Anda di halaman 1dari 19

Giovanni D / Kheluwis S / Laurensia S M

BAB 1

PENDAHULUAN

Sosial Kognitif merupakan suatu proses mental dalam menerima,


mengintrepretasikan, dan merespons interaksi sosial. Social Cognition
Psychometric Evaluation (SCOPE) mengidentifikasikan 4 bagian dari sosial
kognitif yaitu persepsi emosi, persepsi dan pengetahuan sosial, Theory of Mind
(ToM), dan Attributional Style / Bias.1 Sosial kognitif yang buruk akan
menciptakan perilaku sosial maladaptif sehingga memberikan efek negatif pada
suatu komunitas.Pada pasien skizofrenia, selain faktor neurokognitif, fungsi ini
juga mengalami kerusakan dan masuk ke salah satu kriteria Skizofrenia, dimana
tidak hanya berdampak pada hubungan sosial, status pekerjaan, tapi juga pada
kualitas hidup pasien skizofrenia.1

Terapi psikofarmako pada pasien Skizofrenia bisa mengurangi gejala


psikotik namun tidak memberikan perbaikan pada disfungsi sosialnya. 2 Oleh
karena itu, penelitian mengenai sosial kognitif pada pasien Skzofrenia meningkat
dalam waktu 10 tahun terakhir ini, terdapat 61 studi, diantaranya 20 studi broad
based interventions, 31 studi targeted interventions, 9 studi penggunaan
Oksitosin, dan 1 studi transcranial direct current stimulation. Intervensi semua ini
dilaporkan rata-rata telah memberikan hasil yang positif pada perbaikan sosial
kognitif.1

Review ini bertujuan untuk mendeskripsikan perkembangan treatment pada


kerusakan sosial kognitif pasien Skizofrenia. Secara garis besar, dibagi menjadi 3
macam treatment, yaitu Broad-Based Interventions, Targeted Interventions, dan
Medication and Neurostimulation.1

FK Universitas Tarumanagara
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa / RS Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode : 7 Januari 2017 11 Februari 2017
Giovanni D / Kheluwis S / Laurensia S M

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 SKIZOFRENIA

Skizofrenia merupakan bentuk gangguan jiwa psikosis fungsional paling berat,


dan lazim yang menimbulkan disorganisasi personalitas yang terbesar. Dalam
kasus berat, pasien tidak mempunyai kontak dengan realitas, sehingga pemikiran
dan perilakunya abnormal. Perjalanan penyakit ini secara bertahap akan menuju
kearah kronisitas, tetapi sekali-kali bisa menimbulkan serangan. Jarang bisa
terjadi pemulihan sempurna dengan spontan dan jika tidak diobati biasanya
berakhir dengan personalitas yang rusak.

Keadaan ini pertama kali digambarkan oleh Kraepelin pada tahun 1896
berdasarkan gejala dan riwayat alamiahnya. Kraepelin menamakannya dementia
prekoks. Pada tahun 1911, Bleuler menciptakan nama skizofrenia untuk menandai
putusnya fungsi psikis, yang menentukan sifat penyakit ini. Secara garis besar
skizofrenia dapat digolongkan kepada beberapa tipe yaitu, skizofrenia paranoid,
skizofrenia hebefrenik, skizofrenia katatonik, skizofrenia tak terinci, depresi pasca
skizofrenia, skizofrenia residual, skizofrenia simpleks, skizofrenia yang lain-lain
dan skizofrenia yang tak tergolongkan.

Menurut Epidemiologic Catchment Ares study, di Amerika prevalensi


skizofrenia berkisar dari 0,6% menjadi 1,9%, dengan rata-rata sekitar 1%. Dengan
hanya beberapa kemungkinan pengecualian,prevalensi di seluruh dunia
skizofrenia sangat miripdi antara semua budaya. Skizofrenia paling sering dimulai
pada masa remaja akhir atau dewasa awal dan jarang terjadi sebelum masa
remajaatau setelah usia 40 tahun. Meskipun prevalensiskizofrenia adalah sama
pada laki-laki dan perempuan, yang mulai cenderung terkena lebih awal adalah
pada pria. Pria paling sering memiliki episode pertama mereka pada awal usia 20,
sedangkan perempuan biasanya selama akhir usia duapuluhan sampai umur 30.

FK Universitas Tarumanagara
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa / RS Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode : 7 Januari 2017 11 Februari 2017
Giovanni D / Kheluwis S / Laurensia S M

Gejala pada Skizofrenia :Indikator premorbid (pra-sakit) pre-skizofrenia


antara lain ketidakmampuan seseorang mengekspresikan emosi: wajah dingin,
jarang tersenyum, acuh tak acuh. Penyimpangan komunikasi: pasien sulit
melakukan pembicaraan terarah, kadang menyimpang (tangential) atau berputar-
putar (sirkumstantial). Gangguan atensi: penderita tidak mampu memfokuskan,
mempertahankan, atau memindahkan atensi. Gangguan perilaku: menjadi pemalu,
tertutup, menarik diri secara sosial, tidak bisa menikmati rasa senang, menantang
tanpa alasan jelas, mengganggu dan tak disiplin.

Gejala-gejala skizofrenia pada umumnya bisa dibagi menjadi dua kelas:


1. Gejala-gejala Positif
Termasuk halusinasi, delusi, gangguan pemikiran (kognitif). Gejala-gejala
ini disebut positif karena merupakan manifestasi jelas yang dapat diamati
oleh orang lain.
2. Gejala-gejala Negatif
Gejala-gejala yang dimaksud disebut negatif karena merupakan kehilangan
dari ciri khas atau fungsi normal seseorang. Termasuk kurang atau tidak
mampu menampakkan/mengekspresikan emosi pada wajah dan perilaku,
kurangnya dorongan untuk beraktivitas, tidak dapat menikmati kegiatan-
kegiatan yang disenangi dan kurangnya kemampuan bicara (alogia).

Unsur patogenesis skizofrenia belum dapat diketahui . Dugaan adanya


unsur genetik telah dianggap sebagai kondisi yang melatarbelakangi gangguan
psikosis, sebagian besar karena hasil penelitian yang distimulasi oleh
ditemukannya obat-obat antipsikosis. Pada tingkat tertentu, asumsi ini banyak
didukung dengan ditemukannya kasus-kasus skizofrenia yang disebabkan oleh
keturunan. Pembuktian yang aktual tentang adanya keterkaitan kromosom dengan
menggunakan teknik genetik molekuler sulit dilakukan secara psati, baik karena
kejadian yang spesifik tidak dapat disamakan maupun karena adanya banyak gen
yang terlibat di dalamnya.

Meskipun obat antipsikotik adalah utama dari pengobatan skizofrenia,


penelitian telah menemukan bahwa intervensi psikososial, termasuk psikoterapi,

FK Universitas Tarumanagara
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa / RS Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode : 7 Januari 2017 11 Februari 2017
Giovanni D / Kheluwis S / Laurensia S M

dapat menambah perbaikan klinis. Farmakologis digunakan untuk mengobati


ketidakseimbangan kimia, sedangkan nonfarmakologis berkaitan dengan masalah
nonbiological. Skizofrenia biasanya menggunakan terapi tunggal. Modalitas
psikososial harus diintegrasikan ke dalam pengobatan. Pasien dengan skizofrenia
mempunyai manfaat yang lebih dari penggunaan kombinasi obat antipsikotik dan
psikososial.

2.2 SOSIAL KOGNITIF DAN KERUSAKANNYA PADA PASIEN


SKIZOFRENIA

Social Cognition Psychometric Evaluation (SCOPE) mengidentifikasikan 4


bagian dari sosial kognitif yaitu:1-2

Persepsi Emosi

Proses identification, facilitating, understanding, dan managing emosi.


Persepsi emosi merupakan kemampuan memahami emosi lewat ekspresi
wajah, perubahan suara, ataupun kombinasi dari kedua hal tersebut. Pasien
Skizofrenia, mengalami defisit pada identifikasi dan diskriminasi afek
wajah. Beberapa studi, menemukan adanya kerusakan pada persepsi emosi
negatif (contoh : rasa takut dan marah) lebih banyak daripada emosi
positif.1-2

Persepsi dan Pengetahuan Sosial

Kemampuan seseorang menginterpretasikan sosial dari gestur dan perilaku


suatu komunitas dalam konteks sosial. Fokus pada emosi dan multimodal
sensorik dalam membuat suatu kesimpulan mengenai suatu situasi sosial.
Kerusakan persepsi sosial ditemukan pada pasien skizofrenia sebagai
faktor utama. Pengetahuan sosial merupakan kesadaran mengenai peran,
peraturan, dan tujuan dalam membentuk suatu situasi sosial dan interaksi
sosial.1-2

Theory of Mind(ToM) / Mentalizing / Mental State Attribution

FK Universitas Tarumanagara
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa / RS Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode : 7 Januari 2017 11 Februari 2017
Giovanni D / Kheluwis S / Laurensia S M

Kemampuan dalam hal berpikir, percaya, dan berpura-pura. Hal ini


biasanya terkait dengan kemampuan individu untuk memahami suatu
keyakinan, tujuan, humor, penipuan, metafora, dan ironi. Sebagian besar
studi menemukan adanya kerusakan ToM pasien Skizofrenia, namun
masih kurang jelas apakan defisit ToM sebagai faktor sendiri /
berhubungan dengan faktor lain.1-2

Attributional Style(AS) / Personalizing Bias


Merujuk kepada bagaimana seseorang dapat menjelaskan penyebab
mengenai hasil positif dan negatif dalam hidup mereka. Studi mengenai
hal ini pada pasien skizofrenia, fokus pada pasien dengan paranoia /
waham persekutorik. AS diperkirakan terkait erat dengan mekanisme
psikologis waham persekutorik. Seseorang dengan waham persekutorik,
cenderung untuk menyalahkan orang lain.1-2

Tabel 1. Domains of Social Cognition3

Penting untuk memahami dan berinteraksi dengan orang lain dalam situasi
sosial, masalah-masalah dalam sosial kognitif, seperti salah persepi emosi dan
misattribution niat / keyakinan akan menyebabkan masalah dengan rekan dan
anggota keluarga serta disfungsi perilaku sosial di sekolah atau tempat kerja.
Kerusakan sosial kognitif pasien Skizofrenia tidak hanya pada pasien kronik tetapi
juga ada pada stadium manapun termasuk stadium awal.2

2.3 BROAD-BASED INTERVENTIONS

FK Universitas Tarumanagara
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa / RS Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode : 7 Januari 2017 11 Februari 2017
Giovanni D / Kheluwis S / Laurensia S M

2.3.1 Integrated Psychological Therapy (IPT)

Merupakan salah satu intervensi tertua yang mengkombinasikan pelatihan


neurocognitive, social cognitivedan ketrampilan sosial. Therapy tersebut
berdasarkan asumsi bahwa defisit pada neurokognitif memiliki efek yang luas
terhadap kemampuan berorganisasi, termasuk didalamnya adalah keterampilan
sosial dan fungsi sosial.IPT adalah program terapi untuk kelompok 5-8 pasien
skizofrenia.IPT dibagi menjadi 5 subprogram dengan semakin meningkatnya
tingkat kompleksitas:1
1. Neurocognition (SP1:Cognitive Differentiation) bertujuan untuk
meningkatkan atensi, memori verbal dan formasi konsep melalui strategi
pembelajaran.
2. Sosial kognitif (SP2: Social Perception) bertujuan untuk memperbaiki
defisit pada kognitif sosial
3. Komunikasi (SP3: Verbal Communication)
4. Keterampilan sosial (SP4: Social Skills)
5. Kemampuan memecahkan masalah (SP5: Interpersonal Problem Solving)
Subprogram 3-5 bertujuan pada perbaikan kompetensi sosial melalui
latihan-latihan praktik keterampilan interpersonal
Studi pada IPT menunjukkan bahwa penggunaan subprogram secara
sendiri maupun secara lengkap meningkatkan persepsi sosial dan fungsi sosial.1

2.3.2 Integrated Neurocognitive Therapy (INT)

Pengembang IPT kemudian berpindah kepada INT yang bertujuan untuk


meningkatkan sebelas daerah neuro- dan sosial- kognitif yang didefinisikan dan
diukur oleh Measurement and Treatment Research to Improve Cognition in
Schizophrenia (MATRICS). Sebelas daerah kognitif tersebut terintegrasi pada 4
subprogram, yang mana setiap program tersebut melatih daerah kognitif yang
berbeda-beda dan semakin kompleks. Tidak seperti IPT yang awalnya
dikembangkan untuk pasien kronis rawat inap, INT memerlukan tingkatan
kognitif dan mental yang lebih baik dibandingkan sehingga INT lebih ditujukan
kepada pasien rawat jalan dengan gangguan psikososial yang lebih sedikit /
ringan. Uji terakhir menunjukkan peningkatan yang signifikan pada beberapa
neurokognitif dan sosial kognitif, dan juga peningkatan pada skor Global
Assessment of Functioning Scale (GAF).1
FK Universitas Tarumanagara
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa / RS Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode : 7 Januari 2017 11 Februari 2017
Giovanni D / Kheluwis S / Laurensia S M

Gambar 1. Empat Program INT

2.3.3 Cognitive Enhancement Therapy

Dikembangkan untuk mendukung hipotesis bahwa terjadi defisit neurokognitif


pada atensi selektif, inhibisi, memori bekerja dan pemecahan masalah yang pada
akhirnya menyebabkan kegagalan pada orang-orang dengan schizophrenia untuk
menyusun, mengingat, menginterpretasi dan merespon berbagai petunjuk yang
mengarah kepada suatu konteks spesifik. Intervensi terdiri dari 75 jam sesi
menggunakan software komputer dan pelatihan sosial kognitif secara
berkelompok selama 1,5 jam per minggu dengan total 56 sesi. Program ini
ditujukan terutama untuk pasien-pasien rawat jalan dengan remisi penuh atau
sebagian dari sindrom psikotik dan membutuhkan waktu selama 2 tahun dengan
hasil positif pada sosial kognitif dan social adjustment selama 1 tahun post
intervensi. Pada penggunaan CET yang lebih padat (1 tahun) pada pasien-pasien
dengan onset dini skizofrenia menghasilkan hasil yang serupa.1
Sebuah study mengatakan bahwa peningkatan neurokognitif bukan
merupakan suatu syarat sebelum terjadinya peningkatan sosial kognitif.
Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan apakah diperlukan
peningkatan neurokognitif sampai batas tertentu untuk menghasilkan suatu efek
pada sosial kognitif.1

FK Universitas Tarumanagara
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa / RS Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode : 7 Januari 2017 11 Februari 2017
Giovanni D / Kheluwis S / Laurensia S M

2.3.4 Auditory Training with Social Cognitive Training

Merupakan salah satu intervensi terakhir yang lebih pendek dan tidak fokus pada
peningkatan neurokognitif dan sosial kognitif, AT+SCT lebih berfokus untuk
meningkatkan sosial kognitif melalui latihan secara komputerisasi pada basis
neurokognitif dan sosial kognitif tanpa memberikan strategy learning dan terapi
interpersonal. Partisipan menunjukan peningkatan pada persepsi emosi dan
persepsi sosial namun tidak menunjukkan hasil fungsional.1

2.3.5 Virtual Reality

Terdapat dua studi yang menggunakan Virtual Reality sebagai bagian dari
pelatihan dari social skills, dimana partisipan melakukan interaksi sosial dengan
virtual avatar. Terdapat peningkatan pada persepsi emosi, ketegasan, kemampuan
berkomunikasi dan fungsi sosial. Partisipan juga merasa termotivasi dan
menunjukan kepuasan yang tinggi terhadap pengobatan.1

2.4 TARGETED INTERVENTIONS

Targeted Interventions berfokus pada sosial kognitif yang lebih spesifik tanpa
adanya intervensi pada komponen lain., diantaranya yaitu:

2.4.1 Social Cognitive and Interaction Training (SCIT)


Pen dan rekan-rekannya di United States, target program ini pada 3 bagian
mayor sosial kognitif yang rusak pada pasien skizofrenia, yaitu persepsi
emosi, ToM, dan AS. Terdiri dari 18-24 sesi, 3 fase, dan secara grup /
kelompok, kurang lebih 20 minggu. Tiga fase tersebut:1-2

a. Fase I (Sesi 1 7) :Emotion Training


Pasien diberikan informasi mengenai emosi dan dihubungkan
dengan pikiran dan situasi.1-2

b. Fase II (Sesi 8 16) : Figuring Out Situations ToM Skills dan


Modifikasi AS

FK Universitas Tarumanagara
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa / RS Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode : 7 Januari 2017 11 Februari 2017
Giovanni D / Kheluwis S / Laurensia S M

Perbaikan fleksibilitas kognitif, perbaikan toleransi keambiguan,


dan mengurangi keyakinan untuk langsung lompat ke kesimpulan.
Dilakukan dengan ilustrasi videotapebrainstorming. Belajar
mengenai fakta dan menebak mengenai situasi sosial yang
berdampak pada feeling.1-2

c. Fase III (Sesi 17 24) :Integration


Diharapkan mampu mengintegrasikan kedua skill tersebut yang
sudah diajarkan dan mengaplikasikan pada hidup sehari-hari.
Pasien lebih didorong untuk menyatakan situasi masalah
interpersonal dan mencari solusinya dengan kolaborasi grup.1-2

SCIT didapatkan efektif pada perbaikan ToM namun perbaikan pada


persepsi emosi masih kurang. 2

2.4.2 Social Cognitif Skills Training (SCST)


Horan dan rekan-rekannya menargetkan pada 4 bagian sosial kognitif
(emosi, persepi sosial, ToM, dan AS) terutama outpatient dengan
gangguan psikotik. Program ini berdasarkan grup (masing-masing 6 8
orang), 12 sesi (6 minggu 2 sesi / minggu, 60 menit / sesi), dimulai
dengan level awal, naik secara bertahap dengan pengulangan dan latihan.1-2

Enam sesi pertama : Perbaikan Emosi dan Persepsi Sosial


Mengidentifikasi 6 emosi dasar, gestur emosi non-verbal, dan
menghubungkan antara emosi, pikiran, dan perilaku. Mempelajari
emosi lewat foto, cuplikan film , latihan dengan bantuan komputer.

Enam sesi selanjutnya : ToM dan AS


Melibatkan konsep paranoia dengan emosi, belajar pengaruh dari
jika kita selalu curiga dengan maksud orang lain, dan
mengintegrasikannya untuk membentuk kesimpulan mengenai
status mental orang lain (misal : sarkasme, humor, dan penipuan)
FK Universitas Tarumanagara
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa / RS Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode : 7 Januari 2017 11 Februari 2017
Giovanni D / Kheluwis S / Laurensia S M

SCST menunjukkan perbaikan signifikan yang lebih terlihat pada


persepsi afek wajah dan manajemen emosi.2

2.4.3 Training in Affect Recognition (TAR)

Wolwer, Frommann, dan rekan-rekan mereka di Jerman, mengembangkan


TAR sebagai remediasi kerusakan pengenalan afek wajah. TAR fokus pada
strategi kompensasi dan penggantian menggunakan prinsip errorless
learning, dorongan positif secara langsung, abstraksi fitur, verbalisasi, dan
instruksi diri, dengan bantuan komputerisasi. Program terdiri dari 12 sesi
(6 minggu 2 sesi / minggu, 45 menit / sesi), secara pasangan (2 pasien),
bekerja sebagai tim di bawah bimbingan psikoterapi. 2 Perbaikan dapat
terjadi dalam waktu 4 minggu.1-2

Selama TAR, pasien dilatih untuk:2


1. Identifikasi secara bertahap dan membedakan tanda wajah dari 6
emosi dasar
2. Mengintegrasikan afek wajah menjadi gambaran wajah, kesan
pertama, pengolahan non-verbal, dan pengolahan intensitas afek
yang berbeda
3. Mengintegrasikan gambaran wajah ke dalam suatu situasi sosial
dan perilaku sosial

Salah satu studi membandingkan efikasi TAR dengan Cognitive


Remediation Program (CRP), melalui TAR : adanya perbaikan persepsi
afek wajah, tetapi tidak ada perbaikan verbal dan memori jangka panjang,
namun dengan CRP didapatkan sebaliknya. Double Dissociation :bahwa
pelatihan neurokognitif tidaklah cukup untuk meningkatkan persepsi
emosi wajah, namun perbaikan persepsi emosi wajah tidak bergantung
pada perbaikan neurokognitif.2

2.4.4 Megacognitive Intervention Program

Roncone dan rekan-rekannya (grup Italia) melibatkan komponen sosial


kognitif, non-sosial kognitif, dan social skills. Program terdiri dari : 1 jam
sesi / minggu 22 minggu, terbagi dalam 10 pasien tiap grup dengan 5
FK Universitas Tarumanagara
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa / RS Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode : 7 Januari 2017 11 Februari 2017
Giovanni D / Kheluwis S / Laurensia S M

psikoterapis, 2 diantaranya sebagai co-mediators yang lebih aktif dengan


partisipan. Intervensi didesign untuk meningkatkan kapasitas pasien
memodifikasi keyakinan yang salah dan berpikir strategis dengan
pengalaman baru mereka. Dua puluh dua sesi tersebut yaitu:2
Empat sesi : fokus pada kesadaran adanya defisit pada cognitive
behaviour Lets learn what we dont know
Empat sesi : pengenalan ekspresi Lets learn how to observe
the emotions
Empat sesi : kemampuan komunikasi interpersonal How to
communicate our own feelings
Dua sesi : penjelasan fungsi kognitif utama (memori dan perhatian)
dan petunjuk bagaimana menggunakannya pada interaksi sosial
Empat sesi : Role Playing Exercises pada situasi sosial What to
do if ..

Empat sesi : pengenalan keyakinan orang lain dan


mendeskripsikannya dalam situasi sosial

2.4.5 Social Cognition Enhancement Training (SCET)

Kwon et al (grup Korea), tujuan memperbaiki penilaian konteks sosial dan


kemampuan perspektif pasien Skizofrenia. Program : 24 minggu, 2 sesi /
minggu (90 menit / sesi), menggunakan potongan-potongan komik /
gambaran kartun. Training ini tidak menunjukkan perbaikan pada persepsi
emosi, namun adanya perbaikan pada persepsi sosial.1-2

2.5 MEDICATION AND NEUROSTIMULATIONS

Sembilan studi meneliti efek dari oksitosin pada domain kognisi sosial, mengingat
bahwa itu ditemukan berfungsi terpusat sebagai neurotransmitter yang terlibat
dalam berbagai aspek perilaku sosial. Dalam studi yang digunakan dosis
paradigma tunggal atas satu atau dua kunjungan, oksitosin diberikan melalui
intranasal semprot (24IU- 48IU) dan penilaian kognitif sosial dilakukan sekitar

FK Universitas Tarumanagara
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa / RS Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode : 7 Januari 2017 11 Februari 2017
Giovanni D / Kheluwis S / Laurensia S M

30- 60 menit sesudahnya. Empat dari studi ini dilaporkan efek yang signifikan
pada tingkat tinggi kognisi sosial (pemahaman secara tidak langsung menyatakan
emosi / pikiran berdasarkan integrasi kompleks informasi sosial kontekstual)
tetapi tidak pada tingkat rendah kognisi sosial (persepsi emosional dan deteksi
isyarat sosial). Hal ini berbeda dengan dua studi sebelumnya yang diperoleh efek
pengobatan terhadap pengakuan emosional. Dua penelitian lain menyelidiki diri
administrasi intranasal oksitosin dua kali sehari selama dua atau enam minggu dan
menemukan perbaikan dalam teori pikiran, pengenalan rasa takut dan perspektif
ambilan.1

Oksitosin juga diberikan 30 menit sebelum setiap sesi dari SCST dalam
satu studi dan ditemukan untuk menghasilkan manfaat dalam ketepatan empatik
dan identifikasi emosi. Namun, banyak dari studi ini tidak termasuk peserta
perempuan dan tidak satupun dari mereka melaporkan dampak pada keterampilan
sosial dan fungsi sosial. Satu studi baru-baru dieksplorasi efek stimulasi arus
transkranial langsung (tDCS), di mana anodal atau tDCS cathodal diterapkan
secara bilateral selama korteks prefrontal dorsolateral di 36 individu dengan
skizofrenia. Studi mendalilkan bahwa anodal-tDCS bisa meningkatkan
rangsangan kortikal, dengan memodulasi aktivitas jaringan saraf spontan. Bila
dibandingkan dengan katoda dan sham tDCS, peserta yang menjalani sesi 20-
menit tunggal anodal tDCS menunjukkan perbaikan yang signifikan dalam
identifikasi emosi. Penelitian lebih akan diperlukan untuk mendukung temuan
ini.1

Singkatnya, ada potensi dalam penggunaan obat-obatan


danneurostimulation untuk meningkatkan kognisi sosial. Namun, intensitas
perawatan yang optimal dan manfaat khusus untuk sosialkognitif domain mereka
belum dipastikan.1

2.5.1 Oksitosin intranasal pada sosial kognitif skizofrenia

Peserta

Dua puluh empat pasien rawat jalan laki-laki berusia antara 18 dan 56 direkrut
dari VA Greater Los Angeles Healthcare Sistem (VAGLAHS). Pasien yang
FK Universitas Tarumanagara
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa / RS Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode : 7 Januari 2017 11 Februari 2017
Giovanni D / Kheluwis S / Laurensia S M

memenuhi kriteria DSM-IV-TR untuk skizofrenia, berdasarkan wawancara


klinis dan catatan medis. Subjek stabil klinis yang ditandai dengan: tidak ada
rawat inap psikiatri dalam 6 bulan terakhir; patuh terhadap obat antipsikotik
dengan dosis tidak bervariasi oleh> 25% selama 3 bulan sebelum partisipasi;
setidaknya 6 bulan sejak indikasi potensi bahaya bagi diri sendiri atau orang
lain; tidak ada masalah medis akut; dan kondisi medis yang kronis konsisten
dirawat dan stabil untuk> 3 bulan.4
Kriteria eksklusi adalah keterbelakangan mental; pengobatan dengan
terapi electroconvulsive dalam waktu 6 bulan sebelum berpartisipasi; riwayat
stroke, cedera otak traumatis, atau epilepsi; sejarah penyalahgunaan zat atau
ketergantungan dalam waktu 6 bulan sebelum berpartisipasi; sejarah
hiponatremia dalam waktu 6 bulan sebelum berpartisipasi; atau rhinitis alergi
atau peradangan lainnya dari mukosa hidung. Jenis obat antipsikotik dan dosis
secara klinis ditentukan. Semua peserta memiliki kemampuan untuk
memberikan informed consent dan memberikan persetujuan tertulis sesuai
dengan prosedur yang disetujui oleh Institutional Review Board di
VAGLAHS.4

Terapi Farmakologi

OT nasal spray (50 IU / ml) diracik oleh Inland Componding Pharmacy (Loma
Linda, CA). Sebuah semprot hidung plasebo disiapkan yang dinyatakan
identik dengan perawatan aktif. Semprotan hidung disiapkan 3 ml tunggal
penggunaan botol, dikalibrasi untuk mengeluarkan 0,1 ml per tiupan. Subjek
diinstruksikan untuk menyemprot 4 tiupan ke setiap lubang hidung, untuk
dosis total 40 IU OT (atau volume setara dengan plasebo semprot).4

Desain Studi

Pada screening kunjungan awal, informed consent diperoleh dan data


demografi dan sejarah medis diperoleh. pemeriksaan fisik singkat dilakukan.
Jika subjekmemenuhi syarat, mereka dijadwalkan untuk kunjungan kedua
untuk penilaian awal. Pada awal, subyek dinilai dengan Positive and Negative
Syndrome Scale (PANSS), Clinical Global Impression (CGI), dan baterai

FK Universitas Tarumanagara
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa / RS Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode : 7 Januari 2017 11 Februari 2017
Giovanni D / Kheluwis S / Laurensia S M

penilaian kognisi sosial, tanpa intervensi farmakologis. Urutan administrasi


untuk tes kognitif sosial adalah kontra-seimbang di seluruh subjek. Pada
kunjungan ketiga, satu minggu kemudian, subjek secara acak (double-blind)
untuk menerima baik intranasal OT atau plasebo. Tiga puluh menit setelah
pengobatan, masing-masing subjek menyelesaikan penilaian yang sama dalam
urutan yang sama seperti pada kunjungan awal mereka. Pada akhir kunjungan,
peserta diwawancarai tentang pengalaman subjektif mereka dari pengobatan.4

Hasil
Dua puluh empat subjek yang terdaftar dalam penelitian ini. Satu subjek
secara acak menerima OT tidak hadir untuk kunjungan studi terakhirnya. Oleh
karena itu, variabel demografis dan klinis disajikan untuk 23 subjek yang
tersisa. Berdasarkan informasi ini, sampel dapat dicirikan sebagai paruh baya,
sakit kronis relatif, Kelompok pasien veteran berobat yang mengalami tingkat
gejala kejiwaan moderat sampai tingkat tinggidan hasil fungsional umumnya
rendah. Semua subjek dalam analisis kecuali satu memiliki data yang kognitif
sosial lengkap pada kunjungan terakhir. Tidak ada perbedaan signifikan secara
statistik pada variabel demografis atau klinis dasar.4

Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam perbaikan gejala klinis


antara subyek diobati dengan OT vs plasebo, sebagaimana dinilai oleh
PANSS, CGI-S, dan peringkat CGI-I. Pasien tidak dapat secara akurat
memprediksi pengobatan yangtelah mereka terima (7 pasien pada OT dan 7
dari mereka pada plasebo berpikir mereka menggunakan OT). Efek samping
dari pengobatan semprot hidung dilaporkan di 2/12 subyek yang menerima
plasebo (rhinorrhea dan iritasi hidung ringan) dan di 2/11 subyek menerima
OT (kesemutan ringan pada inhalasi hidung dan kantuk ringan).4

Diskusi
Dalam studi ini, kami mengevaluasi efek akut pengobatan OT di beberapa
domain kognisi sosial. Dosis tunggal 40 IU intranasal OT tidak mempengaruhi
keseluruhan fungsi kognitif sosial. Itu memiliki efek yang signifikan pada
tingkat tinggi (proses inferensial dan peraturan) kognisi sosial, tetapi tidak
pada tingkat rendah (deteksi isyarat sosial) kognisi sosial. Temuan awal

FK Universitas Tarumanagara
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa / RS Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode : 7 Januari 2017 11 Februari 2017
Giovanni D / Kheluwis S / Laurensia S M

mendukung upaya lebih lanjut untuk mengevaluasi spesifisitas manfaat terapi


OT untuk kognisi sosial pada skizofrenia.4

2.5.2 Terapi neurostimulation dan Skizofrenia

Terapi elektrokonvulsif

Schizophrenia dan gangguan schizoafektif indikasi untuk penggunaan ECT,


menurut FDA ringkasan eksekutif untuk Rapat Panel Neurologis Devices. Di AS,
ECT terutama digunakan dalam pengobatan gangguan mood, sedangkan di
negara-negara Asia, yang biasa digunakan dalam pengobatan skizofrenia
meskipun bukti yang relatif sederhana untuk keberhasilan. Percobaan terkontrol
acak (RCT) yang membandingkan ECT dengan pengobatan palsu untuk
skizofrenia telah menghasilkan hasil yang beragam. Uji coba yang dilakukan
sebelum tahun 1980 secara konsisten melaporkan perbedaan yang tidak signifikan
dalam keberhasilan antara kelompok; Namun, laporan kemudian menunjukkan
bahwa mungkin ada manfaat yang signifikan. Perbedaan ini mungkin disebabkan
oleh kenyataan bahwa populasi pasien dalam studi yang lebih tua memiliki kronis,
tak henti-hentinya saja dan tidak ada penggunaan seiring antipsychotics.5
Penggunaan kombinasi antipsikotik dengan ECT telah terbukti bermanfaat
dalam nonresponders antipsikotik. Satu studi menunjukkan bahwa kombinasi
dosis tinggi bilateral ECT dan flupenthixol pada pasien dengan skizofrenia
kecepatan respon klinis dan mengurangi jumlah perawatan dan hari untuk remisi.
Lain RCT menunjukkan bahwa penggunaan adjuvant dari ECT dengan olanzapine
lebih efektif daripada penggunaannya dengan sulpride atau risperidone. Sebuah
sidang terbuka calon dari adjuvant ECT dengan risperidone atau olanzapine pada
pasien dengan treatmentresistant skizofrenia (TRS) melaporkan peningkatan yang
signifikan dalam penilaian global fungsi dan kesan global yang klinis. Sebaliknya,
ECT dengan haloperidol bersamaan pada pasien dengan pertama-episode psikosis
menunjukkan tidak ada perbedaan dalam keberhasilan dibandingkan dengan
pengobatan palsu, tapi ini mungkin karena keterbatasan metodologis. 8-minggu
studi single-blind dari 39 pasien dengan TRS menunjukkan respon 50% di
clozapine ditambah ECT kelompok, dibandingkan 0% pada kelompok clozapine.
Ada masalah keamanan dalam menggabungkan ECT dengan clozapine karena
FK Universitas Tarumanagara
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa / RS Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode : 7 Januari 2017 11 Februari 2017
Giovanni D / Kheluwis S / Laurensia S M

yang terakhir ini proconvulsant, tetapi para peneliti melaporkan tidak ada
masalah-keselamatan-satunya efek samping yang kebingungan ringan yang
diperlukan penundaan ECT.5
Pasien dengan skizofrenia dan depresi yang menonjol, gejala positif, dan
baru-baru ini-onset katatonia mungkin kandidat terbaik untuk ECT. Suzuki dan
rekannya melaporkan peningkatan yang luar biasa dalam gejala pada pasien
dengan katatonia. Namun, tingkat kambuhan setelah selesai ECT akut yang tinggi,
dan gabungan penggunaan kelanjutan atau perawatan ECT dengan neuroleptik
adalah penting untuk mencegah kekambuhan. ECT aman dan efektif sebagai
adjuvant untuk pengobatan skizofrenia, dan harus dipertimbangkan pada pasien
yang tidak menanggapi uji coba yang memadai antipsikotik. Hal ini dapat
meningkatkan positif, negatif, afektif, dan gejala vegetatif serta kualitas hidup
pada pasien dengan skizofrenia. Ada bukti yang memadai untuk penggunaan ECT
dalam skizofrenia, meskipun mekanisme efek antipsikotik dari ECT masih belum
jelas.5

Stimulasi magnetik transkranial

Repetitive transcranial magnetic stimulation (RTMS) adalah teknik stimulasi otak


nonconvulsive yang telah mendapatkan popularitas dalam 2 dekade terakhir. Ada
eksplorasi berlangsung dari penggunaan RTMS di skizofrenia dan gangguan
neuropsikiatri lainnya serta stroke dan gerakan gangguan. RTMS memiliki potensi
untuk mengubah rangsangan dari korteks yang mendasari dengan bertahan setelah
efek. Laporan efek menguntungkan dari RTMS dalam pengobatan gejala
skizofrenia, sepertihalusinasi pendengaran dan katatonia, telah menyebabkan studi
tambahan. Frekuensi rendah stimulasi (kurang dari 5 Hz) ditemukan untuk
mengurangi rangsangan dari korteks yang mendasari, dan perubahan menyerupai
jangka panjang depresi; stimulasi frekuensi tinggi (10 Hz) gembira korteks yang
mendasari. parameter RTMS stimulus dan elektroda montase yang digunakan
tergantung pada gejala sasaran. stimulasi frekuensi rendah telah menunjukkan
manfaat dalam pengobatan halusinasi pendengaran skizofrenia, dan secara
signifikan mengurangi jumlah gejala positif. Selain itu, RTMS dapat digunakan
untuk mencegah kekambuhan halusinasi pendengaran antipsychoticrefractory.

FK Universitas Tarumanagara
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa / RS Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode : 7 Januari 2017 11 Februari 2017
Giovanni D / Kheluwis S / Laurensia S M

halusinasi pendengaran mungkin berhubungan dengan aktivasi kortikal di wilayah


bahasa perisylvian. aktivasi di daerah bahasa ini dibalikkan oleh stimulasi RTMS
temporoparietal.5
Daerah temporoparietal dominan dan dominan adalah situs untuk
intervensi untuk halusinasi pendengaran. Halusinasi dapat bervariasi antara sisi
kiri dan kanan otak; dengan demikian, adalah penting untuk menemukan area
kelainan sebelum stimulasi. stimulasi frekuensi tinggi dari korteks prefrontal
ditemukan secara signifikan meningkatkan gejala negatif dan kognitif skizofrenia.
Meskipun ada studi RTMS dengan hasil negatif, bukti untuk mendukung
penggunaannya cukup menjanjikan. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk
menggali potensi dalam fase akut dan pemeliharaan sebagai monoterapi dan
sebagai pengobatan tambahan. Penelitian di masa depan juga harus
mengeksplorasi panduan neuronavigation untuk lebih individualize pengobatan
pada pasien dengan skizofrenia.5

Stimulasi arus transkranial langsung

Transcranial direct current stimulation(tDCS) adalah novel, teknik stimulasi otak


nonconvulsive lain yang telah mendapatkan popularitas dalam pengobatan
skizofrenia dalam 3 tahun terakhir; Namun, itu tidak disetujui FDA. tDCS
melibatkan stimulasi otak dengan rendah amplitudo arus searah melalui 2
elektroda kulit kepala (anoda dan katoda). Hal ini dapat digunakan baik untuk
merangsang atau menghambat korteks yang mendasari, mirip dengan RTMS.
Stimulasi anodal dari korteks motorik meningkatkan rangsangan kortikal,
sedangkan stimulasi cathodal mengurangi rangsangan. Laporan kasus pertama
untuk skizofrenia adalah penggunaan tDCS cathodal temporoparietal korteks kiri
pada pasien dengan halusinasi pendengaran yang sulit diatasi. Perbaikan gejala
terlihat pada 6 minggu tindak lanjut. Sebuah uji coba terkontrol secara acak
menegaskan kembali manfaat tDCS pada pasien dengan halusinasi pendengaran
yang sulit diatasi. Studi ini menunjukkan bahwa manfaat berlangsung selama 3
bulan. perbaikan gejala mungkin disebabkan efek neuroplastisitas dari tDCS.
Dalam 2 kasus, tDCS berhasil digunakan sebagai tambahan untuk antipsikotik di

FK Universitas Tarumanagara
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa / RS Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode : 7 Januari 2017 11 Februari 2017
Giovanni D / Kheluwis S / Laurensia S M

TRS. Dalam salah satu kasus, itu aman digunakan selama lebih dari 3 tahun dan
mengakibatkan peningkatan dari keadaan vegetatif ke fungsi mendekati normal.5
Dalam kasus lain, perbaikan gejala positif dan negatif juga terlihat. Anodal
tDCS atas kiri korteks prefrontal dorsolateral ditingkatkan gejala negatif
skizofrenia. perbaikan gejala juga terlihat pada pasien dengan katatonik
skizofrenia refrakter terhadap pengobatan dengan kombinasi clozapine dan ECT.
Selain itu, tDCS mungkin memiliki potensi untuk digunakan sebagai
monotherapy. Hasil dari penelitian terhadap tDCS digunakan untuk pengobatan
skizofrenia menjanjikan dan penelitian sedang berlangsung. Perangkat tDCS lebih
murah daripada perangkat stimulasi otak lain dan memiliki potensi untuk menjadi
pengobatan ekonomis.5

BAB 3

KESIMPULAN

Pasien skizofrenia mengalami kerusakan neurokognitif yang juga berdampak pada


kerusakan sosial kognitif, dimana tidak hanya berdampak pada hubungan sosial,
status pekerjaan, tapi juga pada kualitas hidup pasien skizofrenia. Social

FK Universitas Tarumanagara
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa / RS Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode : 7 Januari 2017 11 Februari 2017
Giovanni D / Kheluwis S / Laurensia S M

Cognition Psychometric Evaluation (SCOPE) mengidentifikasikan 4 bagian dari


sosial kognitif yaitu persepsi emosi, persepsi dan pengetahuan sosial, Theory of
Mind (ToM), dan Attributional Style / Bias.

Dekade terakhir ini, telah dikembangkannya pembelajaran mengenai


intervensi sosial kognitif pada pasien skizofrenia, intervensi tersebut diantaranya
Broad-Based Interventions, Targeted Interventions, dan Medication and
Neurostimulation.

Broad-based interventions yang bertarget pada neurokognitif dan sosial


kognitif menunjukkan hasil yang baik pada sosial kognitif dan fungsi
sosial.Targeted Interventions, untuk saat ini,banyak menargetkan pada domain
persepsi emosi. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa penggunaan oksitosin
dapat digunakan sebagai terapi tambahan pada peningkatan fungsi sosial kognitif
pasien skizofrenia, namun masih diperlukan pembejaran lebih lanjut mengenai
hubungan antara pemakaian dosis, durasi, dan efikasi oksitosin Intranasal tersebut.
Transcranial direct current stimulation(tDCS) dibandingkan dengan terapi
farmakologi, memiliki efek samping yang lebih sedikit dan dapat ditoleransi,
mudah, dan murah.

Intervensi tersebut memberikan hasil yang positif pada peningkatan sosial


kognitif pasien skizofrenia, namun sebagian besar keuntungan spesifik secara
langsung pada fungsi sosial, masih belum terlihat nyata dan diperlukan penelitian
lebih lanjut.

FK Universitas Tarumanagara
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa / RS Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode : 7 Januari 2017 11 Februari 2017

Anda mungkin juga menyukai