Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN


DENGAN GANGGUAN SISTEM PERSYARAFAN
PADA KASUS CIDERA KEPALA SEDANG (CKS)

DI SUSUN OLEH :

ROBI SASMITA R.

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM NERS
2014

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN GANGGUAN SISTEM PERSYARAFAN
PADA KASUS CIDERA KEPALA SEDANG (CKS)
I. Konsep Teori
A. Definisi
Cedera kepala adalah trauma yang meliputi trauma
kulit kepala, tengkorak, dan otak, dan cedera kepala paling
sering dan penyakit neurologik yang serius diantara
penyakit neurologik, dan merupakan proporsi epidemik
sebagai hasil kecelakaan jalan raya. (Brunner & Suddarth,
2002)
Cedera kepala adalah gangguan traumatik pada
daerah kepala yang menggangu fungsi otak dengan atau
menyebabkan terputusnya kontinuitas jaringan kepala yang
biasanya disebabkan oleh trauma keras (Sylvia A. Price,
2006).
Cedera kepala sedang adalah cedera kepala dengan
GCS (Galsgow Coma Scale) antara 9 sampai 13 (Mansjoer,
Arif).
Cedera kepala sedang adalah cedera kepala dengan
Skala Koma Glssgow (SKG) antara 9-12 dengan kehilangan
kesadaran atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang
dari 24 jam serta dapat mengalami fraktur tengkorak
(Hudak dan Gallo, 1996)

B. Etiologi
Berdasarkan mekanisme trauma (menurut Arief Mansjoer
2000 : 4)
1. Trauma Tumpul : dapat berupa tabrakan mobil, jatuh dan
terpukul
2. Trauma Tajam : cedera peluru, cedera tembus lain.
Berdasarkan kronologis, yaitu :
1. Primer : langsung karena benturan pada kulit kepala,
tengkorak dan isi tengkorak.
2. Sekunder : akibat lanjut dari benturan berupa edema
otak, peninggian tekanan intra kranial, herniasi dan lain-
lain.

C. Manifestasi Klinis
1. Nyeri yang menetap atau setempat.
2. Bengkak pada sekitar fraktur sampai pada fraktur kubah
cranial.
3. Fraktur dasar tengkorak: hemorasi dari hidung, faring
atau telinga dan darah terlihat dibawah
konjungtiva,memar diatas mastoid (tanda battle),otorea
serebro spiral ( cairan cerebros piral keluar dari telinga ),
minorea serebrospiral (les keluar dari hidung). \
4. Laserasi atau kontusio otak ditandai oleh cairan spinal
berdarah.
5. Penurunan kesadaran.
6. Pusing / berkunang-kunang.
7. Absorbsi cepat les dan penurunan volume intravaskuler
8. Peningkatan TIK
9. Dilatasi dan fiksasi pupil atau paralysis edkstremitas
10. Peningkatan TD, penurunan frek. Nadi, peningkatan
pernafasan.

D. Patofisiologi
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan
oksigen dan glukosa dapat terpenuhi. Energi yang
dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui
proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen,
jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar
akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula
dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar
metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena
akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25
% dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila
kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi
gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha
memenuhi kebutuhan oksigen melalui proses metabolik
anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh
darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak
akan terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolisme
anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.
Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF)
adalah 50 60 ml / menit / 100 gr. jaringan otak, yang
merupakan 15 % dari cardiac output.
Trauma kepala meyebabkan perubahan fungsi
jantung sekuncup aktivitas atypical-myocardial, perubahan
tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada
fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan
disritmia, fibrilasi atrium dan vebtrikel, takikardia.
Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi
tekanan vaskuler, dimana penurunan tekanan vaskuler
menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi .
Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada
pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar.

E. Glasgow Coma Scale (GCS)


Untuk mendapatkan keseragaman dari penilaian
tingkat kesadaran secara kwantitatif (yang sebelumnya
tingkat kesadaran diukur secara kwalitas seperti apatis,
somnolen dimana pengukuran seperti ini didapatkan hasil
yang tidak seragam antara satu pemeriksaan dengan
pemeriksa yang lain) maka dilakukan pemeriksaan dengan
skala kesadaran secara glasgow, ada 3 macam indikator
yang diperiksa yaitu reaksi membuka mata, Reaksi verbal,
Reaksi motorik.
1. Reaksi membuka mata

Reaksi membuka mata Nilai

Membuka mata spontan 4


Buka mata dengan rangsangan suara 3

Buka mata dengan rangsangan nyeri 2


Tidak membuka mata dengan
1
rangsangan nyeri

2. Reaksi Verbal
Reaksi Verbal Nilai
Komunikasi verbal baik, jawaban tepat 5
Bingung, disorientasi waktu, tempat dan 4
ruang
Dengan rangsangan nyeri keluar kata- 3
kata
Keluar suara tetapi tak berbentuk kata- 2
kata
Tidak keluar suara dengan rangsangan 1
apapun

3. Reaksi Motorik
Reaksi Motorik Nilai
Mengikuti perintah 6
Melokalisir rangsangan nyeri 5
Menarik tubuhnya bila ada rangsangan 4
nyeri
Reaksi fleksi abnormal dengan 3
rangsangan nyeri
Reaksi ekstensi abnormal dengan 2
rangsangan nyeri
Tidak ada gerakan dengan rangsangan 1
nyeri

Berdasarkan GCS maka cidera kepala dapat dibagi menjadi


3 gradasi yaitu cidera kepala derajat ringan, bila GCS : 13
15, Cidera kepala derajat sedang, bila GCS : 9 12, Cidera
kepala berat, bila GCS kuang atau sama dengan 8.
F. Pathway

G. Klasifikasi
Adapun pembagian / pengklasifikasian cedera kepala
(Arief Mansjoer, 2000 : hal 3) adalah :
1. Berdasarkan mekanisme cedera
Berdasarkan adanya penetrasi durameter, cedera
kepala dibagi menjadi:
a. Trauma tumpul : kecepatan tinggi (tabrakan
otomobil), dan kecepaan rendah (terjatuh, dipukul).
b. Trauma tembus : luka tembus peluru dan cedera
tembus lainnya)
2. Berdasarkan Keparahan cedera
a. Cedera Kepala Ringan (CKR) : GCS 13-15
b. Cedera Kepala Sedang (CKS) : GCS 9-12
c. Cedera Kepala Berat (CKB) : GCS 3-8

H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada klien dengan
cedera kepala meliputi :
1. CT scan ( dengan/tanpa kontras)
Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan,
ventrikuler, dan perubahan jaringan otak
2. MRI
Digunakan sama dengan CT scan dengan/tanpa kontras
radio aktif
3. Cerebral angiografi
Menunjukan anomaly sirkulasi serebral seperti
perubahan jaringan otak skundre menjadi edema,
perdarahan, dan trauma.
4. Serial EEG
Dapat melihat perkembangan gelombang patologis
5. Sinar X
Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur),
perubahan struktur garis (perdarahan/edema) fragmen
tulang
6. BAER
Mengeroksi batas fungsi korteks dan otak kecil
7. PET
Mendeteksi perubahan aktifititas metabolism otak
8. CSS
Lumbal fungsi dapat dilakukan jika diduga terjadi
perdarahan subarachnoid
9. Kadar elektrolit
Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai
peningkatan intracranial
10. Screen toxicology
Untuk mendeteksi pengaruh obat yang dapat
menyebabkan penurunan kesadaran
11. Rontgen thorahk 2 arah (PA/AP dan lateral)
Rontgen thorak menyatakan akumulasi udara / cairan
pada area pleural.
12. Toraksentesis menyatakan darah/cairan
13. Analisa gas darah (AGD/astrup)
Analisa gas darah (AGD/astrup) adalah salah satu tes
diaknostik untuk menentukan status status respirasi.
Status respirasi dapat digambarkan melalui pemeriksaan
AGD ini adalah status oksigenisasi dan status asam basa
I. Penatalaksanaan Medis
a. Bedrest total
b. Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran)
c. Pemberian obat-obatan
1) Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan
anti-edema serebral, dosis sesuai dengan berat
ringannya traughma
2) Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), berat
untuk mengurangi vasodilatasi.
3) Pengobatan anti-edema dengan larutan hipertonis,
yaitu manitol 20%, atau glukosa 40%, atau gliserol
10%.
4) Antibiotika yang mengandung barrier darah otak
(panisillin) atau untuk infeksi anaerob diberikan
metronidasol.
d. Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila muntah-
muntah tidak dapat diberikan apa-apa, hanya cairan
infus dextrose 5%, aminofusin, aminopel (18 jam
pertama dari terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian
diberikan makanan lunak.
e. Pada trauma berat. Karena hari-hari pertama didapat
klien mengalami penurunan kesadaran dan cenderung
terjadi retensi natrium dan elektrolit maka hari-hari
pertama(2-3 hari) tidak perlu banyak cairan. Dextrosa
5% 8 jam pertama, ringer dextrose 8 jam kedua, dan
dextrose 5% 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila
kesadran rendah maka makanan diberikan melalui
nasogastric tube (25000-3000 TKTP). Pemberian protein
tergantung dari nilai urenitrogennya.

J. Komplikasi
Komplikasi yang timbul adalah peningkatan TIK, kehilangan
sensori dan motorik, kerusakan otak, dan disfungsi syaraf
cranial.

II. Konsep Askep


A. Pengkajian
1. Anamnesis
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk
meminta pertolongan kesehatan tergantung seberapa
jauh dampak trauma kepala yang di sertai dengan
penurunan tinngkat kesadaran.
2. Riwayat penyakit saat ini
Adanya riwayat trauma yang mengenai kepala akibat
KLL, jatuh dari dari ketinggian dan trauma langsung
kekepala. Adanya penurunan atau perubahan pada
tingkat kesadarn di hubungkan dengan perubahan
didalam intrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga
umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat
terjadi letargi, tidak responsif dan koma.
3. Riwayat penyakit terdahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya
riwayat hipertensi, riwayat cedera kepala sebelumnya,
DM, penyakit jantung anemia, penggunaan obat-obat
anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan
konsumsi alkohol yang berlebihan.
4. Riwayat penyakit keluarga
Mengkaji adanya anggota generasi terdahulu yang
menderita hipertensi dan DM.
5. Pengkajian Psiko-Sosio-Spiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien
untuk menilai respon emosi klien terhadap penyakit
yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam
keluarga serta respon atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-hari.
6. Pengkajian Fisik
a. Aktifitas dan istirahat
Gejala : merasa lemah,lelah,kaku hilang
keseimbangan
Tanda : Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese,
ataksia cara berjalan tidak tegap, masalah dlm
keseimbangan, cedera/trauma ortopedi, kehilangan
tonus otot.
b. Sirkulasi
Gejala : Perubahan tekanan darah atau normal,
Perubahan frekuensi jantung (bradikardia,takikardia
yg diselingi bradikardia disritmia)
c. Integritas ego
Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian
Tanda :Cemas,mudah
tersinggung,delirium,agitasi,bingung,depresi.
d. Eliminasi
Gejala : Inkontensia kandung kemih/usus mengalami
gangguan fungsi
e. Makanan/cairan
Gejala : mual,muntah dan mengalami perubahan
selera
Tanda : muntah,gangguan menelan
f. Neurosensori
Gejala :Kehilangan kesadaran sementara,amnesia
seputar kejadian, vertigo, sinkope,tinitus,kehilangan
pendengaran, Perubahan dalam penglihatan seperti
ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagain lapang
pandang, gangguan pengecapan dan penciuman
Tanda : Perubahan kesadran bisa sampai koma,
Perubahan status mental, Perubahan pupil,
Kehilangan penginderaan, Wajah tdk simetris,
Genggaman lemah tidak seimbang, Kehilangfan
sensasi sebagian tubuh
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi
yang berbeda biasanya lama
Tanda : Wajah menyeringai,respon menarik pada
ransangan nyeri, nyeri yang hebat,merintih.
h. Pernafasan
Tanda : Perubahan pola nafas, nafas berbunyi,
stridor, tersedak,ronkhi,mengi.
i. Keamanan
Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan
Tanda : Fraktur/dislokasi,gangguan penglihatan,
Kulit : laserasi,abrasi,perubahan warna,tanda
batle disekitar telinga,adanya aliran cairan dari
telinga atau hidung, Gangguan kognitif,
Gangguan rentang gerak, Demam.

B. Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien
cedera kepala sedang menurut Doengoes Marilyn E (2000 :
273)
1. Perubahan perfusi jaringan cerebral berhubungan
dengan adanya edema atau hematoma dan perdarahan
otak.

2. Resiko tinggi pola napas tidak efektif yang berhubungan


dengan kerusakan neurovaskuler.

3. Perubahan persepsi sensorik yang berhubungan dengan


perubahan persepsi sensori, tranmisi, dan atau integrasi
( trauma / deficit neurologist).

4. Nyeri akut yang berhubungan dengan trauma jaringan


dan refleks spasme otot sekunder

C. Intervensi
D Tujuan dan KH Intervensi Rasional
x
1 Perfusi jaringan 1. Kaji keluhan, Untuk mengetahui
cerebral optimal observasi TTV keadaan umum pasien
secara bertahap tiap 2-4 jam sebagai standar dalam
setelah di dan menentukan intervensi
lakukan tindakan kesadaran yang tepat
keperawatan klien
2. Kaji Penurunan tanda dan
dalam waktu___ x
karakteristik gejala neurologis atau
24 jam dengan
nyeri kegagalan dalam
KH :
(intensitas, pemulihannya
a. Kesadaran lokasi, merupakan awal
pasien frekuensi dan pemulihan dalam
compos faktor yang memantau TIK
mentis mempengaru
b. TTV dalam hi).
batas normal
3. Kaji capillary Untuk mengetahui
( TD : 100-
refill, GCS, tingkat kesadaran dan
130/60-
warna dalam potensial peningkatan
90mmHg,
kelembapan TIK
P:12-
kulit.
20x/mnt, N :
4. Kaji tanda Untuk mengetahui
60-100x/mnt,
peningkatan potensial peningkatan
S: 36C-
TIK (kaku TIK.
37C).
kuduk,
c. Pasien
muntah
tampak
proyektil dan
rileks.
penurunan
kesadaran
5. Berikan klien Memberi rasa nyaman
posisi bagi klien
semifowler,
kepala
ditinggikan
30 derajat.
6. Anjurkan Ungkapan keluarga
orang yang menyenangkan
terdekat memberikan
( keluarga ) efek menurunkan TIK
untuk bicara dan efek relaksasi bagi
dengan klien klien.
walaupun
hanya lewat
sentuhan.
7. Kolaborasi Sebagai therapi
dengan terhadap kehilangan
dokter dalam kesadaran akibat
pemberian kerusakan otak,
therapi obat- kecelakaan lalu lintas
obatan dan operasi otak.
neurologis.
2 Bersihan jalan 1. Kaji keluhan mengetahui keadaan
nafas kembali TTV umum dan standar
efektif setelah untuk
dilakukan menentukan
tindakan intervensi
keperawatan selanjutnya
dalam waktu 3 x
2. Auskutasi perubahan dapat
24 jam.
bunyi nafas, menandakan luasnya
KH : pola nafas
frekuensi, keterlibatan otak.
dalam batas
irama dan
normal dan irama
kedalaman
teratur.
pernafasan.
3. Berikan klien memberikan
posisi yang kemudahan klien dalam
nyaman; bernafas dan
posisi semi Memberikan rasa
fowler. nyaman.
4. Anjurkan mencegah/
klien untuk menurunkan
batuk efektif atelektasis.
dalam
melakukan
nafas dalam
jika klien
sadar
5. Kolaborasi bronkodilator sebagai
dengan pengencer dahak dan
dokter dalam oksigen memberi
pemberian kemudahan klien dalam
therapi bernafas.
bronkodilator
dan oksigen.
3 Persepsi sensori 1. Evaluasi/ fungsi serebral bagian
