Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

SIROSIS HATI
A. Pengertian
Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan
adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan
adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan
ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan
perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat
penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan
Brenda G. Bare, 2001).
Sirosis hepatis adalah penyakit kronik hati yang dikarakteristikkan
oleh gangguan struktur dan perubahan degenerasi, gangguan fungsi seluler,
dan selanjutnya aliran darah ke hati (Doenges, dkk, 2000: 544).
Sirosis hepatis adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distorsi
arsitektur hati yang normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul
regenerasi sel hati yang tidak berkaitan dengan vaskulator normal ( Price,
2005).
Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan
difus dan menahun pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat,
degenerasi dan regenerasi sel-sel hati, sehingga timbul kekacauan dalam
susunan parenkim hati(Mansjoer, FKUI, 2001).
B. Klasifikasi
Secara klinis chirrosis hati dibagi menjadi:
1. Chirrosis hati kompensata, yang berarti belum adanya gejala klinis yang
nyata.
2. Chirrosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinik
yang jelas. Chirrosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses
hepatitis kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaanya secara
klinis, hanya dapat dibedakan melalui biopsi hati.
Secara morfologi Sherrlock membagi Chirrosis hati bedasarkan besar
kecilnya nodul, yaitu:
a. Makronoduler (Ireguler, multilobuler)

b. Mikronoduler (reguler, monolobuler)


c. Kombinasi antara bentuk makronoduler dan mikronoduler.
Menurut Gall seorang ahli penyakit hati, membagi penyakit chirrosis
hati atas:
a. Chirrosis Postnekrotik, atau sesuai dengan bentuk sirosis makronoduler
atau sirosis toksik atau subcute yellow, atrophy chirrosis yang terbentuk
karena banyak terjadi jaringan nekrose.
b. Nutrisional chirrosis , atau sesuai dengan bentuk sirosis mikronoduler,
chirrosis alkoholik, Laennecs cirrhosis atau fatty cirrhosis. Chirrosis
terjadi sebagai akibat kekurangan gizi, terutama faktor lipotropik.
c. Chirrosis Post hepatic, chirrosis yang terbentuk sebagai akibat setelah
menderita hepatitis.
Shiff dan Tumen secara morfologi membagi atas:
1. Chirrosis portal laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut
secara khas mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis
kronis
2. Chirrosis pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar
sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.
3. Chirrosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di
sekitar saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan
infeksi (kolangitis).
Bagian hati yang terlibat terdiri atas ruang portal dan periportal tempat
kanalikulus biliaris dari masing-masing lobulus hati bergabung untuk
membentuk saluran empedu baru. Dengan demikian akan terjadi
pertumbuhan jaringan yang berlebihan terutama terdiri atas saluran
empedu yang baru dan tidak berhubungan yang dikelilingi oleh jaringan
parut.
C. Etiologi
Banyak faktor yang menyebabkan Sirosis hepatis, menurut Lewis, dkk
(2000 : 1203) dan Price, dkk (1995: 446) mengemukakan beberapa faktor
pendukung terjadinya penyakit ini, diantaranya:
1. Alkohol/ Sirosis leannec.
Alkohol merupakan 50% penyebab dari Sirosis hati. Perubahan pertama
pada hati yang ditimbulkan alkohol adalah akumulasi lemak secara gradual
didalam

sel-sel

hati.

Akumulasi

lemak

mencerminkan

adanya gangguan metaboliktermasuk pembentukkan trigliserida secara


berlebihan, pemakaiannya berkurang dalam pembentukkan lipoprotein,
dan penurunan oksidasi asam lemak.
Individu
yang
mengkonsumsi
tidak makan secara

alkohol

layak

secara

berlebihan

dan

gagal

mengkonsumsi protein dalam jumlah cukup untuk menghasilkan


faktor

lipoprotein

yang

menekan aktivitas dari

digunakan

dehidrogenase

dalam metabolisme alkohol,

untuk

transport

lemak

dan

alkohol

yaitu enzim utama

sedangkan

alkohol

sendiri dapat menimbulkan efek toksik langsung terhadap hati.


2. Sirosis postnekrotik
Merupakan akibat akhir dari penyakit hepatitis virus B
yang kronis (25%).

faktor-

Presentase kecil kasus dikarenakan

dan

oleh bahan

kimia industri, racun, obat-obatan seperti fosfat, kloroform, dan karbon


tetraklorida atau jamur beracun.
3. Sirosis biliaris
Kerusakan sel
hati
yang

dimulai

dari

sekitar

duktus

biliaris akan menimbulkan pola Sirosis biliaris. Penyebab Sirosis biliaris


yang paling umum adalah obstruksi biliaris posthepatik. Statis empedu
menyebabkan penumpukkan empedu didalam massa hati dengan
kerusakan sel-sel hati, terbentuk lembar-lembar fibrosa ditepi lobulus, hati
membesar, keras, bergranula halus dan berwarna kehijauan. Ikterus
selalu menjadi bagian awal dan primer, timbul pruritus, malabsorbsi dan
steatorrea.
4. Cardsiac cirrhsosis
Gagal jantung kanan yang berat, cor pulmonale, perikarditis konstriktif
dan insufissiensi trikuspidalis dapat menyebabkan Sirosis hepatik dalam
jangka waktu yang panjang. Akhirnya terjadi Sirosis hati.
Penyebab Sirosis hati lain yang dikemukakan oleh Hadi, S (1995: 612) dalam
buku gastroenterologi adalah:
a. Malnutrisi
Kekurangan nutrisi terutama protein hewani dapat menyebabkan Sirosis
hepatis. Protein hewani yang memegang peranan penting ialah kholin dan

methionin, demikian pula kekurangan vitamin B komplek, tocoferol,


cystine dan alfa 1-antitripsin dapat terjadi Sirosis hati.
b. Penyakit metabolik
Termasuk didalamnya yaitu penyakit wilson dan hemokromatosis.
Penyakit wilson ditandai dengan degenerasi basal ganglia otak, dan
terdapatnya cincin pada kornea yang berwarna coklat kehijauan (kayser
fleisher ring). Penyakit ini diduga disebabkan defisiensi bawaan dari
seruloplasmin. Hemokromatosis merupakan kelainan peningkatan absorbsi
dari Fe, yang dapat menimbulkan Sirosis hati.
c. Penyebab yang tidak diketahui. Sirosis kriptogenik
Penderita ini sebelumnya tidak menunjukkan tanda-tanda hepatitis,
alkoholisme. Sedangkan dalam makanannya cukup mengandung protein.
D. Anatomi dan Fungsi Hati
1. Anatomi Hati
Hati adalah organ yang terbesar yang terletak di sebelah kanan atas
rongga perut di bawah diafragma. Beratnya 1.500 gr atau 2,5 % dari berat
badan orang dewasa normal. Pada kondisi hidup berwarna merah tua
karena kaya akan persediaan darah.
Hati terbagi menjadi lobus kiri dan lobus kanan yang dipisahkan oleh
ligamentum falciforme, di inferior oleh fissure dinamakan dengan
ligamentum teres dan di posterior oleh fissure dinamakan dengan
ligamentum venosum. . Lobus kanan hati enam kali lebih besar dari lobus
kirinya dan mempunyai 3 bagian utama yaitu : lobus kanan atas, lobus
caudatus, dan lobus quadrates. Hati dikelilingi oleh kapsula fibrosa yang
dinamakan kapsul glisson dan dibungkus peritorium pada sebagian besar
keseluruhan permukaannnya.
Hati disuplai oleh dua pembuluh darah yaitu : Vena porta hepatica yang
berasal dari lambung dan usus, yang kaya akan nutrien seperti asam
amino, monosakarida, vitamin yang larut dalam air, dan mineral dan Arteri
hepatica, cabang dari arteri kuliaka yang kaya akan oksigen.
Untuk lebih jelasnya anatomi hati dapat dilihat pada gambar berikut:

Sumber : Leanerhelp Image Liver

Untuk perbedaan hati yang sehat dengan yang sirosis dapat dilihat pada
gambar berikut

Sumber : Info Kesehatan Fungsi Organ Hati


2. Fungsi Hati

Hati selain salah satu organ di badan kita yang terbesar , juga
mempunyai fungsi yang terbanyak. Fungsi dari hati dapat dilihat sebagai
organ keseluruhannya dan dapat dilihat dari sel-sel dalam hati.
a.

Fungsi hati sebagai organ keseluruhannya diantaranya ialah;


1) Ikut mengatur keseimbangan cairan dan elekterolit, karena
semua cairan dan garam akan melewati hati sebelum ke jaringan
ekstraseluler lainnya.
2) Hati bersifat sebagai spons akan ikut mengatur volume darah,
misalnya pada dekompensasio kordis kanan maka hati akan
membesar.
3) Sebagai alat saringan (filter)
Semua makanan dan berbagai macam substansia yang telah
diserap oleh intestine akan dialirkan ke organ melalui sistema
portal.

b.

Fungsi dari sel-serl hati dapat dibagi


1) Fungsi Sel Epitel di antaranya ialah:
a) Sebagai pusat metabolisme di antaranya metabolisme hidrat,
arang, protein, lemak, empedu, Proses metabolisme akan
diuraikan sendiri
b) Sebagai alat penyimpan vitamin dan bahan makanan hasil
metabolisme. Hati menyimpan makanan tersebut tidak hanya
untuk kepentingannnya sendiri tetapi untuk organ lainya juga.
c) Sebagai alat sekresi untuk keperluan badan kita: diantaranya
akan mengeluarkan glukosa, protein, factor koagulasi, enzim,
d)

empedu.
Proses detoksifikasi, dimana berbagai macam toksik baik
eksogen maupun endogen yang masuk ke badan akan
mengalami detoksifikasi dengan cara oksidasi, reduksi,

hidrolisa atau konjugasi.


2) Fungsi sel kupfer sebagai sel endotel mempunyai fungsi sebagai
sistem retikulo endothelial.
a) Sel akan menguraikan Hb menjadi bilirubin
b) Membentuk a-globulin dan immune bodies

c) Sebagai alat fagositosis terhadap bakteri dan elemen


puskuler atau makromolekuler.

E. Patofisiologi Dan Pathway


1. Patofisiologi
Infeksi hepatitis viral tipe B/C menimbulkan peradangan sel hati.
Peradangan ini menyebabkan nekrosis meliputi daerah yang luas
(hepatoseluler), terjadi kolaps lobulus hati dan ini memacu timbulnya
jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan nodul sel hati,
walaupun etiologinya berbeda, gambaran histologi sirosis hati sama atau
hampir sama, septa bisa dibentuk dari sel retikulum penyangga yang
kolaps dan berubah jadi parut. Jaringan parut ini dapat menghubungkan
daerah porta dengan sentral. Beberapa sel tumbuh kembali dan
membentuk nodul dengan berbagai macam ukuran dan ini menyebabkan
distorsi percabangan pembuluh hepatik dan gangguan aliran darah porta,
dan menimbulkan hipertensi portal. Hal demikian dapat pula terjadi pada
sirosis alkoholik tapi prosesnya lebih lama. Tahap berikutnya terjadi
peradangan pada nekrosis pada sel duktules, sinusoid, retikulo endotel,
terjadi fibrinogenesis dan septa aktif. Jaringan kolagen berubah dari
reversible menjadi ireversibel bila telah terbentuk septa permanen yang
aseluler pada daerah porta dan parenkim hati. Gambaran septa ini
bergantung

pada

etiologi

sirosis.

Pada

sirosis

dengan

etiologi

hemokromatosis, besi mengakibatkan fibrosis daerah periportal, pada


sirosis alkoholik timbul fibrosis daerah sentral. Sel limposit T dan
makrofag menghasilkan limfokin dan monokin, mungkin sebagai mediator
timbulnya fibrinogen. Mediator ini tidak memerlukan peradangan dan

nekrosis aktif. Septal aktif ini berasal dari daerah porta menyebar ke
parenkim hati.

2. Pathway

Pathway Sirosis Hepatis (Sirosis Hati)

F. Gejala Dan Tanda Klinis


1. Gejala
Gejala chirrosis hati mirip dengan hepatitis, karena terjadi sama-sama di
liver yang mulai rusak fungsinya, yaitu: kelelahan, hilang nafsu makan,
mual-mual, badan lemah, kehilangan berat badan, nyeri lambung dan
munculnya jaringan darah mirip laba-laba di kulit (spider angiomas) . Pada
chirrosis terjadi kerusakan hati yang terus menerus dan terjadi regenerasi
noduler serta ploriferasi jaringan ikat yang difus.
2. Tanda Klinis
Tanda-tanda klinik yang dapat terjadi yaitu:
a. Adanya ikterus (penguningan) pada penderita chrirosis.
Timbulnya ikterus (penguningan ) pada seseorang merupakan tanda
bahwa ia sedang menderita penyakit hati. Penguningan pada kulit dan
mata terjadi ketika liver sakit dan tidak bisa menyerap bilirubin.
Ikterus dapat menjadi penunjuk beratnya kerusakan sel hati. Ikterus
terjadi sedikitnya pada 60 % penderita selama perjalanan penyakit
b. Timbulnya asites dan edema pada penderita chirrosis
Ketika liver kehilangan kemampuannya membuat protein albumin, air
menumpuk pada kaki (edema) dan abdomen (ascites). Faktor utama
asites adalah peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus .
Edema umumnya timbul setelah timbulnya asites sebagai akibat dari
hipoalbuminemia dan resistensi garam dan air.
c. Hati yang membesar
Pembesaran hati dapat ke atas mendesak diafragma dan ke bawah.
Hati membesar sekitar 2-3 cm, dengan konsistensi lembek dan
menimbulkan rasa nyeri bila ditekan.
d. Hipertensi portal
Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan darah vena portal yang
memetap di atas nilai normal. Penyebab hipertensi portal adalah
peningkatan resistensi terhadap aliran darah melalui hati.

G. Komplikasi
Komplikasi chirrosis hati yang dapat terjadi antara lain:
1. Perdarahan
Penyebab perdarahan saluran cerna yang paling sering dan berbahaya
pada chirrosis hati adalah perdarahan akibat pecahnya varises esofagus.
Sifat perdarahan yang ditimbulkan ialah muntah darah atau hematemesis,
biasanya mendadak tanpa didahului rasa nyeri. Darah yang keluar
berwarna kehitam-hitaman dan tidak akan membeku karena sudah
bercampur dengan asam lambung. Penyebab lain adalah tukak lambung
dan tukak duodeni.
2. Koma hepatikum
Timbulnya koma hepatikum akibat dari faal hati yang sudah sangat
rusak, sehingga hati tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali. Koma
hepatikum mempunyai gejala karakteristik yaitu hilangnya kesadaran
penderita. Koma hepatikum dibagi menjadi dua, yaitu: Pertama koma
hepatikum primer, yaitu disebabkan oleh nekrosis hati yang meluas dan
fungsi vital terganggu seluruhnya, maka metabolism tidak dapat berjalan
dengan sempurna. Kedua koma hepatikum sekunder, yaitu koma
hepatikum yang timbul bukan karena kerusakan hati secara langsung,
tetapi oleh sebab lain, antara lain karena perdarahan, akibat terapi
terhadap asites, karena obat-obatan dan pengaruh substansia nitrogen.
3. Ulkus Peptikum
Timbulnya ulkus peptikum pada penderita Sirosis Hepatis lebih besar
bila dibandingkan dengan penderita normal. Beberapa kemungkinan
disebutkan diantaranya ialah timbulnya hiperemi pada mukosa gaster dan
duodenum, resistensi yang menurun pada mukosa, dan kemungkinan lain
ialah timbulnya defisiensi makanan
4. Karsinoma Hepatoselular
Kemungkinan timbulnya karsinoma pada Sirosis Hepatis terutama pada
bentuk postnekrotik ialah karena adanya hiperplasi noduler yang akan
berubah menjadi adenomata multiple kemudian berubah menjadi
karsinoma yang multiple
5. Infeksi

Setiap penurunan kondisi badan akan mudah kena infeksi, termasuk juga
penderita sirosis, kondisi badannya menurun. Infeksi yang sering timbul
pada

penderita

sirosis,

diantaranya

adalah

peritonitis,

bronchopneumonia, pneumonia, tbc paru-paru, glomeluronefritis kronik,


pielonefritis, sistitis, perikarditis, endokarditis, erysipelas maupun
septikemi.
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Urine
Dalam urine terdapat urobilnogen juga terdapat bilirubin bila
penderita ada ikterus. Pada penderita dengan asites , maka ekskresi Na
dalam urine berkurang ( urine kurang dari 4 meq/l) menunjukkan
kemungkinan telah terjadi syndrome hepatorenal.
b. Tinja
Terdapat kenaikan kadar sterkobilinogen. Pada penderita dengan
ikterus, ekskresi pigmen empedu rendah. Sterkobilinogen yang tidak
terserap oleh darah, di dalam usus akan diubah menjadi sterkobilin
yaitu suatu pigmen yang menyebabkan tinja berwarna cokelat atau
kehitaman.
c. Darah
Biasanya dijumpai normostik normokronik anemia yang ringan,
kadang

kadang

dalam

bentuk

makrositer

yang

disebabkan

kekurangan asam folik dan vitamin B12 atau karena splenomegali.


Bilamana penderita pernah mengalami perdarahan gastrointestinal
maka baru akan terjadi hipokromik anemi. Juga dijumpai likopeni
bersamaan dengan adanya trombositopeni.
d. Tes Faal Hati
Penderita sirosis banyak mengalami gangguan tes faal hati, lebih lagi
penderita yang sudah disertai tanda-tanda hipertensi portal. Pada
sirosis globulin menaik, sedangkan albumin menurun. Pada orang
normal tiap hari akan diproduksi 10-16 gr albumin, pada orang dengan
sirosis hanya dapat disintesa antara 3,5-5,9 gr per hari. 9 Kadar normal

albumin dalam darah 3,5-5,0 g/dL38. Jumlah albumin dan globulin


yang masing-masing diukur melalui proses yang disebut elektroforesis
protein serum. Perbandingan normal albumin : globulin adalah 2:1
atau lebih.

39

Selain itu, kadar asam empedu juga termasuk salah satu

tes faal hati yang peka untuk mendeteksi kelainan hati secara dini.
2. Sarana Penunjang Diagnostik
a. Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang sering dimanfaatkan ialah,: pemeriksaan
fototoraks, splenoportografi, Percutaneus Transhepatic Porthography
(PTP)
b. Ultrasonografi
Ultrasonografi (USG) banyak dimanfaatkan untuk mendeteksi
kelaianan di hati, termasuk sirosi hati. Gambaran USG tergantung
pada tingkat berat ringannya penyakit. Pada tingkat permulaan sirosis
akan tampak hati membesar, permulaan irregular, tepi hati tumpul, .
Pada fase lanjut terlihat perubahan gambar USG, yaitu tampak
penebalan permukaan hati yang irregular. Sebagian hati tampak
membesar dan sebagian lagi dalam batas nomal.
c. Peritoneoskopi (laparoskopi)
Secara laparoskopi akan tampak jelas kelainan hati. Pada sirosis hati
akan jelas kelihatan permukaan yang berbenjol-benjol berbentuk
nodul yang besar atau kecil dan terdapatnya gambaran fibrosis hati,
tepi biasanya tumpul. Seringkali didapatkan pembesaran limpa.
I.

Penatalaksanaan Medis
1. Istirahat di tempat tidur sampai terdapat perbaikan ikterus, asites, dan
demam.
2. Diet rendah protein (diet hati III protein 1gr/kg BB, 55 gr protein, 2.000
kalori). Bila ada asites diberikan diet rendah garam II (600-800 mg) atau
III (1.000-2000 mg). Bila proses tidak aktif diperlukan diet tinggi kalori
(2.000-3000 kalori) dan tinggi protein (80-125 gr/hari). Bila ada tandatanda prekoma atau koma hepatikum, jumlah protein dalam makanan
dihentikan (diet hati II) untuk kemudian diberikan kembali sedikit demi

sedikit sesuai toleransi dan kebutuhan tubuh. Pemberian protein yang


melebihi kemampuan pasien atau meningginya hasil metabolisme protein,
dalam darah viseral dapat mengakibatkan timbulnya koma hepatikum.
Diet yang baik dengan protein yang cukup perlu diperhatikan.
3. Mengatasi infeksi dengan antibiotik diusahakan memakai obat-obatan
yang jelas tidak hepatotoksik.
4. Mempebaiki keadaan gizi bila perlu dengan pemberian asam amino
esensial berantai cabang dengan glukosa.
5. Roboransia. Vitamin B compleks. Dilarang makan dan minum bahan yang
mengandung alkohol.
Penatalaksanaan asitesis dan edema adalah :
1. Istirahat dan diet rendah garam. Dengan istirahat dan diet rendah garam
(200-500 mg perhari), kadang-kadang asitesis dan edema telah dapat
diatasi. Adakalanya harus dibantu dengan membatasi jumlah pemasukan
cairan selama 24 jam, hanya sampai 1 liter atau kurang.
2. Bila dengan istirahat dan diet tidak dapat diatasi, diberikan pengobatan
diuretik berupa spironolakton 50-100 mg/hari (awal) dan dapat
ditingkatkan sampai 300 mg/hari bila setelah 3 4 hari tidak terdapat
perubahan.
3. Bila terjadi asites refrakter (asites yang tidak dapat dikendalikan dengan
terapi medikamentosa yang intensif), dilakukan terapi parasentesis.
Walupun merupakan cara pengobatan asites yang tergolong kuno dan
sempat ditinggalkan karena berbagai komplikasinya, parasentesis banyak
kembali dicoba untuk digunakan. Pada umunya parasentesis aman apabila
disertai dengan infus albumin sebanyak 6 8 gr untuk setiap liter cairan
asites. Selain albumin dapat pula digunakan dekstran 70 % Walaupun
demikian untuk mencegah pembentukan asites setelah parasentesis,
pengaturan diet rendah garam dan diuretik biasanya tetap diperlukan.

4. Pengendalian cairan asites. Diharapkan terjadi penurunan berat badan 1


kg/hari. Hati-hati bila cairan terlalu banyak dikeluarkan dalam suatu saat,
dapat mencetuskan ensefalopati hepatik.

ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengkajian pada klien dengan chirrosis hepatis dilakukan mulai dari pengumpulan
data yang meliputi : biodata, riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan,
riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari. Hal
yang perlu dikaji pada klien degan chirrosis hepatis :
1. Aktivitas dan istirahat :

kelemahan, kelelahan, terlalu lelah, letargi, penurunan massa otot/tonus.


2. Sirkulasi
Riwayat Gagal jantung koroner kronis, perikarditis, penyakit jantung, reumatik,
kanker (malfungsi hati menimbulkan gagal hati), Distrimia, bunyi jantung ekstra
(S3, S4).
3. Eliminasi
Flatus, Distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali, asites), penurunan atau
tidak ada bising usus, Feces warna tanah liat, melena, urin gelap, pekat.
4. Nutrisi
Anoreksia, tidak toleran terhadap makanan/tidak dapat menerima, Mual, muntah,
Penurunan berat badan atau peningkatan cairan penggunaan jaringan, Edema
umum pada jaringan, Kulit kering,Turgor buruk, Ikterik, angioma spider, Nafas
berbau/fetor hepatikus, perdarahan gusi.
5. Neurosensori
Orang terdekat dapat melaporkan perubahan keperibadian, penurunan mental,
perubahan mental, bingung halusinasi, koma bicara lambat/tak jelas.
6. Nyeri
Nyeri tekan abdomen/nyeri kuadran atas, Pruritus, Neuritis Perifer, Perilaku
berhati-hati/distraksi, Fokus pada diri sendiri.
7. Respirasi
Dispnea Takipnea, pernapasan dangkal, bunyi napas tambahan, Ekspansi paru
terbatas (asites), Hipoksia

8. Keamanan
Pruritus, Demam (lebih umum pada sirosis alkoholik), Ikterik, ekimosis, petekia.
Angioma spider/teleangiektasis, eritema palmar.
9. Seksualitas
Gangguan menstruasi/impoten, Atrofi testis, ginekomastia, kehilangan rambut
(dada, bawah lengan, pubis).

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Menurut Doenges (2000) pada klien sirosis hepatis ditemukan diagnosa
keperawatan dengan intervensi dan rasional sebagai berikut:
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru,
asites.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam pola
nafas menjadi efektif.
Kriteria hasil :
a.

Melaporkan pengurangan gejala sesak nafas.

b.

Memperlihatkan frekuensi respirasi yang normal (12-18 x/ menit)


tanpa terdengarnya suara pernapasan tambahan.

c.

Memperlihatkan pengembangan toraks yang penuh tanpa gejala


pernapasan dangkal.

d.

Tidak mengalami gejala sianosis

DAFTAR PUSTAKA
Joane C. Mc. Closkey, Gloria M. Bulechek, 2006, Nursing Interventions Classification
(NIC), Mosby Year-Book, St. Louis
Kuncara, H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth,
EGC, Jakarta
Marion Johnson, dkk, 2000, Nursing Outcome Classifications (NOC), Mosby Year-Book,
St. Louis
Marjory Gordon, dkk, 2001, Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2001-2002,
NANDA
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2001). Keperawatan medikal bedah 2. (Ed 8).
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
Soeparman. (2004). Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai