Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

KONSEP DASAR MEDIS


A. Definisi
Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala,
tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung
maupun tidak langsung pada kepala.
Klasifikasi berdasarkan pemeriksaan klinis
Mengingat fasilitas pemeriksaan neuroradiologis berupa CT-scan masih
jarang, maka agar dapat mengelola dengan baik, pasien-pasien cedera otak,
khususnya jenis tertutup, berdasarkan gangguan kesadarannya (berdasarkan
Glasgow Coma Scale + GCS) dikelompokkkan menjadi :
1. Cedera kepala ringan (Head Injury Grade I)
GCS : 13-15 bisa disertai disorientasi, amnesia, sakit kepala, mual,
muntah.
2. Cedera kepala sedang (Head Injury Grade II)
GCS : 9-12 atau lebih dari 12 tetapi disertai kelainan neurologis fokal.
Disini pasien masih bisa mengikuti/menuruti perintah sederhana.
3. Cedera kepala berat.
GCS : 8 atau kurang (penderita koma), dengan atau tanpa disertai
gangguan fungsi batang otak.
Tabel 2.1 Glasgow Coma Scale
Glasgow Coma Scale Nilai
Respon membuka mata (E)
4
Buka mata spontan
3
Buka mata bila dipanggil/rangsangan suara
2
Buka mata bila dirangsang nyeri
1
Tak ada reaksi dengan rangsangan apapun
Respon verbal (V)
Komunikasi verbal baik, jawaban tepat 5
Bingung, disorientasi waktu, tempat, dan orang 4
Kata-kata tidak teratur 3
Suara tidak jelas 2
Tak ada reaksi dengan rangsangan apapun 1
Respon motorik (M)
Mengikuti perintah 6
Dengan rangsangan nyeri, dapat mengetahui tempat rangsangan 5
Dengan rangsangan nyeri, menarik anggota badan 4
Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi fleksi abnormal 3
Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi ekstensi abnormal 2
Dengan rangsangan nyeri, tidak ada reaksi 1
Nilai GCS = ( E+V+M), nilai terbaik = 15 dan nilai terburuk = 3
B. Etiologi
Etiologi utama dari cedera kepala adalah kecelakaan lalu lintas, trauma benda
tajam dan benda tumpul, kejatuhan benda berat, kecelakaan industri, jatuh,
kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan, dan cedera
akibat kekerasan.
C. Patofisiologi
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa
dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir
seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen,
jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan
gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan
bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan
menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh
kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70
% akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral. Pada saat otak
mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui
proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah.
Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan
asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis
metabolik. Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60
ml / menit / 100 gr. jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.
Trauma kepala menyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup
aktivitas atypical-myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru.
Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan
P dan disritmia, fibrilasi atrium dan vebtrikel, takikardia.
Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler,
dimana penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol
akan berkontraksi. Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada
pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar.
Adapun cedera memegang peranan yang sangat besar dalam
menentukan berat ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma
kepala. Cedera percepatan (aselerasi) terjadi jika benda yang sedang bergerak
membentur kepala yang diam, seperti trauma akibat pukulan benda tumpul,
atau karena kena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan (deselerasi)
adalah bila kepala membentur objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti
badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan
bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang
terjadi bila posisi badan diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa
dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan
trauma regangan dan robekan pada substansi alba dan batang otak.
D. Manifestasi Klinik
a) Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
b) Kebingungan
c) Iritabel
d) Pucat
e) Mual dan muntah
f) Pusing kepala
g) Terdapat hematoma
h) Kecemasan
i) Sukar untuk dibangunkan
j) Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung
(rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.
k) Abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba deficit neurologik, dan perubahan
tanda vital.
l) Mungkin ada gangguan penglihatan dan pendengaran, disfungsi sensori,
kejang otot. Karena cedera SSP sendiri tidak meyebabkan syok, adanya
syok hipovolemik menunjukkan kemungkinan cedera multisistem.
E. Komplikasi
 Koma.
 Seizure
 Infeksi
 Kerusakan saraf
 Hilangnya kemampuan kognitif
F. Pemeriksaan Penunjang
 Laboratorium: darah lengkap (hemoglobin, leukosit, CT, BT)
 Rotgen Foto
 CT Scan
 MRI
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis pada trauma kepala, bila ada peningkatan tekanan
intraktranial (TIK) diatasi dengan mempertahankan oksigensasi adekuat,
pemberian obat anti edema manitol, hiperventilasi, penggunaan steroid,
kemungkinan intervensi bedah neuro, pemberian analgetik dan antibiotika
untuk infeksi anaerob, makanan cair/bubur bila klien mual.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

a. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab): nama, umur, jenis
kelamin, agama, suku bangsa, status perkawinan, alamat, golongan darah,
pengahasilan, hubungan klien dengan penanggung jawab.
2. Pemeriksaan Fisik
Aspek neurologis yang dikaji adalah tingkat kesadaran, biasanya GCS <
15, disorientasi orang, tempat dan waktu. Adanya refleks babinski yang
positif, perubahan nilai tanda-tanda vital kaku kuduk, hemiparese.
3. Riwayat kesehatan: waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian,
status kesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah
kejadian.
4. Pemeriksaan penunjang.
5. Pemeriksaan fisik
6. Sistem respirasi : suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes, biot,
hiperventilasi, ataksik)
7. Kardiovaskuler : pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK
8. Sistem saraf
9. Kesadaran/ GCS (< 15).
10. Fungsi saraf kranial : trauma yang mengenai/meluas ke batang otak akan
melibatkan penurunan fungsi saraf kranial.
11. Fungsi sensori-motor : adakah kelumpuhan, rasa baal, nyeri, gangguan
diskriminasi suhu, anestesi, hipestesia, hiperalgesia, riwayat kejang.
b. Diagnosa Keperawatan
1. Tidak efektifnya pola napas berhubungan dengan depresi pada pusat napas
di otak.
2. Tidak efektifnya kebersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan
sputum.
3. Nyeri berhubungan dengan tekanan intracranial
4. Gangguan perfusi jaringan otak berhubungan dengan udem otak
5. Keterbatasan aktifitas berhubungan dengan penurunan kesadaran (soporos
- coma)
6. Kecemasan keluarga berhubungan keadaan yang kritis pada pasien
7. Resiko tinggi gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi,
tidak adekuatnya sirkulasi perifer.
c. Rencana/Intevensi Keperawatan
1. Tidak efektifnya pola napas berhubungan dengan depresi pada pusat napas
di otak.
Tujuan :
Mempertahankan pola napas yang efektif melalui ventilator.
Kriteria evaluasi :
Penggunaan otot bantu napas tidak ada, sianosis tidak ada atau tanda-tanda
hipoksia tidak ada dan gas darah dalam batas-batas normal.
a) Hitung pernapasan pasien dalam satu menit.
R/ Pernapasan yang cepat dari pasien dapat menimbulkan alkalosis
respiratori dan pernapasan lambat meningkatkan tekanan Pa Co2 dan
menyebabkan asidosis respiratorik.
b) Cek pemasangan tube, untuk memberikan ventilasi yang adekuat
dalam pemberian tidal volume.
R/ Ventilasi yang adekuat membantu pasien menjaga keseimbangan
oksigen di dalam tubuh
c) Observasi ratio inspirasi dan ekspirasi pada fase ekspirasi biasanya 2 x
lebih panjang dari inspirasi, tapi dapat lebih panjang sebagai
kompensasi terperangkapnya udara terhadap gangguan pertukaran gas.
R/ Inspirasi dan ekspirasi menandakan kecepatan pernapasan.
Pernapasan lambat, periode apnea menandakan perlunya ventilasi
mekanis
d) Perhatikan kelembaban dan suhu pasien
R/ keadaan dehidrasi dapat mengeringkan sekresi / cairan paru
sehingga menjadi kental dan meningkatkan resiko infeksi
e) Cek selang ventilator setiap waktu (15 menit)
R/ Adanya obstruksi dapat menimbulkan tidak adekuatnya pengaliran
volume dan menimbulkan penyebaran udara yang tidak adekuat
f) Siapkan ambu bag tetap berada di dekat pasien.
R/ membantu membarikan ventilasi yang adekuat bila ada gangguan
pada ventilator.
2. Tidak efektifnya kebersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan
sputum.
Tujuan :
Mempertahankan jalan napas dan mencegah aspirasi
Kriteria Evaluasi :
Suara napas bersih, tidak terdapat suara sekret pada selang dan bunyi
alarm karena peninggian suara mesin, sianosis tidak ada
a) Kaji dengan ketat (tiap 15 menit) kelancaran jalan napas.
R/ Obstruksi dapat disebabkan pengumpulan sputum, perdarahan,
bronchospasme atau masalah terhadap tube.
b) Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi dada (tiap 1 jam )
R/ Pergerakan yang simetris dan suara napas yang bersih indikasi
pemasangan tube yang tepat dan tidak adanya penumpukan sputum
c) Lakukan pengisapan lendir dengan waktu kurang dari 15 detik bila
sputum banyak.
R/ Pengisapan lendir tidak selalu rutin dan waktu harus dibatasi untuk
mencegah hipoksia
d) Lakukan fisioterapi dada setiap 2 jam.
R/ Meningkatkan ventilasi untuk semua bagian paru dan memberikan
kelancaran aliran serta pelepasan sputum.
3. Nyeri berhubungan dengan tekanan intracranial
Tujuan :
Memberikan rasa nyaman dari nyeri.
Kriteria Hasil :
o Rasa nyeri berkurang atau hilang.
o Klien merasa nyaman dengan kondisinya.
a) Teliti keluhan nyeri, catat intensitasnya (dengan skala 0-10),
karakteristiknya (misal: berat, berdenyut, konstan), lokasinya,
lamanya, factor yang memperburuk atau meredakannya.
R/ Nyeri merupakan pengalaman subjektif dan harus dijelaskan oleh
pasien
b) Instruksikan klien untuk melaporkan nyeri dengan cepat
R/ Pengenalan segera dapat meningkatkan intervensi dini dan dapat
menurunkan beratnya serangan
c) Berikan kompres hangat pada kepala
R/ Meningkatkan rasa nyaman dengan menurunkan vasodilatasi
d) Berikan kompres panas lembab/kering pada kepala, leher, lengan
sesuai kebutuhan
R/ Meningkatkan sirkulasi pada otot yang meningkatkan realaksasi dan
mengurangi ketegangan.
4. Gangguan perfusi jaringan otak berhubungan dengan udem otak
Tujuan :
Mempertahankan dan memperbaiki tingkat kesadaran fungsi motorik.
Kriteria hasil :
Tanda-tanda vital stabil, tidak ada peningkatan intrakranial.
a) Monitor dan catat status neurologis dengan menggunakan metode
GCS.
R/ Refleks membuka mata menentukan pemulihan tingkat kesadaran.
Respon motorik menentukan kemampuan berespon terhadap stimulus
eksternal dan indikasi keadaan kesadaran yang baik.
b) Monitor tanda-tanda vital tiap 30 menit
R/ Peningkatan sistolik dan penurunan diastolik serta penurunan
tingkat kesadaran dan tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial.
c) Pertahankan posisi kepala yang sejajar dan tidak menekan
R/ Perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan penekanan
pada vena jugularis dan menghambat aliran darah otak, untuk itu dapat
meningkatkan tekanan intracranial
d) Hindari batuk yang berlebihan, muntah, mengedan, pertahankan
pengukuran urin dan hindari konstipasi yang berkepanjangan
R/ Dapat mencetuskan respon otomatik penngkatan intracranial
e) Observasi kejang dan lindungi pasien dari cedera akibat kejang
R/ Kejang terjadi akibat iritasi otak, hipoksia, dan kejang dapat
meningkatkan tekanan intrakrania
f) Berikan oksigen sesuai dengan kondisi pasien
R/ Dapat menurunkan hipoksia otak
g) Berikan obat-obatan yang diindikasikan dengan tepat dan benar
(kolaborasi).
R/ Membantu menurunkan tekanan intrakranial secara biologi / kimia
seperti osmotik diuritik untuk menarik air dari sel-sel otak sehingga
dapat menurunkan udem otak, steroid (dexametason) untuk
menurunkan inflamasi, menurunkan edema jaringan.
5. Keterbatasan aktifitas berhubungan dengan penurunan kesadaran (soporos
- coma)
Tujuan :
o Kebutuhan dasar pasien dapat terpenuhi secara adekuat.
o Kebersihan terjaga, kebersihan lingkungan terjaga, nutrisi terpenuhi
sesuai dengan kebutuhan, oksigen adekuat
Kriteria Hasil :
Pasien mampu menjaga kebersihan diri dan lingkungannya, serta tetap
terpenuhinya kebutuhan dasar.
a) Berikan penjelasan tiap kali melakukan tindakan pada pasien
R/ Penjelasan dapat mengurangi kecemasan dan meningkatkan kerja
sama yang dilakukan pada pasien dengan kesadaran penuh atau
menurun
b) Beri bantuan untuk memenuhi kebersihan diri
R/ Kebersihan perorangan, eliminasi, berpakaian, mandi,
membersihkan mata dan kuku, mulut, telinga, merupakan kebutuhan
dasar akan kenyamanan yang harus dijaga oleh perawat untuk
meningkatkan rasa nyaman, mencegah infeksi dan keindahan
c) Berikan bantuan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan
R/ Makanan dan minuman merupakan kebutuhan sehari-hari yang
harus dipenuhi untuk menjaga kelangsungan perolehan energi.
Diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien baik jumlah, kalori, dan
waktu.
d) Jelaskan pada keluarga tindakan yang dapat dilakukan untuk menjaga
lingkungan yang aman dan bersih
R/ Keikutsertaan keluarga diperlukan untuk menjaga hubungan klien -
keluarga. Penjelasan perlu agar keluarga dapat memahami peraturan
yang ada di ruangan
e) Berikan bantuan untuk memenuhi kebersihan dan keamanan
lingkungan.
R/ Lingkungan yang bersih dapat mencegah infeksi dan kecelakaan.
6. Kecemasan keluarga berhubungan keadaan yang kritis pada pasien
Tujuan :
Kecemasan keluarga dapat berkurang
Kriteria evaluasi :
o Ekspresi wajah tidak menunjang adanya kecemasan
o Keluarga mengerti cara berhubungan dengan pasien
o Pengetahuan keluarga mengenai keadaan, pengobatan dan tindakan
meningkat
a) Bina hubungan saling percaya
R/ Untuk membina hubungan terpiutik perawat - keluarga. Dengarkan
dengan aktif dan empati, keluarga akan merasa diperhatikan
b) Beri penjelasan tentang semua prosedur dan tindakan yang akan
dilakukan pada pasien
R/ Penjelasan akan mengurangi kecemasan akibat ketidak tahuan
c) Berikan kesempatan pada keluarga untuk bertemu dengan klien
R/ Mempertahankan hubungan pasien dan keluarga
d) Berikan dorongan spiritual untuk keluarga.
R/ Semangat keagamaan dapat mengurangi rasa cemas dan
meningkatkan keimanan dan ketabahan dalam menghadapi krisis.
7. Resiko tinggi gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi,
tidak adekuatnya sirkulasi perifer.
Tujuan :
Gangguan integritas kulit tidak terjadi.
Kriteria hasil :
Bebas akan tanda-tanda infeksi/gangguan integritas kulit.
a) Berikan perawtan aseptic dan antiseptic, pertahankan teknik cuci
tangan yang baik
R/ Cara pertama menghindari terjadinya infeksi nosokomial
b) Kaji kulit pasien setiap 8 jam : palpasi pada daerah yang tertekan
R/ Untuk menetapkan kemungkinan terjadinya lecet pada kulit
c) Massage dengan lembut di atas daerah yang menonjol setiap 2 jam
sekali
R/ Memberikan rasa nyaman dan melancarkan sirkulasi darah
d) Pertahankan kebersihan dan kekeringan pasie
R/ Keadaan lembab akan memudahkan terjadinya kerusakan kulit
e) Beri antibiotik sesuai indikasi.
R/ Terapi profilaktik dapat digunakan pada pasien trauma (luka),
kebocoran CSS atau setelah pembedahan untuk menurunkan risiko
infeksi nosokomial
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marylynn, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta :


EGC.
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Brae. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Volume 3. Jakarta : EGC.
J Corwin, Elizabeth. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.
Tim, 2009, Asuhan Keperawatan Gawat Darurat, Jakarta, Trans Info Media
Mallapasi Nuralim M dan Saleh Halid, 2011, Buku Panduan Basic Trauma
Cardiac Life Support, Makassar
http://www.ilmukeperawatan.com/asuhan_keperawatan_cedera_kepala.html
http://blog.asuhankeperawatan.com/blog/2009/05/28/cedera-kepala.html
http://ababar.blogspot.com/2008/12/trauma-capitis.html.

Anda mungkin juga menyukai