Anda di halaman 1dari 52

MAKALAH SEMINAR KEPERAWATAN LANSIA

Asuhan Keperawatan Gerontik Ny. A Dengan HIPERTENSI

Di Puskesmas Oebobo

OLEH

1. ARYANTI PUTRI D. MESA NIM: PO530320119107


2. EVITA I. WULANDARI BEDA NIM: PO530320119162
3. FRANSISKA R. NDAMANGGILIK NIM: PO530320119119
4. FIRA YULIANTY ALUMAN NIM: PO530320119165
5. MAURICIO A.M. De ARAUJO NIM: PO530320119180
6. NOVIANA TODO NIM: PO530320119135
7. RINA SURYARTI HENUKH NIM: PO530320119137
8. SINARREGAN T.S.GONSALVES NIM: PO530320119191
9. SIRILUS ALEXANDER MERE NIM: PO530320119143

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KUPANG


JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI D-III KEPERAWATAN
TAHUN 2022
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING

Asuhan Keperawatan Gerontik Ny. A Dengan HIPERTENSI

Di Puskesmas Oebobo

TELAH DISETUJUI

OLEH

PEMBIMBING KLINIK 1 PEMBIMBING KLINIK 2

Sri H. Ernawati.,S.Kep.,Ns Ns. Andarias R. R. S.Kep

PEMBIMBING INSTITUSI 1 PEMBIMBING INSTITUSI 2

Irfan,SKM,M.Kes Trifonia Sri Nurwela,S.Kep.,Ns.,M.Kes


KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat rahmat dan karunia-
Nyalah kita diberikan nikmat kesehatan sehingga kami diberikan kesempatan untuk dapat
menyelesaikan tugas seminar ini.

Dengan penuh rasa syukur kami ucapkan karena dapat menyelesaikan tugas kelompok kami
yang berjudul “Asuhan Keperawatan Gerontik Ny. A Dengan HIPERTENSI Di
Puskesmas Oebob”. Penyusunan seminar ini merupakan tugas dari Mata Kuliah
Keperawatan Keluarga, yang menurut kami dapat memberikan manfaat yang besar untuk
mempermudah mempelajari atau memahami tentang materi ini.

Melalui kata pengantar ini kami meminta maaf dan memohon pemakluman bila mana
penulisan dan penyusunan seminar ini masih banyak kesalahan. Untuk itu kami selaku
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar tidak terulang
kembali kesalahan yang sama di hari esok.

Akhir kata semoga materi yang kami susun dapat berguna dan bermanfaat bagi kita
semua, Amin.

Kupang, April 2022

Tim Penulis
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah diatas nilai normal. Menurut Nurarif A.H.
& Kusuma H. (2016), hipertensi adalah peningkatanvtekanan darah sistolik sekitar 140 mmHg
atau tekanan diastolik sekitar 90 mmHg. Hipertensi merupakan masalah yang perlu diwaspadai,
karena tidak ada tanda gejala khusus pada penyakit hipertensi dan beberapa orang masih merasa
sehat untuk beraktivitas seperti biasanya. Hal ini yang membuat hipertensi sebagai silent killer
(Kemenkes, 2018), orang-orang akan tersadar memiliki penyakit hipertensi ketika gejala yang
dirasakan semakin parah dan memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan.

Gejala yang sering dikeluhkan penderita hipertensi adalah sakit kepala, pusing, lemas,
kelelahan, sesak nafas, gelisah, mual, muntah, epitaksis, dan kesadaran menurun (Nurarif A.H. &
Kusuma H., 2016). Hipertensi terjadi karena dipengaruhi oleh faktor-faktor risiko. Faktor-faktor
risiko yang menyebabkan hipertensi adalah umur, jenis kelamin, obesitas, alkohol, genetik, stres,
asupan garam, merokok, pola aktivitas fisik, penyakit ginjal dan diabetes melitus (Sinubu R.B.,
2015). Hipertensi merupakan penyakit yang umum ditemukan diberbagai negara. Menurut
American Heart Association (AHA), penduduk Amerika yang berusia diatas 20 tahun yang
menderita hipertensi mencapai angka 74,5 jiwa dan hampir 90-95% tidak diketahui penyebabnya
(Kemenkes, 2014).

Menurut World Health Organiztion (WHO) pada tahun 2011 menunjukan satu milyar orang
di dunia menderita hipertensi, 2/3 penderita hipertensi berada di negara berkembang. Prevalensi
hipertensi akan terus meningkat dan diprediksi tahun 2025 sebanyak 29% orang dewasa di
seluruh dunia terkena hipertensi. Hipertensi telah menyebabkan banyak kematian sekitar 8 juta
orang setiap tahunnya, dan 1,5 juta kematian terjadi di Asia Tenggara dengan 1/3 populasinya
menderita hipertensi (Kemenkes, 2017).

Menurut Riskesda tahun 2018 penderita hipertensi di Indonesia mencapai 8,4% berdasarkan
diagnosa dokter pada penduduk umur ≥ 18 tahun, Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah
pada penduduk prevalensi penderita hipertensi di Indonesia adalah sekita 34,1%, sedangkan pada

5
tahun 2013 hasil prevalensi penderita hipertensi di Indonesia adalah sekitar 25,8%. Hasil
prevalensi dari pengukuran tekanan darah tahun 2013 hingga tahun 2018 dapat dikatakan
mengalami peningkatan yaitu sekitar 8,3%. Data dari Riskesda tahun 2018 juga mengatakan
bahwa prevalensi hasil pengukuran darah pada penderita hipertensi terdapat pada provinsi
Kalimantan Selatan dengan prevalensi penderira sekitar 44,1% atau lebih tinggi dari rata-rata
prevalensi hasil pengukuran darah di Indonesia. Daerah Istimewa Yogyakarta sendiri
berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah pada penduduk yaitu menempati posisi ke-13 dan
prevalensi rata-rata penderita hiperensi berada dibawah prevalensi penderita hipertensi di
Indonesia (Kemenkes, 2019).

Hipertensi pada lansia merupakan hal yang sering ditemukan dikarena sebagian besar orang-
orang paruh baya atau lansia berisiko terkena hipertensi. Hipertensi pada lansia disebabkan oleh
penurunan elastisitas dinding aorta, penebalan katub jantung yang membuat kaku katub,
menurunnya kemampuan memompa jantung, kehilangan elastisitas pembuluh darah perifer, dan
meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer (Nurarif A.H. & Kusuma H., 2016). Penyebab
lansia menderita hipertensi diatas karena kemunduran fungsi kerja tubuh

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Tujuan Umum
Untuk menerapkan asuhan keperawatan lansia Ny. A dengan kasus HIPERTENSI di
Puskesmas Oebobo
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mampu melakukan pengkajian pada lansia Ny. A dengan kasus HIPERTENSI di
Puskesmas Oebobo
2. Mampu menentukan diagnosa keperawatan pada lansia Ny. A dengan kasus
HIPERTENSI di Puskesmas Oebobo
3. Mampu menyusun perencanaan keperawatan pada lansia Ny. A dengan kasus
HIPERTENSI di Puskesmas Oebobo
4. Mampu melaksanakan implementasi keperawatan pada lansia Ny. A dengan kasus
HIPERTENSI di Puskesmas Oebobo
5. Mampu melaksanakan evaluasi keperawatan pada lansia Ny. A dengan kasus
HIPERTENSI di Puskesmas Oebobo

6
BAB II

TINJAU PUSTAKAN
2.1 Konsep HIPERTENSI
2.1.1 Definisi

Menurut WHO, Hipertensi adalah suatu kondisi dimana pembuluh darah memiliki
tekanan darah tinggi (tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau tekanan
darah diastolik ≥ 90 mmHg) (Sunarwinadi, 2017). Hipertensi sering dijuluki
sebagai silent killer atau pembunuh diam-diam karena dapat menyerang siapa saja
secara tiba-tiba serta merupakan salah satu penyakit yang dapat mengakibatkan
kematian. Hipertensi juga beresiko menimbulkan berbagai macam penyakit
lainnya yaitu seperti gagal jantung, jantung koroner, penyakit ginjal dan stroke,
sehingga penanganannya harus segera dilakukan sebelum komplikasi dan akibat
buruk lainnya terjadi seperti dapat menurunkan umur harapan hidup penderitanya
(Sulastri, Elmatris, and Ramadhani, 2012).
Hipertensi pada lansia dibedakan atas hipertensi dimana tekanan sistolik
sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan atau tekanan diastolik sama atau lebih
besar dari 90 mmHg, serta hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik
lebih besar dari 160 mmHg dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg
(NOC, 2015).
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan tekanan darah
di dalam arteri. Dimana Hiper yang artinya berebihan, dan Tensi yang artinya
tekanan/tegangan, jadi hipertensi merupakan gangguan pada sistem peredaran

7
darah yang menyebabkan kenaikan tekanan darah diatas nilai normal (Musakkar
& Djafar, 2021).

2.1.2 Klasifikasi

Menurut Herlambang (2013) penyakit darah tinggi atau hipertensi dikenal dengan 2 jenis
klasifikasi, diantaranya hipertensi primary dan hipetensi secondary.
1) Hipertensi primary 
adalah suatu kondisi dimana terjadinya tekanan darah tinggi sebagai akibat dampak
dari gaya hidup seseorang dan faktor lingkungan. seseorang yang pola makannya
tidak terkontrol danmengakibatkan kelebihan berat badan atau bahkan obesitas,
merupakan pencetus awal untuk terkena penyakit tekanan darah tinggi. Begitu pula
seseorang yang berada dalam lingkungan atau kondisi stressor tinggi sangat mungkin
terkena penyakit tekanan darah tinggi, termasuk orang-orang yang kurang olahraga
pun mengalami tekanan darah tinggi.
2) Hipertensi secondary 
 adalah suatu kondisi dimana terjadinya peningkatantekanan darah tinggi sebagai
akibat seseorang mengalami/menderita penyakit lainnya seperti gagal jantung, gagal
ginjal, atau kerusakansistem hormon tubuh. Sedangkan pada ibu hamil tekanan darah
secara umum meningkat saat kehamilan berusia 20 minggu. Terutama pada wanita
yang berat badannya diatas normal atau gemuk (obesitas).Hipertensi sistolik
terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih, tetapi tekanan diastolik
kurang dari 90 mmHg dan tekanan diastolik masih dalam kisaran normal. Hipertensi
ini sering ditemukan pada usia lanjut. Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir
setiap orangmengalami kenaikan tekanan darah- tekanan sistolik terus meningkat
sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun,
kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun drastis.

Klasifikasi Hipertensi menurut (Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia, 2019)

Kategori Tekanan Darah Sistol Tekanan Darah Diastol


(mmHg) (mmHg)
Optimal <120 <80

8
Normal 120-129 80-84
Normal-Tinggi 130-139 85-89
Hipertensi derajat 1 140-159 90-99
Hipertensi derajat 2 160-179 100-109
Hipertensi derajat 3 >180 >110
Hipertensi sistolik >140 <90
terisolasi

2.1.3 Etiologi

Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya


perubahan perubahan pada :
1. Elastisitas dinding aorta menurun
2. Katup jantung menebal dan menadi kaku
3. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20
tahun kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan menurunnya
kontraksi dan volumenya.
4. Kehilangan elastisitas pembuluh darah
Hal ini terjadi karena kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi
meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.
Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-
data penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya
hipertensi. Faktor tersebut adalah sebagai berikut :
1.Faktor keturunan dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki
kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah
penderita hipertensi.
2. Ciri perseorangan
Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah :
a. Umur ( jika umur bertambah maka TD meningkat
b. Jenis kelamin (laki-laki lebih tinggi dari perempuan)

9
c. Kebiasaan hidupd.
d. Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah:
e. konsumsi garam yang tinggi ( melebihi dari 30gr )
f. kegemukan atau makan berlebihan
g. Stressh.
h. Merokok 
i. Minum alkohol 
j. Minum obat-obatan ( ephedrine, prednison, epineprin )
Sedangkan penyebab hipertensi sekunder adalah :
1. Ginjal ; Glomerulonefritis, Pielonefritis, Nekrosis tubular akut dan Tumor.
2.Vaskular;Aterosklerosis,Hiperplasia,Trombosis,Aneurisma,Emboli kolestrol,dan
Vaskulitis
3. Kelainan endokrin; DM, Hipertiroidisme, Hipotiroidismed
4. Saraf; Stroke, Ensepaliti.
5. obat-obatan; Kontrasepsi oral, Kortikosteroid.

2.1.4 Faktor Resiko

Menurut FauDi (2014) tekanan darah tinggi memiliki beberapa faktor resiko antara lain:
1. Risiko tekanan darah tinggi meningkat sesuai dengan faktor usia.
2. Ras dan suku bangsa juga berhubungan dengan risiko hipertensi.
3. Latar belakang keluarga.
4. Kelebihan berat badan atau obesitas.
5. Tidak aktif secara fisik. Denyut jantung orang-orang yang tidak aktif  cenderung lebih
tinggi. Sehingga semakin keras jantung harus bekerjadengan setiap kontraksi dan
semakin kuat gaya pada arteri. Kekurangan aktivitas fisik juga meningkatkan risiko
kelebihan berat badan.
6.Merokok, terlalu banyak garam (sodium) pada diet. Terlalu banyak sodium pada diet
dapat menyebabkan tubuh menahan cara yang meningkatkan tekanan darah.

2.1.5 Patofisiologi

10
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di
vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor bermula jaras saraf sympatis,
yang berlanjut ke bawah konda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ke
ganglia simpatis di thoraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan
dalam bentuk implus yang bergerak ke bawah melewati sistem saraf simpatis ke ganglia
simpatis. Pada keadaan ini, neuron pada masing-masing ganglia melepaskan asetikolin
yang akan merangsang serabut saraf pusat ganglia ke pembuluh darah, dimana
dilepaskannya norepinefrin menyebabkan konstriksi pembuluh darah.
Berbagi faktor kecamasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah
terhadap rangsang vasokonstriktor. Seseorang dengan hipertensi sangat sensitif terhadap
norepinefrin, meskipun tidak di ketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai
respon rangsang emosi, Kelenjar adrenal juga terangsang sehingga menyebabkan
bertambahnya aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin sehingga
akhirnya mengakibatkan vasokonstriksi korteks adrenal serta mensekresi kortisol dan
steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah.
Vasokontriksi tersebut juga menyebabkan menurunnya aliran darah ke ginjal yang
kemudian mengakibatkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin
I, kemudian di ubah menjadi angiotensin II, yaitu suatu vasokonstriktor kuat, yang pada
gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini
mengakibatkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan
volume intravaskuler.
Faktor-faktor tersebut dapat mencetuskan keadaan hipertensi untuk pertimbangan
gerontology. Perubahan structural dan fungsional pada system pembuluh perifer
bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut.
Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan
penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan
kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri
besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa
oleh jantung, mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tekanan vaskuler
serebral. Peningkatan

11
tekanan vaskuler serebral tersebut yang menyebabkan arteri utama pembawa darah yang
mengandung Oksigen menurun, sehingga suplai darah keotak berkurang dan
mengakibatkan nyeri pada bagian kepala (Brunner&Suddarth,2002 dalam Nurhidayat,
2015).

2.1.6 Tanda Dan Gejala

Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan mennadi :


1. Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan tekanan
darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti
hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.
2. Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri
kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang mengenai
kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.

Tanda dan gejala Hipertensi Menurut (Salma, 2020), yaitu :


a. Sakit kepala (biasanya pada pagi hari sewaktu bangun tidur)
b. Bising (bunyi “nging”) di telinga
c. Jantung berdebar-debar
d. Pengelihatan kabur
e. Mimisan
f. Tidak ada perbedaan tekanan darah walaupun berubah posisi.

2.1.7 Manajemen Perawatan


Perawatan diri dapat didefinisikan sebagai suatu aktivitas yang dilakukan oleh
pasien dalam usaha meningkatkan kesehatannya atau mencegah penyakit (Viera &
Jamieson, 2007).
Pada perawatan diri pasien hipertensi meliputi minum obat sesuai anjuran, memantau
tekanan darah, perubahan gaya hidup (olah raga, mengurangi garam, meningkatkan
konsumsi buah dan sayur) (Viera & Jamieson, 2007).

12
a. Minum obat sesuai anjuran
Pengobatan hipertensi bertujuan untuk menurunkan komplikasi hipertensi. Agar tidak
terjadi komplikasi hipertensi, maka harus dipatuhi aturan minum obat yang disarankan
oleh dokter dengan cara menurut Santoso (2010) sebagai berikut:
1) Tepat Dosis, jangan menambah jumlah obat tanpa sepengetahuan dokter anda.
2) Tepat waktu, jangan lupa minum obat. Agar senantiasa terjaga dari faktor lupa, maka
minumlah obatnya di saat menjelang akivitas rutin yang tidak pernah terlupakan tiap
harinya.
3) Sadari bahwa lupa minum obat berarti kelangsungan obat untuk memproteksi organ
akan melemah.
4) Rencanakan kunjungan keklinik secara regular dan pastikan jadwal kunjungan
berikutnya sebelum meninggalkan ruang periksa.
Hal yang harus disadari oleh pasien menghentikan pengobatan karena tekanan darah
kembali normal adalah cara yang berbahaya. Hipertensi merupakan kondisi abnormal
seumur hidup, umumnya tidak bisa hilang dan terus menimbulkan masalah jika tidak
diterapi (Santoso, 2010).
b. Pemantauan tekanan darah
Pemantauan tekanan darah dapat dilakukan dengan cara pengukuran tekanan darah.
Pengukuran tekanan darah pada penderita harus dalam keadaan nyaman dan relaks, dan
lengan tidak tertutup atau tertekan pakaian. Di samping itu pengukuran tekanan darah
sebaiknya setelah penderita diberi kesempatan istirahat lebih kurang 5 menit, penderita
dalam keadaan posisi duduk di kursi, kaki di atas lantai dan lengan disangga sehingga
posisi setinggi jantung (Yogiantoro dkk., 2007). Adapun cara pengukuran tekanan darah
menurut Yogiantoro dkk. (2007) adalah:
1) Untuk mengukur tekanan darah terdapat 3 jenis sphygmomanometer, yaitu manometer
aneroid manometer elekronik (kurang akurat bila digunakan berulang-ulang), manometer
merkuri/air raksa. Gunakan manset dengan ukuran inflatable bag (karet yang ada di
bagian dalam manset) yang sesuai, yaitu lebar ± 40% dari lingkar lengan (rata-rata pada
orang dewasa 12-14 cm) dan panjang ± 60-80% lingkar lengan, sehingga cukup panjang
untuk melingkupi lengan.

13
2) Pasang manset pada lengan atas dengan pusat inflatable bag di atas arteri Brakhialis
(pada sisi dalam lengan atas) dan sisi bawah manset ± 2,5 cm di atas fosa antecubiti.
3) Posisi lengan penderita sedikit fleksi pada siku, lengan harus disangga (dengan bantal,
meja atau benda lain yang stabil), pastikan bahwa manset setinggi jantung. Cari arteri
Brakhialis, biasanya sedikit medial dari tendon biceps.
4) Lakukan pemeriksaan palpatori tekanan darah sistolik (TDS) yaitu ibu jari atau jari-jari
lain diletakkan di atas arteri Brakhialis, manset dipompa/dikembangkan sampai ± 30
mmHg di atas tingkat dimana pulsai mulai tidak teraba, kemudian manset pelan-pelan
dikendurkan dan akan didapatkan tekanan darah sistolik yaitu saat pulsasi mulai teraba
kembali.
5) Selanjutnya stetoskop diletakkan di atas arteri Brakhialis, manset dipompa kembali
sampai ± 30 mmHg di atas harga palpatori tekanan darah sistolik, kemudian manset
dikendurkan pelan-pelan (kecepatan 2-3 mmHg/detik). tekanan darah sistolik dicatat pada
saat terdengar bunyi yang pertama (Korotkoff I) sedangkan tekanan darah diastolic
dicatat jika bunyi tidak terdengar lagi (Korotkoff V). Pemantauan tekanan darah tekanan
darah dapat dilakukan dirumah oleh pasien dengan tujuan menurut Pham (2005) adalah
sebagai berikut:
1).Mengkomfirmasi ketepatan diagnosis dokter.
2).Dapat menekankan pentingnya terapi non farmakologi, termasuk pola makan dan olah
raga.
3).Dapat mengevaluasi efek dari pemberian obat antihipertensi.
4).Mengevaluasi hipertensi yang dialami tergolong hipertensi jas putih artinya mengalami
tekanan darah tinggi saat diukur di klinik, sedangkan dirumah atau tempat kerja ternyata
tekanan darahnya normal. Hipertensi (tekanan darah tinggi) sering tidak dirasakan oleh
penderitanya maka dianjurkan memeriksakan tekanan darah secara teratur, setidaknya 3
bulan sekali dan memeriksakan kondisi tubuh secara rutin ke petugas kesehatan. Jika
pernah mengidap tekanan darah tinggi dan hingga kini masih tinggi sebaiknya lebih
sering melakukan pemeriksaan tekanan darah. Hipertensi dapat diketahui dengan
mengukur tekanan darah secara teratur (Sutanto, 2010).
c. Melakukan aktivitas olah raga

14
Berolah raga secara teratur merupakan salah satu cara untuk mencegah hipertensi atau
mengontrol tekanan darah. Pada pasien hipertensi disarankan untuk melakukan olahraga
seperti jalan cepat 30-45 menit, 3-4 kali perminggu (Sutanto, 2010). Melakukan olah raga
tidak perlu olah raga berat, cukup olah raga ringan atau mengerjakan pekerjaan sehari-
hari selama kurang lebih 30 menit setiap hari. Olah raga atau pekerjaan sehari-hari dapat
dilakukan, misalnya jalan cepat, jogging, bersepeda atau berkebun. Aktivitas tersebut
dapat dikombinasikan atau dilakukan secara bergantian. Beberapa contoh aktivitas dan
olah raga tingkat sedang yang dapat dilakukan seperti di bawah ini (Windarti, 2008).
Menurut Yogiantoro dkk. (2007) meningkatkan aktivitas fisik misalnya berjalan
minimal 30 menit/hari diharapkan menurunkan tekanan darah sistolik 4-9
mmHg.Sedangkan menurut Sutanto, (2010) pengaruh olah raga dalam jangka panjang
sekitar 4-6 bulan dapat menurunkan tekanan darah sebesar 7,4/5,8 mmHg tanpa bantuan
obat hipertensi. Olah raga secara teratur idealnya dilakukan tiga hingga lima kali dalam
seminggu dan minimal setengah jam setiap setiap sesinya dengan intensitas sedang,
seperti jalan kaki, jogging, bersepeda dan berenang.
d. Diet rendah garam
Sedangkan yang dimaksud dengan dengan diet rendah garam adalah garam natrium
seperti yang terdapat di dalam garam dapur (NaCl), soda kue (Na HCO3), baking
powder, natrium benzoate dan vetsin (mono sodium glutamate) (Almatsier, 2006).
Konsumsi natrium yang dianjurkan tidak lebih dari 100 mmol/hari (6 gram NaCl)
(Yogiantoro dkk., 2007). Menurut WHO (1990) dalam Almatsier (2006) juga
mengajurkan pembatasan konsumsi garam dapur hingga 6 gram sehari (ekivalen dengan
2400 mg natrium). The Canadian Hypertensive Education Program (2005) dalam Tazim
et al. (2005) merekomendasikan pembatasan konsumsi garam untuk penderita hipertensi
65- 100 mmol/hari, setara dengan 1500-2400 mg atau 2/3- 1 sendok teh (sdt).
1) Tujuan diet Membantu menghilangkan retensi garam atau air dalam tubuh dan
menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi
2) Bahan makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan.
2.1.8 Komplikasi
Hipertensi yang tidak di tanggulangi lama-kelamaan akan menyebabkan rusaknya arteri
didalam tubuh dan rusaknya organ yang mendapat suplai darah dari arteri tersebut.

15
Wijaya&Putri (2014) menyimpulkan komplikasi hipertensi terjadi pada organ-organ
tubuh, diantanya :
1. Jantung
Hipertensi dapat menyebabkan timbulnya gagal jantung dan penyakit koroner.
Individu yang menderita hipertensi, beban kerja jantung akan meningkat, otot jantung
akan mengendor dan berkurang elastisitasnya yang disebut dekompensasi. Sehingga
mengakibatkan jantung tidak lagi mampu memompa sehingga banyaknya cairan yang
tertahan di paru dan jaringan tubuh yang menyebabkan sesak napas atau odema. Keadaan
ini disebut gagal jantung.
2. Otak
Komplikasi hipertensi pada bagian otak dapat mengakibatkan resiko stroke, apabila
tidak diobati resiko terkena stroke 7 kali lebih besar.

3. Ginjal
Hipertensi dapat menyebabkan rusaknya ginjal, sehingga menyebabkan kerusakan
system penyaringan didalam ginjal karena lambat laun ginjal tidak mampu membuang
zat-zat yang tidak dibutuhkan oleh tubuh yang masuk melalui aliran darah dan terjadi
penumpukan dalam tubuh.
4. Mata
Hipertensi dapat menyebabkan terjadinya retinopati hipertensi dan dapat menyebabkan
kebutaan.
2.1.9 Pemeriksaan Fisik Pada Lansia
Menurut (Unger et al., 2020) pemeriksaan fisik yang menyeluruh dapat
membantu memastikan diagnosis hipertensi dan harus mencakup :
a. Sirkulasi dan jantung: Denyut nadi / ritme / karakter, denyut / tekanan vena
jugularis, denyut apeks, bunyi jantung ekstra, ronki basal, edema perifer, bising
(karotis, abdominal, femoralis), keterlambatan radio-femoralis.
b. Organ / sistem lain: Ginjal membesar, lingkar leher> 40 cm (obstructive sleep
apnea), pembesaran tiroid, peningkatan indeks massa tubuh (BMI) / lingkar pinggang,
timbunan lemak dan striae berwarna (penyakit / sindrom Cushing)

2.1.10 Pemeriksaan Penunjang

16
Menurut Udjianti (2011) pemeriksaan penunjang untuk pasien hipertensi yaitu:
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Hb/Ht: untuk mengetahui hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan dan dapat
mengidentifikasi faktor resiko seperti hipokoagulabilita, anemia.
b. BUN/ kreatinin: memberikan informasi tentang perfusi/fungsi ginjal.
c. Glukosa: hiperglikemi (Diabetes Melitus adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan
oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
d. Urinalisa: untuk mengetahui protein dalam urine, darah dan glukosa.
e. Kadar Kolesterol atau trigliserida: peningkatan kadar kolesterol mengindikasikan
predisposisi pembentukan plaque atheromatus.
f. Kadar serum aldosteron: menilai adanya aldosteronisme primer.
g. Asam Urat: hiperuricemia merupakan implikasi faktor resiko hipertensi.
2. EKG: menilai adanya hipertrofi miokard, pola strain, gangguan konduksi atau disritmia.
3. Elektrolit
a. Serum potasium atau kalium (hipokalemia mengidentifikasikan adanya efek samping
terapi diuretik).
b. Serum kalsium bila meningkat berkontribusi terhadap hipertensi.
4. Radiologi
a. Intra Venous Pyelografi (IVP): mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti renal
pharenchymal disease, urolithiasis, dan BPH.
b. Rontgen toraks: menilai adanya klasifikasi obstruktif katup jantung, deposit kalsium pada
aorta, dan pembesaran jantung.
5. CT scan: mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.
6. Photo dada: menunjukkan destruksi klasifikasi pada area katup, pembesaran jantung.

2.1.11 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Hipertensi menurut Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI


(2014) dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1) Menggunakan obat-obatan, seperti amlodipine dan captopril. Untuk pemilihan obat, dosis
obat, frekuensi minum obat serta penggunaan obat- obatan Hipertensi disarankan untuk
berkonsultasi dengan dokter keluarga anda.

17
2) Memodifikasi gaya hidup dapat dilakukan seperti membatasi jumlah asupan garam tidak
lebih dari seperempat sampai setengah sendok teh atau setara dengan 6 gram/hari,
menurunkan berat badan (bagi yang mengalami obesitas), menghindari minuman berkafein,
merokok, minum minuman beralkohol, dan pada penderita Hipertensi juga disarankan untuk
melakukan olahraga seperti jalan, lari, jogging, bersepeda santai selama 20-25 menit dengan
freuensi 3-5x/minggu. Dan juga disarankan untuk istirahat cukup sekitar 6-8 jam/hari serta
dapat mengendalikan stress.
Ada beberapa makanan yang harus dihindari oleh penderita Hipertensi seperti
berikut:
1) Makanan yang berkadar lemak jenuh tinggi seperti otak, minyak kelapa,
gajih/lemak.
2) Makanan yang diolah dengan menggunakan garam natrium seperti biskuit, crackers,
keripik dan makanan kering yang asin.
3) Makanan dan minuman dalam kaleng seperti sarden, sosis, kornet, soft drink, sayuran
serta buah-buahan dalam kaleng,
4) Makanan yang diawetkan seperti dendeng, asinan sayur/buah, abon, ikan asin, pindang,
udang kering, telur asin, selai kacang.
5) Susu full cream, mentega, margarine, keju mayonnaise, serta sumber protein hewani yang
tinggi kolesterol seperti daging merah (sapi/kambing), kuning telur, kulit ayam).
6) Bumbu-bumbu seperti kecap, maggi, terasi, saus tomat, saus sambal, tauco serta bumbu
penyedap lain yang pada umumnya mengandunggaram natrium. Alkohol dan makanan yang
mengandung alkohol seperti durian, tape.

2.2 Konsep lansia


2.2.1 Definisi Lansia
Lanjut usia (lansia) adalah seseorang yang berusia mencapai 60 tahun keatas
(Menteri Negara Sekretaris Negara, 1998). Menua bukanlah sebuah penyakit, akan tetapi
sebuah proses yang berangsur mengakibatkan perubahan kumulatif yang merupakan
proses menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar
tubuh seperti yang tertuang di dalam Undang- Undang nomor 13 tahun 1998. Secara
global populasi lansia diprediksi terus mengalami peningkatan. Populasi lansia di
Indonesia diprediksi meningkat lebih tinggi daripada populasi lansia di dunia setelah

18
tahun 2100 (Infodatin, 2016). Lanjut usia memiliki hak yang sama dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bermegara (Menteri Negara Sekretaris Negara, 1998).
Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998, lanjut usia memiliki hak untuk
meningkatkan kesejahteraan sosial meliputi:
1) Pelayanan keagamaan dan mental spiritual
2) Pelayanan kesehatan
3) Pelayanan kesempatan kerja
4) Pelayanan pendidikan dan pelatihan
5) Kemudahan dalam penggunaan fasilitas, saran dan prasarana umum
6) Kemudahan dalam layanan dan bantuan hukum
7) Perlindungan Sosial
8) Bantuan social
2.2.2 Batasan Lansia
Kelompok lansia sering dibagi menjadi beberapa kategori. Berdasarkan beberapa
sumber berikut dibawah ini, ditentukan karakteristik lansia beserta batasan usia. Batasan
usia di bawah ini hanya sebagai pedoman untuk populasi menua. Batasan lansia menurut
Mauk (2006) terbagi menjadi tiga, sebagai berikut:
1) Usia 65-74 tahun disebut lansia muda
2) Usia 75-84 tahun disebut lansia menengah
3) Usia 85 keatas disebut lansia tua dan sangat tua
Badan Pusat Statistik (2010) menjelaskan bahwa batasan usia lansia dibagi
menjadi empat kategori yaitu:
1) Usia pra lansia yaitu usia 45-59 tahun
2) Usia lansia muda yaitu usia 60-69 tahun
3) Usia lansia menengah yaitu usia 70-79 tahun
4) Usia lansia tua yaitu 80 tahun keatas
2.2.3 Ciri-Ciri Lansia
Berikut dibahas mengenai ciri-ciri lansia menurut Kholifah (2016):
1) Lansia mengalami periode kemunduran Lansia dapat mengalami kemunduran
dari aspek fisik dan psikologis. Lansia yang memiliki motivasi rendah maka
cenderung mengalami proses kemunduran fisik secara cepat juga, sedangkan

19
lansia yang memiliki motivasi tinggi, kemungkinan kemunduran fisik nya
lambat terjadi.
2) Lansia memiliki status kelompok minoritas Lansia sebagai kelompok
minoritas bisa diakibatkan akibat kurangnya tenggang rasa pada orang lain
sehingga sering mengakibatkan persepsi negatif dari masyarakat.
3) Menua membutuhkan perubahan peran Perubahan peran pada lansia
dimaksudkan jika lansia memiliki jabatan di masyarakat, akibat penurunan
fungsi diharapkan lansia dapat merubah perannya di masyarakat atas kemauan
sendiri.
4) Penyesuaian yang buruk pada lansia Perlakuan yang buruk terhadap lansia
seringkali mengakibatkan konsep diri yang buruk pula dari lansia. Misalnya,
jika dalam suatu keluarga, lansia sering tidak dilibatkan dalam pengambilan
keputusan karena dianggap pendapatnya kuno. Hal ini bisa menyebabkan
gangguan menarik diri dari lansia.
2.2.4 Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia
A. Perubahan Fisik
Perubahan utama terkait usia adalah berkurangnya kapasitas fisiologis.
Semua sistem organ tubuh memiliki kapasitas cadangan yang tersedia untuk
menangani kebutuhan yang tinggi atau kondisi stres. Pada penuaan terjadi
penurunan penurunan kualitas fisiologis di semua sistem organ dengan perilaku
yang meliputi:
a. Kelambanan (slowness).
Meskipun demikian proses penuaan bervariasi antara satu orang dengan
lainnya, setiap orang menjadi lebih lambat seiring bertambahnya usia.
Kebanyakan lansia lebih lambat ketika menerima, memproses, dan bertindak
berdasarkan informasi. Menjadi lebih lambat dalam masyarakat yang serba cepat
saat ini sulit bagi lansia, tetapi penting untuk disadari bahwa kelambanan tidak
identik dengan ketidakmampuan. Lansia yang diperbolehkan untuk mengatur diri
mereka sendiri sesuai dengan jadwal yang mereka sukai, sedangkan mereka yang
diatur untuk mengatur jadwal yang lebih cepat dari yang mereka suka akan lebih
buruk (Saxon, 2015).

20
b. Stres.
Tubuh membutuhkan cadangan untuk menghadapi stres atau situasi stres yang
berkepanjangan. Efek stres lebih besar pada lansia karena kapasitas cadangan
mereka yang berkurang. Mengatasi situasi stres yang berkurang (Saxon, 2015).
Homeostasis mengacu pada keseimbangan dinamis yang harus dipertahankan
dalam lingkungan internal tubuh. Semua sel tubuh didasarkan pada lingkungan
internal yang konstan agar dapat bekerja dengan baik. Meskipun terdapat
berbagai variasi pada lingkungan internal, jika proses homeostasis seperti tekanan
darah, gas darah, keseimbangan asam-basa (keasaman atau alkalinitas darah), dan
gula darah yang terlalu tinggi atau terlalu rendah maka lansia tidak bertahan.
Mekanisme pengaturan yang sangat kompleks dalam tubuh membantu menjaga
keseimbangan homeostasis, tetapi dengan bertambahnya usia dan cadangan yang
berkurang, keseimbangan homeostatis lebih mudah terganggu, dan sekali
terganggu maka sulit untuk memperbaiki. Hal ini menyebabkan lansia lebih
rentan terhadap infeksi, penyakit, gangguan fungsi dan kecelakaan akhirnya
kematian. Oleh karena itu, lansia perlu memperhatikan secara khusus perilaku
mempertahankan kesehatan dan gaya hidup sehat (Saxon, 2015).
c. Kecepatan (pacing).
Meningkatkan kecepatan diri sendiri, atau melakukan sesuatu dengan cara dan
kerangka waktu yang disukai, menjadi hal penting pada lansia sebagai salah satu
cara untuk mengurangi efek cadangan sistem yang berkurang. Perawat yang
merawat lansia mengizinkan lansia mondar-mandir jika ingin membantu lansia
tampil efektif dan kompeten (Saxon, 2015). Berikut ini
B. Perubahan Psikologis
Pada lansia dapat dilihat dari kemampuanya beradaptasi terhadap kehilangan
fisik, sosial, emosional serta mencapai kebahagiaan, kedamaian dan kepuasan
hidup.ketakutan menjadi tua dan tidak mampu produktif lagi memunculkan
gambaran yang negatif tentang proses menua. Banyak kultur dan budaya yang
ikut menumbuhkan angapan negatif tersebut, dimana lansia dipandang sebagai
individu yang tidak mempunyai sumbangan apapun terhadap masyarakat dan
memboroskan sumber daya ekonomi (Fatimah, 2010).

21
C. Perubahan Kognitif
Pada lansia dapat terjadi karena mulai melambatnya proses berfikir, mudah
lupa, bingung dan pikun. Pada lansia kehilangan jangka pendek dan baru
merrupakan hal yang sering terjadi (Fatimah 2010).
D. Perubahan Sosial ,
Post power syndrome, single woman,single parent, kesendirian, sosial atau
okupasi (Doenges, Townsend, & Moorhouse, 2006). Menurut Yosep (2009)
merupakan gangguan alam perasaan yang berat dan dimanisfestasikan dengan
gangguan fungsi sosial dan fungsi fisik yang hebat, lama dan menetap pada
individu yang bersangkutan. Bisa juga disertai oleh komponen psikologis dan
komponen somatic yang terjadi akibat kesedihan yang panjang (Prabowo, 2014).
Perasaan sedih yang berlebihan, murung, tidak semangat, merasa tidak berharga,
merasa kosong, dan tidak ada harapan adalah tanda dari depresi sehingga pikiran
klien akan berpusat pada kegagalan dan menuduh diri sendiri, dan klien tidak
tidak berminat pada pemeliharaan diri dan aktivitas sehari-hari (Ariani, 2012).
2.2.5 Masalah Pada Lansia
Perubahan fisiologis pada lansia terkait dengan proses penuaan menjadi
penyebab yang tidak dapat dihindari dari menurunnya fungsi dari sistem anatomi
dan fisiologi pada lansia. Perubahan tersebut dapat menjadi salah faktor dari
terjadinya berbagai masalah kesehatan yang terjadi pada lansia. Selain itu faktor
kebiasaan perawatan kesehatan selama masa dewasa juga menjadi faktor yang
penting. Banyak lansia yang mengalami penyakit saat di usia lanjut akibat gaya
hidup yang tidak sesuai dengan perawatan kesehatan mandiri.
Masalah kardiovaskuler pada lansia membutuhkan perhatian khusus
karena terjadi penurunan struktur dan fungsi kardiovaskuler pada lansia
mengakibatkan peningkatan beban organ untuk mengkompensasi perubahan yang
terjadi pada lansia. Sebagai contoh, ketika tubuh mengalami perubahan posisi dari
berbaring kemudian berdiri, tubuh akan beradaptasi dengan perubahan tekanan
darah. Sering kali, pada lansia mengalami hipotensi ortostatik pada kondisi
perubahan posisi tersebut. Begitu juga, dengan hipertensi yang terjadi pada lansia
antara lain dapat disebabkan penurunan fungsi baroreseptor dalam respons

22
perubahan tekanan di dalam darah, terutama ketika lansia sudah mengalami
riwayat hipertensi yang lama maka sensitivitas barorefleks mengalami penurunan
(Sherwood, 2012).
Selain itu, adaptasi pembuluh darah untuk vasodilatasi juga berkurang
karena kondisi aterosklerosis atau stenosis vaskuler. Klaudikasi juga dapat
meningkatkan resistensi perifer yang kemudian akan meningkatkan tekanan darah
juga. Masalah kardiovaskuler juga dapat meningkat akibat kebiasaan merokok
pada lansia. Empat masalah kardiovaskuler yang berisiko dialami lansia adalah
hipertensi, penyakit jantung kongestif, penyakit jantung koroner (infark
miokardium dan angina pectoris), dan stroke. Stroke pada lansia juga
membutuhkan dana kesehatan sebesar 116,9 juta per pasiennya (Mozaffarian,
2016).
Selain dari masalah kardiovaskuler, masalah respirasi juga menjadi
masalah kesehatan lansia. Merokok menjadi salah satu faktor masalah respirasi
karena dapat menurunkan kerja silia otot pernapasan sehingga proses
pembersihan secret menjadi menurun (Glantz & Parmley, 1991). Akibatnya secret
tertahan di jalan napas dan dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi
saluran pernapasan seperti pneumonia. Pada pasien yang mengalami penyakit
paru obstruksi kronik (PPOK) terjadi kesulitan dalam proses bernapas akibat
adanya penurunan pengembangan kapasitas paru (Eisner, et al., 2010; Mauk,
2018).
Masalah pada saluran pencernaan juga sering ditemui pada lansia.
Beberapa yang umum dialami adalah Gastroesophageal reflux, ulkus peptic,
divertikulitis, konstipasi, dan kanker saluran pencernaan. Masalah pada saluran
cerna dapat menyebabkan beberapa gangguan pada proses pencernaan yang
nantinya dapat mengganggu nutrisi pada lansia. Pada beberapa kasus masalah
pencernaan juga dapat menurunkan kualitas hidup pada lansia (Mauk, 2018).
Lansia juga berisiko mengalami masalah gangguan sistem perkemihan dan
reproduksi. Beberapa penyakit yang umum dialami adalah inkontinensia urin,
benigna hiperplasia prostat, dan kanker (serviks dan payudara). Masalah
inkontinensia urin paling sering dialami lansia karena terjadi penurunan kontrol

23
terhadap proses berkemih. Masalah inkontinensia dapat menimbulkan rasa malu
jika terjadi di depan umum dan membuat lansia menjadi terganggu saat
beraktivitas dan bersosialisasi sehingga dapat juga berpengaruh terhadap kualitas
hidup lansia (Mauk, 2018).
Osteoporosis menjadi masalah muskuloskeletal yang umum dialami
lansia. Faktor yang dapat menyebabkan osteoporosis yaitu asupan kalsium yang
kurang selama masa hidup, gaya hidup yang tidak aktif, menopause, dan
keturunan. Proses penyimpanan kalsium sangat baik dilakukan dari mulai proses
kehamilan sampai usia kurang dari 20 tahun. Hal ini memperlihatkan bahwa
kebiasaan yang baik pada usia remaja berperan penting dalam mempertahankan
massa tulang pada saat lansia (Hinkle & Cheever, 2014; Mauk, 2018). Masalah
pada muskuloskeletal akan menyebabkan lansia mengalami masalah mobilisasi.
Diabetes Mellitus juga menjadi masalah kesehatan umum yang dialami
lansia. Secara umum, di dunia 94,2 juta individu berusia 65 79 tahun mengidap
diabetes mellitus (IDF, 2017). Diabetes mellitus pada lansia sering menyebabkan
komplikasi berupa penyakit jantung, gagal ginjal, retinopati, dan gangguan
sensoris. Retinopati dapat menyebabkan lansia mengalami gangguan penglihatan
schingga lansia akan kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari hari (Lewis,
Bucher, Heitkemper, & Harding, 2017). Selain itu lansia dapat mengalami
peripheral arterial disease yang dapat menyebabkan terjadinya ulkus kaki bahkan
sampai mengalami amputasi (Handelsman, et al., 2015; ADA, 2020; Mauk,
2018).
Selain masalah fisik lansia juga dapat mengalami masalah psikologis
seperti depresi. Depresi yang dialami lansia dapat terjadi karena lansia mengalami
perubahan baik fisik atau psikologis yang memengaruhi status fungsional,
kognitif, dan sosial. Pramesona dan Taneepanichskul (2019) mendapatkan hasil
studi bahwa jenis kelamin perempuan lebih berisiko mengalami depresi sebesar
1,93 kali, sedikit atau tidak ada dukungan sosial sebesar 2,11 kali, mengalami
penyakit kronik 2 3 sebesar 2,26 kali, serta tidak mengalami perawat yang
adekuat sebesar 2,47 kali.
2.2.6 Teori Proses Menua Lansia

24
a) Biological Theory /Teori Biologi
Secara fisik, penuaan dimulai dengan genetika, tetapi seiring
bertambahnya usia, proses biokimia dan fisiologis dalam tubuh juga berubah. Ahli
biologi seluler dan molekuler telah mengajukan beberapa teori untuk menjelaskan
apa yang menyebabkan penuaan. Teori biologis ini fokus kepada kepercayaan di
mana penuaan atau rentang hidup merupakan sebuah rancangan dari organisme
(Kane et al., 2013).
Teori penuaan berdasarkan teori biologis dibagi menjadi dua kategori
utama yaitu teori terprogram dan teori kesalahan. Teori terprogram menunjukkan
bahwa penuaan terjadi berdasarkan beberapa mekanisme biologis intenal dalam
kode genetik kita. Teori kesalahan menyebutkan bahwa penuaan disebabkan oleh
efek lingkungan yang berkepanjangan, yang menyebabkan terjadinya kerusakan
pada DNA, protein dan sel kita sehingga seiring berjalannya waktu, organ dan
sistem tubuh memburuk dan berhenti berfungsi (Bonham Howe, 2014).
Inti setiap sel berisi petunjuk genetik untuk tumbuh dan berkembang
dalam bentuk DNA manusia. Di dalam DNA manusia ada ribuan segmen atau gen
molekuler. Salah satu peran gen yang paling penting adalah mengarahkan
pembuatan protein seperti kolagen, hemoglobin, hormon, enzim, antibodi, dan
antigen. Proses produksi protein dimulai saat enzim mengikat DNA. Hal ini
menyebabkan untaian DNA terpisah dan bayangan cermin dari setiap untai
direplikasi. Bayangan cermin itu disebut messenger RNA (MRNA). MRNA
memberikan instruksi pada ribosom di dalam sel untuk membentuk berbagai
polipeptida asam amino. Asam amino dilepaskan dari sel dalam bentuk protein.
Ketika sel rusak atau memburuk seiring bertambahnya usia, sel hanya mereplikasi
dirinya sendiri melalui proses mitosis. Dalam mitosis, kromosom menyesuaikan
diri di tengah sel. Kemudian untaian DNA terlepas dan terpisah, dan pasangan
basa baru menempel pada setiap bagian yang terpisah, menghasilkan penciptaan
dua kromosom yang identik.
Dua dari kategori biologis utama adalah teori fitur dan teori cacat. Teori
fitur konsisten dengan karya Hayflick yang umumnya dikenal sebagai batas
hayflick. Batas hayflick pada dasarnya menyatakan bahwa sel akan membelah

25
untuk beberapa kali dan begitu mereka telah mencapai batas ini, sel menyusut,
menyebar dan akhirnya mati, mengakibatkan kematian tubuh. Batas Hayflick
sangat bergantung pada ilmu pengetahuan tentang kematian sel terprogram atau
apoptosis. Cara dan garis waktu apoptosis adalah subjek dari banyak penelitian
seputar proses penuaan. Teori fitur memperluas karya hayflick dan sangat
berfokus pada apoptosis. Teori ini menyatakan bahwa proses penuaan terkandung
dalam desain manusia. Dengan kata lain, ahli teori yang mendukung teori ini
percaya bahwa usia seseorang ditentukan sebelumnya secara genetik. Konsisten
dengan teori ini, tidak banyak hal yang bisa dilakukan untuk mengubah proses
penuaan meskipun telah dilakukan intervensi untuk meningkatkan kesehatan dan
mencegah penyakit (Wallace, 2008; Bonham Howe, 2014).
Teori fitur menunjukkan tujuan utama adalah untuk meningkatkan atau
menyempurnakan manusia. Pendukung teori fitur melihat variasi yang luas dalam
umur di antara orang-orang di lingkungan yang serupa untuk mendukung teori
tersebut . Sebagai contoh, dua orang yang tumbuh dan hidup dikota yang sama,
melakukan pekerjaan yang serupa dan memiliki keluarga yang sama, akan tetapi
mungkin meninggal pada usia yang berbeda sebagai akibat susunan genetik. Hal
ini dikenal sebagai teori penuaan terprogram. Teori ini menyatakan bahwa proses
penuaan bergantung pada susunan genetik di mana ada pengaktifan dan
penonaktifan gen tertentu yang teratur.
Selanjutnya teori cacat adalah teori biologis yang berlawanan dengan teori
fitur. Menurut teori cacat, kerusakan dan kerugian yang terjadi dengan penuaan
adalah kecelakaan atau kesalahan. Teori cacat membuat para peneliti percaya
bahwa penyebab kematian orang dewasa yang lebih tua umurnya hasil dari tubuh
yang rusak atau akumulasi mutasi dalam DNA yang tidak dapat lagi bertahan.
Teori cacat mendukung promosi kesehatan dan pengobatan dan manajemen
penyakit sebagai cara penting untuk memperpanjang hidup.\

b) Psychological Theory/Teori Psikologi


Teori psikologis mendukung gagasan bahwa kehidupan orang dewasa
yang lebih tua berakhir ketika mereka telah mencapai semua tonggak

26
perkembangan psikologis mereka. Teori yang berfokus pada dimensi psikologis
termasuk hierarki kebutuhan Maslow. Teori ini menyatakan bahwa seorang
individu melalui serangkaian tahapan perkembangan dalam kehidupan yang
dimulai dari kebutuhan untuk memperoleh keamanan dan pemenuhan kebutuhan
biologis seperti makanan dan air.
c) Moral/spiritual Theory/ Teori Spiritual/Moral
Teori moral/spiritual mendukung gagasan bahwa begitu seorang individu
yang lebih tua menemukan kebutuhan spiritual, semakin dekat individu tersebut
dengan akhir kehidupan. Teori yang termasuk kedalam kategori ini adalah teori
perkembangan moral dan teori transendensi. Teori perkembangan moral Kohlberg
menyatakan bahwa seseorang melalui serangkaian aktivitas penalaran moral yang
semakin canggih sepanjang hidupnya. Langkah paling canggih dan terakhir
adalah penalaran pascakonvensional yang tidak terjangkau oleh banyak individu.
Tahapan ini tergantung pada interaksi sosial dan diperoleh ketika seseorang
mengembangkan pemahaman tentang diri mereka sendiri dalam dunia dan
menerima siapa mereka sendiri. Dari perspektif moral, orang dewasa yang lebih
tua mencapai pasca konvensional, maka mereka telah mencapai tahap akhir
kehidupan dan karena itu dipersiapkan untuk akhir kehidupan.
Teori transendensi yaitu gerakan menuju proses penuaan yang
menghasilkan kepuasan yang lebih besar terhadap kehidupan, menghasilkan
kedewasaan yang lebih besar dan pemahaman yang lebih baik tentang dunia.
Langkah- langkah untuk mencapai perspektif yang ditingkatkan ini melibatkan
refleksi diri dan perkembangan menuju keegoisan, serta keterkaitan dan
komunikasi dengan masa lalu dan hal di luar dunia ini. Gerotranscendence
menunjukkan bahwa orang dewasa yang lebih tua memiliki keinginan yang
rendah untuk bersama-sama dengan orang lain dan lebih nyaman sendirian.
d) Programmed Theory/Teori Program
Teori terprogram menyatakan bahwa umur panjang dan penuaan
ditentukan oleh kode genetik kita atau jadwal yang telah ditentukan sebelumnya
dalam genom kita. Rentang hidup seseorang secara genetik diprogram oleh jam
biologis yang dimulai dari pembuahan. Pendukung model ini melihat proyek

27
genom manusia untuk melihat apakah gen penuaan dapat diidentifikasi. Mereka
ingin melihat apakah proses penuaan dapat diperlambat atau ditunda melalui
farmakogenetik. Secara umum mamalia memiliki masa hidup yang relatif tetap.
Sel yang lebih tua membelah lebih sedikit daripada sel yang lebih muda. Pada
manusia, individu dengan susunan genetik yang lebih stabil cenderung hidup
lebih lama karena mereka tidak rentan terhadap kerusakan sel dan mutasi. Peneliti
percaya bahwa umur panjang adalah warisan. Anak-anak dengan leluhur yang
hidup sampai usia tua lebih cenderung hidup lebih lama daripada keturunan
kerabat yang meninggal secara cepat atau meninggal karena kondisi prematur.
Teori program meliputi imunologi dan neuroendokrin (Bonham Howe, 2014):
e) Imunologi
Penurunan fungsi kekebalan yang terprogram membuat tubuh lebih rentan
terhadap infeksi dan penyakit, hal ini disebut immunosenescence. Seiring waktu,
sistem kekebalan yang melemah secara progresif diekspresikan sebagai perubahan
terkait usia dan penyakit yang melemahkan. Seiring bertambahnya usia, antibodi
kita dan mekanisme pertahanan alami tubuh menjadi kurang efektif. Akibatnya,
tingkat penyakit autoimun meningkat seiring bertambahnya usia. Sistem
kekebalan menjadi rusak dan menghasilkan antibodi yang menyerangnya. Hal ini
bisa jadi merupakan salah satu faktor dalam perkembangan rheumatoid arthritis,
lupus dan multiple sklerosis.
Beberapa peneliti berpendapat bahwa sistem kekebalan yang menua juga
dapat berkontribusi pada perkembangan diabetes tipe 2 dan beberapa jenis kanker.
Penurunan terprogram dalam produksi sel T (sel penolong) selama masa dewasa
tercermin dalam penurunan resistensi terhadap patogen, dan meningkatnya
kerentanan terhadap penyakit. Keefektivitasan sel T menurun dapat
dimanifestasikan dengan peningkatan infeksi akut pada orang tua. Ini mungkin
mengapa terjadi lebih banyak infeksi pasca operasi dan didapat di rumah sakit
pada pasien lansia. Selain itu, populasi lansia juga berisiko lebih besar terkena
pneumonia dan influenza sehingga penting untuk mempromosikan vaksinasi pada
lansia. Hal lainnya adalah dengan mendorong kebiasaan nutrisi sehat yang tinggi

28
buah-buahan dan sayuran serta menghindari paparan agen penular juga dapat
membantu mencegah infeksi akut dan kematian sebelum waktunya.
f) Neuroendokrin
Jam biologis kita mengatur hormon untuk mengontrol penuaan. Hormon
adalah pembawa pesan kimiawi yang diproduksi oleh tubuh yang mengatur
pertumbuhan, reproduksi, metabolisme, peradangan, respons stres dan banyak
lagi. Loop umpan balik hipotalamus-hipofisis-adrenal adalah jalur utama untuk
mengatur hormon yang terkait dengan pertumbuhan dan penuaan. Tindakan
hormon yang mengalir dimulai di hipotalamus, yang menghasilkan hormon yang
merangsang hipofisis. Ini termasuk faktor-faktor yang melepaskan hormon
pertumbuhan dan hormon yang melepaskan kortikotropin. Hipotalamus
mengontrol suhu tubuh dan perilaku naluri termasuk dorongan seks, haus, lapar
dan reaksi emosional seperti kemarahan atau agresi.
g) Error Theory/Teori Error
Dalam teori error/kesalahan, faktor gaya hidup dan lingkungan dapat
menyebabkan kerusakan pada DNA, RNA, dan properti seluler lainnya.
Kerusakan yang dihasilkan dapat menyebabkan mutasi atau kecelakaan hubungan
silang ketika DNA, mRNA atau protein direplikasi atau direproduksi. Ada efek
kumulatif dari kerusakan jangka panjang dan akumulasi mutasi yang merusak
fungsi sel yang mengakibatkan penurunan biologis dan penuaan. Contoh dari teori
kesalahan termasuk mutasi somatik, kesalahan hubungan silang, kerusakan akibat
radikal bebas, dan teori keausan. Dua contoh spesifik yang termasuk dalam teori
keausan termasuk beban allostatik dan sindrom metabolik. Dalam kedua kasus
tersebut, penggunaan sistem dalam tubuh secara berlebihan menyebabkan
kelelahan dan peningkatan risiko penyakit kronis yang melemahkan.
h) Free Radicals/Radikal bebas
Teori radikal bebas pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Gerschman di
tahun 1954 akan tetapi dikembangkan oleh Dr. Denham Harman yang
mengusulkan bahwa superoksida bebas menyebabkan kerusakan komponen
makromolekul sel sehingga menimbulkan kerusak tyang menyebabkan sel dan
akhirnya organ berhenti berfungsi (Jin, 2010). Radikal bebas terbentuk selama

29
metabolisme sel dengan elektron yang berenergi tinggi yang dapat memiliki efek
buruk pada molekul yang berdekatan (Taylor et al., 2011). Sumber kerusakan sel
lain dari faktor lingkungan termasuk polusi, asap, alkohol, sinar matahari, dan
radiasi adalah radikal bebas. Sinar ultraviolet matahari menciptakan radikal bebas
yang dapat merusak DNA kita. Radikal bebas juga merupakan produk sampingan
dari metabolisme sel, peradangan kronis dan stres oksidatif. Kita sering
mengaitkan oksidasi dengan proses pengaratan logam setelah terpapar unsurnya.
Penelitian menunjukkan bahwa kerusakan tubuh akibat radikal bebas meningkat
seiring bertambahnya usia. Akumulasi radikal bebas diteorikan berkontribusi pada
perkembangan kanker, CVD, diabetes, artritis, dan aterosklerosis.
Antioksidan telah bermanfaat dalam mengurangi dan memperbaiki
kerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas. Antioksidan alami termasuk
vitamin A, B6, B12, C, E, asam folat, beta karoten dan selenium. Mengkonsumsi
makanan kaya buah dan sayuran dapat membantu mengurangi risiko penyakit
terkait stres oksidatif. Disisi lain, ada sedikit bukti ilmiah yang mendukung
manfaat anti penuaan dari mengkonsumsi suplemen antioksidan.
i) Wear and Tear/ Terpakai dan Rusak
Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh Dr. August Weismann, seorang
ahli biologi Jerman di tahun 1882. Teori ini menyebutkan bahwa sel dan jaringan
memiliki bagian yang vital yang bisa rusak sehingga menyebabkan penuaan.
Sebagai contoh, sebuah mobil yang memiliki komponen yang tua, maka mesin
akan mengalami aus sehingga jika dipakai berulang akan menyebabkan mesin
mati. Pada manusia, penuaan terjadi akibat kerusakan progresif pada sel dan
jaringan (Jin, 2010). Dikatakan bahwa sel, jaringan dan organ menjadi rusak
dengan tindakan berulang dan penyalahgunaan. Sebagai sel, mereka diganti
dengan yang baru. Seiring bertambahnya usia, tubuh memiliki kapasitas yang
berkurang untuk memperbaiki dirinya sendiri. Cedera yang berulang juga dapat
menyebabkan kecacatan permanen.
Sebagai contoh, pada pelempar bisbol profesional yang telah melempar
bisbol jutaan kali di sepanjang karirnya dapat mengalami nyeri sendi kronis akibat
penggunaan yang berlebihan selama bertahun-tahun. Contoh lainnya adalah

30
carpal tunnel syndrome atau tennis elbow. Keduanya diakibatkan oleh gerakan
berulang kronis yang menyebabkan kerusakan pada sendi, tulang rawan, dan
jaringan. Seperti mesin, tubuh manusia menjadi lelah karena penggunaan dan
penyalahgunaan terus-menerus.
j) Psychosocial Theory/Teori Psikososial
a. Life Course Theory /Teori jalan hidup
Saat melihat teori psikososial penuaan, penting mempertimbangkan
konteks sejarah, budaya, sosial, ekonomi dan untuk politik. Kohort atau individu
yang lahir selama periode waktu yang sama, dihubungkan oleh peristiwa
kehidupan. Selama seumur hidup, setiap kelompok mengembangkan karakteristik
unik karena peristiwa bersejarah ini membentuk keyakinan, nilai, kebiasaan dan
cara hidup mereka. Model jalur kehidupan ini melihat kelompok sebagaimana
mereka ditempatkan di tempat dan waktu seperti norma usia, peran dan transisi
peran seperti kebiasaan, peran, jenis kelamin dan perilaku.
b. Continuity Theory/ Teori berkelanjutan
Dalam teori berkelanjutan, penuaan hanya dipandang sebagai bagian
normal dari kehidupan, dan kebiasaan serta keanehan tetap ada sejak masa kanak-
kanak hingga dewasa. Kelanjutan dari ciri-ciri ini dibawa ke preferensi untuk
peran dan interaksi sosial. Ciri-ciri kepribadian yang bertahan lama seperti
ketergantungan, kemurungan, ramah, sensitif dan percaya diri semuanya dapat
memengaruhi kemampuan beradaptasi seseorang terhadap penuaan. Beberapa
orang lanjut usia akan merasa kehilangan identitas atau harga diri setelah pensiun.
Sementara yang lain mengembangkan rasa positif baru tentang diri. Mereka
menggantikan peran lama sebagai cara untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungan mereka yang berubah.
d. Disengagement theory/Teori pelepasan
Teori pelepasan dinyatakan bahwa orang dewasa yang lebih tua seringkali
menarik diri dari peran biasa dan menjadi lebih introspektif dan fokus pada
dirinya sendiri (Taylor et al., 2011). Teori pelepasan menyebutkan bahwa lansia
mau mengisolasi diri, sedangkan pada kenyataannya, lansia lebih suka tetap aktif
terlibat dengan masyarakat (Bonham Howe, 2014). Yang mendasari teori ini

31
adalah adanya proses penarikan bersama antara masyarakat dan lansia yang
membantu menjaga keseimbangan sosial. Teori pelepasan dikaitkan dengan
pensiunan senior pasca era perang dunia II. Mereka dibebaskan dari peran dan
kewajiban pekerjaan sebelumnya untuk memberi jalan bagi generasi pekerja
berikutnya. Pensiun adalah tindakan penguraian secara sukarela, memungkinkan
pensiunan kesempatan untuk memperlambat dan secara bertahap menarik diri dari
acara sosial. Dalam hal ini, lansia lebih banyak berefleksi dan mengenang.
e. Activity Theory/Teori aktivitas
Teori aktivitas merupakan pendekatan anti penuaan untuk menjalani tahun
tahun senior. Teori ini mencakup gagasan untuk menggunakan atau
menghilangkannya sebagai dasar untuk penuaan yang sehat. Tujuan dari teori
aktivitas ini adalah untuk menghentikan penurunan fungsional yang berhubungan
dengan penuaan dan menunda timbulnya penyakit dan kematian. Penurunan
fungsi terkait usia dapat dicegah atau ditunda dengan melakukan aktivitas fisik
jangka panjang. Orang dewasa yang lebih tua lebih bahagia ketika mereka terlibat
secara fisik dan kognitif. Kualitas hidup meningkat ketika orang tua melakukan
aktivitas yang membuat mereka senang. Seiring berjalannya usia, peran juga
berubah, sehingga penting untuk menemukan aktivitas pengganti. Menjadi aktif
sepanjang hidup mengurangi kerusakan terkait usia (Kane et al., 2013; Bonham
Howe, 2014).
2.2.7 Tujuan Pelayanan Kesehatan Lansia
WHO menggariskan bahwa fokus pembinaan bagi kelompok usia lanjut
adalah upaya promotif dan meminimalkan ketergantungan pada usia lanjut. Tujuan
pelayanan geriatri adalah sebagai berikut.
 Mempertahanikan derajat keschatan setinggi-tingginya sehingga terhindar dari
penyakit atau gangguan/kesehatian
 Memelihara kondisi kesehatan dengan aktivitas fisik sesuai kemampuan dan
aktivitas mental yang mendukung.
 Melakukan diagnosis dini secara tepat dan memadai.
 Melakukan pengobatan yang tepat.
 Memelihara kemandirian secara maksimal.

32
 Tetap memberikan bantuan moril dan perhatian sampai akhir hayatnya agar
kematiannya berlangsung dengan tenang.
2.3 Konsep Asuhan Keperawatan
2.3.1 Pengkajian Keperawatan
Langkah pertama dari proses keperawatan yaitu pengkajian, dimulai dari
mengumpulkan data tentang pasien. Pengkajian dan pendokumentasian yang
lengkap tentang kebutuhan pasien dapat meningkatkan efektivitas asuhan
keperawatan yang diberikan (Potter & Perry, 2010).
Asuhan keperawatan lanjut usia adalah suatu kegiatan proses keperawatan yang
ditujukan kepada lanjut usia, meliputi kegiatan pengkajian dengan memperhatikan
kebutuhan fisik, psikologis, sosial dan spiritual, menganalisis masalah yang muncul
dan merumuskan diagnosa keperawatan, membuat perencanaan atau intervensi,
melaksanakan implementasi keperawatan dan melakukan evaluasi (Azizah, 2011).
Data pengkajian yang diperlukan dalam asuhan keperawatan gerontik dengan
gout arthritis yaitu :
a. Data demografi berisi identitas pasien
b. Riwayat keluarga berisi genogram
c. Riwayat pekerjaan berisi pekerjaan sebelum dan saat ini
d. Riwayat lingkungan hidup berisi tipe tempat tinggal, kondisi tempat tinggal.
e. Riwayat rekreasi berisi hobi, liburan atau perjalanan.
f. Sistem pendukung berisi pelayanan kesehatan dirumah, perawatan sehari-
hari yang dilakukan keluarga.
g. Status kesehatan berisi keluhan utama, obat-obatan yang dikonsumsi, status
imunisasi, riwayat alergi, hasil vital sign, hasil cek GDS dan hasil cek asam
urat.
h. Aktivitas hidup sehari-hari seperti mandi, berpakaian, makan, ke kamar kecil,
berpindah dan kontinen.
i. Pemenuhan kebutuhan sehari-hari berisi tentang oksigenasi, cairan
dan elektrolit, nutrisi, eliminasi, aktivitas, istirahat dan tidur, personal
hygiene, seksual, rekreasi, psikologis.

33
j. Tinjauan sistem berisi tentang keadaan umum, tingkat kesadaran, tanda-
tanda vital, kepala, mata, telinga, hidung, leher, dada, punggung,
abdomen, pinggang, ekstremitas atas dan bawah, sistem imun, genetalia,
reproduksi, persarafan dan pengecapan.
k. Hasil pengkajian kognitif dan mental
l. Data penunjang berisi berisi hasil Laboratorim, radiologi, EKG, USG,CT-
Scan, dan lain-lain
2.3.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menguraikan respon aktual
atau potensial pasien terhadap masalah kesehatan yang perawat mempunyai izin dan
berkompeten untuk mengatasinya. Respon aktual dan potensial pasien didapatkan
dari data dasar pengkajian, tinjauan literatur yang berkaitan, catatan medis pasien
masa lalu, dan konsultasi dengan profesi lain, yang kesemuanya dikumpulkan
selama pengkajian (Potter & Perry, 2010).
Diagnosa keperawatan pada gout arthritis menurut (PPNI, 2016)
diantaranya adalah :
a. Nyeri akut
b. Gangguan mobilitas fisik
c. Defisit pengetahuan
2.3.3 Intervensi
Intervensi atau perencanaan adalah kegiatan dalam keperawatan yang meliputi;
meletakkan pusat tujuan pada pasien, menetapkan hasil yang ingin dicapai, dan
memilih intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan (Potter & Perry, 2010)

2.3.4 Implementasi
Implementasi yang merupakan komponen dari proses keperawatan adalah
kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai
tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan.
(Potter & Perry, 2010).

34
Implementasi di lakukan sesuai intevensi keperawatan atau perencanaan tindakan,
implementasi di lakukan dalam proses keperawatan yang di maksut adalah di lakukan
secara
a. independen (perawat melaksanakan perannya secara mandiri, tidak tergantung kepada
orang lain.),
b. dependen (tindakan yang dilakukan oleh perawat atas perintah atau intruksi dari
perawat spesialis, dokter, ahli gizi, radiologi atau bagian lain yang mempunyai
kewenangan lebih untuk menjalankan tindakan keperawatan )
c. interdependen (bentuk dari kerja sama antara perawat dengan berbagai pihak medis
seperti dokter, ahli gizi, radiologi dan lain sebagainya untuk menjalankan tindakan
keperawatan kepada pasien.
2.3.5 Evaluasi
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan keperawatan
yang telah di tentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan
mengukur hasil dari proses keperawatan.
Tipe pernyataan evaluasi menurut (Setiadi 2012) evaluasi dapat dilakukan secara formatif dan
sumatif.
Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan selama proses asuhan keperawatan, sedangkan
evaluasi sumatif adalah evaluasi akhir.
a) Pernyataan evaluasi formatif. Hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon pasien
segera pada saat atau setelah dilakukan tindakan keperawatan dan ditulis pada catatan perawatan.
b) Pernyataan evaluasi sumatif. Rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status
kesehatan sesuai waktu pada tujuan dan ditulis pada catatan perkembangan. Tujuannya
menjamin asuhan keperawatan secara optimal, meningkatkan kualitas asuhan keperawatan,
mengakhiri rencana tindakan keperawatan, menyatakan apakah tujuan keperawatan telah
tercapai atau belum, meneruskan rencana tindakan keperawatan, memodifikasi rencana
tindakan keperawatan dan dapat menentukan penyebab apabila tujuan asuhan keperawatan
belum tercapai.
Penentuan masalah teratasi, teratasi sebagian, atau tidak teratasi adalah dengan cara
membandingkan antara SOAP/SOAPIER dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah
ditetapkan. S (Subjective) : adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari

35
klien setelah tindakan diberikan. O (Objective) : adalah informasi yang didapat berupa hasil
pengamatan, penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan dilakukan. A
(Analisis) : adalah membandingkan antara informasi subjective dan objective dengan tujuan
dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan bahwa masalah teratasi, teratasi sebahagian,
atau tidak teratasi. P (Planning) : adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan
berdasarkan hasil analisa.

36
BAB III

HASIL ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA

I.    DATA DEMOGRAFI LANSIA


1.1.Nama : Ny.A.P
1.2.Tempat tanggal lahir : Ende, 5 Mei 1954
1.3.Jenis Kelamin : Perempuan
1.4.Suku : Ende
1.5Agama : Katholik
1.6.Pendidikan : SD
1.7.Status perkawinan : Menikah
1.8.Alamat : RT/RW : 25/09 Kecamatan Oebobo
1.9.Orang dekat yg dihubungi: Anak kandung

II. RIWAYAT KELUARGA


2.1   Pasangan ( Apabila pasangan masih hidup):
2.1.1. Status kesehatan : Suami Ny.A.P memiliki Riwayat penyakit hipertensi
2.1.2. Umur : 77 Tahun
2.1.3. Pekerjaan : Wiraswasta
2.2. Apabila pasangan telah meninggal,
2.2.1.Tahun meninggal :-
2.2.2.Penyebab kematian : -
2.3.  Anak –anak ( Apabila anak-anak masih hidup),
2.3.1. Nama dan alamat : Ny.M.P, alamat RT/RW:25/09 Kecamatan Oebobo
2.4. Apabila anak-anak sudah meninggal,
2.4.1. Tahun meninggal : -
2.4.2. Penyebab kematian : -

III. RIWAYAT PEKERJAAN


3.1.      Status pekerjaan saat ini : Ny.A.P adalahseorang IRT
3.2.      Pekerjaan sebelumnya :-
3.3.     Sumber pendapatan dan kecukupan terhadap kebutuhan : Sumber pendapatan didapat dari
pensiunan suami Ny.A.P
VI    RIWAYAT LINGKUNGAN HIDUP
4.1. Tipe tempat tinggal : Rumah pribadi
4.2. Jumlah kamar : 3 kamar
4.3. Jumlah tingkat : tidak bertingkat
4.4. Jumlah orang yang tinggal serumah : 4 orang
4.5. Derajat privasi : privasi keluarga Ny.A.P terjaga dengan baik
4.6. Tetangga terdekat : Ny.S

37
V. RIWAYAT REKREASI
5.1.  Hobi/minat : klienmengatakan bahwa ia memiliki hobi menjahit
5.2.  Keanggotaan klpk : kien aktif dalam kegiatan di Gereja dan kegiatan social di
lingkungannya
5.3.  Liburan/perjalanan : klien jarangmelakukan perjalanan/rekreasi

VI.  SUMBER/SISTEM PENDUKUNG YANG DIGUNAKAN


6.1. Dokter : klien mengatakan kontrol dengan dokter di puskesmas
6.2. Rumah sakit : klien mengatakan jarang control di rumah sakit
6.3. Klinik : klien mengatakan tidak pernah control di klinik
6.4. Pelayanan kesehatan di rumah : klien sering control di posbindu setiap 3 bulan sekali

VII.  RIWAYAT KESEHATAN SAAT INI


7.1.       Penyakit yang diderita 1 tahun terakhir
Klien mengatakan 1 tahun terakir ini klien menderita penyakit darah tinggi (klien mengatakan
ia terganggu dengan penyakitnya)
7.2.      Penyakit yang diderita saat ini.
Saat iniklien menderita penyakit hipertensi (darah tinggi)
7.3. Keluhan yang dialami 1 tahun terakhir
Keluhan klien 1 tahun terakir yaitu klien sering merasa lelah ketika bekerja terlalu berlebihan,
klien juga sering merasa pusing dan sakit kepala
7.4.   Keluhan saat ini
Saat ini klien mengeluh pusing, leher tegang,dan klien mengatakan tidak bisa tidur di siang hari
karna keributan.
7.5. Pengetahuan/pemahaman dan penatalaksanaan masalah kesehatan (mis. Diet
khusus, mengganti balutan)
klien mengatakan belum terlalu mengerti dengan penyakit yang ia derita.
7.6. Penggunaan Obat
7.6.1.Nama obat : Amlodipin
7.6.2.Dosis obat : 5 mg
7.6.3.Bagaimana/kapan menggunakan : 1x sehari
7.6.4.Dokter yang menginstruksikan : Ya
7.6.5 Tanggal resep : Jumat, 15 April 2022
7.7. Riwayat Alergi (catat agen dan reaksi spesifik)
7.7.1.Obat-obatan :-
7.7.2.Makanan :-
7.7.3.Kontak substansi : -
7.7.4.Faktor lingkungan : -
7. 8.      Nutrisi ( ingat kembali diet 24 jam, termasuk intake cairan )
7.8.1. Kebiasaan makan (tinggi garam, kolesterol, purin)
Klien mengatakan ia tidak bisa mengontrol makananya.
38
7.8.2.Diet khusus, pembatasan makanan
Klien mengatakan ia tidak melakukan diet kusus
7.9 Riwayat peningkatan/penurunan berat badan
Klien mengatakan tidak ada penurunan dan peningkatan berat badan
7.10.Pola konsumsi makanan (misal frekuensi, sendiri/dengan orang lain)
Klien makan 3x sehari, makan Bersama keluarga
7.11. Masalah yang mempengaruhi intake makanan (mis. Pendapatan tidak adekuat,
kurang transportasi, masalah menelan/mengunyah, stres emosional,dll)
klien mengatakan tidak ada masalah dalam intake makanan
7.12.      Pola istirahat tidur
7.13.1. Lama tidur
Klien mengatakan tidur malam 8 jamklien tidur jam 8 malam dan bangun jam 4 pagi
7.14. Gangguan tidur yang sering dialami
Klien mengatakan tidak bisa tidur pada siang hari karena keributan

VII.  RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU


7.1.      Penyakit masa kanak-kanak
-
7.2.      Penyakit serius/kronik
-
7.3.      Trauma
-
7.4.      Perawatan di rumah sakit (catat alasan, tanggal, tempat, alasan)
-
7.5.      Pembedahan
-
7.6.      Riwayat obsetri
-
VIII, RIWAYAT KELUARGA
8.1.Silsilah keluarga (identifikasi kakek atau nenek, orang tua, paman, bibi, saudara k
andung, pasangan, anak-anak)

39
Keterangan :
Ayah dan Ibu dari suami Ny.A.P dan ayah dan ibu dari Ny.A.P telah meninggal,suami Ny.A.P
ada 3 bersaudara suami Ny.A.P anak laki-laki pertama sedangkan Ny.A.P memiliki 5 bersaudara
Ny.A.P anak perempuan pertama. Ny.A.P dan suaminya memiliki 2 orang anak anakpertama
perempuan dan anak ke dua laki-laki mereka berempat tinggal serumah.

8.2. Riwayat penyakit yang pernah diderita oleh anggota keluarga


NyA.P dan suami memiliki riwayatpenyakit darah tinggi
IX.  TINJAUAN SISTEM
9.1.      Tingkat kesadaran:
9.1.1. Mata :4
9.1.2. Verbal :5
9.1.3. Motorik :6
9.2.      Tanda-tanda vital:
9.2.1.Tekanan darah : 171/90 mmHg
9.2.2.Nadi : 80x/menit
9.2.3.Suhu : 36,8 C
O

9.2.4.RR : 28x/menit
9.3.   Penilaian umum
9.3.1.Kelelahan : ( ) ya (√ ) tidak
9.3.2.Perubahan BB satu tahun yang lalu: ( ) ya (√ ) tidak
9.3.3.Perubahan nafsu makan : ( ) ya (√ ) tidak
9.3.4.Demam : ( ) ya (√ ) tidak
9.3.5.Keringat malam : ( ) ya ( √ ) tidak
9.3.6.Kesulitan tidur : ( √ ) ya ( ) tidak
9.3.7.Sering pilek, infeksi : ( ) ya ( √ ) tidak
9.3.8.Penialaian diri terhadap seluruh status kesehatan : ( √ ) ya ( ) tidak
9.3.9 Kemampuan melakukan ADL : (√ ) ya ( ) tidak
9.4.      Integumen
9.4.1.Lesi/luka : ( ) ya ( √ ) tidak
9.4.2.Pruritus : ( ) ya ( √ ) tidak
9.4.3.Perubahan pigmentasi : ( ) ya ( √ ) tidak
9.4.4.Perubahan tekstur : ( ) ya ( √ ) tidak
9.4.5.Perubahan rambut : ( √ ) ya ( ) tidak
40
9.4.6.Perubahan kuku : ( ) ya ( √ ) tidak
9.4.7.Turgor : Kulit mulai keriput
9.4.8.Anemia : ( ) ya ( √ ) tidak
9.4.9.Riwayat transfusi darah : ( ) ya ( √ ) tidak
9.5.      Kepala
9.5.1.Sakit kepala : ( √ ) ya ( ) tidak
9.5.2.Trauma : ( ) ya ( √ ) tidak
9.5.3.Pusing : ( √ ) ya ( ) tidak
9.5.4.Gatal pada kulit kepala : ( ) ya ( √ ) tidak
9.6. Mata
9.6.1.Perubahan penglihatan : ( ) ya (√ ) tidak
9.6.2.Kacamata/lensa kontak : ( ) ya (√ ) tidak
9.6.3.Nyeri : ( ) ya (√ ) tidak
9.6.4.Air mata berlebihan : ( ) ya (√ ) tidak
9.6.5.Bengkak sekitar mata : ( ) ya (√ ) tidak
9.6.6.Diplopia : ( ) ya (√ ) tidak
9.6.7.Pandangan kabur : ( ) ya (√ ) tidak
9.6.8.Fotofobia : ( ) ya (√ ) tidak
9.7.      Telinga
9.7.1.Perubahan pendengaran : ( ) ya (√ ) tidak
9.7.2.Tinitus : ( ) ya (√ ) tidak
9.7.3.Sensitivitas pendengaran : ( ) ya (√ ) tidak
9.7.4.Riwayat infeksi : ( ) ya (√ ) tidak
9.8.   Hidung:
9.8.1.Rinorea : ( ) ya (√ ) tidak
9.8.2.Epistaksis : ( ) ya (√ ) tidak
9.8.3.Obstruksi : ( ) ya (√ ) tidak
9.8.4.Mendengkur : ( ) ya (√ ) tidak
9.8.5.Nyeri pada sinus : ( ) ya (√ ) tidak
9.8.6.Riwayat infeksi : ( ) ya (√ ) tidak
9.9.  Mulut dan tenggorokan:
9.9.1.Sakit tenggorokan : ( ) ya (√ ) tidak
9.9.2.Lesi/ulkus : ( ) ya (√ ) tidak
9.9.3.Serak : ( ) ya (√ ) tidak
9.9.4.Perubahan suara : ( ) ya (√ ) tidak
9.9.5.Kesulitan menelan : ( ) ya (√ ) tidak
9.9.6.Perdarahan gusi : ( ) ya (√ ) tidak
9.9.7.Karies : ( ) ya (√ ) tidak
9.9.8.Alat-alat protesa : ( ) ya (√ ) tidak
9.9.9.Riwayat infeksi : ( ) ya (√ ) tidak
9.9.10. Gigi palsu : ( ) ya (√ ) tidak
41
9.10.  Leher
9.10.1. Kekuan : ( ) ya (√ ) tidak
9.10.2. Nyeri/nyeri tekan : ( ) ya (√ ) tidak
9.10.3. Benjolan/ massa : ( ) ya (√ ) tidak
9.10.4. Keterbatasan gerak : ( ) ya (√ ) tidak
9.11.  Payudara
9.11.1. Benjolan/ massa : ( ) ya (√ ) tidak
9.11.2. Nyeri/nyeri tekan : ( ) ya (√ ) tidak
9.11.3. Bengkak : ( ) ya (√ ) tidak
9.11.4. Keluar cairan dari puting susu : ( ) ya (√ ) tidak
9.11.5. Perubahan pada puting susu : ( ) ya (√ ) tidak
9.11.6 Pola pemeriksaan payudara sendiri: ( ) ya (√ ) tidak
9.12.  Pernafasan
9.12.1. Batuk : ( ) ya (√ ) tidak
9.12.2. Sesak nafas : ( ) ya (√ ) tidak
9.12.3. Hemoptisis : ( ) ya (√ ) tidak
9.12.4. Sputum : ( ) ya (√ ) tidak
9.12.5. Asma/alergi pernafasan : ( ) ya (√ ) tidak
9.13.  Kardiovaskular
9.13.1. Ditensi vena jugularis : ( ) ya ( √ ) tidak
9.13.2. Nyeri/ketidaknyamanan dada : ( ) ya ( √ ) tidak
9.13.3. Palpitasi : ( ) ya ( √ ) tidak
9.13.4. Sesak nafas : ( ) ya ( √ ) tidak
9.13.5. Dispnea nocturnal paroksimal : ( ) ya ( √ ) tidak
9.13.6. Ortopnea : ( ) ya ( √ ) tidak
9.13.7. Murmur : ( ) ya ( √ ) tidak
9.13.8. Edema : ( ) ya ( √ ) tidak
9.14.  Gastrointestinal
9.14.1. Disfagia : ( ) ya ( √ ) tidak
9.14.2. Tidak dapat mencerna : ( ) ya ( √ ) tidak
9.14.3. Nyeri ulu hati : ( ) ya ( √ ) tidak
9.14.4. Mual/muntah : ( ) ya ( √ ) tidak
9.14.5. Hematemesis : ( ) ya ( √ ) tidak
9.14.6. Perubahan nafsu makan : ( ) ya ( √ ) tidak
9.14.7. Intoleransi makanan : ( ) ya ( √ ) tidak
9.14.8. Nyeri : ( ) ya ( √ ) tidak
9.14.9. Ikterik : ( ) ya ( √ ) tidak
9.14.10. Benjolan/massa : ( ) ya ( √ ) tidak
9.14.11. Perubahan kebiasaan defekasi : ( ) ya ( √ ) tidak
9.14.12. Diare : ( ) ya ( √ ) tidak
9.14.13. Konstipasi : ( ) ya ( √ ) tidak
42
9.14.14. Melena : ( ) ya ( √ ) tidak
9.14.15. Hemoroid : ( ) ya ( √ ) tidak
9.14.16. Perdarahan rektum : ( ) ya ( √ ) tidak
9.15. Perkemihan
9.15.1. Disuria :( ) ya (√ ) tidak
9.15.2. Frekuensi BAK :( ) 1x/sehari (√ ) 3x/hari
9.15.3. Urine menetes :( ) ya (√ ) tidak
9.15.4. Dorongan miksi :( ) ya (√ ) tidak
9.15.5. Hematuria :( ) ya (√ ) tidak
9.15.6. Poliuria :( ) ya (√ ) tidak
9.15.7. Oliguria :( ) ya (√ ) tidak
9.15.8. Nokturia :( ) ya (√ ) tidak
9.15.9. Inkontinensia :( ) ya (√ ) tidak
9.15.10. Nyeri saat berkemih :( ) ya (√ ) tidak
9.16.  Genitalia pria
9.16.1. Lesi :( ) ya (√ ) tidak
9.16.2. Rabas :( ) ya (√ ) tidak
9.16.3. Nyeri testikular :( ) ya (√ ) tidak
9.16.4. Massa testikular :( ) ya (√ ) tidak
9.16.5. Masalah prostate :( ) ya (√ ) tidak
9.16.6. Penyakit kelaminn :( ) ya (√ ) tidak
9.17.  Genitalia wanita
9.17.1. Lesi :( ) ya (√ ) tidak
9.17.2. Rabas :( ) ya (√ ) tidak
9.17.3. Dispareuni :( ) ya (√ ) tidak
9.17.4. Perdarahan pasca senggama :( ) ya (√ ) tidak
9.17.5. Nyeri pelvis :( ) ya (√ ) tidak
9.17.6. Sistokel/rektokel/prolpas :( ) ya (√ ) tidak
9.17.8. Penyakit kelamin :( ) ya (√ ) tidak
9.17.9. Infeksi :( ) ya (√ ) tidak
9.18  Muskuloskeletal
9.18.1. Nyeri persendian : ( ) ya ( √ ) tidak
9.18.2. Kekakuan : ( ) ya ( √ ) tidak
9.18.3. Pembengkakan sendi : ( ) ya ( √ ) tidak
9.18.4. Deformitas : ( ) ya ( √ ) tidak
9.18.5. Spasme : ( ) ya ( √ ) tidak
9.18.6. Kelemahan otot : ( ) ya ( √ ) tidak
9.18.7. Masalah cara berjalan : ( ) ya ( √ ) tidak
9.18.8. Nyeri punggung : ( ) ya ( √ ) tidak
9.18.9. Prostesa : ( ) ya ( √ ) tidak
9.18.10. Kekuatan otot : 5 dapat bergerak normal
43
Tes koordinasi/keseimbangan
No. Aspek penilaian Keterangan Nilai
1 Berdiri dengan postur normal 4
2 Berdiri dengan postur normal (dengan mata tertutup)
3 Berdiri dengan satu kaki Kanan : 1
Kiri :
4 Berdiri, fleksi trunk, dan berdiri ke posisi netral 3
5 Berdiri, lateral dan fleksi trunk 3
6 Berjalan, tempatkan salah satu tumit di depan jari kaki 3
yang lain
7 Berjalan sepanjang garis lurus 4
8 Berjalan mengikuti tanda gambar pada lantai 3
9 Berjalan mundur 3
10 Berjalan mengikuti lingkaran 3
11 Berjalan dengan tumit 2
12 Berjalan dengan ujung kaki 1
JUMLAH 29

Kriteria penilaian
4 :melakukan aktifitas dg lengkap
3 :sedikit bantuan (untuk keseimbangan)
2 :dg bantuan sedang – maksimal
1 :tidak mampu melakukan aktivitas
Keterangan
42 – 54 : Melakukan aktifitas dengan lengkap
28 – 41 : Sedikit bantuan (untuk keseimbangan)
14 – 27 : Dengan bantuan sedang sampai maksimal
< 14 : Tidak mampu melakukan aktifitas

44
Dampak pada penampilan ADL : ..............................................................................
9.19.  Sistem saraf pusat
9.19.1. Sakit kepala : ( √ ) ya ( ) tidak
9.19.2. Kejang : ( ) ya ( √ ) tidak
9.19.3. Sinkope/serangan jatuh : ( ) ya ( √ ) tidak
9.19.4. Paralisis : ( ) ya ( √ ) tidak
9.19.5. Paresis : ( ) ya ( √ ) tidak
9.19.6. Masalah koordinasi : ( ) ya ( √ ) tidak
9.19.7. Tc/tremor/spasme : ( ) ya ( √ ) tidak
9.19.8. Masalah memori : ( ) ya ( √ ) tidak

X.  RIWAYAT PSIKOSOSIAL


10.1.      Cemas : ( ) ya ( √ ) tidak
10.2.      Stabilitas emosi
a. Labil (b). Stabil c. Iritable d. Datar
Jelaskan ; klien mengatakan ia bisa mengontrol emosinya
10.3.      Permasalahan emosional dengan Pertanyaan tahap 1
10.3.1. Apakah klien mengalami susah tidur Ya
10.3.2.   Apakah klien merasa gelisah Tidak
10.3.3    Apakah klien murung menangis sendiri Tidak
10.3.4    Apakah klien sering was-was atau kuatir Tidak
Lanjutkan pertanyaan tahap 2 jika lebih dari satu atau sama dengan jawaban 1 ya
Pertanyaan tahap 2
10.3.5.   Keluhan lebih dari 3 bulan atau lebih dari 1 bulan 1 kali dalam satu bulan.
10.3.6. Ada masalah atau banyak pikiran Tidak
10.3.7. Ada gangguan atau masalah dengan orang lain Tidak
10.3.8. Menggunakan obat tidur atau penenang atas anjuran dokter Tidak
10.3.9. Cenderung mengurung diri ? Tidak
Lebih dari 1 atau sama dengan 1 jawabannya ya, maka masalah emosional ada atau
ada gangguan emosional
10.3.10.      Insomnia : ( ) ya ( √ ) tidak
10.3.11.      Gugup : ( ) ya ( √ ) tidak
10.3.12.      Takut : ( ) ya ( √ ) tidak
10.3.13.      Stres : ( ) ya ( √ ) tidak

45
XI.       STATUS FUNGSIONAL
Pemeriksaan Indek barthel
No Jenis aktivitas Nilai Penilaian
Bantuan Mandiri
1 Makan/minum 5 10 10
2 Berpindah dari kursi roda ke tempat 5-10 15
15
tidur/sebaliknya
3 Kebersihan diri: cuci muka, menyisir, dll 0 5 5
4 Keluar/masuk kamar mandi 5 10 10
5 Mandi 0 5 5
6 Berjalan (jalan datar) 10 15 15
7 Naik turun tangga 5 10 5
8 Berpakaian/bersepatu 5 10 10
9 Mengontrol defekasi 5 10 10
10 Mengontrol berkemih 5 10 10
Jumlah 95
Keterangan :
0 – 20 : Ketergantungan penuh/total
21 – 61 : Ketergantungan berat
62 – 90 : Ketergantungan moderat
91 – 99 : Ketergantungan ringan
100 : Mandiri

XII.     STATUS KOGNITIF


Pemeriksaan Short Portable Mental Status Questsionnaire
Benar Salah Nomor Pertanyaan
₊ 1 Tanggal berapa hari ini?

₊ 2 Hari apa sekarang?

₊ 3 Apa nama tempat ini?

₊ 4 Di mana alamat Anda?

₊ 5 Kapan Anda lahir?

₊ 6 Berapa umur Anda?

₊ 7 Siapa presiden Indonesia sekarang?

₊ 8 Siapa presiden Indonesia sebelumnya?

₊ 9 Siapa nama ibu Anda?

₊ 10 Angka 20 dikurangi 3=? Dan seterusnya dikurangi 3

₊ Jumlah
Keterangan :
Salah 0 – 3: fungsi intelektual utuh Salah 4 – 5: kerusakan intelektual
ringan

46
Salah 6 – 8: kerusakan intelektual sedang Salah 9 – 10: kerusakan intelektual
berat

XIII MINI MENTAL STATUS EXAM (MMSE) Maximal 5 minimal 1


ITEM TES NILAI MAX NILAI
ORIENTASI
1 Sekarang (tahun), (musim), (bulan), (tanggal), (hari) apa? 4
5
2 Kita berada di mana? (negara), (provinsi), (kota), (rumah sakit), 4
(lantai/kamar)
REGISTRASI
3 Sebutkan 3 buah nama benda (apel, meja, koin) tiap benda 1 detik,
5 5
pasien disuruh mengulangi ketiga nama benda tersebut dengan
benar dan catat jumlah pengulangan
ATENSI DAN KALKULASI
4 Kurangi 100 dengan 7. Nilai 1 untuk setiap jawaban benar.
Hentikan setelah 5 jawaban. Atau disuruh mengeja terbalik kata
3 3
“DUNIA” (nilai diberikan pada huruf yang benar sebelum
kesalaahn; misalnya “a i u n d ”=3

MENGINGAT KEMBALI (RECALL)


5 2
5 Klien diminta mengingat kembali nama benda di atas
BAHASA
6 Klien diminta menyebutkan nama benda yg ditunjukkan (pensil, 3
buku)
7 Klien diminta mengulang kata-kata “namun”, “tanpa”, “bila” 3
8 Klien diminta melakukan perintah : “Ambil kertas ini dengan
tangan Anda, lipatlah menjadi dua bagian dan letakkan di lantai” 4
5
9 Klien disuruh membaca dan melakukan perintah “Pejamkan mata
Anda” 4
10 Klien disuruh menulis dengan spontan
11 Klien diminta menggambarkan bentuk di bawah ini 3

3
TOTAL

Keterangan :
Skor 24-30 = normal
Nilai 18-23 = gangguan kognitif sedang
Nilai 0-17 = gangguan kognitif berat

XIV N.    STATUS FUNGSI SOSIAL


Pemeriksaan APGAR Keluarga
Selalu =2
Kadang-kadang =1
Hampir tidak pernah = 0

47
NO Pernyataan Kriteria Nilai
Selalu Kadang Hampir
-kadang tdk perna
1 Saya puas bisa kembali pada keluarga (teman) saya untuk 2
membantu saya pada waktu sesuatu menyusahkan saya.
21. Saya puas dgn cara keluarga (teman) saya membicarakan 2
sesuatu dan mengungkapakan masalah dengan saya.     
3 Saya puas bahwa keluarga (teman) saya menerima dan 2
mendukung keinginan saya dalam melakukan aktivitas
4 Saya puas dgn cara keluarga (teman) saya 2
mengekspresikan afek dan berespon terhadap emosi saya
seperti marah, sedih, atau mencintai
5 Saya puas dengan cara teman saya menyediakan waktu 2
bersama-sama

Keterangan
Nilai < 3 : disfungsi keluarga tinggi
Nilai 4 – 6 : disfungsi keluarga sedang

Analisa Data

No Data Masalah Etiologi

1 Data Subjektif : Gangguan pola tidur Hambatan


lingkungan
Klien mengeluh sulit tidur (kebisingan)
pada siang hari karena
kebisingan. Dan tidur
malam sering terbangun
karena ingin BAK.

Data Objektif :

-Klien tampak tidak tidur di


waktu siang hari

-TD: 150/90 mmHg

2 Data Subjektif : Defisit pengetahuan Kurang terpapar


informasi
Klien mengatakan belum
terlalu mengerti tentang
penyakit yang di deritanya.
6 bulan terakir klien tidak
lagi mengkonsumsi obat

48
darah tinggi

Data Objektif :

-Klien tampak
kebingunggan dan sering
bertanya mengenai
penyakitnya

Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan pola tidur b.d hambatan lingkungan (kebisingan)


2. Defisit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi

Intervensi Keperawatan

No Hari/ Diangnosa Kep Tujuan dan KH Tindakan Rasional


tgl

1 Kamis, Gangguan pola Setelah dilakukan Observasi - Untuk mengetahui


14-04- tidur b.d tindakan 3x2 jam pola aktivitas dan tidur
2022 hambatan diharapkan klien - Identifikasi
- Untuk mengetahui
lingkungan dapat membaik pola faktor penganggu tidur
(kebisingan) dengan kriteria aktivitas
hasil : - Agar bisa tidur dengan
dan tidur lingkungan yang tenang
1.Keluhan sulit - Identifikasi - Untuk mengetaui
tidur menurun
faktor jadwal tidur rutin

penganggu - Untuk mengetahui


pentingnya tidur saat
tidur sakit.
Terapeutik

- Modifikasi
lingkungan
- Batasi
waktu tidur
siang, jika

49
perlu
- Tetapkan
jadwal tidur
rutin

Edukasi

- Jelaskan
pentingnya
tidur cukup
selama
sakit

2 Kamis, Defisit Setelah dilakukan Observasi -Agar klien siap


14-04- pengetahuan b.d tindakan 3x2 jam menerima informasi
2022 kurang terpapar diharapkan klien -Identifikasi kesiapan dan yang diberikan
informasi kemampuan menerima
dapat membaik
dengan kriteria informasi -Agar klien bisa
hasil : bertanya tentang apa
Terapeutik yang belum dimengrti
1.Perilaku sesuai -Berikan kesempatan dari penyakitnya
dengan untuk bertanya
pengetahuan -Agar klien mengetahui
membaik Edukasi resiko yang dapat
menganggu
-Jelaskan faktor resiko kesehatannya.
yang dapat mempengaruhi
kesehatan

Implementasi dan Evaluasi

No Hari/tgl Jam Diagnosa Implementasi Evalauasi

1 Kamis,1 14.00 Gangguan pola -Mengidentifikasi pola S : Pasien mengatakan belum


4/4/22 tidur b.d hambatan aktivitas dan tidur bisa tidur siang karena
lingkungan kebisingan
-Mengidentifikasi faktor
(kebisingan) penganggu tidur O : Klien tampak tidak tidur
di waktu siang hari
-Memodifikasi lingkungan
-Membatasi waktu tidur TD: 150/90 mmHg
siang, jika perlu
A : Gangguan pola tidur
-Menetapkan jadwal tidur

50
rutin belum teratasi
-Menjelaskan pentingnya P : Intervensi di lanjutkan
tidur cukup selama sakit

Jumat, 13.00 S: Pasien mengatakan bisa


15/4/22 tidur siang namun sering
terbangun
O : Klien tampak sudah bisa
tidur siang namun sering
terbangun
A : Gangguan pola tidur
teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan

S : Pasien mengatakan sudah


Sabutu, bisa istirahat pada siang hari.
16/4/22 11.00
O : Klien tampak sudah bisa
tidur siang
A : Gangguan pola tidur
teratasi
P : intervensi dihentikan

2 Kamis, 14.00 Defisit -Mengidentifikasi kesiapan S : Klien mengatakan masih


14/4/22 pengetahuan b.d dan kemampuan menerima belum paham dengan
kurang terpapar informasi penyakit yang dialaminya
informasi
O : Klien tampak
-Memberikan kesempatan
kebingunggan dan masih
untuk bertanya sering bertanya tentang
penyakitnya
-Menjelaskan faktor resiko
yang dapat mempengaruhi A : Defisit pengetahuan
kesehatan belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan

51
Jumat, S : Klien mengatakan sudah
15/4/22 sedikit paham mengenai
13.00 penyakitnya dan cara
menanganinya
O : Klien tampak sudah
sedikit mengerti tentang
penyakit yang dialaminya
A : Defisit pengetahuan
teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan

Sabtu,16/ S : Klien mengatakan sudah


4/22 11.00 mengerti tentang penyakit
yang dialaminya dan cara
mengobatinya sendiri di
rumah
O : Klien tampak sudah
mengerti mengenai
penyakitnya
A : Defisit pengetahuan
teratasi
O : Intervensi di hentikan

52

Anda mungkin juga menyukai