Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

CEDERA OTAK RINGAN (COR)

1.1 Pengertian

Cedera otak merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama
pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu
lintas (Masjoer Arif, 2002).

a. Cedera otak dapat dibagi menjadi 3 yaitu:


1 Cedera otak ringan : adalah cidera otak yang ditandai dengan tidak
adanya kehilangan kesadaran, pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan
pusing, dan pasien dapat menderita laserasi dan hematoma kulit
kepala
2 Cedera otak sedang : yang ditandai dengan pasien sempat kehilangan
kesadarannya.
3 Cedera otak berat : adalah cedera otak yang ditandai dengan pasien
kehilangan kesadaran dalam waktu yang lama, mengalami penurunan
tingkat kesadaran secara progresif.

b. Keparahan cedera dapat diklasiikasikan berdasarkan mekanisme, berat


ringannya berdasarkan GCS ( Glasgown Coma Scale).
1 Mekanisme : berdasarkan adanya penetrasi durameter
a. Trauma tumpul : kecepatan tinggi (tabrakan mobil), kecepatan
rendah ( terjatuh, terpukul).
b. Trauma tembus : luka tembus perut dan cedera tembus
lainnya).
2 GCS ( Glasgown Coma Scale).
a. Cedera ringan :
1) GCS 14-15
2) Dapat terjadi kehilangan kesadaran, amnesia, tetapi kurang
dari 30 menit.
3) Tidak ada fraktur tengkorak.
4) Tidak ada kontusio serebral, hemotoma.
b. Cedera sedang :
1) GCS 9-13.
2) Kehilangan kesadaran dan amnesia lebih dari 30 menit
tetapi kurang dari 24 jam.
3) Dapat mengalami fraktur tengkorak.
4) Diikuti contusio serebral, laserasi dan hematoma
intrakranial.
c. Cedera berat :
1) GCS 3-8.
2) Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24
jam .
3) Juga meliputi kontusio serebral, laserasi atau hematoma
intrakranial.
3. Berikut nilai acuan dalam penilaian GCS:
Eye (respon membuka mata) :
(4) : spontan atau membuka mata dengan sendirinya tanpa
dirangsang.
(3) : dengan rangsang suara (dilakukan dengan menyuruh pasien
untuk membuka mata).
(2) : dengan rangsang nyeri (memberikan rangsangan nyeri,
misalnya menekan kuku jari).
(1) : tidak ada respon meskipun sudah dirangsang.
Verbal (respon verbal atau ucapan) :
(5) : orientasi baik, bicaranya jelas.
(4) : bingung, berbicara mengacau (berulang-ulang), disorientasi
tempat dan waktu.
(3) : mengucapkan kata-kata yang tidak jelas.
(2) : suara tanpa arti (mengerang)
(1) : tidak ada respon
Motorik (Gerakan) :
(6) : mengikuti perintah pemeriksa
(5) : melokalisir nyeri, menjangkau dan menjauhkan stimulus saat
diberi rangsang nyeri.
(4) : withdraws, menghindar atau menarik tubuh untuk menjauhi
stimulus saat diberi rangsang nyeri.
(3) : flexi abnormal, salah satu tangan atau keduanya menekuk saat
diberi rangsang nyeri.
(2) : extensi abnormal, salah satu tangan atau keduanya bergerak
lurus (ekstensi) di sisi tubuh saat diberi rangsang nyeri.
(1) : tidak ada respon

Nilai GCS dan kesadaran :


Nilai GCS (15-14) : Composmentis
Nilai GCS (13-12) : Apatis
Nilai GCS (11-10) : Delirium
Nilai GCS (9-7) : Somnolen
Nilai GCS (6-5) : Sopor
Nilai GCS (4) : semi-coma
Nilai GCS (3) : Coma

1.2 Etiologi

a. Spasme pembuluh darah intrakanial.


b. Kecelakaan otomotif/tabrakan, terjatuh, olahraga, kecelakaan industri.
c. Gejala depresi.
d. Gangguan pada jaringan saraf yang sudah terganggu.
e. Tertimpa benda keras.
1.3 Manifestasi Klinis (Juall Carpenito Lynda, 2005).

a. Nyeri kepala
b. Muntah
c. Lemah
d. Adanya cairan dari lubang hidung dan telinga
e. kejang
f. Pusing
g. Tengkuk kaku dalam sikap kepala mengadah/hiperekstensi
h. Ketidakmampuan berkonsentrasi
i. Terdapat laserasi dan hematoma pada kulit kepala

1.5 Pemeriksaan Penunjang

a. CT Scan : tanpa/dengan kontras mengidentifikasi adanya heronagik,


menentukan ukuran ventrikel, pergeseran jaringan otak.
b. Angiografi Serebial : menunjukkan kelainan sirkulasi serebial, seperti
pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.
c. X-Ray : mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan
struktur garis (perdarahan/edema), fragmen tulang.
d. Analisa gas darah : mendeteksi ventilasi oleh atau masalah pernafasan
(oksigenasi) jika terjadi kenaikan tekanan intrakranial.
e. Elektrolit : untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan TIK.

1.6 Komplikasi

a. Oedema jaringan otak : kontusio serebri merupakan perdarahan kecil


(plechia) pada jaringan pembuluh darah otak akibat pecahnya pembuluh
darah kapiler, hal ini bersama-sama rusaknya jaringan saraf/otot.
b. Herniasi cerebri: tekanan yang tinggi pada intrakranial.
c. Meningitis.
1.7 Penatalaksanaan

Pedoman resusitasi dan penilaian awal :


1 Menilai jalan nafas (airway)
Bersihkan jalan nafas dan debris dan muntahan, lepaskan gigi palsu,
pertahankan tulang servikal, pasang guedel bila dapat ditolelir. Jika cedera
orafasial mengganggu jalan nafas maka pasien harus di inkubasi.
2 Menilai pernafasan (breating)
Tentukan pasien apakah bernafas spontan selidiki dan atasi cedera dada
berat seperti pneumothorak, tensif, hemopneumothoraks, pasang
oksimotor jika bersedia.
3 Menilai sirkulasi (circulation)
Otak yang rusak tidak mentolelir hypotensi. Hentikan semua perdarahan
dengan menekan arterinya. Perhatikan secara khusus adanya cedera intra
abdomen. Bila tersedia pasang jalur intra vena yang besar, ambil darah
vena untuk pemeriksaan darah perifer lengkap, uteum, elektrolit, glukosa,
dan analisis darah arteri.
4 Menilai tingkat keparahan.
5 Obat kejang
6 Pemberian obat analgetik
7 Pengobatan anti edema dengan larutan hypertonis yaitu manilo 20% atau
glukosa 40% atau gliserol.
8 Antibiotik yang mengandung garier darah otak (penicilline) atau untuk
infeksi anaerob diberikan aetrodozok.
9 Makanan atau cairan pada trauma ringan bila mual muntah tidak dapat
diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrose 5%, aminofusin, aminofel,
18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan 1, 2-3 hari kemudian diberikan
makanan lunak.
1.8 Tanda-Tanda Peningkatan Intrakranial
1. Nyeri kepala.
2. Muntah.
3. Penurunan tingkat kesadaran.
4. Perbedaan ukuran pupil; melambatnya reaksi terhadap cahaya.
5. Penekanan tekanan darah.
6. Melambatnya nadi.
7. Kelemahan anggota badan.
Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial lainnya;
1. Hipertermia
2. Perubahan motorik dan sensorik
3. Perubahan berbicara
4. Kejang

1.9 Konsep Keperawatan

A. Pengkajian (Doenges M, E, 2000).


1 Identifikasi pasien dan keluarga (penanggung jawab) nama, usia, jenis
kelamin, pendidikan, agama, suku bangsa, status perkawinan, alamat.
2 Keluhan utama : pasien dengan COR ditandai dengan sakit kepala,
pusing, muntah, bingung, lemah, takipneu, dispneu, kejang, adanya
cairan hidung dan telinga, pingsan (kurang dari 10 menit).
3 Riwayat kesehatan :
a. Riwayat kesehatan sekarang
Pada umumnya pasien dengan komusio cerebri datang
kerumah sakit dengan penurunan kesadaran tapi tidak begitu
turun, karena biasanya tidak ditemukan perubahan neurologis
yang serius dan biasanya juga datang dengan keadaan bingung,
muntah, dipsneu/takipneu, sakit kepala, akumulasi spontan
pada saluran nafas, adanya cairan dari hidung dan telingan
serta adanya kejang.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat kesehatan terdahulu haruslah diketahui dengan baik
yang berbidang penyakit persyarafan maupun penyakit
sistemik lain.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Dalam riwayat kesehatan keluarga apakah ada salah satu dari
anggota keluarga menderita penyakit yang sama atau
mempunyai penyakit menular kronik dan herediter.
d. Riwayat psikososial
Riwayat psikososial sangat berpengaruh dalam psikologis
pasien dengan timbul gejala-gejala yang dialami dalam proses
penerimaan terhadap penyakitnya.
e. Pola- pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Pada pasien COR mengalami sedikit gangguan pada
personal hygiene misalnya mandi, menggosok gigi,
mencuci rambut, dll.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Pada pasien COR akan terjadi gangguan pada fungsi
pencernaan, bising usus lemah, mual, muntah, kembung dan
mengalami perubahan selera dan gangguan menelan.
3) Pola eliminasi
Pada cedera kepala sering terjadi gangguan serupa retensi
urine, inkontinensia, dan terganggunya proses eliminasi
alvi.
4) Pola istirahat tidur
Kebiasaan pola tidur mengalami gangguan yang disebabkan
nyeri yang dirasakan.
5) Pola aktifitas dan latihan
Sebagian dari aktivitas dan latihan pasien mengalami
gangguan (lemah, lelah, hilang keseimbangan).
6) Pola persepsi dan konsep diri
Pada pasien COR mengalami amnesia seputar kejadian,
kehilangan kesadaran sementara.
7) Pola sensori dan kognitif
Adanya perubahan status mental.
8) Pola hubungan peran
Terjadinya hubungan peran yaitu kita merasa perhatian,
tingkah laku, cara berfikir mengalami perubahan.
9) Pola penanggulangan stress
Perlu ditanyakan hal-hal yang membuat pasien stress
10) Pola reproduksi dan seksual
Bila kita sudah mempunyai keluarga, anak, istri maka kita
tidak akan mengalami gangguan reproduksi seksual begitu
sebaliknya.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Ada ketahanan dan stress pertahanan, dan kita meminta
pertolongan mendekatkan diri pada Tuhan.

B. Diagnosa Keperawatan
1 Nyeri akut b/d agen cedera fisik ( kecelakaan) ditandai dengan pasien
mengatakan nyeri, ekspresi wajah meringis, posisi untuk menghindari
nyeri.
2 Mual b/d peningkatan tekanan intrakranial (TIK) ditandai dengan
mual, sensasi muntah.

C. Intervensi
1 Nyeri akut b/d agen cedera fisik ( kecelakaan) ditandai dengan pasien
mengatakan nyeri, ekspresi wajah pasien menyeringai, posisi untuk
menghindari nyeri.
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 1x24 jam
diharapkan nyeri akut dapat teratasi dengan kriteria hasil :
NOC : Kontrol Nyeri (1601)

Kode Indikator SA ST

160502 Mengenali kapan


teradi nyeri

160803 Menggunakan
tindakan
pengurangan nyeri
tanpa analgetik

160071 Melaporkan nyeri


yang terkontrol

Ket :
1. Tidak pernah menunjukkan
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang-kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Secara konsisten menunjukkan

NIC: Manajemen Nyeri (1400)


1. Lakukan pengkaian nyeri secara komprehensif
2. Kendalikan faktor yang dapat mempengaruhi respon pasien
terhadap ketidaknyamanan.
3. Tehnik non farmakologi
4. Kolaborasi dengan tim medis lainnya.

2 Mual b/d peningkatan tekanan intrakranial (TIK) ditandai dengan


mual, sensasi muntah.
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 1x24 jam
diharapkan mual dapat teratasi dengan kriteria hasil :
NOC : Kontrol mual dan muntah (1618)

Kode Indikator SA ST

161802 Mendeskripsikan
faktor-faktor
penyebab mual
muntah

161808 Menggunakan
obat antiemetika
seperti yang
direkomendasika
n

Keterangan :

1. Tidak pernah ditunjukkan


2. Jarang ditunjukkan
3. Kadang-kadang ditunjukkan
4. Sering ditunjukkan
5. Secara konsisten ditunjukkan

NIC : Manajemen Mual (1450)


1. Kaji faktor-faktor yang memicu atau meningkatkan mual
2. Dorong pasien untuk belajar strategi mengatasi mual sendiri
3. Ajari penggunaan tehnik non farmakologi untuk mengatasi mual
4. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat mual

Manajemen Muntah (1570)


1 Kaji faktor penyebab terjadinya muntah/emesis
2 Kaji emesis terkait dengan warna, konsistensi, waktu, dan sejauh
mana kekuatan muntah
3 Ukur atau perkirakan volume muntah
4 Sarankan membawa kantong plastik untuk menampung muntah
5 Ajarkan penggunaan tehnik non farmakologi untuk mengatasi
muntah
6 Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat muntah
DAFTAR PUSTAKA
Doenges M, E, 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman
Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi
3, ECG, Jakarta.
Juall Carpenito Lynda, 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi,
EGC, Jakarta.
Masjoer Arif, 2002. Strategi Dasar Penanganan Cedera Otak, PKB
Ilmu Bedah XI- Traumalogi, Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai