk faktor pembekuan, pembawa
dan transportasi protein, hormon, apolipoprotein, dan protein lain yang terlibat dalam
homeostasis dan pemeliharaan tekanan onkotik, seperti albumin.
2. Berperan dalam interkonversi asam amino. Asam amino dibagi menjadi dua kelompok yaitu
asam amino essensial dan non essensial.
3. Deaminasi asam amino, atau pemecahan untuk menghasilkan energi (ATP).
4. Sintesis urea.
Selain empat fungsi tersebut, banyak hormon lain dalam tubuh seperti insulin, glukagon,
epinefrin, dan steroid juga mengubah metabolisme protein.
Sirosis hepatis merupakan suatu kelainan terminal pada hati yang disebabkan oleh banyak
faktor seperti hepatitis kronik, alcohol, infeksi, dan gangguan metabolic. Pada sirosis hepatis
sering terjadi gangguan pada metabolism dari nutrisi. Diet nutrisi memiliki peran yang penting
pada terapi dari sirosis hepatis. Studi mengatakan protein merupakan salah satu kunci penting
pada terapi sirosis dalam menekan angka mortalitas. Pada sirosis hepatis sering terjadi protein
kalori malnutrisi. [8]
Karena peran protein dalam tubuh sangat penting, maka disfungsi hati dapat menyebabkan
banyak perubahan fisiologis dan kimia dalam tubuh, yang mengubah homeostasis. Seperti yang
dijelaskan oleh Charlton, bahwa hilangnya regulasi hepar pada metabolisme protein dapat
menyebabkan kematian yang cepat pada gagal hepar akut, dan berperan dalam komplikasi gagal
hepar kronis seperti Ensefalopati Hepatikum, ascites dan KEK. [8]

KEK terjadi berkisar 50%-90% dari pasien dengan sirosis hati dan menyebabkan perburukan
fungsi hepar. KEK pada pasien sirosis hepatic mengarah ke prognosis buruk , yang umumnya
tidak terdiagnosis karena komplikasi seperti edema dan ascites, yang membuat perubahan berat
badan menjadi sulit dinilai. Umumnya KEK terjadi sebagai akibat dari defisit kalori dan asupan
protein. Patogenesis KEK pada penyakit hepar adalah multifaktorial dan masih belum
sepenuhnya dipahami. [8]
Beberapa perubahan yang mempengaruhi status gizi pasien meliputi: [8]
1. Penurunan intake
Pada penderita sering mengalami anorexia dan gejala gastrointestinal seperti mual,
muntah, diare, dan konstipasi. Hal ini yang menyebabkan intake oral menjadi menurun.
Pasien dengan komplikasi hepatic ensefalopati juga mengalami intake yang menurun
disebabkan oleh penurunan kesadaran.
Hypozincemia, atau defisiensi zinc dikaitkan dengan penyakit hati. Zinc baru dapat
bekerja bila berikatan dengan albumin. Pada sirosis didapatkan kadar albumin yang rendah
sehingga zinc tidak dapat bekerja. Defisiensi zinc berperan dalam pengembangan anoreksia,
mulut kering serta perubahan rasa / bau (rasa metalik) yang dapat berkontribusi untuk
menurunkan asupan makanan.
2. Perubahan metabolik
Perubahan metabolik yang terjadi pada penyakit hati adalah akibat dari perubahan
hormonal dan nutrisi. Karena hati tidak dapat mensintesis dan menyimpan jumlah glikogen
yang cukup, maka glukosa yang berasal dari sumber karbohidrat tidak tersedia dalam tubuh.
Hal ini menyebabkan terjadinya awal dari "keadaan puasa" dimana tubuh menggunakan
gliserol dan asam amino, senyawa yang dibutuhkan untuk glukoneogenesis atau produksi
glukosa dari sumber sumber non-karbohidrat. Penelitian mencari perubahan komposisi
tubuh pada pasien yang menunjukkan pemecahan lemak yang signifikan pada stadium awal
penyakit hepar yang berkembang menjadi penipisan otot yang signifikan dengan disfungsi
hati yang berat. Terutama untuk pasien dengan dekompensasi sirosis.
3. Peningkatan aktivitas -adrenergik.
Dalam satu studi, Greco et al. diukur pengeluaran dua puluh empat jam energi
expenditure dan oksidasi substrat dari sepuluh pasien laki-laki. Mereka mengamati bahwa

pasien ini mengalami hipermetabolisme bersaman dengan gangguan metabolik lain seperti
peningkatan utilisasi lipid dan resistensi insulin, yang bersama-sama menyebabkan
malnutrisi. Hipermetabolisme ini sebagian disebabkan aktivitas -adrenergik yang
meningkat, sebesar 25%, yang dapat mempengaruhi kehilangan otot dan status protein
tubuh. Hormon sistem saraf simpatik (SNS) menstimulasi glukoneogenesis dan dari waktu
ke waktu dapat menempatkan tubuh dalam keadaan hipermetabolik, yang menyebabkan
peningkatan pemecahan otot. Mller et al. telah menunjukkan peningkatan yang signifikan
dari konsentrasi epinefrin plasma (56%) dan norepinefrin (41%) pada sirosis
hipermetabolik. Mereka menjelaskan bahwa tingkat metabolisme per kgbb dari sel massa
tubuh meningkat pada pasien sirosis yang malnutrisi dan orang-orang dengan gangguan
sirkulasi hepar. Studi lain juga menemukan peningkatan katekolamin plasma dan aktivasi
SNS di sirosis.
4. Malabsorpsi Lemak. Karena hati tidak mampu menghasilkan jumlah yang cukup empedu,
malabsorbsi asam lemak memberikan kontribusi untuk terjadinya KEK dengan jumlah
kalori yang tersedia yang digunakan tubuh menurun.

Masalah Dalam Pemberian Makanan[7]


Pada pasien dengan gangguan hati, sering terjadi gejala anorexia, mual, perubahan rasa
kecap dan gejala gastrointestinal lainnya yang mengakibatkan sulit untuk mendapat asupan yang
cukup. Pasien yang mengalami asites lebih cepat merasa kenyang (begah). Porsi kecil dan sering
dapat lebih ditoleransi daripada 3x makan, juga disertai bukti bahwa porsi kecil dan sering
meningkatkan balans nitrogen dan mencegah hipoglikemi. Pada pasien dengan gangguan hati,
suplemen oral cair dianjurkan, jika diperlukan penggunaan enteral tube. [7]
Tambahan nutrisi harus diberikan pada pasien gangguan hati disertai kurang gizi jika
asupan kurang dari kebutuhan dan jika beresiko terjadi komplikasi fatal. Varises esophagus
biasanya bukan kontraindikasi pemberian makan lewat selang (crippin, 2006). [7]

Penilaian Nutrisi dan Asupan Makanan[8]

Kadar serum albumin merupakan salah satu protein hati yang telah lama digunakan
sebagai penanda status gizi dan malnutrisi. Baru-baru ini, tingkat prealbumin yang memiliki
masa waktu yang lebih singkat dan mampu menunjukkan perubahan lebih cepat dari tingkat
albumin telah dianggap sebagai penanda gizi pilihan oleh banyak klinisi. Namun albumin,
prealbumin, dan banyak dari protein hati lain seperti transferin dipengaruhi oleh banyak faktor
selain status gizi yakni menurunnya protein fase akut pada infeksi / peradangan, luka, atau
trauma. Hal ini juga berlaku pada penyakit hati dan sirosis. Hati tidak mampu menghasilkan
albumin sebanyak sebelumnya dan proses penyakit itu sendiri sebagai stressor dalam tubuh
sehingga menyebabkan keadaan kronis dari inflamasi yang selanjutnya menyebabkan fluktuasi
dalam kadar albumin. Penurunan kadar albumin dan prealbumin ini terjadi terlepas dari status
gizi pasien dan meningkat lagi ketika tidak ada stressor pada tubuh. Oleh karena itu, tidak boleh
menggunakan penanda dari status gizi untuk pasien ini.

Penilian Nutrisi dan Komposisi Tubuh[8]


Pengukuran antropometri tinggi dan berat badan, indeks massa tubuh (BMI) adalah
metode yang paling cepat dan mudah untuk menentukan status gizi pasien. Namun mereka tidak
dapat digunakan pada pasien dengan edema dan ascites, yang berat badan yang sebenarnya tidak
diketahui. Beberapa pasien mungkin juga memiliki edema ringan dan ascites tanpa mengetahui,
yang membuat interpretasi dari BMI tidak akurat. Kombinasi pengukuran antropometri, bersama
dengan ketebalan kulit dan lingkar lengan atas adalah metode yang lebih menyeluruh untuk
mengevaluasi komposisi tubuh. Pengukuran ini bukan indikator yang baik pada pasien sirosis
yang malnutrisi.
Fernandes et al. membandingkan beberapa metode penilaian gizi pada pasien dengan
sirosis dan menunjukkan bahwa analisis bioelektrik impedansi (Bioelectrical Impedance
Analysis, BIA) memiliki korelasi yang signifikan secara statistik dengan masing-masing pasien
Child-Pugh score. Meskipun mungkin tidak tersedia di semua lembaga, BIA dianggap akurat
pada pasien sirosis tanpa ascites. BIA mengirimkan sejumlah kecil arus yang melalui tubuh.
Persentase lemak, massa tubuh tanpa lemak, dan air tubuh dihitung berdasarkan kadar air dari
berbagai jenis jaringan dan kecepatan di mana arus melewati mereka. Misalnya, jaringan adiposa
memiliki kadar air yang rendah, dan oleh karena itu, arus listrik melambat melewati itu,

sedangkan arus listrik berlalu dengan cepat melalui otot karena kadar air yang tinggi. Hal ini
karena ketergantungan BIA pada cairan tubuh, sedangkan pemeriksaan ini tidak akan akurat
menentukan komposisi tubuh pada pasien dengan ascites.
Salah satu metode evaluasi gizi buruk pada edema / asites menjadi pertimbangan adalah
penilaian global subjektif (Subjective Global Assessment, SGA) yang menentukan tingkat
malnutrisi berdasarkan perubahan berat badan dan asupan makanan, adanya gejala GI (mual /
muntah / diare) , kapasitas fungsional pasien, serta penilaian fisik lemak subkutan, pengecilan
otot, edema, dan ascites. SGA biasanya digunakan untuk mendeteksi malnutrisi pada pasien hati
karena sederhana dan efektif. Namun melakukan SGA membutuhkan profesional terlatih,
terutama untuk melakukan penilaian fisik secara akurat. Meskipun dibandingkan dengan BIA,
SGA dapat digunakan pada pasien dengan ascites.
Kekuatan pegangan tangan (Hand Grip Strength, HGS) juga dapat digunakan untuk
menilai status gizi. Pemeriksaan ini untuk mengidentifikasi 63% dari pasien sirosis kurang gizi,
yang lebih unggul dengan SGA. Dalam metode ini digunakan dinamometer untuk mengukur
kekuatan atau energi yang diberikan oleh tangan non-dominan, hasil yang kemudian
dibandingkan tabel dari nilai normal berdasarkan jenis kelamin dan usia pada volunter yang
sehat. Salah satu keuntungan dari metode ini adalah bahwa hal itu lebih baik memprediksi
komplikasi sirosis dibandingkan dengan BMI, lipatan kulit, BIA, dan SGA, namun tidak
berkorelasi dengan score Child-Pugh
Meskipun memiliki keterbatasan pada beberapa pasien, HGS dan BIA dapat digunakan
sebagai penilaian komposisi tubuh yang direkomendasikan pada kebanyakan pasien dengan
sirosis.
Intervensi Nutrisi
Manajemen diet pada sirosis ditujukan agar status nutrisi penderita tetap terjaga,
mencegah memburuknya penyakit hati, dan mencegah terjadinya ensefalopati hepatik sehingga
kualitas serta harapan hidup penderita juga akan membaik. Pada pasien sirosis dilakukan diet
tinggi protein dan tinggi kalori untuk memperbaiki status gizi pasien. Pemberian protein pada
penderita sirosis memang cukup memusingkan. Kelebihan protein dapat mengakibatkan

peningkatan amonia darah yang berbahaya, sedangkan kekurangan protein akan menghambat
penyembuhan sel hati. [13]
Saat ini para dokter lebih memilih untuk memberikan diet tinggi kalori tinggi protein
dengan

maksud agar sel-sel hati dapat beregenerasi. Sedangkan untuk mengontrol tingkat

amonia darah digunakan laktulosa dan atau suatu jenis antibiotik yang bernama neomisin. [9]
Menurut Wolf (2011) nutrisi yang seimbang baik dari segi kalori, karbohidrat, protein dan
lemak, akan membawa pengaruh yang baik untuk memperbaiki kerusakan sel hati. Pada tingkat
tertentu, kerusakan sel hati masih bisa diperbaiki dengan cara memproduksi sel hati baru yang
sehat. Widiastuti dan Mulyati (2005) meneliti bahwa kadar albumin secara umum rata-rata
meningkat pada pasien sirosis hati yang diberikan suplemen asam amino rantai cabang (BCAA).
Penderita sirosis hati harus meringankan beban kerja hati. Aktivitas sehari-hari disesuaikan
dengan kondisi tubuh. Pemberian obat-obatan (hepatotoksik) harus dilakukan dengan sangat
hati-hati. Penderita harus melakukan diet seimbang, cukup kalori, dan mencegah konstipasi. [9]
a. Energi
Kebutuhan energi bervariasi antara pasien, beberapa studi yang mengukur BMR pasien
menemukan bahwa pasien dengan stadium akhir penyakit hati memiliki metabolisme normal,
sedangkan gangguan hati lainnya mengalami hipo/hipermetabolisme. Walaupun beberapa studi
menyimpulkan pasien sirosis tidak membutuhkan kalori lebih, dolz dkk. (1991) memutuskan
bahwa asites meningkatkan energy expenditure sedikit. Di sisi lain, dua penelitian menemukan
peningkatan BMR pada 6 bulan dan 12 bulan paska pemasangan shunt. (allard et al., 2001;
plauth et al., 2004). [7]
Bagaimanapun peningkatan ini mungkin sebagai hasil bahwa berat tubuh kering
meningkat setelah pemasangan shunt. Pada umumnya kebutuhan energy untuk pasien gangguan
hati stadium akhir dan tanpa asites sekitar 120% hinggal 140% BMR. Dapat ditingkatkan hingga
150-175% BMR jika terjadi asites, infeksi atau malabsorbsi, atau jika dibutuhkan pengembalian
nutrisi. [8]
Ini setara dengan 35-40 kkal/kgBB/hari, dan diperlukan perkiraan berat badan kering
dalam perhitungan untuk mencegah overfeeding. Suplemen oral atau tube dapat digunakan untuk

mengoptimalkan asupan pada pasien kurang gizi dan mengurangi komplikasi

serta

memperpanjang survival. [8], [9], [18]


b. Karbohidrat
Karbohidrat pada pasien sirosis direkomendasikan sekitar 50-70% karena pada pasien
penyakit hepar berisiko tinggi untuk mengalami hipoglikemi akibat terbatasnya penyimpanan
dari glikogen dan gluconeogenesis dari hepar. Oleh karena itu, karbohidrat harus menyediakan
sebagian besar kalori non-protein, dan diberikan dengan porsi kecil dan sering sekitar 4-6x/hari
untuk memenuhi kebutuhan mereka yang tinggi. [9], [15]
Para peneliti telah merekomendasikan bahwa penambahan 50 gram karbohidrat kompleks
pada snack malam dapat membantu keseimbangan nitrogen, mencegah kerusakan otot dengan
mensuplai tubuh dengan karbohidrat dan mencegah gluconeogenesis. [9], [17]
c. Protein
Pada Pasien sirosis terjadi peningkatan kebutuhan protein karena meningkatnya degradasi
untuk memenuhi kebutuhan energi. Pembatasan protein tidak diperlukan karena hanya
menyebabkan tubuh kehilangan protein. Studi tentang keseimbangan nitrogen dilakukan oleh
Swart et al. bahwa kebutuhan protein minimal pasien sirosis, agar keseimbangan nitrogen positif
adalah 1,2 g / kg / hari. [3] (8) ,[9]
Berdasarkan European Society for Clinical Nutrition and Metabolism membuat pedoman
gizi untuk pasien dengan penyakit hati stadium akhir [8] , [9], [13]

Inisiasi makanan enteral ketika asupan oral tidak memadai


Pada pasien dengan sirosis kompensasi, pedoman merekomendasikan mengkonsumsi 2535 kkal / kg berat badan per hari energi nonprotein dan 1-1,2 g / kg berat badan per hari

dari protein atau asam amino.


Pada pasien sirosis dengan komplikasi yang terkait dengan kekurangan gizi, energi
nonprotein harus ditingkatkan 35-40 kkal / kg berat badan per hari dan asupan protein

harus ditingkatkan menjadi 1,5 g / kg berat badan per hari


pembatasan protein sementara 0,6-0,8 g / kg / hari dapat dilaksanakan sampai HE teratasi,
dan konsumsi protein dapat dikembalikan seperti semula. Asupan protein harus

diturunkan menjadi 0,5-1,5 g / kg berat badan / hari pada ensefalopati stadium I atau II

dan 0,5 g / kg berat badan / hari pada ensefalopati stadium III atau IV
Asam amino rantai cabang mungkin mencetuskan pengembangan ensefalopati hati
dengan meningkatkan asam amino aromatik melintasi blood brain barrier, yang
mengakibatkan sintesis neurotransmitter palsu,untuk alasan ini, itu hipotesis bahwa

suplementasi BCAA dapat meningkatkan ensefalopati hepatik


Suplemen Vitamin A berpotensi terjadinya toksisitas vitamin A yang menyebabkan
peningkatan kadar transaminase dan akhirnya dapat menyebabkan sirosis, hepatitis
kronis, atau hipertensi portal. Meskipun secara tradisional berpikir bahwa pengembangan
keracunan vitamin A memerlukan dosis jauh melebihi kisaran yang direkomendasikan,
data yang sekarang menyatakan sirosis hepatik dapat terjadi pada dosis vitamin A (25.000
IU / hari selama 6 tahun)

Asam amino rantai cabang (Branched Chain Amino Acids, BCAA - leusin, isoleusin, dan
valin dengan ratio 2:1:1,2) dan asam amino aromatik (Aromatic Amino Acids, AAA - triptofan,
fenilalanin, dan tirosin) merupakan asam amino esensial. Pada penyakit hati, akibat perubahan
metabolisme asam amino terjadi perubahan profil asam amino tubuh dan perubahan rasio
BCAA:AAA ( 3 : 1) yakni AAA menjadi lebih tinggi dan BCAA lebih rendah (1 : 3). Yang
mungkin berkontribusi terhadap beberapa komplikasi, terutama HE. Suplementasi dengan BCAA
telah digunakan untuk menormalkan rasio ini. Sintesis albumin juga diatur oleh leusin. Oleh
karena itu, pasien yang mengonsumsi suplemen BCAA cenderung memiliki tingkat serum
albumin lebih tinggi, secara keseluruhan status gizi dan kualitas hidup menjadi lebih baik. BCCA
direkomdendasikan untuk memenuhi dan mempertahanlan keseimbangan nitrogen pada pasien
yang intoleran terhadap diet protein. Sumber BCAA dapat ditemukan pada putih telur, kedelai,
rumput laut, whey protein, ikan, daging.(8), (9), [18]
Kandungan serat yang tinggi dari sumber protein nabati tampaknya memiliki manfaat
tersendiri pada pasien dengan sirosis, dengan mengurangi kadar amonia. Sumber Protein nabati
memiliki arginine yang tinggi, yaitu asam amino untuk menurunkan kadar ammonia darah
melalui peningkatan sintesis urea. Protein nabati juga memiliki kadar metionin dan triptofan
yang rendah. Serat juga menyebabkan peningkatan jumlah tinja dan membuat feses menjadi
padat karena peningkatan massa bakterial, sedangkan bakteri kolon menggunakan nitrogen untuk

pertumbuhan. Serat juga menyebabkan peningkatan motilitas kolon dan penurunan waktu transit
sehingga mempengaruhi eksresi nitrogen. Metabolisme serat oleh bakteri kolon menyebabkan
pH kolon yang lebih rendah sehingga mencegah absorpsi amonia. (8)
Protein nabati merupakan protein yang tidak lengkap karena hanya memiliki satu atau
lebih dari asam amino esensial yang dibutuhkan sehingga protein nabati harus dikonsumsi dalam
kombinasi dengan protein nabati lainnya untuk memberikan jumlah asam amino esensial yang
cukup bagi tubuh. Salah satu limiting asam amino dalam protein nabati adalah metionin (asam
amino limiting pada kacang dan kedelai), merupakan asam amino yang mengandung sulfur, yang
dipecah dan dimetabolismae di usus dan hati, serta menghasilkan merkaptan atau analog sulfur
dari alkohol. Produk sampingan metionin dari usus diketahui penting dalam patogenesis HE.
Oleh karena itu protein nabati yang rendah metionin menjadi sumber protein yang lebih baik
untuk pasien dengan HE atau pada pasien yang berisiko tinggi berkembang menjadi HE. (8), [11]
Karena makanan yang mengandung protein nabati yang biasanya besar dan harus
dimakan dalam jumlah yang lebih besar untuk memberikan tubuh jumlah asam amino esensial
yang cukup, diet dengan sayuran sebagai satu-satunya sumber energi mungkin tidak praktis
untuk pasien, beberapa di antaranya mungkin juga mengalami nafsu makan berkurang atau cepat
kenyang. Diet vegetarian memiliki jumlah yang cukup zat besi, dan kalcium. Oleh karena itu,
peneliti telah menyarankan bahwa diet yang menggabungkan protein nabati dan kasein (protein
susu) dapat menghasilkan hasil yang diinginkan pada pasien sirosis. Sejumlah penelitian telah
menunjukkan kurangnya peningkatan kadar amonia dalam darah setelah konsumsi kasein
dibandingkan dengan asupan protein darah lainnya. Selain itu kombinasi dengan bahan yang
mengandung tinggi protein seperti telur, daging putih (ikan, ayam), dan tentu saja susu rendah
lemak lebih dianjurkan dibanding komsumsi daging merah. (8)
d. Lipid
Sirosis ditandai dengan metabolisme lemak yang terganggu, sehingga lemak makanan
tidak dimetabolisme dengan lengkap. Jika terjadi gagal hati, overfeeding harus dihindari karena
kelebihan kalori dapat berkontribusi dalam sintesis lemak dan terjadi akumulasi lemak dalam
hati. Lemak yang direkomendasikan 10-15% dari total kalori. [17]

Beberapa penilitian menyimpulkan bahwa kelebihan lemak makanan yaitu asupan tinggi
lemak total, lemak jenuh dan polyunsaturated fat ikut terlibat dapat mendorong perkembangan
sirosis. Trigliserida rantai medium (C8-C10) dimasukkan dalam diet sirosis, dimana mudah
dicerna dan diserap dengan tidak adanya empedu. Minyak zaitun merupakan lemak tak jenuh dan
memiliki dampak yang kurang signifikan pada cholestrol darah, sehingga disarankan untuk
menggunakan minyak zaitun dalam memasak sebagai pengganti mentega, margarine, shortening,
dan minyak sayur. [9]

e. Vitamin dan mineral


Pasien sirosis memiliki pengurangan yang signifikan enzim antioksidan dan nutrisi
antioksidan karena penurunan fungsi liver dalam transport, metabolism dan penyimpanan nutrisi,
seperti carotenoids, selenium, vitamin larut dalam lemak (A, D, E, dan K), kalsium, magnesium
dan zink (jika terjadi steatore). Defisiensi dari vitamin dapat mengakibatkan komplikasi, seperti
defisiensi folat & b12 mengakibatkan anemia makrositik, defisiensi b6, b1, b12 mengakibatkan
neuropati, defisiensi b1 mengakibatkan konfusi, ataxia, gangguan mata, rabun senja sebagai
akibat defisiensi vitamin a, dan osteodistrofi hepatic atau osteopenia dapat terjadi karena
defisiensi vitamin d (stickel et al., 2003). [7]

Defisiensi vitamin larut lemak terjadi pada semua gagal hati, khususnya penyakit
kolestatik dimana terjadi malabsorbsi dan steatore. Maka dari itu diperlukan suplementasi
menggunakan bentuk larut air vitamin k secara iv/im 3 hari. Vitamin K juga sangat penting untuk
management dari sirosis karena membantu mencegah perdarahan dari jaringan hati, serta
membantu daalam konversi glukosa menjadi glikogen , yaitu suatu produk yang disimpan di
dalam hati. Glikogen sangat penting untuk ekskresi empeu dan fungsi hati yang sehat. Vitamin
K dapat ditemukan pada brocoli, alpukat, bayam, kale, stroberi, kubis dan telur.. Vitamin D yang
direkomendasikan 800-1000 IU dan kalsium 1000 mg jika terjadi defisiensi dan pada kasus
penggunaan kortikosteroid. Suplemen kalsium yang direkomendasikan untuk pasien dengan
osteopenia dan osteoporosis sekitar 1200-1500 mg. [3] [15], [17]

Suplemen zinc pada dosis 600 mg / hari selama 3 bulan telah meningkatkan fungsi
mental pada pasien dengan ensefalopati hepatik. Sumber zink dapat ditemukan pada daging
merah, biji-bijian, kuning telur, tiram, kacang-kacangan, bawang putih, jamur, kepiting, bayam,
coklat hitam. [11]
Pada sirosis hepatis terjadi kerusakan pada sel steatosit hepatic dimana merupakan tempat
penyimpanan vitamin A. sehingga dapat terjadi defisiensi vitamin A dengan gejala rabun senja.
Dapat diberikan vitamin A (25.000 unit / hari) selama 4-12 minggu. Hati hati dalam pemberian
vitamin A karena dapat menyebabkan intoksikasi vitamin A yang berakibat memburuknya sirosis
hepar. (13)

f. Cairan dan elektrolit


Sodium penting untuk pengaturan volume darah, tekanan darah, keseimbangan osmotik
dan pH darah. Pembatasan natrium sering sebagai intervensi diet pertama pada pasien dengan
penyakit hati, karena akibatnya akan terjadi retensi air dan kemudian terjadi edema dan ascites. [8]
Mekanisme terjadi kelebihan natrium dan pembentukan ascites adalah multifaktorial, tapi
ini merupakan akibat dari hipertensi portal, karakteristik umum dari penyakit hati. Hipertensi
portal, yang disebabkan oleh peningkatan fibrosis hati, awalnya dikompensasi dengan cara
vasodilatasi pembuluh darah splanknikus. Namun, penyakit hati berjalan progresif sehingga
mekanisme kompensasi ini gagal dan menyebabkan penurunan tekanan arteri, serta
menyebabkan rangsangan dari baroreseptor sehingga terjadi peningkatan dalam sistem reninangiotensin, katekolamin (vasopresin), dan akhirnya, retensi natrium dan air di ginjal. Penurunan
ekskresi natrium dan air berkurang ekskresi, menyebabkan edema dan ascites sebagai kebocoran
cairan ke dalam cavitas abdomen. [8]
Asites dianggap sebagai salah satu dari tiga komplikasi utama sirosis dan merupakan
tonggak penting dalam perkembangan penyakit hati kronis. Perkembangan ascites dapat
menyebabkan komplikasi lain seperti sakit perut, ketidaknyamanan dan kesulitan bernapas,
karena cairan dalam menekan perut terhadap diafragma dan paru-paru, serta perut, menyebabkan
tidak hanya cepat kenyang, tetapi juga gejala refluks. Cairan asites juga dapat terinfeksi,
menyebabkan peritonitis bakteri spontan, yang selanjutnya menyebabkan nyeri perut dan nausea.

Asites juga meningkatkan risiko komplikasi utama lainnya seperti gagal ginjal, hydrothorax atau
perdarahan varises, antara komplikasi lain yang mungkin terjadi sebagai akibat dari paracentesis
atau pengambilan cairan, yang semuanya memerlukan pembatasan natrium itu sendiri. Namun
hanya akan mengurangi ascites pada sekitar 10% -15% dari pasien. Oleh karena itu pilihan
pengobatan lain juga dilakukan contohnya diuretik digunakan untuk meningkatkan ekskresi
natrium urin dan ekskresi cairan. Seperti disebutkan, paracentesis juga digunakan untuk
menghilangkan asites volume besar dari abdomen. [8]
American Association for the Study of Liver Diseases (AASLD) merekomendasikan
pembatasan diet natrium 2000 mg / hari sesuai untuk pengelolaan ascites. pembatasan cairan
biasanya tidak diperlukan, karena air mengikuti natrium. (8)
Makanan yang termasuk tingi sodium yaitu sup dan sayuran kaleng; daging olahan
(seperti bacon), sosis dan daging asap; keju; bumbu; dan berbagai makanan ringan
g. Probiotik
Pada pasien sirosis hati ada ketidakseimbangan flora usus bakteri yang memberikan
kontribusi signifikan terhadap produksi amonia, sehingga terjadi berbagai tingkat ensefalopati.
Hal ini menyebabkan pasien harus mendapatkan asupan kombinasi tambahan dari probiotik yang
bermanfaat untuk mengurangi kadar ammonia darah. Pasien yang diobati dengan kombinasi
probiotik (Lactobacillus plantarum) dan serat memiliki tingkat yang lebih rendah terkena infeksi
bakteri dan mencegah translokasi bakteri. [9]

8.
a.

KOMPLIKASI [2]

Edema dan ascites[2]


Ketika sirosis hati menjadi parah, tanda-tanda dikirim ke ginjal-ginjal untuk menahan
garam dan air didalam tubuh. Kelebihan garam dan air pertama-tama berakumulasi dalam
jaringan dibawah kulit pergelangan-pergelangan kaki dan kaki-kaki karena efek gaya berat
ketika berdiri atau duduk. Akumulasi cairan ini disebut edema atau pitting edema. (Pitting
edema merujuk pada fakta bahwa menekan sebuah ujung jari dengan kuat pada suatu
pergelangan atau kaki dengan edema menyebabkan suatu lekukan pada kulit yang
berlangsung untuk beberapa waktu setelah pelepasan dari tekanan. Ketika sirosis memburuk

dan lebih banyak garam dan air yang tertahan, cairan juga mungkin berakumulasi dalam
rongga perut antara dinding perut dan organ-organ perut. Akumulasi cairan ini (disebut
ascites) menyebabkan pembengkakkan perut, ketidaknyamanan perut, dan berat badan yang
meningkat.
b.

Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP) [2]


Cairan dalam rongga perut (ascites) adalah tempat yang sempurna untuk bakteri-bakteri
berkembang. Secara normal, rongga perut mengandung suatu jumlah yang sangat kecil cairan
yang mampu melawan infeksi dengan baik, dan bakteri-bakteri yang masuk ke perut
(biasanya dari usus) dibunuh atau menemukan jalan mereka kedalam vena portal dan ke hati
dimana mereka dibunuh. Pada sirosis, cairan yang mengumpul didalam perut tidak mampu
untuk melawan infeksi secara normal. Sebagai tambahan, lebih banyak bakteri-bakteri
menemukan jalan mereka dari usus kedalam ascites. Oleh karenanya, infeksi didalam perut
dan ascites, dirujuk sebagai spontaneous bacterial peritonitis atau SBP, kemungkinan terjadi.
SBP adalah suatu komplikasi yang mengancam nyawa. Beberapa pasien-pasien dengan SBP
tdak mempunyai gejala-gejala, dimana yang lainnya mempunyai demam, kedinginan, sakit
perut dan kelembutan perut, diare, dan memburuknya ascites.

c. Perdarahan dari Varises-Varises Kerongkongan (Oesophageal Varices) [2]


Pada sirosis hati, jaringan parut menghalangi aliran darah yang kembali ke jantung dari
usus-usus dan meningkatkan tekanan dalam vena portal (hipertensi portal). Ketika tekanan
dalam vena portal menjadi cukup tinggi, ia menyebabkan darah mengalir di sekitar hati
melalui vena-vena dengan tekanan yang lebih rendah untuk mencapai jantung. Vena-vena
yang paling umum yang dilalui darah untuk membypass hati adalah vena-vena yang melapisi
bagian bawah dari kerongkongan (esophagus) dan bagian atas dari lambung.
Sebagai suatu akibat dari aliran darah yang meningkat dan peningkatan tekanan yang
diakibatkannya, vena-vena pada kerongkongan yang lebih bawah dan lambung bagian atas
mengembang dan mereka dirujuk sebagai esophageal dan gastric varices; lebih tinggi
tekanan portal, lebih besar varices-varices dan lebih mungkin seorang pasien mendapat
perdarahan dari varices-varices kedalam kerongkongan (esophagus) atau lambung.

Perdarahan juga mungkin terjadi dari varices-varices yang terbentuk dimana saja didalam
usus-usus, contohnya, usus besar (kolon), namun ini adalah jarang. Untuk sebab-sebab yang
belum diketahui, pasien-pasien yang diopname karena perdarahan yang secara aktif dari
varices-varices kerongkongan mempunyai suatu risiko yang tinggi mengembangkan
spontaneous bacterial peritonitis.
d. Hepatic encephalopathy[2]
Beberapa protein-protein dalam makanan yang terlepas dari pencernaan dan penyerapan
digunakan oleh bakteri-bakteri yang secara normal hadir dalam usus. Ketika menggunakan
protein untuk tujuan-tujuan mereka sendiri, bakteri-bakteri membuat unsur-unsur yang
mereka lepaskan kedalam usus. Unsur-unsur ini kemudian dapat diserap kedalam tubuh.
Beberapa dari unsur-unsur ini, contohnya, ammonia, dapat mempunyai efek-efek beracun
pada otak. Biasanya, unsur-unsur beracun ini diangkut dari usus didalam vena portal ke hati
dimana mereka dikeluarkan dari darah dan di-detoksifikasi (dihilangkan racunnya).
Ketika unsur-unsur beracun berakumulasi secara cukup dalam darah, fungsi dari otak
terganggu, suatu kondisi yang disebut hepatic encephalopathy. Tidur waktu siang hari dari
pada malam hari (kebalikkan dari pola tidur yang normal) adalah diantara gejala-gejala
paling dini dari hepatic encephalopathy. Gejala-gejala lain termasuk sifat lekas marah,
ketidak mampuan untuk konsentrasi atau melakukan perhitungan-perhitungan, kehilangan
memori, kebingungan, atau tingkat-tingkat kesadaran yang tertekan. Akhirnya, hepatic
encephalopathy yang parah/berat menyebabkan koma dan kematian.
Ensefalopati hepatic merupakan kelainan neuropsikiatri akibat disfungsi hati. Mula-mula
ada gangguan tidur kemudian berlanjut sampai gangguan kesadaran dan koma. Ensefalopati
hepatic terjadi karena kegagalan hepar melakukan detoksifikasi bahan-bahan beracun (NH3
dan sejenisnya). NH3 berasal dari pemecahan protein oleh bakteri di usus. Oleh karena itu,
peningkatan kadar NH3 dapat disebabkan oleh kelebihan asupan protein, konstipasi, infeksi,
gagal hepar, dan alkalosis.
Berikut pembagian stadium ensefalopati hepatikum:
Stadium
0

Manifestasi Klinis
Kesadaran normal, hanya sedikit ada penurunan daya ingat,

konsentrasi, fungsi intelektual, dan koordinasi.


Gangguan pola tidur
Letargi
Somnolen, disorientasi waktu dan tempat, amnesia
Koma, dengan atau tanpa respon terhadap rangsang nyeri.

1
2
3
4
e.

Hepatorenal syndrome [2]


Pasien-pasien dengan sirosis yang memburuk dapat mengembangkan hepatorenal
syndrome. Sindrom ini adalah suatu komplikasi yang serius dimana fungsi dari ginjal-ginjal
berkurang. Itu adalah suatu persoalan fungsi dalam ginjal-ginjal, yaitu, tidak ada kerusakn
fisik pada ginjal-ginjal. Sebagai gantinya, fungsi yang berkurang disebabkan oleh perubahanperubahan dalam cara darah mengalir melalui ginjal-ginjalnya. Hepatorenal syndrome
didefinisikan sebagai kegagalan yang progresif dari ginjal-ginjal untuk membersihkan unsurunsur dari darah dan menghasilkan jumlah-jumlah urin yang memadai walaupun beberapa
fungsi-fungsi

penting

lain

dari

ginjal-ginjal,

seperti

penahanan

garam,

dipelihara/dipertahankan.

f.

Hepatopulmonary syndrome [2]


Jarang, beberapa pasien-pasien dengan sirosis yang berlanjut dapat mengembangkan
hepatopulmonary syndrome. Pasien-pasien ini dapat mengalami kesulitan bernapas karena
hormon-hormon tertentu yang dilepas pada sirosis yang telah berlanjut menyebabkan paruparu berfungsi secara abnormal. Persoalan dasar dalam paru adalah bahwa tidak cukup darah
mengalir melalui pembuluh-pembuluh darah kecil dalam paru-paru yang berhubungan
dengan alveoli (kantung-kantung udara) dari paru-paru. Darah yang mengalir melalui paruparu dilangsir sekitar alveoli dan tidak dapat mengambil cukup oksigen dari udara didalam
alveoli. Sebagai akibatnya pasien mengalami sesak napas, terutama dengan pengerahan
tenaga.

g.

Hyperspleenism [2]
Limpa (spleen) secara normal bertindak sebagai suatu saringan (filter) untuk
mengeluarkan/menghilangkan sel-sel darah merah, sel-sel darah putih, dan platelet-platelet

(partikel-partikel kecil yang penting uktuk pembekuan darah) yang lebih tua. Darah yang
mengalir dari limpa bergabung dengan darah dalam vena portal dari usus-usus. Ketika
tekanan dalam vena portal naik pada sirosis, ia bertambah menghalangi aliran darah dari
limpa. Darah tersendat dan berakumulasi dalam limpa, dan limpa membengkak dalam
ukurannya, suatu kondisi yang dirujuk sebagai splenomegaly. Adakalanya, limpa begitu
bengkaknya sehingga ia menyebabkan sakit perut.
Ketika limpa membesar, ia menyaring keluar lebih banyak dan lebih banyak sel-sel darah
dan platelet-platelet hingga jumlah-jumlah mereka dalam darah berkurang. Hypersplenism
adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kondisi ini, dan itu behubungan dengan
suatu jumlah sel darah merah yang rendah (anemia), jumlah sel darah putih yang rendah
(leucopenia), dan/atau suatu jumlah platelet yang rendah (thrombocytopenia). Anemia dapat
menyebabkan

kelemahan,

leucopenia

dapat

menjurus

pada

infeksi-infeksi,

dan

thrombocytopenia dapat mengganggu pembekuan darah dan berakibat pada perdarahan yang
diperpanjang (lama).

h.

Kanker Hati (hepatocellular carcinoma) [2]


Sirosis yang disebabkan oleh penyebab apa saja meningkatkan risiko kanker hati
utama/primer (hepatocellular carcinoma). Utama (primer) merujuk pada fakta bahwa tumor
berasal dari hati. Suatu kanker hati sekunder adalah satu yang berasal dari mana saja didalam
tubuh dan menyebar (metastasizes) ke hati.

9.

PROGNOSIS (2), (14)


Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor, meliputi etiologi,

beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai. (2)
Klasifikasi Child-Pugh juga digunakan untuk menilai prognosis pasien sirosis yangakan
menjalani operasi, variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin, albumin, ada tidaknya asites,
ensefalopati dan juga status nutrisi. Klasifikasi ini terdiri dari Chil A, B dan C.

Klasifikasi Child-Pugh berkaitan dengan kelangsungan hidup. Angka kelangsungan hidup selama
1 tahun untuk pasien Child A, B dan C berturut-turut 100, 80, dan 45%.(2)

Tabel 1. Klasifikasi Child-Pugh pada Sirosis [14]


Faktor

Unit

Serum
bilirubin

mol/L

< 34

3451

> 51

mg/dL

< 2,0

2,03,0

> 3,0

> 35

3035

< 30

g/dL

> 3,5

3,03,5

< 3,0

Detik
pemanjangan

04

46

>6

INR

< 1,7

1,7-2,3

> 2,3

Ascites

Tidak ada

Dapat
dikontrol

Tidak dapat
dikontrol

Hepatic
encephalopathy

Tidak ada

Minimal

Berat

Serum albumin g/L

Prothrombin
time

Klasifikasi Child-Pugh dihitung dengan menjumlahkan skor dari lima faktor dan dapat bernilai dari 5 sampai 15.
Klasifikasi Child-Pugh kelas A (5-6), B (7-9), atau C (10 atau lebih). Keadaan dekompensasi mengindikasikan
cirrhosis dengan skor Child-Pugh 7 atau lebih (kelas B). [14]

DAFTAR PUSTAKA
1. Raymond T. Chung, Daniel K Podolsky,ChirrosisHepatis and its Complications.
Dalam :Harrisons principles of internal Medicine. Jilid II. Edisi 16. US. McGrawHillcompanies,inc. 2005. hal: 1858-1869
2. Nurdjanah Sitti. Sirosis hati. Dalam : Sudoyo AW et.al, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbitan ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UI;
2006. hal. 443-63.
3. Anastcio LR, Davisson Correia MIT. Nutrition therapy: Integral part of liver
transplant care. World J Gastroenterol 2016; 22(4): 1513-1522

4. Sutadi Sri M. Sirosis Hepatis. 2003; http://library.usu.ac.id/download/fk/penydalam


srimaryani5.pdf [diakses 31 Maret 2016].

5. Mark, Robert, Thomas, Justin, Michael, Fibrosis and Cirrhosis, The Merck Manual, 18 th
edition, Volume 1,2006 page 214
6. Sudoyo, Aru W.dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I edisi V. Jakarta : Interna
Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2009. 447-445
7.

Mahan L, stump S, Raymond J. medical nutrition therapy for hepatobiliary and


pancreatic disorder: Krause food and the nutrition care process 13 th edition.New
Jersey.2012.

8. Eghtesad S, Poustchi H, Malekzadeh R. Malnutrition in Liver Cirrhosis: The Influence of


Protein and Sodium. Middle East J Dig Dis 2013;5:65-75.
9. Tahira Sidiq, Nilofer Khan (2015) Nutrition as a Part of Therapy in the Treatment of
Liver Cirrhosis. J Nutr Food Sci 5: 004
10. http://www.medscape.com/viewarticle/529582_7
11. Complementary and Alternative Medicine Guide Condition,Cirrhosis, university of Mary
Land Medical Center, 2015
12. Anne S. nutritional support in chronic liver disease [internet].2006. available from:
http://www.medscape.com/viewarticle/529582
13. Hiroki Nishikawa and Yukio osaki. Liver Cirrhosis : Evaluation, Nutritional status, and
Prognosis. Hindawi Publishing Corporation Mediator of inflammation journal. Volume
2015
14. Ghany M, Hoofnagle JH. Approach to the patient with liver disease. In Kasper DL, Fauci
AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, editors. Harrison's principles of
internal medicine. New York: McGraw-Hill; 2005. p. 1808-13.
15. Stephen J. Mcphee, Maxine A. Papadakis,Hepatology, Current Medical Diagnosis and
Treatment,2008
16. Elaine N. Marieb, Katja hoehn,Human Anatomy and Physiology, 7 th
edition, 2007,page 914
17. Amodio P et al. The nutritional management of hepatic encephalopathy in patients with
cirrhosis: International Society for Hepatic Encephalopathy and Nitrogen Metabolism
consensus. Hepatology 2013 Jul; 58:325.

18. Idris, Shadia Mohamed Idris and, Ebtesam AL Ali. Assessment of Dietary Management
of Patients with Cirrhosis Liver. International Journal of Science and Research [IJSR],
India Online ISSN 2013 June : 2319-7064

Anda mungkin juga menyukai