Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN DIABETES MELITUS TIPE II

OLEH:
MAHASISWI

NAMA : FERENSINA SELAN


NIM : PO. 530320119117
PRODI : D3 KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KUPANG

PRODI D-III KEPERAWATAN

2022/2023
A. Konsep Diabetes Melitus Tipe II
a. Definisi
Diabetes mellitus (DM) Tipe II adalah penyakit Hiperglikemia akibat
insensitivitas sel-sel terhadap insulin. Kadar insulin mungkin sedikit menurun
atau berada dalam rentang normal. Karena insulin tetap dihasilkan oleh sel-sel
beta pankreas, maka diabetes mellitus tipe II dianggap sebagai non insulin
(PERKENI, 2015 dan ADA, 2017).
Diabetes Mellitus tipe II adalah kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin, atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada DM berhubungan
dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ
tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah (Hermayudi
dan Ariani,2017).
Diabetes melitus tipe 2 (DM tipe 2) atau disebut sebagai Non
InsulinDependent Diabetes Melitus (NIDDM) merupakan salah satu tipe DM
akibat dari insensitivitas sel terhadap insulin (resistensi insulin) serta defisiensi
insulin relatif yang menyebabkan hiperglikemia (American Diabetes
Association, 2017).
b. Etiologi
Mellitus tipe II disebabkan oleh kegagalan relatif sel dan resistensi
insulin. Resisten Insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk
merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk
menghambat produksi glukosa oleh hati. Hal ini mengakibatkan terjadinya
hiperglikemia kronik dan dalam jangka panjang dapat terjadi komplikasi yang
serius.
Secara keseluruhan gangguan ini bersifat merusak dan memburuk secara
progresif dengan berjalannya waktu (Raymond, 2016). Sel ᵦ yang tidak
mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi
defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya
sekresi insulin pada ransangan glukosa, keadaan inilah yang menyebabkan
adanya keterlambatan sekresi insulin yang cukup untuk menurunkan kadar
glukosa postprandial pada jaringan perifer seperti jaringan lemak dan jaringan
otot (Raymond, 2016).
c. Klasifikasi
a) DM Tipe 1
DM tipe 1 atau disebut juga sebagai Insulin Dependent Diabetes
Mellitus (IDDM) merupakan keadaan dimana penderita DM sangat
bergantung pada insulin. Pada DM tipe 1 pankreas tidak dapat
memproduksi insulin atau insulin yang diproduksi kurang, hal tersebut
mengakibatkan penderita memerlukan suntikan insulin dari luar. DM
tipe 1 merupakan penyakit autoimun, yaitu penyakit yang disebabkan
oleh gangguan sistem imun atau kekebalan tubuh pasien sehingga
mengakibatkan rusaknya sel – sel dalam pankreas yang merupakan
tempat memproduksi insulin (Tandra, 2017).
b) DM Tipe 2
DM tipe 2 adalah kondisi dimana pankreas masih bisa memproduksi
insulin, tetapi kualitas insulinnya buruk, tidak dapat berfungsi dengan
baik sebagai kunci untuk memasukkan gula ke dalam sel. Akibatnya,
gula dalam darah meningkat. Kemungkinan lain timbulnya diabetes
adalah sel- sel jaringan tubuh dan otot tidak peka atau resisten terhadap
insulin (resistensi insulin) sehingga gula tidak dapat masuk ke dalam
sel dan akhirnya tertimbun dalam perdedaran darah. Sekitar 90-95%
penderita diabetes adalah diabetes tipe 2. DM ini bisa dicegah dengan
upaya preventif, yaitu mengendalikan faktorfaktor risiko penyebab DM
(Tandra,2017).
c) Diabetes gestational
Gestational Diabetes Mellitus (GDM) adalah diabetes yang
didiagnosis selama kehamilan dengan ditandai dengan hiperglikemia
(kadar glukosa darah di atas normal). Wanita dengan diabetes
gestational memiliki peningkatan risiko komplikasi selama kehamilan
dan saat melahirkan, serta memiliki risiko diabetes tipe 2 yang lebih
tinggi di masa depan (Tandra, 2017)
DM Tipe lainnya
d) DM tipe lain atau diabetes sekunder adalah diabetes sebagai akibat dari
penyakit lain. Diabetes sekunder muncul setelah adanya suatu penyakit
yang mengganggu produksi insulin atau memengaruhi kerja insulin
(Tandra,2017). Faktor risiko timbulnya DM adalah hal- hal yang bisa
menimbulkan risiko terjadinya DM, antara lain keturunan, ras,
obesitas, dan sindrom metabolik (Tandra,2017). Dari faktor- faktor
tersebut, obesitas dan sindroma metabolik merupakan faktor yang
dapat dikendalikan.
d. Patofisiologi
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan
dengan insulin. Pada diabetes mellitus tipe II jumlah insulin kurang
(Defisiensi Insulin) dan jumlah reseptor insulin dipermukaan sel berkurang.
Sehingga jumlah glukosa yang masuk ke dalam sel berkurang (Resistensi
insulin). Keadaan ini menyebabkan sebagian besar glukosa tetap berada dalam
sirkulasi darah sehingga terjadi hiperglikemia. Ginjal tidak dapat menahan
keadaan hiperglikemi ini, karena ambang batas reabsorpsi ginjal untuk gula
darah adalah 180 mg/dL bila melebihi ambang batas ini, ginjal tidak bisa
menyaring dan mereabsorpsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehingga
kelebihan glukosa dalam tubuh dikeluarkan bersama dengan urin yang disebut
dengan glukosuria.
Glukosuria menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang ditandai
dengan pengeluaran urin yang berlebihan (poliuria). Poliuria pada pasien DM
mengakibatkan terjadinya dehidrasi intraseluler. Hal ini merangsang pusat
haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus sehingga pasien
akan banyak minum (Polidipsia). Glukosa yang hilang melalui urin dan
resistensi insulin menyebabkan kurangnya glukosa yang akan diubah menjadi
energi sehingga menimbulkan rasa lapar yang menyebabkan pasien DM
banyak makan (Polifagia) sebagai kompensasi terhadap kebutuhan energi,
pasien akan merasa mudah lelah dan mengantuk jika tidak ada kompensasi
terhadap kebutuhan energi.
Menurunnya transport glukosa ke sel menyebabkan terjadinya
katabolisme glikogen, lemak dan protein yang menyebabkan pasien DM
sering mengalami kelelahan dan kelemahan otot, terlalu banyak pemecahan
lemak dapat meningkatkan produksi keton yang menyebabkan peningkatan
keasaman darah (Asidosis). Defisiensi insulin mempengaruhi sintesis protein
menyebabkan penurunan anabolisme protein sehingga menurunkan sistem
kekebalan tubuh dan meningkatkan resiko infeksi pada pasien dengan diabetes
melitus.
Keadaan hiperglikemia dapat juga menyebabkan peningkatan viskositas
darah dan angiopati diabetik sehingga suplai O2 dan nutrisi ke jaringan akan
berkurang menyebabkan terjadinya komplikasi kronik diabetik,
mikroangiopati dan makroangiopati. Terjadinya komplikasi pada pasien
diabetes melitus dipengaruhi oleh dua hal, ketidaktahuan pasien dalam
pencegahan maupun perawatan dan ketidakpatuhan pasien dalam menjalankan
terapi yang dibeikan oeh tenaga kesehatan, seperti diit, latihan fisik,
pengobatan dan monitoring kadar glukosa darah (Anggit, 2017), (Brunner &
Suddart, 2015), (Nanda NIC NOC, 2015) dan (Rohmawardani, 2018).
e. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala pasien DM dibagi menjadi dua macam yaitu gejala
kronik dan gejala akut serta munculnya ulkus diabetic, yaitu :
a) Gejala akut yang timbul pada pasien DM berupa :
1) Pasien akan banyak mengkonsumsi makanan
2) Pasien akan banyak mengkonsumsi minum
3) Pasien akan lebih sering buang air kecil Apabila gejala tersebut
tidak segera ditangani maka akan timbul gejala lain seperti
menurunnya nafsu makan pasien dan berat badan akan turun,
mudah merasa lelah, pada keadaan tertentu pasien akan koma.
b) Gejala kronis yang muncul antara lain :
1) Pasien biasanya akan mengeluh kesemutan
2) Kulit pasien akan terasa panas
3) Kulit pasien terasa tebal
4) Mengalami kram
5) Cepat mengantuk
6) Pandangan pasien kabur
7) Gigi mudah goyang dan sering lepas
8) Pada wanita hamil kemungkinan terburuknya dalah keguguran
dan prematuritas
c) Luka diabetic
Luka diabetic atau sering biasa disebut ulkus diabetik luka yang
disebabkan karena pulsasi pada bagian arteri distal.
f. Komplikasi
a) Komplikasi Akut
1) Hipoglikemia, yaitu kadar gula dalam darah berada dibawah
nilai normal < 50 mg/dl
2) Hiperglikemia, yaitu suatu keadaan kadar gula dalam darah
meningkat secara tiba – tiba dan dapat berkembang menjadi
metabolisme yang berbahaya
b) Komplikasi Kronis
1) Komplikasi makro vaskuler, yang biasanya terjadi pada pasien
DM adalah pembekuan darah di sebagian otak, jantung
koroner, stroke, dan gagal jangung kongestif.
2) Komplikasi mikro vaskuler, yang biasanya terjadi pada pasien
DM adalah nefropati, diabetik retinopati (kebutaan), neuropati,
dan amputasi (Perkeni, 2015).
g. Penatalaksanaan
a) Edukasi
Tim kesehatan mendampingi pasien dalam perubahan perilaku sehat
yang memerlukan partisipasi efektif dari klien dan keluarga klien.
Tujuan utama dari pemberian edukasi pada pasien DM dan juga pada
keluarga adalah harapan diamana pasien dan keluarga akan mengerti
bagaimana cara penanganan yang tepat dilakukan pada pasien DM.
Edukasi pada pasien bisa dilakukan meliputi pemantauan kadar gula
darah, perawatan luka, kepatuhan dalam pengansumsian obat,
peningkatan aktivitas fisik, pengurangan asupan kalori dan juga
pengertian serta komplikasi dari penyakit tersebut (Suzanna, 2014)
b) Terapi Gizi
Medis Pasien DM harus mampu memenuhi prinsip 3J pada dietnya,
meliputi (jumlah makanan yang dikonsumsi, jadwal diet yang ketat dan
juga jenis makanan apa yang dianjurkan dan pantangan makannya)
(Rendy, 2012).
c) Olahraga
Olahraga secara teratur 3-4x dalam seminggu kurang lebih 30 menit
(Suzanna, 2014).
d) Intervensi farmakologis
Berupa pemberian obat Hipoglikemik oral (sulfonilurea,
biguanid/metformin, inhibitor alfa glukosidase dan insulin) (Ernawati,
2013).
h. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang untuk DM dilakukan pemeriksaan glukosa
darah sewaktu, kadar glukosa darah puasa, kemudian dilanjutkan dengan Tes
Toleransi Glukosa Oral standar. Untuk kelompok resiko tinggi DM, seperti
usia dewasa tua, tekanan darah tinggi, obesitas, riwayat keluarga, dan
menghasilkan hasil pemeriksaan negatif, perlu pemeriksaan penyaring setiap
tahun. Bagi pasienberusia tua tanpa faktor resiko pemeriksaan penyaring dapat
dilakukan setiap 3 tahun (Yunita, 2015).
Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau DM,
maka dapat digolongkan ke dalam kelompok prediabetes yang meliputi:
toleransi glukosa terganggu (TGT), glukosa darah puasa terganggu (GDPT).
Pertama Glukosa darah puasa terganggu (GDPT): Hasil pemeriksaan glukosa
plasma puasa antara 100-125 mg/dl dan pemeriksaan TTGO glukosa plasma 2
jam setelah TTGO antara 140- 199 mg/dl Diagnosis prediabetes dapat juga
ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan HbA1c 5,7-6,4%.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Pengkajian merupakan pengumpulan informasi subjektif dan objektif (mis:
tanda-tanda vital, wawancara pasien/keluarga, pemeriksaan fisik dan
peninjauan informasi riwayat pasien pada rekam medic (NANDA, 2018).
a) Identitas Klien
b) Di identitas klien meliputi nama, usia, jenis kelamin, agama, status
perkawinan, tanggal MRS dan diagnosa medis
c) Riwayat kesehatan
1) Keluhan Utama
Pada pasien dengan diabetes melitus biasanya akan merasakan
badannya lemas dan mudah mengantuk terkadang juga muncul
keluhan berat badan turun dan mudah merasakan haus. Pada
pasien diabetes dengan ulkus diabetic biasanya muncul luka
yang tidak kunjung sembuh.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Pasien biasanya merasakan nyeri, merasakan paresthesia
ekstremitas bawah, luka yang susah untuk sembuh, turgor kulit
jelek, mata cekung, nyeri kepala, mual dan muntah, kelemahan
otot, letargi, mengalami kebingungan dan bisa terjadi koma.
3) Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya hipertensi dan penyakit jantung. Gejala yang muncul
pada pasien DM tidak terdeteksi, pengobatan yang di jalani
berupa kontrol rutin ke dokter maupun instansi kesehatan
terdekat.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Muncul akibat adanya keturunan dari keluarga yang menderita
penyakit DM.al MRS, dan diagnosa medis.
d) Pengkajian Pola Sehari – hari
1) Pola persepsi
Persepsi pasien ini biasanya akan mengarah pada pemikiran
negative terhadap dirinya yang cenderung tidak patuh berobat
dan perawatan.
2) Pola nutrisi metabolik
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya kurang
insulin maka kadar gula darah tidak bisa dipertahankan
sehingga menyebabkan keluhan sering BAK, banyak makan,
banyak minum, BB menurun dan mudah lelah. Keadaan
tersebut dapat menyebabkan terjadinya gangguan nutrisi dan
metabolisme yang mempengaruhi status kesehatan.
3) Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis
osmotik yang menyebabkan pasien sering kencing (poliuri)
dan pengeluaran glukosa pada urine (glukosuria). Pada
eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.
4) Pola aktivitas dan latihan
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan
istirahat dan tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan
aktivitas dan bahkan sampai terjadi koma. Adanya luka
gangren dan kelemahan otot – otot pada tungkai bawah
menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas
sehari-hari secara maksimal, penderita mudah mengalami
kelelahan.
5) Pola tidur dan istirahat
Istirahat kurang efektif adanya poliuri, nyeri pada kaki
diabetic, sehingga klien mengalami kesulitan tidur.
6) Kognitif persepsi
Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati/mati
rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri.
Pengecapan mengalami penurunan, gangguan penglihatan .
7) Persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan
menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran
diri. Luka yang sukar sembuh, lamanya perawatan, banyaknya
biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien
mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga (self
esteem)
8) Peran hubungan
Luka gangren yang susah sembuh dan berbau menjadikan
penderita kurang percaya diri dan menghindar dari keramaian.
9) Seksualitas
Menyebabkan gangguan kualitas ereksi, gangguan potensi
seks, adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme
menurun dan terjadi impoten pada pria risiko lebih tinggi
terkena kanker prostat berhubungan dengan nefropati.
10) Koping toleransi
Waktu peraatan yang lama, perjalanan penyakit kronik, tidak
berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis
yang negatif seperti marah, cemas,mudah tersinggung, dapat
mengakibatkan penderita kurang mampu menggunakan
mekanisme koping yang konstruktif/adaptif.
11) Nilai keprercayaan
Perubahan status kesehatan, turunnya fungsi tubuh dan luka
pada kaki tidak menghambat penderita dalam melakukan
ibadah tetapi mempengaruhi pola ibadahnya.
e) Pemeriksaan fisik
1) Status kesehatan umum : meliputi keadaan penderita yang
sering muncul adalah kelemahan fisik.
2) Tingkat kesadaran : normal, letargi, stupor, koma (tergantung
kadar gula yang dimiliki dan kondisi fisiologis untuk
melakukan kompensasi kelebihan kadar gula dalam darah)
3) Tanda-tanda vital
 Tekanan darah (TD) : biasanya mengalami hipertensi
dan juga ada yang mengalami hipotensi.
 Nadi (N) : biasanya pasien DM mengalami takikardi
saat beristirahat maupun beraktivitas.
 Pernapasan (RR) : biasanya pasien mengalami takipnea
 Suhu (S) : biasanya suhu tubuh pasien mengalami
peeningkatan jika terindikasi adanya infeksi.
 Berat badan : pasien DM biasanya akan mengalami
penuruan BB secara signifikan pada pasien yang tidak
mendapatkan terapi dan terjadi peningkatan BB jika
pengobatan pasien rutin serta pola makan yang
terkontrol.
4) Kepala dan leher
 Wajah : kaji simetris dan ekspresi wajah, antara lain
paralisis wajah (pada klien dengan komplikasi stroke).
 Mata : kaji lapang pandang klien, biasanya pasien
mengalami retinopati atau katarak, penglihatan kabur,
dan penglihatan ganda (diplopia).
 Telinga : pengkajian adakah gangguan pendengaran,
apakah telinga kadang-kadang berdenging, dan tes
ketajaman pendengaran dengan garputala atau bisikan.
 Hidung : tidak ada pembesaran polip dan tidak ada
sumbatan, serta peningkatan pernapasan cuping hidung
(PCH).
 Mulut:
 Bibir : sianosis (apabila mengalami asidosis
atau penurunanperfusi jaringan pada stadium
lanjut).
 Mukosa : kering, jika dalam kondisi dehidrasi
akibat diuresis osmosis.
 Pemeriksaan gusi mudah bengkak dan berdarah,
gigi mudah goyah.
 Leher : pada inspeksi jarak tampak distensi vena
jugularis, pembesaran kelenjar limfe dapat muncul
apabila ada infeksi sistemik
5) Thorax dan paru-paru
 Inspeksi : bentuk dada simetris atau asimetris, irama
pernapasan, nyeri dada, kaji kedalaman dan juga suara
nafas atau adanya kelainan suara nafas, tambahan atau
adanya penggunaan otot bantu pernapasan.
 Palpasi : lihat adnya nyeri tekan atau adanya massa.
 Perkusi : rasakan suara paru sonor atau hipersonor.
 Auskultasi : dengarkan suara paru vesikuler atau
bronkovesikuler.
Gejala : merasa kekurangan oksigen, batuk dengan
atau tanpa sputum purulent (tergantung adanya infeksi
atau tidak) Tanda : frekuensi pernapasan meningkat
dan batuk
6) Abdomen
 Inspeksi : amati bentuk abdomen simetris atau
asimetris.
 Auskultasi : dengarkan apakah bising usus meningkat.
 Perkusi : dengarkan thympany atau hiperthympany.
 Palpasi : rasakan adanya massa atau adanya nyeri
tekan.
7) Integumen
 Kulit : biasanya kulit kering atau bersisik
 Warna : tampak warna kehitaman disekitar luka karena
adanya gangren, daerah yang sering terpapar yaitu
ekstremitas bagian bawah.
 Turgor : menurun karena adanya dehidrasi
 Kuku : sianosis, kuku biasanya berwarna pucat
 Rambut : sering terjadi kerontokan karena nutrisi yang
kurang.
8) Sirkulasi
Gejala : adanya riwayat hipertensi, klaudikasi, kebas, dan
kesemutan pada ektremitas, ulkus pada kaki dan penyembuhan
lama.
Tanda : adanya takikardia, perubahan tekanan darah postural,
hipertensi, disritmia.
9) Genetalia : adanya perubahan pada proses berkemih, atau
poliuria, nokturia, rasanyeri seperti terbakarpada bagian organ
genetalia, kesulitan berkemih (infeksi).
10) Neurosensori : terjadi pusing, pening, sakit kepala, kesemutan,
kebas pada otot. Tanda : disorientasi; mengantuk, letargi,
stupor/koma (tahap lanjut)
b. Diagnosa keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah tahap kedua dalam proses keperawatan
dimana merupakan penialain klinis terhadap kondisi individu, keluarga, atau
komunitas baik yang bersifat actual, resiko, atau masih merupakan gejala.
Diagnose keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons
klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik
berlangsung actual maupun potensial (PPNI, 2016).
Penilaian ini berdasarkan pada hasil analisis data pengkajian dengan
cara berpikir kritis. Diagnosa yang ditegakkan dalam masalah ini ialah
kesiapan peningkatan manajemen kesehatan (Debora, 2017).
a) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan nekrosis kerusakan
jaringan (nekrosis luka ganggrene).
b) Ketidapatuhan berhubungan dengan masalah kesehatan menetap atau
meningkat
c. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa SLKI SIKI


Keperawatan
1 Gangguan integritas Setelah dilakukan Perawatan Luka
kulit b d nekrosis tindakan keperawatan, (I.14564)
kerusakan jaringan diharapkan integritas Observasi:
(nekrosis luka ) kulit meningkat dengan - Monitor
kriteria hasil : karekteristik
1) Perfusi jaringan luka(mis,
meningkat drainase, warna,
2) Kerusakan ukuran, bau)
jaringan - Monitir tanda-
menurun tanda infeksi
3) Kerusakan Terapeutik :
lapisan kulit - Lepaskan
menurun balutan dan
4) Kemerahan plester secara
menurun perlahan
5) Tekstur - Cukur rambut di
membaik sekitar daerah
luka, jika perlu
- Bersihkan
dengan cairan
NACL atau
pembersih non
toksik,sesuai
kebutuhan
- Bersihkan
jaringan nekrotik
- Berika salep
yang sesuai di
kulit /lesi, jika
perluPasang
balutan sesuai
jenis luka
- Pertahan kan
teknik seteril
saaat perawatan
luka
- Ganti balutan
sesuai jumlah
eksudat dan
drainase
- Jadwalkan
perubahan posisi
setiap dua jam
atau sesuai
kondisi pasien
- Berika diet
dengan kalori
30-35
kkal/kgBB/hari
dan protein1,25-
1,5 g/kgBB/hari
- Berikan
suplemen
vitamin dan
mineral (mis
vitamin
A,vitamin
C,Zinc,Asam
amino),sesuai
indikasi
- Berikan terapi
TENS(Stimulasi
syaraf
transkutaneous), 
jika perlu
Edukasi :
- Jelaskan tandan
dan gejala
infeksi
- Anjurkan
mengonsumsi
makan tinggi
kalium dan
protein
- Ajarkan
prosedur
perawatan luka
secara mandiri
Kolaborasi
- Kolaborasi
prosedur
debridement(mis
: enzimatik
biologis
mekanis,autoloti
k), jika perlu
- Kolaborasi
pemberian
antibiotik, jika
perlu

2 Ketidakpatuhan Setelah dilakukan - Melakukan


berhubungan asuhan keperawatan, observasi
dengan masalah diharapkan klien dapat tentang
kesehatan menetap mematuhi kepatuhan bagaimana
atau meningkat diet. Dengan kriteria pasien memilih
hasil: makanan
1) Mengikuti - Mengajarkan
program edukasi pasien tentang
yang dianjurkan nama-nama
2) Mengikuti diet makanan yang
yang disarankan sesuai dengan
diet yang
disarankan
- Menyediakan
contoh menu
makanan yang
sesuai diet
- Memberi
penjelasan pada
pasien tentang
tujuan kepatuhan
terhadap diet yag
disarankan
terkait dengan
kesehatan pasien
memberi
informasi pada
pasien tentang
jangka waktu.

d. Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan
oleh perawat maupun tenaga medis lain untuk membantu pasien dalam proses
penyembuhan dan perawatan serta masalah kesehatan yang dihadapi pasien
yang sebelumnya disusun dalam rencana keperawatan (Nursalam, 2015).
e. Evaluasi
Menurut Nursalam (2016), evaluasi keperawatan terdiri dari dua jenis yaitu:
a) Evaluasi Formatif Evaluasi ini disebut evaluasi berjalan dimana
evaluasi dilakukan sampai dengan tujuan tercapai.
b) Evaluasi Sumatif Evaluasi akhir dimana dalam metode evaluasi ini
menggunakan SOAP (Subjektif, Objektif, Assessment, dan
Perencanaan).
DAFTAR PUSTAKA

Anggit, Y. (2017). Gambaran Klinis Pasien Dengan Diabetes Mellitus. Published Tesis For
Ist Degree Ini Health Sciences.

Henny Purwandari, Siti Nur Susanti. (2017). “Hubungan Kepatuhan Diet Dengan Kualitas
Hidup Pada Penderita DM Di Poli Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Kertosono”.
STRADA Jurnal Ilmiah Kesehatan p-ISSN: 2252-3847 Vol. 6 No. 2 Desember 2017 e-ISSN:
2614-350X

NANDA, (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Jakarta : ECG.

PERKENI. (2015). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 Di


Indonesia. Jakarta : PB Perkeni.

PPNI DPP SDKI Pokja Tim, 2018. Standar Diagnosia Keperawatan Indonesia Edisi 1 :
Jakarta: DPP

PPNI PPNI DPP SIKI Pokja Tim, 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi 1 :
Jakarta: DPP

PPNI PPNI DPP SLKI Pokja Tim, 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1 :
Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai