Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

“ TRAUMA KEPALA “
DISUSUN OLEH:

KELOMPOK :2

ANGGOTA : ARAYYAN FITRAH

BUNGA MAULANI

NURAFNI

SILVIANI

CUT RIZKIE

MATA KULIAH : KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

DOSEN PEMBIMBING : Ns.Sri Andala ,M.kep

PRODI DIPLOMA III KEPERAWATAN


STIKES MUHAMMADIYAH LHOKSEUMAWE
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, karna atas Rahmat dan

Berkatnya kami dapat menyelesaikan Makalah ini. dibuat sebagai tugas Mata Kuliah

Keperawatan medikal Bedah. Penulis banyak mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak

yang telah membantu menyusun makalah ini.

Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan

didalamnya karena itu penulis mengharapkan kritikan dan saran bagi pembaca yang

sekiranya dapat membangun dan memotivasi penulisan ini. Untuk berkarya lebih baiklagi

dimasa mendatang. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada dosen Mata Kuliah

Keperawatan Medikal Bedah Ibu Ns.Sri Andala ,M.kep yang telah memberikan kesempatan

kepada kami untuk menyusun makalah ini dengan baik.

Penyusun

Kelompok 2

  
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Tengkorak sebagai pelindung jaringan otak mempunyai daya elastisitas untuk mengatasi
trauma bila dipukul atau terbentur benda tumpul. Namun pada benturan, beberapa mili detik
akan terjadi depresi maksimal dan diikuti osilasi. Trauma pada kepala dapat menyebabkan
fraktur pada tengkorak dan trauma jaringan lunak/otak atau kulit seperti kontusio/memar
otak, oedem otak, perdarahan dengan derajat yang bervariasi tergantung pada luas daerah
trauma.
Sehingga apabila terjadi cedera kepala memerlukan penatalaksanaan yang cepat, tepat
dan asuhan keperawatan yang benar. Sehingga efek sekunder dari cedera kepala dapat
diminimalkan dan penyembuhan dapat maksimal.
  Tujuan
Tujuan penulisan laporan pendahuluan ini adalah :
1. Mengetahui dan memahami mengenai trauma dan cedera kepala, patofisiologi, tanda
dan gejala serta penatalaksanaannya.
2. Mengetahui asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien dengan cedera kepala.
3. Mampu menerapkan asuhan keperawatan kepada pasien dengan cedera kepala.
BAB II
PEMBAHASAN
PENGERTIAN
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa
disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak.
Cedera kepala meliputi trauma kulit kepala, tengkorak dan otak. Cedera otak terdapat dibagi
dalam dua macam yaitu :
a) Cidera otak primer:
Adalah kelainan patologi otak yang timbul segera akibat langsung dari trauma. Pada
cidera primer dapat terjadi: memar otak, laserasi.
b) Cidera otak sekunder:
Adalah kelainan patologi otak disebabkan kelainan biokimia, metabolisme, fisiologi
yang timbul setelah trauma.
KLASIFIKASI
Beratnya cedera kepala saat ini didefinisikan oleh The Traumatik Coma Data
Bankberdasarkan Skore Scala Coma Glascow (GCS). Penggunaan istilah cedera kepala
ringan, sedang dan berat berhubungan dari pengkajian parameter dalam menetukan terapi dan
perawatan. Adapun klasifikasinya adalah sebagai berikut :
1. Cedera Kepela Ringan
Nilai GCS 13-15 yang dapat terjadi kehilanga kedaran atau amnesia akan tetapi kurang
dari 30 menit. Tidak terdapat fraktur tengkorak serta tidak ada kontusio serebral dan
hematoma.
2. Cedera Kepala Sedang
Nilai GCS 9-12 yang dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia lebih dari 0 menit
tetapi kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak.
3. Cedera Kepala Berat
Nilai GCS 3-8 yang diikuti dengan kehilangan kesadaran atau amnesia lebih dari 24 jam
meliputi kontusio serebral, laserasi atau hematoma intrakranial.
 Tabel 1. Skala Koma Glasgow (Blak, 1997)
         Membuka Mata
Spontan 4
Terhadap rangsang suara 3
Terhadap nyeri 2
Tidak ada 1
         Respon Verbal
Orientasi baik 5
orientasi terganggu 4
Kata-kata tidak jelas 3
Suara Tidak jelas 2
 Tidak ada respon 1
         Respon Motorik
Mampu bergerak 6
Melokalisasi nyeri 5
Fleksi menarik 4
Fleksi abnormal 3
Ekstensi 2
Tidak ada respon 1
Total 3 - 15

ETIOLOGI
1. Kecelakaan
2. Jatuh
3. Trauma akibat persalinan.

PATOFISIOLOGI
Patofisiologis dari cedera kepala traumatic dibagi dalam proses primer dan proses
sekunder. Kerusakan yang terjadi dianggap karena gaya fisika yang berkaitan dengan suatu
trauma yang relative baru terjadi dan bersifat irreversible untuk sebagian besar daerah otak.
Walaupun kontusio dan laserasi yang terjadi pada permukaan otak, terutama pada kutub
temporal dan permukaan orbital dari lobus frontalis, memberikan tanda-tanda jelas tetapi
selama lebih dari 30 tahun telah dianggap jejas akson difus pada substasi alba subkortex
adalah penyebab utama kehilangan kesadaran berkepanjangan, gangguan respon motorik dan
pemulihan yang tidak komplit yang merupakan penanda pasien yang menderita cedera kepala
traumatik berat.
 Proses Primer
Proses primer timbul langsung pada saat trauma terjadi. Cedera primer biasanya fokal
(perdarahan, konusi) dan difus (jejas akson difus).Proses ini adalah kerusakan otak tahap
awal yang diakibatkan oleh benturan mekanik pada kepala, derajat kerusakan tergantung pada
kuat dan arah benturan, kondisi kepala yang bergerak diam, percepatan dan perlambatan
gerak kepala. Proses primer menyebabkan fraktur tengkorak, perdarahan segera intrakranial,
robekan regangan serabu saraf dan kematian langsung pada daerah yang terkena.
 Proses Sekunder
Kerusakan sekunder timbul beberapa waktu setelah trauma menyusul kerusakan primer.
Dapat dibagi menjadi penyebab sistemik dari intrakranial. Dari berbagai gangguan sistemik,
hipoksia dan hipotensi merupakan gangguan yang paling berarti. Hipotensi menurunnya
tekanan perfusi otak sehingga mengakibatkan terjadinya iskemi dan infark otak. Perluasan
kerusakan jaringan otak sekunder disebabkan berbagai faktor seperti kerusakan sawar darah
otak, gangguan aliran darah otak metabolisme otak, gangguan hormonal, pengeluaran bahan-
bahan neurotrasmiter dan radikal bebas. Trauma saraf proses primer atau sekunder akan
menimbulkan gejala-gejala neurologis yang tergantung lokasi kerusakan.
Kerusakan sistem saraf motorik yang berpusat dibagian belakang lobus frontalis akan
mengakibatkan kelumpuhan pada sisi lain. Gejala-gejala kerusakan lobus-lobus lainnya baru
akan ditemui setelah penderita sadar. Pada kerusakan lobus oksipital akan dujumpai ganguan
sensibilitas kulit pada sisi yang berlawanan. Pada lobus frontalis mengakibatkan timbulnya
seperti dijumpai pada epilepsi lobus temporalis.
Kelainan metabolisme yang dijumpai pada penderita cedera kepala disebabkan adanya
kerusakan di daerah hipotalamus. Kerusakan dibagian depan hipotalamus akan terjadi
hepertermi. Lesi di regio optika berakibat timbulnya edema paru karena kontraksi sistem
vena. Retensi air, natrium dan klor yang terjadi pada hari pertama setelah trauma tampaknya
disebabkan oleh terlepasnya hormon ADH dari daerah belakang hipotalamus yang
berhubungan dengan hipofisis.
Setelah kurang lebih 5 hari natrium dan klor akan dikeluarkan melalui urine dalam
jumlah berlebihan sehingga keseimbangannya menjadi negatif. Hiperglikemi dan glikosuria
yang timbul juga disebabkan keadaan perangsangan pusat-pusat yang mempengaruhi
metabolisme karbohidrat didalam batang otak.
Batang otak dapat mengalami kerusakan langsung karena benturan atau sekunder akibat
fleksi atau torsi akut pada sambungan serviks medulla, karena kerusakan pembuluh darah
atau karena penekanan oleh herniasi unkus.
Gejala-gejala yang dapat timbul ialah fleksiditas umum yang terjadi pada lesi tranversal
dibawah nukleus nervus statoakustikus, regiditas deserebrasi pada lesi tranversal setinggi
nukleus rubber, lengan dan tungkai kaku dalam sikap ekstensi dan kedua lengan kaku dalam
fleksi pada siku  terjadi bila hubungan batang otak dengan korteks serebri terputus.
Gejala-gejala Parkinson timbul pada kerusakan ganglion basal. Kerusakan-kerusakan
saraf-saraf kranial dan traktus-traktus panjang menimbulkan gejala neurologis khas. Nafas
dangkal tak teratur yang dijumpai pada kerusakan medula oblongata akan menimbulkan
timbulnya Asidesil. Nafas yang cepat dan dalam yang terjadi pada gangguan setinggi
diensefalon akan mengakibatkan alkalosisi respiratorik.

TANDA DAN GEJALA


a) Gangguan kesadaran
b) Konfusi
c) Abnormalitas pupil
d) Awitan tiba-tiba defisit neurologi
e) Perubahan tanda vital
f) Gangguan penglihatan dan pendengaran
g) Disfungsi sensory
h) Kejang otot
i) Sakit kepala
j) Vertigo
k) Gangguan pergerakan
l) Kejang

PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. CT Scan dan Rontgen mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran
ventrikuler, pergeseran jaringan otak
b. Angiografi serebral menjukan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran
jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma
c. X-Ray mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(perdarahan/edema), fragmen tulang
d. Analisa gas darah mendeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika
peningkatan tekanan intracranial.
e. Elektrolit untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan
tekanan intracranial 

PENGKAJIAN
BREATHING :
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung, sehingga
terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bisa berupa
Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing
( kemungkinana karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan
napas.
BLOOD:
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi. Tekanan
pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang
akan mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan
intrakranial. Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan
bradikardia, disritmia).
BRAIN :
Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya gangguan otak
akibat cidera kepala. Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo,
sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, baal pada ekstrimitas. Bila perdarahan hebat/luas
dan mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada nervus cranialis, maka dapat terjadi :
 Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan
masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori).
 Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian
lapang pandang, foto fobia.
 Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata.
 Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
 Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus menyebabkan
kompresi spasmodik diafragma.
 Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah satu sisi,
disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.
BLADER
Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia uri,
ketidakmampuan menahan miksi.
BOWEL
Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah (mungkin
proyektil), kembung dan mengalami perubahan selera. Gangguan menelan (disfagia) dan
terganggunya proses eliminasi alvi.
BONE
Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada kondisi
yang lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas atau
ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis yang terjadi karena rusak atau putusnya
hubungan antara pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal selain itu dapat pula terjadi
penurunan tonus otot.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Kerusakan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan adanya edema serebri
b. Ketidakefektifan jalan napas berhubungan dengan akumulasi sekresi dan
sumbatan jalan napas
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilitas yang lama
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kerusakan persepsi atau kognitif dan
penurunan kekuatan/tahanan.
e. Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan luka pembedahan dan tindakan
invasif
PERENCANAAN KEPERAWATAN
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Kerusakan perfusi NOC Outcome : NIC : Circulatory
jaringan - Perfusi jaringan care Mengetahui adanya
    serebral cerebral 1. Monitor vital sign resiko peningkatan
- Balance cairan 2. Moniror status TIK
neurologi
Client Outcome : 3. Monitor status Peningkatan aliran
- Vital sign membaik hemodinamik vena dari kepala
- Fungsi motorik
4. Posisikan kepela menyebabkan
sensorik klien head Up 30o penurunan TIK
   membaik 5. Kolaborasi pemberian Mengurangi edema
manitol cerebri
   sesuai order

2. Ketidakefektifan NOC Outcome : NIC : Manajemen


jalan - Status respirasi : jalana napas Mengetahui
    napas pertukaran 1.Monitor status kepastian dan
                      Gas respirasi dan kepatenan
- Status respirasi :    Oksigenasi kebersihan jalan
kepatenan 2. Bersihkan jalan napas
                             jalan napas
napas
- Status respirasi : 3. Auskultasi suara
ventilasi pernapasan
- Kontrol aspirasi
4. Berikan Oksigen
Client Outcome : sesuai
- Jalan napas paten     Program
- Sekret dapat Membebaskan jalan
dikeluarkan NIC : Suctioning air napas terhadap
- Suara napas bersih way akumulasi sekret
1. Observasi sekret guna terpenuhinya
yang keluar kebutuhan
2. Auskultasi oksigenasi klien
seblum dan sesudah
    melakukan
suction
3. Gunakan pealatan
steril pada
    saat melakukan
suction
4. Informasikan
pada klien dan
    keluarga tentang
tindakan
    suction

3. Kerusakan NOC Outcome : NIC : Perawatan


integritas kulit - Integritas jaringan luka dan
          pertahanan Mengetahui
Client Outcome : kulit seberapa luas
- Integritas kulit utuh 1. Observasi lokasi kerusakan integritas
terjadinya kulit klien
    kerusakan
integritas kulit
2. Kaji faktor resiko
kerusakan
    integritas kulit Mencegah
3. Lakukan terjadinya
perawatan luka penekanan pada area
4. Monitor status dekubibus
nutrisi
5. Atur posisi klien
tiap 1 jam
    Sekali
6. Pertahankan
kebersihan alat
    Tenun
3. Intolera NOC Outcome : NIC : Terapi latihan
4. si aktivitas - Pergerakan sendi aktif (pergerakan sendi)
- Tingkat mobilisasi 1. Observasi KU Dengan latihan
- Perawatan ADLs klien pergerakan akan
2. Tentuka mencegah terjadinya
Client Outcome : ketebatasan gerak kontraktur otot
- Peningkatan      Klien
kemampuan 3. Lakukan ROM
  dan kekuatan otot sesuai
dalam     Kemampuan
  bergerak 4. Kolaborasi
- Peningkatan aktivitas dengan terapis
fisik     dalam
melaksanakan Meminimalkan
latihan terjadinya kerusakan
mobilitas fisik
NIC : Terapi latihan
(kontrol otot)
1. Evaluasi fungsi
sensori
2. Tingkatkan
aktivitas motorik
     sesuai
kemampuan
3. Gunakan
sentuhan guna
    meminimalkan
spasme otot
5. Resiko terjadi NOC Outcome : NIC : Kontrol
infeksi - Status imunologi infeksi Meminimalkan
- Kontrol infeksi 1. Pertahankan invasi
- Kontrol resiko kebersihan mikroorganisme
    Lingkungan penyebab infeksi
Client Outcome : 2. Batasi kedalam tubuh
- Bebas dari tanda- pengunjung
tanda 3. Anjurkan dan
   Infeksi ajarkan pada
- Angka lekosit dalam    keluarga untuk cuci
batas tangan sebelum dan
   Normal sesudah kontak
- Vital sign dalam batas dengan klien
   normal 4. Gunakan teknik
septik dan
    aseptik dalam
perawatan klien
5. Pertahankan intake
nutrisi yang adekuat
6. Kaji adanya tanda- Mencegah
tanda infeksi terjadinya infeksi
7. Monitor vital sign lanjutan
8. Kelola terapi
antibiotika
Memberikan
NIC : Pencegahan perlindungan pada
infeksi klien tehadap
1. Monitor vital sign paparan
2. Monitor tanda-tanda mikroorganisme
infeksi penyebab infeksi
3. Monitor hasil Memastikan
laboratorium pengobatan yang
4. Manajemen diberikan sesuai
lingkungan program

5. Manajemen
pengobatan

Jenis Pemeriksaan Nilai


Respon buka mata (Eye Opening, E)
·      Respon spontan (tanpa stimulus/rangsang) 4
·      Respon terhadap suara (suruh buka mata) 3
·      Respon terhadap nyeri (dicubit) 2
·      Tida ada respon (meski dicubit) 1
Respon verbal (V)
·         Berorientasi baik 5
·         Berbicara mengacau (bingung) 4
·         Kata-kata tidak teratur (kata-kata jelas dengan substansi tidak jelas dan non- 3
kalimat, misalnya, “aduh… bapak..”)
·         Suara tidak jelas (tanpa arti, mengerang) 2
·         Tidak ada suara 1
Respon motorik terbaik (M)
·      Ikut perintah 6
·      Melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang 5
nyeri) 4
·      Fleksi normal (menarik anggota yang dirangsang) 3
·      Fleksi abnormal (dekortikasi: tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas
dada & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri) 2
·      Ekstensi abnormal (deserebrasi: tangan satu atau keduanya extensi di sisi
tubuh, dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri) 1
·      Tidak ada (flasid)

3. Rencana Perawatan

Diagnosa Tujuan dan


No Keperawatan kriteria hasil Intervensi

1 Perfusi jaringan tak NOC: Monitor Tekanan


efektif (spesifik 1. Status sirkulasi Intra Kranial
sere-bral) b.d aliran 2.  Perfusi jaringan 1.   Catat perubahan
arteri dan atau vena serebral Setelah respon klien terhadap
terputus, dengan dilakukan tindakan stimu-lus / rangsangan
batasan karak- keperawatan selama 2.   Monitor TIK klien
teristik: ….x 24 jam, klien dan respon neurologis
–          Perubahan mampu men-capai : terhadap aktivitas
respon motorik 1.  Status sirkulasi 3.   Monitor intake dan
–          Perubahan dengan indikator: output
status mental ·   Tekanan darah 4.   Pasang restrain, jika
–          Perubahan sis-tolik dan perlu
respon pupil diastolik dalam 5.   Monitor suhu dan
–          Amnesia rentang yang angka leukosit
retrograde (gang- diharapkan 6.   Kaji adanya kaku
guan memori) ·   Tidak ada kuduk
ortostatik hipotensi 7.   Kelola pemberian
·       Tidak ada antibiotik
tanda tan-da PTIK 8.   Berikan posisi
2.   Perfusi jaringan dengan kepala elevasi
serebral, dengan 30-40Odengan leher
indicator : dalam posisi netral
·       Klien mampu 9.   Minimalkan
berko-munikasi stimulus dari
dengan je-las dan lingkungan
sesuai ke-mampuan 10. Beri jarak antar
·       Klien tindakan keperawatan
menunjukkan untuk meminimalkan
perhatian, konsen- peningkatan TIK
trasi, dan orientasi 11. Kelola obat obat
·       Klien mampu untuk mempertahankan
mem-proses TIK dalam batas
informasi spesifik
·       Klien mampu Monitoring Neurologis
mem-buat keputusan (2620)
de-ngan benar 1.   Monitor ukuran,
·       Tingkat kesimetrisan, reaksi dan
kesadaran klien bentuk pupil
membaik 2.   Monitor tingkat
kesadaran klien
3.   Monitor tanda-tanda
vital
4.   Monitor keluhan
nyeri kepala, mual, dan
muntah
5.   Monitor respon
klien terhadap
pengobatan
6.   Hindari aktivitas
jika TIK meningkat
7.   Observasi kondisi
fisik klien
Terapi Oksigen (3320)
1.   Bersihkan jalan
nafas dari secret
2.   Pertahankan jalan
nafas tetap efektif
3.   Berikan oksigen
sesuai instruksi
4.   Monitor aliran
oksigen, kanul oksigen,
dan humidifier
5.   Beri penjelasan
kepada klien tentang
pentingnya pemberian
oksigen
6.   Observasi tanda-
tanda hipoventilasi
7.   Monitor respon
klien terhadap
pemberian oksigen
8.   Anjurkan klien
untuk tetap memakai
oksigen selama aktivitas
dan tidur

2 Nyeri akut b.d NOC: Manajemen nyeri


dengan agen injuri 1.  Nyeri terkontrol (1400)
fisik, dengan 2.  Tingkat Nyeri 1.   Kaji keluhan nyeri,
batasan 3. Tingkat lokasi, karakteristik,
karakteristik: kenyamanan onset/durasi, frekuensi,
–          Laporan Setelah dilakukan kualitas, dan beratnya
nyeri ke-pala secara asuhan keperawatan nyeri.
verbal atau non selama …. x 24 jam, 2.   Observasi respon
verbal klien dapat : ketidaknyamanan secara
–          Respon 1.  Mengontrol verbal dan non verbal.
autonom (perubahan nyeri, de-ngan 3.   Pastikan klien
vital sign, dilatasi indikator: menerima perawatan
pupil) –   Mengenal faktor- analgetik dg tepat.
–          Tingkah laku faktor penyebab 4.   Gunakan strategi
eks-presif (gelisah, –   mengenal onset komunikasi yang efektif
me-nangis, nyeri untuk mengetahui
merintih) –  Tindakan respon penerimaan klien
–          Fakta dari pertolongan non terhadap nyeri.
observasi farmakologi 5.   Evaluasi keefektifan
–          Gangguan –  Menggunakan penggunaan kontrol
tidur (mata sayu, anal-getik nyeri
menye-ringai, dll) –  Melaporkan 6.   Monitoring
gejala-gejala nyeri perubahan nyeri baik
kepada tim aktual maupun
kesehatan. potensial.
–          Nyeri 7.   Sediakan
terkontrol lingkungan yang
2. Menunjukkan nyaman.
tingkat nyeri, 8.   Kurangi faktor-
dengan indikator: faktor yang dapat
–   Melaporkan nyeri menambah ungkapan
–    Frekuensi nyeri nyeri.
–   Lamanya episode 9.   Ajarkan penggunaan
nyeri tehnik relaksasi sebelum
–   Ekspresi nyeri; atau sesudah nyeri
wa-jah berlangsung.
–  Perubahan 10. Kolaborasi dengan
respirasi rate tim kesehatan lain untuk
–   Perubahan memilih tindakan selain
tekanan darah obat untuk meringankan
–   Kehilangan nafsu nyeri.
makan 11. Tingkatkan istirahat
3. Tingkat yang adekuat untuk
kenyamanan, dengan meringankan nyeri.
indicator :  Manajemen
–   Klien melaporkan pengobatan (2380)
kebutuhan tidur dan 1.   Tentukan obat yang
istirahat tercukupi dibutuhkan klien dan
cara mengelola sesuai
dengan anjuran/ dosis.
2.   Monitor efek
teraupetik dari
pengobatan.
3.   Monitor tanda,
gejala dan efek samping
obat.
4.   Monitor interaksi
obat.
5.   Ajarkan pada klien /
keluarga cara mengatasi
efek samping
pengobatan.
6.   Jelaskan manfaat
pengobatan yg dapat
mempengaruhi gaya
hidup klien.
 Pengelolaan
analgetik (2210)
1.   Periksa perintah
medis tentang obat,
dosis & frekuensi obat
analgetik.
2.   Periksa riwayat
alergi klien.
3.   Pilih obat
berdasarkan tipe dan
beratnya nyeri.
4.   Pilih cara pemberian
IV atau IM untuk
pengobatan, jika
mungkin.
5.   Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgetik.
6.   Kelola jadwal
pemberian analgetik
yang sesuai.
7.   Evaluasi efektifitas
dosis analgetik,
observasi tanda dan
gejala efek samping,
misal depresi
pernafasan, mual dan
muntah, mulut kering,
& konstipasi.
8.   Kolaborasi dgn
dokter untuk obat, dosis
& cara pemberian yg
diindikasikan.
9.   Tentukan lokasi
nyeri, karakteristik,
kualitas, dan keparahan
sebelum pengobatan.
10. Berikan obat dengan
prinsip 5 benar
11. Dokumentasikan
respon dari analgetik
dan efek yang tidak
diinginkan

NOC:
NIC: Membantu
Perawatan diri :
perawatan diri klien
(mandi, Makan
Mandi  dan toiletting
Toiletting,
berpakaian) Aktifitas:
Setelah diberi 1.   Tempatkan alat-alat
motivasi perawatan mandi di tempat yang
selama ….x24  jam, mudah dikenali dan
ps mengerti cara mudah dijangkau klien
memenuhi ADL 2.   Libatkan klien dan
secara bertahap dampingi
sesuai kemam-puan, 3.   Berikan bantuan
dengan kriteria : selama klien masih
·     Mengerti secara mampu mengerjakan
seder-hana cara  sendiri
mandi, makan, NIC: ADL Berpakaian
toileting, dan
berpakaian serta Aktifitas:
Defisit self care b.d
mau mencoba se- 1.   Informasikan pada
de-ngan kelelahan, 
cara aman tanpa klien dalam memilih
3 nyeri
cemas pakaian selama
perawatan
2.   Sediakan pakaian di
tempat yang mudah
dijangkau
3.   Bantu berpakaian
yang sesuai
4.   Jaga privcy klien
5.   Berikan pakaian
pribadi yg digemari dan
sesuai
NIC: ADL Makan
1.   Anjurkan duduk dan
berdo’a bersama teman
2.   Dampingi saat
makan
·     Klien mau 3.   Bantu jika klien
berpartisipasi belum mampu dan beri
dengan senang hati contoh
tanpa keluhan dalam 4.   Beri rasa nyaman
memenuhi ADL saat makan

4 PK: peningkatan Setelah dilakukan 1.   Pantau tanda dan


tekan-an intrakranial tindakan gejala peningkatan TIK
b.d pro-ses desak keperawatan selama §  Kaji respon membuka
ruang akibat ….x 24 jam dapat mata, respon motorik,
penumpukan mencegah atau dan verbal, (GCS)
cairan / darah di meminimalkan §  Kaji perubahan tanda-
dalam otak komplikasi dari tanda vital
(Carpenito, 1999) peningkatan TIK, §  Kaji respon pupil
Batasan dengan kriteria : §  Catat gejala dan
karakteristik : ·     Kesadaran stabil tanda-tanda: muntah,
–          Penurunan (orien-asi baik) sakit kepala, lethargi,
kesadar-an (gelisah, ·     Pupil isokor, gelisah, nafas keras,
disori-entasi) gerakan tak bertujuan,
–          Perubahan diameter 1mm perubahan mental
motorik dan ·     Reflek baik 2.   Tinggikan kepala
persepsi sensasi ·     Tidak mual 30-40O jika tidak ada
–          Perubahan ·     Tidak muntah kontra indikasi
tanda vi-tal (TD 3.   Hindarkan situasi
meningkat, nadi atau manuver sebagai
kuat dan lambat) berikut:
–          Pupil §  Masase karotis
melebar, re-flek §  Fleksi dan rotasi leher
pupil menurun berlebihan
–          Muntah §  Stimulasi anal dengan
–          Klien jari, menahan nafas, dan
mengeluh mual mengejan
–          Klien §  Perubahan posisi
mengeluh yang cepat
pandangan kabur 4.   Ajarkan klien untuk
dan diplopia ekspirasi selama
perubahan posisi
5.   Konsul dengan
dokter untuk pemberian
pe-lunak faeces, jika
perlu
6.   Pertahankan
lingkungan yang tenang
7.   Hindarkan
pelaksanaan urutan
aktivitas yang dapat
meningkatkan TIK
(misal: batuk,
penghisapan,
pengubahan posisi,
meman-dikan)
8.   Batasi waktu
penghisapan pada tiap
waktu hingga 10 detik
9.   Hiperoksigenasi dan
hiperventilasi klien se-
belum dan sesudah
penghisapan
10. Konsultasi dengan
dokter tentang
pemberian lidokain
profilaktik sebelum
penghisapan
11. Pertahankan
ventilasi optimal
melalui posisi yang
sesuai dan penghisapan
yang teratur
12. Jika diindikasikan,
lakukan protokol atau
kolaborasi dengan
dokter untuk terapi obat
yang mungkin termasuk
sebagai berikut:
13. Sedasi, barbiturat
(menurunkan laju meta-
bolisme serebral)
14. Antikonvulsan
(mencegah kejang)
15. Diuretik osmotik
(menurunkan edema
serebral)
16. Diuretik non
osmotik (mengurangi
edema serebral)
17. Steroid
(menurunkan
permeabilitas kapiler,
membatasi edema
serebral)
18. Pantau status
hidrasi, evaluasi cairan
masuk dan keluar)
KATA PENGANTAR
BAB III
PENUTUP
 
A. Kesimpulan
Makalah ini menujukan hasil bahwa terdapat hubungan antara hasil CT scan dengan hasil
nilai GCS pada pasien cedera kepala.dimana hal ini dapat dipengaruhi oleh
efek buruk cedera kepala kerena melalui mekanisme langsung dan juga tidak langsung.
pengaruh secara langsung terjadi beberapa saat setelah trauma terjadi
sedangkan trauma secara tidak langsung merupakan cidera otak sekunder yang bias
terjadi beberapa jam setelah kejadian bahkan beberapa hari setelah penderita terpapar
trauma.cedera otak sekunder yang bisa terjadi setelah beberapa jam setelahkejidian
bahwa bebrapa hari setelah kejadian terpapar trauma.cedera otak sekunder
terjadi karena perubahan aliran darah ke otak dan juga terjadi peningkatan tekanan
intrakranial karena meningkatnya volume isi kepala.
B. Saran
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekeurangan pada makalah ini,oleh karena itu
penulis mengharapkan sekali kritik yang membangun bagi makalah ini agar penulis dapat
berbuat lebih baik lagi di kemudian harinya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca.
DAFTAR RUJUKAN

Arif Mansjoer, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Penerbit Media Aeusculapius FK-UI,


Jakarta

Doenges M.E. at al., 1992,  Nursing Care Plans,  F.A. Davis Company, Philadelphia

Hudak C.M., 1994,  Critical Care Nursing, Lippincort Company, Philadelphia.

Kuncara, H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &


Suddarth, EGC, Jakarta

Joane C. Mc. Closkey, Gloria M. Bulechek, 1996, Nursing Interventions Classification


(NIC), Mosby Year-Book, St. Louis

Marion Johnson, dkk, 2000, Nursing Outcome Classifications (NOC), Mosby Year-Book, St.


Louis

Marjory Gordon, dkk, 2001, Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2001-


2002,  NANDA

Anda mungkin juga menyukai