Anda di halaman 1dari 32

Diabetes Melitus Pada Lanjut Usia

REFERAT
DIABETES MELLITUS DAN KOMPLIKASINYA

Oleh :
Marcella Jane (406148022)
Stefanie (406161019)

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Kepaniteraan Klinik Geriatri
Panti Werdha Hana Ciputat
Periode 22 Agustus 24 September 2016
Kepaniteraan Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Taruma Negara
Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat
Periode 22 agustus 2016 24 september 2016

Page 1

Diabetes Melitus Pada Lanjut Usia

KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala anugerah yang dilimpahkanNya, sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan karya tulis yang berjudul Diabetes
dan Komplikasinya.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penulis menerima segala kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan penulisan makalah ini.
Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Noer Saelan Tadjudin, Sp. KJ, dr
Iswahyuni, dan dr Suryani yang telah memberikan bimbingannya selama siklus
Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik di panti Werdha Kristen Hana di Ciputat Periode 22
agustus 2016 24 september 2016.
Dalam menyusun karya tulis ini, penulis berdasarkan studi pustaka terhadap beberapa
literatur. Penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca
yang ingin lebih memahami tentang Diabetes dan komplikasinya pada Manula.

Jakarta, 2 September 2016

Penulis

Kepaniteraan Gerontologi Medik


Fakultas Kedokteran Universitas Taruma Negara
Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat
Periode 22 agustus 2016 24 september 2016

Page 2

Diabetes Melitus Pada Lanjut Usia

BAB I
PENDAHULUAN
Diabetes melitus merupakan penyakit metabolik yang berlangsung kronik dimana
penderita diabetes tidak bisa memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup atau tubuh tidak
mampu menggunakan insulin secara efektif sehingga terjadilah kelebihan gula di dalam darah
dan baru dirasakan setelah terjadi komplikasi lanjut pada organ tubuh.
Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator karena penyakit ini dapat
mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan dengan gejala
sangat bervariasi. Gejala-gejala tersebut dapat berlangsung lama tanpa diperhatikan sampai
ketika orang tersebut pergi ke dokter dan diperiksa kadar glukosa darahnya. Terkadang
gambaran klinik dari diabetes tidak jelas dan diabetes baru ditemukan pada saat pemeriksaan
penyaring atau pemeriksaan untuk penyakit lain.
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus merupakan
suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada
diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, dan disfungsi

beberapa organ

tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah, yang menimbulkan
berbagai macam komplikasi, antara lain aterosklerosis, neuropati, gagal ginjal, dan retinopati.
Sedikitnya setengah dari populasi penderita diabetes lanjut usia tidak mengetahui kalau
mereka menderita diabetes karena hal itu dianggap merupakan perubahan fisiologis yang
berhubungan dengan pertambahan usia.
Diabetes melitus pada lanjut usia umumnya adalah diabetes tipe yang tidak tergantung
insulin (NIDDM). Prevalensi diabetes melitus makin meningkat pada lanjut usia.
Meningkatnya prevalensi diabetes melitus di beberapa negara berkembang akibat
peningkatan kemakmuran di negara yang bersangkutan dipengaruhi oleh banyak faktor antara
lain peningkatan pendapatan perkapita dan perubahan gaya hidup terutama di kota besar
menyebabkan peningkatan prevalensi penyakit degeneratif. Jumlah penderita diabetes melitus
di Indonesia terus meningkat dimana saat ini diperkirakan sekitar 5 juta lebih penduduk
Indonesia atau berarti 1 dari 40 penduduk Indonesia menderita diabetes.
Data Riskesdas (2013) menunjukkan bahwa proporsi diabetes di Indonesia pada tahun
2013 meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan tahun 2007. Proporsi diabetes melitus di
Kepaniteraan Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Taruma Negara
Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat
Periode 22 agustus 2016 24 september 2016

Page 3

Diabetes Melitus Pada Lanjut Usia

Indonesia sebesar 6,9 %, toleransi glukosa terganggu (TGT) sebesar 29,9% dan glukosa darah
puasa (GDP) terganggu sebesar 36,6%. Proporsi penduduk di pedesaan yang menderita
diabetes melitus hampir sama dengan penduduk di perkotaan. Prevalensi diabetes melitus
meningkat dari 1,1 persen (2007) menjadi 2,1 persen (2013).
Penemuan diagnosa dini dan penanganan yang adekuat pada lanjut usia yang menderita
DM dipandang cukup penting artinya bagi kelangsungan hidup penderita. Selain itu, skrining
pada lanjut usia yang termasuk ke dalam kategori resiko tinggi untuk menderita DM juga
sebaiknya dilakukan untuk menghindari terjadinya penyakit ataupun menghindari komplikasi
yang lebih lanjut.

Kepaniteraan Gerontologi Medik


Fakultas Kedokteran Universitas Taruma Negara
Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat
Periode 22 agustus 2016 24 september 2016

Page 4

Diabetes Melitus Pada Lanjut Usia

BAB II
ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI
2.1 Etiologi
Beberapa ahli berpendapat bahwa dengan meningkatnya umur, maka intoleransi
terhadap glukosa juga meningkat. Jadi untuk golongan lanjut usia diperlukan batas glukosa
darah yang lebih tinggi dari pada batas yang dipakai untuk menegakkan diagnosis diabetes
melitus pada orang dewasa yang bukan merupakan golongan lanjut usia. Intoleransi glukosa
pada lanjut usia berkaitan dengan obesitas, aktivitas fisik yang kurang, berkurangnya massa
otot, penyakit penyerta, penggunaan obat-obatan, di samping karena pada lanjut usia sudah
terjadi penurunan sekresi insulin dan resistensi insulin. Pada lebih 50 % lanjut usia diatas 60
tahun yang tanpa keluhan ditemukan hasil Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) yang
abnormal, namun intoleransi glukosa ini masih belum dapat dikatakan diabetes melitus.
Menurut Jeffrey, peningkatan kadar gula darah pada lanjut usia disebabkan oleh
beberapa hal, yaitu:

Fungsi sel pankreas dan sekresi insulin yang berkurang

Perubahan karena lanjut usia sendiri yang berkaitan dengan resistensi insulin, akibat
kurangnya massa otot dan perubahan vaskular

Aktivitas fisik yang berkurang, banyak makan, badan kegemukan

Keberadaan penyakit lain, sering menderita stress, operasi

Sering menggunakan bermacam-macam obat

Adanya faktor keturunan

Keberadaan
penyakit lain

Genetik

Faktor-faktor
penyebab
DM pada usia
lanjut

Umur yang
berkaitan dengan
penurunan insulin
Umur yang
berkaitan dengan
resistensi insulin
Kegemukan

Obat
Aktivitas fisik
yang berkurang

Kepaniteraan Gerontologi Medik


Fakultas Kedokteran Universitas Taruma Negara
Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat
Periode 22 agustus 2016 24 september 2016

Page 5

Diabetes Melitus Pada Lanjut Usia

Gambar 1. Beberapa faktor penyebab diabetes melitus pada lansia


2.2 Patofisiologi
Pengolahan bahan makanan dimulai dari mulut kemudian ke lambung dan selanjutnya
ke usus. Didalam saluran pencernaan, makanan yang terdiri dari karbohidrat dipecah menjadi
glukosa, protein dipecah menjadi asam amino dan lemak menjadi asam lemak. Ketiga zat
makanan itu diedarkan ke seluruh tubuh untuk dipergunakan oleh organ-organ di dalam tubuh
sebagai bahan bakar. Supaya berfungsi sebagai bahan bakar zat makanan itu harus diolah,
dimana glukosa dibakar melalui proses kimia yang menghasilkan energi yang disebut
metabolisme.
Dalam proses metabolisme, insulin memegang peranan penting yaitu memasukkan
glukosa ke dalam sel yang digunakan sebagai bahan bakar. Insulin adalah suatu zat atau
hormon yang dihasilkan oleh sel beta di pankreas. Bila insulin tidak ada, maka glukosa tidak
dapat masuk sel dengan akibat glukosa akan tetap berada di pembuluh darah yang artinya
kadar glukosa di dalam darah meningkat.
Pada diabetes melitus tipe 1 terjadi kelainan sekresi insulin oleh sel beta pankreas.
Pasien diabetes tipe ini mewarisi kerentanan genetik yang merupakan predisposisi untuk
kerusakan autoimun sel beta pankreas. Respon autoimun dipacu oleh aktivitas limfosit,
antibodi terhadap sel pulau langerhans dan terhadap insulin itu sendiri.
Pada diabetes melitus tipe 2, jumlah insulin normal tetapi jumlah reseptor insulin yang
terdapat pada permukaan sel yang kurang sehingga glukosa yang masuk ke dalam sel sedikit
dan glukosa dalam darah meningkat.
Tabel 1. Karakteristik diabetes melitus tipe I dan tipe II

DM TIPE I
Mudah terjadi ketoasidosis

DM TIPE II
Sukar terjadi ketoasidosis

Pengobatan harus dengan insulin

Pengobatan tidak harus dengan insulin

Onset akut

Onset lambat

Biasanya kurus

Gemuk atau tidak gemuk

Biasanya terjadi pada umur yang

Biasanya terjadi pada umur > 45

masih

muda

Berhubungan dengan HLA-DR3


dan DR4

Didapatkan antibodi sel islet

10%nya ada riwayat diabetes pada keluarga

Kepaniteraan Gerontologi Medik


Fakultas Kedokteran Universitas Taruma Negara
Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat
Periode 22 agustus 2016 24 september 2016

tahun

Tidak berhubungan dengan HLA

Tidak ada antibodi sel islet

30%nya ada riwayat diabetes keluarga

Page 6

Diabetes Melitus Pada Lanjut Usia

Sumber : PERKENI, Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2, 2002

BAB III
KLASIFIKASI DAN GAMBARAN KLINIS
4.1 Klasifikasi
Klasifikasi etiologis diabetes melitus menurut American Diabetes Association (1997):
Diabetes melitus tipe I:
Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut baik melalui proses
imunologik maupun idiopatik.
Diabetes melitus tipe II:
Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif
sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin.
Diabetes melitus tipe lain:
1. Defek genetik fungsi sel beta :
Maturity onset diabetes of the young (MODY) 1,2,3

DNA mitokondria

2. Defek genetik kerja insulin


3. Penyakit eksokrin pankreas
4. Endokrinopati :

Akromegali

Sindrom Cushing

Hipertiroidisme

5. Obat atau zat kimia


6. Infeksi

Citomegalovirus

Rubela kongenital

7. Imunologi : Antibodi anti insulin


8. Sindrom genetik lainnya :

Sindrom Down

Kepaniteraan Gerontologi Medik


Fakultas Kedokteran Universitas Taruma Negara
Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat
Periode 22 agustus 2016 24 september 2016

Page 7

Diabetes Melitus Pada Lanjut Usia

Sindrom Klinefelter

Sindrom Turner

4.2 Gambaran Klinis


Keluhan umum pada pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM lanjut
usia pada umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien ialah keluhan
akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM lanjut usia,
terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menjadi tua sehingga gambaran klinisnya
bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai dengan komplikasi yang lebih lanjut. Hal yang
sering menyebabkan pasien datang berobat ke dokter ialah adanya keluhan yang mengenai
beberapa organ tubuh, antara lain :

Gangguan penglihatan : katarak

Kelainan kulit : gatal dan bisul-bisul

Kesemutan, rasa baal

Kelemahan tubuh

Luka atau bisul yang tidak sembuh-sembuh

Infeksi saluran kemih


Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi di daerah genital ataupun daerah lipatan

kulit lain, seperti di ketiak dan di bawah payudara, biasanya akibat tumbuhnya jamur. Sering
pula dikeluhkan timbulnya bisul-bisul atau luka lama yang tidak mau sembuh. Luka ini dapat
timbul akibat hal sepele seperti luka lecet karena sepatu, tertusuk peniti dan sebagainya. Rasa
baal dan kesemutan akibat sudah terjadinya neuropati juga merupakan keluhan pasien,
disamping keluhan lemah dan mudah merasa lelah. Keluhan lain yang mungkin
menyebabkan pasien datang berobat ke dokter ialah keluhan mata kabur yang disebabkan
oleh katarak ataupun gangguan-gangguan refraksi akibat perubahan-perubahan pada lensa
akibat hiperglikemia.
Tanda-tanda dan gejala klinik diabetes melitus pada lanjut usia:
1. Penurunan berat badan yang drastis dan katarak yang sering terjadi pada gejala awal
2. Infeksi bakteri dan jamur pada kulit (pruritus vulva untuk wanita) dan infeksi traktus
urinarius sulit untuk disembuhkan.
Kepaniteraan Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Taruma Negara
Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat
Periode 22 agustus 2016 24 september 2016

Page 8

Diabetes Melitus Pada Lanjut Usia

3. Disfungsi neurologi, termasuk

parestesi, hipestesi, kelemahan otot dan rasa sakit,

mononeuropati, disfungsi otomatis dari traktus gastrointestinal (diare), sistem


kardiovaskular (hipotensi ortostatik), sistem reproduksi (impoten), dan inkontinensia
stress.
4. Makroangiopati yang meliputi sistem kardiovaskular (iskemi, angina, dan infark
miokard), perdarahan intra serebral (TIA dan stroke), atau perdarahan darah tepi (tungkai
diabetes dan gangren).
5. Mikroangiopati meliputi mata (penyakit makula, hemoragik, eksudat), ginjal (proteinuria,
glomerulopati, uremia)

Kepaniteraan Gerontologi Medik


Fakultas Kedokteran Universitas Taruma Negara
Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat
Periode 22 agustus 2016 24 september 2016

Page 9

Diabetes Melitus Pada Lanjut Usia

BAB IV
DIAGNOSA
Banyak pasien dengan Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) yang
asimptomatik dan baru diketahui adanya peningkatan kadar gula darah pada pemeriksaan
laboratorium rutin. Para ahli masih berbeda pendapat mengenai kriteria diagnosis DM pada
lanjut usia. Kemunduran, intoleransi glukosa bertambah sesuai dengan pertambahan usia, jadi
batas glukosa pada DM lanjut usia lebih tinggi dari pada orang dewasa yang menderita
penyakit DM.
Kriteria diagnostik diabetes mellitus dan gangguan toleransi glukosa menurut WHO
1985:
a. Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) 200mg/ dl, atau
b. Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) 126 mg/dl, atau
c. Kadar glukosa plasma 200 mg / dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 gram pada
TTGO
Menurut Kane et al (1989), diagnosis pasti DM pada lanjut usia ditegakkan kalau
didapatkan kadar glukosa darah puasa lebih dari 140 mg/dl. Apabila kadar glukosa puasa
kurang dari 140 mg/dl dan terdapat gejala atau keluhan diabetes seperti di atas perlu
dilanjutkan dengan pemeriksaan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO). Apabila TTGO
abnormal pada dua kali pemeriksaan dalam waktu berbeda diagnosis DM dapat ditegakkan.
Cara Pelaksanaan TTGO (WHO, 1994):
a. Tiga hari sebelum pemeriksaan makan seperti biasa (karbohidrat cukup)
b. Kegiatan jasmani seperti yang biasa dilakukan
c. Puasa paling sedikit 8 jam mulai malam hari sebelum pemeriksaan, minum air putih
diperbolehkan
d. Diberikan glukosa 75 gram ( orang dewasa ) atau 1,75 gram/ kgBB (anak anak),
dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu 5 menit
e. Diperiksa kadar glukosa darah dua jam sesudah beban glukosa
f. Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.
Kepaniteraan Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Taruma Negara
Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat
Periode 22 agustus 2016 24 september 2016

Page 10

Diabetes Melitus Pada Lanjut Usia

Pada lanjut usia sangat dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan glukosa darah puasa
secara rutin sekali setahun, karena pemeriksaan glukosuria tidak dapat dipercaya karena nilai
ambang ginjal meninggi terhadap glukosa.
Peningkatan TTGO pada lanjut usia ini disebabkan oleh karena turunnya sensitivitas
jaringan perifer terhadap insulin, baik pada tingkat reseptor (kualitas maupun kuantitas)
maupun pasca reseptornya. Ini berarti bahwa sel-sel lemak dan otot pada pasien lanjut usia
menurun kepekaannya terhadap insulin.
Pemeriksaan Penyaring :
Ada perbedaan antara uji diagnostik DM dan pemeriksaan penyaring. Uji diagnostik
DM dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala dan tanda DM, sedangkan
pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala yang
mempunyai resiko DM. Serangkaian uji diagnostik akan dilakukan pada mereka yang hasil
pemeriksaan penyaringnya positif.
Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada kelompok dengan salah satu risiko DM sebagai
berikut:
1. Usia > 45 tahun
2. Berat badan lebih > 110% BB idaman atau IMT > 23 kg/m2
3. Hipertensi ( > 140 / 90 mmHg )
4. Riwayat DM dalam garis keturunan
5. Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau BB lahir bayi > 4000 gram
6. Kolesterol HDL 35 mg / dl dan atau trigliserida 250 mg / dl
Catatan:
Untuk

kelompok

risiko

tinggi

yang

hasil

pemeriksaan

penyaringnya

negatif,

pemeriksaan penyaring ulangan dilakukan tiap tahun, sedangkan bagi mereka yang berusia >
45 tahun tanpa faktor resiko, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun.

Kepaniteraan Gerontologi Medik


Fakultas Kedokteran Universitas Taruma Negara
Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat
Periode 22 agustus 2016 24 september 2016

Page 11

Diabetes Melitus Pada Lanjut Usia

Tabel 2. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan
diagnosis DM
Kadar glukosa (mg/dl )
Bukan DM
Belum pasti DM
Sewaktu
Plasma Vena
< 110
110 199
Darah Kapiler
< 90
90 199
Puasa
Plasma Vena
< 110
110 125
Darah Kapiler
< 90
90 109
Sumber : PERKENI, Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2, 2002

Kepaniteraan Gerontologi Medik


Fakultas Kedokteran Universitas Taruma Negara
Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat
Periode 22 agustus 2016 24 september 2016

DM
200
200
126
110

Page 12

Diabetes Melitus Pada Lanjut Usia

BAB V
PENATALAKSANAAN
Tujuan penanganan DM pada lanjut usia tidak jauh berbeda dengan orang dewasa
umumnya yaitu untuk mencegah terjadinya dekompensasi metabolik akut dan menurunkan
angka kesakitan dan angka kematian akibat komplikasi. Satu hal yang tidak boleh diabaikan,
yaitu walaupun pencapaian kualitas hidup yang lebih baik merupakan tujuan utama
penanganan DM pada lanjut usia, namun pemberiaan obat-obatan secara agresif dan non
prosedural adalah tidak benar.
Penanganan DM pada lansia seringkali kurang optimal, misalnya saja pada sebuah
penelitian oleh Cardiovascular Heart Study (CHS) di Amerika dari tahun 1996-1997
didapati hanya 12 % populasi lanjut usia dengan DM yang mencapai kadar gula darah di
bawah nilai acuan yang ditetapkan American Diabetes Association. Pada penelitaian tersebut
juga diketahui 50% dari lanjut usia dengan DM mengalami gangguan pembuluh darah besar
dan 33% dari jumlah tersebut aktif mengkonsumsi aspirin. Disisi lain banyak dari populasi
lanjut usia dengan DM memiliki tekanan darah > 140/90 mmHg, hanya 8% lanjut usia
dengan kadar kolesterol LDL < 100 mg/dl.
Saat ini, pola penanganan DM baik tipe 1 maupun tipe 2 telah maju sedemikian pesat
terutama dalam hal terapi farmakologis, namun intervensi obat-obatan bagi lansia mutlak
perlu dilakukan dengan lebih hati-hati. Untuk itu, American Geriatric Society (AGS)
menetapkan beberapa langkah-langkah dalam upaya memberikan pelayanan yang lebih baik
terhadap DM pada lansia.
Tabel 3. Langkah-Langkah Pokok untuk Meningkatkan Penanganan Diabetes
Melitus pada Lansia Menurut American Geriatric Society (AGS)
Edukasi dan penanganan individual
Pencegahan dan penanganan terhadap adanya faktor risiko kardiovaskuler
secara agresif
Mengendalikan stres glikemik sebagai elemen dalam mencegah dan
menangani komplikasi mikrovaskular
Penyaringan dan penanganan terhadap timbulnya sindroma geriatri yang
sering terjadi pada lansia yang menderita DM, misalnya depresi, gangguan
kognitif, inkontinensia urine, jatuh, nyeri, dan polifarmasi
Sumber : DE Elson, MD, PhD ; SL Norris, MD, MPH. Diabetes in Older Adults : Overviews of
AGS guidelines for the treatment of diabetes mellitus in geriatric populations,2004

Di samping langkah-langkah tersebut, juga terdapat nilai-nilai kunci yang digunakan untuk
meningkatkan tata penanganan DM pada lansia.
Kepaniteraan Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Taruma Negara
Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat
Periode 22 agustus 2016 24 september 2016

Page 13

Diabetes Melitus Pada Lanjut Usia

Tabel 4. Nilai-Nilai Kunci dalam Meningkatkan Penanganan DM pada


Lansia
Menawarkan terapi individu dengan mempertimbangkan :
Harapan hidup
Gangguan kognitif
Pilihan pasien

Status fungsional
Dukungan sosial

Mengunakan terapi yang sesederhana dan semurah mungkin


Mendukung upaya pendidikan diabetes bagi pasien dan pengasuh lansia
dengan melibatkan tenaga kesehatan professional
Mengobati hipertensi dan dislipidemia untuk menurunkan risiko gangguan
kardiovaskular
Mempertimbangkan penanganan hipertensi yang seringkali membutuhan > 1
jenis obat dan pengobatannyapun harus dengan perlahan-lahan untuk
menyesuaikan dosis dengan tepat
Tujuan dalam kontrol glikemik seharusnya selalu melibatkan pemeriksaan
HbA1c dengan sasaran < 7%. Bila perlu pertimbangkan pula pemeriksaan lain
tergantung pada :
Harapan hidup
Pilihan pasien

Status fungsional
Beratnya penyakit yang diderita

Dilakukan pemeriksaan terhadap mata paling sedikit tiap 2 tahun atau tiap
tahun bila terdapat retinopati atau bila adanya gangguan penglihatan lain atau
bila anya faktor risiko seperti hipertensi dan kontrol glikemik yang buruk
Penyaringan terhadap adanya depresi dan memberikan penanganan setelah
diagnosa ditegakan
Mengatur pengobatan terkini dan memonitor secara teratur efek samping obat
Penyaringan terhadap timbulnya gangguan kognitif dan sindroma geriatrik
lain seperti : inkontinensia urine, nyeri, dan jatuh
Sumber : DE Elson, MD, PhD ; SL Norris, MD, MPH. Diabetes in Older Adults : Overviews of
AGS guidelines for the treatment of diabetes mellitus in geriatric populations,2004

Pedoman penatalaksanaan diabetes pada lanjut usia adalah:

Menilai penyakitnya secara menyeluruh dan memberikan pendidikan kepada pasien dan
keluarganya.

Menghilangkan gejala-gejala akibat hiperglikemia.

Lebih bersifat konservatif, usahakan agar glukosa darah tidak terlalu tinggi (200 220
mg/dl) dan tidak terlampau rendah karena bahaya terjadinya hipoglikemia

Mengendalikan glukosa darah dan berat badan sambil menghindari resiko hipoglikemi.
Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama

beberapa waktu (2 4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran,
Kepaniteraan Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Taruma Negara
Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat
Periode 22 agustus 2016 24 september 2016

Page 14

Diabetes Melitus Pada Lanjut Usia

dilakukan intervensi farmakologis dengan pemberian obat hipoglikemik oral (OHO) atau
suntikan insulin. Pada keadaan tertentu OHO dapat segera diberikan sesuai indikasi. Dalam
keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stress berat, berat badan yang
menurun cepat, insulin dapat segera diberikan. Pada kedua keadaan tersebut perlu diwaspadai
kemungkinan terjadinya hipoglikemia. Pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan
secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus.
Pilar Pengelolaan DM
A. Edukasi
B. Perencanaan Makan
C. Latihan Jasmani
D. Intervensi Farmakologi
A.

Edukasi
Diabetes tipe II umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk

dengan kokoh. Keberhasilan pengelolaan diabetes mandiri membutuhkan partisipasi aktif


pasien, keluarga, dan masyarakat. Tim kesehatan harus mendampingi pasien dalam menuju
perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi
yang komprehensif, pengembangan keterampilan dan motivasi.
Edukasi tersebut meliputi pemahaman tentang:
Penyakit DM
Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM
Penyulit DM
Intervensi farmakologis dan non farmakologis
Hipoglikemia
Masalah khusus yang dihadapi
Perawatan kaki pada diabetes
Cara pengembangan sistem pendukung dan pengajaran keterampilan
Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan
Edukasi secara individual atau pendekatan berdasarkan penyelesaian masalah
merupakan inti perubahan perilaku yang berhasil. Perubahan Perilaku hampir sama dengan
Kepaniteraan Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Taruma Negara
Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat
Periode 22 agustus 2016 24 september 2016

Page 15

Diabetes Melitus Pada Lanjut Usia

proses edukasi yang memerlukan penilaian, perencanaan, implementasi, dokumentasi, dan


evaluasi.
Masalah kaki yaitu borok di kaki dengan atau tanpa infeksi terlokalisasi atau
menyerang seluruh kaki dan kematian berbagai jaringan tubuh karena hilangnya suplai darah,
infeksi bakteri, dan kerusakan jaringan sekitarnya merupakan adalah masalah utama pada
penderita diabetes.
Klasifikasi penyakit kaki pada penderita diabetes melitus:

Tingkat 0 :

Risiko tinggi mengalami penyakit kaki, belum ada borok

Tingkat 1 :

Borok permukaan yang tidak terinfeksi

Tingkat 2 :

Borok lebih dalam, sering dikaitkan dengan inflamasi jaringan

Tingkat 3 :

Borok dalam yang melibatkan tulang dan formasi abscess

Tingkat 4 :

Kematian jaringan tubuh terlokalisir, seperti di ibu jari kaki,


bagian depan kaki atau tumit

Tingkat 5 :
B.

Kematian jaringan tubuh pada seluruh kaki

Perencanaan Makan
Terapi ini merupakan salah satu dari terapi non farmakologik yang sangat

direkomendasikan bagi penyandang diabetes. Terapi ini pada prinsipnya melakukan


pengaturan pola makan yang didasarkan pada status gizi diabetes dan melakukan modifikasi
diet berdasarkan kebutuhan individual.
Tujuan terapi gizi ini adalah untuk mencapai dan mempertahankan:
1. Kadar glukosa darah yang mendekati normal
a) Glukosa darah berkisar antaara 90-130 mg/dl
b) Glukosa darah 2 jam post prandial < 180 mg/dl
c) Kadar HbA1c < 7%
2. Tekanan darah < 130/80
3. Profil lipid :
a) Kolesterol LDL < 100 mg/dl
b) Kolesterol HDL > 40 mg/dl
c) Trigliserida < 150 mg/dl
4. Berat badan senormal mungkin, BMI 18 24,9
Beberapa faktor yang harus diperhatikan sebelum melakukan perubahan pola
makan diabetes antara lain, tinggi badan, berat badan, status gizi, status kesehatan,
aktivitas fisik dan faktor usia. Selain itu ada beberapa faktor fisiologi seperti masa
Kepaniteraan Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Taruma Negara
Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat
Periode 22 agustus 2016 24 september 2016

Page 16

Diabetes Melitus Pada Lanjut Usia

kehamilan, masa pertumbuhan, gangguan pencernaan pada usia tua, dan lainnya. Pada
keadaan infeksi berat dimana terjadi proses katabolisme yang tinggi perlu
dipertimbangkan pemberian nutrisi khusus.
Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari :
Komposisi nutrien berdasarkan konsensus nasional adalah Karbohidrat 60-70%, Lemak 2025% dan Protein 10-15%.
KARBOHIDRAT (1 gram=40 kkal)
Kandungan total kalori pada makanan yang mengandung karbohidrat lebih ditentukan oleh

jumlahnya dibandingkan jenis karbohidrat itu sendiri.


Total kebutuhan kalori perhari, 60-70 % diantaranya berasal dari sumber karbohidrat
Jumlah serat 25-50 gram/hari.
Pemanis yang tidak meningkatkan jumlah kalori sebagai penggantinya adalah pemanis
buatan seperti sakarin, aspartam, acesulfam dan sukralosa. Penggunaannya pun dibatasi
karena dapat meningkatkan resiko kejadian kanker.

PROTEIN
Kebutuhan protein 15-20% dari total kebutuhan energi perhari.
Pada keadaan kadar glukosa darah yang terkontrol, asupan protein tidak akan

mempengaruhi konsentrasi glukosa darah.


Pada keadaan kadar glukosa darah yang tidak terkontrol, pemberian protein sekitar 0,8-1,0

mg/kg BB/hari.
Pada gangguan fungsi ginjal, jumlah asupan protein diturunkan sampa 0,85 gr/kg BB/hari

dan tidak kurang dari 40 gr.


Jika terdapat komplikasi kardiovaskular maka sumber protein nabati lebih dianjurkan

dibandingkan protein hewani.


LEMAK
Batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh, jumlah maksimal 10% dari

total kebutuhan kalori perhari.


Jika kadar kolesterol LDL 100 mg/dl, asupan asam lemak jenuh diturunkan sampai

maksimal 7% dari total kalori perhari.


Konsumsi kolesterol maksimal 300 mg/hari, jika kadar kolesterol LDL 100 mg/dl, maka
maksimal kolesterol yag dapat dikonsumsi 200 mg perhari.
C.

Latihan Jasmani

Kepaniteraan Gerontologi Medik


Fakultas Kedokteran Universitas Taruma Negara
Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat
Periode 22 agustus 2016 24 september 2016

Page 17

Diabetes Melitus Pada Lanjut Usia

Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-5 hari seminggu
selama sekitar 30-45 menit, dengan total 150 menit perminggu, dengan jeda antar latihan
tidak lebih dari 2 hari berturut-turut. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani
yang bersifat aerobik dengan intensitas sedang (50-70% denyut jantung maksimal) seperti
jalan cepat, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Denyut jantung maksimal dihitung
dengan cara = 220-usia pasien.
D.

Intervensi Farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani

(gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.
1.

Obat Antihiperglikemia Oral


Berdasarkan cara kerjanya, obat antihiperglikemia oral dibagi menjadi 5 golongan:
i.

Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue)


a.Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama memacu sekresi insulin oleh sel
b.

beta pankreas.
Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan
penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Obat ini dapat
mengatasi hiperglikemia post prandial.

ii.

Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin


a.Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis), dan memperbaiki ambilan glukosa perifer. Metformin
merupakan pilihan pertama pada sebagian besar kasus DMT2.
b. Tiazolidindion (TZD) merupakan agonis dari Peroxisome Proliferator
Activated Receptor Gamma (PPAR-), suatu reseptor inti termasuk di sel otot,
lemak, dan hati. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin
dengan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan
glukosa di perifer. Obat ini dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal
jantung (NYHA FC IIIIV) karena dapat memperberat edema/retensi cairan.

Kepaniteraan Gerontologi Medik


Fakultas Kedokteran Universitas Taruma Negara
Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat
Periode 22 agustus 2016 24 september 2016

Page 18

Diabetes Melitus Pada Lanjut Usia

Hati-hati pada gangguan faal hati, dan bila diberikan perlu pemantauan faal
hati secara berkala. Obat yang masuk dalam golongan ini adalah Pioglitazone.
iii.

Penghambat Absorpsi Glukosa: Penghambat Glukosidase Alfa


Obat ini bekerja dengan memperlambat absorbsi glukosa dalam usus halus,
sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan.
Penghambat glukosidase alfa tidak digunakan bila gangguan faal hati yang berat,
irritable bowel syndrome.

iv.

Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase-IV)


Obat golongan penghambat DPP-IV menghambat kerja enzim DPP-IV
sehingga GLP-1 (Glucose Like Peptide-1) tetap dalam konsentrasi yang tinggi
dalam bentuk aktif. Aktivitas GLP-1 untuk meningkatkan sekresi insulin dan
menekan sekresi glukagon bergantung kadar glukosa darah (glucose dependent).

v.

Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Co-transporter 2)


Obat golongan penghambat SGLT-2 merupakan obat antidiabetes oral jenis
baru yang menghambat reabsorpsi glukosa di tubuli distal ginjal dengan cara
menghambat transporter glukosa SGLT-2. Obat yang termasuk golongan ini antara
lain: Canagliflozin, Empagliflozin, Dapagliflozin, Ipragliflozin.

Tabel 5. Profil obat antihiperglikemia oral yang tersedia di Indonesia


Golongan Obat
Sulfonilurea
Glinid
Metformin

Penghambat
AlfaGlukosidase

Cara Kerja Utama


Meningkatkan sekresi
insulin
Meningkatkan sekresi
insulin
Menekan produksi
glukosa hari &
menambah sensitifitas
terhadap insulin
Menghambat absorpsi
glukosa

Kepaniteraan Gerontologi Medik


Fakultas Kedokteran Universitas Taruma Negara
Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat
Periode 22 agustus 2016 24 september 2016

Efek Samping Utama


BB naik
Hipoglikemia
BB naik
Hipoglikemia
Dispepsia, diare,
asidosis laktat

Penurunan HbA1c
1,0%-2,0%

Flatulen, tinja lembek

0,5-0,8%

0,5-1,5%
1,0-2,0%

Page 19

Diabetes Melitus Pada Lanjut Usia

Tiazolidindion
Penghambat
DPP-IV
Penghambat
SGLT-2

2.

Menambah sensitifitas
terhadap insulin
Meningkatkan sekresi
insulin, menghambat
sekresi glucagon
Menghambat
reabsorpsi glukosa di
tubuli distal ginjal

Edema

0,5-1,4%

Sebah, muntah

0,5-0,8%

ISK

0,5-0,9%

Obat Antihiperglikemia Suntik8


1) Insulin

Tabel 6. Farmakokinetik Insulin Eksogen Berdasarkan Waktu Kerja


Jenis Insulin
Awitan
Puncak Efek
Lama Kerja
Kemasan
(onset)
Kerja Cepat (Rapid-Acting) (Insulin Analog)
Insulin
Lispro 5-15 menit
1-2 jam
4-6 jam
Pen/cartridge
(Humalog)
Pen, vial Pen
Insulin
Aspart
(Novorapid)
Insulin
Glulisin
(Apidra)
Kerja Pendek (Short-Acting) (Insulin Manusia, Insulin Reguler )
Humulin R
30-60 menit 2-4 jam
6-8 jam
Vial,
Actrapid
pen/cartridge
Sansulin
Kerja Menengah (Intermediate-Acting) (Insulin Manusia, NPH)
Humulin N
1,54 jam
4-10 jam
8-12 jam
Vial,
Insulatard
pen/cartridge
Insuman Basal
Kerja Panjang (Long-Acting) (Insulin Analog)
Insulin
Glargine 1-3 jam
Hampir tanpa 12-24 jam
Pen
(Lantus)
puncak
Insulin
Detemir
(Levemir)
Kerja Ultra Panjang (Ultra Long-Acting) (Insulin Analog)
Degludec (Tresiba)*
30-60 menit Hampir tanpa Sampai 48 jam
puncak
Campuran (Premixed) (Insulin Manusia)
70/30 Humulin (70% 30-60 menit 3-12 jam
NPH, 30% reguler)
70/30 Mixtard (70%
NPH, 30% reguler)
Kepaniteraan Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Taruma Negara
Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat
Periode 22 agustus 2016 24 september 2016

Page 20

Diabetes Melitus Pada Lanjut Usia

Campuran (Premixed, Insulin Analog)


75/25 Humalogmix 12-30 menit
(75% protamin lispro,
25% lispro) 70/30
Novomix
(70%
protamine aspart, 30%
aspart)

1-4 jam

NPH:neutral protamine Hagedorn; NPL:neutral protamine lispro. Nama obat disesuaikan dengan yang
tersedia di Indonesia. [Dimodifikasi dari Mooradian et al. Ann Intern Med. 2006;145:125-34].

2) Agonis GLP-1/Incretin Mimetic


Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan pendekatan baru untuk
pengobatan DM. Agonis GLP-1 dapat bekerja sebagai perangsang pengelepasan
insulin yang tidak menimbulkan hipoglikemia ataupun peningkatan berat badan
yang biasanya terjadi pada pengobatan insulin ataupun sulfonilurea. Agonis GLP-1
bahkan mungkin menurunkan berat badan. Efek samping yang timbul pada
pemberian obat ini antara lain rasa sebah dan muntah.

3.

Terapi Kombinasi
Terapi dengan obat antihiperglikemia oral kombinasi baik secara terpisah ataupun
fixed dose combination dalam bentuk tablet tunggal, harus menggunakan dua macam
obat dengan mekanisme kerja yang berbeda. Pada keadaan tertentu dapat terjadi sasaran
kadar glukosa darah yang belum tercapai, sehingga perlu diberikan kombinasi tiga obat
antihiperglikemia

oral

dari

kelompok

yang

berbeda

atau

kombinasi

obat

antihiperglikemia oral dengan insulin.


Pada pasien yang disertai dengan alasan klinis dimana insulin tidak memungkinkan
untuk dipakai, terapi dengan kombinasi tiga obat antihiperglikemia oral dapat menjadi
pilihan. Kombinasi obat antihiperglikemia oral dan insulin yang banyak dipergunakan
adalah kombinasi obat antihiperglikemia oral dan insulin basal (insulin kerja menengah
atau insulin kerja panjang), yang diberikan pada malam hari menjelang tidur.
Pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat mencapai kendali glukosa darah yang
baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah
6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut
dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan harinya. Pada keadaaan dimana
kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali meskipun sudah mendapat
Kepaniteraan Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Taruma Negara
Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat
Periode 22 agustus 2016 24 september 2016

Page 21

Diabetes Melitus Pada Lanjut Usia

insulin basal, maka perlu diberikan terapi kombinasi insulin basal dan prandial, serta
pemberian obat antihiperglikemia oral dihentikan.

BAB VI
KOMPLIKASI
6.1 Komplikasi Akut
6.1.1

Ketoasidosis Diabetikum

Ketika kadar insulin rendah, tubuh tidak bisa menggunakan glukosa sebagai energi
dan karenanya lemak tubuh dimobilisasi tempat penyimpanannya. Penghancuran lemak untuk
melepas energi menghasilkan formasi asam lemak. Asam lemak ini melewati hepar dan
membentuk satu kelompok senyawa kimia bernama benda keton, benda keton dikeluarkan
lewat urin disebut ketonuria.
Kadar

benda keton yang meningkat dalam tubuh disebut ketosis. Ketosis bisa

meningkatkan keasaman cairan tubuh dan jaringan sehingga kadar yang sangat tinggi dan

Kepaniteraan Gerontologi Medik


Fakultas Kedokteran Universitas Taruma Negara
Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat
Periode 22 agustus 2016 24 september 2016

Page 22

Diabetes Melitus Pada Lanjut Usia

menyebabkan satu kondisi yang disebut asidosis. Asidosis akibat dari benda keton yang
meningkat disebut ketoasidosis.
Gejala-Gejalanya:
a. Dehidrasi: kekeringan di mulut dan hilangnya elastisitas kulit
b. Napas berbau kecut
c. Mual-mual, muntah-muntah dan rasa sakit di perut
d. Napas berat
e. Tarikan napas meningkat
f. Merasa sangat lemah dan mengantuk
6.1.2

Hipoglikemia

Merupakan salah satu komplikasi akut yang tidak jarang terjadi dan seringkali
membahayakan hidup penderitannya serta ditandai dengan kadar gula darah yang melonjak
turun di bawah 50-60 mg/dl. Komplikasi ini dapat disebabkan faktor eksogen maupun
endogen. Faktor eksogen diantaranya akibat pemakaian insulin atau obat hipoglikemia oral
yang tidak terkontrol dan tidak diikuti dengan asupan kalori yang memadai. Di negara maju,
hipoglikemia sering ditemukan pada penderita diabetes yang mengunakan insulin atau obat
hipoglikemia oral bersamaan dengan alkohol yang berlebihan tanpa asupan kalori yang baik.

Tabel 7. Penyebab Hipoglikemia pada Penderita Diabetes Melitus


Faktor Eksogen
Faktor Endogen
Insulin
Obat Hipoglikemia Oral
Alkohol
Obat-obatan antara lain :
- Salisilat
- Hipoglisin
- Pentamidin
- Obat reseptor-blocking

Hipoglikemia Organik
Insulinoma
Keganasan Ekstrapankreatik
Gangguan Metabolisme Bawaan
- Intoleransi fruktosa herediter
- Defisiensi fruktosa-1,6-difosfatase
- Galaktosemia
- Defisiensi fosfoenolpiruvat
karboksikinase

Sumber : SE Inzucchi : The Diabetes Mellitus Manual, 2005


Kepaniteraan Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Taruma Negara
Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat
Periode 22 agustus 2016 24 september 2016

Page 23

Diabetes Melitus Pada Lanjut Usia

Gejala hipoglikemia mula-mula berupa gejala adrenergik seperti: pucat, berkeringat,


takikardi, palpitasi, lapar, lemas, dan gugup. Kemudian pada fase selanjutnya disusul gejala
neuroglikopenia yang meliputi:

cepat lelah, cepat marah, sakit kepala, kehilangan

konsentrasi, gangguan kesadaran, gangguan sensorik dan motorik, bingung, kejang dan
bahkan koma.
6.1.3

Infeksi

Pengidap diabetes, cenderung terkena infeksi karena 3 alasan utama:


a. Bakteri tumbuh baik jika kadar glukosa darah tinggi
b. Mekanisme pertahanan tubuh rendah pada orang yang terkena diabetes
c. Komplikasi terkait diabetes yang meningkatkan resiko infeksi.
Infeksi yang umumnya menyerang pengidap diabetes termasuk infeksi kulit, infeksi saluran
kencing, penyakit pada gusi, tuberkulosis, dan beberapa jenis infeksi jamur.

6.2 Komplikasi Kronis


6.2.1 Penyakit jantung dan pembuluh darah
Aterosklerosis adalah sebuah kondisi dimana arteri menebal dan menyempit karena
penumpukan lemak pada bagian dalam pembuluh darah. Menebalnya arteri di kaki bisa
mempengaruhi otot-otot kaki karena berkurangnya suplai darah yang mengakibatkan kram,
rasa tidak nyaman atau lemas saat berjalan. Jika suplai darah pada kaki sangat kurang atau
terputus dalam waktu lama bisa terjadi kematian pada jaringan.

Gambar 2. Aterosklerosis pada DM dan Pengaruhnya terhadap Kaki


Kepaniteraan Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Taruma Negara
Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat
Periode 22 agustus 2016 24 september 2016

Page 24

Diabetes Melitus Pada Lanjut Usia

6.2.2 Kerusakan pada ginjal (Nefropati)


Nefropati diabetik didefinisikan sebagai peningkatan ekskresi albumin urin
yang tidak disebabkan oleh penyakit ginjal lain atau secara klasik ditandai dengan
protein urin >0,5 g/24 jam. Menurut Pusat Diabetes dan Nutrisi Surabaya, diagnosis
nefropati diabetik dapat ditegakkan dengan kriteria: adanya DM, retinopati diabetik,
dan proteinuria dalam 2 kali pemeriksaan dengan interval 2 minggu. Nefropati
diabetik terjadi pada 30-40% pasien DM, dan diabetes merupakan penyebab utama
terjadinya end-stage renal disease (ESRD).
Onset dan perkembangan penyakit ginjal yang disebabkan DM sangat
bervariasi. Sebelum timbul gejala klinik dari nefropati diabetik, ginjal penderita DM
mengalami perubahan fungsional maupun morfologis. Kelainan morfologi ginjal
timbul sesudah 2-5 tahun sejak diagnosis DM ditegakkan. Perubahan fungsional
awalnya meliputi peningkatan GFR dan ekskresi protein. Kerusakan pada pembuluh
darah kecil di ginjal menyebabkan terjadinya kebocoran protein lewat urin. GFR pada
mulanya meningkat di atas 20-30% dari normal, dan ekskresi protein yang intermitten
makin lama menetap dan bertambah berat. GFR akhirnya akan turun dan penderita
jatuh dalam gagal ginjal tahap akhir. Ginjal kehilangan kemampuannya untuk
membersihkan dan menyaring darah sehingga akhirnya pasien seringkali harus
menjalani dialisis untuk membuang produk buangan toksik dari darah.
Peneliti lain menyebutkan ada 5 tahap perkembangan nefropati diabetik.
Tahap 1 ditemukan adanya hipertrofi dan hiperfungsi ginjal dengan GFR yang
meningkat. Tahap 2 didapatkan lesi glomerulus dan GFR yang meningkat tapi masih
asimtomatik. Tahap 3 (nefropati diabetik awal/insipien) dengan kelainan utama
adanya mikroalbuminuria dan GFR menurun. Tahap 4 (nefropati diabetik klinik)
ditandai dengan makroalbuminuria atau bila ada ekskresi proteinuria lebih dari 0,5
g/24 jam, dan terdapat penurunan GFR. Biasanya nefropati diabetik klinik ini akan
terjadi setelah menderita DM 10-15 tahun. Tahap 5 adalah GGK dengan GFR <25
ml/menit. Peningkatan albuminuria dan penurunan GFR pada nefropati diabetik awal
bersifat reversibel, sedangkan pada nefropati diabetik klinik bersifat irreversibel

6.2.3 Kerusakan saraf (Neuropati)


6.2.3.1

Definisi

Kepaniteraan Gerontologi Medik


Fakultas Kedokteran Universitas Taruma Negara
Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat
Periode 22 agustus 2016 24 september 2016

Page 25

Diabetes Melitus Pada Lanjut Usia

Neuropati diabetik adalah adanya gejala dan atau tanda dari disfungsi saraf
penderita diabetes tanpa ada penyebab lain selain diabetes mellitus, (setelah
dilakukan eksklusi penyebab lainnya).
6.2.3.2

Patogenesis
Gula darah tinggi menghancurkan serat saraf dan satu lapisan lemak di sekitar

saraf. Saraf yang rusak tidak bisa mengirimkan sinyal ke otak dan dari otak dengan
baik, sehingga akibatnya bisa kehilangan indra perasa, meningkatnya indra perasa
atau nyeri di bagian yang terganggu. Kerusakan saraf tepi tubuh lebih sering terjadi.
Kerusakan dimulai dari jempol kaki serta berlanjut hingga telapak kaki dan seluruh
kaki yang menimbulkan mati rasa, kesemutan, seperti terbakar, rasa sakit, rasa
tertusuk, atau kram pada otot kaki.
Lesi pada saraf perifer akan menimbulkan enam tingkat kerusakan yaitu:
a. Grade 1 (Neuropraksia)
Kerusakan paling ringan, terjadi blok fokal hantaran saraf, gangguan umumnya
secara fisiologis, struktur saraf baik. Karena tidak terputusnya kontinuitas
aksoplasmik sehingga tidak terjadi degenerasi wallerian. Pemulihan komplit
terjadi dalam waktu 1-2 bulan.
b. Grade II (Aksonometsis)
Kerusakan pada akson tetapi membrane basalis (Schwann cell tube),
perineurium dan epineurium masih utuh. Terjadi degenerasi wallerian di distal
sampai lesi, diikuti dengan regenerasi aksonal yang berlangsung 1 inch per
bulan. Regenerasi bisa tidak sempurna seperti pada orang tua.
c. Grade III
Seperti pada grade II ditambah dengan terputusnya membran basalis.
Regenerasi terjadi tetapi banyak akson akan terblok oleh skar endoneurial.
Pemulihan tidak sempurna.
d. Grade IV
Obliterasi endoneurium dan perineurium dengan skar menyebabkan kontinuitas
saraf berbagai derajat tetapi hambatan regemerasi komplit.
e. Grade V
Saraf terputus total, sehingga memerlukan operasi untuk penyembuhan.
f. Grade VI
Kombinasi dari grade II-IV dan hanya bisa didiagnosa dengan pembedahan.
Ada tiga proses patologi dasar yang bisa terjadi pada saraf perifer yaitu:
a. Degenerasi Wallerian
Kepaniteraan Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Taruma Negara
Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat
Periode 22 agustus 2016 24 september 2016

Page 26

Diabetes Melitus Pada Lanjut Usia

Terjadi degenerasi senkunder pada mielin oleh karena penyakit pada akson yang
meluas ke proksimal dan distal dari tempat akson terputus. Perbaikan
membutuhkan waktu sampai tahunan, oleh karena pertama terjadi regenerasi
kemudian baru terjadi koneksi kembali dengan otot, organ sensoris, pembuluh
darah.
b. Demienilisasi segmental
Terjadi destruksi mielin tanpa kerusakan akson, lesi primer melibatkan sel
Schwann. Demielinisasi mulai dari nodus ranvier meluas tak teratur ke segmensegmen internodus lain. Perbaikan fungsi cepat karena tidak terjadi kerusakan
akson.
c. Degenerasi aksonal
Degenerasi pada bagian distal akson saraf perifer dan beberapa tempat ujung
akson sentral kolumna posterior medulla spinalis.
6.2.3.3

Gejala Klinis

Gejala yang sering muncul:

Kesemutan

Rasa panas atau rasa tertusuk tusuk jarum

Rasa tebal terjadi di telapak kaki

Kram

Badan sakit terutama malam hari

Bila ada kerusakan urat saraf disebut polineuropati diabetic.

6.2.3.4 Penatalaksanaan
Langkah manajemen terhadap pasien adalah untuk menghentikan progresifitas
rusaknya serabut saraf dengan control gula darah secara baik. Mempertahankan
control glukosa darah ketat, HbA1c, tekanan darah, dan lipids dengan terapi
farmakologis dan perubahan pola hidup. Komponen manajemen diabetes lain yaitu
perawatan kaki, pasien harus diajar untuk memeriksan kaki mereka secara teratur.

6.2.4 Kerusakan pada mata (Retinopati)


6.2.4.1

Definisi
Retinopati diabetik adalah suatu mikroangiopati progresif yang ditandai oleh

kerusakan dan sumbatan pembuluh-pembuluh halus, meliputi arteriol prekapiler


retina, kapiler-kapiler dan vena-vena.
Kepaniteraan Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Taruma Negara
Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat
Periode 22 agustus 2016 24 september 2016

Page 27

Diabetes Melitus Pada Lanjut Usia

6.2.4.2
Klasifikasi
Berkaitan dengan prognosis dan pengobatan, maka retinopati diabetik dibagi
menjadi:
1. Retinopati Diabetik Non Proliferatif
2. Retinopati Diabetik Proliferatif
6.2.4.3
Patofisiologi
1. Retinopati Diabetik Non Proliferatif
Merupakan bentuk yang paling umum dijumpai. Merupakan cermin klinis dan
hiperpermeabilitas dan inkompetens pembuluh yang terkena. Disebabkan oleh
penyumbatan dan kebocoran kapiler, Disini perubahan mikrovaskuler pada retina
terbatas pada lapisan retina (intraretinal), terikat ke kutub posterior dan tidak melebihi
membran internal.
Karakteristik pada jenis ini adalah dijumpainya mikroaneurisma multiple yang
dibentuk oleh kapiler-kapiler yang membentuk kantung-kantung kecil menonjol
seperti titik-titik, vena retina mengalami dilatasi dan berkelok-kelok, bercak
perdarahan intraretinal. Perdarahan dapat terjadi pada semua lapisan retina dan
berbentuk nyala api karena lokasinya didalam lappisan serat saraf yang berorientasi
horizontal. Sedangkan perdarahan bentuk titik-titik atau bercak-bercak terletak di
lapisan retina yang lebih dalam tempat sel-sel akson berorientasi vertical.
2. Retinopati Diabetik Proliferatif
Pada jenis ini iskemia retina yang progresif akhirnya merangsang pembentukan
pembuluh-pembuluh halus (neovaskularisasi) yang sering terletak pada permukaan
diskus dan di tepi posterior zona perifer disamping itu neovaskulariasi iris atau
rubeosis iridis juga dapat terjadi. Pembuluh-pembuluh baru yang rapuh berproliferasi
dan menjadi meninggi apabila korpus vitreum mulai berkontraksi menjauhi retina dan
darah keluar dari pembuluh tersebut maka akan terjadi perdarahan massif dan dapat
timbul penurunan penglihatan mendadak.
Disamping itu neovaskularisasi yang meninggi ini dapat mengalami fibrosis dan
membentuk pita-pita fibrovaskular rapat yang menarik retina dan menimbulkan
kontraksi terus-menerus pada korpus vitreum. Ini dapat menyebabkan pelepasan retina
akibat traksi progresif atau apabila terjadi robekan retina, terjadi ablasio retina
regmatogenosa. Pelepasan retina dapat didahului atau ditutupi oleh perdarhan korpus
vitreum.
6.2.4.4

Gejala Klinis

Kepaniteraan Gerontologi Medik


Fakultas Kedokteran Universitas Taruma Negara
Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat
Periode 22 agustus 2016 24 september 2016

Page 28

Diabetes Melitus Pada Lanjut Usia

Gejala yang dapat ditemui berupa:

Kesulitan membaca
Penglihatan kabur
Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata
Melihat lingkaran-lingkaran cahaya
Melihat bintik gelap & cahaya kelap-kelip

Gejala objektif yang dapat ditemukan pada retina dapat berupa:

Mikroaneurisma
Dilatasi pembuluh darah dengan lumennya ireguler dan berkelok-kelok
Hard exudates merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannya khusus
yaitu irregular, kekuning-kuningan. Pada permulaan eksudat pungtata membesar

dan bergabung. Eksudat ini dapat muncul dan hilang dalam beberapa minggu.
Soft exudates yang sering disebut cotton wool patches merupakan iskemia
retina. Pada pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat bercak berwarna kuning
bersiat difus dan berwarna putih. Biasanya terletak dibagian tepi daerah

nonirigasi dan dihubungkan dengan iskemia retina.


Pembuluh darah baru (Neovaskularisasi) pada retina biasanya terletak di
permukaan jaringan. Tampak sebagai pembuluh yang berkelok-kelok, dalam,

berkelompok, dan ireguler.


Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah makula
sehingga sangat mengganggu tajam penglihatan.

Gambar 3. Non Proliferatif Retinopati


pada Diabetes melitus

Gambar 4. Proliferatif awal pada


retinopati diabetika

Kepaniteraan Gerontologi Medik


Fakultas Kedokteran Universitas Taruma Negara
Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat
Periode 22 agustus 2016 24 september 2016

Page 29

Diabetes Melitus Pada Lanjut Usia

6.2.4.5

Tatalaksana

Fokus pengobatan bagi pasien retinopati diabetik non proliferatif adalah pengobatan
terhadap hiperglikemia dan penyakit sistemik lainnya. Terapi Laser argon fokal terhadap titiktitik kebocoran retina pada pasien yang secara klinis menunnjukkan edema bermakna dapat
memperkecil resiko penurunan penglihatan dan meningkatkan fungsi penglihatan. Sedangkan
mata dengan edema makula diabetik yang secara klinis tidak bermakna maka biasanya hanya
dipantau secara ketat tanpa terapi laser.
Untuk retinopati diabetik proliferatif biasanya diindikasikan pengobatan dengan
fotokoagulasi panrentina laser, yang secara bermakna menurunkan kemungkinan perdarahan
masif korpus vitreum dan pelepasan retina dengan cara menimbulkan regresi dan pada
sebgaian kasus dapat menghilangkan pembuluh-pembuluh baru tersebut.
Untuk penatalaksanaan konservatif penglihatan monokular yang disebabkan oleh
perdarahan korpus vitreum diabetes pada binokular adalah dengan membiarkan terjadinya
resolusi spontan dalam beberapa bulan. Disamping itu peran bedah vitreoretina untuk
retinopati diabetik proliferatif masih tetap berkembang, sebagai cara untuk mempertahankan
atau memulihkan penglihatan yang baik.

Kepaniteraan Gerontologi Medik


Fakultas Kedokteran Universitas Taruma Negara
Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat
Periode 22 agustus 2016 24 september 2016

Page 30

Diabetes Melitus Pada Lanjut Usia

DAFTAR PUSTAKA
American Diabetes Association. Position statement: Standards of Medical Care in Diabetes
2010. Diab Care. 2010; 33 (Suppl.1).
DE Elson, SL Norris. Diabetes in Older Adults: Overviews of AGS guidelines for the
treatment of diabetes mellitus in geriatric populations. 2004.
Foster DW. Diabetes melitus. Dalam : Harrison Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Asdie,
A, editor. Volume 5. Jakarta : EGC, 2000.
Gross JL, Canani LH, Caramori ML. 2005. Diabetic Nephropathy: Diagnosis, Prevention,
and Treatment. Diabetes Care. 2008; 28:164 - 75.
Gustaviani R. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam : buku ajar ilmu penyakit
dalam. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I dkk, editor. Jilid III. Edisi V. Jakarta : balai penerbit
FKUI, 2009.
Harun A, Immanuel S. Tinjauan Laboratorik Kasus Diabetes Melitus Tipe 2 dengan
Komplikasi. Jakarta: Departemen patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2003.
PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia.
Jakarta: Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. 2006.
Powers AC. 2004. Diabetes Mellitus. Di dalam:Braunwald E, Fauci A, editor. Harrison's
principles of internal medicine. Edisi ke-16. New York: McGraw-Hill. hlm. 2152 - 80.
Rhodes CJ. 2005. Type 2 diabetes - a matter of beta cell life and death? Science. 307:380-3.
Sitompul R. Diabetic Reinopathy. Jakarta: J Indon Med Assoc. 2011 Agustus; 61(8):337-41.
Soegondo S. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus tipe 2 di Indonesia
2011. Jakarta : PERKENI, 2011.
Waspadji S. Komplikasi kronik diabetes : mekanisme terjadinya, diagnosis dan strategi
pengelolaannya. Dalam : buku ajar ilmu penyakit dalam. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I
dkk, editor. Jilid III. Edisi IV. Jakarta : balai penerbit FKUI, 2006.
Kepaniteraan Gerontologi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Taruma Negara
Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat
Periode 22 agustus 2016 24 september 2016

Page 31

Diabetes Melitus Pada Lanjut Usia

Kepaniteraan Gerontologi Medik


Fakultas Kedokteran Universitas Taruma Negara
Panti Werdha Kristen Hana, Ciputat
Periode 22 agustus 2016 24 september 2016

Page 32

Anda mungkin juga menyukai