Anda di halaman 1dari 12

Tinjauan Pustaka

Konjungtivitis
Konjungtivitis adalah peradangan pada konjungtiva dan penyakit ini adalah penyakit mata
yang paling umum di dunia. Karena lokasinya, konjungtiva terpajan oleh banyak
mikroorganisme dan faktor-faktor lingkungan lain yang mengganggu (Vaughan, 2010)
Virus

Bakteri

Alergi

Toksik

Gatal

++

Mata merah

++

Hemoragi

Sekret

Serous mucous

Purulen,
kuning, krusta

Viscus

Kemosis

++

++

Lakrimasi

++

Folikel

Papil

Pseudomembran

Pembesaran
kelenjar limfe

++

Panus

Bersamaan
dengan keratitis

Demam

Sitologi

Granulosit

Limposit,
monosit

Eosinofil

Sel epitel,
granulosit

Keratitis

Konjungtivitis

Glaukoma
Kongestif
Akut

Uveitis Anterior

Visus

Normal

Tergantung letak
infiltrat

Menurun perlahan,
Menurun
tergantung letak
mendadak
radang

Hiperemi

konjungtiva

perikornea

siliar

Mix injeksi

Epifora,
fotofobia

Sekret

Banyak

Palpebra

Normal

Normal

normal

Edema

Kornea

Jernih

Bercak infiltrat

Gumpalan sel
radang

Edema, suram
(tidak bening),
halo (+)

COA

Cukup

cukup

Sel radang (+)

dangkal

H. Aquous

Normal

normal

Sel radang (+), flare


Kental
(+), tyndal efek (+)
Kripta
menghilang
karena edema
Mid midriasis
(d:5mm)

Iris

Normal

normal

Kadang edema
(bombans)

Pupil

Normal

normal

miosis

Lensa

Normal

normal

Sel radang
menempel

keruh

Terapi:

dilakukan kultur
Antibiotik spektrum luas tetes mata tiap jam atau salep mata 4-5 kali sehari
(chloramfenikol atau sulfasetamid 10 15%) selam satu minggu

Injeksi Konjungtiva

Injeksi Siliaris

Kausa

Iritasi, Konjungtivitis

Keratitis, Iridosiklitis,
Glaukoma Akut

Lokasi

Forniks ke limbus makin kecil

Limbus ke forniks makin

kecil
Warna

Merah terang

Merah padam

Pembuluh darah

Bergerak dengan dengan


konjungtiva

Tidak bergerak

Adrenalin

Menghilang

Menetap

Sekret

Sekret (+)

Lakrimasi (+)

Intensitas Nyeri

Sedikit

Nyeri

Ilyas DSM, Sidarta,. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta. 1998
Vaughan, Daniel G. dkk. Oftalmologi Umum. Widya Medika. Jakarta. 2000
American Academy of Ophthalmology. Preferred practice pattern: conjunctivitis, 2nd ed. San
Francisco, CA: American Academy of Ophthalmology; 2003

Asma
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel
dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas yang
menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan
batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan
obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau
tanpa pengobatan.
Faktor Risiko pada asma
Faktor Pejamu
Prediposisi genetik
Atopi
Hiperesponsif jalan napas
Jenis kelamin
Ras/ etnik
Faktor Lingkungan
Mempengaruhi berkembangnya asma pada individu dengan predisposisi asma

Alergen di dalam ruangan


Mite domestik
Alergen binatang
Alergen kecoa
Jamur (fungi, molds, yeasts)
Alergen di luar ruangan
Tepung sari bunga
Jamur (fungi, molds, yeasts)
Bahan di lingkungan kerja
Asap rokok
Perokok aktif
Perokok pasif
Polusi udara
Polusi udara di luar ruangan
Polusi udara di dalam ruangan
Infeksi pernapasan
Hipotesis higiene
Infeksi parasit
Status sosioekonomi
Besar keluarga
Diet dan obat
Obesiti
Faktor Lingkungan
Mencetuskan eksaserbasi dan atau`menyebabkan gejala-gejala asma menetap
Alergen di dalam dan di luar ruangan
Polusi udara di dalam dan di luar ruangan
Infeksi pernapasan
Exercise dan hiperventilasi
Perubahan cuaca
Sulfur dioksida
Makanan, aditif (pengawet, penyedap, pewarna makanan), obat-obatan
Ekspresi emosi yang berlebihan
Asap rokok
Iritan (a.l. parfum, bau-bauan merangsang, household spray)

RIWAYAT PENYAKIT / GEJALA :


Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa pengobatan
Gejala berupa batuk , sesak napas, rasa berat di dada dan berdahak
Gejala timbul/ memburuk terutama malam/ dini hari
Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu
Respons terhadap pemberian bronkodilator
PEMERIKSAAN
Auskultasimengi
Serangan
kontraksi otot polos saluran napas, edema dan hipersekresi menyumbat
saluran napassesak napas, mengi dan hiperinflasi
Serangan ringanmengi waktu ekspirasi paksa.
sianosis, gelisah, sukar bicara, takikardi, hiperinflasi dan penggunaan otot
bantu napas
FAAL PARU
untuk menilai:

obstruksi jalan napas


reversibiliti kelainan faal paru
variabiliti faal paru, sebagai penilaian tidak langsung hiperes-ponsif jalan
napas
pemeriksaan:
spirometri
APE
Spirometri:
Pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP 1) dan kapasiti vital paksa
(KVP) dilakukan dengan manuver ekspirasi paksa melalui prosedur yang standar.
Px dibutuhkan instruksi operator yang jelas dan kooperasi penderita.
Obstruksi jalan napas :nilai rasio VEP1/ KVP < 75% atau VEP1 < 80% nilai prediksi.
Manfaat pemeriksaan spirometri dalam diagnosis asma :
Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP 1/ KVP < 75%
atau VEP1 < 80% nilai prediksi.
Reversibiliti, yaitu perbaikan VEP1 15% secara spontan, atau setelah inhalasi
bronkodilator (uji bronkodilator), atau setelah pemberian bronkodilator oral
10-14 hari, atau setelah pemberian kortikosteroid (inhalasi/ oral) 2 minggu.
Reversibiliti ini dapat membantu diagnosis asma
Menilai derajat berat asma
Sebaiknya spirometri dilakukan pada :
awal penilaian / kunjungan pertama
setelah pengobatan awal diberikan, bila gejala dan APE telah stabil
pemeriksaan berkala 1 - 2 tahun untuk menilai perubahan fungsi jalan
napas,
atau lebih sering bergantung berat penyakit dan respons pengobatan.
Manfaat lain pemeriksaan spirometri berkala :
Bila dilakukan berkala, setahun sekali, untuk menilai akurasi peak flow meter
Bila diinginkan ketepatan pengukuran faal paru, misalnya evaluasi respons
bronkodilator pada uji provokasi bronkus, menilai respons tindakan step down
therapy pada pengobatan (lihat tahapan penanganan asma)
Bila hasil pemeriksaan APE dengan peak flow meter tidak dapat dipercaya, misalnya
pada penderita anak, orangtua, terdapat masalah neuromuskular atau ortopedik,
sehingga dibutuhkan konfirmasi dengan pemeriksaan spirometri.
Arus Puncak Ekspirasi (APE)
Nilai APE dapat diperoleh melalui pemeriksaan spirometri atau pemeriksaan yang
lebih sederhana yaitu dengan alat peak expiratory flow meter (PEF meter)
Manfaat APE dalam diagnosis asma
Reversibiliti, yaitu perbaikan nilai APE 15% setelah inhalasi bronkodilator
(uji bronkodilator), atau bronkodilator oral 10-14 hari, atau respons
terapi kortikosteroid (inhalasi/ oral , 2 minggu)
Variabiliti, menilai variasi diurnal APE yang dikenal dengan variabiliti APE
harian selama 1-2 minggu. Variabiliti juga dapat digunakan menilai derajat
berat penyakit (lihat klasifikasi)
Cara pemeriksaan variabiliti APE harian

Diukur pagi hari untuk mendapatkan nilai terendah, dan malam hari untuk
mendapatkan nilai tertinggi
Rata-rata APE harian dapat diperoleh melalui 2 cara :
Bila sedang menggunakan bronkodilator, diambil variasi/ perbedaan
nilai APE pagi hari sebelum bronkodilator dan nilai APE malam hari
sebelumnya sesudah bronkodilator. Perbedaan nilai pagi sebelum
bronkodilator dan malam sebelumnya sesudah bronkodilator
menunjukkan persentase rata-rata nilai APE harian. Nilai > 20%
dipertimbangkan sebagai asma.
APE malam - APE pagi
Variabiliti harian = -------------- x 100 %
1/2 (APE malam + APE pagi)
Metode lain untuk menetapkan variabiliti APE adalah nilai terendah APE pagi
sebelum bronkodilator selama pengamatan 2 minggu, dinyatakan dengan
persentase dari nilai terbaik (nilai tertinggi APE malam hari).

KLASIFIKASI
Klasifikasi derajat berat asma berdasarkan gambaran klinis (Sebelum Pengobatan)

PROGRAM PENATALAKSANAAN ASMA


Tujuan penatalaksanaan asma:
1. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
2. Mencegah eksaserbasi akut
3. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
4. Mengupayakan aktiviti normal termasuk exercise
5. Menghindari efek samping obat
6. Mencegah terjadi keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel

7. Mencegah kematian karena asma


Penatalaksanaan asma berguna untuk mengontrol penyakit. Asma dikatakan terkontrol bila :
1. Gejala minimal (sebaiknya tidak ada), termasuk gejala malam
2. Tidak ada keterbatasan aktiviti termasuk exercise
3. Kebutuhan bronkodilator (agonis b2 kerja singkat) minimal (idealnya tidak
diperlukan)
4. Variasi harian APE kurang dari 20%
5. Nilai APE normal atau mendekati normal
6. Efek samping obat minimal (tidak ada)
7. Tidak ada kunjungan ke unit darurat gawat
Pengobatan sesuai berat asma
Semua tahapan : ditambahkan agonis beta-2 kerja singkat untuk pelega bila dibutuhkan, tidak melebihi 3-4
kali sehari.
Berat Asma

Medikasi pengontrol

Alternatif / Pilihan lain

Alternatif lain

--------

-------

harian
Asma
Intermiten
Asma
Persisten
Ringan

Tidak perlu
Glukokortikosteroid
inhalasi
(200-400 ug
BD/hari atau ekivalennya
)
Kombinasi inhalasi
glukokortikosteroid
(400-800 ug
BD/hari atau ekivalennya
) dan
agonis beta-2 kerja lama

Teofilin lepas lambat


Kromolin
Leukotriene modifiers

------

Glukokortikosteroid inhalasi (400- Ditambahagonis beta-2


800 ug
kerja lama oral, atau
atau ekivalennya)ditambah Teofilin
Ditambahteofilin lepas
lepas lambat ,atau
lambat
Glukokortikosteroid inhalasi (400800 ug
atau ekivalennya)ditambah agonis
beta-2 kerja lama oral, atau
Glukokortikosteroid inhalasi dosis
tinggi (>800 ug BD atau ekivalennya)
atau
Glukokortikosteroid inhalasi (400800 ug
atau ekivalennya)ditambah leukotriene
modifiers
Asma
Kombinasi inhalasi
Prednisolon/ metilprednisolon
Persisten
glukokortikosteroid
oral selang sehari 10 mg
Berat
(> 800 ug
ditambah agonis beta-2 kerja lama
BD atauekivalennya) dan oral, ditambahteofilin lepas lambat
agonis beta-2 kerja lama,
ditambah 1 di bawah
ini:
- teofilin lepas lambat
- leukotriene modifiers
- glukokortikosteroid
oral
Semua tahapan : Bila tercapai asma terkontrol, pertahankan terapi paling tidak 3 bulan, kemudian
turunkan bertahap sampai mencapai terapi seminimal mungkin dengan kondisi asma tetap terkontrol
Asma
Persisten
Sedang

Jenis Obat

Golongan

Nama Generik

Bentuk/ kemasan obat

Pengontrol
Antiinflamasi
Pelega
Bronkodilator

Steroid Inhalasi
Sodium
kromoglikat
Nedokromil
Antileukotrin
Kortikosteroid
sistemik
Agonis
beta-2
kerja lama
Agonis
beta-2
kerja singkat
Antikolinergik
Metilsantin
Agonis
beta-2
kerja lama
Kortikosteroid
sistemik

Flutikason
propionat
Budesonide
Kromolin
Nedokromil
Zafirlukast
Metilprednisolon
Prednisolon
Prokaterol
Bambuterol
Formoterol
Salbutamol
Terbutalin
Prokaterol
Fenoterol
Ipratropium
bromide
Teofilin
Aminofilin
Teofilin
lepas
lambat
Formoterol
Metilprednisolon
Prednison

IDT
IDT, Turbuhaler
IDT
IDT
Oral (tablet)
Oral ,Injeksi
Oral
Oral
Oral
Turbuhaler
Oral, IDT, rotacap,
rotadisk, Solutio
Oral, IDT, Turbuhaler,
solutio
Ampul (injeksi)
IDT
IDT, solutio
IDT, Solutio
Oral
Oral, Injeksi
Oral
Turbuhaler
Oral, injeksi
Oral

Keterangan tabel 18
IDT : Inhalasi dosis terukur = Metered dose Inhaler / MDI , dapat digunakan bersama
dengan spacer
Solutio: larutan untuk penggunaan nebulisasi dengan nebulizer
Oral : dapat berbentuk sirup, tablet
Injeksi : dapat untuk pengggunaan subkutan, im dan iv
Sediaan dan dosis obat pengontrol asma:

Sediaan dan dosis obat pelega untuk mengatasi gejala asma:

Pdpi, pedoman diagnosis dan penatalaksanaan asma di Indonesia. Jakarta. 2003.

Hipertensi
Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 7
Klasifikasi Tekanan
TDS (mmHg)
TDD (mmHg)
Darah
Normal
< 120
Dan
< 80
Prehipertensi
120 139
Atau
80 89
Hipertensi stadium 1
140 159
Atau
90 99
Hipertensi stadium 2
160
Atau
100
TDS = Tekanan Darah Sistolik, TDD = Tekanan Darah Diastolik
Klasifikasi Tekanan Darah World Health Organization (WHO) dan International
Society Of Hypertension Working Group (ISHWG)
Kategori
Optimal
Normal
Normal tinggi /
pra hipertensi
Hipertensi derajat I
Hipertensi derajat II
Hipertensi derajat III

Sistolik (mmHg)
< 120
< 130
130 139

Dan
Dan
Atau

Diastolik (mmHg)
< 80
< 85
85 89

140 159
160 179
180

Atau
Atau
Atau

90 99
100 109
110

Pada hipertensi sistolik terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih, tetapi
tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg dan tekanan diastolik masih dalam kisaran normal.
Hipertensi

ini

sering

ditemukan

pada

usia

lanjut.

Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah;
tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus meningkat
sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun drastis.
Faktor Risiko Hipertensi
1 Faktor yang tidak dapat diubah/dikontrol
a Umur
b Jenis Kelamin
c Riwayat Keluarga
d Genetik
2 Faktor yang dapat diubah/dikontrol
a Kebiasaan Merokok
b Konsumsi Asin/Garam
c Konsumsi Lemak Jenuh

d
e
f
g
h
i

Penggunaan Jelantah
Kebiasaan Konsumsi Minum Minuman Beralkohol
Obesitas
Olahraga
Stres
Penggunaan Estrogen

Gejala Klinis Hipertensi


Menurut Elizabeth J. Corwin, sebagian besar tanpa disertai gejala yang mencolok
dan manifestasi klinis timbul setelah mengetahui hipertensi bertahun-tahun berupa:
1 Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat tekanan
2
3
4
5

darah intrakranium.
Penglihatan kabur akibat kerusakan retina karena hipertensi.
Ayunan langkah tidak mantap karena kerusakan susunan syaraf.
Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus.
Edema dependen akibat peningkatan tekanan kapiler.8

Diagnosis Hipertensi
Menurut Slamet Suyono, evaluasi pasien hipertensi mempunyai tiga tujuan:
1 Mengidentifikasi penyebab hipertensi.
2 Menilai adanya kerusakan organ target dan penyakit kardiovaskuler, beratnya penyakit,
3

serta respon terhadap pengobatan.


Mengidentifikasi adanya faktor risiko kardiovaskuler yang lain atau penyakit penyerta,

yang ikut menentukan prognosis dan ikut menentukan panduan pengobatan.


Penatalaksanaan Hipertensi
1 Penatalaksanaan Non Farmakologis

Penatalaksanaan Farmakologis
Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang
dianjurkan oleh JNC 7:
a Diuretic, terutama jenis Thiazide (Thiaz) Aldosteron Antagonist (Ald Ant)
b Beta Blocker (BB)

c
d
e

Calcium channel blocker atau Calcium antagonist (CCB)


Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI)
Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 Receptor angiotensint/ blocker (ARB).

Dikutip dari: http://emedicine.medscape.com/article/241381-overview

Anda mungkin juga menyukai