OLEH :
2212501010060
KONSEP DM
A. Pengertian
Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit yang mengancam kesehatan
masyarakat secara global. Diabetes mellitus ditandai dengan adanya peningkatan
kadar gula darah yang disebabkan oleh ketidakmampuan tubuh untuk memproduksi
insulin atau ketidakmampuan tubuh untuk menggunakan insulin dengan baik
(Agustiningrum & Kusbaryanto, 2019)
Diabetes mellitus merupakan sindroma gangguan metabolisme ditandai
dengan hiperglikemi kronik akibat defisiensi sekresi insulin ataupun berkurangnya
efektifitas biologis dari insulin, disertai dengan berbagai kelainan komplikasi pada
organ mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah (Rendy & Margareth, 2012).
Diabetes merupakan penyakit tidak menular dan menjadi penyebab kematian
tertinggi di dunia. Penyakit ini menyebabkan berkurangnya produktivitas kerja dan
kualitas hidup penderitanya akibat adanya komplikasi. Diabetes mellitus tipe 2
merupakan jenis diabetes yang paling umum dimana tubuh tidak mampu
memproduksi atau menggunakan insulin, disebut juga resistensi insulin yang
berlangsung seumur hidup (Marasabessy, dkk, 2020).
B. Etiologi
Penyebab DM tipe 2 belum diketahui secara pasti penyebabnya, diperkirakan
faktor genetik menjadi penyebab terjadinya retensi insulin pada pasien DM. Akibat
dari gabungan dari abnormalitas komplek insulin dan sistem transport glukosa. Kadar
glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan
sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi
mempertahankan euglikemia. Faktor-faktor resiko yang berhubungan dengan proses
terjadinya diabetes tipe II, yaitu: Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada
usia diatas 65 tahun), obesitas, riwayat keluarga, dan kelompok etnik (Rendy, 2012).
C. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang serig dijumpai pada pasien DM menurut Bararah dan
Jauhar (2013) yaitu:
a. Poliuria (peningkatan pengeluaran urin), Polidipsia (peningkatan rasa haus) dan
Polifagia (peningkatan rasa lapar) diakibatkan habisnya cadangan gula didalam
tubuh meskipun kadar gula darah tinggi.
b. Peningkatan infeksi akibat penurunanprotein sebagai bahan pembentukan
antibodi, peningkatan konsentrasi glukosa disekresi mucus, gangguan fungsi
imun, dan penurunan aliran darah pada penderita diabetes kronik.
c. Rasa lelah dan kelemahan otot
d. Kelainan kulit, yaitu kelainan kulit gatal-gatal diketiak dan dibawah payudara,
biasanya akibat tumbuh jamur.
e. Kesemutan rasa baal akibat terjadinya neuropati, pada penderita DM regenerasi
sel persyarafan mengalami gangguan akibat kurangnya bahan dasar utama yang
berasal dari unsur protein.
f. Luka yang tidak sembuh-sembuh, Mata kabur
g. Pada DMT2, dapat terjadi penurunan berat badan secara cepat, mual, muntah, dan
nyeri pada lambung sebagai komplikasi diabetic ketoasidosis (komplikasi
diabetes saat tubuh memproduksi keton berlebih dalam darah).
h. Pada DMT2, dapat terjadi komplikasi jangka panjang seperti neuropati perifer
(lemah, mati rasa, nyeri disaraf), retinopati (komplikasi DM yang berpengaruh
pada mata), dan penyakit vaskuler perifer (Pembuluh drah menyempit dan aliran
ke kaki berkurang).
D. Pathway
E. Komplikasi
Kadar glukosa darah yang tidak terkontrol pada pasien DM tipe 2 akan
menyebabkan berbagai komplikasi. Komplikasi DM tipe 2 terbagi dua berdasarkan
lama terjadinya yaitu: komplikasi akut dan komplikasi kronik (PERKERNI, 2015)
1. Komplikasi akut
a. Ketoasidosis diabetik (KAD)
KAD merupakan komplikasi akut DM yang ditandai dengan peningkatan
kadar glukosa darah yang tinggi (300-600 mg/dL), disertai dengan adanya tanda
dan gejala asidosis dan plasma keton (+) kuat. Osmolaritas plasma meningkat
(300-320 mOs/mL) dan terjadi peningkatan anion gap (PERKENI, 2015).
b. Hiperosmolar non ketotik (HNK)
Pada keadaan ini terjadi peningkatan glukosa darah sangat tinggi (600-1200
mg/dL), tanpa tanda dan gejala asidosis, osmolaritas plasma sangat meningkat
(330-380 mOs/mL), plasma keton (+), anion gap normal atau sedikit meningkat
(PERKENI, 2015).
c. Hipoglikemia
Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah mg/dL.
Pasien DM yang tidak sadarkan diri harus dipikirkan mengalami keadaan
hipoglikemia. Gejala hipoglikemia terdiri dari berdebar-debar, banyak keringat,
gementar, rasa lapar, pusing, gelisah, dan kesadaran menurun sampai koma
(PERKENI, 2015).
2. Komplikasi kronik
Komplikasi jangka panjang menjadi lebih umum terjadi pada pasien DM saat
ini sejalan dengan penderita DM yang bertahan hidup lebih lama. Penyakit DM
yang tidak terkontrol dalam waktu yang lama akan menyebabkan terjadinya
komplikasi kronik. Kategori umum komplikasi jangka panjang terdiri dari:
a. Komplikasi makrovaskular
Komplikasi makrovaskular pada DM terjadi akibat aterosklerosis dari
pembuluh-pembuluh darah besar, khususnya arteri akibat timbunan plak ateroma.
Makroangiopati tidak spesifik pada DM namun dapat timbul lebih cepat, lebih
sering terjadi dan lebih serius. Telah terbukti secara epidemiologi bahwa
hiperinsulinemia merupakan suatu factor resiko mortalitas kardiovaskular dimana
peninggian kadar insulin dapat menyebabkan terjadinya risiko kardiovaskular
menjadi semakin tinggi. Kadar insulin puasa > 15 mU/mL akan meningkatkan
risiko mortalitas koroner sebesar 5 kali lipat. Makroangiopati, mengenai pembuluh
darah besar antara lain adalah pembuluh darah jantung atau penyakit jantung
koroner, pembuluh darah otak atau stroke, dan penyakit pembuluh darah.
Hiperinsulinemia juga dikenal sebagai faktor aterogenik dan diduga berperan
penting dalam timbulnya komplikasi makrovaskular (Smeltzer dan Bare, 2015).
b. Komplikasi mikrovaskular
Komplikasi mikrovaskular terjadi akibat penyumbatan pada pembuluh darah
kecil khususnya kapiler yang terdiri dari retinopati diabetik dan nefropati diabetik.
Retinopati diabetic dibagi dalam 2 kelompok, yaitu retinopati non proliferatif dan
retinopati proliferatif. Retinopati non proliferatif merupakan stadium awal dengan
ditandai adanya mikroaneurisma, sedangkan retinopati proliferatif, ditandai
dengan adanya pertumbuhan pembuluh darah kapiler, jaringan ikat dan adanya
hipoksia retina. Seterusnya, nefropati diabetik adalah gangguan fungsi ginjal
akibat kebocoran selaput penyaring darah. Nefropati diabetic ditandai dengan
adanya proteinuria persisten (>0,5 gr/24 jam), terdapat retinopati dan hipertensi.
Kerusakan ginjal yang spesifik pada DM mengakibatkan perubahan fungsi
penyaring, sehingga molekul-molekul besar seperti protein dapat masuk ke dalam
kemih (albuminuria). Akibat dari nefropati diabetik tersebut dapat menyebabkan
kegagalan ginjal progresif dan upaya preventif pada nefropati adalah kontrol
metabolisme dan kontrol tekanan darah (Smeltzer dan Bare, 2015)
c. Neuropati
Diabetes neuropati adalah kerusakan saraf sebagai komplikasi serius akibat
DM. Komplikasi yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer, berupa
hilangnya sensasi distal dan biasanya mengenai kaki terlebih dahulu, lalu ke bagian
tangan. Neuropati berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi. Gejala
yang sering dirasakan adalah kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri, dan lebih
terasa sakit di malam hari. Setelah diagnosis DM ditegakkan, pada setiap pasien
perlu dilakukan skrining untuk mendeteksi adanya polineuropatidistal. Apabila
ditemukan adanya polineuropati distal, perawatan kaki yang memadai akan
menurunkan risiko amputasi. Semua penyandang DM yang disertai neuropati
perifer harus diberikan edukasi perawatan kaki untuk mengurangi risiko ulkus kaki
(PERKENI, 2015).
F. Pemeriksaan Penunjang
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni,2011), menjelaskan bahwa
pemeriksaan penunjang atau diagnosis klinis DM ditegakkan bila ada gejala khas
DM berupa polyuria ,polydipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak
dapat dijelaskan penyebabnya. Jika terdapat gejala khas, maka pemeriksaan dapat
dilakukan, yaitu:
a. Pemeriksaan Glukosa Darah Sewaktu (GDS)≥200mg/dldiagnosis DM sudah
dapat ditegakkan.
b. Pemeriksaan Glukosa Darah Puasa (GDP)≥126mg/dl juga dapat digunakan
untuk pedoman diagnosis DM.
c. Pemeriksaan Hemoglobin A1c (HbA1C) merupakan pemeriksaan tunggal yang
sangat akurat untuk menilai status glikemik jangka panjang dan berguna pada
semua tipe penyandang DM. Pemeriksaan ini bermanfaat bagi pasien yang
membutuhkan kendaliglikemik. Pemeriksaan HbA1c dianjurkan untuk dilakukan
secara rutin pada pasien DM. Pemeriksaan pertama untuk mengetahui keadaan
glikemik pada tahap awal penanganan, pemeriksaan selanjutnya
merupakan pemantauan terhadap keberhasilan pengendalian.
Untuk pasien tanpa gejala khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah abnormal
satu kali saja belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM. Diperlukan
investigasi lebih lanjut yaitu:
1) Pemeriksaan GDP≥126mg/dl, GDS≥200mg/dl pada hari yang lain.
2) Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) ≥ 200mg/dl.
G. Penatalaksanaan
1) Nonfarmokologi
Penatalaksaan nonfarmakologi mengacu pada pilar manajemen diabetes mellitus
yaitu edukasi kesehatan, pengaturan diet dan latihan jasmani. Pengaturan diet
meliputi persentase karbohidrat untuk pasien DMT2 adalah sebesar 45-65%, asupan
lemak sekitar 20-25%, dan protein 10-25%. Anjuran latihan jasmani secara teratur
(sebanyak 3-4 kali dalam satu minggu selama 30 menit) merupakan salah satu pilar
dalam pengelolaan DMT2.
2) Farmakologi
Terapi farmakologi meliputi obat hipoglikemikoral (OHO) dan suntikan insulin.
Terapi oral terdiri dari golongan: 1) Sulfonilurea: glimepiride, 2) Glinid, 3)
Metformin, 4) Glukosidase alfa inhibitor, 5) Tiazolidindion, DPP4-inhibitor, 6)
Increatin analog, dan 7) SLGT-2 inhibitor. Terapi primer pada DMT2 adalah
penurunan berat badan, olahraga untuk meningkatkan efektifitas insulin, dan
penggunaan OHO dapat digunakan bila olahraga dan diet tidak dapat mengontrol
gula darah. Terapi insulin dapat diberikan pada kondisi akut.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Defisit nutrisi berhubungan dengan penurunan nafsu makan
b. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan resistensi insulin
c. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
sirkulasi darah ke perifer.
d. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan gangguan sirkulasi/proses
penyakit (diabetes mellitus).
e. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis.
f. Risiko cedera berhubungan dengan penurunan sensori (tidak mampu melihat).
3. Intervensi Keperawatan
NOC NIC
(TUJUAN DAN (INTERVENSI)
KRITERIA)
Edukasi
1. Anjurkan makan dengan posisi
duduk, jika mampu
2. Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian meditasi
sebelum makan
2. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrisi yang
dibutuhkan.
Edukasi :
1. Anjurkan menghindari
olahraga saat kadar gula
darah lebih dari 250 mg/Dl
2. Anjurkan monitor kadar
glukosa darah secara mandiri
3. Anjurkan kepatuhan
terhadap diet dan olahraga
3. Ajarkan indikasi dan
pentingnya pengujian keton
urine, jika perlu
4. Ajarkan pengelolan diabetes
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian insulin
2. Kolaborasi pemberian cairan
IV
3. Kolaborasi pemberian kalium,
jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan menggunakan
pelembab
2. Anjurkan minum air yang
cukup
3. Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
4. Anjurkan meningkatkan asupan
buah dan sayur
5. Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun
secukupnya
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat
topical dan pelembab kulit jika
diperlukan
DAFTAR PUSTAKA