Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

SIROSIS HEPATIS

ALIVIA KARIMA FAQIH


20020004

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN dr SOEBANDI JEMBER
YAYASAN JEMBER INTERNASIONAL SCHOOL

2021

LAPORAN PENDAHULUAN
SIROSIS HEPATIS
1.1 Pengertian

Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan


difus dan menahun pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat,
degenerasi dan regenerasi sel-sel hati, sehingga timbul kekacauan dalam
susunan parenkim hati (Mansjoer, FKUI, 2013).
Menurut Black (2014) sirosis hati adalah penyakit kronis progresif
dicirikan dengan fibrosis luas (jaringan parut) dan pembentukan nodul. Sirosis
terjadi ketika aliran normal darah, empedu dan metabolisme hepatic diubah
oleh fibrosis dan perubahan di dalam hepatosit, duktus empedu, jalur vaskuler
dan sel retikuler.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sirosis
hepatis adalah penyakit hati kronis yang ditandai oleh adanya peradangan
difus pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan
regenerasi sel hati disertai nodul dan merupakan stadium akhir dari penyakit
hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati.
Klasifikasi
Ada tiga tipe sirosis hepatis atau pembentukan parut dalam hati antara lain :
1. Sirosis Portal Laennec (Alkoholik, Nutrisional).
Dimana jaringan parut secara khas mengelilingi daerah portal. Sirosis ini
paling sering disebabkan oleh alkoholisme kronis dan merupakan tipe
sirosis yang paling sering ditemukan di Negara Barat.
2. Sirosis Pascanekrotik
Dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat lanjut dari
hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.
3. Sirosis Bilier
Dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di sekitar saluran
empedu. Tipe ini biasanya terjadi akibat obstruksi biliar yang kronis dan
infeksi (kolangitis): insidennya lebih rendah daripada insiden sirosis
Laennec dan pascanekrotik.
4. Sirosis biliaris primer terjadi kerusakan progresif pada duktus biliaris
intrahepatik. Terutama (90%) mengenai wanita antara 40-60 tahun, dan
keluhan utamanya berupa tanda-tanda koleastatis: pruritus, ikterus, disertai
tinja pucat, urin gelap, dan steatorea, pigmentasi, dan xantelasma.
(Brunner & Suddart (2002) dalam Kontadia (2019).
1.2 Etiologi
Secara morfologis, penyebab sirosis hepatis tidak dapat dipastikan. Tapi
ada dua penyebab yang dianggap paling sering menyebabkan Chirrosis hepatis
adalah:
a. Hepatitis virus
Hepatitis virus terutama tipe B sering disebut sebagai salah satu penyebab
chirrosis hati, apalagi setelah penemuan Australian Antigen oleh
Blumberg pada tahun 1965 dalam darah penderita dengan penyakit hati
kronis, maka diduga mempunyai peranan yang besar untuk terjadinya
nekrosa sel hati sehingga terjadi chirrosisi. Secara klinik telah dikenal
bahwa hepatitis virus B lebih banyak mempunyai kecenderungan untuk
lebih menetap dan memberi gejala sisa serta menunjukan perjalanan yang
kronis, bila dibandingkan dengan hepatitis virus A
b. Zat hepatotoksik atau Alkoholisme.
Beberapa obat-obatan dan bahan kimia dapat menyebabkan terjadinya
kerusakan pada sel hati secara akut dan kronis. Kerusakan hati akut akan
berakibat nekrosis atau degenerasi lemak, sedangkan kerusakan kronis
akan berupa sirosis hati. Zat hepatotoksik yang sering disebut-sebut ialah
alcohol. Sirosis hepatis oleh karena alkoholisme sangat jarang, namun
peminum yang bertahun-tahun mungkin dapat mengarah pada kerusakan
parenkim hati.
c. Hemokromatosis
Bentuk chirrosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada dua kemungkinan
timbulnya hemokromatosis, yaitu:
1. Sejak dilahirkan si penderita menghalami kenaikan absorpsi dari Fe.
2. Kemungkinan didapat setelah lahir (acquisita), misalnya dijumpai pada
penderita dengan penyakit hati alkoholik. Bertambahnya absorpsi dari Fe,
kemungkinan menyebabkan timbulnya sirosis hati.
Penyebab lain dari sirosis hepatis, yaitu:
1. Alkohol
Suatu penyebab yang paling umum dari sirosis, terutama di daerah Barat.
Perkembangan sirosis tergantung pada jumlah dan keteraturan
mengonsumsi alkohol. Mengonsumsi alkohol pada tingkat-tingkat yang
tinggi dan kronis dapat melukai sel-sel hati. Alkohol menyebabkan suatu
jajaran dari penyakit-penyakit hati, yaitu dari hati berlemak yang
sederhana dan tidak rumit(steatosis), ke hati berlemak yang lebih serius
dengan peradangan(steatohepatitis atau alcoholic hepatitis), ke sirosis.
2. Sirosis kriptogenik
Disebabkan oleh (penyebab-penyebab yang tidak teridentifikasi, misalnya
untuk pencangkokan hati). Sirosis kriptogenik dapat menyebabkan
kerusakan hati yang progresif dan menjurus pada sirosis, dan dapat pula
menjurus pada kanker hati.
3. Kelainan-kelainan genetik yang diturunkan/diwariskan berakibat pada
akumulasi unsur-unsur beracun dalam hati yang menjurus pada kerusakan
jaringan dan sirosis. Contohnya akumulasi besi yang
abnormal (hemochromatosis) atau tembaga (penyakit Wilson). Pada
hemochromatosis, pasien mewarisi suatu kecenderungan untuk menyerap
suatu jumlah besi yang berlebihan dari makanan.
4. Primary Biliary Cirrhosis (PBC)
PBC adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh suatu kelainan dari
sistem imun yang ditemukan pada sebagian besar wanita. Kelainan
imunitas pada PBC menyebabkan peradangan dan kerusakan yang kronis
dari pembuluh-pembuluh kecil empedu dalam hati. Pembuluh-pembuluh
empedu adalah jalan-jalan dalam hati yang dilalui empedu menuju ke usus.
Empedu adalah suatu cairan yang dihasilkan oleh hati yang mengandung
unsur-unsur yang diperlukan untuk pencernaan dan penyerapan lemak
dalam usus serta produk-produk sisa, seperti pigmen bilirubin (bilirubin
dihasilkan dengan mengurai/memecah hemoglobin dari sel-sel darah
merah yang tua).
5. Primary Sclerosing Cholangitis (PSC)
PSC adalah suatu penyakit yang tidak umum yang seringkali ditemukan
pada pasien dengan radang usus besar. Pada PSC, pembuluh-pembuluh
empedu yang besar diluar hati menjadi meradang, menyempit, dan
terhalangi. Rintangan pada aliran empedu menjurus pada infeksi-infeksi
pembuluh-pembuluh empedu dan jaundice (kulit yang menguning) dan
akhirnya menyebabkan sirosis.
6. Hepatitis Autoimun
Adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh suatu kelainan sistem
imun yang ditemukan lebih umum pada wanita. Aktivitas imun yang
abnormal pada hepatitis autoimun menyebabkan peradangan dan
penghancuran sel-sel hati (hepatocytes) yang progresif dan akhirnya
menjurus pada sirosis.
7. Bayi-bayi dapat dilahirkan tanpa pembuluh-pembuluh empedu (biliary
atresia) kekurangan enzim-enzim vital untuk mengontrol gula-gula yang
menjurus pada akumulasi gula-gula dan sirosis. Pada kejadian-kejadian
yang jarang, ketidakhadiran dari suatu enzim spesifik dapat menyebabkan
sirosis dan luka parut pada paru (kekurangan alpha 1 antitrypsin).
1.3 Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala sirosis menurut Indaryani (2021) adalah sebagai berikut :

1. Gejala

Gejala sirosis hati mirip dengan hepatitis, karena terjadi sama-sama


di liver yang mulai rusak fungsinya, yaitu: kelelahan, hilang nafsu
makan, mual- mual, badan lemah, kehilangan berat badan, nyeri
lambung dan munculnya jaringan darah mirip laba-laba di kulit
(spider angiomas). Pada chirrosis terjadi kerusakan hati yang terus
menerus dan terjadi regenerasi noduler serta ploriferasi jaringan
ikat yang difus.
2. Tanda Klinis

Tanda-tanda klinik yang dapat terjadi yaitu:

a. Adanya ikterus (penguningan) pada penderita sirosis


Timbulnya ikterus (penguningan) pada seseorang merupakan
tanda bahwa ia sedang menderita penyakit hati. Penguningan
pada kulit dan mata terjadi ketika liver sakit dan tidak bisa
menyerap bilirubin.Ikterus dapat menjadi penunjuk beratnya
kerusakan sel hati.
Ikterus terjadi sedikitnya pada 60 % penderita selama perjalanan
penyakit

b. Timbulnya asites dan edema pada penderita sirosis

Ketika liver kehilangan kemampuannya membuat protein


albumin, air menumpuk pada kaki (edema) dan abdomen
(asites). Faktor utama asites adalah peningkatan tekanan
hidrostatik pada kapiler usus. Edema umumnya timbul setelah
timbulnya asites sebagai akibat dari hipoalbuminemia dan
resistensi garam dan air.

c. Hati yang membesar

Pembesaran hati dapat ke atas mendesak diafragma dan ke


bawah. Hati membesar sekitar 2-3 cm, dengan konsistensi
lembek danmenimbulkan rasa nyeri bila ditekan.
d. Hipertensi portal

Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan darah vena portal


yang menetap di atas nilai normal. Penyebab hipertensi portal
adalah peningkatan resistensi terhadap aliran darah melalui
hati.

1.4 Patofisiologi
Infeksi hepatitis tipe B/C menimbulkan peradangan sel hati. Peradangan
ini menyebabkan nekrosis meliputi daerah yang luas (hepatoseluler), terjadi
kolaps lobulus hati dan ini memacu timbulnya jaringan parut disertai
terbentuknya septa fibrosa difus dan nodul sel hati, walaupun etiologinya
berbeda, gambaran histologi sirosis hati sama atau hampir sama, septa bisa
dibentuk dari sel retikulum penyangga yang kolaps dan berubah jadi parut.
Jaringan parut ini dapat menghubungkan daerah porta dengan sentral.
Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan berbagai macam
ukuran dan ini menyebabkan distorsi percabangan pembuluh hepatik dan
gangguan aliran darah porta, dan menimbulkan hipertensi portal. Hal
demikian dapat pula terjadi pada sirosis alkoholik tapi prosesnya lebih lama.
Tahap berikutnya terjadi peradangan pada nekrosis pada sel duktules,
sinusoid, retikulo endotel, terjadi fibrinogenesis dan septa aktif. Jaringan
kolagen berubah dari reversible menjadi ireversibel bila telah terbentuk septa
permanen yang aseluler pada daerah porta dan parenkim hati. Gambaran septa
ini bergantung pada etiologi sirosis. Pada sirosis dengan etiologi
hemokromatosis, besi mengakibatkan fibrosis daerah periportal, pada sirosis
alkoholik timbul fibrosis daerah sentral. Sel limposit T dan makrofag
menghasilkan limfokin dan monokin, mungkin sebagai mediator timbulnya
fibrinogen. Mediator ini tidak memerlukan peradangan dan nekrosis aktif.
Septal aktif ini berasal dari daerah porta menyebar ke parenkim hati.

1.5 Pathway

1.6 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Urine
Dalam urine terdapat urobilnogen juga terdapat bilirubin bila penderita ada
ikterus. Pada penderita dengan asites, maka ekskresi Na dalam urine
berkurang (urine kurang dari 4 meq/l) menunjukkan kemungkinan telah
terjadi syndrome hepatorenal.
b. Tinja
Terdapat kenaikan kadar sterkobilinogen. Pada penderita dengan ikterus,
ekskresi pigmen empedu rendah. Sterkobilinogen yang tidak terserap oleh
darah, di dalam usus akan diubah menjadi sterkobilin yaitu suatu pigmen
yang menyebabkan tinja berwarna cokelat atau kehitaman.
c. Darah
Biasanya dijumpai normostik normokronik anemia yang ringan, kadang-
kadang dalam bentuk makrositer yang disebabkan kekurangan asam folik
dan vitamin B12 atau karena splenomegali. Bilamana penderita pernah
mengalami perdarahan gastrointestinal maka baru akan terjadi hipokromik
anemi. Juga dijumpai likopeni bersamaan dengan adanya trombositopeni.
d. Tes Faal Hati
1) Bilirubin meningkat (> 1.3 mg/dL)
2) SGOT meningkat (> 3-45 u/L)
3) SGPT meningkat (> 0-35 u/L)
4) Protein total menurun (< 6.1-8.2 gr %)
5) Albumin menurun (< 3.5-5.2 mg/L)
2. Sarana Penunjang Diagnostik

a. Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang sering dimanfaatkan ialah,: pemeriksaan
fototoraks, splenoportografi, Percutaneus Transhepatic Porthography
(PTP)
b. Ultrasonografi
Ultrasonografi (USG) banyak dimanfaatkan untuk mendeteksi kelaianan di
hati, termasuk sirosi hati. Gambaran USG tergantung pada tingkat berat
ringannya penyakit. Pada tingkat permulaan sirosis akan tampak hati
membesar, permulaan irregular, tepi hati tumpul, . Pada fase lanjut terlihat
perubahan gambar USG, yaitu tampak penebalan permukaan hati yang
irregular. Sebagian hati tampak membesar dan sebagian lagi dalam batas
nomal.
c. Peritoneoskopi (laparoskopi)
Secara laparoskopi akan tampak jelas kelainan hati. Pada sirosis hati akan
jelas kelihatan permukaan yang berbenjol-benjol berbentuk nodul yang
besar atau kecil dan terdapatnya gambaran fibrosis hati, tepi biasanya
tumpul. Seringkali didapatkan pembesaran limpa.
1.7 Komplikasi
Komplikasi yang sering timbul pada penderita Sirosis Hepatis diantaranya
adalah:
b. Perdarahan Gastrointestinal
Setiap penderita Sirosis Hepatis dekompensata terjadi hipertensi portal, dan
timbul varises esophagus. Varises esophagus yang terjadi pada suatu waktu
mudah pecah, sehingga timbul perdarahan yang massif. Sifat perdarahan yang
ditimbulkan adalah muntah darah atau hematemesis biasanya mendadak dan
massif tanpa didahului rasa nyeri di epigastrium. Darah yang keluar berwarna
kehitam-hitaman dan tidak akan membeku, karena sudah tercampur dengan
asam lambung. Setelah hematemesis selalu disusul dengan melena.
c. Koma hepatikum
Komplikasi yang terbanyak dari penderita Sirosis Hepatis adalah koma
hepatikum. Timbulnya koma hepatikum dapat sebagai akibat dari faal hati
sendiri yang sudah sangat rusak, sehingga hati tidak dapat melakukan
fungsinya sama sekali. Ini disebut sebagai koma hepatikum primer. Dapat
pula koma hepatikum timbul sebagai akibat perdarahan, parasentese,
gangguan elektrolit, obat-obatan dan lain-lain, dan disebut koma hepatikum
sekunder.
d. Ulkus peptikum
Timbulnya ulkus peptikum pada penderita Sirosis Hepatis lebih besar bila
dibandingkan dengan penderita normal. Beberapa kemungkinan disebutkan
diantaranya ialah timbulnya hiperemi pada mukosa gaster dan duodenum,
resistensi yang menurun pada mukosa, dan kemungkinan lain ialah timbulnya
defisiensi makanan.

e. Karsinoma hepatoselular
Kemungkinan timbulnya karsinoma pada Sirosis Hepatis terutama pada
bentuk postnekrotik ialah karena adanya hiperplasi noduler yang akan
berubah menjadi adenomata multiple kemudian berubah menjadi karsinoma
yang multiplel.
f. Infeksi
Setiap penurunan kondisi badan akan mudah kena infeksi, termasuk juga
penderita sirosis, kondisi badannya menurun. Menurut Schiff, spellberg
infeksi yang sering timbul pada penderita sirosis, diantaranya adalah
peritonitis, bronchopneumonia, pneumonia, tbc paru-paru, glomeluronefritis
kronik, pielonefritis, sistitis, perikarditis, endokarditis, erysipelas maupun
septikemi (Sujono, 2015).
g. Asites
Hipoalbumin dan hipertensi portal merupakan penyebab dari asites (Tasneemet al.,
2015). Asites merupakan komplikasi yang paling umum. Ada beberapa faktor yang
menjadi patofisiologi asites terjadi karena yaitu, hipertensi portal, aktivitas
neurohormonal, dan vasodilatasi arteri perifer. Yang menjadi faktor paling utama
terjadinya asites karena adanya gangguan ekskresi natrium ginjal sehingga terjadi
kelebihan natrium dan juga kelebihan air menyebabkan perluasan dari volume cairan
ke ekstrasel. Penurunan ekskresi natrium menyebabkan vasodilatasi arteri yang akan
memicu neurohormonal seperti Renin Angiotensin Aldosteron System (RAAS) dan
vasokonstriksi ginjal dan juga retensi natrium merupakan penyebab dari sistem saraf
sistem saraf simpatis dan nantinya akan menimbulkan asites pada penderita sirosis
hati (Pedersen et al., 2015).

1.8 Diagnosa Banding


Diagnosis banding yang paling mendekati sirosis adalah sebagai berikut:
1. Hiperplasia nodular regeneratif, hipertensi portal nonsirosis, dan hepatoportal
sklerosis tidak memiliki tanda dan gejala yang dapat dibedakan, sehingga
harus dilakukan biopsi hepar untuk memastikan diagnosisnya.
2. Fibrosis hepatika kongenital biasanya terjadi pada anak-anak.
3. Sindroma Budd-Chiari memiliki tanda dan gejala yang dapat dibedakan,
seperti nyeri perut, diare, dan asites yang diperparah secara progresif.
Sindroma ini dapat dibedakan dengan pemeriksaan USG dengan hasil tidak
adanya pengisian vena hepatika. Trombosis vena porta dapat dibedakan
dengan tanda dan gejala khas pada pankreatitis.
4. Trombosis Vena Porta
5. Hepatoportal Sklerosis
1.9 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
a. Terapi mencakup antasid, Suplemen vitamin dan nutrisi, diet
seimbang;diuretik penghemat kalium (untuk acites) hindarialkohol
b. Dokter biasanya meresepkan multivitamin untuk menjaga
kesehatan. Sering kali vitamin K diberikan untuk memperbaiki
faktor pembekuan
c. Dokter mungkin juga meresepkan pemberian albumin IV
untuk menjagavolume
d. Memberikan oksigen

e. Memberikan cairan infus

f. Terapi transfusi: platelet, packed red cells, fresh frozen plasma (FFP)

g. Diuretik: spironolakton (Aldactone), Furosemid (lasix)

h. Pelunak feses : dekusat

i. Vitamin: zink

j. Analgetik: Oksikodon

k. Temponade balloon varises: pipa Sengstaken-Blakemore (pada


perdarah aktif)

l. Profilaksis trombosis vena provunda : stocking kompresi sekuensial.

2 Penatalaksanaan Keperawatan
a. Mencegah dan memantau perdarahan
Pantau klien untuk perdarahan gusi, purpura, melena, hematuria, dan
hematemesis. Periksa tanda vital sebagai pemeriksa tanda syok. Selain
itu untuk mencegah perdarahan, lindungi klien dari cedera fisik jatuh
atau abrasi. Instruksikan pada klien untuk menghindari nafas hidup
dengan kuat dan mengejan saat BAB. Terkadang pelunak fases
diresepkan untuk mencegah mengejan dan pecahnya varises.
b. Meningkatkan status nutrisi
Modifikasi diet: diet tinggi protein untuk membangun kembali
jaringan dan juga cukup karbohidrat untuk menjaga BB dan
menghemat protein. Berikan suplemen vitamin biasanya pasien
diberikan multivitamin untuk menjaga kesehatan dan diberikan injeksi
vitamin K untuk memperbaiki faktor bekuan.
c. Meningkatkan pola pernapasan efektif
Edema dalam bentuk acites, disamping menekan hati dan
memengaruhi fungsinya, mungki juga menyebabkan nafas dangkal
dan kegagalan pertukaran gas, berakibat dalam bahaya pernafasan.
Oksigen diperlukan sertapemeriksaan AGD arteri. Posisi semi fowler,
juga pengukuran lingkar perut setiap hari perlu dilakukanoleh
perawat.
d. Menjaga keseimbangan volume cairan
Dengan adanya acites dan edema pembatasan asupan cairan klien
harus dipantau ketat. Memantau asupan dan keluaran, juga mengukur
lingkar perut.
e. Menjaga integritas kulit
Ketika tedapat edema, mempunyai resiko untuk berkembang
kemungkinan lesi kulit terinfeksi. Jika jaundis terlihat, maka mandi
dengan air hangat- hangat kuku dengan pemakai sabun non-alkalin
dan penggunaan lotion.
f. Mencegah Infeksi
Pencegahan infeksi diikuti dengan istirahat adekuat, diet tepat,
memonitor gejala infeksi dan memberikan antibiotik sesuai resep

1.10 Konsep Keperawatan


1.1.1 Pengkajian
a. Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab)
Biasanya identitas klien/ penanggung jawab dapat meliputi : nama,
umur, jenis kelamin, alamat, agama, suku, bangsa, pendidikan,
pekerjaan, tanggal masuk RS
b. Keluhan Utama
Beberapa kondisi menjadi alasan masuk pasien yaitu dengan keluhan
Nyeri abdomen bagian atas sebelah kanan, mual, muntah, dan demam.
Sedangkan pada tahap lanjut dengan keluhan adanya ikterus, melena,
muntah berdarah.
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya klien datang dengan mengeluh lemah/letih,otot lemah,

anoreksia (susah makan), nausea, kembung,pasien merasa perut terasa

tidak enak, berat badan menurun, mengeluh perut semakin membesar,

perdarahan pada gusi, gangguan BAK (inkontinensia urin),

gangguanBAB (konstipasi/ diare), juga sesak nafas.

d. Riwayat Kesehatan Dahulu


Biasanya adanya riwayat hepatitis, pascaintoksikasi dengan kimia
industri, sirosis bilier dan yang paling sering ditemukan dengan
riwayat mengonsumsi alkohol.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Sirosis Hepatis merupakan penyakit yang menular, jadi jika ada
keluarga yan gmenderita hepatitis maka akan menjadi faktor resiko.
f. Pola aktivitas sehari-hari
1. Nutrisi : biasanya nafsu makan pasien akan berkurang, karena
adanyamual, muntah
2. Eliminasi BAB : biasanya berwarna hitam (melena) Eliminasi
BAK : biasanya urine berwarna gelap
3. Personal Hygiene : biasanya pasien mengalami defisit perawatan
dirikarena kelelahan
4. Pola Istirahat dan tidur : biasanya pada ensefalopati pola tidur
terbalik,malam hari terbangun dan siang hari tertidur
5. Pola aktivitas : biasanya aktivitas dibantu keluarga dan
perawat karenaadanya kelelahan
g. Pemeriksaan Fisik pasien dengan sirosis hepatis ( Lynn S Bickley,
2012) :
1. Kepala
Inspeksi : bentuk kepala bulat, kondisi kepala sinetris,
kulit kepala ersih, tidak ada luka, rambut hitam
Palpasi : ubun-ubun datar tidak ada benjolan

2. Mata

Inspeksi : konjungtiva anemis/pucat, sclera ikterik

Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan pada bola mata

3. Hidung

Inspkesi : lubang kanan dan kiri simetris, persebaran merata,


terdapat pernafasan cuping hidung

Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan ada sinus

4. Mulut
Inspeksi : Bau napas khas disebabkan karena peningkatan
konsentrasi dimetil sulfide akibat pintasan porto sistemik yang
berat. Membran mukosa kering dan ikterik . Bibir tampak pucat

5. Telinga

Inspeksi : Daun telinga simetris, tidak terdpat bekas luka

Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan


6. Thorax
Jantung
Inpeksi dan Palpasi : ictus cordis tidak terlihat
Perkusi : batas jantung ICS 4 dan ICS 5, ukuran jantung normal
Auskultasi : S I dan S II tunggal
Paru-paru
Inspeksi : pasien terlihat sesak
Palpasi : fremitus seimbang bila tidak ada komplikasi
Perkusi : bila terdapat efusi pleura maka bunyinya
hipersonor
Auskultasi : secara umum normal, akan ada stridor bila ada
akumulasisecret
7. Abdomen
Inpeksi : umbilicus menonjol, asites
Palpasi : sebagian besar penderita hati muda teraba dan terasa
keras. Nyeri tumpul atau berasaan berat pada epigrastrium atau
kuadran kanan atas.
Perkusi : redup
Auskultasi : penurunan bising usus
8. Genetalia : Atropi testis, Hemoroid (pelebaran vena sekitar rektum)
9. Integumen :Ikterus, palmar eritema, spider naevi, alopesia,
ekimosisi.
10. Ekstremitas :Edema, penurunan kekuatan otot
1.1.2 Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi
paru,asites
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intakeinadekuat
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
1.1.3 Perencanaan
STANDAR DIAGNOSIS STANDAR LUARAN STANDAR
KEPERAWATAN INDONESIA KEPERAWATAN INTERVENSI
(SDKI) INDONESIA (SLKI) KEPERAWATAN
INDONESIA (SIKI)
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan Setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan nafas (1.01011)
dengan penurunan ekspansi paru ditandai keperawatan selama 3×24 jam, pola Tindakan :
oleh tekanan ekspirasi dan inspirasi nafas dapat efektif. O:
menurun. Kriteria hasil : - Monitor pola nafas (frekuensi,
D.0005 Pola nafas kedalaman, usaha nafas)
(L.01004) - Monitor bunyi nafas
Indikator tambahan N :
Ventilasi semenit - Posisikan semi fowler-fowler
Tekanan ekspirasi - Berikan oksigen
Tekanan inspirasi E:
- Anjurkan asupan cairan
2000cc/hari
- Anjurkan teknik batuk
efektif C :
- Kolaborasi dengan tim medis lain
STANDAR DIAGNOSIS STANDAR LUARAN STANDAR
KEPERAWATAN INDONESIA KEPERAWATAN INTERVENSI
(SDKI) INDONESIA (SLKI) KEPERAWATA
N
INDONESIA
(SIKI)
Defisit nutrisi berhubungan dengan penekanan Setelah diberikan askep selama 3x24 jam Manajemen jalan nafas
saraf dibagian kepala D.0019 masalah defisit nutrisi teratasi dengan kriteria (1.01011)Tindakan :
Observasi :
hasil :
- identifikasi status nutrisi
I.03030 Status Nutrisi - indentifikasi alergi dan intoleransi
makanan
-Porsi makanan yang dihabiskan meningkat
- identifikasi makanan yang disukai
-Kekuatan otot pengunyah meningkat Terapeutik
- melakukan oral hygiene sebelum
-Kekuatan otot menelan meningkat
makan, jika perlu
- berikan makanan secara menarik
dan suhu yang sesuai
- berikan makanan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
- berikan ikan makanan tinggi kalori
dan tinggi protein
Edukasi
- anjurkan posisi duduk, jika
mampu
- anjurkan diet yang diprogramkan
- Kolaborasi
Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan (mis. pereda
nyeri, antiemetic), jika perlu
STANDAR DIAGNOSIS STANDAR LUARAN STANDAR
KEPERAWATAN INDONESIA KEPERAWATAN INTERVENSI
(SDKI) INDONESIA (SLKI) KEPERAWATAN
INDONESIA (SIKI)
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan Tujuan : setelah dilakukan tindakanRencana tindakan : (Manajemen energi
kelemahan fisik keperawatan diharapkan toleransi aktivitasI.050178)
meningkat
- Monitor kelelahan fisik dan emosional
Kriteria hasil : toleransi aktivitas - Monitor pola dan jam tidur
(L.05047) - Sediakan lingkungan yang nyaman dan
rendah stimulus (mis: cahaya, suara,
1. Pasien mampu melakukan aktivitas kunjungan)
sehari-hari - Berikan aktifitas distraksi yang
2. Pasien mampu berpindah tanpa menenangkan
bantuan - Anjurkan tirah baring
3. Pasien mengatakan keluhan lemah - Anjurkan melakukan aktifitas secara
berkurang bertahap
- Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
cara meningkatkan asupan makanan
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8
volume 2. Jakarta EGC

Kostadia Veronika. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Tn. L Dengan “Sirosis


Hepatis” Di Ruang Kelimutu RSUD Prof. Dr. W.Z.Johannes Kupang.
Kupang. Poltekes Kupang

Nurdjanah, S. 2014. Sirosis Hati. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
edisi 6, jilid 2. Siti Setiati (Eds.). Jakarta: Internal publishing, hal
1978-1983.

Tambunan A. (2012). Karakteristik pasien sirosis hati di RSUD dr.


Soedarso Pontianak periode januari 2008 - desember 2010
(Skripsi). Pontianak:Universitas Tanjungpura

Indaryani dkk. (2021). Laporan Pendahuluan sirosis. Stikes al-Irsyad. Cilacap

Black, J dan Hawks, J.(2014). Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis


untuk Hasil yang Diharapkan. Dialih bahasakan oleh Nampira R.
Jakarta: Salemba Emban Patria.

PPNI, Tim Pokja SDKI DPP.(2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:


Definisi dan Indikator Diagnostik(1st ed.). DPP PPNI.

PPNI, Tim Pokja SIKI DPP. (2018). Standar Intervensi Keperawatan

Procopet B & Berzigotti A. (2017). Diagnosis of cirrhosis and portal


hypertension: imaging, non-invasive markers of fibrosis and liver
biopsy. GastroenterologyReport, 5(2): 79–89.

Smith MJ, Walline JJ.(2019). Controlling myopia progression in


children and adolescents. Adolesc Health Med Ther.
2019;6:133–140.

Anda mungkin juga menyukai