dapat kembali pantau atas biasanya
optimal secara secara terpengaruh lebih dulu
bertahap setelah teratur oleh adanya gangguan
dilakukan orientasi, sirkulasi, oksigenasi,
tindakan kemampuan kerusakan dapat terjadi
keperawatan 3 x berbicara dan
24 jam. sensorik.
KH :
2. Bicara Pasien mungkin
Orientasi
dengan suara mengalami
terhadap
lembut dan keterbatasan perhatian/
waktu,
pelan, pemahaman selama
tempat, orang.
gunakan fase akut dan
Mempertahank
kalimat yang penyembuhan dan
an tingkat
pendek dan tindakan ini membantu
kesadaran
sederhana, pasien untuk
biasanya dan
pertahankan memunculkan
fungsi
kontak mata. komunikasi
persepsi 3. Kolaborasi Pendekatan antara
dengan ahli disiplin dapat
fisiotherapy. menciptakan rencana
penatalaksanaan
integrasi yang
didasarkan atas
kombinasi
kemampuan
/ketidakmampuan
secara individu yang
unik dengan berfokus
pada peningkatan
evaluasi dan fungsi
fisik, kognitif, dan
keterampilan aktual.
4 Tujuan : Dalam 1. Jelaskan dan Pendekatan dengan
waktu 3x24 jam bantu klien menggunakan relaksasi
nyeri dengan dan nonfarmakologi
berkurang/hilang. tindakan lainnya telah
Kriteria hasil : pereda nyeri menunujukkan
Secara subjektif nonfarmakolo keefektifan dalam
melaporkan nyeri gi dan non- mengurangi nyeri.
berkurang atau invasif.
2. Ajarkan Akan melansarkan
dapat diadaptasi,
relaksasi: peredaran darah
dapat
Teknik-teknik sehingga kebutuhan O2
mengidentifikasi
untuk oleh jaringan akan
aktivitas yang
menurunkan terpenuhi dan akan
meningkatkan
ketegangan mengurangi nyerinya.
atau menurunkan
otot rangka,
nyeri, klien tidak
yang dapat
gelisah.
menurunkan
intensitas
nyeri dan
juga
tingkatkan
relaksasi
masase.
3. Ajarkan Mengalihkan perhatian
metode nyerinya ke hal-hal
distraksi yang menyenangkan.
selama nyeri
akut.
4. Kolaborasi Analgetik memblok
dengan lintasan nyeri, sehingga
dokter, nyeri akan berkurang.
pemberian
analgetik.
D. Implementasi ; Sesuai Intervensi
E. Evaluasi
1. Kesadaran pasien compos mentis, TTV dalam batas
normal ( TD : 100-130/60-90mmHg, P:12-20x/mnt, N :
60-100x/mnt, S: 36C-37C).
2. Pola nafas dalam batas normal dan irama teratur.

3. Orientasi terhadap waktu, tempat, orang, mampu


mempertahankan tingkat kesadaran dan fungsi persepsi

4. Klien tampak tenang, nyeri terkontrol

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E.1999.Rencana Asuhan Keperawatan ed-3. Jakarta : EGC


Muttaqin, Arif.2008.Buku Ajar asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
sistem persarafan. Jakarta : Salemba Medika
Smeltzer, Suzanne C.2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol 3 ed-8.
Jakarta : EGC
http://www.scribd.com/doc/20357839/Cedera-Kepala diakses pada tanggal 24
Januari 2013
http://asuhan-keperawatan-yuli.blogspot.com/2009/11/laporan-pendahuluan-
cedera-kepala.html diakses pada tanggal 24 Januari 2013

Anda mungkin juga menyukai