Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN ”ACUTE CONFUSIONAL STATE” DI RUANG

PERAWATAN L1BD RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO

MAKASSAR TANGGAL 18-23 November 2019

OLEH
DIAN RANTE T, S.Kep
Ns 19.012

CI LAHAN CI INSTITUSI

(…………………….......………….) (……...……………………………)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN LAKIPADADA


PROGRAM STUDI PROFESI NERS 2019
LAPORAN PENDAHULUAN

ACUTE CONUSIONAL STATE

I. KONSEP DASAR MEDIS

A. DEFENISI

Delirium merupakan sindrom yang ditandai dengan gangguan kognitif

dan atensi yang mendadak dan revesibel. Istilah “delirium” pertama kali

digunakan pada Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder

(DSA) edisi III untuk menggambarkan disfungsi otak akut (sebelumnya

disebut acute confusional state/ACS). (Mansjoer, 2000).

Delirium merupakan sindrom otak organic (SOO), yang ditandai

dengan fluktuasi kesadaran, apatis, somnolen, spoor, koma, sensitive,

gangguan proses berfikir. Konsentrasi pada lanjut isua akan mengalami

kebingungan dan persepsi halusinasi visual (pada umunya). (Hartono &

Kusumawati, 2010).

Delirium adalah fungsi kognitif yang kacau, yang ditandai dengan

kekacauan kesadaran yang meliputi salah satu persepsi dan perubahan

proses pikir (Nasir & Muhith, 2011).

B. ETIOLOGI

Delirium mempunyai berbagai macam penyebab. Semuanya

mempunyai pola gejala serupa yang berhubungan dengan tingkat

kesadaran dan kognitif pasien. Penyebab utama adalah berasal dari

penyakit susunan saraf pusat (seperti epilepsy), penyakit sistemik (seperti

gagal jantung), dan intoksikasi atau reaksi putus obat maupun zat toksik.

Penyebab delirium terbanyak terletak diluar sistem saraf pusat, misalnya

gagal ginjal dan hati. Neurotransmiter yang dianggap berperan adalah


asetilkolin, serotonin, serta glutamat. Area yang terutama terkena adalah

formasio retikularis (Riyadi & Teguh, 2009).

Faktor predisposisi terjadinya delirium, antara lain:

1 Usia

2 Kerusakan otak

3 Riwayat delirium

4 Ketergantungan alkohol

5 Diabetes

6 Kanker

7 Gangguan panca indera

8 Malnutrisi

9 Alkohol, obat-obatan dan bahan beracun

10 Efek toksik dari pengobatan

11 Kadar elektrolit, garam dan mineral (misalnya kalsium, natrium atau

magnesium) yang tidak normal akibat pengobatan, dehidrasi atau

penyakit tertentu

12 Infeksi Akut disertai demam

13 Hidrosefalus bertekanan normal, yaitu suatu keadaan dimana cairan

yang membantali otak tidak diserap sebagaimana mestinya dan

menekan otak

14 Hematoma subdural, yaitu pengumpulan darah di bawah tengkorak

yang dapat menekan otak.

15 Meningitis, ensefalitis, sifilis (penyakit infeksi yang menyerang otak)

16 Kekurangan tiamin dan vitamin B12

17 Hipotiroidisme maupun hipotiroidisme


18 Tumor otak (beberapa diantaranya kadang menyebabkan linglung dan

gangguan ingatan)

19 Patah tulang panggul dan tulang-tulang panjang

20 Fungsi jantung atau paru-paru yang buruk dan menyebabkan

rendahnya kadar oksigen atau tingginya kadar karbon dioksida di

dalam darah

21 Stroke

C. TANDA DAN GEJALA

1. Gangguan kesadaran

Penurunan kesadran terhadap lingkungan sekitar, dengan penurunan

kemampuan untuk focus, mempertahankan atau mengganti perhatian.

2. Gangguan atensi

Pasien dengan delirium mengalami kesulitan untuk memperhatikan.

Mereka mudah melupakan instruksi dan mungkin dapat menanyakan

instruksi dan pertanyan untuk diulang berkali kali. Metode untuk

mengidentifikasi gangguan atensi yaitu dengan menyuruh pasien

menghitung angka terbalik dari 100 dengan kelipatan 7.

3. Gangguan memori dan dis orientasi

Deficit memori merupakan hal yang sering terlihat jelas pada pasien

delirium. Disorien waktu tempat dan situasi juga sering di dapatkan

juga pada delirium.

4. Agitasi

Pasien dengan delirium dapat menjadi agitasi sebagai akibat dari

disorientasi dan lingkungan yang mereka lami. Sebagai contoh paasien

yang disorientasi menggangap mereka dirumah meskipun mereka ada


dirumah sakit sehingga staf RS dianggap sebagai orang asing yang

menerobos kerumahnya.

5. Apatis dan menarik diri ( with drawl )

Pasien dengan delirium dapat menampilkan apatis dan with drawl.

Mereka dapat terlihat depresi, penurunan nafsu makan, penurunan

motifasi dan gangguan pola tidur.

6. Gangguan persepsi

Terjadi halusinasi fisual dan auditori

7. Tanda tanda neurologis

Pada delirium dapat muncul tanda neurologis antara lain : tremorgait

(berjalan seperti zombie atau tidak seimbang), sulit untuk menulis dan

membaca serta gangguan fisual.

D. PATOFISOLOGI

Banyak kondisi sistemik dan obat bisa menyebabkan delirium, contoh

antikolinergika, psikotropika, dan opioida. Mekanisme tidak jelas, tetapi

mungkin terkait dengan gangguan reversibilitas dan metabolisme oxidatif

otak, abnormalitas neurotransmiter multiple, dan pembentukan sitokines

(cytokines). Stress dari penyebab apapun bisa meningkatkan kerja saraf

simpatik sehingga mengganggu fungsi cholinergic dan menyebabkan

delirium. Usia lanjut memang dasarnya rentan terhadap penurunan

transmisi cholinergic sehingga lebih mudah terjadi delirium. Apapun

sebabnya, yang jelas hemisfer otak dan mekanisme (arousal mechanism)

dari talamus dan sistem aktivasi retikular batang otak jadi terganggu.

Terdapat faktor predisposisi gangguan otak organik: seperti demensia,


stroke. Penyakit parkinson, usia lanjut, gangguan sensorik, dan gangguan

multipel (Stuart, 2006).

E. MANIFESTASI KLINIS

Gambaran utama adalah gangguan kesadaran berupa kesadaran yang

berkabut dengan penurunan kemampuan untuk memusatkan,

mencamtumkan dan mengalihkan perhatian . keadaan ini berlangsung

beberapa hari, dengan berkembangnya ansietas mengantuk, insomnia,

halusinasi yang transien , mimpi buruk dan kegelisahan. Pasien delirium

yang berhubungan dengan sindrom putus zat merupakan jenis hiperaktif

yang dapat dikaitkan dengan tanda-tanda otonom, seperti flushing,

berkeringat, takikardi, dilatasi pupil, nausea, muntah, dan hipertemia.

Orientasi waktu sering kali hilang, sedangkan orientasi tempat dan orang

mungkin terganggu pada kasus yang berat. Pasien sering kali mengalami

abnormalitas dalam berbahasa, seperti pembicaraan bertele-tele, tidak

relevan dan inkoheren.

F. PENATALAKSANAAN

Bila kondisi ini merupakan toksisitas antikolinergik, digunakan

fisostikmin salisilat 1-2mg, IV atau IM, dengan pengulangan dosis setiap

15-30 menit. Selain itu perlu dilakukan terapi untuk member dorongan

perbaikan pada fisik, sensorik dan lingkungan. Untuk mengatasi gejala

sikosis, digunakan haloperidol 2-10 mg IM, yang dapat diulang setiap 1

jam. Insomnia sebaiknya diobati dengan benzodiazepine yang mempunyai

waktu terapi pendek.


G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Semua pasien dengan tanda dan gejala gangguan fungsi kognitif perlu

dilakukan pemeriksaan kondisi mental formal. Kemampuan atensi bisa

diperiksa dengan:

1. Pengulangan sebutan 3 benda

2. Pengulangan 7 angka ke depan dan 5 angka ke belakang (mundur)

3. Sebutkan nama hari dalam seminggu ke depan dan ke belakang

(mundur)

4. Ikuti kriteria diagnostik dari lCD-10 atau DSM-IV-TR

5. Confusion Assessment Method (CAM)

6. Wawancarai anggota keluarga

7. Penggunaan obat atau zat psikoaktif overdosis atau penghentian

mendadak.
8. KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

1. Identitas

Identias klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa/latar

belakang kebudayaan, status sipil, pendidikan, pekerjaan dan alamat.

2. Keluhan Utama

Keluhan utama atau sebab utama yang menyebabkan klien datang

berobat (menurut klien dan atau keluarga). Gejala utama adalah

kesadaran menurun.

3. Factor Predisposisi

Factor yang dapat mempengaruhi terjadinya gangguan kognif adalah

a. Degenerasi yang berhubungan dengan proses menua.

b. Gangguan suplai oksigen, glukosa, dan zat makan yang penting

untuk fungsi otak:

1) Artheroschelerotic vascular

2) Serangan iskemik singkat

3) Pendarahan otak

4) Gangguan infark pada otak

c. Penumpukan racun pada jaringan otak

d. Penyakt hati kronic.

e. Penyakit ginjal kronik

f. Kekurangan vitamin (B10 atau tiamin)

g. Malnutrisi

h. Abnormalitas genetic
Gangguan jiwa seperti skizoprenia, gangguan bipolar dan

depresi dapat juga menyebabkan gangguan fungsi kognitif.

4. Factor Presipitasi

Selain kelainan atau gangguan pada otak dapat menjadi factor

presipitasi pada gangguan kognitif. Kelainan tersebut antara lain ;

a. Hipoksia

b. Gangguan metabolisme( hipotiroid, hipertiroid, penyakit adrenal,

hipoglikemia)

c. Racun pada otak

d. Adanya perubahan struktur otak

e. Stimulus lingkungan yang kurang atau berlebihan yang

mengakibatkan gangguan sensorik

f. Respon perlawana terhadap pengobatan

5. Mekanisme Koping

Ketika mengalami gangguan kognitif, individu yang

menggunankan berbagai macam koping untuk mengatasinya individu

yang telah mempunai pengalaman menggunakan koping yang

kontruktif pada masa lalu akan lebh mampu mengatasi masalah

tersebut daripada individu yang sebelumnya telah memiliki kesulitan

dalam menyelesaikan masalah. Ketidakmampuan mengatasi masalah

tersebut daripada individu yang sebelumnya telah memiliki kesulitan

dalam menyelesaikan masalah. Ketidakmampuan mengatasi masalah

tersebut secara konstruktif merupakan penyebab utama perilaku

patologis. Perawat perlu melindungi klien dari kemungkinan terjadinya

kecelakaan dengan menggantikan mekanisme koping yang dimiliki


individu dengan cara mengorientasikan klien pda realita secara terus

menerus. Mekanisme pertahanan yang dipkai pada gangguan kongnitif

yaitu regresi, denial, dan kompensasi.

6. Pemeriksaa n Fisik

Kesadran yang menurun dan sesudahnya terdapat amnesia. Tensi

menurun, takikardia, febris, BB menurun karena nafsu makan yang

menurun dan tidak mau makan.

7. Psikososial

a. Genogram Dari hasil penelitian ditemukan kembar monozigot

memberi pengaruh lebih tinggi dari kembar dizigot .

b. Konsep diri

1) Ganbaran diri, tressor yang menyebabkan berubahnya

gambaran diri karena proses patologik penyakit.

2) Identitas, bervariasi sesuai dengan tingkat perkembangan

individu.

3) Peran, transisi peran dapat dari sehat ke sakit, ketidak

sesuaian antara satu peran dengan peran yang lain dan

peran yang ragu diman aindividu tidak tahun dengan jelas

perannya, serta peran berlebihan sementara tidak

mempunyai kemmapuan dan sumber yang cukup.

4) Ideal diri, keinginann yang tidak sesuai dengan kenyataan

dan kemampuan yang ada.

5) Harga diri, tidakmampuan dalam mencapai tujuan sehingga

klien merasa harga dirinya rendah karena kegagalannya.


8. Hubungan Sosial

Berbagai faktor di masyarakat yang membuat seseorang

disingkirkan atau kesepian, yang selanjutnya tidak dapat diatasi

sehingga timbul akibat berat seperti delusi dan halusinasi. Konsep diri

dibentuk oleh pola hubungan sosial khususnya dengan orang yang

penting dalam kehidupan individu. Jika hubungan ini tidak sehat maka

individu dalam kekosongan internal. Perkembangan hubungan sosial

yang tidak adeguat menyebabkan kegagalan individu untuk belajar

mempertahankan komunikasi dengan orang lain, akibatnya klien

cenderung memisahkan diri dari orang lain dan hanya terlibat dengan

pikirannya sendiri yang tidak memerlukan kontrol orang lain. Keadaa

ini menimbulkan kesepian, isolasi sosial, hubungan dangkal dan

tergantung.

9. Spiritual

Keyakinan klien terhadap agama dan keyakinannya masih kuat,

tetapi tidak atau kurang mampu dalam melaksnakan ibadahnya sesuai

dengan agama dan kepercayaannya.

10. Status Mental

a. Penampila klien tidak rapi dan tidak mampu untuk merawat dirinya

sendiri.

b. Pembicaraan keras, cepat dan inkoheren.

c. Aktivitas motorik

Perubahan motorik dapat dimanifestasikan adanya peningkatan

kegiatan motorik, gelisah, impulsif, manerisme, otomatis, steriotipi.

d. Alam perasaan
e. Afek dan emosi.

Perubahan afek terjadi karena klien berusaha membuat jarak

dengan perasaan tertentu karena jika langsung mengalami perasaa

tersebut dapat menimbulkan ansietas. Keadaan ini menimbulkan

perubahan afek yang digunakan klien untukj melindungi dirinya,

karena afek yang telah berubahn memampukan kien mengingkari

dampak emosional yang menyakitkan dari lingkungan eksternal.

Respon emosional klien mungkin tampak bizar dan tidak sesuai

karena datang dari kerangka pikir yang telah berubah. Perubahan

afek adalah tumpul, datar, tidak sesuai, berlebihan dan ambivalen.

f. Interaksi selama wawancara

Sikap klien terhadap pemeriksa kurawng kooperatif, kontak

mata kurang.

g. Persepsi

Persepsi melibatkan proses berpikir dan pemahaman emosional

terhadap suatu obyek. Perubahan persepsi dapat terjadi pada satu

atau kebiuh panca indera yaitu penglihatan, pendengaran, perabaan,

penciuman dan pengecapan. Perubahan persepsi dapat ringan,

sedang dan berat atau berkepanjangan. Perubahan persepsi yang

paling sering ditemukan adalah halusinasi.

h. Proses berpikir

Klien yang terganggu pikirannya sukar berperilaku kohern,

tindakannya cenderung berdasarkan penilaian pribadi klien

terhadap realitas yang tidak sesuai dengan penilaian yang umum

diterima. Penilaian realitas secara pribadi oleh klien merupakan


penilaian subyektif yang dikaitkan dengan orang, benda atau

kejadian yang tidak logis (Pemikiran autistik). Klien tidak

menelaah ulang kebenaran realitas. Pemikiran autistik dasar

perubahan proses pikir yang dapat dimanifestasikan dengan

pemikian primitf, hilangnya asosiasi, pemikiran magis, delusi

(waham), perubahan linguistik (memperlihatkan gangguan pola

pikir abstrak sehingga tampak klien regresi dan pola pikir yang

sempit misalnya ekholali, clang asosiasi dan neologisme.

i. Tingkat kesadaran

Kesadran yang menurun, bingung. Disorientasi waktu, tempat dan

orang.

11. Kebutuhan sehari-hari klien

a. Tidur, klien sukar tidur karena cemas, gelisah, berbaring atau

duduk dan gelisah . Kadang-kadang terbangun tengah malam dan

sukar tidur kemabali. Tidurnya mungkin terganggu sepanjang

malam, sehingga tidak merasa segar di pagi hari.

b. Selera makan, klien tidak mempunyai selera makan atau makannya

hanya sedikit, karea putus asa, merasa tidak berharga, aktivitas

terbatas sehingga bisa terjadi penurunan berat badan.

c. Eliminasi

Klien mungkin tergnaggu buang air kecilnya, kadang-kdang lebih

sering dari biasanya, karena sukar tidur dan stres. Kadang-kadang

dapat terjadi konstipasi, akibat terganggu pola makan.


DAFTAR PUSTAKA

Kusumawati, Farida & Yudi Hartono, 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika

Mansjoer, Arif M, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius

Riyadi, Sujono & Purwanto Teguh, 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Jogyakarta: Graha Ilmu

Stuart, Gail W, 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC

Nasir Abdul,Abdul Muhith, 2014. Dasar-dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai