Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN PASIEN SIROSIS HEPATIS

Disusun untuk memenuhi tugas Stase KMB


Dosen Pembimbing : Ns. Yunani , M.Kep, Sp.MB

DISUSUN OLEH:
PRIHADI
NIM 2008072

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA
SEMARANG
2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN SIROSIS HEPATIS

A.    PENGERTIAN
Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati kronis yang tidak
diketahui penyebabnya dengan pasti. Telah diketahui bahwa penyakit ini
merupakan stadium terakhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan
dari hati (Sujono H, 2002).
Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati menahun yang difus
ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya
dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas,
pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati
akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur
akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan
Brenda G. Bare, 2001).
Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati menahun yang difus,
ditandai dengan adanya pembentukan jaringan disertai nodul. Dimulai dengan
proses peradangan, nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan
usaha regenerasi nodul. (Iin Inayah, 2004).
Kesimpulannya, Sirosis Hepatis adalah penyakit hati menahun yang belum
diketahui penyebabnya dengan pasti, dimulai dari proses peradangan, kematian
jaringan hati yang luas, ditandai dengan pembentukan jaringan ikat dan
regenerasi nodul, sehingga bentuknya tidak teratur.
B. ETIOLOGI
Penyebab Chirrosis Hepatis :
Secara morfologis, penyebab sirosis hepatis tidak dapat dipastikan. Tapi ada 
dua penyebab yang dianggap paling sering menyebabkan Chirrosis hepatis
adalah:
1.      Hepatitis virus
Hepatitis virus terutama tipe B sering disebut sebagai salah satu penyebab
chirrosis hati, apalagi setelah penemuan Australian Antigen oleh Blumberg
pada tahun 1965 dalam darah penderita dengan penyakit hati kronis , maka
diduga mempunyai peranan yang besar untuk terjadinya nekrosa sel hati
sehingga terjadi chirrosiS. Secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis virus
B lebih banyak mempunyai kecenderungan untuk lebih menetap dan
memberi gejala sisa serta menunjukan perjalanan yang kronis bila
dibandingkan dengan hepatitis virus A

2.      Zat hepatotoksik atau Alkoholisme.


Beberapa obat-obatan dan bahan kimia dapat menyebabkan terjadinya
kerusakan pada sel hati secara akut dan kronis. Kerusakan hati akut akan
berakibat nekrosis atau degenerasi lemak, sedangkan kerusakan kronis
akan berupa sirosis hati. Zat hepatotoksik yang sering disebut-sebut ialah
alcohol. Sirosis hepatis oleh karena alkoholisme sangat jarang, namun
peminum yang  bertahun-tahun mungkin dapat mengarah pada kerusakan
parenkim hati.
3.      Hemokromatosis
Bentuk chirrosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada dua kemungkinan
timbulnya hemokromatosis, yaitu:
a.    Sejak dilahirkan si penderita menghalami kenaikan absorpsi dari Fe.
b.   Kemungkinan didapat setelah lahir (acquisita), misalnya dijumpai pada
penderita dengan penyakit hati alkoholik. Bertambahnya absorpsi dari
Fe, kemungkinan menyebabkan timbulnya sirosis hati.

C. MANIFESTASI KLINIK
1.      GEJALA
Gejala chirrosis hati mirip dengan hepatitis, karena terjadi sama-sama di
liver yang mulai rusak fungsinya, yaitu: kelelahan, hilang nafsu makan, mual-
mual, badan lemah, kehilangan berat badan, nyeri lambung dan munculnya
jaringan darah mirip laba-laba di kulit (spider angiomas). Pada chirrosis terjadi
kerusakan hati yang terus menerus dan terjadi regenerasi noduler serta
ploriferasi jaringan ikat yang difus.

2.      TANDA KLINIS


Tanda-tanda klinik yang dapat terjadi yaitu:
a. Adanya ikterus (penguningan) pada penderita chrirosis.
Timbulnya ikterus (penguningan ) pada seseorang merupakan tanda bahwa ia
sedang menderita penyakit hati. Penguningan pada kulit dan mata terjadi ketika
liver sakit dan tidak bisa menyerap bilirubin. Ikterus dapat menjadi penunjuk
beratnya kerusakan sel hati. Ikterus terjadi sedikitnya pada 60 % penderita
selama perjalanan penyakit
b. Timbulnya asites dan edema pada penderita chirrosis
Ketika liver kehilangan kemampuannya membuat protein albumin, air
menumpuk pada kaki (edema) dan abdomen (ascites). Faktor utama asites
adalah peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus . Edema umumnya
timbul setelah timbulnya asites sebagai akibat dari hipoalbuminemia dan
resistensi garam dan air.
c. Hati yang membesar
Pembesaran hati dapat ke atas mendesak diafragma dan ke bawah. Hati
membesar sekitar 2-3 cm, dengan konsistensi lembek dan menimbulkan rasa
nyeri bila ditekan.
d. Hipertensi portal
Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan darah vena portal yang memetap
di atas nilai normal. Penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi
terhadap aliran darah melalui hati.

D. KLASIFIKASI
Secara klinis chirrosis hati dibagi menjadi:
Chirrosis hati kompensata, yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata
1. Chirrosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinik
yang jelas. Chirrosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses
hepatitis kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaanya secara
klinis, hanya dapat dibedakan melalui biopsi hati.

Secara morfologi Sherrlock membagi Chirrosis hati bedasarkan besar kecilnya


nodul, yaitu:
a. Makronoduler (Ireguler, multilobuler)
b. Mikronoduler (reguler, monolobuler)
c. Kombinasi antara bentuk makronoduler dan mikronoduler.

Menurut Gall seorang ahli penyakit hati, membagi penyakit chirrosis hati atas:
a. Chirrosis Postnekrotik, atau sesuai dengan bentuk sirosis makronoduler
atau sirosis toksik atau subcute yellow, atrophy chirrosis yang terbentuk karena
banyak terjadi jaringan nekrose.
b. Nutrisional chirrosis , atau sesuai dengan bentuk sirosis mikronoduler,
chirrosis alkoholik, Laennec´s cirrhosis atau fatty cirrhosis. Chirrosis terjadi
sebagai akibat kekurangan gizi, terutama faktor lipotropik.
c. Chirrosis Post hepatic, chirrosis yang terbentuk sebagai akibat setelah
menderita hepatitis.

Shiff dan Tumen secara morfologi membagi atas:


1. Chirrosis portal laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut
secara khas mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis
2. Chirrosis pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar
sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.
3. Chirrosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di
sekitar saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi
(kolangitis).
Bagian hati yang terlibat terdiri atas ruang portal dan periportal tempat
kanalikulus biliaris dari masing-masing lobulus hati bergabung untuk
membentuk saluran empedu baru. Dengan demikian akan terjadi pertumbuhan
jaringan yang berlebihan terutama terdiri atas saluran empedu yang baru dan
tidak berhubungan yang dikelilingi oleh jaringan parut.
E. PATHWAYS
F. KOMPLIKASI
Komplikasi chirrosis hati yang dapat terjadi antara lain:
1.   Perdarahan
Penyebab perdarahan saluran cerna yang paling sering dan berbahaya pada
chirrosis hati adalah perdarahan akibat pecahnya varises esofagus. Sifat
perdarahan yang ditimbulkan ialah muntah darah atau hematemesis, biasanya
mendadak tanpa didahului rasa nyeri. Darah yang keluar berwarna kehitam-
hitaman dan tidak akan membeku karena sudah bercampur dengan asam
lambung. Penyebab lain adalah tukak lambung dan tukak duodeni.
2.   Koma hepatikum
Timbulnya koma hepatikum akibat dari faal hati yang sudah sangat rusak,
sehingga hati tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali. Koma hepatikum
mempunyai gejala karakteristik yaitu hilangnya kesadaran penderita. Koma
hepatikum dibagi menjadi dua, yaitu: Pertama koma hepatikum primer, yaitu
disebabkan oleh nekrosis hati yang meluas dan fungsi vital terganggu
seluruhnya, maka metabolism tidak dapat berjalan dengan sempurna. Kedua
koma hepatikum sekunder, yaitu koma hepatikum yang timbul bukan karena
kerusakan hati secara langsung, tetapi oleh sebab lain, antara lain karena
perdarahan, akibat terapi terhadap asites, karena obat-obatan dan pengaruh
substansia nitrogen.
3.   Ulkus Peptikum
Timbulnya ulkus peptikum pada penderita Sirosis Hepatis lebih besar bila
dibandingkan dengan penderita normal. Beberapa kemungkinan disebutkan
diantaranya ialah timbulnya hiperemi pada mukosa gaster dan duodenum,
resistensi yang menurun pada mukosa, dan kemungkinan lain ialah timbulnya
defisiensi makanan
4.   Karsinoma Hepatoselular
Kemungkinan timbulnya karsinoma pada Sirosis Hepatis terutama pada
bentuk postnekrotik ialah karena adanya hiperplasi noduler yang akan berubah
menjadi adenomata multiple kemudian berubah menjadi karsinoma yang
multiple
5.   Infeksi
Setiap  penurunan kondisi badan akan mudah kena infeksi, termasuk juga
penderita sirosis, kondisi badannya menurun. Infeksi yang sering timbul pada
penderita sirosis, diantaranya adalah : peritonitis, bronchopneumonia,
pneumonia, tbc paru-paru, glomeluronefritis kronik, pielonefritis, sistitis,
perikarditis, endokarditis, erysipelas maupun septikemi.

G.     PEMERIKSAAN PENUNJANG


      1.      Pemeriksaan Laboratorium
a.    Urine
Dalam urine terdapat urobilnogen juga terdapat bilirubin bila penderita
ada ikterus. Pada penderita dengan asites , maka ekskresi Na dalam urine
berkurang ( urine kurang dari 4 meq/l) menunjukkan kemungkinan telah terjadi
syndrome hepatorenal.
b.   Tinja
Terdapat kenaikan kadar sterkobilinogen. Pada penderita dengan ikterus,
ekskresi pigmen empedu rendah. Sterkobilinogen yang tidak terserap oleh
darah, di dalam usus akan diubah menjadi sterkobilin yaitu suatu pigmen yang
menyebabkan tinja berwarna cokelat atau kehitaman.
c.    Darah
Biasanya dijumpai normostik normokronik anemia yang ringan, kadang
–kadang dalam bentuk makrositer yang disebabkan kekurangan asam folik dan
vitamin B12 atau karena splenomegali. Bilamana penderita pernah mengalami
perdarahan gastrointestinal maka baru akan terjadi hipokromik anemi. Juga
dijumpai likopeni bersamaan dengan adanya trombositopeni.
d.   Tes Faal Hati
Penderita sirosis banyak mengalami gangguan tes faal hati, lebih lagi
penderita yang sudah disertai tanda-tanda hipertensi portal. Pada sirosis globulin
menaik, sedangkan albumin menurun. Pada orang normal tiap hari akan
diproduksi 10-16 gr albumin, pada orang dengan sirosis hanya dapat disintesa
antara 3,5-5,9 gr per hari.9 Kadar normal albumin dalam darah 3,5-5,0 g/dL38.
Jumlah albumin dan globulin yang masing-masing diukur melalui proses yang
disebut elektroforesis protein serum. Perbandingan normal albumin : globulin
adalah 2:1 atau lebih. 39 Selain itu, kadar asam empedu juga termasuk salah satu
tes faal hati yang peka untuk mendeteksi kelainan hati secara dini.

      2.      Sarana Penunjang Diagnostik


a.    Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang sering dimanfaatkan ialah,: pemeriksaan fototoraks,
splenoportografi, Percutaneus Transhepatic Porthography (PTP)
b.   Ultrasonografi
Ultrasonografi (USG) banyak dimanfaatkan untuk mendeteksi kelaianan di hati,
termasuk sirosi hati. Gambaran USG tergantung pada tingkat berat ringannya
penyakit. Pada tingkat permulaan sirosis akan tampak hati membesar,
permulaan irregular, tepi hati tumpul, . Pada fase lanjut terlihat perubahan
gambar USG, yaitu tampak penebalan permukaan hati yang irregular. Sebagian
hati tampak membesar dan sebagian lagi dalam batas nomal.
c.    Peritoneoskopi (laparoskopi)
Secara laparoskopi akan tampak jelas kelainan hati. Pada sirosis hati akan jelas
kelihatan permukaan yang berbenjol-benjol berbentuk nodul yang besar atau
kecil dan terdapatnya gambaran fibrosis hati, tepi biasanya tumpul. Seringkali
didapatkan pembesaran limpa.

H.        PENATALAKSANAAN MEDIS


1. Istirahat di tempat tidur sampai terdapat perbaikan ikterus, asites, dan
demam.
2. Diet rendah protein (diet hati III protein 1gr/kg BB, 55 gr protein, 2.000
kalori). Bila ada asites diberikan diet rendah garam II (600-800 mg) atau
III (1.000-2000 mg). Bila proses tidak aktif diperlukan diet tinggi kalori
(2.000-3000 kalori) dan tinggi protein (80-125 gr/hari). Bila ada tanda-
tanda prekoma atau koma hepatikum, jumlah protein dalam makanan
dihentikan (diet hati II) untuk kemudian diberikan kembali sedikit demi
sedikit sesuai toleransi dan kebutuhan tubuh. Pemberian protein yang
melebihi kemampuan pasien atau meningginya hasil metabolisme
protein, dalam darah viseral dapat mengakibatkan timbulnya koma
hepatikum. Diet yang baik dengan protein yang cukup perlu diperhatikan.
3. Mengatasi infeksi dengan antibiotik diusahakan memakai obat-obatan
yang jelas tidak hepatotoksik.
4. Mempebaiki keadaan gizi bila perlu dengan pemberian asam amino
esensial berantai cabang dengan glukosa.
5. Roboransia. Vitamin B compleks. Dilarang makan dan minum bahan
yang mengandung alkohol.

Penatalaksanaan asitesis dan edema adalah :


1. Istirahat dan diet rendah garam. Dengan istirahat dan diet rendah garam
(200-500 mg perhari), kadang-kadang asitesis dan edema telah dapat
diatasi. Adakalanya harus dibantu dengan membatasi jumlah pemasukan
cairan selama 24 jam, hanya sampai 1 liter atau kurang.
2. Bila dengan istirahat dan diet tidak dapat diatasi, diberikan pengobatan
diuretik berupa spironolakton 50-100 mg/hari (awal) dan dapat
ditingkatkan sampai 300 mg/hari bila setelah 3 – 4 hari tidak terdapat
perubahan.
3. Bila terjadi asites refrakter (asites yang tidak dapat dikendalikan dengan
terapi medikamentosa yang intensif), dilakukan terapi parasentesis.
Walupun merupakan cara pengobatan asites yang tergolong kuno dan
sempat ditinggalkan karena berbagai komplikasinya, parasentesis banyak
kembali dicoba untuk digunakan. Pada umunya parasentesis aman apabila
disertai dengan infus albumin sebanyak 6 – 8 gr untuk setiap liter cairan
asites. Selain albumin dapat pula digunakan dekstran 70 % Walaupun
demikian untuk mencegah pembentukan asites setelah parasentesis,
pengaturan diet rendah garam dan diuretik biasanya tetap diperlukan.
4. Pengendalian cairan asites. Diharapkan terjadi penurunan berat badan 1
kg/hari. Hati-hati bila cairan terlalu banyak dikeluarkan dalam suatu saat,
dapat mencetuskan ensefalopati hepatik
I. ASUHAN KEPERAWATAN
A.    PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengkajian pada klien dengan chirrosis hepatis dilakukan mulai dari
pengumpulan data yang meliputi : biodata, riwayat kesehatan, keluhan utama,
sifat keluhan, riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan
sehari-hari. Hal yang perlu dikaji pada klien degan chirrosis hepatis :
1.      Aktivitas dan istirahat :
kelemahan, kelelahan, terlalu lelah, letargi, penurunan massa otot/tonus.
2.      Sirkulasi
Riwayat Gagal jantung koroner kronis, perikarditis, penyakit jantung, reumatik,
kanker (malfungsi hati menimbulkan gagal hati), Distrimia, bunyi jantung
ekstra (S3, S4).
3.      Eliminasi
Flatus, Distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali, asites), penurunan atau
tidak ada bising usus, Feces warna tanah liat, melena, urin gelap, pekat.
4.      Nutrisi
Anoreksia, tidak toleran terhadap makanan/tidak dapat menerima, Mual,
muntah, Penurunan berat badan atau peningkatan cairan penggunaan jaringan,
Edema umum pada jaringan, Kulit kering,Turgor buruk, Ikterik, angioma
spider, Nafas berbau/fetor hepatikus, perdarahan gusi.
5.      Neurosensori
Orang terdekat dapat melaporkan perubahan keperibadian, penurunan mental,
perubahan mental, bingung halusinasi, koma bicara lambat/tak jelas.
6.      Nyeri
Nyeri tekan abdomen/nyeri kuadran atas, Pruritus, Neuritis Perifer, Perilaku
berhati-hati/distraksi, Fokus pada diri sendiri.
7.      Respirasi
Dispnea Takipnea, pernapasan dangkal, bunyi napas tambahan, Ekspansi paru
terbatas (asites), Hipoksia
8.      Keamanan
Pruritus, Demam (lebih umum pada sirosis alkoholik), Ikterik, ekimosis,
petekia.
Angioma spider/teleangiektasis, eritema palmar.
9.      Seksualitas
Gangguan menstruasi/impoten, Atrofi testis, ginekomastia, kehilangan rambut
(dada, bawah lengan, pubis).

B.     DIAGNOSA KEPERAWATAN


1.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan berat
badan
2.      Perubahan suhu tubuh: hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi
pada sirosis
3.      Gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan pembentukan edema.
4.      Gangguan integritas kulit berhubungan dengan ikterus dan status
imunologi yang terganggu
5.      Perubahan status nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia dan gangguan gastrointestinal.
6.      Resiko cedera berhubungan dengan hipertensi portal, perubahan
mekanisme pembekuan dan gangguan dalam proses detoksifikasi obat.
7.      Nyeri kronis berhubungan dengan agen injuri biologi (hati yang membesar
serta nyeri tekan dan asites)
8.      Kelebihan volume cairan berhubungan dengan asites dan pembentukan
edema.
9.      Perubahan proses berpikir berhubungan dengan kemunduran fungsi hati
dan peningkatan kadar ammonia
10.  Pola napas yang tidak efektif berhubungan dengan asites dan restriksi
pengembangan toraks akibat aistes, distensi abdomen serta adanya cairan dalam
rongga toraks
C.    RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosa Rencana Keperawatan
Keperawatan NOC NIC Rasional
Intoleransi Tujuan: 1. Tawarkan diet 1.   Memberikan
aktivitas Peningkatan tinggi kalori, tinggi kalori bagi tenaga
berhubungan energi dan protein (TKTP). dan protein bagi
dengan partisipasi dalam 2. Berikan proses
kelelahan dan aktivitas suplemen vitamin penyembuhan.
penurunan Kriteria Hasil: (A, B kompleks, C 2.   Memberikan
berat badan        dan K) nutrien tambahan.
Melaporkan 3. Motivasi pasien 3.   Menghemat
peningkatan untuk melakukan tenaga pasien
kekuatan dan latihan yang sambil mendorong
kesehatan pasien. diselingi istirahat pasien untuk
       4. Motivasi dan melakukan latihan
Merencanakan bantu pasien untuk dalam batas
aktivitas untuk melakukan latihan toleransi pasien.
memberikan dengan periode 4.   Memperbaiki
kesempatan waktu yang perasaan sehat
istirahat yang ditingkatkan secara secara umum dan
cukup. bertahap percaya diri
      
Meningkatkan
aktivitas dan
latihan
bersamaan
dengan
bertambahnya
kekuatan.
      
Memperlihatkan
asupan nutrien
yang adekuat dan
menghilangkan
alkohol dari diet.
Perubahan suhu Tujuan: 1.    Catat suhu 1.   Memberikan
tubuh: Pemeliharaan tubuh secara dasar untuk deteksi
hipertermia suhu tubuh yang teratur. hati dan evaluasi
berhubungan normal 2.    Motivasi intervensi.
dengan proses Kriteria Hasil: asupan cairan 2.   Memperbaiki
inflamasi pada        3.    Lakukan kehilangan cairan
sirosis Melaporkan suhu kompres dingin akibat perspirasi
tubuh yang atau kantong es serta febris dan
normal dan tidak untuk menurunkan meningkatkan
terdapatnya kenaikan suhu tingkat
gejala menggigil tubuh. kenyamanan
atau perspirasi. 4.    Berikan pasien.
       antibiotik seperti 3.   Menurunkan
Memperlihatkan yang diresepkan. panas melalui
asupan cairan 5.    Hindari kontak proses konduksi
yang adekuat. dengan infeksi. serta evaporasi,
6.    Jaga agar dan meningkatkan
pasien dapat tingkat kenyaman
beristirahat pasien.
sementara suhu 4.   Meningkatkan
tubuhnya tinggi. konsentrasi
antibiotik serum
yang tepat untuk
mengatasi infeksi.
5.   Meminimalkan
resiko peningkatan
infeksi, suhu tubuh
serta laju
metabolik.
6.   Mengurangi
laju metabolik.
Gangguan Tujuan: 1.      Batasi 1.  Meminimalkan
integritas kulit Memperbaiki natrium seperti pembentukan
yang integritas kulit yang diresepkan. edema.
berhubungan dan proteksi 2.      Berikan 2.  Jaringan dan
dengan jaringan yang perhatian dan kulit yang
pembentukan mengalami perawatan yang edematus
edema. edema. cermat pada kulit. mengganggu
Kriteria Hasil: 3.      Balik dan suplai nutrien dan
     ubah posisi pasien sangat rentan
Memperlihatkan dengan sering. terhadap tekanan
turgor kulit yang 4.      Timbang serta trauma.
normal pada berat badan dan 3.  Meminimalkan
ekstremitas dan catat asupan serta tekanan yang lama
batang tubun. haluaran cairan dan meningkatkan
     Tidak setiap hari. mobilisasi edema.
memperlihatkan 5.      Lakukan 4.  Memungkinkan
luka pada kulit. latihan gerak secara perkiraan status
     pasif, tinggikan cairan dan
Memperlihatkan ekstremitas pemantauan
jaringan yang edematus. terhadap adanya
normal tanpa 6.      Letakkan retensi serta
gejala eritema, bantalan busa yang kehilangan cairan
perubahan warna kecil dibawah dengan cara yang
atau peningkatan tumit, maleolus dan paling baik.
suhu di daerah tonjolan tulang 5.  Meningkatkan
tonjolan tulang. lainnya. mobilisasi edema.
     Mengubah 6.  Melindungi
posisi dengan tonjolan tulang dan
sering. meminimalkan
trauma jika
dilakukan dengan
benar.
Gangguan Tujuan: 1.  Observasi dan 1.  Memberikan
integritas kulit Memperbaiki catat derajat ikterus dasar untuk deteksi
berhubungan integritas kulit pada kulit dan perubahan dan
dengan ikterus dan sklera. evaluasi intervensi.
dan status meminimalkan 2.  Lakukan 2.  Mencegah
imunologi yang iritasi kulit perawatan yang kekeringan kulit
terganggu Kriteria Hasil: sering pada kulit, dan meminimalkan
   mandi tanpa pruritus.
Memperlihatkan menggunakan 3.  Mencegah
kulit yang utuh sabun dan ekskoriasi kulit
tanpa terlihat melakukan masase akibat garukan.
luka atau infeksi. dengan losion
   Melaporkan pelembut
tidak adanya (emolien).
pruritus. 3.  Jaga agar kuku
   pasien selalu
Memperlihatkan pendek.
pengurangan
gejala ikterus
pada kulit dan
sklera.
  
Menggunakan
emolien dan
menghindari
pemakaian sabun
dalam menjaga
higiene sehari-
hari.
Perubahan Tujuan: 1.  Motivasi pasien 1.   Motivasi
status nutrisi, Perbaikan status untuk makan sangat penting bagi
kurang dari makanan dan penderita
kebutuhan nutrisi suplemen makanan. anoreksia dan
tubuh Kriteria Hasil: 2.  Tawarkan gangguan
berhubungan    makan makanan gastrointestinal.
dengan Memperlihatkan dengan porsi sedikit 2.   Makanan
anoreksia dan asupan makanan tapi sering. dengan porsi kecil
gangguan yang tinggi 3.  Hidangkan dan sering lebih
gastrointestinal kalori, tinggi makanan yang ditolerir oleh
. protein dengan menimbulkan penderita
jumlah memadai. selera dan menarik anoreksia.
   Mengenali dalam 3.Meningkatkan
makanan dan penyajiannya. selera makan dan
minuman yang 4.  Pantang alkohol. rasa sehat.
bergizi dan 5.  Pelihara higiene 4.   Menghilangkan
diperbolehkan oral sebelum makanan dengan
dalam diet. makan. “kalori kosong”
   Bertambah 6.  Pasang ice collar dan menghindari
berat tanpa untuk mengatasi iritasi lambung
memperlihatkan mual. oleh alkohol.
penambahan 7.  Berikan obat 5.   Mengurangi
edema dan yang diresepkan citarasa yang tidak
pembentukan untuk mengatasi enak dan
asites. mual, muntah, diare merangsang selera
   Mengenali atau konstipasi. makan.
dasar pemikiran 8.  Motivasi 6.   Dapat
mengapa pasien peningkatan asupan mengurangi
harus makan cairan dan latihan frekuensi mual.
sedikit-sedikit jika pasien 7.   Mengurangi
tapi sering. melaporkan gejala
   Melaporkan konstipasi. gastrointestinal
peningkatan 9.  Amati gejala dan perasaan tidak
selera makan dan yang membuktikan enak pada perut
rasa sehat. adanya perdarahan yang mengurangi
   Menyisihkan selera makan dan
alkohol dari gastrointestinal. keinginan terhadap
dalam diet. makanan.
   Turut serta 8.   Meningkatkan
dalam upaya pola defekasi yang
memelihara normal dan
higiene oral mengurangi rasa
sebelum makan tidakenak serta
dan menghadapi distensi pada
mual. abdomen.
   9.   Mendeteksi
Menggunakna komplikasi
obat kelainan gastrointestinal
gastrointestinal yang serius.
seperti yang
diresepkan.
   Melaporkan
fungsi
gastrointestinal
yang normal
dengan defekasi
yang teratur.
   Mengenali
gejala yang dapat
dilaporkan:
melena,
pendarahan yang
nyata.
Resiko cedera Tujuan: 1.      Amati setiap 1.     
berhubungan Pengurangan feses yang Memungkinkan
dengan resiko cedera dieksresikan untuk deteksi perdarahan
hipertensi Kriteria Hasil: memeriksa warna, dalam traktus
portal,   Tidak konsistensi dan gastrointestinal.
perubahan memperlihatkan 2.      Dapat
mekanisme adanya jumlahnya. menunjukkan
pembekuan dan perdarahan yang 2.      Waspadai tanda-tanda dini
gangguan nyata dari traktus gejala ansietas, rasa perdarahan dan
dalam proses gastrointestinal. penuh pada syok.
detoksifikasi   Tidak epigastrium, 3.      Mendeteksi
obat. memperlihatkan kelemahan dan tanda dini yang
adanya kegelisahan. membuktikan
kegelisahan, rasa 3.      Periksa setiap adanya perdarahan.
penuh pada feses dan muntahan 4.     
epigastrium dan untuk mendeteksi Menunjukkan
indikator lain darah yang perubahan pada
yang tersembunyi. mekanisme
menunjukkan 4.      Amati pembekuan darah.
hemoragi serta manifestasi 5.      Memberikan
syok. hemoragi: dasar dan bukti
  ekimosis, epitaksis, adanya
Memperlihatkan petekie dan hipovolemia dan
hasil perdarahan gusi. syok.
pemeriksaan 5.      Catat tanda- 6.     
yang negatif tanda vital dengan Meminimalkan
untuk perdarahan interval waktu resiko perdarahan
tersembunyi tertentu. dan mengejan.
gastrointestinal. 6.      Jaga agar 7.      Memudahkan
  Bebas dari pasien tenang dan insersi kateter
daerah-daerah membatasi kontraumatik
yang mengalami aktivitasnya. untuk mengatasi
ekimosis atau 7.      Bantu dokter perdarahan dengan
pembentukan dalam memasang segera pada pasien
hematom. kateter untuk yang cemas dan
  tamponade balon melawan.
Memperlihatkan esofagus. 8.     
tanda-tanda vital 8.      Lakukan Memungkinkan
yang normal. observasi selama deteksi reaksi
  transfusi darah transfusi (resiko ini
Mempertahankan dilaksanakan. akan meningkat
istirahat dalam 9.      Ukur dan dengan
keadaan tenang catat sifat, waktu pelaksanaan lebih
ketika terjadi serta jumlah dari satu kali
perdarahan aktif. muntahan. transfusi yang
  Mengenali 10.  Pertahankan diperlukan untuk
rasional untuk pasien dalam mengatasi
melakukan keadaan puasa jika perdarahan aktif
transfusi darah diperlukan. dari varises
dan tindakan 11.  Berikan esofagus)
guna mengatasi vitamin K seperti 9.      Membantu
perdarahan. yang diresepkan. mengevaluasi taraf
  Melakukan 12.  Dampingi perdarahan dan
tindakan untuk pasien secara terus kehilangan darah.
mencegah menerus selama 10.  Mengurangi
trauma episode perdarahan. resiko aspirasi isi
(misalnya, 13.  Tawarkan lambung dan
menggunakan minuman dingin meminimalkan
sikat gigi yang lewat mulut ketika resiko trauma lebih
lunak, perdarahan teratasi lanjut pada
membuang ingus (bila esofagus dan
secara perlahan- diinstruksikan). lambung.
lahan, 14.  Lakukan 11.  Meningkatkan
menghindari tindakan untuk pembekuan dengan
terbentur serta mencegah trauma : memberikan
terjatuh, a.   vitamin larut
menghindari Mempertahankan lemak yang
mengejan pada lingkungan yang diperlukan untuk
saat defekasi). aman. mekanisme
  Tidak b.   Mendorong pembekuan darah.
mengalami efek pasien untuk 12.  Menenangkan
samping membuang ingus pasien yang
pemberian obat. secara perlahan- merasa cemas dan
  Menggunakan lahan. memungkinkan
semua obat c.   Menyediakan pemantauan serta
seperti yang sikat gigi yang deteksi terhadap
diresepkan. lunak dan kebutuhan pasien
  Mengenali menghindari selanjutnya.
rasional untuk penggunaan tusuk 13.  Mengurangi
melakukan gigi. resiko perdarahan
tindakan d.  Mendorong lebih lanjut dengan
penjagaan konsumsi makanan meningkatkan
dengan dengan kandungan vasokontriksi
menggunakan vitamin C yang pembuluh darah
semua obat. tinggi. esofagus dan
e.   Melakukan lambung.
kompres dingin jika 14.  Meningkatkan
diperlukan. keamanan pasien.
f.    Mencatat lokasi a.  Mengurangi
tempat perdarahan. resiko trauma dan
g.   Menggunakan perdarahan dengan
jarum kecil ketika menghindari
melakukan cedera, terjatuh,
penyuntikan. terpotong, dll.
15.  Berikan obat b.  Mengurangi
dengan hati-hati; resiko epistaksis
pantau efek sekunder akibat
samping pemberian trauma dan
obat. penurunan
pembekuan darah.
c.  Mencegah
trauma pada
mukosa oral
sementara higiene
oral yang baik
ditingkatkan.
d. Meningkatkan
proses
penyembuhan
e.  Mengurangi
perdarahan ke
dalam jaringan
dengan
meningkatkan
vasokontriksi
lokal.
f.   Memungkinkan
deteksi tempat
perdarahan yang
baru dan
pemantauan
tempat perdarahan
sebelumnya.
g.  Meminimalkan
perambesan dan
kehilangan darah
akibat penyuntikan
yang berkali-kali.
15.  Mengurangi
resiko efek
samping yang
terjadi sekunder
karena
ketidakmampuan
hati yang rusak
untuk melakukan
detoksifikasi
(memetabolisasi)
obat secara
normal.
Nyeri kronis Tujuan: 1.     Pertahankan 1.     Mengurangi
berhubungan Peningkatan rasa tirah baring ketika kebutuhan
dengan agen kenyamanan pasien mengalami metabolik dan
injuri biologi Kriteria Hasil: gangguan rasa melindungi hati.
(hati yang       nyaman pada 2.     Mengurangi
membesar serta Mempertahankan abdomen. iritabilitas traktus
nyeri tekan dan tirah baring dan 2.     Berikan gastrointestinal
asites) mengurangi antipasmodik dan dan nyeri serta
aktivitas ketika sedatif seperti yang gangguan rasa
nyeri terasa. diresepkan. nyaman pada
      3.     Kurangi abdomen.
Menggunakan asupan natrium dan 3.     Memberikan
antipasmodik cairan jika dasar untuk
dan sedatif diinstruksikan. mendeteksi lebih
sesuai indikasi lanjut kemunduran
dan resep yang keadaan pasien dan
diberikan. untuk
      mengevaluasi
Melaporkan intervensi.
pengurangan 4.    
rasa nyeri dan Meminimalkan
gangguan rasa pembentukan
nyaman pada asites lebih lanjut.
abdomen.
     
Melaporkan rasa
nyeri dan
gangguan rasa
nyaman jika
terasa.
     
Mengurangi
asupan natrium
dan cairan sesuai
kebutuhan
hingga tingkat
yang
diinstruksikan
untuk mengatasi
asites.
      Merasakan
pengurangan
rasa nyeri.
     
Memperlihatkan
pengurangan
rasa nyeri.
     
Memperlihatkan
pengurangan
lingkar perut dan
perubahan berat
badan yang
sesuai.
Kelebihan Tujuan: 1.     Batasi asupan 1.    
volume cairan Pemulihan natrium dan cairan Meminimalkan
berhubungan kepada volume jika diinstruksikan. pembentukan
dengan asites cairan yang 2.     Berikan asites dan edema.
dan normal diuretik, suplemen 2.     Meningkatkan
pembentukan Kriteria Hasil: kalium dan protein ekskresi cairan
edema.        Mengikuti seperti yang lewat ginjal dan
diet rendah dipreskripsikan. mempertahankan
natrium dan 3.     Catat asupan keseimbangan
pembatasan dan haluaran cairan serta
cairan seperti cairan. elektrolit yang
yang 4.     Ukur dan catat normal.
diinstruksikan. lingkar perut setiap 3.     Menilai
       hari. efektivitas terapi
Menggunakan 5.     Jelaskan dan kecukupan
diuretik, rasional asupan cairan.
suplemen kalium pembatasan 4.     Memantau
dan protein natrium dan cairan. perubahan pada
sesuai indikasi pembentukan
tanpa mengalami asites dan
efek samping. penumpukan
       cairan.
Memperlihatkan 5.     Meningkatkan
peningkatan pemahaman dan
haluaran urine. kerjasama pasien
       dalam menjalani
Memperlihatkan dan melaksanakan
pengecilan pembatasan cairan.
lingkar perut.
      
Mengidentifikasi
rasional
pembatasan
natrium dan
cairan.
Perubahan Tujuan: 1.     Batasi protein 1.     Mengurangi
proses berpikir Perbaikan status makanan seperti sumber amonia
berhubungan mental yang diresepkan. (makanan sumber
dengan Kriteria Hasil: 2.     Berikan protein).
kemunduran        makanan sumber 2.     Meningkatkan
fungsi hati dan Memperlihatkan karbohidrat dalam asupan karbohidrat
peningkatan perbaikan status porsi kecil tapi yang adekuat
kadar amonia. untuk memenuhi
mental. sering. kebutuhan energi
       3.     Berikan dan
Memperlihatkan perlindungan “mempertahankan”
kadar amonia terhadap infeksi. protein terhadap
serum dalam 4.     Pertahankan proses
batas-batas yang lingkungan agar pemecahannya
normal. tetap hangat dan untuk
       Memiliki bebas dari angin. menghasilkan
orientasi 5.     Pasang tenaga.
terhadap waktu, bantalan pada 3.     Memperkecil
tempat dan penghalang di resiko terjadinya
orang. samping tempat peningkatan
       tidur. kebutuhan
Melaporkan pola 6.     Batasi metabolik lebih
tidur yang pengunjung. lanjut.
normal. 7.     Lakukan 4.    
       pengawasan Meminimalkan
Menunjukkan keperawatan yang gejala menggigil
perhatian cermat untuk karena akan
terhadap memastikan meningkatkan
kejadian dan keamanan pasien. kebutuhan
aktivitas di 8.     Hindari metabolik.
lingkungannya. pemakaian preparat 5.     Memberikan
       opiat dan perlindungan
Memperlihatkan barbiturat. kepada pasien jika
rentang perhatian 9.     Bangunkan terjadi koma
yang normal. dengan interval. hepatik dan
       Mengikuti serangan kejang.
dan turut serta 6.    
dalam Meminimalkan
percakapan aktivitas pasien
secara tepat. dan kebutuhan
      
Melaporkan metaboliknya.
kontinensia fekal 7.     Melakukan
dan urin. pemantauan ketat
       Tidak terhadap gejala
mengalami yang baru terjadi
kejang. dan meminimalkan
trauma pada pasien
yang mengalami
gejala konfusi.
8.     Mencegah
penyamaran gejala
koma hepatik dan
mencegah
overdosis obat
yang terjadi
sekunder akibat
penurunan
kemampuan hati
yang rusak untuk
memetabolisme
preparat narkotik
dan barbiturat.
9.     Memberikan
stimulasi kepada
pasien dan
kesempatan untuk
mengamati tingkat
kesadaran pasien.
Pola napas Tujuan: 1.     Tinggalkan 1.     Mengurangi
yang tidak Perbaikan status bagian kepala tekanan abdominal
efektif pernapasan tempat tidur. pada diafragma
berhubungan KriteriaHasil: 2.     Hemat tenaga dan
dengan asites        memungkinkan
dan restriksi Mengalami pasien. pengembangan
pengembangan perbaikan status 3.     Ubah posisi toraks dan
toraks akibat pernapasan. dengan interval. ekspansi paru yang
aistes, distensi        4.     Bantu pasien maksimal.
abdomen serta Melaporkan dalam menjalani 2.     Mengurangi
adanya cairan pengurangan parasentesis atau kebutuhan
dalam rongga gejala sesak torakosentesis. metabolik dan
toraks napas. a.       Berikan oksigen pasien.
       dukungan dan 3.     Meningkatkan
Melaporkan pertahankan posisi ekspansi
peningkatan selama menjalani (pengembangan)
tenaga dan rasa prosedur. dan oksigenasi
sehat. b.      Mencatat pada semua bagian
       jumlah dan sifat paru).
Memperlihatkan cairan yang 4.     Parasentesis
frekuensi diaspirasi. dan torakosentesis
respirasi yang c.       Melakukan (yang dilakukan
normal observasi terhadap untuk
(12-18/menit) bukti terjadinya mengeluarkan
tanpa batuk, peningkatan cairan dari rongga
terdengarnya dispnu atau toraks) merupakan
suara pernapasan frekuensi denyut tindakan yang
tambahan. nadi. menakutkan bagi
       pasien. Bantu
Memperlihatkan pasien agar bekerja
pengembangan sama dalam
toraks yang menjalani prosedur
penuh tanpa ini dengan
gejala meminimalkan
pernapasan resiko dan
dangkal. gangguan rasa
       nyaman.
Memperlihatkan a.     
gas darah yang Menghasilkan
normal. catatan tentang
       Tidak cairan yang
mengalami dikeluarkan dan
gejala konfusi indikasi
atau sianosis. keterbatasan
pengembangan
paru oleh cairan.
b.     
Menunjukkan
iritasi rongga
pleura dan bukti
adanya gangguan
fungsi respirasi
oleh pneumotoraks
atau hemotoraks
(penumpukan
udara atau darah
dalam rongga
pleura).

DAFTAR PUSTAKA
Joane C. Mc. Closkey, Gloria M. Bulechek, 2006, Nursing Interventions
Classification (NIC), Mosby Year-Book, St. Louis
Kuncara, H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth, EGC, Jakarta
Marion Johnson, dkk, 2000, Nursing Outcome Classifications (NOC), Mosby
Year-Book, St. Louis
Marjory Gordon, dkk, 2001, Nursing Diagnoses: Definition & Classification
2001-2002,  NANDA
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2001). Keperawatan medikal bedah
2. (Ed 8). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
Soeparman. (2004). Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai