Anda di halaman 1dari 11

BAB I

KONSEP TEORI

CEDERA KEPALA

A. Pengertian
Menurut Brunner dan Suddarth (2001), cedera kepala adalah cedera yang terjadi
pada kulit kepala, tengkorak dan otak.
Doenges, (1999) cedera kepala adalah cedera kepala terbuka dan tertutup yang
terjadi karena, fraktur tengkorak, kombusio gegar serebri, kontusio memar, leserasi dan
perdarahan serebral subarakhnoid, subdural, epidural, intraserebral, batang otak.
Cedera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung atau
deselerasi terhadap kepala yang menyebabkan kerusakan tengkorak dan otak (Pierce &
Neil. 2006).
Adapun menurut Brain Injury Assosiation of America (2009), cedera kepala
adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif,
tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi
atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif
dan fungsi fisik.
Beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan, bahwa cedera kepala adalah
trauma pada kulit kepala, tengkorak, dan otak yang terjadi baik secara langsung ataupun
tidak langsung pada kepala yang dapat mengakibatkan terjadinya penurunan kesadaran
bahkan dapat menyebabkan kematiaan.

B. Manifestasi Klinis

TBI RINGAN TBI SEDANG TBI BERAT


Pemeriksaan klinis Pemeriksaan klinis dapat Pemeriksaan klinis dapat
mengungkap adanya menunjukkan adanya mengungkap terjadinya
konkusio dengan nilai GCS cedera koup-kontraoup : fraktur tengkorak, kontusio
normal (14-15) dan kontusio yang disertai intracranial, hematoma
kerusakan otak yang kemungkinan pembentukan robekan otak dianggap
minimal hingga tidak terjadi hematoma ekstra – aksial berat.

1
(epidural, subdural) nilai Cedera aksonal difus dapat
GCS (9-13) tetapi dapat terjadi.
memburuk kemudian Nilai GCS sebesar 8 atau
karena cedera sekunder kurang
Tanda dan genjala Tanda dan gejala Tanda dan gejala
mencakup : mencakup : menunjukan :
1. Kemungkinan 1. Kemungkinan 1. Pola kehilangan
kehilangan kehilangan kesadaran
kesadaran sesaat kesadaran sesaat 2. Paralisis atau
pada saat cedera 2. Kemungkinan kelemahan pada sisi
2. Tidak ada bukti kejang pasca trauma yang berlawanan
trauma eksternal sesaat terhadap cedera
langsung 3. Perburukan sakit (kontralateral)
3. Sadar dan terjaga kepala 3. Dilatasi pupil disisi
4. Sakit kepala 4. Biasanya terdapat yang sama dengan
trauma pada wajah cedera (ipsilateral)
Gejala sindrom 5. Deficit neurologis 4. Kesulitan
pascakonkusif adalah : fokal pernapasan
1. Waktu reaksi yang 6. Mual dan muntah
lebih lama 7. Gelisah
2. Peningkatan 8. Agitasi
distraktibilitas 9. Mudah marah
3. Penurunan rentang 10. Kebingungan
perhatian 11. Kehilangan memori
4. Penurunan
konsentrasi
5. Gangguan
keseimbangan dan
koordinasi
6. Penurunan memori
7. Pusing
8. Tinnitus
9. Gangguan tidur

2
C. Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
a. Riwayat kesehatan
Waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian, status kesadaran saat
kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah kejadian.
b. Pemeriksaan fisik
1. Sistem respirasi: Suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes, biot,
hiperventilasi, ataksik), nafas berbunyi, stridor, tersedak, ronki, mengi positif
(kemungkinan karena aspirasi).
2. Kardiovaskuler: Pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK
3. Kemampuan komunikasi: Kerusakan pada hemisfer dominan, disfagia atau
afasia akibat kerusakan saraf hipoglosus dan saraf fasialis.
4. Psikososial: Data ini penting untuk mengetahui dukungan yang didapat pasien
dari keluarga.
5. Aktivitas/istirahat
S : Lemah, lelah, kaku dan hilang keseimbangan
O : Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, guadriparese, goyah dalam
berjalan (ataksia), cidera pada tulang dan kehilangan tonus otot.
6. Sirkulasi
O : Tekanan darah normal atau berubah (hiper/normotensi), perubahan
frekuensi jantung nadi bradikardi, takhikardi dan aritmia.
7. Integritas Ego
S : Perubahan tingkah laku/kepribadian
O : Mudah tersinggung, delirium, agitasi, cemas, bingung, impulsive dan
depresi
8. Eliminasi
O : BAB/BAK inkontinensia/disfungsi.
9. Makanan/cairan
S : Mual, muntah, perubahan selera makan
O : Muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk, disfagia).
10. Neurosensori

