Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN LENGKAP KONSEP DASAR MEDIS DAN KONSEP

KEPERAWATAN DENGAN DIAGNOSA MEDIS


SIROSIS HEPATIS

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO
GORONTALO
2019
LAPORAN PENDAHULUAN
SIROSIS HEPATIS

A. KONSEP DASAR MEDIS


1. PENGERTIAN
Sirosis adalah penyakit kronis yang dicirikan dengan penggantian jaringan hati
normal dengan fibrosis yang menyebar, yang mengganggu struktur dan fungsi hati.
Sirosis atau jaringan parut pada hati, di bagi menjadi tiga jenis : alkoholik, paling
sering disebabkan oleh alkoholisme kronis, dan jenis sirosis yang paling umum ;
pasca nekrosis, akibat hepatis virus akut sebelumnya; dan bilier, akibat obstruksi
bilier kronis dan infeksi (jenis sirosis yang paling jarang terjadi). (Brunner and
Sudarth, 2014)
Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati menahun yang difus, ditandai
dengan adanya pembentukan jaringan disertai nodul. Dimulai dengan proses
peradangan, nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha
regenerasi nodul. (Iin Inayah, 2014).

2. ANATOMI & FISIOLOGI HATI


Hati adalah organ yang terbesar yang terletak di sebelah kanan atas rongga perut
di  bawah diafragma. Beratnya 1.500 gr atau 2,5 % dari berat badan orang dewasa
normal. Pada kondisi hidup berwarna merah tua karena kaya akan persediaan darah.
Hati terbagi menjadi lobus kiri dan lobus kanan yang dipisahkan oleh ligamentum
falciforme, di inferior oleh fissure dinamakan dengan ligamentum teres dan di
posterior oleh fissure dinamakan dengan ligamentum venosum. Lobus kanan hati
enam kali lebih besar dari lobus kirinya dan mempunyai 3 bagian utama yaitu : lobus
kanan atas, lobus caudatus, dan lobus quadrates.Hati dikelilingi oleh kapsula fibrosa
yang dinamakan kapsul glisson dan dibungkus peritorium pada sebagian besar
keseluruhan permukaannnya. Hati disuplai oleh dua pembuluh darah yaitu : Vena
porta hepatica yang berasal dari lambung dan usus, yang kaya akan nutrien seperti
asam amino, monosakarida, vitamin yang larut dalam air, dan mineral dan  Arteri
hepatica, cabang dari arteri kuliaka yang kaya akan oksigen.Untuk lebih jelasnya
anatomi hati dapat dilihat pada gambar berikut:
Sumber :
Leanerhelp Image Liver 
Untuk perbedaan hati yang sehat dengan yang sirosis dapat dilihat pada gambar
berikut :

Sumber : Info Kesehatan Fungsi


Organ Hati
FUNGSI HATI
Hati selain salah satu organ di
badan kita yang terbesar , juga
mempunyai fungsi yang terbanyak.
Fungsi dari hati dapat dilihat sebagai
organ keseluruhannya dan
dapat dilihat dari sel-sel dalam hati.
Fungsi hati sebagai organ keseluruhannya diantaranya ialah;
1) Ikut mengatur keseimbangan cairan dan elekterolit, karena semua cairan dan
garam akan melewati hati sebelum ke jaringan ekstraseluler lainnya.
2) Hati bersifat sebagai spons akan ikut mengatur volume darah, misalnya pada
dekompensasio kordis kanan maka hati akan membesar.
3) Sebagai alat saringan (filter)
Semua makanan dan berbagai macam substansia yang telah diserap oleh
intestine akan dialirkan ke organ melalui sistema portal

3. ETIOLOGI
a. Sirosis Laennec
Sirosis Laennec disebut juga sirosis alkoholik, portal dan sirosis gizi
merupakan sirosis yang dihubungkan dengan penyalahgunaan alkohol kronik.
50% atau lebih dari seluruh kasus sirosis. Hubungan antara penyalahgunaaan
alkohol dengan sirosis lannec belum diketahui. Alkohol berdampak langsung
terhadap hati dan akumulasi lemak didalam sel-sel. Sementara hati
menyebabkan perubahan pada struktur dan fungsi sel-sel hepar. (Andra
Saferi, 2015)
b. Sirosis Postnekrotik
Terdapat pita jaringan parut sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus (B dan
C) yang terjadi sebelumnya. Terjadi karena kelainan metabolik, infeksi, dan
post intoksikasi zat kimia.
c. Sirosis Biliaris
Terbentuk jaringan parut disekitar saluran empedu/ductus biliaris. Terjadi
akibat obstruksi biliaris post hepatik menyebabkan stastis empedu,
penumpukan empedu dalam massa hati sehingga terjadi kerusakan sek-sel
hati.Bagian hati yang terlibat terdiri atas ruang portal dan periportal tempat
kanalikulus biliaris dari masing-masing lobulus hati  bergabung untuk
membentuk saluran empedu baru. Dengan demikian akan terjadi
pertumbuhan jaringan yang berlebihan terutama terdiri atas saluran empedu
yang baru dan tidak  berhubungan yang dikelilingi oleh jaringan parut
d. Sirosis Cardiac
CHF jangka lama

4. Manifestasi Klinik
a. Gejala
Gejala chirosis hati mirip dengan hepatitis, karena terjadi sama-sama di liver
yang mulai rusak fungsinya, yaitu: kelelahan, hilang nafsu makan, mual-mual,
badan lemah, kehilangan berat badan, nyeri lambung dan munculnya jaringan
darah mirip laba-laba di kulit (spider angiomas). Pada chirrosis terjadi kerusakan
hati yang terus menerus dan terjadi regenerasi noduler serta ploriferasi jaringan
ikat yang difus.
b. Tanda klinik
Tanda-tanda klinik yang terjadi : (Hildan , 2017)
1) Adanya ikterus (penguningan) pada penderita chrirosis.
Timbulnya ikterus (penguningan ) pada seseorang merupakan tanda
bahwa ia sedang menderita penyakit hati. Penguningan pada kulit dan mata
terjadi ketika liver sakit dan tidak bisa menyerap bilirubin.Ikterus dapat
menjadi penunjuk beratnya kerusakan sel hati. Ikterus terjadi sedikitnya pada
60 % penderita selama perjalanan penyakit
2) Pembesaran Hati.
Pada awal perjalanan sirosis, hati cenderung membesar dan sel-selnya
dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam
yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai
akibat dari pembesaran hati yang cepat dan  baru saja terjadi sehingga
mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati (kapsula Glissoni). Pada
perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah
jaringan parut menyebabkan pengerutan jaringan hati. Apabila dapat
dipalpasi, permukaan hati akan teraba benjol- benjol (noduler).
3) Obstruksi Portal dan Asites.
Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh kegagalan fungsi hati yang
kronis dan sebagian lagi oleh obstruksi sirkulasi portal. Semua darah dari
organ-organ digestif praktis akan  berkumpul dalam vena portal dan dibawa
ke hati. Karena hati yang sirotik tidak memungkinkan pelintasan darah yang
bebas, maka aliran darah tersebut akan kembali ke dalam limpa dan traktus
gastrointestinal dengan konsekuensi bahwa organ-organ ini menjadi tempat
kongesti pasif yang kronis; dengan kata lain, kedua organ tersebut akan
dipenuhi oleh darah dan dengan demikian tidak dapat bekerja dengan baik.
Pasien dengan keadaan semacam ini cenderung menderita dispepsia kronis
atau diare. Berat badan pasien secara berangsur-angsur mengalami
penurunan. Cairan yang kaya protein dan menumpuk di rongga peritoneal
akan menyebabkan asites. Hal ini ditunjukkan melalui perfusi akan adanya
shifting dullness atau gelombang cairan. Splenomegali juga terjadi.
Jaring- jaring telangiektasis, atau dilatasi arteri superfisial menyebabkan
jaring  berwarnabiru kemerahan, yang sering dapat dilihat melalui inspeksi
terhadap wajah dan keseluruhan tubuh.
4) Varises Gastrointestinal .
Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrofik
juga mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral sistem
gastrointestinal dan pemintasan (shunting) darah dari  pernbuluh portal ke
dalam pernbuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah. Sebagai akibatnya,
penderita sirosis sering memperlihatkan distensi  pembuluh darah abdomen
yang mencolok serta terlihat pada inspeksi abdomen (kaput medusae), dan
distensi pembuluh darah di seluruh traktus gastrointestinal. Esofagus,
lambung dan rektum bagian bawah merupakan daerah yang sering mengalami
pembentukan pembuluh darah kolateral.
Distensi pembuluh darah ini akan membentuk varises atau temoroid
tergantung pada lokasinya. Karena fungsinya bukan untuk menanggung
volume darah dan tekanan yang tinggi akibat sirosis, maka pembuluh darah
ini dapat mengalami ruptur dan menimbulkan perdarahan. Karena itu,
pengkajian harus mencakup observasi untuk mengetahui perdarahan yang
nyata dan tersembunyi dari traktus gastrointestinal. Kurang lebih 25% pasien
akan mengalami hematemesis ringan; sisanya akan mengalami hemoragi
masif dari ruptur varises pada lambung dan esofagus.
5) Edema.
Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang
kronis. Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi predisposisi
untuk terjadinya edema. Produksi aldosteron yang  berlebihan akan
menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi kalium. (yessie mariza,
2015)
6) Defisiensi Vitamin dan Anemia.
Karena pembentukan, penggunaan dan  penyimpanan vitamin tertentu yan
tidak memadai (terutama vitamin A, C dan K), maka tanda-tanda defisiensi
vitamin tersebut sering dijumpai, khususnya sebagai fenomena hemoragik
yang berkaitan dengan defisiensi vitamin K. Gastritis kronis dan gangguan
fungsi gastrointestinal bersama-sama asupan diet yang tidak adekuat dan
gangguan fungsi hati turut menimbulkan anemia yang sering menyertai
sirosis hepatis. Gejala anemia dan status nutrisi serta kesehatan pasien yang
buruk akan mengakibatkan kelelahan hebat yang mengganggu kemampuan
untuk melakukan aktivitas rutin sehari-hari.
7)  Kemunduran Mental 
Manifestasi klinik lainnya adalah kemunduran fungsi mental dengan
ensefalopati dan koma hepatik yang membakat. Karena itu, pemeriksaan
neurologi perlu dilakukan pada sirosis hepatis dan mencakup perilaku umum
pasien, kemampuan kognitif, orientasi terhadap waktu serta tempat, dan pola
bicara

5. PATOFISIOLOGI
Infeksi hepatitis viral tipe B/C menimbulkan peradangan sel hati. Peradangan ini
menyebabkan nekrosis meliputi daerah yang luas (hepatoseluler), terjadi kolaps
lobulus hati dan ini memacu timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya septa
fibrosa difus dan nodul sel hati, walaupun etiologinya berbeda, gambaran histologi
sirosis hati sama atau hampir sama, septa bisa dibentuk dari sel retikulum penyangga
yang kolaps dan berubah jadi parut. Jaringan parut ini dapat menghubungkan daerah
porta dengan sentral. Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan
berbagai macam ukuran dan ini menyebabkan distorsi percabangan pembuluh
hepatik dan gangguan aliran darah porta, dan menimbulkan hipertensi portal.
Hal demikian dapat pula terjadi pada sirosis alkoholik tapi prosesnya lebih
lama.Konsumsi minuman beralkohol dianggap sebagai faktor penyebab yang utama.
Sirosis terjadi paling tinggi pada peminum minuman keras. Meskipun defisiensi gizi
dengan penurunan asupan protein turut menimbulkan kerusakan hati pada sirosis,
namun asupan alkohol yang  berlebihan merupakan faktor penyebab utama pada
perlemakan hati dan konsekuensi yang ditimbulkannya. Namun demikian, sirosis
juga pernah terjadi pada individu yang tidak memiliki kebiasan minum dan pada
individu yang dietnya normal tapi dengan konsumsi alkohol yang tinggi
Tahap berikutnya adalah sirosis lanec terjadi peradangan pada nekrosis pada sel
duktules, sinusoid, retikulo endotel, terjadi fibrinogenesis dan septa aktif. Jaringan
kolagen berubah dari reversible menjadi ireversibel bila telah terbentuk septa
permanen yang aseluler pada daerah porta dan parenkim hati. Gambaran septa ini
bergantung pada etiologi sirosis. Pada sirosis dengan etiologi hemokromatosis, besi
mengakibatkan fibrosis daerah periportal, pada sirosis alkoholik timbul fibrosis
daerah sentral. Sel limposit T dan makrofag menghasilkan limfokin dan monokin,
mungkin sebagai mediator timbulnya fibrinogen. Mediator ini tidak memerlukan
peradangan dan nekrosis aktif. Septal aktif ini berasal dari daerah porta menyebar ke
parenkim hati.
Sirosis hepatis biasanya memiliki awitan yang insidus dan perjalanan  penyakit
yang sangat panjang sehingga kadang-kadang melewati rentang waktu 30 tahun/lebih
6. PATHWAY

Sirosis Laennec Sirosis post Sirosis post Gizi Kelainan


nekrotik biliaris Buruk Metabolisme
(Sirosis Alkohol) (sirosis akibat
(Colelitiasis) (DM Lama)
lanjut dari
hepatis B & C) Kegagalan
Akumulasi/
penumpukan Jaringan Hasilkan Glokugenesi
lemak di dalam Infeksi Parut lipotropik
/Peradangan
Peningkatan
sel hati
Perubahan pada Bendungan asam lemak
Peningkatan
struktur & Fungsi Empedeu bebas
Kerja Hepar
sel –sel hepar

Mendesak
Peningkatan Lobus hepar
kerja hepar

Kerusakan
sel hepar

Hepar
Nekrosis

Pembentukan
jaringan perut

Hipertensi Portal

Disfungsi Hepar

Sirosis Hepatis
Gangguan Globulin Gangguan Fibrosis
Liver Failure Metabolisme turun Metabolism Hepar
Protein e Empedu

Fibrinogen &
Penurunan Sintesa Albumin Protombin Metobolisme Aliran darah
fungsi sel kapiler Menurun turun Bilirubin vena Portal
Terganggu terganggu

Gangguan
Pertahanan Sintesa Albumin Absorbsi Penumpukan Peningkatan
Tubuh Menurun garam tekanan vena
Menurun portal
Absorsbsi Vit Empedu
K
Tekanan Osmotik Pruritas Peningkatan
Menurun tekanan
Risiko Infeksi Resiko
hidrosis
Perdararahan
Peningkatan Gangguan
Cairan Peritoneun Integritas Hipervolemi
Kulit a

Asites

Penekanan
Lambung

Mual, muntah

Intake Tidak ade


kuat

Defisit Nutrisi
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Ada beberapa pemeriksaan penunjang untuk sirosis hepatis meliputi yaitu
pemeriksaan lab, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan lainnya seperti radiologi, dan
lain-lain. Perlu di ingat bahwa tidak ada pemeriksaan uji biokimia hati yang dapat
menjadi pegangan dalam menegakkan diagnosis sirosis hepatis.
a. Darah
Pada sirosis hepatis bisa di jumpai Hb rendah, anemia normokrom normositer,
hipokom mikositer. Anemia bisa akibat dari hiperplenisme (lien membesar)
dengan leukopenia dan trombositopenia (jumlah trombosit dan leukosit kurang
dari nilai normal)
b. Kenaikan kadar enzim transminase/ SGOT, SGPT, tidak merupakan petunjuk
tentang berat dan luasnya kerusakan jaringan parenkim hepar. Kenaikan kadarnya
dalam serum timbul akibat kebocoran dari sel yang mengalami kerusakan.
Peninggian kadar gamma GT sama dengan transaminase ini lebih sensitif tetapi
kurang spesifik.
c. Albumin
Kadar albumin yang menurun merupakan gambaran kemampuan sel hati yang
berkurang. Penurunan kadar albumin dan peningkatan kadar globulin merupakan
tanda, kurangnya daya tahan hati dalam menghadapi stress seperti tindakan
operasi.
d. Pemeriksaan CHE (kolinesterase) penting dalam menilai kemampuan sel hati.
Bila terjadi kerusakan sel hati, kadar CHE akan turun. Pada perbaikan sel hepar,
terjadi kenaikan CHE menuju nilai normal. Nilai CHE yang bertahan di bawah
nilai normal, mempunyai prognosis yang buruk.
e. Pemeriksaan kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretik dan pembatasan
garam dalam diet. Pada ensefalopati, kadar natrium (Na) kurang dari 4 meq/l
menunjukan kemungkinan terjadi syndrome hepatorenal.
f. USG (Ultrasonografi).
g. Pemeriksaan radiologi.
h. Tomografi komputerisasi.
i. Magnetic resonance imaging.
j. Biopsi hati untuk mengkonfirmasikan diagnosis.
8. KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering timbul pada penderita Sirosis Hepatis diantaranya
adalah:
a. Perdarahan Gastrointestinal
Setiap penderita Sirosis Hepatis dekompensata terjadi hipertensi portal, dan
timbul varises esophagus. Varises esophagus yang terjadi pada suatu waktu mudah
pecah, sehingga timbul perdarahan yang massif. Sifat perdarahan yang ditimbulkan
adalah muntah darah atau hematemesis biasanya mendadak dan massif tanpa
didahului rasa nyeri di epigastrium. Darah yang keluar berwarna kehitam-hitaman
dan tidak akan membeku, karena sudah tercampur dengan asam lambung. Setelah
hematemesis selalu disusul dengan melena (Sujono Hadi). Mungkin juga perdarahan
pada penderita Sirosis Hepatis tidak hanya disebabkan oleh pecahnya varises
esophagus saja. FAINER dan HALSTED pada tahun 1965 melaporkan dari 76
penderita Sirosis Hepatis dengan perdarahan ditemukan 62% disebabkan oleh
pecahnya varises esofagii, 18% karena ulkus peptikum dan 5% karena erosi lambung.
b. Koma hepatikum
Komplikasi yang terbanyak dari penderita Sirosis Hepatis adalah koma
hepatikum. Timbulnya koma hepatikum dapat sebagai akibat dari faal hati sendiri
yang sudah sangat rusak, sehingga hati tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali.
Ini disebut sebagai koma hepatikum primer. Dapat pula koma hepatikum timbul
sebagai akibat perdarahan, parasentese, gangguan elektrolit, obat-obatan dan lain-
lain, dan disebut koma hepatikum sekunder.
c. Ulkus peptikum
Timbulnya ulkus peptikum pada penderita Sirosis Hepatis lebih besar bila
dibandingkan dengan penderita normal. Beberapa kemungkinan disebutkan
diantaranya ialah timbulnya hiperemi pada mukosa gaster dan duodenum, resistensi
yang menurun pada mukosa, dan kemungkinan lain ialah timbulnya defisiensi
makanan.
d. Karsinoma hepatoselular
Kemungkinan timbulnya karsinoma pada Sirosis Hepatis terutama pada bentuk
postnekrotik ialah karena adanya hiperplasi noduler yang akan berubah menjadi
adenomata multiple kemudian berubah menjadi karsinoma yang multiplel
e. Infeksi
Setiap  penurunan kondisi badan akan mudah kena infeksi, termasuk juga
penderita sirosis, kondisi badannya menurun. Menurut Schiff, spellberg infeksi yang
sering timbul pada penderita sirosis, diantaranya adalah : peritonitis,
bronchopneumonia, pneumonia, tbc paru-paru, glomeluronefritis kronik,
pielonefritis, sistitis, perikarditis, endokarditis, erysipelas maupun septikemi
(Maryani 2018).

Sirosis post
nekrotik
(sirosis akibat
lanjut dari
hepatis B & C)
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
a) Identitas Klien :
Nama, umur, tempat tanggal lahir, identitas orang tua, jam masuk, tanggal
masuk rumah sakit, dan lain-lain
b) Keluhan utama : Lemas, cemas, mual, muntah, terjadi pembengkakan di
kaki, tangan, asites
c) Riwayat penyakit sekarang : berisi tentang kapan terjadinya penyakit,
penyebab terjadinya penyakit, serta upaya yang telah di lakukan oleh
penderita untuk mengatasinya.
d) Riwayat kesehatan dahulu : adanya riwayat penyakit sirosis hepatis, atau
penyakit-penyakit lain yang ada kaitannya dengan penyakit hati misal
hepatitis.
e) Riwayat kesehatan keluarga : riwayat adanya faktor resiko, riwayat
keluarga tentang penyakit, misal riwayat dari keluarga alkoholic, memiliki
riwayat terkena sakit kuning, dan sebagainya.
f) Riwayat psikososial : meliputi informasi mengenai perilaku, perasaan dan
emosi yang dialami penderita yang sehubungan dengan penyakitnya serta
tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.
g) Kaji terhadap manifestasi sirosis hepatis : ikterus (penguningan), asites,
edema di ekstrimitas, hipertensi portal, hepatomegali.
h) Kaji pemahaman pasien tentang kondisi, tindakan, pemeriksaan
diagnostik, dan tindakan perawatan diri untuk mencegah komplikasi.
i) Pemeriksaan Fisik 
Tanda – tanda vital dan pemeriksaan fisik Kepala – kaki Tekanan Darah,
Frekuensi Nadi, Frekuensi Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur
dari keadaan umumpasien / kondisi pasien dan termasuk pemeriksaan dari
kepala sampai kaki dan lebih fokus pada pemeriksaan organ seperti hati,
abdomen, limpa dengan menggunakan prinsip-prinsip inspeksi, auskultasi,
palpasi, perkusi), disamping itu juga penimbangan BB dan pengukuran tinggi
badan dan LLA untuk mengetahui adanya penambahan BB karena retreksi
cairan dalam tubuh disamping juga untuk menentukan tingakat gangguan
nutrisi yang terjadi, sehingga dapat dihitung kebutuhan Nutrisi yang
dibutuhkan.
1. Hati : perkiraan besar hati, bila ditemukan hati membesar tanda
awal adanya cirosis hepatis, tapi bila hati mengecil prognosis kurang
baik, konsistensi biasanya kenyal / firm, pinggir hati tumpul dan ada
nyeri tekan padaperabaan hati.
2. Limpa: ada pembesaran limpa, dapat diukur dengan 2 cara :-
Schuffner, hati membesar ke medial dan ke bawah menuju umbilicus
(S-I-IV) dan dari umbilicus ke SIAS kanan (S V-VIII)-Hacket, bila
limpa membesar ke arah bawah saja.
3. Pada abdomen dan ekstra abdomen dapat diperhatikan adanya vena
kolateral dan acites, manifestasi diluar perut: perhatikan adanya
spinder nevi pada tubuh bagian atas, bahu, leher, dada, pinggang,
caput medussae dan tubuh bagian bawah, perlunya diperhatikan
adanya eritema palmaris, ginekomastiadan atropi testis pada pria, bias
juga ditemukan hemoroid 
4. Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )
a. B1 (Breathing) : sesak, keterbatasan ekspansi dada karena
hidrotoraks dan asites.
b. B2 (Blood)      : pendarahan, anemia, menstruari menghilang.
Obstruksi pengeluaran empedu mengakibatkan absorpsi lemak
menurun, sehingga absorpsi vitamin K menurun. Akibatnya,
factor-faktor pembekuan darah menurun dan menimbulkan
pendarahan. Produksi pembekuan darah menurun yang
mengakibatkan gangguan pembekuan darah, selanjutnya
cenderung mengalami pendarahan dan mengakibatkan anemia.
produksi albumin menurun mengakibatkan penurunan tekanan
osmotic koloid, yang akhirnya menimbulkan edema dan asites.
Gangguan system imun : sistesis protein secara umum menurun,
sehingga menggangu system imun, akhirnya penyembuhan
melambat.
c. B3 (Brain)       : Kesadaran dan keadaan umum pasien Perlu dikaji
tingkat kesadaran pasien dari sadar – tidak sadar (composmentis
– coma) untuk mengetahui berat ringannya prognosis penyakit
pasien, kekacuan fungsi dari hepar salah satunya membawa
dampak yang tidak langsung terhadap penurunan kesadaran, salah
satunya dengan adanya anemia menyebabkan pasokanO2 ke
jaringan kurang termasuk pada otak.
d. B4 (Bladder)     : urine berwarna kuning tua dan berbuih. Bilirubin
tak-terkonjugasi meningkat bilirubin dalam urine dan ikterik serta
pruritus
e. B5 (Bowel)       : anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen. Vena-
vena gastrointestinal menyempit, terjadi inflamasi hepar, fungsi
gastrointestinal terganggu. Sintetisb asam lemak dan trigliserida
meningkat yang mengakibatkan hepar berlemak, akhirnya menjadi
hepatomegali : oksidasi asam lemak menurun yang menyebabkan
penurunan produksi tenaga. Akibatnya, berat badan menurun.
f. B6 (Bone)         : keletihan, metabolism tubuh meningkat produksi
energy kurang. Glikogenesis meningkat, glikogenolisis dan
glikoneogenesis meningkat yang menyebabkan gangguan
metabolisme glukosa. Akibatnya terjadi penurunan tenaga.
2. Penyimpangan KDM

Sirosis Laennec Sirosis post Gizi Kelainan


biliaris Buruk Metabolisme
(Sirosis Alkohol)
(Colelitiasis) (DM Lama)

Akumulasi/ Kegagalan
penumpukan Jaringan Hasilkan Glokugenesi
lemak di dalam Infeksi Parut lipotropik
/Peradangan
Peningkatan
sel hati
Perubahan pada Bendungan asam lemak
Peningkatan
struktur & Fungsi Empedeu bebas
Kerja Hepar
sel –sel hepar

Mendesak
Peningkatan Lobus hepar
kerja hepar

Kerusakan
sel hepar

Hepar
Nekrosis

Pembentukan
jaringan perut

Hipertensi Portal

Disfungsi Hepar

Sirosis Hepatis
Gangguan Globulin Gangguan Fibrosis
Liver Failure Metabolisme turun Metabolism Hepar
Protein e Empedu

Fibrinogen &
Penurunan Sintesa Albumin Protombin Metobolisme Aliran darah
fungsi sel kapiler Menurun turun Bilirubin vena Portal
Terganggu terganggu

Gangguan
Pertahanan Sintesa Albumin Absorbsi Penumpukan Peningkatan
Tubuh Menurun garam tekanan vena
Menurun portal
Absorsbsi Vit Empedu
K
Tekanan Osmotik Pruritas Peningkatan
Menurun tekanan
Resiko Infeksi Resiko
hidrosis
Perdararahan
Peningkatan Gangguan
Cairan Peritoneun Integritas Hipervolemi
Kulit a

Asites

Penekanan
Lambung

Mual, muntah

Intake Tidak ade


kuat

Defisit Nutrisi
3. Diagnosa Keperawatan
a. Hipervolemia berhubungan dengan gangguan aliran balik vena
b. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient
c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kekurangan/kelebihan volume
cairan
d. Resiko infeksi dibuktikan dengan ketidak adekuatan pertahanan tubuh sekunder
(supresi respon inflamasi)
e. Resiko perdarahan dibuktikan dengan gangguan fungsi hati

4. Intervensi Keperawatan
INTERVENSI
N DIAGNOSA LUARAN
KEPERAWATAN
O KEPERAWATAN (SDKI) KEPERAWATAN (SLKI)
(SIKI)
1. Hypervolemia Setelah dilakukan Manajemen
berhubungan dengan intervensi selama …..x/jam Hipervolemia
gangguan aliran balik Keseimbangan Cairan
vena dibuktikan dengan : meningkat dengan : Tindakan :
Gejala dan tanda mayor Kriteria Hasil : Observasi
Subjektif : 1. asupan cairan 1. periksa tanda dan
1. Ortopnea meningkat gejala
2. Dyspnea 2. output urine hipervolemiak
3. Paroxysmal nocturnal meningkat (mis.ortopnea,
dyspnea (PND) 3. membrane mukosa dyspnea, edema,
Objektif : lembap meningkat JVP/CVP
1. Edema anasarka 4. asupan makanan meningkat, refleks
dan/atau perifer meningkat hepatojugular
2. Berat badan 5. edema menurun positif, suara napas
meningkat dalam 6. dehidrasi menurun tambahan)
waktu singkat 7. asites menurun 2. identifikasi
3. Jugular venous 8. tekanan darah penyebab
pressure (JVP) membaik hypervolemia
dan/atau central 9. frekuensi nadi 3. monitor status
venous pressure membaik hemodinamik (mis.
(CVP) meningkat 10. kekuatan nadi Frekuensi jantung,
4. Reflex hepatojugular membaik tekanan darah,
positif MAP, CVP, PAP,
Gejala dan Tanda Minor PCWP, CO, CI),
Subjektif : - jika tersedia
Objektif : 4. monitor intake dan
1. Distensi vena output cairan
jugularis 5. monitor tanda
2. Terdengar suara napas hemokonsentrasi
tambahan (mis. Kadar
3. Hepatomegaly natrium, BUN,
4. Kadar Hb/Ht turun hematocrit, berat
5. Oliguria jenis urine)
6. Intake lebih banyak 6. monitor tanda
dari output (balans peningkatan
cairan positif) tekanan onkotik
7. Kongesti paru plasma (mis. Kadar
protein dan
albumin
meningkat)
7. monitor kecepaan
infus secara ketat
8. monitor efek
samping diuretic
(mis. Hipotensi,
hypovolemia,
hypokalemia,
hiponatremia)
Terapeutik
1. timbang berat
badan setiap hari
pada waktu yang
sama
2. batasi asupan
cairan dan garam
3. tinggikan kepala
tempat tidur 30-40o
Edukasi
1. Anjurkan melapor
jika haluaran urin
<0,5 mL/Kg/ jam
dalam 6 jam
2. Anjurkan melapor
jika BB bertambah
>1Kg dalam sehari
3. Ajarkan cara
mengukur dan
mencatat asupan
dan haluaran cairan
4. Ajarkan cara
membatasi cairan
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian diuretic
2. Kolaborasi
penggantian
kehilangan kalium
akibat diuretic

2. Defisit Nutrisi setelah dilakukan Manajemen Nutrisi


berhubungan dengan intervensi keperawatan
ketidakmampuan selama ….x/24 jam status Tindakan
mengabsorbsi nutrient nutrisi meningkat dengan Observasi
dibuktikan dengan
Kriteria Hasil : 1. Identifikasi status
Gejala dan Tanda Mayor nutrisi
1. Porsi makanan yang 2. Identifikasi alergi
Subjektif : dihabiskan meningkat dan intoleransi
2. Kekuatan otot makanan
- pengunyah meningkat 3. Identiifkasi makanan
Objektif : 3. Kekuatan otot menelan yang disukai
meningkat 4. Identiifikasi
1. Berat badan menurun 4. Serum albumin kebutuhan kalori dan
minimal 10% dibawah meningkat nutrien
rentang ideal 5. Verbalisasi keinginan 5. Identifikasi perlunya
Gejala dan Tanda Minor untuk meningkatkan penggunaan selang
nutrisi meningkat nasogastrik
Subjektif :
6. Pengetahuan tentang 6. Monitor asupan
1. Cepat kenyang setelah pilihan makanan yang makanan
makan sehat meningkat 7. Monitor berat badan
2. Kram/nyeri abdomen 7. Pengetahuan tentang 8. Monitor hasil
3. Nafsu makan menurun pilihan minuman yang pemeriksaan
Objektif : sehat meningkat laboratorium
8. Pengetahuan tentang Terapeutik
1. Bising usus hiperaktif standar asupan nutrisi
2. Otot pengunyak lemah yang tepat 1. Lakukan oral
3. Otot menelan lemah 9. Penyiapan dan hygiene sebelum
4. Membran mukosa penyimpanan makanan makan, jika perlu
pucat yang aman meningkat 2. Fasilitasi
5. Sairawan 10. Penyiapan dan menentukan
6. Serum albumin turun penyimpanan minuman pedoman diet (mis.
7. Rembut rontok yang aman meningkat Piramida makanan)
berlebihan 11. Sikap terhadap 3. Sajikan makanan
8. Diare makanan/minuman secara menarik dan
sesuai dengan tujuan suhu yang sesuai
kesehatan meningkat 4. Berikan makanan
12. Perasaan cepat kenyang tinggi kalori dan
menurun tinggi protein
13. Nyeri abdomen 5. Berikan suplemen
menurun makakan, jika perlu
14. Frekuensi makan 6. Hentkan pemberian
membaik makanan melalui
15. Nafsu makan membaik selang nasogatrik
jika asupan oral
dapat ditoleransi

Edukasi

1. Anjurkan posisi
duduk, jika perlu
2. Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi

1. Kolaborasi
pemberian medikasi
sebelum makan
(mis.pereda nyeri,
antiemetik), jika
perlu
2. Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan jenis
nutrien yang
dibutuhkan, jika
perlu
3. Risiko Infeksi dibuktikan Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi
intervensi ..x/24 jam
dengan ketidak adekuatan
Tingkat infeksi menurun Tindakan :
pertahanan tubuh sekunder dengan Observasi
Kriteria Hasil : 1. Monitor tanda dan
(supresi respon inflamasi)
1. Kebersihan tangan gejala infeksi local
meningkat dan sistemik
2. Kebersihan badan Terapeutik
Faktor Risiko: meningkat 1. Batasi jumlah
1. Penyakit kronis (mis. 3. Demam menurun pengunjung
Diabetes memlitus) 4. Kemerahan menurun 2. Berikan perawatan
2. Efek prosedur 5. Nyeri menurun kulit pada daerah
invasive 6. Bengkak menurun edema
3. Malnutrisi 7. Periode malaise 3. Cuci tangan
4. Peninkatan paparan menurun sebelum dan
organisme pathogen 8. Periode menggigil sesudah kontak
lingkungan menurun dengan pasien dan
5. Ketidakadekuatan 9. Letargi menurun lingkungan pasien
pertahanan tubuh 10. Gangguan kognitif 4. Pertahankan teknik
primer : menurun aseptic pada pasien
1) Gangguan 11. Kadar sel darah putih berisiko tinggi.
peristaltic membaik Edukasi
2) Kerusakan 12. Kultur darah membaik 1. Jelaksan tanda dan
integritas kulit 13. Nafsu makan gejala infeksi
3) Perubahan sekresi membaik 2. Ajarkan cara
pH mencuci tangan
4) Penurunan kerja dengan benar
siliaris 3. Ajarkan etika batuk
5) Ketuban pecah 4. Ajarkan cara
lama memeriksa kondisi
6) Ketuban pecah luka atau luka
sebelum waktunya operasi
7) Merokok 5. Anjurkan
8) Statis cairan tubuh meningkatkan
6. Ketidakadekuatan asupan nutrisi
pertahanan tubuh 6. Anjurkan
sekunder meningkatkan
1) Penurunan asupan cairan
hemoglobin Kolaborasi
2) Imununosupresi 1. Kolaborasi
3) Leukopenia pemberian
4) Supresi respon imunisasi, jika
inflamasi perlu.
5) Vaksinasi tidak
adekuat

4. Risiko Perdarahan Resiko Setelah dilakukan Pencegahan


intervensi …x/24 jam perdarahan
perdarahan dibuktikan
Tingkat perdarahan
dengan gangguan fungsi menurun dengan Tindakan :
Kriteria Hasil Observasi
hati
1. membrane mukosa 1. monitor tanda dan
lembap meningkat gejala perdarahan
2. kelembapan kulit 2. monitor nilai
Faktor Risiko meningkat hematocrit/
1. Aneurisma 3. distensi abdomen hemoglobin
2. Gangguan menurun sebelum dan
gastrointestinal (mis. 4. perdarahan vagina setelah kehilangan
Ulkus lambung,
polip, varises) menurun darah
3. Komplikasi 5. hemoglobin membaik 3. monitor koagulasi
kehamilan (mis. 6. hematocrit membaik Terapeutik
Ketuban pecah 7. tekanan darah 1. pertahankan bed
sebelum waktunya, membaik rest selama
plasenta 8. frekuensi nadi perdarahan
previa/abrupsio, membaik 2. batasi tindakan
kehamilan kembar) 9. suhu tubuh membaik invasive, jika perlu
4. Komplikasi pasca 3. gunakan kasur
partum (mis. Atoni pencegahan
uterus, retensi decubitus
plasenta) 4. hindari pengukuran
5. Gangguan koagulasi suhu rectal
(mis. Edukasi
Trombositopenia) 1. jelaskan tanda
6. Efek agen gejala perdarahan
farmakologis 2. anjurkan
7. Tindakan menggunakan kaus
pembedahan kaki saat ambulasi
8. Trauma 3. anjurkan
9. Kurnag terpapar meningkatkan
informasi tentang asupan cairan
pencegahan untuk menghindari
perdarahan konstipasi
10. Proses keganasan 4. anjurkan
menghindari
aspirin atau
antikoagulan
5. anjurkan
meningktkan
asupan nutrisi dan
vitamin K
6. anjurkan segera
melapor jika terjadi
perdarahan
Kolaborasi
1. kolaborasi
pemberian obat
pengontrol
perdarahan, jika
perlu
2. kolaborasi
pemberian produk
darah, jika perlu
3. kolaborasi
pemberian pelunak
tinja
5. Gangguan Integritas Setelah dilakukan asuhan Perawatan Integritas
Kulit Jaringan keperawatan selama Kulit
berhubungan dengan …..x/24 jam diharapkan
perubahan pigmentasi integritas kulit dan Observasi
ditandai dengan : jaringan meningkat 1. Identifikasi
dengan kriteria hasil : penyebab gangguan
Gejala dan tanda mayor
1. Kerusakan jaringan integritas kulit
Subjektif : - menurun Terapeutik

Objektif : 2. Kerusakan lapisan kulit 1. Ubah posisi 2 jam


menurun jika tirah baring
1. Kerusakan 3. Nyeri menurun 2. Lakukan pemijatan
jaringan dan atau 4. Perdarahan menurun pada area
lapisan kulit 5. Kemerahan menurun penonjolan tulang
6. Hematoma menurun jika perlu.
Gejala dan tanda minor 3. Berikan perineal
Subjektif : - dengan air hangat
terutama selama
Objektif : periode diare.
4. Gunakan produk
1. Nyeri
berbahan pertolinen
2. Perdarahan
atau minyak pada
3. Kemerahan
kulit kering.
4. hematoma
Edukasi

1. Anjurkan
menggunakan
pelembab (mis,
lotion)
2. Anjurkan minum air
yang cukup
3. Anjurkan
meningkatkan
asupan nutrisi
4. Anjurkan
meningkatkan
asupan buah dan
sayur
5. Anjurkan
menghindari
terpapar suhu
ekstrem
6. Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun
secukupnya.
DAFTAR PUSTAKA

Andra Safery. (2015). Keperawatan medikal bedah 2. (Ed 8). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
(EGC)
Brunner & Suddarth. 2014, Edisi 12, Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Hati. Penerbit buku
kedokteran egc. Jakarta.
Muttaqin, A., & Sari, K.Gangguan Gastrointestinal. Jakarta: Penerbit Salemba Medika;2011.
Nurdjanah S. Sirosis hati. Dalam: Sudoyo WA, Setiyohadi B, Alwi I, et al, editor. Buku ajar ilmu
penyakit dalam jilid I. Edisi keempat. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FK UI, 2017.
Tjokronegoro dan Hendra Utama. (2016). Ilmu penyakit dalam jilid 1. Jakarta: FKUI.

Anda mungkin juga menyukai