1.
DEFINISI [2]
Istilah Sirosis hati diberikan oleh Laence tahun 1819, yang berasal dari kata Khirrosyang
berarti kuning orange (orange yellow), karena perubahan warna pada nodul-nodulyang terbentuk.
Pengertian sirosis hati dapat dikatakan sebagai berikut yaitu suatu keadaan disorganisasi yang
difuse dari struktur hati yang normal akibat nodul regeneratif yang dikelilingi jaringan
mengalami fibrosis. [2]
Secara lengkap Sirosis hati adalah Kemunduran fungsi liver yang permanen yang
ditandai dengan perubahan histopatologi. Yaitu kerusakan pada sel-sel hati yang merangsang
proses peradangan dan perbaikan sel-sel hati yang mati sehingga menyebabkan terbentuknya
jaringan parut. Sel-sel hati yang tidak mati beregenerasi untuk menggantikan sel-sel yang telah
mati. Akibatnya, terbentuk sekelompok-sekelompok sel-sel hati baru (regenerative nodules)
dalam jaringan parut. [2]
2.
EPIDEMIOLOGI(2), (4)
Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketiga pada pasien
yang berusia 45 46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker). Diseluruh dunia,
sirosis menempati urutan ke tujuh penyebab kematian. Sekitar 25.000 orang meninggal setiap
tahun akibat penyakit ini. (4)
Lebih dari 40% pasien sirosis asimtomatis. Keseluruhan insiden sisirosis di Amerika
diperkirakan 360 per 100.000 penduduk. Penyebabnya sebagian besar akibat penyakit hati
alkoholik maupun infeksi virus kronik. Di Indonesia, data prevalensi sirosis hati belum ada,
hanya laporan dari beberapa pusat pendidikan saja. Di RS Dr.Sardjito Yogyakarta jumlah pasien
sirosis hati berkisar 4,1 % dari pasien yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam dalam kurun
waktu 1 tahun (2004). Di Medan dalam kurun waktu 4 tahun dijumpai pasien sirosis hati
sebanyak 819 (4%) pasien dari seluruh pasien di Bagian Penyakit Dalam. (2)
Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika dibandingkan
dengan kaum wanita sekitar 1,6 : 1, dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30
59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 49 tahun. (2)
3.
ETIOLOGI[6]
Sirosis secara konvensional diklasifikasikan sebagai makronodular (besar nodul lebih dari 3 mm)
atau mikronodular (besar nodul kurang dari 3 mm) atau campuran mikro dan makro. Selain itu
dapat juga diklasifikasikan menurut etiologi. [6]
Sebagian besar jenis sirosis dapat diklasifikasikan secara etiologis dan morfologis menjadi : 1)
alkoholik 2) kriptogenik dan post hepatitis (pasca nekrosis), 3) biliaris, 4)kardiak 5) metabolik,
keturunan dan terkait obat. [6]
Etilogi dari sirosis hepatis disajikan dalam Tabel 1. Dinegara barat yang tersering akibat
alkoholik sedang kan di Indonesia terutama akibat infeksi virus hepatitis B maupun C. Hasil
penelitian di Indonesia menyebutkan virus hepatitis B menyebabkan sirois sebesar 40-50%, dan
virus hepatitis C 30-40%, sedangkan 10-20% penyebabnya tidak diketahui dan termasuk
kelompok virus bukan B dan C. Alkohol sebagai penyebab sirosis di Indonesia mungkin
frekuensinya kecil sekali karena belum ada datanya. [6]
Sebab-sebab Sirosis dan atau Penyakit Hati Kronik [6]
Penyakit infeksi:
Bruselosis
Ekinokokus
Skistosomiasis
Toksoplasmosis
Hepatitis virus (hepatitis B, hepatitis C, hepatitis D, sitomegalovirus)
Penyakit keturunan dan metabolik:
Defisiensi 1 antitripsin
Sindrom fanconi
Galaktosemia
Penyakit gaucher
Penyakit simpanan glikogen
Hemokromatosis
Intoleransi fruktosa herediter
Penyakit wilson
obat dan toksin:
alkohol
amiodaron
obstruksi bilier
penyakit perlemakan hati non alkoholik
sirosis bilier primer
kolangitis sklerosis primer
4.
kematian sel hati, regenerasi, dan fibrosis progresif. Dalam kaitannya dengan fibrosis, hati
normal mengandung kolagen interstitium (tipe I, III, dan IV) di saluran porta dan sekitar vena
sentralis, dan kadang-kadang di parenkim. Di ruang antara sel endotel sinusoid dan hepatosit
(ruang Disse) terdapat rangka retikulin halus kolagen tipe IV. Pada sirosis, kolagen tipe I dan III
serta komponen lain matriks ekstrasel mengendap di semua bagian lobus dan sel-sel endotel
sinusoid kehilangan penetrasinya. Juga terjadi pirau vena porta ke vena hepatica dan arteri
hepatica ke vena porta. Angiogenesis membentuk pembuluh darah baru pada lembaran fibrosa
yang mengelilingi nodul. Pembuluh darah ini menghubungkan arteri hepatica dan vena porta ke
venula hepatika. Adanya gangguan aliran darah seperti itu, berkontribusi dalam hipertensi porta,
yang meningkat akibat nodul regenerasi menekan venula hepatica. Proses ini pada dasarnya
mengubah sinusoid dari saluran endotel yang berlubang-lubang dengan pertukaran bebas antara
plasma dan hepatosit, menjadi saluran vaskuler tekanan tinggi beraliran cepat tanpa pertukaran
zat terlarut. Secara khusus, perpindahan protein (misal albumin, faktor pembekuan, lipoprotein)
antara hepatosit dan plasma sangat terganggu. (15), (5)
Sumber utama kelebihan kolagen pada sirosis tampaknya adalah sel stellata perisinusoid
penyimpan lemak, yang terletak di ruang Disse. Walaupun secara normal berfungsi sebagai
penyimpan vitamin A dan lemak, sel ini mengalami pengaktifan selama terjadinya sirosis,
kehilangan simpanan retinil ester, dan berubah menjadi sel mirip miofibroblas. Rangsangan
untuk sintesis dan pengendapan kolagen dapat berasal dari beberapa sumber : peradangan kronis,
disertai produksi sitokin peradangan seperti factor nekrosis tumor (TNF), limfotoksin, dan
interleukin 1; pembentukan sitokin oleh sel endogen yang cedera (sel Kupffer, sel endotel,
hepatosit, dan sel epitel saluran empedu); gangguan matriks ekstrasel; stimulasi langsung sel
stelata oleh toksin. (15)
Hipertensi porta pada sirosis disebabkan oleh peningkatan resistensi terhadap aliran porta
di tingkat sinusoid dan penekanan vena sentral oleh fibrosis perivenula dan ekspansi nodul
parenkim. Anastomosis antara system arteri dan porta pada pita fibrosa juga menyebabkan
hipertensi porta karena mengakibatkan system vena porta yang bertekanan rendah mendapat
tekanan arteri. Empat konsekuensi utama adalah (1) asites (2) pembentukan pirau vena
portosistemik, (3) splenomegali kongestif, dan (4) ensefalopati hepatika. (5)
(1)
(2)
sekitar 65% pasien dengan sirosis hati tahap lanjut dan menyebabkan hematemesis massif
dan kematian pada sekitar separuh dari mereka. Kolateral dinding abdomen tampak
sebagai vena subkutis yang melebar dan berjalan dari umbilicus ke arah tepi iga (kaput
(3)
5.
pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena kelainan penyakit lain. Gejala awal
sirosis hepatis meliputi :
Mual
pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, dan
hilangnya dorongan seksualitas.
Stadium lanjut (sirosis dekompensata), gejala-gejala lebih menonjol terutama bila timbul
komplikasi kegagalan hepar dan hipertensi portal, meliputi :
gangguan tidur
adanya gangguan pembekuan darah, pendarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus
dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, muntah darah atau melena, serta perubahan mental,
meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma.
(www.merckmedicus.com)
o Perubahan kuku
Muchrches nails
Berupa pita putih horisontal dipisahkan dengan warna normal kuku, diperkirakan
akibat hipoalbuminemia.
Terrys nail
Bagian 2/3 proksimal kuku tampak putih dan bagian 1/3 distal berwana merah
Clubbing finger
o Kontraktur Dupuytren
Kontraktur fleksi jari-jari akibat fibrosis fasia palmaris
Gambar 5. Ginekomasti
(http://www.medstudents.com.br)
o Hilangnya rambut dada dan aksila pada laki-laki (feminisme). Pada
perempuan menstruasi cepat berhenti.
o Atrofi testis hipogonadisme
Menyebabkan impotensi dan infertil. Tanda ini menonjol pada sirosis alkoholik dan
hemokromatosis.
o Ukuran hati bisa membesar, normal atau mengecil. Bilamana hati teraba,
hati sirotik teraba keras dan nodular.
o Splenomegali
Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien karena hipertensi porta. Sering
ditemukan terutama pada sirosis nonalkoholik.
o Asites
Penimbunan
cairan
dalam
rongga
peritonium
akibat
hipoalbuminemia.
Gambar 6. Asites
(www.gihealth.com/images/img.ascites.jpg)
o Caput medusa
Vena kolateral pada dinding perut
hipertensi
porta
dan
Gambar. 8. Ikterus
(http://en.wikipedia.org/wiki/Jaundice)
o Asterixis
Gerakan mengepak-ngepak dan dorsofleksi tangan yang bilateral asinkron pada pasien
dengan ensefalipati hepatik.
6.
DIAGNOSA
Urine
Dalam urine terdapat urobilnogen juga terdapat bilirubin bila penderita ada
ikterus. Pada penderita dengan asites , maka ekskresi Na dalam urine berkurang ( urine
kurang dari 4 meq/l) menunjukkan kemungkinan telah terjadi syndrome hepatorenal.
b.
Tinja
Terdapat kenaikan
ikterus,
ekskresi pigmen empedu rendah. Sterkobilinogen yang tidak terserap oleh darah, di
dalam usus akan diubah menjadi sterkobilin yaitu suatu pigmen yang menyebabkan tinja
berwarna cokelat atau kehitaman.
c.
Darah
Biasanya dijumpai normostik normokronik anemia yang ringan, kadang kadang
dalam bentuk makrositer yang disebabkan kekurangan asam folik dan vitamin B12 atau
karena splenomegali. Bilamana penderita pernah mengalami perdarahan gastrointestinal
maka baru akan terjadi hipokromik anemi. Juga dijumpai likopeni bersamaan dengan
adanya trombositopeni.
d.
Kadar normal albumin dalam darah 3,5-5,0 g/dL. Jumlah albumin dan globulin yang
masing-masing diukur melalui proses yang disebut elektroforesis protein serum.
Perbandingan normal albumin : globulin adalah 2:1 atau lebih. Selain itu, kadar asam
empedu
juga termasuk salah satu tes faal hati yang peka untuk mendeteksi kelainan
Peritoneoskopi (laparoskopi)
Secara laparoskopi akan tampak jelas kelainan hati. Pada sirosis hati akan jelas
kelihatan permukaan yang berbenjol-benjol berbentuk nodul yang besar atau kecil dan
terdapatnya gambaran fibrosis hati, tepi biasanya tumpul. Seringkali didapatkan
pembesaran limpa.
7.
A.
FARMAKOLOGIS [7]
Etiologi sirosis mempengaruhi penanganan sirosis. Terapi ini untuk mengurangi progresi
penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah kerusakan hati, pencegahan dan
penanganan komplikasi. Bilamana tidak ada koma hepatic diberikan diet yang mengandung
protein 1gkgBB dan kalori sebanyak 2000-3000 kkal /hari. [7]
Tatalaksanan pasien sirosis yang masih kompensata ditujukan untuk mengurangi progresi
kerusakan hati. Terapi pasien ditujukan untuk menghilangan etiologi, diantaranya : [7]
-
Penyakit hati nonalkoholik non alkoholik : menurunkan berat badan akan mencegah
terjadinya fibrosis.
Pengobatan fibrosis hati dengan pengobatan antifibrotik pada saat ini lebih mengarah
kepada peradangan dan tidak terhadap fibrosis. Dimasa datang, menempatkan sel stelata sebagai
target pengobatan dan mediator fibrogenik akan merupakan terapi utama. Interferon mempunyai
aktivitas antifibrotik yang dihubungkan dengan pengurangan aktivasi sel stelata. Kolkisin
memiliki efek antiperadangan da mencegah pembentukan kolagen, namun belum terbukti
sebagai anti fibrosis dan sirosis. Metrotreksat dan vitamin A sedang dalam penelitian. [7]
[7]
Asites : Tirah baring dan diawali diet rendah garam. Dapat diberikan sironolakton 100-200
mg sekali sehari, dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari, tanpa adanya
edema kaki atau 1 kg/hari dengan adanya edema kaki. Bila tidak adekuat dapat
dikombinasi dengan furosemid 20-40 mg/hari, maksimal 160 mg/hari. Parasentesis
dilakukan bila asites sagat besar dan dilindungi dengan pemberian albumin.
Varises esophagus : Sebelum berdarah dan sesudah berdarah dapat diberikan propanolol.
Waktu perdarahan akut dapat diberikan somatostatin atau okreotid, dilanjutkan dengan
skleroterapi atau ligasi endoskopi.
Transplantasi hati merupakan terapi definitive pada pasien sirosis dekompensata. [7]
PENATALAKSANAAN GIZI PADA SIROSIS HEPATIS[3], [7], [8], [9], [11] [13], [15], [17] [18]
Hepar melakukan empat fungsi utama dalam metabolisme protein : [8]
1. Pembentukan protein darah 80% disintesis di hepar dan disekresikan ke dalam aliran darah
untuk melakukan banyak fungsi. Protein darah ini termasuk faktor pembekuan, pembawa
dan transportasi protein, hormon, apolipoprotein, dan protein lain yang terlibat dalam
homeostasis dan pemeliharaan tekanan onkotik, seperti albumin.
2. Berperan dalam interkonversi asam amino. Asam amino dibagi menjadi dua kelompok yaitu
asam amino essensial dan non essensial.
3. Deaminasi asam amino, atau pemecahan untuk menghasilkan energi (ATP).
4. Sintesis urea.
Selain empat fungsi tersebut, banyak hormon lain dalam tubuh seperti insulin, glukagon,
epinefrin, dan steroid juga mengubah metabolisme protein.
Sirosis hepatis merupakan suatu kelainan terminal pada hati yang disebabkan oleh banyak
faktor seperti hepatitis kronik, alcohol, infeksi, dan gangguan metabolic. Pada sirosis hepatis
sering terjadi gangguan pada metabolism dari nutrisi. Diet nutrisi memiliki peran yang penting
pada terapi dari sirosis hepatis. Studi mengatakan protein merupakan salah satu kunci penting
pada terapi sirosis dalam menekan angka mortalitas. Pada sirosis hepatis sering terjadi protein
kalori malnutrisi. [8]
Karena peran protein dalam tubuh sangat penting, maka disfungsi hati dapat menyebabkan
banyak perubahan fisiologis dan kimia dalam tubuh, yang mengubah homeostasis. Seperti yang
dijelaskan oleh Charlton, bahwa hilangnya regulasi hepar pada metabolisme protein dapat
menyebabkan kematian yang cepat pada gagal hepar akut, dan berperan dalam komplikasi gagal
hepar kronis seperti Ensefalopati Hepatikum, ascites dan KEK. [8]
KEK terjadi berkisar 50%-90% dari pasien dengan sirosis hati dan menyebabkan perburukan
fungsi hepar. KEK pada pasien sirosis hepatic mengarah ke prognosis buruk , yang umumnya
tidak terdiagnosis karena komplikasi seperti edema dan ascites, yang membuat perubahan berat
badan menjadi sulit dinilai. Umumnya KEK terjadi sebagai akibat dari defisit kalori dan asupan
protein. Patogenesis KEK pada penyakit hepar adalah multifaktorial dan masih belum
sepenuhnya dipahami. [8]
Beberapa perubahan yang mempengaruhi status gizi pasien meliputi: [8]
1. Penurunan intake
Pada penderita sering mengalami anorexia dan gejala gastrointestinal seperti mual,
muntah, diare, dan konstipasi. Hal ini yang menyebabkan intake oral menjadi menurun.
Pasien dengan komplikasi hepatic ensefalopati juga mengalami intake yang menurun
disebabkan oleh penurunan kesadaran.
Hypozincemia, atau defisiensi zinc dikaitkan dengan penyakit hati. Zinc baru dapat
bekerja bila berikatan dengan albumin. Pada sirosis didapatkan kadar albumin yang rendah
sehingga zinc tidak dapat bekerja. Defisiensi zinc berperan dalam pengembangan anoreksia,
mulut kering serta perubahan rasa / bau (rasa metalik) yang dapat berkontribusi untuk
menurunkan asupan makanan.
2. Perubahan metabolik
Perubahan metabolik yang terjadi pada penyakit hati adalah akibat dari perubahan
hormonal dan nutrisi. Karena hati tidak dapat mensintesis dan menyimpan jumlah glikogen
yang cukup, maka glukosa yang berasal dari sumber karbohidrat tidak tersedia dalam tubuh.
Hal ini menyebabkan terjadinya awal dari "keadaan puasa" dimana tubuh menggunakan
gliserol dan asam amino, senyawa yang dibutuhkan untuk glukoneogenesis atau produksi
glukosa dari sumber sumber non-karbohidrat. Penelitian mencari perubahan komposisi
tubuh pada pasien yang menunjukkan pemecahan lemak yang signifikan pada stadium awal
penyakit hepar yang berkembang menjadi penipisan otot yang signifikan dengan disfungsi
hati yang berat. Terutama untuk pasien dengan dekompensasi sirosis.
3. Peningkatan aktivitas -adrenergik.
Dalam satu studi, Greco et al. diukur pengeluaran dua puluh empat jam energi
expenditure dan oksidasi substrat dari sepuluh pasien laki-laki. Mereka mengamati bahwa
pasien ini mengalami hipermetabolisme bersaman dengan gangguan metabolik lain seperti
peningkatan utilisasi lipid dan resistensi insulin, yang bersama-sama menyebabkan
malnutrisi. Hipermetabolisme ini sebagian disebabkan aktivitas -adrenergik yang
meningkat, sebesar 25%, yang dapat mempengaruhi kehilangan otot dan status protein
tubuh. Hormon sistem saraf simpatik (SNS) menstimulasi glukoneogenesis dan dari waktu
ke waktu dapat menempatkan tubuh dalam keadaan hipermetabolik, yang menyebabkan
peningkatan pemecahan otot. Mller et al. telah menunjukkan peningkatan yang signifikan
dari konsentrasi epinefrin plasma (56%) dan norepinefrin (41%) pada sirosis
hipermetabolik. Mereka menjelaskan bahwa tingkat metabolisme per kgbb dari sel massa
tubuh meningkat pada pasien sirosis yang malnutrisi dan orang-orang dengan gangguan
sirkulasi hepar. Studi lain juga menemukan peningkatan katekolamin plasma dan aktivasi
SNS di sirosis.
4. Malabsorpsi Lemak. Karena hati tidak mampu menghasilkan jumlah yang cukup empedu,
malabsorbsi asam lemak memberikan kontribusi untuk terjadinya KEK dengan jumlah
kalori yang tersedia yang digunakan tubuh menurun.
Kadar serum albumin merupakan salah satu protein hati yang telah lama digunakan
sebagai penanda status gizi dan malnutrisi. Baru-baru ini, tingkat prealbumin yang memiliki
masa waktu yang lebih singkat dan mampu menunjukkan perubahan lebih cepat dari tingkat
albumin telah dianggap sebagai penanda gizi pilihan oleh banyak klinisi. Namun albumin,
prealbumin, dan banyak dari protein hati lain seperti transferin dipengaruhi oleh banyak faktor
selain status gizi yakni menurunnya protein fase akut pada infeksi / peradangan, luka, atau
trauma. Hal ini juga berlaku pada penyakit hati dan sirosis. Hati tidak mampu menghasilkan
albumin sebanyak sebelumnya dan proses penyakit itu sendiri sebagai stressor dalam tubuh
sehingga menyebabkan keadaan kronis dari inflamasi yang selanjutnya menyebabkan fluktuasi
dalam kadar albumin. Penurunan kadar albumin dan prealbumin ini terjadi terlepas dari status
gizi pasien dan meningkat lagi ketika tidak ada stressor pada tubuh. Oleh karena itu, tidak boleh
menggunakan penanda dari status gizi untuk pasien ini.
sedangkan arus listrik berlalu dengan cepat melalui otot karena kadar air yang tinggi. Hal ini
karena ketergantungan BIA pada cairan tubuh, sedangkan pemeriksaan ini tidak akan akurat
menentukan komposisi tubuh pada pasien dengan ascites.
Salah satu metode evaluasi gizi buruk pada edema / asites menjadi pertimbangan adalah
penilaian global subjektif (Subjective Global Assessment, SGA) yang menentukan tingkat
malnutrisi berdasarkan perubahan berat badan dan asupan makanan, adanya gejala GI (mual /
muntah / diare) , kapasitas fungsional pasien, serta penilaian fisik lemak subkutan, pengecilan
otot, edema, dan ascites. SGA biasanya digunakan untuk mendeteksi malnutrisi pada pasien hati
karena sederhana dan efektif. Namun melakukan SGA membutuhkan profesional terlatih,
terutama untuk melakukan penilaian fisik secara akurat. Meskipun dibandingkan dengan BIA,
SGA dapat digunakan pada pasien dengan ascites.
Kekuatan pegangan tangan (Hand Grip Strength, HGS) juga dapat digunakan untuk
menilai status gizi. Pemeriksaan ini untuk mengidentifikasi 63% dari pasien sirosis kurang gizi,
yang lebih unggul dengan SGA. Dalam metode ini digunakan dinamometer untuk mengukur
kekuatan atau energi yang diberikan oleh tangan non-dominan, hasil yang kemudian
dibandingkan tabel dari nilai normal berdasarkan jenis kelamin dan usia pada volunter yang
sehat. Salah satu keuntungan dari metode ini adalah bahwa hal itu lebih baik memprediksi
komplikasi sirosis dibandingkan dengan BMI, lipatan kulit, BIA, dan SGA, namun tidak
berkorelasi dengan score Child-Pugh
Meskipun memiliki keterbatasan pada beberapa pasien, HGS dan BIA dapat digunakan
sebagai penilaian komposisi tubuh yang direkomendasikan pada kebanyakan pasien dengan
sirosis.
Intervensi Nutrisi
Manajemen diet pada sirosis ditujukan agar status nutrisi penderita tetap terjaga,
mencegah memburuknya penyakit hati, dan mencegah terjadinya ensefalopati hepatik sehingga
kualitas serta harapan hidup penderita juga akan membaik. Pada pasien sirosis dilakukan diet
tinggi protein dan tinggi kalori untuk memperbaiki status gizi pasien. Pemberian protein pada
penderita sirosis memang cukup memusingkan. Kelebihan protein dapat mengakibatkan
peningkatan amonia darah yang berbahaya, sedangkan kekurangan protein akan menghambat
penyembuhan sel hati. [13]
Saat ini para dokter lebih memilih untuk memberikan diet tinggi kalori tinggi protein
dengan
maksud agar sel-sel hati dapat beregenerasi. Sedangkan untuk mengontrol tingkat
amonia darah digunakan laktulosa dan atau suatu jenis antibiotik yang bernama neomisin. [9]
Menurut Wolf (2011) nutrisi yang seimbang baik dari segi kalori, karbohidrat, protein dan
lemak, akan membawa pengaruh yang baik untuk memperbaiki kerusakan sel hati. Pada tingkat
tertentu, kerusakan sel hati masih bisa diperbaiki dengan cara memproduksi sel hati baru yang
sehat. Widiastuti dan Mulyati (2005) meneliti bahwa kadar albumin secara umum rata-rata
meningkat pada pasien sirosis hati yang diberikan suplemen asam amino rantai cabang (BCAA).
Penderita sirosis hati harus meringankan beban kerja hati. Aktivitas sehari-hari disesuaikan
dengan kondisi tubuh. Pemberian obat-obatan (hepatotoksik) harus dilakukan dengan sangat
hati-hati. Penderita harus melakukan diet seimbang, cukup kalori, dan mencegah konstipasi. [9]
a. Energi
Kebutuhan energi bervariasi antara pasien, beberapa studi yang mengukur BMR pasien
menemukan bahwa pasien dengan stadium akhir penyakit hati memiliki metabolisme normal,
sedangkan gangguan hati lainnya mengalami hipo/hipermetabolisme. Walaupun beberapa studi
menyimpulkan pasien sirosis tidak membutuhkan kalori lebih, dolz dkk. (1991) memutuskan
bahwa asites meningkatkan energy expenditure sedikit. Di sisi lain, dua penelitian menemukan
peningkatan BMR pada 6 bulan dan 12 bulan paska pemasangan shunt. (allard et al., 2001;
plauth et al., 2004). [7]
Bagaimanapun peningkatan ini mungkin sebagai hasil bahwa berat tubuh kering
meningkat setelah pemasangan shunt. Pada umumnya kebutuhan energy untuk pasien gangguan
hati stadium akhir dan tanpa asites sekitar 120% hinggal 140% BMR. Dapat ditingkatkan hingga
150-175% BMR jika terjadi asites, infeksi atau malabsorbsi, atau jika dibutuhkan pengembalian
nutrisi. [8]
Ini setara dengan 35-40 kkal/kgBB/hari, dan diperlukan perkiraan berat badan kering
dalam perhitungan untuk mencegah overfeeding. Suplemen oral atau tube dapat digunakan untuk
serta
diturunkan menjadi 0,5-1,5 g / kg berat badan / hari pada ensefalopati stadium I atau II
dan 0,5 g / kg berat badan / hari pada ensefalopati stadium III atau IV
Asam amino rantai cabang mungkin mencetuskan pengembangan ensefalopati hati
dengan meningkatkan asam amino aromatik melintasi blood brain barrier, yang
mengakibatkan sintesis neurotransmitter palsu,untuk alasan ini, itu hipotesis bahwa
Asam amino rantai cabang (Branched Chain Amino Acids, BCAA - leusin, isoleusin, dan
valin dengan ratio 2:1:1,2) dan asam amino aromatik (Aromatic Amino Acids, AAA - triptofan,
fenilalanin, dan tirosin) merupakan asam amino esensial. Pada penyakit hati, akibat perubahan
metabolisme asam amino terjadi perubahan profil asam amino tubuh dan perubahan rasio
BCAA:AAA ( 3 : 1) yakni AAA menjadi lebih tinggi dan BCAA lebih rendah (1 : 3). Yang
mungkin berkontribusi terhadap beberapa komplikasi, terutama HE. Suplementasi dengan BCAA
telah digunakan untuk menormalkan rasio ini. Sintesis albumin juga diatur oleh leusin. Oleh
karena itu, pasien yang mengonsumsi suplemen BCAA cenderung memiliki tingkat serum
albumin lebih tinggi, secara keseluruhan status gizi dan kualitas hidup menjadi lebih baik. BCCA
direkomdendasikan untuk memenuhi dan mempertahanlan keseimbangan nitrogen pada pasien
yang intoleran terhadap diet protein. Sumber BCAA dapat ditemukan pada putih telur, kedelai,
rumput laut, whey protein, ikan, daging.(8), (9), [18]
Kandungan serat yang tinggi dari sumber protein nabati tampaknya memiliki manfaat
tersendiri pada pasien dengan sirosis, dengan mengurangi kadar amonia. Sumber Protein nabati
memiliki arginine yang tinggi, yaitu asam amino untuk menurunkan kadar ammonia darah
melalui peningkatan sintesis urea. Protein nabati juga memiliki kadar metionin dan triptofan
yang rendah. Serat juga menyebabkan peningkatan jumlah tinja dan membuat feses menjadi
padat karena peningkatan massa bakterial, sedangkan bakteri kolon menggunakan nitrogen untuk
pertumbuhan. Serat juga menyebabkan peningkatan motilitas kolon dan penurunan waktu transit
sehingga mempengaruhi eksresi nitrogen. Metabolisme serat oleh bakteri kolon menyebabkan
pH kolon yang lebih rendah sehingga mencegah absorpsi amonia. (8)
Protein nabati merupakan protein yang tidak lengkap karena hanya memiliki satu atau
lebih dari asam amino esensial yang dibutuhkan sehingga protein nabati harus dikonsumsi dalam
kombinasi dengan protein nabati lainnya untuk memberikan jumlah asam amino esensial yang
cukup bagi tubuh. Salah satu limiting asam amino dalam protein nabati adalah metionin (asam
amino limiting pada kacang dan kedelai), merupakan asam amino yang mengandung sulfur, yang
dipecah dan dimetabolismae di usus dan hati, serta menghasilkan merkaptan atau analog sulfur
dari alkohol. Produk sampingan metionin dari usus diketahui penting dalam patogenesis HE.
Oleh karena itu protein nabati yang rendah metionin menjadi sumber protein yang lebih baik
untuk pasien dengan HE atau pada pasien yang berisiko tinggi berkembang menjadi HE. (8), [11]
Karena makanan yang mengandung protein nabati yang biasanya besar dan harus
dimakan dalam jumlah yang lebih besar untuk memberikan tubuh jumlah asam amino esensial
yang cukup, diet dengan sayuran sebagai satu-satunya sumber energi mungkin tidak praktis
untuk pasien, beberapa di antaranya mungkin juga mengalami nafsu makan berkurang atau cepat
kenyang. Diet vegetarian memiliki jumlah yang cukup zat besi, dan kalcium. Oleh karena itu,
peneliti telah menyarankan bahwa diet yang menggabungkan protein nabati dan kasein (protein
susu) dapat menghasilkan hasil yang diinginkan pada pasien sirosis. Sejumlah penelitian telah
menunjukkan kurangnya peningkatan kadar amonia dalam darah setelah konsumsi kasein
dibandingkan dengan asupan protein darah lainnya. Selain itu kombinasi dengan bahan yang
mengandung tinggi protein seperti telur, daging putih (ikan, ayam), dan tentu saja susu rendah
lemak lebih dianjurkan dibanding komsumsi daging merah. (8)
d. Lipid
Sirosis ditandai dengan metabolisme lemak yang terganggu, sehingga lemak makanan
tidak dimetabolisme dengan lengkap. Jika terjadi gagal hati, overfeeding harus dihindari karena
kelebihan kalori dapat berkontribusi dalam sintesis lemak dan terjadi akumulasi lemak dalam
hati. Lemak yang direkomendasikan 10-15% dari total kalori. [17]
Beberapa penilitian menyimpulkan bahwa kelebihan lemak makanan yaitu asupan tinggi
lemak total, lemak jenuh dan polyunsaturated fat ikut terlibat dapat mendorong perkembangan
sirosis. Trigliserida rantai medium (C8-C10) dimasukkan dalam diet sirosis, dimana mudah
dicerna dan diserap dengan tidak adanya empedu. Minyak zaitun merupakan lemak tak jenuh dan
memiliki dampak yang kurang signifikan pada cholestrol darah, sehingga disarankan untuk
menggunakan minyak zaitun dalam memasak sebagai pengganti mentega, margarine, shortening,
dan minyak sayur. [9]
Defisiensi vitamin larut lemak terjadi pada semua gagal hati, khususnya penyakit
kolestatik dimana terjadi malabsorbsi dan steatore. Maka dari itu diperlukan suplementasi
menggunakan bentuk larut air vitamin k secara iv/im 3 hari. Vitamin K juga sangat penting untuk
management dari sirosis karena membantu mencegah perdarahan dari jaringan hati, serta
membantu daalam konversi glukosa menjadi glikogen , yaitu suatu produk yang disimpan di
dalam hati. Glikogen sangat penting untuk ekskresi empeu dan fungsi hati yang sehat. Vitamin
K dapat ditemukan pada brocoli, alpukat, bayam, kale, stroberi, kubis dan telur.. Vitamin D yang
direkomendasikan 800-1000 IU dan kalsium 1000 mg jika terjadi defisiensi dan pada kasus
penggunaan kortikosteroid. Suplemen kalsium yang direkomendasikan untuk pasien dengan
osteopenia dan osteoporosis sekitar 1200-1500 mg. [3] [15], [17]
Suplemen zinc pada dosis 600 mg / hari selama 3 bulan telah meningkatkan fungsi
mental pada pasien dengan ensefalopati hepatik. Sumber zink dapat ditemukan pada daging
merah, biji-bijian, kuning telur, tiram, kacang-kacangan, bawang putih, jamur, kepiting, bayam,
coklat hitam. [11]
Pada sirosis hepatis terjadi kerusakan pada sel steatosit hepatic dimana merupakan tempat
penyimpanan vitamin A. sehingga dapat terjadi defisiensi vitamin A dengan gejala rabun senja.
Dapat diberikan vitamin A (25.000 unit / hari) selama 4-12 minggu. Hati hati dalam pemberian
vitamin A karena dapat menyebabkan intoksikasi vitamin A yang berakibat memburuknya sirosis
hepar. (13)
Asites juga meningkatkan risiko komplikasi utama lainnya seperti gagal ginjal, hydrothorax atau
perdarahan varises, antara komplikasi lain yang mungkin terjadi sebagai akibat dari paracentesis
atau pengambilan cairan, yang semuanya memerlukan pembatasan natrium itu sendiri. Namun
hanya akan mengurangi ascites pada sekitar 10% -15% dari pasien. Oleh karena itu pilihan
pengobatan lain juga dilakukan contohnya diuretik digunakan untuk meningkatkan ekskresi
natrium urin dan ekskresi cairan. Seperti disebutkan, paracentesis juga digunakan untuk
menghilangkan asites volume besar dari abdomen. [8]
American Association for the Study of Liver Diseases (AASLD) merekomendasikan
pembatasan diet natrium 2000 mg / hari sesuai untuk pengelolaan ascites. pembatasan cairan
biasanya tidak diperlukan, karena air mengikuti natrium. (8)
Makanan yang termasuk tingi sodium yaitu sup dan sayuran kaleng; daging olahan
(seperti bacon), sosis dan daging asap; keju; bumbu; dan berbagai makanan ringan
g. Probiotik
Pada pasien sirosis hati ada ketidakseimbangan flora usus bakteri yang memberikan
kontribusi signifikan terhadap produksi amonia, sehingga terjadi berbagai tingkat ensefalopati.
Hal ini menyebabkan pasien harus mendapatkan asupan kombinasi tambahan dari probiotik yang
bermanfaat untuk mengurangi kadar ammonia darah. Pasien yang diobati dengan kombinasi
probiotik (Lactobacillus plantarum) dan serat memiliki tingkat yang lebih rendah terkena infeksi
bakteri dan mencegah translokasi bakteri. [9]
8.
a.
KOMPLIKASI [2]
dan lebih banyak garam dan air yang tertahan, cairan juga mungkin berakumulasi dalam
rongga perut antara dinding perut dan organ-organ perut. Akumulasi cairan ini (disebut
ascites) menyebabkan pembengkakkan perut, ketidaknyamanan perut, dan berat badan yang
meningkat.
b.
Perdarahan juga mungkin terjadi dari varices-varices yang terbentuk dimana saja didalam
usus-usus, contohnya, usus besar (kolon), namun ini adalah jarang. Untuk sebab-sebab yang
belum diketahui, pasien-pasien yang diopname karena perdarahan yang secara aktif dari
varices-varices kerongkongan mempunyai suatu risiko yang tinggi mengembangkan
spontaneous bacterial peritonitis.
d. Hepatic encephalopathy[2]
Beberapa protein-protein dalam makanan yang terlepas dari pencernaan dan penyerapan
digunakan oleh bakteri-bakteri yang secara normal hadir dalam usus. Ketika menggunakan
protein untuk tujuan-tujuan mereka sendiri, bakteri-bakteri membuat unsur-unsur yang
mereka lepaskan kedalam usus. Unsur-unsur ini kemudian dapat diserap kedalam tubuh.
Beberapa dari unsur-unsur ini, contohnya, ammonia, dapat mempunyai efek-efek beracun
pada otak. Biasanya, unsur-unsur beracun ini diangkut dari usus didalam vena portal ke hati
dimana mereka dikeluarkan dari darah dan di-detoksifikasi (dihilangkan racunnya).
Ketika unsur-unsur beracun berakumulasi secara cukup dalam darah, fungsi dari otak
terganggu, suatu kondisi yang disebut hepatic encephalopathy. Tidur waktu siang hari dari
pada malam hari (kebalikkan dari pola tidur yang normal) adalah diantara gejala-gejala
paling dini dari hepatic encephalopathy. Gejala-gejala lain termasuk sifat lekas marah,
ketidak mampuan untuk konsentrasi atau melakukan perhitungan-perhitungan, kehilangan
memori, kebingungan, atau tingkat-tingkat kesadaran yang tertekan. Akhirnya, hepatic
encephalopathy yang parah/berat menyebabkan koma dan kematian.
Ensefalopati hepatic merupakan kelainan neuropsikiatri akibat disfungsi hati. Mula-mula
ada gangguan tidur kemudian berlanjut sampai gangguan kesadaran dan koma. Ensefalopati
hepatic terjadi karena kegagalan hepar melakukan detoksifikasi bahan-bahan beracun (NH3
dan sejenisnya). NH3 berasal dari pemecahan protein oleh bakteri di usus. Oleh karena itu,
peningkatan kadar NH3 dapat disebabkan oleh kelebihan asupan protein, konstipasi, infeksi,
gagal hepar, dan alkalosis.
Berikut pembagian stadium ensefalopati hepatikum:
Stadium
0
Manifestasi Klinis
Kesadaran normal, hanya sedikit ada penurunan daya ingat,
1
2
3
4
e.
penting
lain
dari
ginjal-ginjal,
seperti
penahanan
garam,
dipelihara/dipertahankan.
f.
g.
Hyperspleenism [2]
Limpa (spleen) secara normal bertindak sebagai suatu saringan (filter) untuk
mengeluarkan/menghilangkan sel-sel darah merah, sel-sel darah putih, dan platelet-platelet
(partikel-partikel kecil yang penting uktuk pembekuan darah) yang lebih tua. Darah yang
mengalir dari limpa bergabung dengan darah dalam vena portal dari usus-usus. Ketika
tekanan dalam vena portal naik pada sirosis, ia bertambah menghalangi aliran darah dari
limpa. Darah tersendat dan berakumulasi dalam limpa, dan limpa membengkak dalam
ukurannya, suatu kondisi yang dirujuk sebagai splenomegaly. Adakalanya, limpa begitu
bengkaknya sehingga ia menyebabkan sakit perut.
Ketika limpa membesar, ia menyaring keluar lebih banyak dan lebih banyak sel-sel darah
dan platelet-platelet hingga jumlah-jumlah mereka dalam darah berkurang. Hypersplenism
adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kondisi ini, dan itu behubungan dengan
suatu jumlah sel darah merah yang rendah (anemia), jumlah sel darah putih yang rendah
(leucopenia), dan/atau suatu jumlah platelet yang rendah (thrombocytopenia). Anemia dapat
menyebabkan
kelemahan,
leucopenia
dapat
menjurus
pada
infeksi-infeksi,
dan
thrombocytopenia dapat mengganggu pembekuan darah dan berakibat pada perdarahan yang
diperpanjang (lama).
h.
9.
beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai. (2)
Klasifikasi Child-Pugh juga digunakan untuk menilai prognosis pasien sirosis yangakan
menjalani operasi, variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin, albumin, ada tidaknya asites,
ensefalopati dan juga status nutrisi. Klasifikasi ini terdiri dari Chil A, B dan C.
Klasifikasi Child-Pugh berkaitan dengan kelangsungan hidup. Angka kelangsungan hidup selama
1 tahun untuk pasien Child A, B dan C berturut-turut 100, 80, dan 45%.(2)
Unit
Serum
bilirubin
mol/L
< 34
3451
> 51
mg/dL
< 2,0
2,03,0
> 3,0
> 35
3035
< 30
g/dL
> 3,5
3,03,5
< 3,0
Detik
pemanjangan
04
46
>6
INR
< 1,7
1,7-2,3
> 2,3
Ascites
Tidak ada
Dapat
dikontrol
Tidak dapat
dikontrol
Hepatic
encephalopathy
Tidak ada
Minimal
Berat
Prothrombin
time
Klasifikasi Child-Pugh dihitung dengan menjumlahkan skor dari lima faktor dan dapat bernilai dari 5 sampai 15.
Klasifikasi Child-Pugh kelas A (5-6), B (7-9), atau C (10 atau lebih). Keadaan dekompensasi mengindikasikan
cirrhosis dengan skor Child-Pugh 7 atau lebih (kelas B). [14]
DAFTAR PUSTAKA
1. Raymond T. Chung, Daniel K Podolsky,ChirrosisHepatis and its Complications.
Dalam :Harrisons principles of internal Medicine. Jilid II. Edisi 16. US. McGrawHillcompanies,inc. 2005. hal: 1858-1869
2. Nurdjanah Sitti. Sirosis hati. Dalam : Sudoyo AW et.al, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbitan ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UI;
2006. hal. 443-63.
3. Anastcio LR, Davisson Correia MIT. Nutrition therapy: Integral part of liver
transplant care. World J Gastroenterol 2016; 22(4): 1513-1522
5. Mark, Robert, Thomas, Justin, Michael, Fibrosis and Cirrhosis, The Merck Manual, 18 th
edition, Volume 1,2006 page 214
6. Sudoyo, Aru W.dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I edisi V. Jakarta : Interna
Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2009. 447-445
7.
18. Idris, Shadia Mohamed Idris and, Ebtesam AL Ali. Assessment of Dietary Management
of Patients with Cirrhosis Liver. International Journal of Science and Research [IJSR],
India Online ISSN 2013 June : 2319-7064