3
S : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo, tinitus, kehilangan pendengaran,
perubahan penglihatan, diplopia, gangguan pengecapan/pembauan.
O : Perubahan kesadara, koma. Perubahan status mental (orientasi,
kewaspadaan, atensi dan kinsentarsi) perubahan pupil (respon terhadap cahaya),
kehilangan penginderaan, pengecapan dan pembauan serta pendengaran. Postur
(dekortisasi, desebrasi), kejang. Sensitive terhadap sentuhan / gerakan.
11. Nyeri/Kenyamanan
S : Sakit kepala dengan intensitas dan lokai yang berbeda.
O : Wajah menyeringa, merintih, respon menarik pada rangsang nyeri yang
hebat, gelisah
12. Keamanan
S : Trauma/injuri kecelakaan
O : Fraktur dislokasi, gangguan penglihatan, gangguan ROM, tonus otot hilang
kekuatan paralysis, demam, perubahan regulasi temperatur tubuh.
13. Penyuluhan/Pembelajaran : Riwayat penggunaan alcohol/obat-obatan terlarang
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Scan CT (tanpa/denga kontras)
Mengidentifikasi adanya sol, hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler,
pergeseran jaringan otak.
2. MRI
Sama dengan scan CT dengan atau tanpa kontras.
3. Angiografi serebral
Menunjukan kelainan sirkulasi serebral, seperti pengeseran jaringan otak
akibat edema, perdarahan, trauma
4. EEG
Untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang
patologis.
5. Sinar X
Mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur), pergeseran struktur
dari garis tengah (karena perdarahan, edema), adanya fragmen tulang.
6. BAER (Brain Auditory Evoked Respons)
Menentukan fungsi korteks dan batang otak.
7. PET (Positron Emission Tomography)
Menunjukan perubahan aktifitas metabolisme pada otak.
4
8. Fungsi lumbal, CSS
Dapat menduka kemungkinan adanya perdarahan subarachnoid.
9. GDA (Gas Darah Artery)
Mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi yang akan dapat
meningkatkan TIK.
10. Kimia /elektrolit darah
Mengetahui ketidak seimbangan yang berperan dalam peningkatan
TIK/perubahan mental.
11. Pemeriksaan toksikologi
Mendeteksi obat yang mungkin bertanggung jawab terhadap penurunan
kesadaran.
12. Kadar antikonvulsan darah
Dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat terapi yang cukup fektif untuk
mengatasi kejang.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Resiko tinggi terhadap infeksi

2. Perubahan perfusi jaringan serebral

3. Gangguan nyaman nyeri

4. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit

5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

6. Gangguan mobilitas fisik

7. Pola nafas tidak efektif

8. Gangguan persepsi sensori

9. Gangguan komunikasi verbal

C. Perencanaan Dan Tujuan

Tujuan perawatan mencakup :

1. Terpeliharanya kepatenan jalan nafas,

2. Kecukupan CPP

5
3. Keseimbangan cairan dan elektrolit,

4. Kecukupan nutrisi,

5. Pencegahan cedera sekunder,

6. Terjaganya suhu tubuh normal,

7. Terjaganya integritas kulit,

8. Perbaikan fungsi kognitif,

9. Pencegahan gangguan tidur,

10. Peningkatan koping keluarga yang efektif,

11. Peningkatan pengetahuan dan proses rehabilitasi dan

12. Pencegahan komplikasi.

D. Intervensi

DIAGNOSA INTERVENSI
Pola nafas tidak efektif 1. Pantau adanya pucat dan sianosis
2. Pantau kecepatan irama kedalaman
dan upaya pernapasan
3. Perhatikan pergerakan dada, Amati
kesimetrisan penggunaan otot-otot
aksesoris, serta retraksi otot
supraklavikula dan intercostal
4. Auskultasi suara napas
5. Pantau pola pernapasan : bradipneu
dan takipneu
6. Atur posisi pasien untuk
mengoptimalkan
7. Kolaborasi pemberian O2
Gangguan keseimbangan cairan, elektrolit 1. Pantau tanda dan gejala
ketidakseimbangan elektrolit yang

6
relevan (misalnya
hipo/hiperkalemia, hipo-
/hypernatremia)
2. Pantau kadar elektrolit serum
3. Catat asupan dan haluaran secara
adekuat
4. Berikan cairan jika perlu
5. Dorong asupan oral : letakkan
cairan ditempat yang mudah
dijangkau, berikan air segar
6. Control kehilangan elektrolit
berlebihan
Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari 1. Berikan makan melalui selang
kebutuhan tubuh yang berhubungan nasogatric sesuai program
dengan peningkatan kebutuhan 2. Beri makan pasien dalam posisi
metabolisme, pembatasan cairan, dan tegak dengan kepala ditekuk
ketidakcukupan asupan. kedepan dan dagu diturunkan untuk
menelan
3. Diet tinggi kalori dan padat nutrisi
peroral sesuai program
4. Ciptakan lingkungan yang
menyenangkan untuk makan
Gangguan nyaman nyeri 1. Kaji nyeri secara komprehensif
2. Monitoring tanda-tanda vital.
Beberapa analgesic menurunkan
usaha nafas dan tekanan darah
3. Minta pasien untuk membuat skala
nyeri pada skala 0 hingga 10
(dengan 10 sebagai nyeri yang
paling hebat) sebelum dan setelah
semua intervensi. Hal ini
memfasilitasi pengkajian objektif
mengenai efektivitas strategi pereda

7
nyeri yang dipilih. Nyeri yang
meningkat dalam hal intensitas atau
tetap tidak mereda dengan analgesic
dapat mengindikasikan sindrom
kompartemen.
4. Anjurkan distraksi atau metode
tambahan lainnya untuk meredakan
nyeri seperti nafas dalam dan
relaksasi. Distraksi, nafas dalam,
dan relaksasi membnatu
mengurangi fokus nyeri dan dapat
mengurangi intensitas nyeri
5. Berikan NSAID dan medikasi nyeri
sesuai program. Untuk home care,
jelaskan pentingnya mengonsumsi
medikasi nyeri sebelum nyeri hebat.
Analgesic meredakan nyeri dengan
menstimulasi tempat reseptor
opiate. NSAID memediasi inflamasi
dan juga memberikan efek
analgesic.

Gangguan komunikasi verbal 1. Anjurkan kunjungan keluarga


secara teratur
2. Dorong pasien untuk
berkomunikasi secara perlahan dan
untuk mengulangi permintaan
3. Gunakan kartu baca, kertas, pensil,
bahasa tubuh, gambar untuk
memfasilitasi komunikasi dua arah
yang optimal
4. Konsultasikan dengan dokter
tentang kebutuhan terapi wicara

8
E. Patofisiologi
Benturan kepala

Benturan kepala
Trauma kepala

Trauma akibat deselerasi


Trauma pada jaringan lunak dan akselerasi Robekan dan distorsi

Rusaknya jaringan kepala Cedera jaringan Jaringan sekitar tertekan

Hematoma
Luka terbuka Gangguan nyaman nyeri

Resiko tinggi terhadap infeksi Perubahan pada cairan intra dan ekstra sel (edema)
Peningkatan suplai darah ke daerah trauma (vasodilatasi)

Tekanan intra kranial

Aliran darah ke otak menurun

9
Perubahan perfusi jaringan
serebral

Hipoksia jaringan
Merangsang hipotalamus Merangsang inferior hipofise Kerusakan hemisfer motorik

Kerusakan pertukaran gas


Hipotalamus terviksasi pada Mengeluarkan steroid dan Penurunan kekuatan dan tahanan
diansevlon adrenal otot

Pernafasan dangkal
Sekresi HCL di digaster Gangguan mobilisasi fisik
Produksi ADH dan aldosteron meningkat
Pola nafas tidak efektif
Retensi Na+H2O
Perubahan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh
Penurunan kesadaran
Gangguan keseimbangan Gangguan persepsi
cairan dan elektrolit sensori

Kekacauan pola bahasa

Gangguan komunikasi
verbal

10
DAFTAR PUSTAKA

Hurst, Martene. 2011. Belajar Mudah Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

M. Wilkinson, Judith. 2014. Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC

Jurnal JPT UNIMUS Eka Purnama

11

Anda mungkin juga menyukai