Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

CEDERA KEPALA RINGAN (CKR)

A. Pengertian
Cedera Kepala
Cidera kepala adalah kerusakan neurologis yang terjadi akibat adanya trauma
pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder dari
trauma yang terjadi ( silvia anderson, 1985 )

B. Etiologi
Cidera kepala dapat disebabkan karena beberapa hal diantaranya adalah:
1. oleh benda atau serpihan tulang yang menembus jaringan otak. Misal
kecelakaan, dipukul dan terjatuh
2. trauma saat lahir misal : sewaktu lahir dibanu dengan forcep atau vacum

Kategori Penentuan Keparahan cedera Kepala berdasarkan Nilai Skala


Koma Glasgow (SKG)
Penentuan
Deskripsi
keparahan
Minor/ Ringan SKG 13 – 15
Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi
kurang dari 30 menit. Tidak ada fraktur tengkorak, tidak
ada kontusia cerebral, hematoma
Sedang SKG 9 – 12
Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30
menit tetapi kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur
tengkorak.
Berat SKG 3 – 8
Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari
24 jam. Juga meliputi kontusia serebral, laserasi atau
hematoma intrakranial
Sumber : keperawatan kritis, pendekatan holostik vol, II tahun 1995, hal:226
Skala Koma Glasgow (Blak, 1997)
1. Membuka Mata
Spontan 4
Terhadap rangsang suara 3
Terhadap nyeri 2
Tidak ada 1
2. Respon Verbal
Orientasi baik 5
orientasi terganggu 4
Kata-kata tidak jelas 3
Suara Tidak jelas 2
Tidak ada respon 1
3. Respon Motorik
Mampu bergerak 6
Melokalisasi nyeri 5
Fleksi menarik 4
Fleksi abnormal 3
Ekstensi 2
Tidak ada respon 1
Total 3 - 15

Annegers et al (1998) membagi trauma kepala berdasarkan lama tak


sadar dan lama amnesis pasca trauma yang dibagi menjadi:
 Cedera kepala ringan, apabila kehilangan kesadaran dan amnesia
berlangsung kurang dari 30 menit.
 Cedera kepala sedang, apabila kehilangan kesadaran atau amnesia terjadi
30 menit sampai 24 jam atau adanya fraktur tengkorak.
 Cedera kepala berat, apabila kehilangan kesadaran atau amnesia lebih
dari 24 jam, perdarahan subdural dan kontusio serebri.
Penggolongan cedera kepala berdasarkan periode kehilangan
kesadaran ataupun amnesia saat ini masih kontroversional dan tidak dipakai
secara luas. Klasifikasi cedera kepala berdasarkan jumlah Skala Koma
Glasgow (SKG) saat masuk rumah sakit merupakan definisi yang paling
umum dipakai (Hoffman, dkk, 1996).

C. Patofisiologi
Patofisiologis dari cedera kepala traumatic dibagi dalam proses
primer dan proses sekunder. Kerusakan yang terjadi dianggap karena gaya
fisika yang berkaitan dengan suatu trauma yang relative baru terjadi dan
bersifat irreversible untuk sebagian besar daerah otak. Walaupun kontusio dan
laserasi yang terjadi pada permukaan otak, terutama pada kutub temporal dan
permukaan orbital dari lobus frontalis, memberikan tanda-tanda jelas tetapi
selama lebih dari 30 tahun telah dianggap jejas akson difus pada substasi alba
subkortex adalah penyebab utama kehilangan kesadaran berkepanjangan,
gangguan respon motorik dan pemulihan yang tidak komplit yang merupakan
penanda pasien yang menderita cedera kepala traumatik berat.

patway
D. Manifestasi Klinis
1. Gangguan kesadaran
2. Konfusi
3. Abnormalitas pupil
4. Awitan tiba-tiba defisit neurologik
5. Perubahan tanda vital
6. Gangguan penglihatan dan pendengaran
7. Disfungsi sensory
8. Kejang otot
9. Sakit kepala
10. Vertigo
11. Gangguan pergerakan
12. Kejang
E. Data Penunjang
A. Pemeriksaan diagnostik
1. Spinal X ray
Membantu menentukan lokasi terjadinya trauma dan efek yang terjadi
(perdarahan atau ruptur atau fraktur).
2. CT Scan
Memeperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi hematoma,
adanya jaringan otak yang infark atau iskemia serta posisinya secara
pasti.
3. Myelogram
Dilakukan untuk menunjukan vertebrae dan adanya bendungan dari
spinal aracknoid jika dicurigai.
4. MRI (magnetic imaging resonance)
Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi
serta besar/ luas terjadinya perdarahan otak.
5. Thorax X ray
Untuk mengidentifikasi keadaan pulmo.
6. Pemeriksaan fungsi pernafasan
Mengukur volume maksimal dari inspirasi dan ekspirasi yang penting
diketahui bagi penderita dengan cidera kepala dan pusat pernafasan
(medulla oblongata).
7. Analisa Gas Darah
Menunjukan efektifitas dari pertukaran gas dan usaha pernafasan.

F. Penatalaksanaan
1. Tindakan terhadap peningkatan TIK
a. pemantauan TIK dengan ketat
b. oksigenasi adekuat
c. pemberian mannitol
d. penggunaan steroid
e. peningkatan kepala tempat tidur
f. bedah neuro
2. Tindakan pendukung lain
a. dukungan ventilasi
b. pencegahan kejang
c. pemeliharan cairan, elektrolit, dan keseimbangan nutrisi
d. terapi antikonvulsan
e. klorpromazin  menenangkan pasien
f. selang nasogastrik
ASUHAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN
Pengumpulan data klien baik subyektif atau obyektif pada gangguan sistem
persarafan sehubungan dengan cedera kepala tergantung pada bentuk, lokasi,
jenis injuri dan adanya komplikasi pada organ vital lainnya. Data yang perlu
didapati adalah sebagai berikut :

1. Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab): nama, umur, jenis


kelamin, agama, suku bangsa, status perkawinan, alamat, golongan darah,
pengahasilan, hubungan klien dengan penanggung jawab.

2. Riwayat kesehatan :
Tingkat kesadaran/GCS (< 15), konvulsi, muntah, dispnea /
takipnea, sakit kepala, wajah simetris / tidak, lemah, luka di kepala,
paralise, akumulasi sekret pada saluran napas, adanya liquor dari hidung
dan telinga dan kejang
Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang
berhubungan dengan sistem persarafan maupun penyakit sistem sistemik
lainnya. demikian pula riwayat penyakit keluarga terutama yang
mempunyai penyakit menular.
Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari klien atau keluarga
sebagai data subyektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat
mempengaruhi prognosa klien.

3. Pemeriksaan Fisik
Aspek neurologis yang dikaji adalah tingkat kesadaran, biasanya
GCS < 15, disorientasi orang, tempat dan waktu. Adanya refleks babinski
yang positif, perubahan nilai tanda-tanda vital kaku kuduk, hemiparese.
Nervus cranialis dapat terganggu bila cedera kepala meluas sampai batang
otak karena udema otak atau perdarahan otak juga mengkaji nervus I, II,
III, V, VII, IX, XII.

4. Penatalaksanaan Medis Pada Trauma Kepala :


Obat-obatan :
 Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis
sesuai dengan berat ringanya trauma.
 Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk mengurnagi
vasodilatasi.
 Pengobatan anti edema dnegan larutan hipertonis yaitu manitol 20 % atau
glukosa 40 % atau gliserol 10 %.
 Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisillin) atau untuk
infeksi anaerob diberikan metronidasol.
 Makanan atau cairan, Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat
diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5 %, amnifusin, aminofel
(18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2 - 3 hari kemudian diberikan
makanan lunak.
 Pada trauma berat. Karena hari-hari pertama didapat penderita mengalami
penurunan kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit
maka hari-hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak cairan. Dextosa 5 %
8 jam pertama, ringer dextrosa 8 jam kedua dan dextrosa 5 % 8 jam ketiga.
Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah makanan diberikan melalui
nasogastric tube (2500 - 3000 TKTP). Pemberian protein tergantung nilai
ure nitrogennya.
 Pembedahan.

5. Pemeriksaan Penujang
 CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) : mengidentifikasi luasnya lesi,
perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan :
Untuk mengetahui adanya infark / iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72
jam setelah injuri.
 MRI : Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras
radioaktif.
 Cerebral Angiography: Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti :
perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
 Serial EEG: Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
 X-Ray: Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur
garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.
 BAER: Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
 PET: Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
 CSF, Lumbal Punksi :Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan
subarachnoid.
 ABGs: Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan
(oksigenisasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial
 Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai
akibat peningkatan tekanan intrkranial
 Screen Toxicologi: Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga
menyebabkan penurunan kesadaran.

Penatalaksanaan
Konservatif:
 Bedrest total
 Pemberian obat-obatan
 Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran)
Prioritas Perawatan:
1. Maksimalkan perfusi / fungsi otak
2. Mencegah komplikasi
3. Pengaturan fungsi secara optimal / mengembalikan ke fungsi
normal
4. Mendukung proses pemulihan koping klien / keluarga
5. Pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana
pengobatan, dan rehabilitasi.
Tujuan:
1. Fungsi otak membaik : defisit neurologis berkurang/tetap
2. Komplikasi tidak terjadi
3. Kebutuhan sehari-hari dapat dipenuhi sendiri atau dibantu orang lain
4. Keluarga dapat menerima kenyataan dan berpartisipasi dalam perawatan
5. Proses penyakit, prognosis, program pengobatan dapat dimengerti oleh
keluarga sebagai sumber informasi.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan yang biasanya muncul adalah:
1. Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas
di otak.
2. Tidakefektifnya kebersihan jalan napas sehubungan dengan penumpukan
sputum.
3. Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan udem otak
4. Keterbatasan aktifitas sehubungan dengan penurunan kesadaran (soporos -
coma)
5. Resiko tinggi gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi,
tidak adekuatnya sirkulasi perifer.

Anda mungkin juga menyukai